• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PPD 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKALAH PPD 1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja merupakan masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. “Masa remaja adalah usia yang paling rawan dalam kehidupan anak-anak. Salah mendidik, anak akan menjadi sosok yang angkuh, egois dan pemberontak” (menurut Dr. Farah Agustin, Psikolog anak). Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresif. Masa remaja adalah puncak perkembangan seluruh aspek-aspek kepribadian anak. Sebab setelah melewati masa remaja ini anak tersebut akan menjadi seorang yang dewasa yang boleh dikatakan telah terbentuk suatu pribadi yang relatif tetap.

Perkembangan moral, nilai dan sikap (tingkah laku) ini berkembang sangat pesat pada masa remaja. Dapat dikatakan bahwa pada masa remaja menjadi penentu perkembangan hal-hal tersebut. Penanaman nilai-nilai keagamaan menyangkut konsep tentang ketuhanan, semenjak usia dini mampu membentuk religiositas anak mengakar secara kuat pada masa remaja dan mempunyai pengaruh sepanjang hidup. Pada teori Harms, dinyatakan bahwa pemahaman anak tentang tuhan melalui tiga fase, dan masa remaja adalah masa yang mengalami fase individualistic stage. Dua situasi yang mendukung perkembangan rasa agama pada usia remaja adalah kemampuannya untuk berfikir abstrak dan kesensitifan emosinya.

B. Rumusan Masalah

1) Apa yang di maksud dengan perkembangan moralitas pada remaja? 2) Bagaimana tahapan moralitas pada remaja?

3) Bagaimana implikasi perkembangan moral dalam pendidikan?

4) Bagaimakah karakteristik perkembangan moralitas dan keagamaan remaja serta implikasinya dalam pendidikan?

C. Tujuan Penulisan

1) Mengetahui perkembangan moralitas pada remaja. 2) Mengetahui tahapan moralitas pada remaja.

3) Mengetahui implikasi perkembangan moral dalam pendidikan.

(2)

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Remaja

Istilah remaja berasal dari bahasa Latin “adolescence” yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence juga mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (Hurlock, 1980: 206)

Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang - orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang - kurangnya dalam masalah hak, mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapaiintegrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.

Sedangkan menurut Hurlock (1980: 206), remaja adalah mereka berada pada usia berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia tujuh belas atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum. Dengan demikian akhir masa remaja merupakan periode yang sangat singkat.

Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Pernyataan ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu, yaitu di awal abad kedua puluh oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall (dalam Santrock, 2003: 193) pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan yang sampai sekarang banyak dikutip orang.

B. Hakikat Perkembangan Moralitas

(3)

yang baik, yang boleh dikerjakan dan tinglah laku mana yang buruk yang tidak boleh dikerjakan.

Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban (purwadarminto, 1957:957). Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan salah dengan demikian moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.

C. Tahapan Perkembangan Moral

Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.

Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertasi doktornya dengan judul The Developmental of Model of Moral Think and Choice in the Years 10 to 16, seperti tertuang dalam buku Tahap-tahap Perkembangan Moral (1995), tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai berikut:

1) Tingkat Pra Konvensional

Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat dibagi menjadi dua tahap:

 Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan

(4)

 Tahap 2: Orientasi Relativis-instrumental

Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan tercermin dalam bentuk: “jika engkau menggaruk punggungku, nanti juga aku akan menggaruk punggungmu”. Jadi perbuatan baik tidaklah didasarkan karena loyalitas, terima kasih atau pun keadilan.

2) Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap :

 Tahap 3: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak manis”

Perilaku yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran stereotip mengenai apa itu perilaku mayoritas atau “alamiah”. Perilaku sering dinilai menurut niatnya, ungkapan “dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting. Orang mendapatkan persetujuan dengan menjadi “baik”.

 Tahap 4 : Orientasi hukuman dan ketertiban

Terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri

3) Tingkat Pasca-Konvensional (Otonom/Berlandaskan Prinsip)

Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada tingkat ini:

(5)

Pada umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, hak adalah soal “nilai” dan “pendapat” pribadi. Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial (jadi bukan membekukan hukum itu sesuai dengan tata tertib gaya seperti yang terjadi pada tahap 4). Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku persetujuan bebas atau pun kontrak. Inilah “ moralitas resmi” dari pemerintah dan perundang-undangan yang berlaku di setiap negara.

 Tahap 6 : Orientasi Prinsip Etika Universal

Hak ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas, konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret seperti kesepuluh Perintah Allah. Pada hakikat inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiprositas dan persamaan hak asasi manusia serta rasa hormat terhadap manusia sebagai pribadi individual.

D. Karakteristik Perkembangan Moralitas Remaja Serta Implikasinya Dalam Pendidikan

Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock, 1995). Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (immoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, dalam pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara, teman sebaya, atau guru), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:

a. Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan

(6)

Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh masyarakat dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.

1) Karakteristik Perkembangan Moral

Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal, yakni:

a. Mulai mampu berfikir abstrak;

b. Mulai mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis, maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka;

c. Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai walau belum mampu mempertanggungjawab kannya secara pribadi;

d. Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah; e. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan;

f. Penilaian moral menjadi kurang egosentris; g. Penilaian secara psikologis menjadi lebih mahal.

2) Faktor Faktor yang Menghambat Perkembangan Moralitas Remaja Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral:

a. Hubungan harmonis dalam keluarga, yang merupakan tempat penerapan pertama sebagai individu. Begitupula dengan pendidikan agama yang diajarkan di lingkungan keluarga sangat berperan dalam perkembangan moral remaja.

b. Masyarakat, tingkah laku manusia bisa terkendali oleh kontrol dari yang mempunyai sanksi-sanksi buat pelanggarnya.

(7)

d. Perkembangan nalar, makin tinggi penalaran seseorang, maka makin tinggi pula moral seseorang.

e. Peranan media massa dan perkembangan teknologi modern. Hal ini berpengaruh pada moral remaja. Karena seorang remaja sangat cepat untuk terpengaruh terhadap hal-hal yang baru yang belum diketahuinya.

3) Implementasi Perkembangan Moralitas Dalam Pendidikan Adapun implementasi dari perkembangan moral pada remaja adalah: a. Dalam bergaul, remaja sudah mulai selektif dalam memilih teman;

b. Remaja sudah peka terhadap permasalahan yang terjadi di sekitarnya dan sudah mulai mencari solusi terhadap permasalahan tersebut;

c. Sudah mulai mencoba untuk membahagiakan orang lain;

d. Timbul rasa kepedulian jika melihat hal-hal yang menyentuh hati;

e. Remaja sudah mulai membentuk kepribadiannya yang sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya.

4) Upaya - Upaya Sekolah Dalam Rangka Mengembangkannya

Ketika anak berada dalam masa perkembangan, pembentukan moralnya dipengaruhi oleh lingkungannya. Dimulai dari lingkungan keluarga, dimana orang tua mengenalkan nilai-nilai sederhana seperti kesopanan terhadap ayah dan ibu. Saat pergaulan anak tersebut makin luas pada usia remaja, dia akan mengenal lebih banyak nilai-nilai kehidupan melalui kejadian-kejadian di sekitarnya. Remaja terdorong untuk mengidentifikasi peristiwa yang dialaminya sehingga dapat membedakan sikap mana yang baik dan mana yang tidak baik untuk dilakukan. Upaya membantu remaja menemukan identitas diri:

a. Berilah informasi tentang pilihan-pilihan karier dan peran-peran orang dewasa b. Membantu siswa menemukan sumber-sumber untuk memecahkan masalah

pribadinya (melalui guru konseling)

c. Bersikap toleran terhadap tingkah laku remaja yang dipandang aneh. Caranya: mendiskusikan tentang tatakrama dalam berpakaian

d. Memberi umpan balik yang realistis tentang dirinya. Caranya: berdiskusi dengan siswa, member contoh orang lain yang sukses dalam hidup.

(8)

Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga dan guru substitusi orangtua.Ada beberapa alasan, mengapa sekolah memainkan peranan penting yang berarti bagi perkembangan kepribadian anak, yaitu ;

a. Siswa harus hadir disekolah;

b. Sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini seiring dengan masa perkembangan ‘konsep dirinya”;

a. Anak-anak banyak menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar rumah;

b. Sekolah member kesempatan kepada siswa untuk meraih sukses;

(9)

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

1) Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.

2) Ada 3 tingkatan perkembangan moral, yakni : Tingkat pra konvensional, Tingkat Konvensional, dan Tingkat Pasca Konvensional dengan 6 tahapan.

3) Faktor Faktor yang Menghambat Perkembangan Moralitas Remaja yaitu Hubungan harmonis dalam keluarga, masyarakat, lingkungan sosial, perkembangan nalar, dan perkembangan media massa.

4) Peranan sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak yakni sekolah merupakan factor penentu bagi perkembangan kepribadian anak (siswa), baik dalam cara berpikir, bersikap, maupun cara berprilaku. Sekolah berperan sebagai substitusi keluarga dan guru substitusi orangtua.

B. SARAN

Sebagai akhir makalah ini, penulis akan menyampaikan saran yang mungkin dapat berguna bagi para pembaca. Adapun saran-saran sebagai berikut:

1. Sebagai generasi muda, sudah selayaknya kita bersikap bijaksana dalam melakukan segala hal, pertimbangkan resiko baik dan buruknya, bukan hanya untuk diri kita sendiri melainkan untuk orang-orang disekeliling kita;

2. Diharapkan di sekolah menyediakan sarana dan prasarana yang maksimal, agar dapat membangun kreatifitas dan prestasi peserta didik agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti tawuran, bolos saat jam pelajaran berlangsung dan lain-lain;

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Desmita. 2009. psikologi perkembangan peserta didik, Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Menerapkan aturan yang berkaitan dengan etika dan moral terhadap perangkat keras dan perang lunak 3.2.

Ilmu tentang hukum syar’iyyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia, baik dalam bentuk perintah (wajib), larangan (haram), pilihan (mubah), anjuran untuk melakukan

Kehidupan mereka selalu diisi oleh moral yang buruk seperti minum khamr, pelacuran, merampas harta orang dengan cara batil, serta membunuh orang secara dzalim dan segala perbuatan

Dari penjelasan di atas dapat dika- takan bahwa moral merupakan standar kualitas perbuatan manusia yang dengan- nya dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aktivitas guru, aktifitas anak dan hasil capaian perkembangan anak pada aspek nilai-nilai agama dan moral dalam membedakan

Etika berhubungan dengan peraturan untuk perbuatan atau tidakan yang mempunyai prinsip benar dan salah, serta prinsip moralitas karena etika mempunyai tanggung

Kaidah ini disepakati apabila larangan berkaitan dengan perbuatan atau perkataan yang esensinya memang diharamkan (harām li żātihi), bukan diharamkan karena ada

objektif yaitu suatu perbuatan yang sudah dilakukan pada seseorang adalah perbuatan larangan, yang dimaksut dengan perbuatan yang dilarang adalah perbuatan yang