• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

3 METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang meliputi 6 (enam) kecamatan yang daerahnya terdapat area tambak yaitu Kecamatan Sreseh, Jrengik, Torjun, Pangarengan, Sampang, dan Camplong. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah selama 8 bulan, yaitu dari bulan April sampai dengan bulan November 2012. Peta lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Lokasi penelitian

3.2 Jenis Data dan Alat

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa data langsung dari responden yang ditentukan berdasarkan keterwakilannya, diperoleh melalui metode wawancara dan kuesioner. Data sekunder berupa peta-peta tematik (kelerengan, tekstur tanah, curah hujan, dan rencana kawasan lindung), peta RBI skala 1:25 000 sebagai peta dasar, citra satelit (Ikonos 2010 dan GDEM 30 m), dokumen perencanaan, dan berbagai peraturan perundangan. Alat-alat yang digunakan antara lain receiver GPS, digital camera, dan beberapa perangkat lunak seperti ArcGIS 9.3, Expert Choice 11, SPSS Statistic 17, dan Microsoft Office.

(2)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Sumber data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini didapatkan dengan cara menginventarisasi dan menelusuri data melalui buku, internet, peta, paraturan-perundangan, penelitian terdahulu maupun beberapa instansi terkait atau lembaga independen lainnya. Data primer dikumpulkan dengan metode wawancara dan kuesioner.

Data untuk menganalisis luasan lahan yang memungkinkan untuk ekstensifikasi tambak diperoleh melalui pengumpulan data sekunder berupa peta-peta tematik, citra satelit, peraturan perundangan, dan dokumen perencanaan yang diperoleh dari instansi pemerintah maupun instansi independen. Beberapa peta tematik ada yang dibuat sendiri seperti peta kelerengan, peta jarak dari pantai, peta jarak dari sungai, dan peta tutupan lahan. Beberapa peta tematik lainnya diperoleh dengan memanfaatkan peta yang sudah tersedia seperti peta tekstur tanah, peta curah hujan, dan peta rencana kawasan lindung.

Data untuk penghitungan land rent dikumpulkan dengan metode purposive sampling. Unit sampel yang digunakan adalah pemilik, pengelola, dan/atau pihak yang bisa memberi informasi terkait obyek sebagai responden. Data yang dikumpulkan adalah input dan output penggunaan lahan yang diatasnya dilakukan aktivitas ekonomi yang menghasilkan manfaat serta dapat dihitung atau dinilai dengan uang (tangible benefit). Komoditi yang dinilai hanya tradeable comodity. Tipe penggunaan lahan ini diturunkan dari kelas penutupan lahan hasil digitasi citra. Jumlah sampel ditentukan sebanyak 124 responden yang diperoleh secara proporsional berdasarkan wilayah sebaran tiap tipe penggunaan lahan di lokasi penelitian. Tipe penggunaan lahan yang memiliki wilayah sebaran tinggi diambil sampel lebih banyak dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan yang memiliki wilayah sebaran rendah sebagaimana ditunjukkan Tabel 2. Khusus untuk sampling tipe penggunaan lahan berupa tambak garam, sampel yang diambil merupakan lahan garam rakyat yang menggunakan metode maduris. Metode maduris ini biasa diterapkan di pegaraman rakyat yang ada di seluruh kecamatan lokasi penelitian.

Untuk analisis finansial dari ketiga metode pemanenan garam, data diambil dari tambak PT. Garam yang berada di Desa Pangarengan, Kecamatan Pangarengan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam memperoleh sampel yang memiliki karakteristik edafik dan klimat yang sama atau mendekati sama karena lokasinya yang berdekatan. Tambak yang dijadikan sampel merupakan petak kristalisasi dengan jumlah luasan seragam (7 200 m2). Data dikumpulkan melalui purposive sampling berupa data produksi dari ketiga metode pemanenan garam selama satu musim pada tahun 2011. Jumlah sampel masing-masing sebanyak 4 (empat) unit petak kristalisasi mewakili metode portugis dan geomembrane, sedangkan untuk metode maduris hanya terdapat 2 (dua) unit sampel, sehingga jumlah keseluruhan adalah 10 unit sampel. Hasil yang diperoleh dijadikan dasar penghitungan manfaat (benefit) pada analisis finansial tiap-tiap metode pemanenan garam.

Perumusan strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di pesisir selatan Kabupaten Sampang ini menggunakan teknik analisis A’WOT. A’WOT merupakan metode hybrid antara AHP (Analytical Hierarcy Process) dan SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) (Kangas et al. 2001). Dengan teknik analisis ini, data dikumpulkan dalam dua tahap. Tahap pertama dengan

(3)

mengumpulkan faktor SWOT yang meliputi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan tantangan). Data tahap pertama ini diperoleh dari studi literatur dan wawancara dengan stakeholder. Tahap kedua ditujukan untuk memperoleh bobot dan rating dari tiap-tiap faktor internal dan eksternal seperti metode AHP. Responden dipilih sebanyak 8 (delapan) orang yang merupakan tokoh-tokoh kunci (key informan) meliputi petani garam, asosiasi petani garam, instansi pemerintah setempat (Bappeda, Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan), PT Garam, anggota legislatif, dan akademisi.

Tabel 2 Jumlah sampel land rent tipe penggunaan lahan Kelas penutupan

lahan Tipe penggunaan lahan

Wilayah sebaran (kecamatan) Jumlah sampel (responden)

Tambak garam 1. Tambak garam 6 12

Tambak budidaya 2. Tambak budidaya (udang, bandeng) 1 2 Sawah 3. Sawah irigasi (padi - padi - tembakau) 3 6

4. Sawah tadah hujan (padi - jagung - tembakau)

6 12

Ladang/ tegalan 5. Ladang (jagung - tembakau) 6 12

Kebun campuran 6. Pisang 6 12

7. Mangga 6 12

8. Jambu air 2 4

9. Bambu 6 12

10. Kebun Jati 2 4

Permukiman 11. Rumah huni (sewa) 6 12

12. Perdagangan (toko sembako) 6 12

13. Jasa (bengkel motor) 6 12

Hutan Hutan

Tidak dianalisis Mangrove Mangrove

Rawa Rawa

Semak belukar Semak belukar

Sungai Sungai

Lainnya -

Jumlah 124

3.4 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan empat teknik analisis yaitu: operasi tumpang susun (overlay operation), penghitungan land rent, analisis finansial, dan analisis A’WOT. Operasi tumpang susun (overlay operation) digunakan untuk menganalisis lahan potensial untuk ekstensifikasi tambak garam. Penghitungan land rent digunakan untuk menganalisis land rent berbagai tipe penggunaan lahan serta membandingkannya dengan land rent tambak garam. Analisis finansial dengan kriteria yang dievaluasi meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net BCR), dan payback period digunakan untuk menganalisis dan membandingkan keuntungan finansial antar metode pemanenan dalam pengusahaan garam. Analisis A’WOT digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di lokasi penelitian. Secara lebih rinci keempat teknik analisis ini ditunjukkan pada Tabel 3. Adapun bagan alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

(4)

Tabel 3 Jenis dan sumber data, teknik analisis dan keluaran tahapan penelitian Tujuan Jenis data Sumber data Teknik analisis Keluaran 1. Menganalisis lahan potensial untuk ekstensifikasi tambak garam - Peta kelerengan (1:100 000) - Diekstrak dari Global DEM v2 (USGS) Operasi tumpang susun (overlay operation) - Peta potensi untuk ekstensifik asi lahan tambak garam - Peta tekstur tanah

(1:250 000)

- Peta land system skala 1:250 000 (BBSDLP) - Peta curah hujan

(1:200 000)

- RTRW - Peta jarak dari

pantai (1:25 000)

- Buffering garis pantai - Peta jarak dari

sungai (1:25 000)

Buffering sungai

- Peta tutupan lahan (1:10 000) - Citra ikonos 2010 (PT. Aerovisi Utama) - Peta rencana kawasan lindung (1:200 000) dan regulasi terkait - RTRW, Regulasi terkait

- Peta RBI Tahun 1999 (1:25 000) - Bakosurtanal 2. Menganalisis land rent berbagai tipe penggunaan lahan serta membanding-kannya dengan tambak garam.

- Harga dan volume input produksi - Harga dan volume

output produksi - Harga sewa rumah

- Responden (unit rensponden: pemilik, pengelola, dan/ atau pihak yang bisa memberi informasi terkait obyek)

- Penghitungan land rent tiap penggunaan lahan - Land rent peng-gunaan lahan rumah tinggal menggunakan sewa per tahun - Uji nilai t Informasi perban-dingan land rent tambak dengan bentuk pengguna-an lainnya 3. Menganalisis dan memban-dingkan keuntungan finansial antar metode pemanenan dalam pengusahaan garam - Data volume produksi dan biaya operasional tiap bulan selama satu musim (tahun 2011) - Data primer (purposive sampling) - NPV - IRR - Net BCR - Payback period Informasi hasil analisis finansial - Harga pasaran setempat tiap kualitas garam (tahun 2011) 4. Merumuskan arahan dan strategi pengembanga n sentra tambak garam rakyat di lokasi penelitian Wawancara dengan kuesioner - Petani garam - Asosiasi Petani garam - Bappeda - DKPP - Disperindagtam - PT. Garam - Anggota legislatif - Akademisi

Analisis A’WOT Rumusan strategi

(5)

Overlay operation:

Gambar 4 Bagan alir tahapan penelitian

3.4.1 Operasi Tumpang Susun (Overlay Operation)

Proses identifikasi areal untuk ekstensifikasi tambak garam didahului dengan analisis kesesuaian lahan. Pada analisis ini salah satu peubah yang digunakan adalah tutupan lahan yang dibuat dari hasil interpretasi citra ikonos tahun 2010. Citra yang digunakan merupakan citra yang sudah melalui proses koreksi geometrik dan koreksi radiometrik. Dengan kedua proses koreksi tersebut,

Analisis land rent tipe penggunaan lahan 1. Arahan ekstensifikasi 2. Arahan metode pengusahaan garam yang dianjurkan 3. Rumusan strategi Interpretasi citra ikonos tahun 2010 Peta tutupan lahan Tipe penggunaan lahan Penyusunan kriteria

kesesuaian lahan tambak

Area of interest Groundchek Analisis finansial pengusahaan garam (maduris, portugis, geomembrane): NPV, IRR, Net BCR, payback period Analisis A’WOT Survei responden/ data lapangan Peta potensi untuk ekstensifikasi tambak garam - Kelerengan - Tekstur - Curah hujan - Buffer dari garis pantai - Buffer dari sungai - Tutupan lahan Pertimbangan Regulasi: - Rencana kawasan lindung - Buffer dari garis pantai (100 m) - Buffer dari sungai besar 100 m,

50 m dari sungai kecil di luar pemukiman/perkotaan) - Buffer 200 m dari mata air - Suaka alam (mangrove) - Buffer jalan (arteri primer 20.5

m, kolektor primer 12.5 m, lokal primer (11 m)

Identifikasi lahan sesuai untuk ekstensifikasi tambak garam

Peta kesesuaian

lahan tambak

(6)

citra berada pada sistem koordinat yang benar dan memiliki nilai piksel yang sesuai dengan yang sebenarnya (Barus dan Wiradisastra 2000). Pada proses interpretasi, citra didigitasi secara manual dengan skala tampilan 1:10 000 pada peta dasar berupa peta RBI tahun 1999 skala 1:25 000. Proses digitasi ini menghasilkan peta tutupan lahan yang selanjutnya digunakan pada operasi tumpang susun dalam pembuatan peta kesesuaian lahan tambak garam.

Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus 2004). Untuk menilai tingkat kesesuaian lahan dalam rangka ekstensifikasi tambak digunakan teknik operasi tumpang susun (overlay operation) melalui sistem informasi geografis (SIG). Klasifikasi kesesuaian lahan dalam penelitian ini menggunakan kategori tingkat kelas. Kelas yang digunakan terdiri dari 3 (tiga) kelas dalam ordo S (sesuai) dan 1 (satu) kelas dalam ordo N (tidak sesuai). Menurut Sitorus (2004) dan Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), sistem FAO menjabarkan kelas kesesuaian lahan sebagai berikut:

Kelas S1 : sangat sesuai (highly suitable).

Lahan ini tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan.

Kelas S2 : cukup sesuai (moderately suitable)

Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan meningkatkan masukan (input) yang diperlukan. Kelas S3 : sesuai marjinal (marginally suitable)

Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan input yang diperlukan.

Kelas N : tidak sesuai (not suitable)

Lahan ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah suatu penggunaan secara lestari.

Faktor pembatas dari tiap kelas kesesuaian dalam penelitian ini diulas secara deskriptif untuk menunjukkan sub-kelas kesesuaiannya. Sub-kelas lahan menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan di dalam tiap kelas kesesuaian (Sitorus 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007)

3.4.1.1 Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan Tambak Garam

Sebelum dimulai operasi tumpang susun, terlebih dahulu dilakukan pembuatan kriteria kesesuaian lahan tambak garam sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4. Kriteria kesesuaian tambak garam dalam penelitian ini menggunakan 6 (enam) peubah relevan yang diadaptasi dari kriteria kesesuaian lahan tambak budidaya udang yang disusun Pantjara et al. (2008). Peubah-peubah tersebut yaitu: kelerengan lahan (t), tekstur tanah (s), curah hujan (e), jarak dari garis pantai (p), jarak dari sungai (r), dan tutupan lahan (c). Penggunaan kriteria tambak budidaya ini dipandang masih koheren dengan kriteria tambak garam. Di pesisir selatan Kabupaten Sampang, tambak yang digunakan untuk memproduksi garam pada musim kemarau juga dimanfaatkan sebagai untuk budidaya udang/bandeng

(7)

pada musim penghujan. Namun demikian, penggunaan peubah pada kriteria kesesuaian lahan tambak garam perlu dilakukan penyesuaian sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan teknis maupun yuridis.

Tabel 4 Kriteria kesesuaian lahan tambak garam Peubah

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N

Kelerengan lahan (t) (%)a 0 – 2 > 2 – 3 > 3 – 4 > 4 Tekstur tanah (s)a lempung liat

berpasir (sandyclay loam)

liat berpasir (sandy clay) liat berdebu (silty clay) debu, pasir (silt, sand)

Curah hujan (e) (mm/thn)b < 1 300 < 1 300 < 1 300 > 1 300 Jarak dari garis pantai (p)(m)a > 100 – 1 000 > 1 000 –

2 000

> 2 000 – 4 000

0 − 100c, > 4 000 Jarak dari sungai (r) (m)a 0 − 500 > 500 –

1 000

> 1 000 – 2 000

> 2 000 Tutupan lahan (c)a tambak garam,

tegalan, belukar sawah, kebun rawa, tambak budidaya permukiman, hutan, mangroved Sumber: aPantjara et al. (2008).bBRKP dan BMG (2005). cKeputusan Presiden Nomor 32 Tahun

1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang menetapkan sempadan pantai 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat sebagai kawasan lindung. dTarunamulia et al. (2008).

Peubah curah hujan disesuaikan kembali mengacu pada BRKP dan BMG (2005) yang menyebutkan bahwa curah hujan tahunan yang sesuai untuk tambak garam di bawah 1 300 mm/tahun. Penyesuaian ini perlu dilakukan karena curah hujan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan feseabiltas suatu kawasan untuk pengusahaan garam dengan solar evaporation. Peubah jarak dari garis pantai 0−100 meter dan kelas tutupan lahan berupa mangrove juga disesuaikan berkaitan dengan pengelolaan kawasan lindung sesuai Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990.

Menurut Poernomo (1992), dua faktor yang juga mempengaruhi pemasokan air dalam mengoperasikan tambak adalah elevasi lahan dan sifat pasang surut. Kedua faktor tersebut menjadi tolok ukur daya dukung lahan pantai untuk pertambakan yang penilaiannya dilakukan terlebih dahulu untuk menetapkan apakah suatu daerah layak untuk dikembangkan usaha pertambakan. Dalam penelitian ini, kedua faktor tersebut tidak dimasukkan sebagai peubah dalam kriteria kesesuaian lahan tambak garam karena kondisi eksisting sudah menunjukkan bahwa di lokasi penelitian sudah banyak aktivitas pertambakan yang dikelola secara tradisional-ekstensif. Di lokasi penelitian, air laut bisa masuk ke areal pertambakan pada saat pasang tanpa bantuan pompa air. Hal ini menunjukkan bahwa daya dukung lahan pantai memungkinkan untuk dikembangkan usaha pertambakan. Dengan demikian kaitannya dengan aspek topografi, penggunaan peubah kelerengan saja sudah bisa digunakan untuk mengidentifikasi potensi ekstensifikasi tambak garam di lokasi penelitian.

(8)

3.4.1.2 Penggunaan Peubah Kriteria dan Pertimbangan Regulasi Terkait Operasi tumpang susun dilakukan pada peta tematik seluruh peubah kriteria kesesuaian lahan tambak garam dengan memperhatikan karakteristik yang ada di lokasi penelitian. Di pesisir selatan Kabupaten Sampang, tambak garam eksisting tersebar pada dua jenis zona yang memiliki karakteristik berbeda seperti ditunjukkan pada Lampiran 1. Pada zona I terdapat sungai besar yang lebarnya mencapai 300 meter. Didukung dengan tingkat kelerengan yang sangat rendah, air laut dapat masuk ke daratan pada saat pasang melalui sungai besar tersebut sehingga memungkinkan dikembangkan tambak garam pada jarak jauh melebihi 4 000 meter dari garis pantai. Untuk itu berkaitan dengan ketersediaan dan aksesibilitas air laut pada zona I ini tidak menggunakan peubah jarak dari garis pantai (p), melainkan hanya menggunakan peubah jarak dari sungai (r). Hal ini diperlukan agar dapat melakukan proses identifikasi ekstensifikasi lahan tambak garam walaupun berada di luar jarak 4 000 meter dari garis pantai. Sebaliknya, pada zona II tidak terdapat sungai besar. Seluruh tambak garam eksisting pada zona ini hanya berada dalam jarak 4 000 meter dari garis pantai. Pada zona II ini keberadaan tambak garam sangat bergantung dengan dekatnya jarak dari pantai. Akses air dari laut ke darat pada saat pasang dapat melalui sungai-sungai kecil atau kanal-kanal yang dibuat masyarakat setempat. Untuk itu, berkaitan dengan ketersediaan dan aksesibilitas air laut pada zona II ini hanya menggunakan peubah jarak dari garis pantai (p).

Kelas kesesuaian lahan hasil operasi tumpang susun tersebut ditentukan berdasarkan kelas kesesuaian terjelek dari tiap-tiap faktor sehingga akan diperoleh kesesuaian lahan aktual. Kesesuaian lahan aktual menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) merupakan kelas kesesuaian lahan dalam keadaan alami, belum mempertimbangkan usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada di setiap satuan peta. Faktor pembatas dari tiap kelas kesesuaian dalam penelitian ini akan dibahas secara deskriptif sehingga diketahui macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas tersebut.

Selain penetapan kriteria tersebut, juga mempertimbangkan berbagai regulasi terkait agar lokasi yang teridentifikasi memiliki kesesuaian untuk ekstensifikasi tambak garam berada dalam area yang memungkinkan dilakukan aktivitas pertambakan. Berbagai regulasi tersebut antara lain terkait dengan pengelolaan kawasan lindung serta pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan umum primer (arteri, kolektor, lokal). Regulasi yang dipertimbangkan terkait pengelolaan kawasan lindung yaitu Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang diperkuat dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Regulasi yang dipertimbangkan terkait pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan umum primer yaitu Undang-undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.

Undang-undang Pengelolaan Kawasan Lindung melindungi kawasan sekitar mata air sekurang-kurangnya dalam radius 200 meter di sekitar mata air, sempadan sungai sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada diluar pemukiman, dan kawasan

(9)

pantai berhutan bakau sebagai kawasan suaka alam. Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil melindungi sempadan pantai yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Undang-undang tentang Jalan mengatur tentang perlunya ruang pengawasan jalan (ruwasja) di samping kanan kiri ruang milik jalan (rumija) yang dalam hal ini diperlukan untuk pengamanan konstruksi serta pengamanan fungsi jalan. Dalam penelitian ini konsep pengamanan ruwasja dan rumija mengacu pada Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Kabupaten Sampang yaitu ditetapkan selebar 41 meter (buffer 20.5 m) untuk jalan arteri primer, 25 meter (buffer 12.5 m) untuk jalan kolektor primer, dan 22 meter (buffer 11 m) untuk jalan lokal primer (Bappeda Sampang 2011b).

3.4.2 Penghitungan Land Rent

Menurut Barlowe (1978) land rent dianggap sebagai suatu surplus yang merupakan bagian dari jumlah nilai produk atau total pendapatan dari sisa setelah pembayaran yang didasarkan pada jumlah faktor biaya atau total biaya. Manfaat ekonomi suatu lahan umumnya dapat dinilai dari pendapatan bersih per m2 lahan pertanian untuk penggunaan tertentu. Land rent diartikan juga sebagai surplus pendapatan di atas biaya produksi atau harga input tanah yang memungkinkan faktor produksi tanah dapat dimanfaatkan dalam proses produksi. Land rent secara operasional dapat diukur sebagai pendapatan bersih yang diterima suatu bidang lahan tiap meter persegi per tahun akibat dilakukannya suatu kegiatan pada bidang lahan tersebut. Secara matematis, land rent dapat dirumuskan sebagai berikut (Sitorus et al. 2007):

=∑ − ∑

Dimana :

Pi : volume output produksi ke-i

Hi : harga output ke-i

Bj : input produksi ke-j

Cj : harga/biaya input ke-j

Biaya yang diperhitungkan meliputi biaya total terdiri dari biaya tunai (explisit cost) dan biaya tidak tunai (implisit cost). Biaya tidak tunai misalkan biaya tenaga kerja dalam keluarga. Penghitungan land rent dilakukan terhadap manfaat ekonomi dari tipe penggunaan lahan pada tahun 2011. Dalam analisis ini, khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak diperhitungkan.

Khusus penghitungan land rent tipe penggunaan lahan berupa rumah tinggal dihitung dari hasil menyewakan atau mengontrakan rumahnya dikurangi biaya total pemeliharaan selama satu tahun dibagi luas bangunan (m2). Biaya total dalam hal ini meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk perawatan rumah yang disewakan atau dikontrakan selama satu tahun seperti pengecatan ulang dan perbaikan.

Untuk penghitungan land rent tipe penggunaan lahan yang membutuhkan waktu panen bertahun-tahun seperti kebun jati dihitung dari hasil panen dikurangi

(10)

seluruh biaya produksi dibagi luasan lahan yang digunakan (m2) dan umur tanaman (tahun). Biaya faktor produksi yang dihitung disesuaikan dengan nilai sekarang (present value) tahun 2011.

3.4.3 Analisis Finansial

Analisis finansial dilakukan terhadap metode pemanenan garam di lokasi penelitian yaitu metode maduris, portugis, dan geomembrane melalui cash flow analysis. Pada penyusunan cash flow, depresiasi (penyusutan) marupakan salah satu aspek yang dihitung sebagai biaya dengan cara dikurangkan dari angka pendapatan sebelum pajak. Depresiasi tersebut kemudian ditambahkan kembali untuk menghitung jumlah total arus kas pada periode operasi karena pada kenyataannya tidak ada pergerakan arus kas (Soeharto 1995). Pengusahaan garam di lokasi penelitian merupakan aktivitas ekonomi sektor primer yang tidak dikenakan pajak sehingga pada penelitian ini depresiasi tidak dimunculkan pada penyusunan cash flow-nya. Kriteria yang dilihat dalam analisis cash flow pada penelitian ini yaitu NPV, IRR, Net BCR, dan payback period.

NPV merupakan selisih antara benefit (penerimaan) dengan cost (pengeluaran) yang telah di-present-value-kan. Kriteria ini mengatakan bahwa suatu usaha akan dipilih apabila NPV > 0. Apabila NPV kurang dari nol, maka usaha tersebut merugikan sehingga lebih baik tidak dilaksanakan. Secara umum rumus matematisnya dituliskan sebgai berikut (Rustiadi et al. 2009):

= ( − )

(1 + )

Dimana:

Bt : manfaat yang diperoleh sehubungan dengan suatu usaha atau proyek

pada time series (tahun, bulan, dan sebagainya) ke-t (Rp)

Ct : biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan proyek pada time series

ke-t tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi dan sebagainya) (Rp)

i : merupakan tingkat suku bunga yang relevan t : periode ( 1, 2, 3…, n)

IRR adalah nilai diskonto yang membuat NPV dari kegiatan usaha sama dengan nol. IRR merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha tersebut untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu usaha akan diterima bila IRR-nya lebih besar dari opportunity cost of capital atau lebih besar dari suku bunga yang didiskonto yang telah ditetapkan, dan pada kondisi sebaliknya maka industri akan ditolak. Secara matematis IRR ditulis sebagai berikut (Rustiadi et al. 2009):

= + ( − )

Dimana:

i’ : tingkat discount rate pada saat NPV positif ; i” : tingkat discount rate pada saat NPV negatif ; NPV’ : nilai NPV positif

(11)

Net BCR merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang positif (sebagai pembanding) dengan jumlah present value yang negatif (sebagai penyebut). Net BCR menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan diperoleh dari cost yang dikeluarkan. Jika Net BCR > 1 berarti NPV > 0 dan memberikan tanda suatu proyek layak. Jika Net BCR < 1 berarti NPV < 0 dan memberikan tanda suatu proyek tidak layak. Net BCR = 1 berarti NPV = 0, maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi (marjinal), sehingga terserah kepada penilaian pengambil keputusan. Net BCR secara matematis dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 1995):

= ∑ ( − ) (1 + ) ;⁄ ( − ) > 0

∑ ( − ) (1 + )⁄ ; ( − ) > 0

Dimana:

Bt : benefit kotor yang disebabkan adanya investasi pada periode ke-t

Ct : biaya kotor yang disebabkan adanya investasi pada periode ke-t

n : umur ekonomis usaha i : tingkat suku bunga bank

Payback period (periode pengembalian) merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi, dihitung dari aliran kas bersih. Aliran kas bersih adalah selisih pendapatan/manfaat (benefit) terhadap biaya (cost). Payback period tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang sehingga tidak memperhitungkan discount factor. Semakin cepat periode pengembalian suatu proyek maka akan lebih disukai. Dalam pengusahaan garam, aliran kas tiap periode (bulan) berubah-ubah maka garis kumulatif cashflow tidak lurus. Dalam hal ini digunakan rumus (Soeharto 1995):

= ( − 1) + − 1

Dimana:

Cf : biaya pertama

An : aliran kas pada tahun n

n : tahun pengembalian ditambah 1 3.4.4 Analisis A’WOT

A’WOT merupakan metode yang menunjukkan bagaimana AHP dan SWOT dapat digunakan dalam proses penentuan suatu strategi (Kangas et al. 2001). Osuna dan Aranda (2007) melakukan kombinasi antara SWOT dan AHP untuk perencanaan strategi dalam pengembangan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan. Tujuan metode A’WOT adalah untuk mengurangi subyektifitas penilaian terhadap faktor-faktor internal dan eksternal, baik menyangkut kekuatan, kelemahan, peluang, maupun ancaman.

Metode A’WOT yang diterapkan dalam penelitian ini menggunakan AHP untuk menentukan pembobotan dalam analisis SWOT. Tujuannya adalah untuk mengurangi subyektifitas penilaian terhadap faktor-faktor internal dan eksternal baik menyangkut kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT) dalam

(12)

pengambilan suatu keputusan strategi. A’WOT dalam menentukan prioritas Strategi dilakukan secara rasional berdasarkan fakta dan persepsi responden (expert).

Analisis A’WOT melalui beberapa tahapan, diawali dengan pengumpulan data kuesioner melalui survei dan wawancara. Data yang diperoleh berupa faktor internal (kekuatan dan kelemahan) maupun faktor eksternal (peluang dan ancaman) dikerucutkan dan dijadikan bahan untuk mendapatkan bobot dan rating masing-masing faktor SWOT, dimana bobot didapat dari AHP. Selanjutnya dilakukan analisis faktor strategi internal (IFAS) dan faktor strategi eksternal (EFAS), analisis matriks internal-eksternal (IE), analisis matriks space dan tahap pengambilan keputusan dengan SWOT.

3.4.4.1 Analisis Faktor Strategi Internal Eksternal

Analisis faktor strategi internal dan eksternal dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam merumuskan Strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang.

1. Analisis Faktor Strategi Internal

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang menentukan strategi. Bagian dari analisis ini adalah membuat matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) yang ditunjukkan pada Tabel 5. Langkah-langkah pembuatannya sebagai berikut:

a. Menyusun sebanyak 5 sampai dengan 10 faktor-faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 1.

b. Memasukkan bobot masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 2 dari hasil AHP gabungan semua responden setelah dikalikan setengah, sehingga nilai jumlah bobot sama dengan satu.

c. Pada kolom 3 dimasukkan rating (pengaruh) masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan dengan memberi skala dari 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (sangat lemah). Nilai rating ini merupakan hasil pembulatan dari nilai rata-rata rating dari semua responden. Untuk desimal dibawah 0.5 dibulatkan ke bawah, sedangkan 0.5 ke atas dibulatkan ke atas.

d. Kolom 4 diisi hasil kali bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3. Hasilnya berupa skor yang nilainya bervariasi dari 4 sampai dengan 1.

e. Menjumlahkan skor pada kolom 4 untuk memperoleh nilai jumlah skor faktor internal. Nilai jumlah skor digunakan dalam analisis matriks internal-eksternal (IE).

Tabel 5 Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS)

Faktor-faktor strategi internal Bobot Rating Skor

Kekuatan: 1. ………. 2. ………. dst. Kelemahan: 1. ………. 2. ………. dst. Jumlah 1.000

(13)

2. Analisis Faktor Strategi Eksternal

Analisis faktor strategi eksternal dilakukan untuk mengetahui faktor peluang dan ancaman yang menentukan strategi. Analisis ini diawali dengan membuat matriks External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) yang ditunjukkan pada Tabel 6. Langkah-langkah pembuatannya sebagai berikut:

a. Memasukkan sebanyak 5 sampai dengan 10 faktor-faktor peluang dan ancaman pada kolom 1.

b. Memberikan bobot masing-masing faktor peluang dan ancaman pada kolom 2 dari hasil AHP gabungan semua responden setelah dikalikan setengah, sehingga nilai jumlah bobot sama dengan satu.

c. Pada kolom 3 dimasukkan rating (pengaruh) masing-masing faktor peluang dan ancaman dengan memberi skala dari 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (sangat lemah). Nilai rating ini merupakan hasil pembulatan dari nilai rata-rata dari semua responden. Untuk desimal dibawah 0.5 dibulatkan ke bawah, sedangkan 0.5 ke atas dibulatkan ke atas.

d. Kolom 4 diisi hasil kali bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3. Hasilnya berupa skor yang nilainya bervariasi dari 4 sampai dengan 1.

e. Menjumlahkan skor pada kolom 4 untuk memperoleh nilai jumlah skor faktor eksternal. Nilai jumlah skor digunakan dalam analisis matriks internal-eksternal (IE).

Tabel 6 External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) Faktor-faktor strategi eksternal Bobot Rating Skor Peluang: 1. ………. 2. ………. dst. Ancaman: 1. ………. 2. ………. dst. Jumlah 1.000

Sumber: Diadaptasi dari Rangkuti (2009)

3.4.4.2 Analisis Matriks Internal-Eksternal (IE)

Model matriks internal-eksternal (IE) digunakan untuk memposisikan strategi sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabuaten Sampang. Data yang digunakan adalah jumlah skor faktor internal dan jumlah skor faktor eksternal. Matriks internal eksternal ditunjukkan pada Gambar 5.

Menurut Rangkuti (2009), matriks internal-eksternal dapat mengidentifikasi suatu strategi yang relevan berdasarkan sembilan sel matriks IE. Kesembilan sel tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam tiga strategi utama yaitu:

1. Growth strategy, adalah strategi yang didesain untuk pertumbuhan sendiri (sel 1, 2, dan 5) atau melalui diversifikasi (sel 7 dan 8).

2. Stability strategy, merupakan penerapan strategi yang dilakukan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan (sel 4).

3. Retrenchment strategy, adalah strategi dengan memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan.

(14)

Nilai jumlah skor faktor strategi internal Ni la i ju m la h sk or f ak to r st rat eg i ek ste rnal

Tinggi Rata-rata Lemah

4 3 2 1 Tinggi 3 1 GROWTH Konsentrasi melalui integrasi vertikal 2 GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal 3 RETRENCHMENT Turnaround Sedang 2 4 STABILITY Hati-hati 5 GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal STABILITY Tidak ada perubahan

profit strategi 6 RETRENCHMENT Captive company atau Disinvestment Rendah 1 7 GROWTH Diversifikasi konsentrik 8 GROWTH Diversifikasi konglomerat 9 RETRENCHMENT Bangkrut atau likuidasi Sumber: Rangkuti (2009)

Gambar 5 Matriks internal-eksternal

3.4.4.3 Analisis Matriks Space

Matriks space berfungsi untuk mempertajam strategi yang akan diambil dalam pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabuaten Sampang. Menurut Rangkuti (2009), matriks space digunakan untuk mengetahui posisi dan arah perkembangan selanjutnya suatu perusahaan. Data yang digunakan merupakan selisih dari jumlah skor faktor internal (kekuatan − kelemahan) dan selisish dari jumlah skor faktor eksternal (peluang − ancaman). Marimin (2008) menjelaskan bahwa posisi perusahaan dapat dikelompokkan kedalam empat kuadran seperti ditunjukkan pada Gambar 6, dimana:

1. Kuadran I, menandakan posisi sangat menguntungkan, dimana perusahaan memiliki kekuatan dan peluang sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada dengan menerapkan strategi pertumbuhan yang agresif.

2. Kuadran II, menunjukkan perusahaan menghadapi berbagai ancaman, namun masih mempunyai kekuatan sehingga strategi yang diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan strategi diversifikasi.

(15)

3. Kuadran III, pada kuadran ini perusahaan mempunyai peluang yang sangat besar, disisi lain memiliki kelemahan internal. Menghadapi situasi ini perusahaan harus berusaha meminimalkan masalah-masalah internal untuk dapat merebut peluang pasar.

4. Kuadran IV, menunjukkan perusahaan berada pada situasi yang tidak menguntungkan, karena disamping menghadapi ancaman juga menghadapi kelemahan internal.

Gambar 6 Matriks space

3.4.4.4 Analisis SWOT

Analisis SWOT digunakan untuk menentukan rencana dan strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang dalam kerangka pengembangan wilayah. Rangkuti (2009) menjelaskan bahwa analisis SWOT dapat menunjukkan indikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) sebagai analisis situasi dalam kondisi yang ada.

Analisis SWOT membandingkan antara faktor internal dengan faktor eksternal sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi. Dalam pengambilan keputusan, matriks SWOT ini perlu merujuk kembali matriks IE dan hasil analisis matriks space sehingga dapat diketahui kombinasi strategi yang paling tepat (Marimin 2008). Untuk memperoleh gambaran secara jelas, disusun matriks SWOT seperti disajikan pada Gambar 7.

Kuadran I Strategi agresif Kuadran II Strategi kompetitif Kuadran IV Strategi defensif Kuadran III Strategi konservatif Kekuatan internal Kelemahan internal Berbagai peluang Berbagai ancaman

(16)

Faktor internal

Faktor eksternal

Strengths (S)

Menentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal

Waknesses (W)

Menentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal

Opportunities (O) Menentukan 5-10 faktor-faktor peluang eksternal

Strategi SO

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran I

Strategi WO

Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran III

Threats (T)

Menentukan 5-10 faktor-faktor ancaman eksternal

Strategi ST

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran II

Strategi WT

Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran IV

Sumber: Marimin (2008) dan Rangkuti (2009)

Gambar

Gambar 3  Lokasi penelitian
Tabel 2  Jumlah sampel land rent tipe penggunaan lahan  Kelas penutupan
Tabel 3  Jenis dan sumber data, teknik analisis dan keluaran tahapan penelitian
Gambar 4  Bagan alir tahapan penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

nilai x diperoleh dari selisih faktor internal (kekuatan-Kelemahan) dan nilai y diperoleh dari selisih faktor eksternal (peluang- ancaman). Matriks posisi strategi

1) Identifikasi faktor internal dan eksternal.. Dari potensi sumberdaya Desa Kusu Lovra, akan diidentifikasi beberapa faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) perusahaan sebagai pertimbangan dalam

Penelitian ini berupaya menggali informasi untuk menemukan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dalam pengembangan usaha

menggunakan matrik SWOT dari beberapa faktor internal, berupa kekuatan dan kelemahan, serta faktor eksternal berupa peluang dan ancaman untuk menentukan strategi

Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui aspek internal kekuatan dan kelemahan perusahaan serta aspek eksternal peluang dan ancaman perusahaan untuk merumuskan strategi yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal dan faktor eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman, serta merumuskan alternatif

Penelitian bertujuan untuk mengetahui rumusan faktor internal dan faktor eksternal yang terdiri dari kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman dan strategi pemasaran