• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

20 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Kandungan Tanin Dalam Daun Teh yang Berasal dari Nglinggo

Ektraksi daun teh dengan cara perendaman, penambahan dextrin dan tween 80 serta dilanjutkan pengovenan dapat diperoleh ekstrak daun teh tua 12,11% dan ekstrak daun teh muda 12,61%, seperti tertera dalam Tabel 4.1 di bawah ini:

Tabel 4.1 Kadar Ekstrak Teh dari Nglinggo Kulonprogo

Ekstrak dari daun teh tua dan muda tersebut selanjutnya dianalisis dengan alat spektrofotometri untuk mengetahui kandungan tannin dalam ekstrak tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran nilai absorbansi larutan standard tanin sintetik dari Merck diperoleh persamaan Y = 0,074X +0,030 (lihat Grafik 4.1). Nilai absorbansi daun teh tua 0,12 sedangkan nilai absorbansi daun teh muda adalah 0,19.

Berdasarkan persamaan Y = 0,074X+0,030 tersebut, dapat diketahui kandungan tanin pada ekstrak daun teh tua 14,78% dan kandungan tanin dalam ekstrak teh muda 21,35%. Sehingga diketahui kandungan tanin dalam daun teh tua 1,78% dan kandungan tanin dalam daun teh muda 2,69% (llihat Tabel 4,2). Hasil tersebut menunjukkan daun teh muda memiliki kandungan tanin lebih tinggi dari daun teh tua.

(2)

21

Tabel 4.2 Kadar Tanin Dalam Daun Teh Nglinggo dengan Analisis Spektrofotometri

B. Pengaruh Metode Aplikasi Tanin

1. Pengaruh Tanin dari Ekstrak Teh dan Tanin Sintetik

Dalam kajian ini dilakukan pengujian pengaruh perlakuan aplikasi tanin dari ekstrak teh dan tanin sintetik pada sampel besi dibandingkan dengan sampel kontrol (tanpa perlakuan).

Foto 4.1 Perbandingan Sampel K.1.1 (kontrol), T.1.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.1.1 (diaplikasi tannin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) yang

(3)

22 Foto 4.2 Perbandingan Sampel K.2.1 (kontrol), T.1.2.1 (diaplikasi ekstrak

teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.1.2.1 (diaplikasi tannin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) yang

diletakkan dalam ruangan ber-AC

Foto 4.3 Perbandingan Sampel K.3.1 (kontrol), T.1.3.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.1.3.1 (diaplikasi

tannin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) yang diletakkan di luar ruangan

(4)

23 Foto 4.4 Perbandingan Sampel K.1.1 (kontrol), T.2.1.1 (diaplikasi ekstrak

teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.1.3.1 (diaplikasi tannin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating) yang

diletakkan di ruangan tanpa AC

Foto 4.5 Perbandingan Sampel K.2.1 (kontrol), T.2.2.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.2.2.1 (diaplikasi

tannin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating) yang diletakkan di ruangan ber-AC

(5)

24 Foto 4.6 Perbandingan Sampel K.3.1 (kontrol), T.2.3.1 (diaplikasi ekstrak teh

tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.2.3.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating) yang diletakkan di

dalam ruangan ber-AC

Foto 4.7 Perbandingan Sampel K.1.1 (kontrol), T.3.1.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.1.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa

(6)

25 Foto 4.8 Perbandingan Sampel K.2.1 (kontrol), T.3.2.1 (diaplikasi ekstrak teh

dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.2.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) yang diletakkan

di dalam ruangan ber-AC

Foto 4.9 Perbandingan Sampel K.3.1 (kontrol), T.3.3.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.3.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) yang diletakkan

(7)

26 Foto 4.10 Perbandingan Sampel K.3.1 (kontrol), T.3.3.1 (diaplikasi ekstrak

teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.3.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) yang

diletakkan di luar ruangan

Foto 4.11 Perbandingan Sampel K.1.1 (kontrol), T.4.1.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.4.1.1 (diaplikasi tanin

sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating) yang diletakkan di dalam ruangan tanpa AC

(8)

27

Foto 4.13 Perbandingan Sampel K.3.1 (kontrol), T.4.3.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.4.3.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating) yang diletakkan di luar ruangan

Foto 4.12 Perbandingan Sampel K.2.1 (kontrol), T.4.2.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.4.2.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating) yang diletakkan di

(9)

28

Hasil pengamatan setelah 8 minggu perlakuan menunjukkan bahwa kondisi permukaan sampel kontrol (K.1.1, K.2.1, K.3.1) berbeda dengan sampel yang diaplikasi dengan tanin dari ekstrak teh maupun tanin sintetik. Permukaan sampel kontrol seluruhnya telah mengalami korosi aktif sedangkan pada sampel yang diaplikasi dengan tanin belum menampakan adanya korosi aktif. Namun, sampel besi yang diaplikasi dengan tanin dari ekstrak teh(T.1.1, T.2.1, T.3.1) dibandingkan dengan tanin sintetik (S.1.1, S.2.1 dan S.3.1) menunjukkan degradasi warna yang berbeda. Perbedaan degradsai warna kemungkinan disebabkan oleh ketebalan lapisan kompleks besi-tanin (ferri-tannat) yang berbeda. Lapisan kompleks besi-tanin pada perlakuan tanin sintetik lebih tebal dibandingkan pada tanin dari ekstrak teh. Kondisi ini menunjukkan pembentukan kompleks besi-tanin pada permukaan sampel besi dengan perlakuan tanin sintetik lebih banyak dibandingkan pada sampel besi dengan perlakuan tanin dari ekstrak teh. Hal ini karena kandungan tanin sintetik lebih besar (99%) dibandingkan tanin dari ekstrak teh yang lebih rendah (14,73 – 21,35 %). Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa ekstrak teh dapat menghambat korosi pada artefak besi namun kemampuannya masih dibawah tanin sintetik.

2. Pengaruh Penambahan Asam Fosfat

Dalam kegiatan ini dilakukan pengujian pengaruh penambahan asam fosfat dalam aplikasi tanin. Sebelum eksperimen dilaksanakan, dilakukan pengukuran pH larutan. Hasil pengukuran pH larutan tertera dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Jenis Larutan dan pH Larutan

Jenis larutan pH larutan

Ekstrak teh + etanol 5

Ekstrak teh + etanol + asam fosfat 4

Tanin sintetik + etanol 2-3

Tanin sintetik + etanol + asam fosfat 1-2

Selanjutnya dilakukan pengujian pengaruh pemberian asam fosfat dalam aplikasi tanin terhadap sampel besi. Perlakuan meliputi sampel yang diaplikasi larutan tanin tanpa penambahan asam fosfat (T.1.1, T.1.2, T.1.3, T.2.1, T.2.2, T.2.3, S.1.1, S.1.2, S.1.3, S.2.1, S.2.2, dan S.2.3) dan larutan tanin dengan penambahan asam fosfat (T.3.1,T.4.1, T.3.2, T.4.2, T,3.3, T.4.3, S.3.1, S.4.1, S.3.2, S.4.2, S,3.3, dan S.4.3) baik pada tanin dari ekstrak teh maupun tanin sintetik. Permukaan sampel yang diaplikasi dengan larutan tanin yang ditambah asam fosfat menunjukkan reaksi perubahan warna yang lebih cepat dibandingkan dengan permukaan sampel yang diaplikasi dengan larutan tanin tanpa penambahan asam

(10)

29

fosfat. Namun, hasil pengamatan terhadap permukaan sampel yang diaplikasi larutan tanin tanpa penambahan asam fosfat dan dengan penambahan asam fosfat menunjukkan tidak ada perbedaan secara signifikan setelah 8 minggu perlakuan. Kemungkinan penambahan asam fosfat hanya menyebabkan pH larutan tanin menjadi lebih rendah yang menyebabkan ion besi menjadi lebih cepat tersedia. Sehingga reaksi pembentukan kompleks besi tanin menjadi lebih cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Logan, Juddy (2013), asam fosfat menurunkan pH larutan, dan meningkatkan jumlah ion besi terlarut untuk bereaksi dengan asam tanat. Hal ini dibuktikan pada Table 4.3 yang menunjukkan penambahan asam fosfat menyebabkan penurunan pH larutan menjadi lebih asam.

Foto 4.14 Perbandingan Sampel T.1.1.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), T.3.1.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.1.1.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.1.1 (diaplikasi

(11)

30

Foto 4.16 Perbandingan Sampel T.1.2.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), T.3.2.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.1.2.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.2.1 (diaplikasi

tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating)

Foto 4.15 Perbandingan Sampel T.2.1.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), T.4.1.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan

penambahan asam fosfat dan dicoating), S.2.1.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.4.1.1 (diaplikasi tanin sintetik

(12)

31

Foto 4.18 Perbandingan Sampel T.1.3.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), T.3.3.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.1.3.1 (diaplikasi tanin

sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.3.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating)

Foto 4.17 Perbandingan Sampel T.2.2.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), T.4.2.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.2.2.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.4.2.1 (diaplikasi tanin

(13)

32

Menurut Hamilton, D (1999) pH optimun larutan tannin adalah 2,5 sampai 3. Oleh karena itu, pH 2-3 pada larutan tannin sintetik ditambah etanol sudah mendekati pH optimum larutan tanin untuk stabilisasi besi. Sehingga aplikasi tanin sintetik tidak perlu ditambahkan larutan asam fosfat encer. Namun, dalam aplikasi tanin dari ekstrak teh perlu ditambahkan asam fosfat encer untuk menurunkan pH agar pH larutan mendekati 2,5 -3. 3. Pengaruh Pelapisan dengan Paraloid B 72

Dalam kajian ini dilakukan pengujian pengaruh coating dengan paraloid pada sampel yang telah diaplikasi dengan tanin (baik tanin dari ekstrak teh maupun tanin sintetik). Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan sampel yang telah ditanin dan tidak di-coating

dengan paraloid B72 (T.1.1, T.1.2, T.3.1, T.3.1, T.3.2, T.3.3, S.1.1, S.1.2, S.3.1, S.3.1, S.3.2, S.3.3) dan sampel yang telah ditanin di-coating dengan paraloid B72 (T.2.1, T.2.2, T.2.3. T.4.1, T.4.2, T.4.2, S.2.1, S.2.2, S.2.3. S.4.1, S.4.2, S.4.2). Hasil pengamatan terhadap sampel-sampel tersebut menunjukkan bahwa sampel yang di-coating paraloid permukaannya lebih tebal dan mengkilap. Sampel yang distabilkan dengan ekstrak teh dan di-coating dengan paraloid menunjukkan permukaannya terlihat lebih terlindungi dibandingkan yang tidak dicoating.

Foto 4.19 Perbandingan Sampel T.2.3.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), T.4.3.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.2.3.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.2.3.1 (diaplikasi

(14)

33

Foto 4.21 Perbandingan Sampel T.3.1.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), T.4.1.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.1.1.1 (diaplikasi tanin sintetik

tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.4.1.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating)

Foto 4.20 Perbandingan Sampel T.1.1.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), T.2.1.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.1.1.1 (diaplikasi tanin sintetik

tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.2.1.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating)

(15)

34

Foto 4.23 Perbandingan Sampel T.3.2.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), T.4.2.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.3.2.1 (diaplikasi tanin sintetik

dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.4.2.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating)

Foto 4.22 Perbandingan Sampel T.1.2.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), T.2.2.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.1.2.1 (diaplikasi tanin sintetik

tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.2.2.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating)

(16)

35

Foto 4.25 Perbandingan Sampel T.3.3.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), T.4.3.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.3.3.1 (diaplikasi tanin sintetik

dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.4.3.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating)

Foto 4.24 Perbandingan Sampel T.1.3.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), T.2.3.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.1.3.1 (diaplikasi tanin sintetik

tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.2.3.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating)

(17)

36

Namun, sampel yang distabilkan dengan tanin sintetik menunjukkan tidak ada perbedaan kenampakan pada sampel yang di-coating maupun tidak. Kemungkinan lapisan kompleks besi-tanin sintetik lebih tebal, sehingga tanpa di-coating paraloid permukaannya sudah mengkilap. Hasil tersebut menunjukkan pelapisan paraloid sangat diperlukan pada sampel besi yang distabilkan dengan ekstrak teh, namun pada sampel yang distabilkan dengan tanin sintetik tidak diperlukan. Seperti yang dijelaskan pada subbab B.1, lapisan kompleks besi-tanin sintetik lebih tebal dari pada besi-tanin dari ekstrak teh. Sehingga coating dibutuhkan jika lapisan tannin besi yang terbentuk tipis. Jika tanin yang terbentuk sudah tebal maka tidak diperlukan lapisan pelindung tambahan dalam hal ini pelapisan paraloid B72.

C. Pengaruh Kondisi Lingkungan (Temperatur dan Kelembaban) 1. Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap Sampel yang Telah Ditanin

Dalam kajian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh lingkungan (suhu dan kelembaban) pada sampel besi yang telah distabilkan dengan tanin. Pengujian untuk membuktikan bahwa lamanya perlindungan tanin pada besi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Pengujian dilakukan dengan cara menempatkan sampel di luar ruangan (ruang terbuka), di dalam ruangan tanpa AC dan dalam ruang ber-AC.

Dalam pengujian ini ditempatkan alat data logger pada setiap tempat untuk memonitor temperatur dan kelembaban pada masing-masing tempat. Grafik 4.2 menunjukkan temperatur dalam ruangan tanpa AC cenderung stabil dengan kisaran 25,8 - 32,2OC. Di luar

ruangan sangat fluktuatif dan ekstrim (22 - 42OC) sedangkan temperatur pada ruang ber-AC

rendah dan cenderung stabil (17,8 - 26OC). Namun, adakalanya meningkat drastis karena

(18)

37

Grafik 4.2 menunjukkan kelembaban udara dalam ruangan tanpa AC cenderung tinggi dan fluktuatif dengan kisaran 68-90%. Di luar ruangan sangat fluktuatif dan ekstrim 45-98% sedangkan kelembaban udara pada ruang ber-AC tinggi dan cenderung stabil (59-75%). Namun, adakalanya kelembaban udara meningkat drastis sampai 90% karena saat libur kantor dan ketika terjadi pengembunan AC dinaikan temperaturnya.

Ketiga kondisi lingkungan tersebut ternyata bukan merupakan kondisi yang ideal untuk artefak besi. Menurut Logan, Juddy (2007), kelembaban udara 50% tidak akan merusak besi yang tidak mengadung garam terlarut yang tinggi. Namun, kelembaban udara di atas 65% akan dengan cepat merusak semua artefak besi.

Keterangan: LR : luar ruangan R-AC :ruangan tanpa AC R+AC: ruangan ber-AC

(19)

38

Namun, hasil pengamatan terhadap permukaan sampel (Foto 4.26 sampai 4.34) menunjukkan belum ada perbedaan kenampakan pada sampel yang ditempatkan pada kondisi lingkungan yang berbeda. Hal ini kemungkinan terjadi karena waktu eksperimen yang masih pendek (8 minggu), sehingga perbedaan kondisi lingkungan (temperatur dan kelembaban) belum berperngaruh terhadap kondisi sampel. Oleh karena itu, untuk melihat pengaruh perbedaan kondisi lingkungan pada artefak besi yang telah distabilkan dengan tanin maka dilakukan pengamatan terhadap kondisi koleksi besi pada Museum Nasional.

Foto 4.27 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan esktrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating, T.1.1.1 (diletakkan dalam

ruang tanpa AC), T.1.2.1 (diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan T.1.3.1 (diletakkan di luar ruangan)

Foto 4.26 Perbandingan Sampel Kontrol tanpa perlakuK.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC), K.2.1 (diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan K.3.1

(20)

39 Foto 4.29 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan esktrak teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating, T.3.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC), T.1.2.1 (diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan T.3.3.1 (diletakkan di

luar ruangan)

Foto 4.28 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan esktrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating, T.2.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa

AC), T.2.2.1 (diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan T.2.3.1 (diletakkan di luar ruangan)

(21)

40

Foto 4.31 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating, S.1.1.1 (diletakkan

dalam ruang tanpa AC), S.1.2.1 (diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan S.1.3.1 (diletakkan di luar ruangan)

Foto 4.30 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan esktrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating, T.4.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC), T.4.2.1 (diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan

(22)

41

Foto 4.33 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating, S.3.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC), S.3.2.1 (diletakkan dalam

ruangan ber-AC) dan S.3.3.1 (diletakkan di luar ruangan)

Foto 4.32 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating, S.2.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC), S.2.2.1 (diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan

(23)

42

2. Pengaruh Kondisi Lingkungan pada Koleksi Besi di Museum Nasional

Pengamatan pengaruh kondisi lingkungan (temperatur dan kelembaban) terhadap koleksi besi yang berada pada gedung A (gendung lama), gedung B (gedung baru), dan pada ruang penyimpanan (storage). Sampel koleksi besi yang diamati merupakan koleksi yang mewakili kondisi koleksi yang ada di setiap lokasi. Semua koleksi besi yang diamati merupakan koleksi besi yang telah distabilkan dengan tanin sintetik dan dilapisi dengan paraloid B72 sekitar tahun 2000.

Foto 4.35. Lemari digedung lama/A (kiri), Lemari Gedung Baru /B (tengah), Rak di Ruang Storage (kanan)

Foto 4.34 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating, S.4.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa

AC), S.4.2.1 (diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan S.4.3.1 (diletakkan di luar ruangan)

(24)

43

Koleksi besi yang disimpan dalam lemari pada gedung lama ruang etnografi menunjukkan kondisinya masih relatif bagus (hanya mengalami korosi pasif) (Foto 4.36). Koleksi besi pada ruang pamer gedung baru lantai 2, yang disimpan dalam lemari menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada korosi aktif namun belum meluas (Foto 4.37). Sedangkan koleksi besi yang disimpan pada rak besi dalam ruang penyimpanan gedung baru, menunjukkan telah terjadi korosi aktif yang cenderung meluas (Foto 4.38).

Foto 4.36 Kondisi Beberapa Koleksi Besi yang Disimpan dalam Lemari pada Gedung Lama (Gedung A)

(25)

44

Hasil pengamatan kondisi lingkungan selama 1 bulan terhadap temperatur pada setiap lokasi menunjukkan bahwa temperatur dalam gedung A (lama) dalam ruang etnografi tinggi (28,3-30,80C) namun cenderung stabil. Sedang temperatur dalam lemari pada lokasi

tersebut cenderung stabil namun masih tinggi (28,7-300C). Temperatur dalam ruang pamer

lantai 2 gedung baru (B) sedang, namun sangat fluktuatif (23,3 – 260C). Sedang temperatur

dalam lemari pada lokasi tersebut sedang, namun cenderung fluktuatif (23,6 – 25,40C).

Temperatur dalam ruang penyimpanan (storage) pada gedung baru (B), sedang namun sangat fluktuatif (23,3 – 26,2 0C). Supaya lebih jelas kondisi temperatur dapat dilihat pada

Grafik 4.4.

Foto 4.38 Kondisi Satu Koleksi Besi yang Disimpan dalam Lemari pada Gedung Baru (Gedung B)

Foto 4.37 Kondisi Beberapa Koleksi Besi yang Disimpan dalam Lemari pada Gedung Baru (Gedung B)

(26)

45

Keterangan: A : Ruang storage gedung B. baru

B : Ruang pamer etnografi/gedung A/lama dalam lemari C : Ruang pamer etnografi/gedung A/lama di luar lemari

D : Ruang pamer lantai 2/gedung B/baru dalam lemari E : Ruang pamer lantai 2/gedung B/baru di luar lemari

Adapun data kelembaban pada masing-masing lokasi sebagai berikut: kelembaban pada ruang etnografi gedung lama (A) sangat fluktuatif (54-75%), sedangkan kelembaban dalam lemari sedang dan stabil (55-68%). Kelembaban udara ruang pamer, lantai 2 gedung baru (B) tinggi dan cenderung stabil (63-78%) sedangkan kelembaban dalam lemari tinggi dan cenderung lebih fluktuatif (61-79%). Kelembaban dalam ruang penyimpanan sangat tinggi dan fluktuatif (72-81%). Data kelembaban secara lengkap dapat dilihat pada Grafik 4.5

(27)

46

Keterangan: A : Ruang storage gedung B.baru

B : Ruang pamer etnografi/gedung A/lama dalam lemari C : Ruang pamer etnografi/gedung A/lama di luar lemari D : Ruang pamer lantai 2/gedung B/baru dalam lemari E : Ruang pamer lantai 2/gedung B/baru di luar lemari

Gambaran lebih jelas tentang kondisi koleksi besi dan kondisi lingkungan dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini:

Tabel 4.4 Gambaran Kondisi Koleksi Besi dan Kondisi Lingkungannya Kondisi Koleksi Lokasi

Temperatur

udara (0C) Keterangan

Kelembaban

udara (%) Keterangan range selisih range selisih

Korosi aktif cenderung meluas A 23,3-26,2 2,9 sedang, sangat fluktuatif 72-81 9 sangat tinggi, stabil Bagus, korosi pasif B 28,7-30,0 1,3 tinggi, cederung stabil 55-68 13 sedang, cenderung stabil C 28,3-30,8 2,5 tinggi, sangat

fluktuatif 54-75 21 sangat fluktuatif Korosi aktif ,

belum meluas D 23,6-25,4 1,8

sedang,

fluktuatif 61-79 18 tinggi, fluktuatif

E 23,3-26,0 2,7

sedang, sangat

fluktuatif 63-78 13

tinggi,

cenderung stabil

Keterangan: A : Ruang storage gedung B. baru

B : Ruang pamer etnografi/gedung A/lama dalam lemari C : Ruang pamer etnografi/gedung A/lama di luar lemari D : Ruang palummer lantai 2/gedung B/baru dalam lemari E : Ruang pamer lantai 2/gedung B/baru di luar lemari

(28)

47

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa koleksi besi pada ruang etnografi gedung lama cenderung lebih terawetkan dari pada dalam gedung baru dan ruang storage. Hal ini karena kondisi lingkungannya cenderung stabil. Kelembaban udara dalam lemari ruang etnografi masih pada kisaran sedang dan cenderung stabil. Temperatur tinggi sampai 300C namun cenderung stabil. Kondisi ini mungkin yang menyebabkan artefak besi dalam

lokasi tersebut lebih terawetkan. Karena suhu bukan merupakan faktor pemicu utama terjadinya korosi. Namun, kelebaban udara yang tinggi dan fluktuatif akan mempercepat terjadinya korosi seperti yang terjadi pada koleksi di ruang storage. Kelembaban tinggi, berarti jumlah uap air dalam udara cukup banyak. Jumlah uap air yang banyak diudara menyebabkan terjadinya korosi.Koleksi besi yang telah distabilkan dengan tannin dan dilapisi paraloid akan lebih terawetkan jika berada pada lingkungan yang cenderung stabil dan kelembaban sedang. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa lamanya perlindungan kompleks besi-tanin terhadap koleksi besi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.

Gambar

Foto 4.7  Perbandingan Sampel K.1.1 (kontrol), T.3.1.1 (diaplikasi ekstrak  teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.1.1  (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa
Foto 4.9  Perbandingan Sampel K.3.1 (kontrol), T.3.3.1 (diaplikasi ekstrak teh  dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.3.1 (diaplikasi tanin  sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) yang diletakkan
Foto 4.11  Perbandingan Sampel K.1.1 (kontrol), T.4.1.1 (diaplikasi ekstrak  teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.4.1.1 (diaplikasi tanin
Foto 4.13 Perbandingan Sampel K.3.1 (kontrol), T.4.3.1 (diaplikasi ekstrak teh  dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.4.3.1 (diaplikasi tanin sintetik  dengan penambahan asam fosfat dan dicoating) yang diletakkan di luar ruangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

1. Pembentukan disodium fosfat dari asam fosfat dan sodium karbonat.. Pembentukan trisodium fosfat dengan penambahan sodium hidroksida pada. larutan disodium fosfat. Larutan

Sesuai dengan hipotesis pada penelitian ini rerata kadar Caspase 3 pada masing-masing perlakuan terhadap jaringan kontrol negatif (mencit normal) memiliki arti

Berdasarkan hasil identifikasi lahan tambang batubara lama menggunakan ambang batas pada Tabel 13 terlihat bahwa citra sintetik baik yang dihasilkan seperti pada

Nilai koefisien regresi dewan komisaris independen sebesar 0.002, bernilai positif dapat diartikan bahwa setiap penambahan 1 satuan untuk variabel dewan komisaris independen,

Gambar di atas Ustaz Handy Bonny memperagakan dengan tangan yang mengepal dan diayunkan keatas kebawah. Beliau memperagakan sebuah gerakan yang terdapat diaplikasi

Di kelas kontrol, guru menyampaikan materi dengan metode ceramah dan diskusi selama 3 pertemuan namun di kelas eksperimen guru menyampaikan materi sama selama 3

Pada gambar 4.8 yaitu sampel untuk pengujian mikro variasi penambahan 8% fraksi massa CaCO 3 terdapat pori cukup merata pada setiap sisi sampel namun pori-pori

1) Meliput atau mendokumentasikan kegiatan-kegiatan penting yang dilaksanakan di Masjid Al-Ummah Banjarmasin dalam bentuk foto atau video. 2) Mendesain ulang