• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

i

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN

LAPORAN KAJIAN

”TANIN SEBAGAI INHIBITOR KOROSI ARTEFAK BESI CAGAR BUDAYA TAHAP II”

Oleh:

Ari Swastikawati S.Si., M.A

Henny Kusumawati, S.S

Rifqi Kurniadi Suryanto, A.Md

Yudhi Atmaja Hendra Purnama

BALAI KONSERVASI BOROBUDUR

Jalan Badrawati, Borobudur, Magelang 56553 Telp. (0293) 788225, 788175 Fax. (0293) 788367

(2)

ii

Halaman Pengesahan

Laporan Kajian

”TANIN SEBAGAI INHIBITOR KOROSI ARTEFAK BESI CAGAR BUDAYA TAHAP II”

Tim Pelaksana:

Ketua : (Ari Swastikawati, S.Si., M.A / 19730104 200003 2 001) Anggota : (Henny Kusumawati, S.S / 19800929 200902 2 004)

(Rifqi Kurniadi Suryanto, A.Md / 19820509 200502 1 001) (Yudi Atmaja Hendra Purnama / 19790102 200701 1 002)

Jangka waktu Pelaksanaan : 7 bulan

Sumber Anggaran : DIPA Balai Konservasi Borobudur Tahun 2016

Borobudur, Desember 2016 Kasi Konservasi Ketua Tim

Iskandar Mulia Siregar, S.Si Ari Swastikawati, S.Si., M.A NIP. 19691118 199903 1 001 NIP. 19730104 200003 2 001

Mengetahui/ Menyetujui Kepala Balai Konservasi Borobudur

Drs. Marsis Sutopo, M.Si NIP. 19591119 199101 1 001

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kajian yang berjudud “Tanin sebagai Inhibitor Korosi Artefak Besi Cagar Budaya Tahap II”. Laporan ini merupakan bukti hasil kajian yang telah dilaksanakan mulai dari penyusunan rencana, pengumpulan data lapangan dan laboratorium, konsultasi narasumber, hingga penyusunan laporan. Hasil kajian ini telah diseminarkan pada “Diskusi Hasil Kajian” Balai Konservasi Borobudur yang diselenggarakan di Borobudur pada tanggal 14-15 Desember 2016. Tujuan kegiatan diskusi tersebut bertujuan untuk mendapatkan tanggapan dan masukan dari narasumber dan berbagai pihak. Selanjutnya kami berharap agar kajian ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu konservasi cagar budaya di Indonesia.

Selama pelaksanaan kajian ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan hingga laporan ini selesai. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Drs. Marsis Sutopo, M.Si., selaku Kepala Balai Konservasi Borobudur yang telah memberikan masukan dan arahan dalam pelaksaaan kajian.

2. Prof. Dr. Endang Tri Wahyuni, M.Si., dosen Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, selaku narasumber dalam pelaksanaan kajian.

3. Iskandar Mulia Siregar, S.Si., selaku Kasi Konservasi Balai Konservasi Borobudur yang telah memberikan saran dan masukan dalam pelaksanaan kajian.

4. Rekan-rekan staf Museum Nasional yang telah membantu pelaksanaan pengambilan data. 5. Serta pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan kajian yang tidak

dapat kami sebutkan satu persatu.

Demikian laporan kajian ini kami susun. Semoga bermanfaat dan dapat dijadikan acuan untuk pelaksanaaan kegiatan konservasi cagar budaya di Indonesia.

Borobudur, Desember 2016

(4)

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR FOTO ... vii

DAFTAR GRAFIK ... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Maksud dan Tujuan ... 2

C. Manfaat ... 3

D. Ruang Lingkup ... 3

BAB II LANDASAN TEORI... 4

A. Artefak Logam dalam Arkeologi ... 4

B. Artefak Logam berbahan Besi ... 4

C. Korosi pada Besi ... 5

D. Pengertian Konservasi ... 7

E. Metode Konservasi Logam ... 8

F. Inhibitor Korosi logam dari Ekstrak Tanaman ... 8

G. Tanin sebagai Inhibitor Korosi Artefak Besi ... 9

BAB III METODE PENELITIAN ... 11

A. Metode Penelitian ... 11

(5)

v

C. Alat dan Bahan ... 13

D. Prosedur Eksperimen ... 14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

A. Kandungan Tanin dalam Daun Teh yang Berasal dari Nglinggo ... 20

B. Pengaruh Metode Aplikasi Tanin ... 21

C. Pengaruh Kondisi Lingkungan (Temperatur dan Kelembapan) ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(6)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Rancangan Percobaan …... 12

Tabel 4.1 Kadar Ekstrak Teh dari Nglinggo Kulonprogo ... .. 20

Tabel 4.2 Jenis Larutan dan pH Larutan ... 28

(7)

vii

DAFTAR FOTO

Foto 3.1 Prosedur EkstrakTanin I ... 14

Foto 3.2 Proseudr Ekstraksi II... 16

Foto 3.3 Pengukuran Kadar Tanin dengan Spektrofotometri ... 17

Foto 3.4 Perlakuan terhadap Sampel Sebelum Eksperimen ... 18

Foto 3.5 Sampel diletakkan di luar ruangan (kiri), dalam ruangan tanpa AC (tengan) dan dalam ruangan ber-AC (kanan) ... 19

Foto 4.1 Perbandingan Sampel K.1.1 (kontrol), T.1.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.1.1 (diaplikasi tannin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) yang diletakkan dalam ruangan tanpa AC ... 21

Foto 4.2 Perbandingan Sampel K.2.1 (kontrol), T.1.2.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.1.2.1 (diaplikasi tannin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) yang diletakkan dalam ruangan ber-AC ... 22

Foto 4.3 Perbandingan Sampel K.3.1 (kontrol), T.1.3.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan . asam fosfat dan tanpa dicoating), S.1.3.1 (diaplikasi tannin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) yang diletakkan di luar ruangan ... 22

Foto 4.4 Perbandingan Sampel K.1.1 (kontrol), T.2.1.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.1.3.1 (diaplikasi tannin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating) yang diletakkan di ruangan tanpa AC ... 23

Foto 4.5 Perbandingan Sampel K.2.1 (kontrol), T.2.2.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.2.2.1 (diaplikasi tannin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating) yang diletakkan di ruangan ber-AC ... 23

Foto 4.6 Perbandingan Sampel K.3.1 (kontrol), T.2.3.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.2.3.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating) yang diletakkan di dalam ruangan ber-AC ... 24 Foto 4.7 Perbandingan Sampel K.1.1 (kontrol), T.3.1.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan

(8)

viii

asam fosfat dan tanpa dicoating) yang diletakkan di dalam ruangan tanpa AC 24 ... 24 Foto 4.8 Perbandingan Sampel K.2.1 (kontrol), T.3.2.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan

asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.2.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) yang diletakkan di dalam ruangan ber-AC ... 25 Foto 4.9 Perbandingan Sampel K.3.1 (kontrol), T.3.3.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan

asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.3.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) yang diletakkan di luar ruangan ber-AC ... 25 Foto 4.10 Perbandingan Sampel K.3.1 (kontrol), T.3.3.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan

asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.3.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) yang diletakkan di luar ruangan ... 26 Foto 4.11 Perbandingan Sampel K.1.1 (kontrol), T.4.1.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan

asam fosfat dan dicoating), S.4.1.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating) yang diletakkan di dalam ruangan tanpa AC ... 26 Foto 4.12 Perbandingan Sampel K.2.1 (kontrol), T.4.2.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan

asam fosfat dan dicoating), S.4.2.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating) yang diletakkan di dalam ruangan ber-AC ... 27 Foto 4.13 Perbandingan Sampel K.3.1 (kontrol), T.4.3.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan

asam fosfat dan dicoating), S.4.3.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating) yang diletakkan di luar ruangan ... 27 Foto 4.14 Perbandingan Sampel T.1.1.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat

dan tanpa dicoating), T.3.1.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.1.1.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.1.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) ... 29 Foto 4.15 Perbandingan Sampel T.2.1.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat

dan dicoating), T.4.1.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.2.1.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.4.1.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan

(9)

ix

Foto 4.16 Perbandingan Sampel T.1.2.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), T.3.2.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.1.2.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.2.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) ... 30 Foto 4.17 Perbandingan Sampel T.2.2.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat

dan dicoating), T.4.2.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.2.2.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.4.2.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan

dicoating) ... 31 Foto 4.18 Perbandingan Sampel T.1.3.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat

dan tanpa dicoating), T.3.3.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.1.3.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.3.3.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating) ... 31 Foto 4.19 Perbandingan Sampel T.2.3.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan

dicoating), T.4.3.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.2.3.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.2.3.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating) ... 32 Foto 4.20 Perbandingan Sampel T.1.1.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat

dan tanpa dicoating), T.2.1.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.1.1.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.2.1.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating) ... 33 Foto 4.21 Perbandingan Sampel T.3.1.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat

dan tanpa dicoating), T.4.1.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.1.1.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.4.1.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating) ... 33

(10)

x

Foto 4.22 Perbandingan Sampel T.1.2.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), T.2.2.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.1.2.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.2.2.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating) ... 34 Foto 4.23 Perbandingan Sampel T.3.2.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat

dan tanpa dicoating), T.4.2.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.3.2.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.4.2.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating) ... 34 Foto 4.24 Perbandingan Sampel T.1.3.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat

dan tanpa dicoating), T.2.3.1 (diaplikasi ekstrak teh tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating), S.1.3.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.2.3.1 (diaplikasi tanin sintetik tanpa penambahan asam fosfat dan dicoating) ... 35 Foto 4.25 Perbandingan Sampel T.3.3.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat

dan tanpa dicoating), T.4.3.1 (diaplikasi ekstrak teh dengan penambahan asam fosfat dan dicoating), S.3.3.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating), S.4.3.1 (diaplikasi tanin sintetik dengan penambahan asam fosfat dan dicoating) ... 35 Foto 4.26 Perbandingan Sampel Kontrol tanpa perlakuK.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC),

K.2.1 (diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan K.3.1 (diletakkan di luar ruangan) ... 38 Foto 4.27 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan esktrak teh tanpa penambahan asam

fosfat dan tanpa dicoating, T.1.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC), T.1.2.1

(diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan T.1.3.1 (diletakkan di luar ruangan) ... 38 Foto 4.28 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan esktrak teh tanpa penambahan asam

fosfat dan dicoating, T.2.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC), T.2.2.1 (diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan T.2.3.1 (diletakkan di luar ruangan) ... 39

(11)

xi

Foto 4.29 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan esktrak teh dengan penambahan asam fosfat dan tanpa dicoating, T.3.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC), T.1.2.1

(diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan T.3.3.1 (diletakkan di luar ruangan) ... 39 Foto 4.30 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan esktrak teh dengan penambahan asam

fosfat dan dicoating, T.4.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC), T.4.2.1 (diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan T.4.3.1 (diletakkan di luar ruangan) ... 40 Foto 4.31 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan tanin sintetik tanpa penambahan asam

fosfat dan tanpa dicoating, S.1.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC), S.1.2.1

(diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan S.1.3.1 (diletakkan di luar ruangan) ... 40 Foto 4.32 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan tanin sintetik tanpa penambahan asam

fosfat dan dicoating, S.2.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC), S.2.2.1 (diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan S.23.1 (diletakkan di luar ruangan) ... 41 Foto 4.33 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan tanin sintetik dengan penambahan asam

fosfat dan tanpa dicoating, S.3.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC), S.3.2.1

(diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan S.3.3.1 (diletakkan di luar ruangan) ... 41 Foto 4.34 Perbandingan sampel yang diaplikasi dengan tanin sintetik dengan penambahan asam

fosfat dan dicoating, S.4.1.1 (diletakkan dalam ruang tanpa AC), S.4.2.1 (diletakkan dalam ruangan ber-AC) dan S.4.3.1 (diletakkan di luar ruangan) ... 42 Foto 4.35. Lemari digedung lama/A (kiri), Lemari Gedung Baru /B (tengah), Rak di Ruang Storage

(kanan) ... 42 Foto 4.36 Kondisi Beberapa Koleksi Besi yang Disimpan dalam Lemari pada Gedung Lama

(Gedung A) ... 43 Foto 4.37 Kondisi Beberapa Koleksi Besi yang Disimpan dalam Lemari pada Gedung Baru

(Gedung B) ... 44 Foto 4.38 Kondisi Satu Koleksi Besi yang Disimpan dalam Lemari pada Gedung Baru (Gedung B) 44

(12)

xii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Absorbansi dan Konsentras ... 20

Grafik 4.2 Temperatur Selama 1 Bulan ... 37

Grafik 4.3 Kelembapan Selama 1 Bulan ... 37

Grafik 4.4 Temperatur di Munas ... 45

(13)

xiii

ABSTRAK

Stabilisasi adalah proses untuk menstabilkan artefak besi yang bertujuan untuk mencegah korosi lanjutan. Proses tersebut dilakukan dengan mengaplikasikan larutan inhibitor. Inhibitor korosi yang sering digunakan dalam proses stabilisasi artefak besi adalah tanin. Tanin merupakan senyawa kimia yang banyak ditemukan pada tanaman. Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah salah satunya adalah tanaman yang menghasilkan zat tanin antara lain: teh, daun jambu biji, daun gambir, daun kopi, salak, dan sebagainya. Tanaman-tanaman tersebut umumnya tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan tanaman tersebut sebagai inhibitor korosi artefak besi. Balai Konservasi Borobudur pada tahun 2015 melaksanakan kajian tentang “Tanin sebagai Inhibitor Korosi Artefak Besi”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa ekstrak teh dan tanin sintetik memiliki kemampuan dalam menghambat korosi besi. Oleh karena itu pada tahun 2016 dilanjutkan kajian tahap II, yang bertujuan untuk mengetahui metode aplikasi tanin yang tepat pada artefak besi dan menentukan lingkungan yang sesuai untuk artefak besi yang telah dikonservasi dengan tanin.

Metode penelitian yang dilaksanakan dalam kajian ini meliputi studi referensi, observasi, dan eksperimen di laboratorium. Eksperimen yang dilakukan meliputi ekstraksi teh dari Nglinggo, pengukuran kadar tanin dalam ekstrak teh, dan dilanjutkan dengan uji metode aplikasi tanin dengan berbagai perlakuan.Perlakuan tanin sintetik dibandingkan dengan ekstrak teh. Perlakuan penambahan asam fosfat, dan perlakuan pelapisan dengan paraloid pada sampel besi yang telah ditanin. Serta perlakuan pengaruh lingkungan (suhu dan kelembaban) dengan cara menempatkan sampel besi yang telah ditanin di luar ruangan, dalam ruang tanpa AC, dan dalam ruang ber-AC.

Hasil penelitian menunjukan kandungan ekstrak daun teh tua asal Nglinggo 12,11% dan kandungan ekstrak daun teh mudanya 12,61%. Kandungan tanin dalam daun teh tua asal Nglinggo 1,78% dan kandungan tanin dalam daun teh mudanya 2,69%. Tanin dari ekstrak teh dapat menghambat korosi pada artefak besi namun kemampuannya masih dibawah tanin sintetik. Dalam aplikasi larutan ekstrak untuk stabilisasi besi perlu penambahan asam fosfat untuk mencapai pH optimum. Pelapisan paraloid dibutuhkan jika lapisan tanin besi yang terbentuk tipis. Jika tanin yang terbentuk sudah tebal maka tidak diperlukan lapisan pelindung tambahan. Pelapisan diperlukan pada artefak yang distabilkan dengan ekstrak teh. Lamanya perlindungan kompleks besi-tanin terhadap artefak besi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Besi yang telah distabilkan dengan tanin dan dilapisi akan lebih terawetkan jika berada pada lingkungan yang stabil dengan kelembaban udara di bawah 50% jika masih mengandung klor dan dibawah 65% jika sudah tidak mengandung klor.

(14)

xiv

ABSTRACT

Stabilization is a process to stabilize iron artifacts that aims to prevent further corrosion. This is achieved by applying inhibitor solution. Corrosion inhibitors often used in the process of stabilization of iron artifacts is tannin. Tannins are chemical compounds found in many plants. Indonesia has abundant natural resources one of which is a plant that produces Tannin substance, among others: tea, guava leaves, gambier leaves, coffee leaves, bark, and so on. These plants generally widespread throughout Indonesia. Therefore Indonesia has great potential to develop such crops as corrosion inhibitor of iron artifacts. Borobudur Conservation Office in 2015 carried out a study on "Tannin as Corrosion Inhibitor on Iron Artifact". The results of these studies show that tea extracts and synthetic tannins have the ability to inhibit corrosion of iron. Therefore, in 2016 followed a phase II study, which aims to determine the appropriate method of tannin application in iron artifacts and determine an appropriate environment for the iron artifacts that have been conserved with tannin.

Methods of research conducted in this study include reference studies, observations and laboratory experiments. Experiments were conducted on the extraction of tea from Nglinggo, measuring the levels of tannins in the tea extract, and proceed with the test method of application of tannins with various treatments. Treatment of synthetic tannins is compared to the tea extract. Treatment addition of phosphoric acid, and treatment with paraloid coating on iron samples that have been applied tannin. Treatment as well as environmental influences (temperature and humidity) by placing samples of iron that has been applied tannin outdoors, in a room without air conditioning and the air-conditioned room.

The results showed the content of the old tea leaf extract from Nglinggo 12.11% and the content of the young tea leaf extract 12.61%. The content of tannin in the oldtea leaves from Nglinggo 1.78% and the content of tannin in the young tea leaves 2.69%. Tannins from tea extracts can inhibit corrosion of the iron artefacts but his ability is still under synthetic tannins. In the application of the extract solution for the stabilization of the iron it is necessary to add phosphoric acid to achieve a pH optimum. Paraloid coating layer of tannin needed if the iron is formed thin. If tannin is formed already thick it does not require an additional protective layer. The coating is required on artifacts stabilized tea extract. The length of the iron-tannin complexes protection against on iron artifacts is strongly influenced by environmental conditions. Iron that has been stabilized with tannins and coated will be preserved if it is in a stable environment with humidity below 50% if it still contains chlorine and below 65% if it does not contain chlorine.

Referensi

Dokumen terkait

setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi

Para PNS lingkungan Kecamatan dan Kelurahan wajib apel pagi setiap hari senin di Halaman Kantor Kecamatan Kebayoran Baru, dan akan diberikan teguran kepada yang tidak ikut apel

Sedangkan dalam penelitian ini, membaca yang dimaksud adalah kemampuan anak dalam mengucapkan bunyi huruf, membedakan huruf, menyebutkan benda yang mempunyai suara

rawat inap kelas II terhadap pelayanan keperawatan di RSUD Sanjiwani Gianyar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut dari 86 responden secara umum sebagian besar

Banyak pembenih ikan yang menggunakan minyak tanah dengan cara menyiramkannya ke permukaan air dan hasilnya dapat mematikan ucrit.. Para ahli budidaya ikan

Karena U hitung = 65 > U (15,15) = 56, yang berarti tidak cukup bukti untuk menolak Ho, dengan kata lain tidak adanya perbedaan yang signifikan antara efikasi diri

Pada keiornpok tanah sekuen Zipur dan Kait-Kait (Latosol Merah Ungu) dan kelompok sekuen Pantai Linoh dan Tanjung (Podsolik Merah Kuning) meskipun sama-sama

5ada bayi dan anak usia dibaah  atau 6 tahun, jenis pernapasan adalah pernapasan diagragma atau pernapasan abdomen.3olume oksigen yang di ekspirasi oleh bayi dan anak 4