• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV ANALISA HASIL. Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Bab IV ANALISA HASIL. Universitas Kristen Petra"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Bab IV ANALISA HASIL

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

Obyek dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan batu (Stone Crusher) yang berlokasi di daerah Banten dan terlibat dalam proses hubungan kerja dengan supplier/pengadaan bahan baku. Untuk responden dipilih dengan criteria telah bekerja lebih dari 1 (satu) tahun.

Untuk mencari target perusahaan yang akan diobservasi peneliti mencari melalui relasi tempat peneliti bekerja dan peneliti juga melakukan pencarian dengan mendatangi kantor dinas pertambangan kota banten untuk mencari data perusahaan pertambangan yang terdaftar didaerah tersebut.

Untuk teknik pengumpulan data peneliti terjun langsung ke perusahaan yang akan di teliti dan ada juga beberapa perusahaan yang mengisi kuisioner melalui surat elektronik (email).

Jumlah perusahaan yang didapat oleh peneliti sebanyak 45 perusahaan, dimana dari 45 perusahaan yang peneliti melakukan pengumpulan data hanya satu responden dari masing-masing perusahaan yang bersedia mengisi kuisioner. Dari total keseluruhan 45 tanggapan, 28 tanggapan didapatkan melalui media email dan sisanya 17 tanggapan peneliti dapatkan dengan terjun langsung kelapangan. Sebenarnya jumlah data perusahaan pertambangan yang didapatkan dari kantor dinas pertambangan lebih dari 45 perusahaan, namun sebagian besar perusahaan tersebut tidak memenuhi keriteria untuk diteliti, seperti ada banyak perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan tidak melibatkan supplier dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku produksi.

4.1.1 Deskripsi Profil Perusahaan

Perusahaan-perusahaan yang menjadi obyek penelitian ini merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan khususnya tambang batu (Mining Stone Crusher) seperti contoh perusahaannya adalah

(2)

PT. INDONESIA PUTRA PRATAMA dan PT. BUKIT SUNUR WIJAWA.

Untuk kriteria perusahaan yang diteliti adalah perusahaan sudah beroperasi dari 1-5 tahun (12.8%), 5-10 tahun (53.8%), 10-20 (33.3%) dapat dilihat ditabel 4.1. kriteria selanjutnya adalah jumlah tenaga kerja dalam satu perusahaan adalah 50-100 orang (71.8%), 100-200 orang (25.6%), 200-300 orang (2.6%) dapat dilihat pada table 4.2. Berikutnya adalah wilayah pemasaran produk adalah lokal (28.2%), regional (71.8%), luar negeri (0%) dapat dilihat pada table 4.3.

Tabel 4.1. Kriteria sampel perusahaan berdasarkan lama operasi Lama Perusahaan

beroperasi %

1-5 Th 12.8

5-10 Th 53.8

10-20 Th 33.3

Total 100.0

Tabel 4.2. Kriteria sampel perusahaan berdasarkan jumlah tenaga kerja Jumlah tenaga

kerja %

50-100 Orang 71.8 100-200 Orang 25.6 200-300 Orang 2.6

Total 100

Tabel 4.3. Kriteria sampel perusahaan berdasarkan wilayah pemasaran Pemasaran

Produk %

Lokal 28.2

Regional 71.8

Luar negeri 0.0

Total 100

4.1.2 Deskripsi Profil Responden

Untuk kriteria responden, peneliti menentukan berdasarkan devisi/

unit kerja responden yaitu: Tambang (23.1%), Produksi (51.3%), Direksi (25.6%) dapat dilihat pada tabel 4.4. Kriteria berdasarkan Jabatan adalah

(3)

Direktur (51%), Manager (82.1%), Staff kantor (12.8%) dapat dilihat pada tabel 4.5. Selanjutnya kriteria berdasarkan pendidikan adalah S1 (54%), SMA/SMK (46%) dapat dilihat pada tabel 4.6. kriteria berdasarkan masa kerja responden adalah 1-5 tahun (56.4%), 5-10 tahun (35.9%), 10-20 tahun (7.7%) dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.4. Kriteria sampel responden berdasarkan unit kerja Unit Kerja %

Tambang 23.1

Produksi 51.3

Direksi 25.6

Total 100

Tabel 4.5. Kriteria sampel responden berdasarkan jabatan

Jabatan %

Direktur 5.1

Manager 82.1

Staff Kantor 12.8

Total 100

Tabel 4.6. Kriteria sampel responden berdasarkan pendidikan Pendidikan %

S1 54

SMA/SMK 46

Total 100

Tabel 4.7. Kriteria sampel responden berdasarkan masa kerja Masa Kerja %

1-5 Th 56.4

5-10 Th 35.9

10-20 Th 7.7

Total 100

(4)

4.1.3 Deskripsi Variabel Penelitian

Ada 5 (lima) variabel utama yang digunakan pada penelitian ini yaitu commitment management, Collaborative planning, Information sharing, Buyer-supplier relationship, dan Supplay chain performance. Rentang skala yang diberikan dari skala satu sampai skala lima. Variabel - variabel utama diwakili oleh beberapa indikator yang akan dituangkan kedalam pernyataan.

Responden diminta untuk memberikan penilaian pada pernyataan-pernyataan terhadap kesesuaian dengan kondisi yang terjadi. Ukuran proporsional dari tiap variabel dituangkan dalam tabel indeks presepsi responden terhadap variabel-variabel yang telah ditentukan.

4.1.3.1 Variabel Commitment Management

Variabel Commitment Management didukung 4 indikator yaitu Consistent, Trust, Solution, Support.

Untuk indikator kosisten terhadap kontrak kerja mendapat tanggapan setuju dari responden sebesar 74%, sangat setuju 21% dan yang memberikan tanggapan netral sebesar 5%, dengan rata-rata 4.18 dan standart deviation sebesar 0.51. Indikator selanjutnya adalah memupuk rasa saling percaya (Trust) atara perusahaan dan mitra kerja mendapat tanggapan setuju dari responden sebesar 69%, sangat setuju sebesar 21%, responden yang menjawab netral sebesar 10%, dengan rata-rata 4.10 dan standart deviation 0.55. Indikator perusahaan berusaha memberikan solusi kepada mitra, mendapat tanggapan setuju dari responden sebesar 62%, yang menjawab sangat setuju sebesar 3%, responden yang menjawab netral sebesar 31%, dan ada 5% responden yang menjawab tidak setuju, dengan rata-rata 3.62 dan standart deviation 0.63. Untuk indikator perusahaan memberikan dukungan sumberdaya kepada mitra kerja untuk memperlancar proses jual beli, mendapat tanggapan setuju sebesar 54%, responden yang menjawab sangat setuju sebesar 5%, untuk responden yang menjawab netral mendapat tanggapan sebesar 38%, pada indikator ini juga ada responden yang menjawab tidak setuju sebesar 5%, dengan rata-rata 3.54 dan standart deviation 0.64.

(5)

Tabel 4.8. penilaian responden terhadap variabel commitment management

Indikator 1 2 3 4 5

Rata2 Standart Deviation

% % % % %

Menjalankan kontrak kerja secara

konsisten. 0 0 5 74 21 4.18 0.51

Memupuk rasa saling rasa percaya

antara perusahaan dengan mitra. 0 0 10 69 21 4.10 0.55 Berusaha keras membantu mecari

solusi dalam penyelesaian masalah mitra kerja.

0 5 31 62 3 3.62 0.63

Memberikan dukungan sumberdaya kepada mitra untuk memperlancar proses jual beli.

0 5 38 54 3 3.54 0.64

Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa indikator perusahaan dan mitra kerja konsisten terhadap kontrak kerja yang telah disepakati dan indikator adanya rasa saling percaya antara perusahaan dan mitra kerja merupakan indikator yang sangat penting dalam variabel commitment management. Namun untuk indikator memberikan solusi dan memberikan dukungan sumberdaya pada mitra tidak semua perusahaan yang menjalankannya.

4.1.3.2 Variabel Collaborative Planning

Variabel Collaborative Plannig didukung 4 indikator yaitu Plant (Perencanaan), Control (pengendalian), Openness (keterbukaan), Problem Solving (penyelesaian masalah).

Dari hasil yang telah didapatkan dapat dilihat indikator melibatkan mitra kerja dalam perencanaan stok produksi, mendapatkan tanggapan setuju dari responden sebesar 31%, netral sebesar 54%, dan yang menjawab tidak setuju sebesar 15%, rata-rata 3.15, standart deviation 0.67. Indikator dalam pengendalian stok produksi mitra kerja terlibat aktif, mendapatkan tanggapan setuju dari responden 36%, netral sebesar 49%, dan yang menjawab tidak setuju sebesar 15%, rata-rata 3.21, standart deviation 0.70.

Indikator selanjutnya adalah perusahaan dan mitra kerja terbuka dalam berbagi informasi, mendapat tanggapan setuju dari responden sebesar 44%, netral sebesar 49% dan tidak setuju sebesar 8%, rata-rata 3.33, standart

(6)

deviation 0.66. Untuk indikator yang terakhir adalah perusahaan dan mitra kerja bersama-sama menyelesaikan masalah yang dialami dalam kegiatan jual beli, mendapat tanggapan sangat setuju dari responden sebesar 3%, setuju sebesar 44%, netral sebesar 54%, rata-rata 3.49, standart deviation 0.56.

Tabel 4.9. penilaian responden terhadap variabel Collaborative Planning.

Indikator 1 2 3 4 5

Rata2 Standart Deviation

% % % % %

Melibatkan mitra kerja dalam perencanaan stok produksi

0 15 54 31 0 3.15 0.67

Dalam pengendalian stok /produksi,

mitra kerja terlibat aktif. 0 15 49 36 0 3.21 0.70 Perusahaan tempat anda bekerja

dan mitra kerja terbuka dalam berbagi informasi.

0 8 49 44 0 3.33 0.66

Perusahaan dan mitra bersama- sama menyelesaikan masalah yang dialami dalam kegiatan jual beli.

0 0 54 44 3 3.49 0.56

Setelah menyimak hasil diatas dapat dilihat bahwa variabel Collaborative Planning mendapat respon yang beragam, hal ini disebabkan oleh pihak perusahaan sering tidak melibatkan pihak dari luar perusahaan untuk mengatur ataupun mengendalikan kebutuhan produksi perusahaan, semuanya berada dalam control penuh perusahaan, termasuk masalah keterbukaan dalam berbagi informasi dengan mitra kerja, pemberian informasi kepada mitra kerja sangat terbatas. Namun tidak dapat kita pungkiri bahwa untuk mendukung terwujudnya collaborative planning pada sebuah perusahaan indikator diatas sangat dibutuhkan tapi kita harus melihat kondisi dan karakteristik perusahaan yang diteliti.

(7)

4.1.3.3 Variabel Information Sharing

Variabel information sharing didukung 4 indikator yaitu Anytime/anywhere (Kapanpun/dimanapun), Accurate (akurat), According to needs (sesuai kebutuhan), Accesible (dapat diakses secara cepat).

Tabel 4.10. penilaian responden terhadap variabel Information sharing.

Indikator 1 2 3 4 5

Rata Standart Deviation

% % % % %

Kedua belah pihak dapat mengakses

informasi kapanpun dan dimanapun 5 13 38 44 0 3.15 0.87 Informasi yang didapat dari mitra kerja

akurat 3 13 59 26 0 3.05 0.69

Informasi yang didapat dari mitra kerja

lengkap, sesuai dengan kebutuhan. 0 5 64 31 0 3.23 0.58 Informasi dari kedua belah pihak dapat

diakses secara cepat. 0 21 46 33 0 3.13 0.73

Dari hasil yang telah didapatkan dapat dilihat indikator perusahaan dan mitra kerja dapat mengakses informasi kapanpun dan dimanapun, mendapat tanggapan setuju sebesar 44%, netral sebesar 38%, tidak setuju sebesar 13%, dan yang menjawab sangat tidak setuju sebesar 5%, rata-rata 3.15, standart deviation 0.87. Indikator informasi yang diperoleh dari mitra akurat, mendapat tanggapan setuju sebesar 26%, netral sebesar 59%, tidak setuju sebesar 13%, dan sangat tidak setuju sebesar 3%, rata-rata 3.05, standart deviation 0.69. Indikator informasi yang diperoleh dari mitra lengkap dan sesuai dengan kebutuhan, mendapat tanggapan setuju dari responden sebesar 31%, netral sebesar 64%, dan tidak setuju sebesar 5%, rata-rata 3.23, standart deviation 0.58. Indikator informasi yang diperoleh dapat diakses secara cepat, mendapat tanggapan setuju dari responden sebesar 33%, netral sebesar 46%, dan responden yang menjawab tidak setuju sebesar 21%, rata-rata 3.13, standart deviation 0.73.

Dari hasil diatas menunjukkan bahwa tanggapan dari responden sangat beragam, hal ini disebabkan oleh infrakstruktur yang ada di daerah

(8)

banten belum bisa mendukung dan juga kekurang pahaman SDM yang belum bisa mengikuti perkembangan teknologi informasi.

4.1.3.4 Variabel Buyer-Supplier Relationship

Variabel buyer-supplier relationship didukung 5 indikator yaitu Build market share (meningkatkan pangsa pasar), Share experience/competencies (berbagi pengalaman/kompetensi), Cost efficiency (efisiensi biaya), Production capacity (kapasitas produksi), Quality of production (kualitas produksi).

Tabel 4.11. penilaian responden terhadap variabel Buyer-supplier relationship.

Indikator 1 2 3 4 5

Rata2 Standart Deviation

% % % % %

Membangun relasi untuk memperluas

pangsa pasar. 0 0 10 82 8 3.95 0.46

Membangun relasi untuk dapat saling berbagi pengalaman/kompetensi agar dapat meningkatkan efisiensi teknis operasional.

0 0 13 74 13 4.00 0.51

Membangun relasi agar dapat meningkatkan

efisiensi biaya transaksi. 0 0 13 69 18 4.05 0.56

Membangun relasi agar dapat meningkatkan

kapasitas produksi. 0 0 5 67 28 4.23 0.54

Membangun relasi agar dapat meningkatkan

mutu hasil produksi. 0 0 5 69 26 4.21 0.52

Indikator memperluas pangsa pasar mendapat tanggapan sangat setuju dari responden sebesar 8%, setuju sebesar 82%, dan netral sebesar 10%, rata-rata 3.95, standart deviation 0.46. Indikator berbagi pengalaman/kompetensi mendapat tanggapan sangat setuju sebesar 13%, setuju sebesar 74%, netral sebesar 13%, rata-rata 4.00, standart deviation 0.51. Indikator peningkatan efisiensi biaya transaksi mendapat tanggapan sangat setuju sebesar 18%, setuju sebesar 69%, netral sebesar 13%, rata-

(9)

rata 4.05, standart deviation 0.56. Indikator peningkatan kapasitas produksi mendapat tanggapan sangat setuju sebesar 28%, setuju sebesar 67%, netral sebesar 5%, rata-rata 4.23, standart deviation 0.54. Indikator peningkatan mutu hasil produksi mendapat tanggapan sangat setuju sebesar 26%, setuju 69%, dan responden yang menjawab netral sebesar 5%, rata-rata 4.21, standart deviation 0.52.

Dari hasil diatas menunjukkan bahwa semua indikator diatas penting dalam menjalin kerjasama dengan pemasok, namun tujuan utama dari perusahaan membangun hubungan dengan mitra kerja adalah dengan harapan terwujudnya peningkatan efisiensi biaya transaksi, peningkatan kapasitas produksi dan peningkatan mutu hasil produksi.

4.1.3.5 Variabel Supplay Chain Performance

Variabel Supplay chain performance didukung 4 indikator yaitu Stability, Accuracy of goods and the amount, Improving of the standart of raw materials, Delivery time.

Tabel 4.12. penilaian responden terhadap variabel Supplay chain performance.

Indikator 1 2 3 4 5

Rata2 Standart Deviation

% % % % %

Buyer-supplier realtionship antara perusahaan dan mitra kerja berhasil menjaga kestabilan pasokan bahan baku produksi secara berkelanjutan.

0 0 8 85 8 4.03 0.43

Buyer-supplier realtionship antara perusahaan dan mitra kerja berhasil menjaga ketepatan dan jumlah pasokan bahan baku.

0 0 13 77 10 3.82 0.45

Buyer-supplier realtionship antara perusahaan dan mitra kerja berhasil meningkatkan standar bahan baku.

0 0 15 77 8 3.90 0.45

Buyer-supplier realtionship antara perusahaan dan mitra kerja berhasil mengatasi dan mengurangi masalah waktu pengiriman bahan baku.

0 0 13 85 3 3.90 0.38

(10)

Dari hasil yang telah didapatkan dapat dilihat indikator keberhasilan menjaga kestabilan pasokan bahan baku, mendapat tanggapan sangat setuju dari responden sebesar 8%, setuju sebesar 85%, netral sebesar 8%, rata-rata 4.03, standart deviation 0.43. Indikator keberhasilan menjaga ketepatan dan jumlah bahan baku mendapat respon sangat setuju dari responden sebesar 10%, setuju sebesar 77%, netral sebesar 13%, rata-rata 3.82, standart deviation 0.45. Indikator selanjutnya adalah keberhasilan meningkatkan standar bahan baku, mendapat respon sangat setuju sebesar 8%, netral sebesar 77%, dan tanggapan netral sebesar 15%, rata-rata 3.90, standart deviation 0.45. Indikator keberhasilan mengatasi dan mengurangi masalah waktu pengiriman bahan baku, mendapat tanggapan sangat setuju dari responden sebesar 3%, setuju sebesar 85%, dan yang menjawab netral sebesar 13%, rata-rata 3.90, standart deviation 0.38.

Hasil penilaian responden atas variabel supplay chain performance ini menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan yang diteliti telah berhasil dalam melakukan buyer-supplier relationship dan mendapatkan hasil supplay chain performance sesuai dengan harapan perusahaan.

4.2 Evaluasi Model

Evaluasi model dilakukan dengan menggunakan software Smart PLS 3.0. Analisis jalur dalam PLS menggambarkan hubungan antar variabel laten dan indikator dalam outer model. Evaluasi model struktural (inner model) dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel.

4.2.1 Evaluasi Outer Model

Model ini adalah untuk menspesifikasi hubungan antar variabel laten dengan indikator-indikatornya. Dapat juga dikatakan bahwa outer model mendefinisikan bagaimana setiap indikator berhubungan dengan variabel latennya. Evaluasi ini terdiri dari empat macam evaluasi, yaitu variable reliability, discriminant validity, interneal consistency dan convergent validity (Widarjono, 2015). Abdillah & Hartono, 2015, menambahkan bahwa uji validitas dapat dilihat dari dua sifat model yaitu

(11)

konvergen dan diskriminan. Untuk mengetahui konvergen digunakan parameter faktor loading, average variance extracted (AVE), dan communality. Sedangkan untuk mengetahui diskriminan dilakukan uji antara akar AVE dengan korelasi variabel laten dan nilai cross loading.

Selain itu perlu dilakukan uji reliabilitas dengan melihat nilai chronbach’s alpha dan composite reliability.

4.2.1.1 Convergent Validity

Validitas konvergen digunakan untuk mengukur suatu konstruk, karena suatu konstruk haruslah berkorelasi tinggi. Validitas konvergen terjadi jika skor yang diperoleh dari dua instrumen berbeda yang mengukur konstruk memiliki korelasi tinggi (Abdillah & Hartono, 2015). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, validitas konvergen diukur dengan variable reliabiltiy (outer loading) dan hasil average variance extracted (AVE).

a. Variable Reability

Variable reliabiltiy didasarkan pada outer loading. Dikatakan reliable jika nilai outer loading indikator lebih dari 0.7. Artinya, indikator ini dapat digunakan untuk penelitian (Widarjono, 2015).

Table 4.13. Nilai Outer loadings (measurement model)

CP CM SP BS IS

BS1 0.75

BS2 0.86

BS3 0.89

BS4 0.93

BS5 0.90

CM1 0.80

CM2 0.91

CM3 0.65

CM4 0.58

CP1 0.66

CP2 0.87

CP3 0.90

CP4 0.77

IS1 0.34

IS2 0.83

IS3 0.92

IS4 0.78

SP1 0.94

SP2 0.79

SP3 0.80

SP4 0.58

(12)

Namun, nilai loading 0.5 hingga 0.7 masih bisa diterima. Nilai loading yang semakin tinggi menunjukkan bahwa semakin penting peranan indikator dalam merefleksikan variabel (Abdillah & Hartono, 2015). Nilai outer loading penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 413.

Variabel yang pertama adalah Commitment Management (CM), diukur dengan 4 indikator. Indikator yang pertama, konsistensi terhadap kontrak kerja (CM1) dengan bobot 0.80, indikator yang kedua, rasa saling percaya perusahaan dengan mitra/trust (CM2) dengan bobot 0.91, Indikator yang ketiga, berusaha keras memembantu mencari solusi dalam penyelesaian masalah mitra kerja (CM3) dengan bobot 0.66, indikator yang terakhir atau yang keempat, memberikan dukungan sumberdaya pada mitra kerja (CM4) dengan bobot 0.59. Hasil ini menunjukkan hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah memenuhi convergent validity, karena semua loading faktor berada diatas 0.5.

Variabel yang kedua adalah Collaborative Planning (CP), diukur dengan 4 indikator. Indikator yang pertama, melibatkan mitra dalam perencanaan stok produksi (CP1) dengan bobot 0.66, Indikator yang kedua, dalam pengendalian stok produksi mitra kerja terlibat aktif (CP2) dengan bobot 0.87, indikator yang ketiga, perusahaan terbuka dalam berbagi informasi kepada mitra kerja (CP3) dengan bobot 0.90, Indikator yang keempat, bekerjasama dengan mitra kerja dalam penyelesaian masalah operasional (CP4) dengan bobot 0.77. Hasil ini menunjukkan hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah memenuhi convergent validity, karena semua loading faktor berada diatas 0.5.

Variabel yang ketiga adalah Information Sharing (IS), pada mulanya peneliti mengukur variabel ini dengan 4 indikator namun indikator yang pertama, dapat mengakses informasi kapanpun dan dimanapun (IS1) dengan bobot 0.34, yang artinya indikator tersebut tidak memenuhi convergen validity, untuk itu peneliti menghilangkan indikator yang pertama hingga akhirnya variabel ini diukur dengan 3 indikator. Langsung ke indikator yang kedua, informasi yang diterima akurat (IS2) dengan bobot 0.82, indikator yang ketiga, informasi yang diperoleh lengkap dan

(13)

sesuai dengan kebutuhan (IS3) dengan bobot 0.93, indikator yang keempat, dapat mengakses informasi secara cepat (IS4) dengan bobot 0.78. Hasil ini menunjukkan hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah memenuhi convergent validity, karena semua loading faktor berada diatas 0.5.

Table 4.14. Perhitungan ulang Nilai Outer loadings tanpa (IS1) (measurement model)

CP CM SP BS IS

BS1 0.75

BS2 0.86

BS3 0.89

BS4 0.93

BS5 0.90

CM1 0.80

CM2 0.91

CM3 0.66

CM4 0.59

CP1 0.66

CP2 0.87

CP3 0.90

CP4 0.77

IS2 0.82

IS3 0.93

IS4 0.78

SP1 0.94

SP2 0.79

SP3 0.80

SP4 0.58

Variabel yang keempat adalah Buyer-Supplier Relationship (BS), diukur dengan 5 indikator. Indikator yang pertama, membangun relasi untuk memperluas pangsa pasar (BS1) dengan bobot 0.75, indikator yang kedua, membangun relasi untuk dapat saling berbagi pengalaman/kopetensi agar dapat meningkatkan efisiensi teknis (BS2) dengan bobot 0.86, indikator yang ketiga, membangun relasi agar dapat meningkatkan efisiensi biaya transaksi (BS3) dengan bobot 0.89, indikator yang keempat, membangun relasi agar dapat meningkatkan mutu hasil produksi (BS4) dengan bobot 0.90. Hasil ini menunjukkan hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah memenuhi convergent validity, karena semua loading faktor berada diatas 0.5.

(14)

Variabel yang kelima adalah Supplay Chain Performance (SP), diukur dengan 4 indikator, Indikator yang pertama, berhasil menjaga kestabilan pasokan bahan baku secara berkelanjutan (SP1) dengan bobot 0.94, Indikator yang kedua, berhasil menjaga ketepatan dan jumlah pasokan bahan baku (SP2) dengan bobot 0.79, indikator yang ketiga, berhasil meningkatkan standar bahan baku (SP3) dengan bobot 0.80, indikator yang keempat, berhasil mengatasi dan mengurangi masalah waktu pengiriman bahan baku (SP4) dengan bobot 0.58. Hasil ini menunjukkan hasil korelasi antara indikator dengan variabelnya telah memenuhi convergent validity, karena semua loading faktor berada diatas 0.5.

b. Average Variance Extracted (AVE)

Nilai AVE digunakan untuk menguji akar kuadrat dari setiap AVE apakah korelasi lebih besar dari setiap konstruk laten (Grefen dan Straub, 2005: 94). Selain itu, nilai AVE digunakan sebagai syarat validitas diskriminan tercapai (Wijayanto, 2008: 66). Nilai AVE minimum untuk menyatakan bahwa keandalan telah tercapai adalah sebesar 0,50 (Wijayanto, 2008). Nilai AVE dibawah 0,50 menunjukkan bahwa indikator memiliki rata-rata tingkat eror yang lebih tinggi. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.15. Dari nilai AVE maka dapat dilihat bahwa semua variabel memiliki hubungan korelasi yang baik, dimana semua nilai dari semua variabel diatas 0.5.

Table 4.15 Hasil dari Average Variance Extracted (AVE).

AVE

CP 0.65

CM 0.56

SP 0.62

BS 0.75

IS 0.71

(15)

Gambar 4.1 Hasil grafik dari Average Variance Extracted (AVE).

4.2.1.2 Discriminant Validity

Validitas diskriminan ini mengacu pada prinsip bahwa pengukur- pengukur konstruk yang berbeda seharusnya tidak berkorelasi tinggi.

Validitas diskriminan ini terjadi dengan pengukuran dua instrumen yang berbeda pada konstruk yang diprediksi tidak berkorelasi (Abdullah &

Hartono, 2015).

Table 4.16. Nilai Cross Loading

CP CM SP BS IS

BS1 0.25 0.42 0.19 0.75 0.08

BS2 0.27 0.21 0.37 0.86 0.06

BS3 0.21 0.22 0.33 0.89 0.14

BS4 0.28 0.41 0.29 0.93 0.14

BS5 0.21 0.43 0.31 0.90 0.14

CM1 0.32 0.80 0.53 0.22 0.32

CM2 0.38 0.91 0.47 0.34 0.32

CM3 0.24 0.66 0.19 0.41 0.05

CM4 0.15 0.59 0.08 0.22 0.03

CP1 0.66 0.29 0.25 -0.02 0.02

CP2 0.87 0.32 0.33 0.22 0.04

CP3 0.90 0.33 0.36 0.19 0.34

CP4 0.77 0.31 0.26 0.39 0.38

IS2 0.44 0.20 0.29 0.07 0.82

IS3 0.20 0.30 0.44 0.16 0.93

IS4 0.04 0.15 0.17 0.06 0.78

SP1 0.43 0.45 0.94 0.42 0.33

SP2 0.04 0.35 0.79 0.08 0.33

SP3 0.23 0.31 0.80 0.15 0.39

SP4 0.06 0.42 0.58 0.04 0.25

(16)

Uji discriminant validity didapatkan dari hasil cross loading variabel indikator. Nilai cross loading dari indikator terhadap variabbel laten harus lebih besar dibandingkan dari indikator dari variabel lain. Tabel 4.16 menunjukkan nilai Cross Loading yang didapat dari smartPLS3.

Selain hasil dari cross loading, peneliti juga melampirkan tabel hasil korelasi variabel laten dapat dilihat pada Tabel 4.17.

Table 4.17. Latent Variable Correlations

CP CM SP BS IS

CP 1.00

CM 0.39 1.00

SP 0.37 0.47 1.00

BS 0.28 0.39 0.34 1.00

IS 0.27 0.27 0.39 0.13 1.00

4.2.1.3 Uji Reabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi internal alat ukur, reliabilitas menunjukkan akurasi, konsistensi, dan ketepatan suatu alat ukur dalam melakukan pengukuran. Uji reliabilitas menggunakan dua metode, yaitu chronbach’s alpha dan composite reliability dari outer model. Chronbach’s alpha adalah teknik statistika yang digunakan untuk mengukur konsistensi internal dalam uji reliabilitas instrumen dan digunakan pada seperangkat indikator dalam konstruk laten reflektif unidimensional. Composite reliability adalah sama mengukur reliabilitas, tetapi composite reliability mengukur nilai reliabilitas sesungguhnya dari suatu variabel sedangkan chronbach’s alpha mengukur nilai terendah reliabilitas suatu variabel. Nilai chronbach’s alpha dan composite reliability lebih dari 0,70. Namun nilai chronbach’s alpha 0.6 hingga 0.7 masih dapat diterima (Abdillah & Hartono, 2015). Hasil dari chronbach’s alpha dan composite reliability pada masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 4.18.di bawah ini.

(17)

Table 4.18. Hasil chronbach’s alpha dan Composite Reliability Cronbach's

Alpha

Composite Reliability

CP 0.82 0.88

CM 0.74 0.83

SP 0.87 0.86

BS 0.92 0.94

IS 0.81 0.88

Gambar 4.2. Hasil grafik dari chronbach’s alpha

Gambar 4.3. Hasil grafik dari Composit Reliability

(18)

Tabel 4.18 menunjukkan bahwa seluruh variabel memenuhi kriteria composite reliability yaitu di atas 0,7. Variabel Commitment management memiliki bobot 0.83, variabel Collaborative Planning memiliki bobot 0.88, variabel Information Sharing memiliki bobot 0.88, variabel Buyer-Supplier Relationship memiliki bobot 0.94, dan variabel Supplay Chain Performance memiliki bobot 0.86. Nilai chronbach’s alpha dari penelitian ini memenuhi kriteria, yaitu diatas 0.6. Hal ini menunjukkan setiap variabel dapat dijadikan sebagai variabel penelitian memiliki konsistensi internal yang baik sehingga dapat digunakan untuk analisa selanjutnya.

4.2.2 Evaluasi Inner Model

Evaluasi inner model (model struktural) meliputi nilai latent variable correlations (valid ketika r > 0.5), path coefficients (jika r valid, maka path coefficients signifikan), dan R-square mengartikan keragaman konstrak endogen yang mampu dijelaskan oleh konstrak-konstrak exogen secara serentak.

4.2.2.1 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa besar variasi variabel dependen dijelaskan oleh variabel independen (Widarjono, 2015). Semakin tinggi nilai R2 maka semakin baik model prediksi dari model penelitian ytang diujikan. R2 ini menjelaskan prosentasi variasi perubahan variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen, dimana sisa dari prosentasi tersebut menunjukkan pengaruh variabel lain di luar model. R2 bukan parameter absolut dalam mengukur ketepatan model prediksi karena dasar hubungan teoritis adalah parameter utama untuk menjelaskan kausalitas (Abdillah & Hartono, 2015). Nilai koefisien determinasi dapat dilihat pada Tabel 4.23.

(19)

Table 4.19. Nilai R-Square Var R- Square

CP 0.15

SP 0.12

BS 0.18

IS 0.07

Kesesuaian mode l struktural dapat dilihat dari q-square. Dengan adanya hasil r-square dari tabel diatas, maka dapat menunjukkan tingkat kesesuaian model ini melalui :

Q-Square = 1 – [(1 – r12

) (1 – r22

) (1 – r32

) (1 – r42

)]

= 1 – [(1 – 0,15) (1 – 0,12) (1 – 0,18) (1 – 0,07)]

= 1 – [ 0,57 ]

= 0,43

Nilai Q-square yang diperoleh pada model ini adalah 0,43. Hasil angka tersebut lebih besar dari nol sehingga menunjukkan model memiliki predictive relevance. Hal ini menunjukkan variabel laten eksogen mempunyai nilai prediktif relevans yang cukup terhadap variabel laten endogen.

2.2.2.2 Signifikan Dan Pengaruh Antar Variabel

Pengujian pada Path Coefficient (β) digunakan untuk meyakinkan bahwa hubungan antar konstruk adalah kuat. Nilai koefisien path atau inner model menunjukkan tingkat signifikannsi dalam pengujian hipotesis. Skor koefisien path ditunjukkan oleh nilai T-statistik. Nilai T-statistik ini harus di atas 1.96 dengan level signifikan 0.05

Original sampel adalah skor beta unstandardize yang digunakan untuk melihat sifat prediksi variabel independen terhadap variabel dependen. untuk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.20.

(20)

Table 4.20. Path coeffiecient Original

Sample (O)

T Statistics

(|O/STDEV|) Signifikansi

CP -> BS 0.152 0.77 Tidak signifikan CM -> CP 0.387 3.14 Signifikan

CM-> BS 0.337 2.03 Signifikan CM -> IS 0.273 1.13 Tidak signifikan

BS -> SP 0.344 1.98 Signifikan IS -> BS 0.004 0.02 Tidak signifikan

Dari hubungan antara variabel commitment management terhadap collaborative planning didapatkan hasil koefisien sebesar 0,387 dan T- statistic sebesar 3.14, dimana hasil T-statistic ini lebih besar dari T tabel (1.96). Hal ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan pada commitment management terhadap collaborative planning dengan level signifikan 0.05.

Dari hubungan antara variabel commitment management terhadap buyer-supplier relationship didapatkan hasil koefisien sebesar 0,337 dan T- statistic sebesar 2.03, dimana hasil T-statistic ini lebih besar dari T tabel (1.96). Hal ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan pada commitment management terhadap Buyer-supplier Relationship dengan level signifikan 0,05.

Dari hubungan antara variabel commitment management terhadap information sharing didapatkan hasil koefisien sebesar 0,273 dan T-statistic sebesar 1.13, dimana hasil T-statistic ini lebih kecil dari T tabel (1.96). Hal ini menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan pada commitment management terhadap information sharing dengan level signifikan 0,05.

Dari hubungan antara variabel buyer-supplier relationship terhadap supplay chain performance didapatkan hasil koefisien sebesar 0,344 dan T- statistic sebesar 1.98, dimana hasil T-statistic ini lebih besar dari T tabel (1.96). Hal ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan pada buyer-

(21)

supplier relationship terhadap supplay chain performance dengan level signifikan 0,05.

Dari hubungan antara variabel collaborative planning terhadap buyer-supplier relationship didapatkan hasil koefisien sebesar 0,152 dan T- statistic sebesar 0,77, dimana hasil T-statistic ini lebih kecil dari T tabel (1.96). Hal ini menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan pada collaborative planning terhadap buyer-supplier relationship dengan level signifikan 0,05.

Dari hubungan antara variabel information sharing terhadap buyer- supplier relationship didapatkan hasil koefisien sebesar 0,004 dan T- statistic sebesar 0,02, dimana hasil T-statistic ini lebih kecil dari T tabel (1.96). Hal ini menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan pada Information Sharing terhadap buyer-supplier relationship dengan level signifikan 0,05.

4.3 Pengujian Hipotesis

Gambar 4.4. Hasil Model Struktural

(22)

Hasil dari pengolahan smartPLS versi 3.0 dapat dilihat pada Gambar 4.4 diatas. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada variabel commitment management memiliki nilai tertinggi pada CM2 (rasa saling percaya/trust) dengan nilai sebesar 0,908. Variabel collaborating planning memiliki nilai indikator tertinggi pada CP3 (terbuka pada mitra dalam berbagi informasi) dengan nilai sebesar 0,901. Variabel ketiga, yaitu information sharing memiliki nilai indikator tertinggi pada IS3 (informasi yang diperoleh dari mitra lengkap dan sesuai kebutuhan) dengan nilai sebesar 0,928. Variabel keempat, yaitu buyer-supplier relationship, memiliki nilai indikator tertinggi pada BS4 (perusahaan dan mitra berupaya meningkatkan kapasitas produksi) dengan nilai sebesar 0.929. Pada variabel supplay chain performance nilai indikator tertinggi pada SP1 (berhasil menjaga kestabilan pasokan bahan baku) dengan nilai sebesar 0,939. Nilai – nilai pada indikator-indikator yang tertinggi ini memiliki pengaruh dan menentukan keberhasilan dari penelitian.

0,387

0,337 0,344

Gambar 4.5. Hasil Analisa Model Struktural Setelah Trimming

Hubungan kausalitas yang dikembangkan dalam hipotesis ini perlu diuji dengan cara menguji hipotesis nol. Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan pengujian outer model untuk setiap indikator dan inner model yakni variabel laten eksogen terhadap endogen dan variabel laten endogen terhadap endogen. Berdasarkan uji signifikansi yang dilakukan pada sub bab 4.2.2.2, maka dilakukan triming dengan cara Commitment

management

Collaborative planning

Supplay chain performance Buyer-supplier

relationship

(23)

membuang jalur – jalur yang tidak signifikan sehingga didapatkan hasil analisa jalur pada Gambar 4.5.

Melalui Gambar 4.5, dapat dilihat kita lihat bahwa collaborative planning yang terbentuk dalam rantai pasok tidak berpengaruh atau tidak mempengaruhi buyer-supplier relationship. Top manajemen memiliki peranan yang paling besar terhadap terjalinnya buyer-supplier relationship, namun untuk mencapai supplay chain performance tentunya peranan buyer-supplier relationship sangat besar pengaruhnya.

4.4 Pembahasan

Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan model persamaan struktural (PLS) melalui program smartPLS menghasilkan bahwa dari enam hipotesis terdapat empat hipotesis yang diterima. Dua hipotesis yang kurang signifikan adalah collaborating planning berdampak positif terhadap buyer-supplier relationship, dan information sharing memberikan dampak positif terhadap buyer-supplier relationship.

4.4.1 Pengaruh Commitment Management terhadap Buyer-Supplier Relationship

Komitmen merupakan motivasi untuk memelihara dan memperpanjang hubungan (Handoko, 2008). Menurut Morgan dan Hunt (1994) komitmen harus menjadi sebuah variabel penting dalam menentukan kesuksesan hubungan. Berry dan Parasuraman (1991, dalam Handoko, 2008) menyarankan hubungan bergantung pada komitmen yang saling menguntungkan antara pembeli dan penjual. Ketika motivasi untuk memelihara hubungan tinggi, maka ada kemungkinan dimana kualitas hubungan juga tinggi. Hubungan yang awet menunjukkan sebuah kepastian derajad komitmen antara pembeli-penjual (Parsons, 2001). Studi Wetzels et.al. (1998), dalam Handoko, (2008) menyatakan semakin tinggi komitmen yang di bangun dari kepuasan dan kepercayaan maka semakin tinggi kualitas hubungan saluran antara pemasok dan penyalur. Hal senada juga dinyatakan oleh Morgan dan Hunt (1994), yaitu semakin tinggi komitmen

(24)

yang dibangun atas kepercayaan dan kepuasan layanan maka semakin tinggi kualitas hubungan yang berkesinambungan. Gundlach et.al., (1995, dalam Soetomo, 2004) menyatakan bahwa semakin tinggi komitmen yang dapat dibangun baik oleh pemasok maupun pembeli akan memperkokoh hubungan kerjasama yang mereka bangun.

Dari hasil pengolahan SmartPLS.3 pada penelitian ini menunjukkan nilai estimasi parameter pengaruh commitment management terhadap buyer-supplier relationship sebesar 0.337 dengan nilai critical ratio sebesar 2.03. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa commitment management memberikan pengaruh terhadap terjalinnya buyer-supplier relationship. Pada indikator perusahaan dan mitra menjalankan kontrak kerja secara konsisten (dalam variabel Commitment managent) mendapatkan respon yang penilaian yang tinggi, dimana implementasi dilapangan peneliti mendapatkan fakta bahwa komitment manajemen kepada mitra kerjanya untuk melakukan pembayaran kepada supplier sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati, memberikan dampak yang positif kepada kinerja supplier untuk memberikan pelayanan pasokan bahan baku lebih baik. Tidak kalah pentingnya untuk indikator perusahaan dan mitra kerja saling memupuk rasa saling percaya, dampak positif yang dirasakan kedua belah pihak adalah tidak ada rasa saling curiga dalam proses supplay dan penerimaan bahan baku sehingga kualitas hubungan kerja antara kedua belah pihak menjadi lebih baik (Handoko, 2008).

Untuk itu dapat disimpulkan bahwa untuk mendukung terjalinnya buyer-supplier relationship, sangat dibutuhkan commitment management yang menjalankan kontrak kerja secara konsisten dan komitment untuk memupuk rasa saling percaya atara perusahaan dan mitra kerjanya (Venska Stefani, Oki Sunardi, 2014).

4.4.2 Pengaruh Commitment Management terhadap Information Sharing Komitmen manajemen puncak terhadap mitra rantai pasok untuk memfasilitasi akses informasi akan meningkatkan aktivitas hubungan

(25)

kerjasama (Chambra dan Polo, 2010), serta dapat membantu menghindari konflik antar mitra rantai pasok (Kim et al., 2009). Untuk mendukung arus informasi yang transparan dari seluruh mata rantai pasok yang terlibat diperlukan komitmen disertai dengan ketersediaan database (Gaspersz, 2002). Komitmen manajemen puncak untuk terbuka dalam berbagi informasi memungkinkan anggota rantai pasok untuk mendapatkan, menjaga, dan menyampaikan informasi yang dibutuhkan untuk memastikan pengambilan keputusan manjadi efektif, dan merupakan faktor yang mampu mempererat elemen-elemen kolaborasi secara keseluruhan (Simatupang & Sridharan dalam Yaqoub, 2012).

Dari hasil pengolahan SmartPLS.3 pada penelitian ini menunjukkan nilai estimasi parameter pengaruh commitment management terhadap information sharing sebesar 0.273 dengan nilai critical ratio sebesar 1.13. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa commitment management tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap information sharing.

Peranan commitment management terhadap information sharing sangat penting dalam keberlangsungan rantai pasok (Chambra dan Polo, 2010). Namun dalam menjalankan hal tersebut sering terjadi kendala- kendala yang membuat komitmen manajemen tidak dapat dijalankan sepenuhnya. Seperti contohnya dari pihak manajemen perusahaan yang kurang kooperatif dalam berbagi informasi kepada pemasok, dimana pihak manajemen hanya menganggap kerjasama dengan supplier hanya sebatas pemenuhan bahan baku saja, sehingga pemasok tidak terlalu memahami rutinitas perusahaan dalam hal kebutuhan bahan baku perusahaan. Pihak manajemen perusahaan juga tidak memfasilitasi para karyawan dengan teknologi informasi yang memadai untuk melakukan transaksi informasi dengan mitra kerja seperti contoh pengadaan internet dan alat pendukungnya, karena pihak manajemen menganggap internet belum bisa dipergunakan diwilayah perusahaan karena layanan internet sering mengalami masalah. Untuk saat ini kebanyakan perusahaan memberikan informasi kepada mitra kerjanya melalui fax, namun pengiriman informasi

(26)

melalui fax saat ini kurang efektif karena kualitas informasi yang diberikan sering tidak dapat diolah dengan baik (kualitas tinta dan ketersediaan kertas fax). Dari permasalahan diatas peneliti menyimpulkan bahwa faktor karakteristik alam dan tidak adanya komitmen manajemen untuk terbuka dalam berbagi informasi dan memfasilitasi sarana teknologi informasi yang memadai, menjadi penyebab tidak siknifikannya variabel Commitment management terhadap Information sharing.

4.4.3 Pengaruh Commitment Management terhadap Collaborative Planning Penerapan supplay chain management akan semakin baik jika dalam sebuah perusahaan tercipta komitmen dan kolaborasi maupun komitmen dengan mitra kerja perusahaan. Brown et al. (1995) menyatakan ketika komitmen muncul diantara individu, maka perusahaan akan menciptakan tujuan dan nilai yang menguntungkan dan akan semakin dekat dalam pencapaian tujuan individu maupun tujuan perusahaan. Kolaborasi supply chain menghubungkan dua atau lebih anggota supply chain dalam membangun komitmen dan memper-tahankan proses hubungan dengan sasaran strategis, yang mana mereka menggunakan kemampuan intinya untuk menangani perubahan dan tantangan yang sesuai (Bowersox et al., 2003). Hubungan kolaboratif membutuhkan komitmen agar dapat bekerjasama dalam jangka panjang dengan kesediaan untuk saling berbagi risiko (Sahay & Maini, 2002). Sebuah komitmen yang kuat untuk berkolaborasi merupakan sarana untuk memastikan kelangsungan hubungan (Mugarura, 2010). Stefani & Sunardi (2014) yang mengatakan bahwa komitmen merupakan faktor utama yang mendukung kolaborasi perusahaan dengan supplier. Komitmen yang serius dari kedua belah pihak akan mendukung terlaksananya kolaborasi yang efektif. Komitmen memberikan dasar semangat kerjasama yang menuju pada terbentuknya kemitraan yang lebih kuat (Salam, 2011).

Dari hasil pengolahan SmartPLS.3 pada penelitian ini menunjukkan nilai estimasi parameter pengaruh commitment management terhadap collaborative planning sebesar 0.387 dengan nilai critical ratio

(27)

sebesar 3.14. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa commitment management memberikan pengaruh signifikan terhadap collaborative planning.

Dalam melakukan collaborative planning antar perusahaan dengan supplier harus ada rasa saling percaya (Trust) dikedua belah pihak agar kolaborasi yang dijalankan akan berjalan sesuai dengan harapan. Begitu juga dengan strategi perusahaan untuk memberikan solusi dalam penyelesaian masalah yang dialami mitra kerja, akan berdampak pada timbulnya rasa loyalitas dari mitra kerja terhadap perusahaan. Dalam kegiatan kolaborasi antara perusahaan dan mitra harus ada keterbukaan dalam berbagi informasi untuk mencegah kesalah pahaman informasi dan menghindari konflik.

4.4.4 Pengaruh Collaborative Planning terhadap Buyer-supplier Relationship

Kolaborasi yang yang dibangun oleh perusahaan dengan pemasoknya akan meningkatkan kemampuan pemasok sekaligus untuk mengembangkan pemasok (Tarigan, 2009). Stefani dan gunardi (2014) mengatakan bahwa dengan menjalin hubungan kerja dengan pemasok, maka kestabilan pasokan bahan baku dapat dipastikan sehingga memperlancar perencanaan dan pelaksanaan produksi. Hubungan perusahaan dengan pemasoknya merupakan kolaborasi yang paling kuat dalam konteks rantai pasok (Lestari, 2009). Kolaborasi rantai pasok diperlukan agar perusahaan mampu mengintegrasikan informasi dari berbagai mitra rantai pasok (Daugherty et al., 2005).

Melihat dari hasil pengolahan SmartPLS.3 pada penelitian ini menunjukkan nilai estimasi parameter pengaruh collaborative planning terhadap buyer-supplier relationship sebesar 0.152 dengan nilai critical ratio sebesar 0.77. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa collaborative planning tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap buyer-supplier relationship.

(28)

Peran collaborative planning terhadap hubungan antara pembeli dengan pemasok sangat penting, namun dalam kasus yang didapatkan dilapangan sangat berbeda, hal ini disebabkan pihak perusahaan enggan untuk terbuka dalam hal berbagi informasi, begitu juga dengan hal keterlibatan pemasok dalam perencanaan dan pengendalian stok bahan baku produksi, perusahaan sangat membatasi bahkan tidak melibatkan pemasok. Hal inilah yang menyebabkan pemasok enggan terlibat langsung dalam perencanaan dan pengendalian stok, pemasok hanya sebatas mengirim bahan baku setelah itu pemasok tidak merasa mempunyai tanggung jawab tentang pengendalian dan perencanaan stok bahan baku.

Inilah masalah yang didapatkan pada perusahaan tambang khususnya didaerah Banten.

4.4.5 Pengaruh Information Sharing terhadap Buyer-Supplier Relationship Ariani (2013) menyebutkan bahwa keberhasilan antara pembeli dan pemasok sangat tergantung pada sistem informasinya, dengan adanya informasi rekan bisnis dalam rantai pasok dapat diperhitungkan (Pujawan dan Mahendrawathi, 2010). Kurangnya keterbukaan dalam berbagi informasi dari pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok akan menimbulkan distorsi informasi (Parwati dan Andrianto, 2009). Dengan adanya sharing informasi maka rantai pasok di sebuah perusahaan bisa lebih efektif dan efisien, yang tentunya bisa berdampak pada biaya operasional. Selain itu kualitas informasi juga penting diperhatikan untuk menjaga kinerja yang baik antara pemasok dan perusahaan. Information sharing sangat diperlukan karena pemasok harus mengetahui keinginan perusahaan terhadap barang yang diinginkan dan sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Dalam penelitiannya, Filiani (2009) mengungkapkan bahwa sharing informasi berpengaruh positif terhadap kepuasan pemasok dalam hubungan kerjasama pembeli-pemasok.

Melihat dari hasil pengolahan SmartPLS.3 pada penelitian ini menunjukkan nilai estimasi parameter pengaruh information sharing terhadap buyer-supplier relationship sebesar 0.004 dengan nilai critical ratio

(29)

sebesar 0.02. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa information

sharing tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap buyer-supplier

relationship.

Ketidak signifikannya variabel information sharing terhadap buyer-supplier relationship disebabkan oleh keterbatasan infrakstruktur lingkungan tempat kerja/tambang sehingga informasi yang diberikan oleh mitra kerja ataupun sebaliknya tidak dapat diakses secara cepat. Contohnya adalah jaringan telepon seluler yang tidak stabil dan jaringan internet yang belum bisa menjangkau ke daerah proyek tambang.

4.4.6 Pengaruh Buyer-Supplier Relationship terhadap Supplay Chain Performance

Dari hasil pengolahan SmartPLS.3 pada penelitian ini menunjukkan nilai estimasi parameter pengaruh buyer-supplier relationship terhadap supplay chain performance sebesar 0.344 dengan nilai critical ratio sebesar 1.98. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa buyer- supplier relationship memberikan pengaruh signifikan terhadap supplay chain performance.

Tujuan perusahaan melakukan suatu hubungan kerjasama dengan pemasok adalah untuk mencapai performa rantai pasok yang ada di perusahaan menjadi lebih baik. Kepastian pasokan bahan baku, ketepatan jumlah pasokan, mengurangi masalah-masalah dalam pengiriman bahan baku dan peningkatan standart bahan baku merupakan kinerja yang dihasilkan dari kolaborasi antara perusahaan dengan pemasok atau disebut juga dengan supplay chain performance.

Hubungan perusahaan dengan supplier yang dibangun melalui komunikasi dan kolaborasi yang lebih efektif telah memberikan perbaikan- perbaikan pada performa produksi (Tarigan, 2009) . Ronald H. Ballou et al.

(2005) dalam bukunya business logistic/supply chain management mendefenisikan rantai pasokan sebagai seluruh rangkaian aktifitas yang berhubungan dengan aliran transformasi barang dari tahapan bahan baku sampai ke pengguna akhir, begitupun dengan aliran informasinya.

(30)

Material/barang bersama-sama mengalir dari hulu ke hilir dalam rantai pasokan. Sedangkan manajemen rantai pasokan menurut Ballou (2005) adalah integrasi dari seluruh aktifitas dalam rantai pasokan , sampai meningkatkan hubungan untuk mendapatkan keunggulan bersaing.

Pengintegrasian aktifitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan, seluruh aktifitas tersebut mencakup pembelian dan outsourching, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dan pembeli merupakan rangkaian aktifitas dalam manajemen rantai pasokan menurut Heyzer dan Render (2005),

Berdasarkan pendapat dari para peneliti-peneliti yang diuraikan diatas tergambar jelas betapa penting sebuah hubungan kerjasama rantai pasokan dalam sebuah perusahaan, jika kinerja rantai pasokan perusahaan meningkat maka perusahaan semakin dekat dengan tujuan akhirnya atau target yang ingin dicapai. Levi, Kaminsky, Levi (2000, dalam Arifin, 2004).

Gambar

Tabel 4.1. Kriteria sampel perusahaan berdasarkan lama operasi  Lama Perusahaan  beroperasi  %  1-5 Th  12.8  5-10 Th  53.8  10-20 Th  33.3  Total  100.0
Tabel 4.8. penilaian responden terhadap variabel commitment management
Tabel 4.9. penilaian responden terhadap variabel Collaborative Planning.
Tabel 4.10. penilaian responden terhadap variabel Information sharing.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan eksperimen tersebut, hasil klasifikasi dengan menggunakan box feature lebih baik daripada Koefisien Hurst.Berdasarkan hasil eksperimen yang telah dipaparkan

Metodologi yang diterapkan dalam studi ini adalah mempelajari pr~nsip-prinsip keselamatan lAEA yang terkait dengan disain clan manajemen kecelakaan, clan kemudian

Perairan Muara Badak memiliki 24 jenis plankton, dari hasil analisis indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi menunjukkan bahwa perairan ini

Setelah analisis data penelitian mendapatkan skor rata-rata keseluruhan keterampilan mengajar guru, yaitu 79 yang dapat dinyatakan bahwa keterampilan mengajar guru siswa

Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 9 (Lampiran), dan berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 10 (Lampiran) menunjukkan

Yani mengakui bahwa dalam perjalanan hidup bersama Joni beberapa kali dia mengeluh karena keadaan yang tidak bisa bertemu. Bahkan jika tidak diatasi, keluhan Yani berujung kepada

Untuk soal-soal pada jenjang C4 dibutuhkan pemahaman satu atau lebih konsep yang lebih mendalam untuk membedakan konsep yang satu dengan konsep lainnya sehingga

Hal ini berarti bahwa semua variabel bebas, yaitu tingkat pendapatan rumah tangga (YRT), jumlah anggota rumah tangga (ART), dan tingkat pendidikan kepala rumah