• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Atas tersusunnya Buku yang berjudul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KATA PENGANTAR. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Atas tersusunnya Buku yang berjudul"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Atas tersusunnya Buku yang berjudul Penguatan Pendidikan Karakter Bersumber Pada Nilai Luhur K.H.R. As’ad Syamsul Arifin. Buku tersebut merupakan upaya nyata mempersiapkan generasi emas Indonesia pada tahun 2045.

Buku yang Berada di hadapan pembaca ini merupakan sebuah Buku Suplemen. Buku Suplemen merupakan buku penunjang Pembelajaran guna melengkapi keterbatasan yang ada pada buku utama.

Kami memandang sangat perlu menyususun sebuah Buku Suplemen ini mengingat buku ini kami khususkan pada siswa Sekolah Dasar di semua jenjang, terlebih pada siswa kelas 4 Sekolah Dasar di Kabupaten Situbondo.

Sejauh penelusuran yang kami lakukan dalam penyusunan buku ini, dapat kami simpulkan bahwa belum ada buku yang secara spesifik menyajikan kisah hidup dan perjuang K.H.R. As’ad Syamsul Arifin, yang di khususkan untuk siswa Sekolah Dasar.

Buku yang ada saat ini, masih berupa buku umum yang dapat di baca oleh semua kalangan, namun belum terkhusus untuk siswa Sekolah Dasar itu sendiri.

Kami berharap atas tersusunnya buku ini, dapat memberi wawasan yang mendalam bagi siswa Sekolah Dasar sekaligus dapat menjadi sumber teladan dari Kisah Hidup dan perjuangan KHR. As’ad Syamsul Arifin dalam kehidupan sehari-hari

(4)

DAFTAR ISI

Halaman Sampul ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

Ilustrasi ... v

Masa Kelahiran, Kanak-kanak Hingga Remaja Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin ... 7

A. Kelahiran Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin... 7

B. Kepulangan Kiai Haji Raden (K.H.R) Syamsul Arifin Ke Pesantren Kembang Kuning ... 8

C. Perjuangan dan Dakwa Kiai Haji Raden (K.H.R) Syamsul Arifin di Pulau Jawa ... 9

D. Perjuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin ketika Mengembara di Pulau Jawa Mengikuti Jejak Sang Ayah ... 10

E. Perjuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) Syamsul Arifin beserta Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin dalam Mendirikan Pondok Pesantren ... 11

F. Kisah Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin Saat Menimba Ilmu di Pondok Pesantren hingga Tanah Suci Mekkah ... 14

Masa Perjuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin ... 17

A. Perjuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin Mengikuti Jejak Sang Ayah ... 17

B. Peran Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin Dalam Pelucutan Sisa Pasukan Jepang ... 18

C. Perjuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin Dalam Pertempuran 10 November ... 21

(5)

D. Perjuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin Dalam

Memimpin Perlawanan Grilya ... 22

E. Kembalinya Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin Ke Pondok Pesantren Sukorejo ... 24

F. Pejuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin Dalam Pengambilan Senjata Milik Penjajah ... 26

Pemetaan Nilai Karakter ... 34

Daftar pemetaan nilai pendidikan karakter berdasar pedoman kemendikbud ... 34

Pemetaan nilai karakter yang dapat diteladani oleh siswa Sekolah Dasar dari kisah hidup dan perjuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin ... 36

Latihan Soal ... 38

Soal Pilihan Ganda... 38

Soal Esai ... 41

Penerapan Nilai Karakter Yang Dapat Dilakukan Oleh Siswa Sekolah Dasar Dalam Kehidupan Sehari-Harinya ... 42

Catatan Guru ... 47

Daftar Rujukan ... 48

Riwayat Penulis... 49

(6)
(7)
(8)

A. Kelahiran Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin

iai Haji Raden (K.H.R) As'ad Syamsul Arifin (kiai As’ad)

lahir di perkampungan Syi'ib Ali di dekat Masjidil haram, Mekkah.

As’ad lahir dari pasangan Raden Ibrahim bin Kiai Ruham atau dikenal dengan nama Kiai Haji Raden (K.H.R) Syamsul Arifin atau Kiai Syamsul dan Siti Maimunah binti K.H. Muhammad Yasin pada tahun 1897.

Kelahiran As’ad disambut penuh kegembiraan, begitu sang bayi lahir dari rahim ibunya, Raden Ibrahim langsung memeluk dan membawa anak berdarah Madura itu lari menuju Ka’bah.

Ilustrasi : Ka’ba dan Perkampungan Syi'ib Ali

K

(9)

Jarak antara Syiib Ali dan Ka’bah tidak terlalu jauh, hanya sekitar 200 meter. Di sisi baitullah, sang ayah membisikkan lafaz azan dan kemudian menamakannya As’ad. Nama As’ad berasal dari bahasa arab yang berarti sangat bahagia, atau paling bahagia. Pemberian nama itu tentu berkenaan dengan kebahagiaan sang orang tua karena melahirkan seorang bayi di Tanah Suci. As’ad lahir saat sang ayah tengah berada dalam puncak kematangan sebagai penuntut ilmu yang sudah berpuluh tahun bermukim di Tanah Arab.

B. Kepulangan Kiai Haji Raden (K.H.R) Syamsul Arifin ke Pesantren Kembang Kuning

Ketika As’ad kecil berusia 6 tahun, K.H.R Syamsul Arifin (Kiai Syamsul) tiba-tiba membawa pulang As’ad ke tanah air, tepatnya pulang ke pesantren Kembang Kuning Pamekasan Madura. K.H.R Syamsul Arifin kembali ke kampung halamannya itu beserta istri dan anak pertamanya.

K.H.R Syamsul pulang kampung untuk

mengabdikan diri kepada

masyarakat tempat dia dilahirkan. Sedangkan Abdurrahman anak kedua beliau yang saat itu masih berusia 4 tahun dititipkan kepada Nyai Salkha, saudara sepupu Siti Maimunah yang bermukim di Kota Mekkah.

Di Kembang Kuning, K.H.R Syamsul Arifin kemudian membantu dan menggantikan ayahnya, Kiai Ruham untuk mengajar di pesantren. Namun,

(10)

belum lama beliau menggantikan sang ayah, istri tercintanya, Siti Maimunah jatuh sakit dan kemudian wafat. Jenazah Siti Maimunah kemudian dimakamkan dibelakang Masjid Jami’ Talang, sekitar 300 meter sebelah timur pesantren Kembang Kuning.

C. Perjuangan dan Dakwa Kiai Haji Raden (K.H.R) Syamsul Arifin di Pulau Jawa

Untuk mengembangkan ilmu dan memperluas perjuangan dakwahnya, K.H.R Syamsul Arifin

berniat untuk

mengembara ke

beberapa wilayah di Pulau Jawa. Keinginan tersebut juga didorong oleh pesan gurunya ketika berada di Mekkah. Semasa di Tanah Suci, K.H.R Syamsul Arifin pernah mendapat pesan dari gurunya, “jika sudah sampai di tanah air jangan lupa mendirikan pesantren untuk mengembangkan islam”. Pesan itu selalu diingat oleh K.H.R Syamsul Arifin. Setelah menetap hampir lima tahun lamanya di Pesantren Kembang Kuning akhirnya pada tahun 1908 K.H.R Syamsul Arifin meminta izin kepada ayahnya untuk merantau ke Pulau Jawa. Permohonan ini dikabulkan dan bahkan mendapat dukungan dari beberapa ulama di Madura.

K.H.R Syamsul Arifin kemudian meninggalkan Pesantren Kembang Kuning dan juga meninggalkan keluarganya. Saat ditinggalkan, As’ad pada saat itu masih berusia 10 tahun.

Ilustrasi : Suasana di Pelabuhan Panarukan Kabupaten Situbondo Sumber : http://centralnews.co.id/

(11)

K.H.R Syamsul Arifin menyeberang ke Tanah Jawa dengan sebuah perahu, menuju pelabuhan Panarukan, Situbondo. Setibanya di Panarukan, K.H.R Syamsul Arifin mengembara ke arah timur hingga bertemu sebuah pesantren di desa Kesambirampak, Kapongan, Situbondo. Pesantren tersebut diasuh oleh Kiai Muhammad Rais yang dikenal juga dengan Kiai Sambi. Di Pesantren ini Kiai Syamsul bermukim dan turut membantu mengajar agama.

Di Kesambirampak , K.H.R Syamsul Arifin tiba-tiba bertemu dengan seorang bernama Asadullah , ia memperkenalkan dirinya seorang Habib dari Semarang.

Asadullah lalu memberi saran agar K.H.R Syamsul Arifin kembali lagi ke Mekkah kerena untuk memimpin pesantren masih perlu tambahan ilmu. Saran itu diturutinya. Segera setelah terjadinya pertemuan dengan Habib Asadullah , K.H.R Syamsul Arifin berpamitan kepada keluarga Kiai Sambi dan orang tuanya di Kembang Kuning untuk berangkat lagi ke Makkah.

D. Perjuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin Saat Mengenbara di Pulau Jawa Mengikuti Jejak Sang Ayah

Sementara itu As’ad muda yang tumbuh sebagai remaja dan telah mondok serta belajar agama di Pondok Pesantren Banyu Anyar Madura dibawa bimbingan Kiai Haji Abdul Majid dan Kiai Haji Abdul Hamid. Di usia ini, ia memiliki keberanian yang luar biasa. Ia ingin menyeberang ke Jawa mengikuti jejak sang ayah.

Dalam perjalanan menuju Situbondo, As’ad muda memanfaatkannya dengan berdagang kecil-kecilan. As’ad muda membawa barang dagangan berupa rampan (barang-barang sejenis tali, cemeti, tikar dan lain-lain). Di saat As’ad menawarkan barang dagangan, tiba-tiba datang seorang yang mengaku Habib

(12)

bernama Hasan al-Musawa dari Semarang. Sang Habib tiba-tiba bertanya kepada Kiai As’ad: “Kamu ini siapa?

Dijawab, “Saya As’ad bin Ibrahim”. Mendengar

jawaban itu, sang Habib mengangguk-anggukkan kepala sambil menepuk- nepuk pundak As’ad seraya berkata: “Kamu tak perlu jualan, pulanglah dan sampaikan salam saya kepada ayahmu, As’ad langsung tercengang. Terlebih ketika Habib mengatakan bahwa As’ad lebih baik membantu ayahnya mendirikan pondok pesantren.

Sebelum kembali ke Madura, Kiai As’ad rupanya ingin kejelasan dari pesan- pesan sang Habib itu. Sambil membawa barang dagangannya, ia pun lantas mengembara ke arah timur sesuai arah yang ditunjuk oleh Habib Hasan al- Musawa. Bagi Kiai As’ad yang kental dengan kultur Madura, petunjuk dari Habib al-Musawa tentu dianggapnya bukan pesan biasa. Tempat yang ditunjukkan oleh sang Habib pun tentu bukan tempat yang sembarangan.

Karenanya, sebelum dia melapor kepada keluarga di Kembang Kuning, Kiai As’ad memberanikan diri menjajaki kemungkinan lokasi itu.

E. Perjuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) Syamsul Arifin beserta Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin dalam Mendirikan Pondok Pesantren

Setelah dianggap cukup menimba ilmu untuk kedua kalinya di Mekkah, K.H.R Syamsul Arifin kembali lagi ke Kembang Kuning. Bagi As’ad kedatangan sang ayah kali ini merupakan momentum yang sangat penting untuk menceritakan

(13)

pengalamannya, baik yang berhubungan dengan peristiwa pembakaran hutan di Desa Sumberejo lokasi yang telah dijajaki As’ad untuk membangun pesantren, maupun terkait pesan Habib al-Musawa yang terus melekat pada pikirannya.

Setelah mendengarkan cerita putranya itu, K.H.R Syamsul Arifin segera bertolak menuju Situbondo. Pada perantauan kedua kalinya ini, K.H.R Syamsul Arifin bersama putranya As’ad yang kelak menjadi kiai karismatik bernama K.H.R As’ad Syamsul Arifin langsung menyeberang menuju pulau jawa bagian timur itu. Setibanya di Situbondo, K.H.R Syamsul Arifin langsung menuju kediaman Kiai Sambi yang berada di lingkungan Pesantren Kesambirampak . Setelah itu, mereka bersilaturrahmi ke Kiai Nahrawi, Penghulu Situbondo. Di rumah penghulu itu, K.H.R Syamsul Arifin kembali bertemu Habib Asadullah yang dulu pernah menyarankan kembali lagi ke mekkah dan juga bertemu dengan Habib Hasan al-Musawa yang pernah ditemui oleh As’ad muda.

Dalam pertemuan itu, kedua tokoh tersebut kembali mengatakan bahwa sudah saatnya K.H.R Syamsul Arifin membangun Pondok Pesantren sendiri. Jika K.H.R Syamsul Arifin berminat, maka kedua tokoh itu pun bersedia menunjukkan lokasi yang tepat. Mendengar tawaran itu, K.H.R Syamsul Arifin langsung setuju. Namun, baik Habib Asadullah maupun Habib al-Musawa menyarankan agar K.H.R Syamsul Arifin dan As’ad bersilaturahmi dulu kepada Kiai Abdul Alim yang tinggal di wilayah Banyuputih. Saran itu pun diturutinya.

Tiba di Banyuputih, K.H.R Syamsul Arifin agak terkejut pasalnya, apa yang pernah dikatakan gurunya di Makkah ternyata betul. Kala itu sang guru menuturkan “suatu ketika kamu (Syamsul) akan bertemu seorang alim yang

(14)

sedang bertapa, dan itu tanda bahwa kamu (Syamsul) sudah saatnya mendirikan pondok pesantren untuk mengembangkan ajaran islam”.

Terbukti, ia bertemu Kiai Abdul Alim tidak di sebuah rumah, tapi justru di sebuah gua karena dia sedang bertapa. K.H.R Syamsul Arifin segera teringat pesan kedua habib, jika sudah sampai di tempat Kiai Abdul Alim sebaiknya sabar menunggu. K.H.R Syamsul Arifin dan As’ad pun kemudian menunggu di mulut gua.

Tak lama kemudian, kedua Habib tadi datang menyusul. Lalu mengajaknya berjalan ke arah timur menuju hutan belukar di wilayah desa Sumberejo. Ketika memasuki kawasan tengah hutan yang banyak kolamnya, mereka dihadang dua ekor harimau putih. Tentu saja, K.H.R Syamsul Arifin dan As’ad merasa takut. Namun, kedua Habib itu ternyata tenang-tenang saja. Mereka malah bergerak mendekati kedua harimau itu dan berkata, minggir dulu, kami akan lewat. Kedua harimau putih itu pun pergi meninggalkan mereka. Gangguan serupa datang lagi sebelum sampai ketempat tujuan, tetapi selalu bisa diatasi dengan mudah oleh kedua Habib tersebut. Akhirnya sampailah pada sebuah kolam di tengah hutan. Disinilah, kedua Habib itu menancapkan tongkat sembari berkata kepada K.H.R Syamsul Arifin “Disinilah tempat yang baik untuk kamu”. Lokasi itu, tidak begitu jauh dari hutan yang telah dibabat oleh Kiai As’ad ketika merantau ke tanah jawa untuk pertama kalinya.

(15)

F. Kisah Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin Ketika Menimba Ilmu di Pondok Pesantren hingga Tanah Suci Mekkah

Sejak muda KH. As’ad adalah pencinta ilmu, rentetan Ulama dan Kiai terkemuka dari dalam dan luar negeri membina beliau. Pengalaman belajar dari berbagai guru inilah yang kelak membentuk karakter kuat dan ketangguhan diri K.H.R As’ad Syamsul Arifin.

Ketika As’ad muda berusia 16 tahun, ia di kirim ke Mekkah oleh ayahnya untuk bersekolah di Madrasah Shaulatiyah Mekkah. Belajar ilmu nahwu dan bahasa Arab berguru kepada Syaikh Hasan al-Massad, belajar tauhid dan fiqh kepada Sayyid Muhamad Amin Al-Qutby, belajar bahasa Arab kepada Sayyid Hasan Al- Yaman, belajar ilmu tasawuf kepada Sayyid Abbas Al-Maliki, belajar tafsir kepada Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki. Setibanya di tanah air As’ad muda masih harus berkelana di beberapa pondok pesantren antara lain Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan

dibawa bimbingan Kiai Haji Nawawi, Pondok Pesantren Buduran Panji Sidoarjo dibawa bimbingan Kiai Haji Khozin, Pondok Pesantren Demangan Bangkalan dibawa bimbingan Kiai Haji Moh. Kholil bin Abdul Latif, Pondok Pesantren

Tebuireng Jombang dibawa asuhan Kiai Haji Hasyim Asy’ari.

Pada saat As’ad menimba ilmu kepada beberapa ulama’, As’ad muda terkenal dengan karakter santri yang patuh pada gurunya. Setiap perintah dari sang

(16)

guru selalu As’ad lakukan dengan sepenuh hati. As’ad juga tidak pernah mengeluh pada saat menuntut ilmu, ia cenderung menyelesaikan hafalan kitabnya dengan senang dan riang hati. Kehidupan As’ad di pondok pesantren juga sangat sederhana, misalnya saja As’ad menggunakan keranjang untuk menyimpan pakaiannya, padahal sang ayah K.H.R Syamsul Arifin telah memberikan koper yang bagus untuk As’ad sebagai tempat menyimpan pakaiannya. Namun pemberian itu tidak digunakannya, As’ad lebih memilih keranjang biasa sebagai tempat pakaiannya.

As’ad muda tergolong santri yang cepat menghafal banyak kitab, ketekunannya dalam membaca banyak kitab juga semakin mempermudah As’ad menghafal isi kitab-kitabnya. Selain sebagai santri yang tekun belajar dan sangat haus akan ilmu pengetahuan, As’ad juga dikenal dengan santri yang sangat mandiri.

Karakter santri mandiri itu tercermin dari karakter As’ad yang tidak mau merepotkan orang tuanya ketika meminta uang saku. Selama As’ad masih menjadi seorang santri, ia juga menjual beberapa bahan rumah tangga. Seperti yang sudah ditulis pada paragraf sebelumnya bahwa kebiasaan As’ad muda yang menjual rampan ketika sedang mengembara juga terus berlanjut ketika As’ad kembali menjadi seorang santri.

Sikap Sabar, Giat dan patuh terhadap kiai sangat nampak pada diri As’ad muda. Ketaatan pada sang guru tercermin dari perilaku As’ad muda yang senantiasa mengerjakan tugas dari sang guru dengan sangat baik. Beberapa kisah lainnya As’ad juga sering sekali membantu untuk mengumpulkan kayu bakar guna keperluan pondok, serta tugas-tugas lainnya yang telah dibagi dan As’ad mendapat tugas itu. Tunduk dan kepatuhan As’ad juga sangat nampak dari amanah yang di titipkan oleh KH. Holil Bangkalan (sang guru) kepadanya

(17)

berupa sebuah Tongkat dan Tasbih untuk di serahkan pada KH. Hasyim Asy’ari.

Dalam perjalanan mengantarkan Tongkat dan Tasbih yang diantarkan secara bergantian itu, As’ad muda tidak berbicara sepanjang perjalanan hingga sampai di kediaman KH. Hasyim Asy’ari. Demikian pula ketika mengantarkan Tasbih, As’ad tidak berani memegang Tasbih itu. As’ad menganggap barang itu adalah milik orang lain yang berarti bukan miliknya, sehingga ia sangat menjaga barang itu sebagai wujud kepatuhan dan sikap amanah yang tercermin dari diri As’ad muda.

Kejujuran, sikap rendah hati, mandiri, dan giat dalam menuntut ilmu pada saat pengembaraan As’ad muda itulah yang melatarbelakangi dan mempengaruhi kepribadian beliau. Misalnya dalam hal perjuangan Kiai As’ad meneladani Kiai Hasyim Asy’ari, sedangkan ahklak beliau meneladani Kiai Holil Bangkalan.

Adapun dzikir beliau meneladani Kiai Jazuli Pamekasan, dan dalam hal keilmuan beliau berguru kepada Kiai Khozin Sidoarjo.

(18)

Masa Perjuangan Kh. As’ad Syamsul Arifin

A. Perjuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin Mengikuti Jejak Sang Ayah

Perjuangan K.H.R As’ad Syamsul Arifin atau yang lebih dikenal dengan Kiai As’ad sangat nyata dan sangat dirasakan oleh masyarakat khususnya di daerah tapal kuda terlebih kabupaten Situbondo. Kecintaan terhadap Negara dan Bangsa tidak dapat diragukan lagi. Dalam menanamkan kecintaannya terhadap tanah air dan bangsa, Kiai As’ad mengimplementasikan ide, gagasan, dan gerakan perjuangan melalui barisan kepemudaan dan kemasyarakatan secara umum. Sebuah gerakan nyata yang digagas Kiai As’ad, yang mengikuti jejak sang ayah yaitu Kiai Syamsul Arifin adalah gerakan perjuangan kemasyarakatan bernama pelopor. Pelopor dirintis oleh Kiai Syamsul Arifin pada zaman penjajahan Hindia Belanda, jauh sebelum Jepang masuk ke Indonesia. Pelopor merupakan wadah masyarakat dan pemuda yang dibina pesantren Sukorejo untuk dakwah dan perjuangan.

(19)

B. Peran Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin Dalam Pelucutan Sisa Pasukan Jepang

Pada tahun 1943, Kiai As’ad mengembangkan barisan pelopor. Jika sebelumnya anggota barisan tersebut berkiprah dalam bidang dakwah dan syiar islam di kampung-kampung, maka saat Ini dikembangkan dalam perjuangan, terutama dalam rangka mengusir penjajah. Barisan ini juga mendorong masyarakat secara umum untuk ikut dalam barisan Hizbullah dan Sabililah. Hizbullah adalah laskar santri, sedangkan Sabilillah adalah laskar kiai yang mengawasi Hisbullah agar tidak menyimpang.

Anggota pelopor (gerilyawan) menyebar ke seluruh daerah karesidenan Besuki, terutama daerah basis masyarakat Madura. Misalnya Situbondo, Bondowoso, Jember dan Banyuwangi. Anggota gerilyawan ini juga banyak berada diluar karesidenan Besuki misalnya Lumajang, Surabaya, dan Madura. Karena itu jumlah anggota gerilyawan ini sangat banyak hingga berjumlah kurang lebih 30.000 orang.

Wadah pejuang Hizbullah dan Sabilillah yang telah berdiri, segera diikuti oleh masyarakat secara luas dan Kiai As’ad menjadi komando laskar Sabillah di karesidenan Basuki pada tahun 1943. Pada tanggal 22 Oktober 1945 diadakan pertemuan para Kiai dan Laskar Pejuang yang telah bersepakat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari pasukan Belanda yang akan menjajah lagi. Kiai As’ad termasuk salah seorang Kiai yang menghadiri pertemuan tersebut. Setelah itu Kiai As’ad dan salah seorang kepercayaannya melakukan sosialisasi berdasar keputusan yang telah disepakati dalam pertemuan. Beliau segera menuju pulau Madura untuk menyampaikan hasil keputusan musyawarah Kiai dan para pejuang, Kiai As’ad langsung menuju

(20)

Pondok pesantren untuk bertemu para Kiai dan Santri. Setelah kembalinya Kiai As’ad menghimpun pasukan pemuda, maka dilakukanlah gerakan untuk pertama kalinya. Masyarakat, Santri dan Pemuda dilatih untuk menghadapi Belanda yang telah merencanakan untuk datang dan menjajah Indonesia lagi.

Langkah pertama yang dilakukan Kiai As’ad yaitu memimpin pelucutan pasukan Jepang di Garahan kabupaten Jember pada akhir Oktober hingga awal November 1945. Dalam sebuah gedung perdebatan antara para pejuang dan tentara jepang semakin memanas, masing-masing pihak mempertahankan argumentasi dan bersikukuh dengan pendiriannya. Para pejuang yang hadir lantas berteriak “Negeri ini milik kami bukan milik Gubernur, bukan milik Presiden apalagi milik Jepang, kalian harus meninggalkan negeri ini” Ucap Kiai As’ad sambil menggebrak meja dihadapannya. Pemimpin Jepang bercucuran keringat dingin tampak sangat ketakutan, keangkuhan pasukan Jepang tersebut dapat ditaklukkan dengan gertakan Kiai As’ad Syamsul Arifin.

Ilustrasi : Tentara Jepang yang Telah Menyerah

Diluar gedung pertemuan itu, beberapa ribu orang berkumpul, Mereka bergerombol sambil membawa senjata tradisional. Masyarakat yang berkumpul

(21)

sudah tidak tahan lagi, ingin menangkap tentara Jepang yang tersisa. Tentara Jepang takut dan tidak berani menegur. Para tentara Jepang yang beberapa bulan lalu amat gagah, sekarang berjalan lunglai, apalagi saat digiring naik truk ke Stasiun Balung Tutul. Mereka hanya diperkenankan membawa pakaian dan makanan.

Setelah peristiwa pelucutan tentara jepang, perjuangan K.H.R As’ad terus berlanjut. Kali ini berperan dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Saat itu situasi di kota Surabaya cukup memanas. Ketegangan ini berawal saat pendaratan 6.000 tentara Inggris di Tanjung Perak, yang dipimpin oleh AWS Mallaby pada tanggal 25 Oktober 1945. Seperti yang telah diprediksi sebelumnya oleh para pejuang, kedatangan tentara Inggris ini cepat mendapat respon dan reaksi keras dari para pejuang.

Perlawanan para pejuang atas kedatangan pasukan Inggris itu mencapai puncaknya ketika AWS Mallaby gugur dalam sebuah pertempuran pada tanggal 30 Oktober 1945. Kemudian pada tanggal 1 November 1945 terdapat 1500 pasukan Inggris yang mendarat secara diam-diam di Surabaya yang

Ilustrasi : Kedatangan Pasukan Inggris di Surabaya

(22)

selanjutnya disusul oleh 24.000 prajurit dengan persenjataan lengkap, Tank, Meriam dan Pesawat tempur

C. Perjuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin dalam Pertempuran 10 November

Pada pagi hari tanggal 10 November 1945, Tentara Inggris mulai mengadakan penyerangan dan pengeboman. Kota Surabaya digempur dari laut, darat dan udara.

Maka pecahlah perang antara rakyat Surabaya dan tentara sekutu. Korban berjatuhan, dan Kota Surabaya bisa dikalahkan setelah diadakan pertempuran sengit selama 3 minggu. Padahal dalam perkiraan panglima tentara Inggris, Surabaya akan dapat dikalahkan hanya selama beberapa hari.

Mendengar pertempuran di Surabaya yang begitu dahsyat Kiai As’ad mengirim anggota Gerilyawan, Pasukan Hizbullah dan Sabilillah dari Situbondo. Komando pasukan tersebut berada di tangan Kiai As’ad Syamsul arifin. Pasukan Gerilyawan dan Sabilillah dari Situbondo ini juga bergabung dengan laskar Hizbullah sebagai garda terdepan saat pertempuran. Para pasukan dikirim menuju Tanjung Perak dan kemudian bertempur hebat di Jembatan Merah.

Pengikut Kiai As’ad yang berasal dari Bondowoso juga langsung menuju Tanjung perak kemudian membantu para pejuang yang telah bertempur di

Ilustrasi : Pertempuran 10 November di Surabaya

(23)

Jembatan Merah itu. Kiai As’ad terlibat aktif memimpin pertempuran di Surabaya.

Dalam pertempuran itu para Kiai bermarkas di rumah Kiai Yasin jalan Blauran No. 4/25.

Di rumah itu berkumpul para Kiai diantaranya Kiai Ghufron, Kiai Ridwan, Kiai Ali, Kiai Muhammad Sedayu, Kiai Maksum, Kiai Mahrus Ali Kediri dan beberapa Kiai lainnya. Para Kiai inilah yang memompa semangat para anggota pasukan Gerilyawan, Hizbullah dan Sabilillah serta para pejuang lainnya.

Selama berhari- hari para pejuang melawan pasukan sekutu, sementara itu Kiai As’ad menuju Gedangan Sidoarjo, untuk menyusun strategi kembali.

Pasukan bantuan yang berasal dari Situbondo segera berangkat. Pasukan bantuan itu merupakan Gerilyawan dan Sabilillah, mereka menuju Sidoarjo menggunakan kereta api melalui Stasiun Sumber kolak. Peran Kiai As’ad memimpin pertempuran Surabaya hingga usai.

D. Perjuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin dalam Memimpin Perlawanan Grilya

Kiprah Kiai As’ad Syamsul Arifin dalam perjuangan fisik kembali berlanjut dalam memimpin perang gerilya di karesidenan Besuki. Suatu hari setelah Agresi militer Belanda I pada tahun 1947 Kiai As’ad bersama para gerilyawan mengadakan perjalanan mengambil senjata dan amunisi di daerah Dabasah Kabupaten Bondowoso.

Ilustrasi : Musyawarah Para Kiai Dalam Menyusun Strategi

(24)

Pada Agresi militer Belanda I, pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melakukan penyerangan, dengan sasaran sudut timur daerah Malang dan Besuki. Untuk melaksanakan operasi militer yang disebut operasi “Product Zuid”. Operasi tersebut dipimpin oleh Jenderal Mayor dan Mr. De Bruyne sebagai panglima divisi A. Mereka menugaskan Brigadir Marinir yang dipimpin Kolonel Marinir W.A.J. Roelofsen. Jika dilihat dari nama operasi dan daerah sasaran, menunjukkan tujuan operasi itu memang untuk menguasai hasil pertanian dan perkebunan. Sedangkan di daerah Malang dan Besuki, memang merupakan gudang beras dan hasil perkebunan. Operasi ini didahului dengan pendaratan pasukan di Pasir Putih Situbondo dan di teluk Meneng Banyuwangi. Lalu bergerak menuju kota-kota di daerah Besuki, Bondowoso, Jember, dan Lumajang. Selain menguasai daerah timur, ada pula pasukan yang bergerak dari Pasir Putih menuju arah Probolinggo sampai Pasuruan, lalu bertemu dengan pasukan yang berasal dari Surabaya menuju Malang.

Setelah Belanda mendaratkan pasukan di daerah Pasir Putih Situbondo, Kiai As’ad menyuruh Kiai Chudlori (salah seorang pengurus pesantren), untuk menulis surat. Surat tersebut antara lain, berisi berita tentang penyerangan oleh tentara Belanda. Surat itu dikirim kepada beberapa Kiai dan tokoh

Foto : Pendaratan Pasukan Belanda di pasir putih Situbondo Strategi

(25)

gerilyawan di daerah karesidenan Besuki, terutama di daerah Bondowoso dan Jember. Kepada para kiai, Kiai as’ad menghimbau untuk membekali beberapa pemuda di desanya dengan keterampilan mempertahankan diri jika sewaktu waktu ada penyerangan dari pihak Belanda.

Hanya beberapa hari setelah pendaratan, pasukan Belanda di Pasir Putih dan Pantai Meneng Banyuwangi, seluruh daerah karesidenan Besuki berhasil diduduki Belanda. Namun tentara Belanda tidak berhasil masuk ke wilayah timur Situbondo.

E. Kembalinya Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin ke Pondok Pesantren Sukorejo

Penguasaan daerah-daerah di timur Pulau Jawa ini membuat para pejuang berkumpul di Pesantren Sukorejo. Pesantren Sukorejo memang menjadi tempat yang relatif aman untuk berkumpulnya para pejuang dari berbagai daerah di Jawa Timur. Lokasi pesantren yang berada di tengah hutan menjadi tempat yang strategis untuk mengumpulkan kekuatan. Di Sukorejo mereka dilatih, digembleng jiwa dan rohaninya.

Peta Regional Tapal Kuda

(26)

Ilustrasi : Pejuang yang Sedang Berlatih Mengantisipasi Penyerangan Oleh Tentara Belanda

Banyak pejuang dari Madura, Probolinggo, Besuki, Jember, Bondowoso, dan Banyuwangi yang bergabung di Sukorejo. Di antaranya adalah Mayor Rasyid, Letnan Zainuddin, Letnan Madjid, Letnan Dua Abuyamin, Kolonel Chandra Hasan, Kiai Rahbini Sumenep, Kiai Sulton Mahmud Nahrowi, Kiai Junaidi Asmuni pendiri Pesantren Bustanul Makmur Kebun Rejo Banyuwangi, Kiai Haji Raden Bakir Abdul Majid pendiri Pesantren An-Nur Kalibaru Banyuwangi, Lora Khozin Ilyas Guluk-Guluk, Lora Jufri Madura, Kiai Zaini Mun’im dari Madura pendiri pesantren Nurul jadid Paiton, Probolinggo, dan ratusan para pejuang lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang berlindung di Pesantren Sukorejo. Mereka menyamar menjadi santri. Selain itu kesatuan macan putih dari Banyuwangi yang telah melakukan pertempuran dengan pasukan Belanda juga bergabung dengan pejuang lainnya di Pondok Pesantren Sukorejo.

Kiai As’ad menerima dengan tangan terbuka setiap pejuang yang ingin bergabung di Pondok Pesantren Sukorejo. Kiai As’ad menggerakkan pasukan gerilyawan untuk mengumpulkan logistik dalam waktu singkat. Pengumpulan logistik berupa bahan makanan dapat terkumpul dengan cepat dan kemudian dibagikan kepada para pejuang yang berada di Pondok Pesantren tak terkecuali

(27)

di kirimkan juga untuk para pejuang yang bergerilya di dalam Hutan. Selain mendapat bantuan dari masyarakat Kiai As’ad juga menyiapkan bahan makanan untuk para pejuang setiap harinya. Setiap hari Kiai As’ad memotong dua ekor sapi untuk lauk para pejuang hingga jumlahnya mencapai 480 ekor sapi.

F. Perjuangan Kiai Haji Raden (K.H.R) As’ad Syamsul Arifin dalam Pengambilan Senjata Milik Penjajah

Dalam upaya menghadapi pasukan Belanda Kiai As’ad beserta para pejuang merencanakan siasat untuk

mengambil persenjataan Belanda yang berada di kabupaten Bondowoso.

Para pejuang berencana menuju gudang Mesiu dengan menyusuri hutan dan gunung, mereka

meneguhkan hati untuk berangkat seusai sholat subuh. Kiai As’ad memandangi para pejuang satu per satu. Beliau senantiasa mewanti wanti untuk merahasiakan rencana ini, sebab banyak sekali mata-mata Belanda yang terus mengawasi mereka.

Para pejuang yang telah siap, segera melangkah menuju gerbang luar pondok kemudian bunyi dentuman terdengar di angkasa. Terlihat api berkobar dari ekor pesawat yang terus berputar- putar, pesawat itu sepertinya menuju pantai yang berada tidak jauh dari pondok pesantren Sukorejo. Para gerilyawan terheran heran melihatnya tidak berapa lama terdengar ledakan di atas pondok

Ilustrasi : Keberangkatan Kh As’ad Syamsul Arifin

Menuju Gudang Senjata di Bondowoso

(28)

pesantren, rupanya pesawat itu tengah menjatuhkan bom di Pondok Pesantren, namun terlebih dahulu meledak di udara. Orang–orang yang menyaksikan itu terpana, sontak seisi pondok pesantren ribut. Mereka berlarian hendak mengetahui kondisi pesawat yang jatuh akibat bom itu. Para pengurus pondok pesantren menenangkan para santri, sementara Kiai As’ad beserta pasukan gerilyawannya melanjutkan perjalanan.

Dalam perjalanan itu Kiai As’ad menunggangi kuda putih kesayangannya. Kuda putih itu tak tampak lelah meskipun telah berjalan jauh dengan medan berliku, berbatu, dan menanjak.

Memasuki perbatasan desa Bayeman Kiai As’ad memilih untuk berjalan kaki karena jalan semakin sulit. Kuda putih beliau dititipkan pada salah seorang pejuang untuk diantarkan pulang ke Sukorejo. Sepanjang perjalanan Kiai As’ad berpenampilan layaknya rakyat jelata. Sehingga, tak seorang pun warga yang mengenal Kiai As’ad saat berpapasan di jalan. Di desa Bayeman itu, Kiai As’ad memerintahkan untuk beristirahat sejenak di sebuah pasar. Tak berapa lama ketika Kiai As’ad melanjutkan perjalanan tiba-tiba seorang remaja berlari dan mendekat. Remaja itu menggambarkan bahwa pasukan Belanda yang mendarat di teluk Meneng Banyuwangi juga sedang menuju gudang senjata di Bondowoso. Belanda hendak menangkap gerilyawan melalui jalur belakang, mereka telah berhasil melewati para pejuang yang mencoba menahannya.

Menurut remaja itu banyak penduduk yang ketakutan dan mengungsi ketempat yang aman. Setelah melewati desa Bayeman, jalan semakin sulit dilalui.

Nampak rumah penduduk yang sangat sederhana terbuat dari bambu sangat jarang ditemui. Rumah- rumah penduduk itu dipisahkan oleh kebun dan hutan sehingga suasana sepi dan sunyi semakin terasa.

(29)

Ilustrasi : Desa yang dilalui oleh ronmbongan Kh As’ad Syamsul Arifin

Pasukan gerilyawan yang telah jauh berjalan meninggalkan desa Bayeman kembali beristirahat sebelum memasuki hutan. Dari arah lainnya pasukan Belanda mulai bertambah dekat. Mereka menerobos ke dalam hutan dan pegunungan menuju bondowoso, dengan tujuan menangkap para gerilyawan yang berada di dalam hutan.

Perjalanan pun mereka lanjutkan kembali ketika menemukan tempat yang lapang mereka melaksanakan sholat terlebih dahulu. Saat beristirahat, seorang pasukan gerilyawan menyempatkan untuk melantunkan ayat suci Al-Quran.

Lantunan ayat suci Al-Quran yang terdengar di tengah hutan memecah kesunyian sehingga membuat rasa penat dan cemas dihati menjadi sirna.

Pasukan gerilyawan, melanjutkan perjalanannya. Mereka sangat kaget ketika memasuki desa Lanas, seorang kepala desa yang juga anggota gerilyawan telah gugur. Pasukan gerilyawan semakin heran rombongan pasukan khusus Belanda telah lebih dahulu mencapai tempat itu. Mereka pun melanjutkan perjalanannya, Kiai As’ad dan anggota pasukan gerilyawan terkejut melihat warga yang ketakutan karena rumah mereka telah dirusak oleh pasukan Belanda. Dari kejauhan terdengar sayup-sayup suara pesawat, kepulan asap

(30)

membumbung tinggi terlihat berasal dari rumah penduduk yang terbuat dari bambu. Dari rumah itu hanya tersisa perabotan tembikar yang hangus di antara puing-puing rumah.

Ilustrasi : Pasukan Belanda yang Mencari Keberadaan Kh As’ad Syamsul Arifin

Tengah malam pasukan gerilyawan tiba di desa Leces. Disana, Kiai As’ad mendapat laporan dari kepala desa bahwa pasukan Belanda tengah mencari keberadaan pasukan gerilyawan yang menuju gudang senjata di desa Dabasah Bondowoso itu.

Tibalah Kiai As’ad beserta pasukan gerilyawan di desa Pangarangan setelah melewati seratus desa. Desa Pangarangan merupakan desa terakhir yang berada di sebelah desa Dabasah tempat gudang senjata dan mesiu milik Belanda. Kiai as’ad mengadakan rapat untuk merancang strategi dengan sembunyi-sembunyi dekat kebun tebu. Disana beliau menunjuk orang-orang yang akan masuk ke gudang Belanda. Pasukan gerilyawan menyusuri sungai yang airnya kering untuk sampai ke gudang senjata dan mesiu. Setibanya di gudang, seorang gerilyawan melompat dari parit untuk melihat situasi di

(31)

sekitar gudang. Anggota yang lain terus bersiaga dan mengawasi rekannya.

Rupanya setelah kekalahan Jepang, sisa pasukan Belanda kembali menguasai gudang itu. Sisa senjata akan dipergunakan kembali untuk pasukan Belanda yang akan datang kembali ke Indonesia.

Anggota gerilyawan yang diberi tugas menyusup dalam gudang tidak terlihat oleh pasukan penjaga. Pasukan Belanda hanya mondar mandir berjaga dan kebingungan ketika terdengar bunyi kemerisik daun kering yang terinjak oleh pasukan gerilyawan. Misi mengambil senjata tidak mengalami hambatan berarti. Pasukan gerilyawan berhasil mengambil 24 senjata api dan amunisinya serta mortir dan granat. Setelah tahu gudang mereka dibobol dan rekan mereka dilumpuhkan sontak suara tembakan membahana memecah kesunyian ditengah malam. Pasukan Belanda menembak secara membabi buta ke segala arah, seraya melarikan diri. Pasukan Belanda itu nampak panik sekali, mengingat senjata yang telah hilang. Namun mereka juga meresa keheranan, karena tak satupun pasukan yang melihat orang mengambil senjata di gudang.

Pasukan gerilyawan segera menjauh dari area gudang menuju hutan. Namun para gerilyawan bertekad untuk mengusir Belanda dari tanah air. Di desa Pangarangan itulah pasukan gerilyawan terlibat pertempuran sengit dengan tentara Belanda. Kejadian hilangnya senjata dan misiu membuat pemimpin pasukan Belanda geram. Pasukan Belanda yang berjumlah lebih besar berdatangan mereka terus memburu pasukan gerilyawan yang berada di dalam hutan.

(32)

Ilustrasi : Pertempuran Para Pejuang Melawan Pasukan Belanda Di Situbondo

Agresi militer Belanda telah berhasil menduduki Situbondo, Besuki dan sekitarnya. Namun Belanda masih belum bisa memasuki wilayah timur dari daerah ini. Mengetahui bahwa arjasa sebagai pintu masuk ke Pesantren Sukorejo yang menjadi basis perlindungan para gerilyawan, pimpinan pasukan Belanda segera mengerahkan pasukannya. Saat pergerakan pasukan Belanda kerah arjasa para gerilyawan menghambat laju kendaraan tentara dengan cara membentangkan kayu yang telah di tebang geriliyawan, tidak lupa batu dan bambu juga digunakan sebagai hambatan di tengah jalan. Sementara itu Pasukan Belanda yang mendarat di teluk Meneng, juga tidak dapat masuk melalui hutan baluran. di sisi timur itu pasukan gerilyawan membuat garis pertahanan yang berada di desa Kelompang Bungkuk, Banyuputih. Hutan yang lebat dan banyak jebakan di dalamnya sedikit menghalangi perjalanan pasukan Belanda. Dikarenakan pasukan tidak dapat menembus hutan lebat itu, tiga bulan kemudian Belanda mendatangkan armada laut dan udara. Kali ini Belanda mendaratkan pasukannya di Pantai Jangkar dengan tujuan utama Pesantren Sukorejo.

(33)

Segala daya upaya dilakukan oleh pasukan gerilyawan untuk menahan serangan Belanda. Hutan-hutan yang mengelilingi pesantren menjadi benteng yang sangat menguntungkan pasukan gerilyawan. Mereka berhasil meledakkan tank Belanda yang terjebak di tengah hutan. Namun, pesawat-pesawat pemburu yang beterbangan sulit terjangkau. Di tempat yang terbuka para gerilyawan terlihat jelas dari atas pesawat karenanya mereka terkena serangan tembakan oleh Tentara Belanda. Pesawat pemburu terbang berputar-putar mengawasi pergerakan di dalam hutan. Pepohonan rebah ke tanah saat terkena ledakan peluru tank dan bom yang di jatuhkan dari atas pesawat.

Ilustrasi : Pertempuran Para Pejuang Melawan Pasukan Belanda di Asembagus, Situbondo

Para gerilyawan dengan senjata seadanya tidak dapat berbuat banyak. Tanpa mendapat banyak perlawanan, akhirnya Pasukan Belanda dapat masuk dalam Pesantren. Namun pasukan Belanda sudah tidak menemukan satupun gerilyawan yang ada di dalam pesantren. Mereka juga tidak menemukan senjata-senjata, yang sebelumnya telah di sembunyikan oleh para gerilyawan.

Para gerilyawan ini mengubur senjata mereka serta ada pula yang mereka simpan di kandang ternak dengan ditutupi jerami.

(34)

Warga setempat dan santri di kumpulkan oleh pasukan Belanda di pelataran masjid untuk kemudian mereka di periksa. Ada pula pasukan yang melakukan pemeriksaan di dalam pondok pesantren dan rumah warga. Namun Kiai As’ad yang di cari-cari beserta pasukan gerilyawannya sudah tidak berada di dalam pesantren. Sebelum pergi beliau menyampaikan surat kepada pengurus pesantren yaitu kepada kiai Chudlori. Isi surat itu tegas dan pendek, yang berisi

“Saya pergi memimpin pejuang Sabilillah, Hizbullah dan Gerilyawan, tolong jaga Abah”. Surat itu juga dirampas oleh Belanda. Surat tersebut juga membuktikan bahwa Kiai As’ad memang tidak ada dalam pesantren. Sejak Kiai As’ad meninggalkan pesantren keadaan semakin menegangkan. Akhirnya Pasukan Belanda memutuskan untuk tidak menangkap orang-orang pesantren. Belanda menjadikan Pesantren Sukorejo sebagai daerah suci, selanjutnya pasukan Belanda dilarang memasuki Pesantren Sukorejo kembali.

Meskipun demikian ternyata janji itu hanya setahun lamanya. Pada tahun berikutnya Belanda mengingkari, terbukti pada tanggal 26 November 1948 setelah konferensi untuk membentuk Negara Jawa Timur pasukan Belanda menangkap pasukan Gerilyawan yang masih menolak bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Namun Perjuangan Kiai As’ad terus berlanjut dengan cara keluar masuk hutan menghadapi Belanda hingga Belanda meninggalkan wilayah Situbondo dan daerah karesidenan Besuki pada umumnya

(35)

Daftar Pemetaan Nilai Pendidikan Karakter Berdasar Pedoman Kemendikbud

No Nilai karakter Deskripsi

1 Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

Strategi yang dapat dilakukan sekolah seperti pengembangan kebudayaan religius.

2 Jujur

Perilaku yang di dasarkan pada upaya yang menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat di percaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan

3 Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku , etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya 4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan

patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan

5 Kerja Keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh- sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas, dengan sebaik-baiknya

6 Kreatif

Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7 Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas- tugas.

8 Demokratis

Cara berfikir, bersikap,dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain

9 Rasa ingintahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan di dengar 10 Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang

(36)

menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya

11 Cinta tanah air

Cara berfikir, bersikap,dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, social, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12 Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakanyang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain

13 Bersahabat/Berkomunikasi

Tindakan yang memeperlihatkan tindakan rasa senang berbicara, bergaul dan bekerjasama dengan orang lain

14 Cinta Damai

Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya

15 Gemar membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya

16 Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.

17 Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan

18 Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan yang Maha Esa

(37)

Pemetaan nilai Karakter yang dapat diteladani oleh siswa Sekolah Dasar dari kisah hidup dan perjuangan KH. As’ad Syamsul Arifin

No Kutipan Kisah Nilai karakter yang dapat di teladani oleh siswa

Nilai karakter yang terkandung

dalam kisah

1.

As’ad muda yang tumbuh sebagai remaja dan telah mondok serta belajar agama di pondok pesantren Banyu Anyar Madura dibawa bimbingan Kiai Haji Abdul Majid dan Kiai Haji Abdul Hamid. Di usia ini, ia memiliki keberanian yang luar biasa. Ia ingin menyeberang ke Jawa mengikuti jejak sang ayah

Sejak masa kanak-kanak K.H.R As’ad Syamsul Arifin, merupakan seorang anak yang mempunyai rasa ingin tahu lebih pada ilmu agama dan ilmu pengetahuan hingga beliu mengikuti jejak sang ayah untuk menuntut ilmu di tanah jawa.

1. Religius 2. Kerja keras 3. Rasa ingin tahu 4. Mandiri

2.

As’ad muda terkenal dengan karakter santri yang patuh pada gurunya.

Setiap perintah dari sang guru selalu As’ad lakukan dengan sepenuh hati.

As’ad juga tidak pernah mengeluh pada saat menuntut ilmu, ia cenderung menyelesaikan hafalan kitabnya dengan senang dan riang hati.

Kehidupan As’ad di pondok pesantren juga sangat sederhana.

Sejak muda K.H.R As’ad Syamsul Arifin, mempunyai karakter yang patuh dan mengerjakan apapun dengan sunguh-sunguh, tidak pernah mengeluh, beliau selalu ceria dalam menuntut ilmu dan pribadi yang sederhana

1. Disiplin 2. Kerja Keras 3. Tanggung Jawab 4. Bersahabat/Ber

komunikasi 5. Mandiri

6. Rasa ingin Tahu 7. Gemar

Membaca

3.

Selain sebagai santri yang tekun belajar dan sangat haus akan ilmu

K.H.R As’ad Syamsul Arifin sosok yang tekun dalam belajar dan mempunyai

1. Rasa ingin tahu

(38)

pengetahuan, As’ad juga dikenal dengan santri yang sangat mandiri.

rasa keingintahuan yang tinggi, selain itu beliau juga sangat mandiri

2. Mandiri

4.

Tunduk dan kepatuhan As’ad juga sangat nampak dari amanah yang dititipkan oleh KH. Holil Bangkalan (sang guru) kepadanya berupa sebuah tongkat dan tasbih untuk diserahkan pada KH.

Hasyim Asari.

K.H.R As’ad Syamsul Arifin muda juga mempunyai sifat yang amanah apapun yang diperintahkan oleh gurunya beliau kerjakan dengan sangat berhati hati.

1. Tanggung Jawab 2. Disiplin 3. Jujur

5.

Kecintaan terhadap Negara dan bangsa tidak dapat diragukan lagi. Dalam menanamkan kecintaan terhadap tanah air dan bangsa, Kiai As’ad mengimplementasikan ide, gagasan, dan gerakan perjuangan melalui barisan kepemudaan dan kemasyarakatan secara umum

K.H.R As’ad Syamsul Arifin merupakan sosok yang cinta tanah air dan bangsa, beliau juga mempunyai pemikiran yang kreatif untuk gerakan perjuangan

1. Cinta tanah air 2. Semangat

Kebangsaan 3. Peduli Sosial 4. Menghargai

Prestasi 5. Kerja keras

6.

Langkah pertama yang dilakukan Kiai As’ad yaitu memimpin pelucutan pasukan jepang di Garahan kabupaten Jember pada akhir Oktober hingga awal November 1945

Penggalan kisah tersebut menujukkan bahwa K.H.R As’ad Syamsul Arifin merupakan sosok yang mencintai tanah air, bangsa serta masyarakatnya.

1. Kerja keras 2. Cinta tanah air 3. Semangat

kebangsaan 4. Peduli Sosial

(39)

7.

Mendengar pertempuran di Surabaya yang begitu dahsyat Kiai As’ad mengirim anggota gerilyawan, pasukan hizbullah dan sabilillah dari Situbondo. Komando pasukan tersebut berada ditangan Kiai As’ad Syamsul Arifin

K.H.R As’ad Syamsul Arifin merupakan sosok yang tak henti berjuang demi mempertahankan

kemerdekaan, selain itu ketika memimpin pertempuran tersebut KH.

As’ad Syamsul Arifin senantiasa mendengar dan mendiskusikan strategi perjuangan dari para Kiai dan pejuang lainnya

1. Cinta tanah air 2. Semangat

kebangsaan 3. Peduli Sosial 4. Kerja keras 5. Demokratis

8.

Kiai As’ad menghimbau untuk membekali beberapa pemuda di desanya dengan keterampilan

mempertahankan diri jika sewaktu waktu ada penyerangan dari pihak Belanda.

K.H.R As’ad Syamsul Arifin merupakan sosok yang selalu siap siaga dalam menghadapi hal apapun demi bangsa, Negara dan masyarakatnya

1. Cinta tanah air 2. Semangat

kebangsaan 3. Kerja keras 4. Mandiri 5. Peduli Sosial 6. Cinta damai

9.

Kiai As’ad menerima dengan tangan terbuka setiap pejuang yang ingin bergabung di Pondok Pesantren Sukorejo.

K.H.R As’ad Syamsul Arifin merupakan sosok yang tidak pernah membeda- bedakan siapapun, dan cinta damai

1. Cinta tanah air 2. Semangat

kebangsaan 3. Demokratis 4. Cinta Damai 5. Peduli Sosial

(40)

10.

Dalam upaya menghadapi pasukan Belanda Kiai As’ad beserta para pejuang

merencanakan siasat untuk mengambil persenjataan Belanda.

K.H.R As’ad Syamsul Arifin merupakan sosok yang mempunyai ide dan gagasan yang kreatif

1. Cinta tanah air 2. Semangat

kebangsaan 3. Kreatif 4. Demokratis 5. Menghargai

Prestasi 6. Kerja keras

11.

Kiai As’ad mengadakan rapat untuk merancang strategi dengan sembunyi- sembunyi dekat dengan kebun tebu. Disana beliau menunjuk orang-orang yang akan masuk ke gudang Belanda

K.H.R As’ad Syamsul Arifin mempunyai pemikiran yang kreatif dan adil dalam hal apapun

1. Kreatif 2. Demokratis 3. Menghargai

Prestasi

(41)

Soal Latihan

1. KH. As’ad Syamsul Arifin merupakan seorang tokoh yang mempelopori perjuangan rakyat membela bangsa dan mengusir penjajah. karena telah berjasa kepada bangsa dan negara, maka KH. As’ad Syamsul Arifin mendapat anugrah ………

A. Pahlawan nasional B. Pahlawan Revolusi C. Pemimpin

D. Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

2. KH. As’ad Syamsul Arifin merupakan pahlawan nasional yang berasal dari ………

A. Kabupaten Jember B. Kabupaten Situbondo C. Kebupaten Banyuwangi D. Kota Surabaya

3. Sejak kecil KH. As’ad Syamsul Arifin berprilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, perbuatan, serta dalam menjalankan tugas, Hal tersebut merupakan nilai-nilai pendidikan karakter...

a. Religius b. Jujur c. Toleransi d. Disiplin

4. Pada saat KH. As’ad Syamsul Arifin menuntut ilmu di pesantren, beliau senantiasa bersikap dan berperilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas, Hal tersebut merupakan nilai-nilai pendidikan karakter...

a. Toleransi b. Kreatif c. Mandiri d. Demokratis

5. Sejak berada di lingkungan pesantren KH. As’ad Syamsul Arifin giat belajar dan selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar merupakan nilai-nilai pendidikan karakter...

a. Rasa Ingin Tahu

b. Semangat Kebangsaan

(42)

c. Cinta Tanah Air d. Menghargai Prestasi

6. Pada saat menuntut ilmu di pesantren KH. As’ad Syamsul Arifin tidak pernah merepotkan kedua orang tuanya, disamping menuntut ilmu beliau juga menjual rampan (barang kerajinan dari tali dan Bambu untuk memenuhi kebutuhan sehari- harinya. merupakan cerminan karakter apakah sikap KH. As’ad tersebut …..

a. Kerja keras b. Kreatif c. Mandiri d. Demokratis

7. Setiap orang dapat menjadi pahlawan bagi bangsa dan negaranya dimulai dengan cara ....

a. Berbuat baik kepada sesama b. Mengalahkan orang lain c. Membuat senjata-senjata d. Berbuat semena-mena

8. Salah satu sikap kepahlawanan adalah ... . A. Mendahulukan Kepentingan Kelompok Sendiri B. Berani Membela Kebenaran Dan Keadilan C. Berani Menentang Siapa Saja

D. Mendahulukan Kepentingan Sendiri

9. Seorang siswa Kelas 4 SD mempraktikkan semangat kepahlawanan dengan cara … A. Menegakkan Keadilan

B. Mencegah Kejahatan C. Tekun Dan Rajin Belajar D. Memberantas Kemiskinan

10. Menghargai pahlawan yang paling penting adalah dengan cara ....

a. Meneruskan Cita-Cita Perjuangannya B. Menabur Bunga Di Makamnya

C. Menjadikan Namanya Sebagai Nama Jalan D. Memuat Gambarnya Pada Uang Kertas

11. Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan di sekolah merupakan nilai-nilai pendidikan karakter...

a. Religius

(43)

b. Jujur c. Toleransi d. Disiplin

12. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa merupakan nilai-nilai pendidikan karakter...

a. Peduli Sosial b. Cinta Damai c. Tanggung Jawab d. Peduli Lingkungan

13. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya merupakan nilai-nilai pendidikan karakter...

a. Rasa Ingin Tahu

b. Semangat Kebangsaan c. Kerja keras

d. Menghargai Prestasi

14. Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain merupakan nila-nilai pendidikan karakter...

a. Religius b. Jujur c. Toleransi d. Disiplin

15. Seorang guru yang mengajar dengan semangat adalah contoh cerminan sifat kepahlawanan di lingkungan ....

a. Rumah b. Sekolah c. Keluarga d. Masyarakat

(44)

Setelah kamu membaca buku ini, karakter apa yang dapat kamu teladani dari kisah hidup dan perjuangan KH. As’ad Syamsul Arifin dalam kehidupan sehari-harimu Ayo Tuliskan !

No

Bagaimana kamu meneladani nilai karakter dari KH. As’ad Syamsul Arifin dalam

kehidupan sehari-harimu ?

Nilai Krakter Apa yang terkandung dalam

aktivitasmu itu

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

(45)

Penerapan nilai karakter yang dapat dilakukan oleh siswa sekolah dasar dalam kehidupan sehari-harinya

Setelah kamu menuliskan nilai karakter yang dapat kamu teladani dari kisah hidup dan perjuangan KH. As’ad Syamsul Arifin, ayo terapkan dalam kehidupan sehari- harimu

Apa yang telah kamu lakukan hari ini ?

Ayo lakukan ! Hari Pertama

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

Mengetahui

(………) Orang Tua

(46)

Apa yang telah kamu lakukan hari ini ?

Ayo lakukan ! Hari Kedua

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

Mengetahui

(………) Orang Tua

(47)

Apa yang telah kamu lakukan hari ini ?

Ayo lakukan ! Hari Ketiga

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

Mengetahui

(………) Orang Tua

(48)

Apa yang telah kamu lakukan hari ini ?

Ayo lakukan ! Hari Keempat

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

Mengetahui

(………) Orang Tua

(49)

Apa yang telah kamu lakukan hari ini ?

Ayo lakukan ! Hari Kelima

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

Mengetahui

(………) Orang Tua

(50)

Apa yang telah kamu lakukan hari ini ?

Ayo lakukan ! Hari Keenam

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

………

Mengetahui

(………) Orang Tua

Gambar

Ilustrasi : Ka’ba dan Perkampungan Syi'ib Ali
Ilustrasi : Suasana di Pelabuhan Panarukan Kabupaten Situbondo  Sumber : http://centralnews.co.id/
Ilustrasi : Tentara Jepang yang Telah Menyerah
Ilustrasi : Kedatangan Pasukan Inggris di Surabaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Houglum (2005), prinsip rehabilitasi harus memperhatikan prinsip- prinsip dasar sebagai berikut: 1) menghindari memperburuk keadaan, 2) waktu, 3) kepatuhan, 4)

A.07.c Gambaran perilaku percaya diri yang diamalkan siswa Anda selama masa darurat Covid-19. Tidak mudah putus asa

Pemberitaan yang disajikan Kompas juga lebih bersifat langsung (Straight news) dan memperlihatkan pengelolaan pemerintah terkait pariwisata, dibandingkan dengan media

Suatu penelitian selama dua tahun pada suatu perusahaan milik pemerintah US oleh Zamanou dan Gleser (1994) meneliti progam intervensi komunikasi dalam proses

Skripsi yang berjudul “Kajian Nasi Sorghum sebagai Pangan Fungsional” ini merupakan tugas akhir yang disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Oman Sukmana, M.Si selaku Kepala Jurusan Program Studi Kesejahteraan sosial sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan, dukungan serta motivasinya

yang terjadi akibat gesekan antara drillstring dan formasi. Sumur X-01 merupakan sumur vertikal pada lapangan X yang akan dilakukan pemboran horizontal re-entries dengan membuat

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat, dan hidayah-NYA, penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran