• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR. Kajian Peta Potensi Investasi Kota Bogor. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Kota Bogor 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN AKHIR. Kajian Peta Potensi Investasi Kota Bogor. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Kota Bogor 2021"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Peta Potensi Investasi Kota Bogor

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)

Pemerintah Kota Bogor 2021

(2)
(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

BAB 1 PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Maksud... 3

1.3. Tujuan... 3

1.4. Output Pekerjaan...3

1.5. Ruang Lingkup...4

BAB 2 METODE KAJIAN... 5

2.1. Lokasi dan Waktu Kajian...5

2.2. Jenis dan Sumber Data...5

2.3. Langkah-langkah Alur Proses Kajian...5

2.4. Metode Analisis...6

2.4.1. Identifikasi Sektor Potensi: Location Quotient dan Shift Share Analysis...6

2.4.2. Analisis Penetapan Subsektor Unggulan...7

2.4.3. Analisi Kelayakan Investasi...9

2.4.4. Analisis Spasial Potensi Investasi...9

BAB 3 PROFIL WILAYAH KOTA BOGOR...11

3.1. Aspek Geografi Wilayah...11

3.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi...11

3.1.2. Letak dan Kondisi Geografis...11

3.1.3. Topografi...12

3.1.4. Geologi...13

3.1.5. Hidrologi...13

3.1.6. Klimatologi...14

3.1.7. Penggunaan Lahan...14

3.2. Aspek Demografi...15

3.3. Penataan Ruang dan Infrastruktur...16

3.3.1. Pelayanan Umum Urusan Pekerjaan Umum...16

3.3.2. Rasio Jaringan Irigasi...16

3.3.3. Ketersediaan Air Minum...16

3.3.4. Ketersediaan Pengeolahan Air Limbah yang Aman...17

(4)

BAB 4 PROFIL EKONOMI KOTA BOGOR...18

4.1. Kondisi Ekonomi...18

4.1.1. PDRB dan Struktur Ekonomi...18

4.1.2. Pertumbuhan Ekonomi...19

4.1.3. UMKM dan Perdagangan...20

4.2. Daya Dukung Investasi...21

4.2.1. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal...21

4.2.2. Undang-Undang RI No. 23 Tahun 24 tentang Pemerintah Daerah...24

4.2.3. Peraturan Presiden RI No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persayaratan di Bidang Penanaman Modal...24

4.2.4. Peraturan Presiden RI No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur...26

4.3. Indeks Pembangunan Manusia...27

4.4. Keunggulan Kota Bogor...28

4.4.1. Iklim Investasi...28

4.4.2. Sektor Unggulan (LQ dan SSA)...29

BAB 5 PROFIL KEBIJAKAN KOTA BOGOR...32

5.1. Kawasan Pengembangan...32

5.2. Arah Kebijakan Penanaman Modal di Kota Bogor...36

BAB 6 POTENSI INVESTASI...38

6.1. Subsektor Unggulan...38

6.2. Profil Bisnis dan Ekonomi Kecamatan Bogor...39

6.2.1. Profil Ekonomi...39

6.2.2. Profil UMKM...40

6.2.3. Profil Bisnis Industri Makanan dan Minuman...41

6.2.4. Profil Bisnis Industri Non Pangan...42

6.3. Peta Potensi...44

6.3.1. Rencana Pola Ruang dan Struktur Ruang...44

6.3.2. Ketersediaan Lahan...47

6.3.3. Sebaran IKM...48

6.4. Potensi Pengembangan Wisata Tematik...50

6.4.1. Kampung Tematik Margajaya...51

6.4.2. Kampung Sawah Bubulak...52

6.4.3. Curug Kali Angke...54

6.4.4. Situ Gede dan Situ Panjang...54

6.4.5. Kampung Tematik Kebon Kelapa...56

6.4.6. Kampung Tematik Sempur...56

6.4.7. Kampung Tematik Empang...57

6.4.8. Kampung Pulo Geulis...58

6.4.9. Kampung Labirin...59

6.4.10. Kampung Tematik Genteng...59

6.4.11. Kampung Tematik Mulyaharja...60

(5)

6.4.12. Jungle Bond...61

6.4.13. Ekoriparian Sukaresmi...61

6.4.14. Kampung Tematik Tanah Baru...62

6.5. Profil Bisnis UMKM Juara...63

DAFTAR PUSTAKA... 81

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Bogor...11

Tabel 3.2 Jumlah da nlaju pertumbuhan penduduk menurut kecamatan di Kota Bogor...15

Tabel 3.3 Pembangunan aspek pelayanan umum urusan pekerjaan umum dan penataan ruang Kota Bogor tahun 2015-2018...16

Tabel 3.4 Persentase rumah tangga yang dilayani air minum...17

Tabel 3.5 Ketersediaan pengolahan air limbah yang aman...17

Tabel 4.1 Produk domestik regional bruto (PDRB menurut lapangan usaha (juta rupiah)...18

Tabel 4.2 Laju pertumbuhan PDRB Kota Bogor menurut lapangan usaha...19

Tabel 4.3 Jumlah usaha mikro kecil dan menengah menurut kecamatan dan bidang usaha pada tahun 2019... 20

Tabel 4.4 Jumlah sarana perdagangan menurut kecamatan dan jenis sarana di Kota Bogor pada tahun 2019... 21

Tabel 4.5 Indeks pembangunan manusia Kota Bogor...28

Tabel 4.6 Nilai LQ dan SSA tiap sektor lapangan kerja PDRB...30

Tabel 4.7 Estimasi sektor unggulan menurut 17 lapangan kerja PDRB...31

Tabel 5.1 Rencana ruang kegiatan tematik pada sub pusat kota/pusat wilayah pengembangan (WP)...32

Tabel 6.1 Matriks banding berpasangan...39

Tabel 6.2 Sarana dan prasarana ekonomi di Kecamatan Bogor Timur tahun 20020...40

Tabel 6.3 Sarana lembaga keuangan dan koperasi di Kecamatan Bogor Timur tahun 2020...40

Tabel 6.4 Jumlah usaha mikro kecil dan menengah menurut bidang usaha di Kecamatan Bogor Timur tahun 2019...41

Tabel 6.5 Profil bisnis industri makanan dan minuman di Kecamatan Bogor Timur...42

Tabel 6.6 Profil bisnis beberapa jenis usaha IKM pada sektor non pangan di Kecamatan Bogor Timur... 43

Tabel 6.7 Luas peruntukan kawasan rencana pola ruang terhadap jenis tutupan lahan...45

Tabel 6.8 Panjang jaringan jalan...46

Tabel 6.9 Jumlah IKM di Kota Bogor menurut kecamatan...50

Tabel 6.10 Jumlah obyek wisata tiap kecamatan menurut jenisnya...51

Tabel 6.11 Jumlah UMKM juara tiap kecamatan menurut jenis industri...63

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta wilayah administrasi Kota Bogor...12

Gambar 3.2 Luas lahan pertanian tahun 2017 meurut kecamatan...14

Gambar 3.3 Piramida penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kota Bogor tahun 2018... 15

Gambar 4.1 Realisasi investasi Kota Bogor...29

Gambar 6.1 Struktur penentuan priorites sektor unggulan investasi...38

Gambar 6.2 Komposisi industri kecil dan menengah (IKM) di setiap kelurahan di Kecamatan Bogor Timur... 41

Gambar 6.3 Komposisi IKM pada sektor industri makanan dan minuman di setiap kelurahan di Kecamatan Bogor Timur...42

Gambar 6.4 Komposisi IKM pada industri non pangan di setiap kelurahan di Kecamatan Bogor Timur... 43

Gambar 6.5 Rencana pola ruang dan kawasan strategis...44

Gambar 6.6 Jaringan jalan dan infrastuktur transportasi...46

Gambar 6.7 Jaringan rel dan infrastruktur kereta api...47

Gambar 6.8 Sebaran lahan terbangun dan non terbangun di Kota Bogor...48

Gambar 6.9 Sebaran IKM...49

Gambar 6.10 Sebaran obyek wisata alam...51

Gambar 6.11 Kampung Tematik Margajaya...52

Gambar 6.12 Kampung Sawah Bubulak...53

Gambar 6.13 Wisata Kampung Lauk...53

Gambar 6.14 Curug Kali Angke...54

Gambar 6.15 Situ Gede...55

Gambar 6.16 Situ Panjang...55

Gambar 6.17 Kampung tematik Kebon Kelapa...56

Gambar 6.18 Kampung tematik Sempur...57

Gambar 6.19 Kampung tematik Sempur...58

Gambar 6.20 Kampung Pulo Geulis...58

Gambar 6.21 Kampung Pulo Geulis...59

Gambar 6.22 Kampung tematik Genteng...60

Gambar 6.23 Kampung tematik Mulyaharja...60

Gambar 6.24 Kampung tematik Mulyaharja...61

Gambar 6.25 Ekoriparian Sukaresmi...62

Gambar 6.26 Kampung tematik Tanah Baru...62

Gambar 6.27 Sebaran UMKM juara menurut jenis industri...63

(8)
(9)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, termasuk didalamnya pemerataan pendapatan antar daerah.

Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut diperlukan perencanaan pembangunan ekonomi yang baik. Hal tersebut disebabkan karena pada umumnya pembangunan ekonomi suatu daerah berkaitan erat dengan potensi ekonomi dan karakteristik yang dimiliki yang pada umumnya berbeda antar satu dengan daerah lainnya. Oleh karenanya, informasi daerah yang lengkap, akurat dan terkini sangat diperlukan untuk mewujudkan sasaran pembangunan tersebut.

Salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan adalah tingginya angka laju pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi merupakan barometer perkembangan kegiatan ekonomi pada suatu daerah tertentu. Dalam upaya mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah, kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin agar prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi pembangunan dan sektor unggulan/sektor basis yang dimiliki oleh daerah tersebut. Mengingat potensi yang dimiliki setiap daerah sangat bervariasi, maka setiap daerah harus menentukan sektor ekonomi yang dominan (Sjafrizal 2014).

Sektor unggulan/sektor basis merupakan sebuah sektor yang dipengaruhi oleh keberadaan faktor endowmen (endowment factor). Kemudian faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi fondasi ekonomi. Kriteria untuk sektor-sektor unggulan sangat bevariasi. Menurut Tarigan, kriteria ini dinilai berdasarkan pada seberapa besar peranan sektor ini memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi; kedua, sektor ini memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor ini memiliki keterkaitan yang tinggi antar sektor secara linkage; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang dapat menciptakan nilai tambah yang besar” (Tarigan 2005).

Menurut Bendavid-Val (1991) tentang teori dasar ekonomi menyebutkan bahwa

“Pertumbuhan ekonomi regional sangat bergantung pada permintaan eksternal dari luar daerah. Pertumbuhan beberapa sektor basis akan menentukan pembangunan regional secara keseluruhan, sedangkan sektor non basis hanya merupakan konsekuansi pembangunan daerah. Barang dan jasa dari sektor basis yang diekspor akan menghasilkan pendapatan untuk daerah serta meningkatan konsumsi juga investasi”. Peningkatan pendapatan tidak hanya menyebabkan peningkatan permintaan untuk sektor basis, tetapi

(10)

juga akan meningkatkan permintaan untuk sektor non basis, yang pada gilirannya akan mendorong peningkatan investasi sektor non basis.

Salah satu aspek penting yang menjadi perhatian khusus dari aktivitas perekonomian adalah aspek investasi. Investasi atau penanaman modal merupakan engine (penggerak) utama bagi pencapaian tingginya angka pertumbuhan ekonomi. Menurut Model Harrod- Domar, “Supaya ekonomi nasional selalu tumbuh dengan kapasitas produksi penuh (steadystate growth), maka efek permintaan yang dikarenakan investasi tambahan harus selalu diimbangi efek penawaran tanpa pengecualian” (Arsyad 2006; 1999).

Dalam kaitannya dengan investasi, pemerintah merupakan fasilitator dan dinamisator bagi berkembangnya investasi. Salah satu produk peraturan pemerintah pusat yang dapat digunakan di berbagai daerah adalah UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Sebagai respon positif dari dikeluarkannya UU tersebut, maka Pemerintah Daerah Kota Bogor sudah melakukan berbagai upaya dalam menciptakan iklim investasi yang lebih baik melalui kebijakan-kebijakan serta program-program yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang.

Kota Bogor secara administrasi termasuk ke dalam wilayah Provinsi Jawa Barat. Posisi geografis Kota Bogor di tengah tengah wilayah Kabupaten Bogor dan memiliki lokasi yang dekat dengan ibukota negara, adalah potensi strategis untuk pertumbuhan dan perkembangan kegiatan ekonomi daerah. Kota Bogor memiliki 6 Kecamatan dan 68 Kelurahan. Dalam menjalankan roda pembangunan proses pembangunan telah berjalan dan dapat dikatakan sukses dengan terciptanya iklim usaha baik yang berskala nasional maupun internasional. Penanaman modal yang telah dilakukan dapat berbentuk Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Sejalan dengan keberhasilan yang telah dicapai, Pemerintah Kota Bogor mempunyai tantangan baru untuk mengintegrasikan seluruh kebijakan pembangunannya. Beberapa upaya untuk merumuskan kebijakan pembangunan yaitu adanya data potensi sektor pembangunan yang akurat, reliable (terpercaya) dan aktual. Hal ini yang menjadi letak permasalahan sehingga diperlukan updating (pemutakhiran) data tentang kondisi peta potensi sektor ekonomi unggulan dan profil investasi Kota Bogor. Data-data tersebut sangat diperlukan bagi Pemerintah Kota Bogor dalam menentukan arah kebijakan dan strategi pengembangan daerah yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Kota Bogor.

Data lain yang juga diperlukan adalah data historis beserta perkembangan tenaga kerja yang terserap dalam investasi tersebut, baik yang berasal dari sumber daya manusia lokal maupun mancanegara. Data ini juga akan menjadi dasar penilaian untuk melihat optimalisasi penggunaan tenaga kerja yang berasal dari dalam negeri atau justru penggunaan sumber daya manusia dari luar negeri yang masih mendominasi pasar tenaga kerja di Provinsi Kota Bogor. Pemantauan penggunaan tenaga kerja tersebut dilihat di berbagai sektor ekonomi baik sektor manufaktur maupun jasa.

(11)

Data yang akurat berkenaan dengan peta potensi sektor unggulan dan profil investasi di Kota Bogor menjadi sebuah keharusan karena dalam beberapa waktu ke depan Pemerintah Kota Bogor harus menyediakan peta potensi serta peluang investasi yang ada.

Hasil analisis secara menyeluruh dan rinci inilah yang akan dijadikan sebagai bahan promosi bagi calon investor baru yang akan menanamkan modalnya di Kota Bogor. Selain itu akan menjadi masukan yang berharga bagi Pemerintah Kota Bogor untuk memperbaiki pelayanan kepada investor, serta beberapa daerah lainnya. Hal ini menjadi sangat penting untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah Kota Bogor, meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan.

Berdasarkan latar belakang di atas, menjadi sangat penting dan mendesak bagi Pemerintah Kota Bogor untuk melakukan pemetaan potensi sektor unggulan dan profil investasi yang diharapkan dapat meningkatkan percepatan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Bogor.

1.2. Maksud

Adapun maksud dari pembuatan peta potensi investasi ini adalah untuk menampilkan potensi investasi unggulan yang ada di Kota Bogor.

1.3. Tujuan

Tujuan kegiatan penyusunan peta potensi investasi Kota Bogor adalah:

1. Memberikan gambaran dan informasi kepada investor mengenai potensi investasi yang ada di Kota Bogor.

2. Mengakomodasi potensi unggulan daerah yang dapat dijadikan peluang daerahnya dalam menarik minat investasi di Kota Bogor.

1.4. Output Pekerjaan

Keluaran kajian penyusunan peta potensi dan peluang investasi di Kota Bogor adalah:

a. Dokumen Blue Book berisi potensi investasi Kota Bogor yang memiliki peluang untuk dikembangkan.

b. Dokumen Green Book berisi peluang investasi Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor, yang memiliki peluang untuk dikembangkan.

c. Peta Potensi Investasi Kota Bogor dan Peta Peluang Investasi Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor.

(12)

1.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari kegiatan penyusunan peta potensi dan peluang investasi ini adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan dokumen profil potensi investasi Kota Bogor dan peluang investasi Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor.

2. Mengidentifikasi dan menyajikan laporan peta potensi investasi Kota Bogor dan peta peluang investasi Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor.

(13)

BAB 2

METODE KAJIAN

2.1. Lokasi dan Waktu Kajian

Kegiatan kajian penyusunan peta potensi investasi ini dilakukan di Kota Bogor. Waktu kajian adalah selama 3 (tiga) bulan yang dimulai pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2021.

2.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang akan digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.

2.3. Langkah-langkah Alur Proses Kajian

Berikut ini adalah rincian dari langkah-langkah penyusunan kajian peta potensi dan peluang investasi pada suatu kecamatan di Kota Bogor:

1. Identifikasi masalah

Identifikasi masalah merupakan inti dalam suatu penelitian, karena tahap ini yang merupakan alasan utama mengapa penelitian tersebut dilakukan. Permasalahan pada kajian ini yaitu peta potensi dan peluang investasi apa saja yang terdapat di Kecamatan di Kota Bogor.

2. Maksud dan tujuan Kajian

Maksud dan tujuan dari kajian ini yaitu: menyediakan data dan informasi peta potensi dan peluang investasi pada suatu kecamatan yang ada di Kota Bogor, memberikan kemudahan bagi publik khususnya calon investor dalam menentukan pilihan dari berbagai alternatif peluang investasi yang ada.

3. Pengumpulan data

Data-data yang diperlukan untuk kajian ini adalah:

a. Gambaran umum Kota Bogor dan Kecamatan

 Kondisi geografis

 Kondisi kependudukan

 Kondisi ketenagakerjaan

 Kondisi sosial

 Kondisi ekonomi

(14)

 Kondisi infrastruktur

 Peta Potensi sektor ekonomi unggulan Kota Bogor

 Peluang Investasi Kota Bogor 4. Pengolahan data

Proses pengolahan data yaitu mendeskripsikan potensi sektor unggulan dan peluang investasi pada suatu kecamatan di Kota Bogor.

5. Penyajian data

Data-data yang disajikan sebagai hasil pengolahan data adalah:

a. Kondisi investasi daerah b. Sektor unggulan daerah

c. Potensi peluang investasi daerah 6. Kesimpulan dan rekomendasi

Berisi daftar rincian potensi dan peluang investasi Kecamatan di Kota Bogor.

2.4. Metode Analisis

2.4.1. Identifikasi Sektor Potensi: Location Quotient dan Shift Share Analysis

Penentuan sektor ptensi Kota Bogor didasarkan pada pendekatan keunggulan kompetitif dan komparatif tiap sektor yang masing-masing didekati dengan metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). LQ digunakan untuk menentukan aktivitas yang memusat di suatu wilayah tertentu, kapasitas ekspor perekonomian, dan tingkat kecukupan produksi tertentu di suatu wilayah (Rustiadi et al. 2011). Dengan kata lain, nilai LQ dapat menunjukkan keunggulan komparatif suatu wilayah yang diindikasikan dengan nilai LQ lebih besar dari 1. Perhitungan LQ menunjukkan perbandingan antara peranan sektor tingkat regional dengan peran sektor wilayah tingkat yang lebih luas.

Tidak meratanya penyebaran kegiatan ekonomi atau terkonsentrasinya suatu aktivitas ekonomi di beberapa daerah saja memberikan indikasi bahwa produk aktivitas ekonomi wilayah merupakan komoditi ekspor. Dengan demikian dampak komoditi ekspor terhadap wilayah produsen dapat ditelaah dengan konsep ekonomi basis. Berdasarkan konsep ini, pendapatan dari sektor basis akan memberikan dampak positif yang luas dalam pertumbuhan perekonomian wilayah. Penentuan sektor basis dihitung dengan rumus berikut:

LQ=SiR/SR S¿/SN

dimana,

SiR : jumlah nilai produksi atau produksi subsektor i di Kota Bogor S : jumlah total nilai produksi di Kota Bogor

(15)

SiN : jumlah nilai produksi atau produksi subsektor i di Provinsi Jawa Barat SN : jumlah total nilai produksi di Provinsi Jawa Barat

Nilai LQ yang lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa sektor yang ada di wilayah studi merupakan sektor basis yang mampu mengekspor hasil produksinya ke daerah lain. Nilai LQ yang sama dengan 1 menandakan bahwa produk domestik yang dimiliki daerah tersebut habis dikondumdi di daerah asal. Sementara nilai LQ yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa sektor yang ada di daerah bersangkutan merupakan sektor non basi yang cenderung mengimpor hasil produksi dari daerah lain.

Kemudian SSA digunakan untuk mengukur keunggulan kompetitif subsektor suatu wilayah berdasarkan tingkat pertumbuhannya. Koefisien SSA dibagi menjadi 3: regional share, proportional shift, dan differential shift (DS). Koefisien yang terakhir dipakai untuk menentukan unggul atau tidaknya suatu subsektor, ditentukan dari nilai DS lebih besar dari 0. Baik LQ maupun SSA adalah nilai yang dibangun berdasarkan perbandingan relatif dimana dalam analisis ini, Kota Bogor akan dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya di Provinsi Jawa Barat. Interpretasi hasil berfokus pada Kota Bogor. Rumus DS adalah sebagai berikut:

DS=

(

xxij(tij(t10))xx. j. j(t(t10))

)

dimana,

xij : nilai aktivitas tertentu dalam unit wilayah tertentu x.j : nilai total aktifitas tenrtentu secara agregat

t0 : titik tahun awal t1 : titik tahun akhir

2.4.2. Analisis Penetapan Subsektor Unggulan

Pemilihan prioritas subsektor unggulan dilakukan dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP) yaitu suatu metode yang dapat digunakan oleh pengambilan keputusan agar dapat memahami kondisi suatu sistem dan membantu dalam melalukan prediksi berdasarkan penilaian, pertimbangan yang logis dan sistematis (Saaty & Niemira 2006). Aplikasi AHP dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori utama yaitu (1) choice (pilihan), yang merupakan evaluasi atau penetapan prioritas dari berbagai alternatif tindakan yang ada, dan (2) forecasting (peramalan), yaitu evaluasi terhadap berbagai alternatif hasil di masa yang akan datang (Ozdemir & Saaty 2006).

Penggunaan AHP dimaksudkan untuk proses penelusuran permasalahan untuk membantu pengambilan keputusan memilih alternatif terbaik dengan cara: 1) mengamati dan meneliti ulang tujuan dan alternatif atau cara bertindak untuk mencapai tujuan, dalam hal ini kebijakan yang baik, 2) membandingkan secara kuantitatif dari segi biaya/ekonomis, manfaat dan risiko dari tiap alternatif, 3) memilih alternatif terbaik

(16)

untuk diimplementasikan, dan 4) membuat strategi secara optimal, dengan cara menentukan prioritas kegiatan (Saaty 1993).

Data yang dianalisis diperoleh dari hasil analisis kuantitatif dan kuesioner terhadap para responden terpilih yang dapat mendukung penilaian. Nilai skor yang diperoleh dari hasil perhitungan kuantitaif tersebut kemudian dianalisis dengan bantuan program aplikasi expert choice. Untuk mendukung dalam penilaian AHP, maka diperlukan analisis lainnya, seperti analisis LQ, SSA, perhitungan produktifitas, serta analisis kuantitatif lainnya.

Langkah-langkah dalam AHP adalah sebagai berikut (Saaty 1993):

1. Menentukan tujuan, kriteria, subkriteria, dan alternatif yang kemudian disusun dalam sebuah hirarki.

2. Melakukan pembobotan terhadap kriteria dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dengan skala 1 sampai 9 dimana: 1 = sama penting (equal importance); 3 = sedikit lebih penting (moderate more importance); 5 = cukup lebih penting (essential, strong more importance); 7 = jauh lebih penting (demonstrated importance); 9 = mutlak lebih penting (absolutely more importance); 2, 4, 6, 8 = nilai- nilai antara yang memberikan kompromi (grey area).

3. Terakhir yaitu pengujian konsistensi dengan mengambil rasio konsistensi (CR) dari indeks konsistensi (CI) dengan nilai yang tepat. Rasio konsistensi dilakukan karena di dalam analisa multi kriteria ganda diperhitungkan juga kriteria kualitatif yang memungkinkan terjadinya ketidakkonsistenan (inconsistency) dalam penilaian perbandingan kriteria-kriteria atau alternatif-alternatif. CI didefinisikan sebagai berikut:

CI=λmax−n n−1

dimana, n menyatakan jumlah kriteria/alternatif yang dibandingkan dan λmax adalah nilai eigen (eigenvalue) yang terbesar dari matriks perbandingan berpasangan orde n.

Jika CI bernilai 0 maka keputusan penilaian tersebut bersifat perfectly consistent dimana λmax sama dengan jumlah kriteria yang diperbandingkan yaitu n. Semakin tinggi nilai CI semakin tinggi pula tingkat ketidakkonsistenan dari keputusan perbandingan yang telah dilakukan. Nilai CR dapat diterima, jika tidak melebihi 0,10.

Jika nilai CR > 0.10 berarti matriks tersebut tidak konsisten. Rasio konsistensi (CR/Consistency Ratio) dirumuskan sebagai berikut:

CR=CI RI dimana,

CR : Consistency Ratio CI : Consistency Index RI : Random Index

(17)

2.4.3. Analisi Kelayakan Investasi

Data primer dan data sekunder diolah dan dianalisis dengan menggunakan dua cara yaitu secara kuantiatif dan kualitatif. Pengolahan data dan informasi secara kualitatif digunakan untuk menganalisis aspek non finansial, meliputi: aspek pasar, teknis, manajemen, dan sosial, ekonomi dan lingkungan (Nurmalina et al. 2018). Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan aspek finansial berupa nilai dari kriteria investasi (Nicholson 1995), yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP).

2.4.4. Analisis Spasial Potensi Investasi

Pendekatan spasial sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan investasi dewasi ini.

Hal ini disebabkan oleh kebutuhan akan informasi yang lebih detil terhadap aspek spasial dalam pengambilan keputusan investasi seperti jarak terhadap kawasan ekonomi strategis dan lokasi pemusatan aktivitas. Perspektif spasial mulanya berkaitan erat dengana ilmu geografi. Para peneliti di bidang geografi umumnya menekankan pada bagaimana mendeskripsikan fenomena spasial, oleh karenanya ilustrasi-ilustrasi spasial dengan “peta” yang memiliki akurasi informasi spasial di dalamnya sangat penting.

Analisis mengenai pola-pola spasial (pemusatan, penyebaran, kompleksitas spasial, dll.), kecenderungan spasial, bentuk-bentuk dan struktur interaksi spasial secara deskriptif menjadi kajian-kajian yang banyak mendapat perhatian dari ahli geografi.

Seiring dengan ketersediaan data spasial dan perkembangan metode-metode analisis spasial, pendekatan-pendekatan spasial telah mendapat perhatian dari berbagai bidang disiplin ilmu. Salah satunya adalah ilmu ekonomi yang didekati dengan pendekatan- pendekatan geografi, misalnya dalam bidang ekonomi wilayah dan perkotaan, yang kemudian banyak dikenal sebagai geografi ekonomi (Rustiadi et al. 2011). Fokus utama ilmu geografi ekonomi adalah mempelajari perilaku para pelaku bisnis dalam menyimbangkan antara lokasi produksi dan lokasi distribusi agar bisnis mereka bisa berada pada kondisi increasing return to scale. Dari perspektif inilah kemudian tersusun konsep aglomerasi. Pada dasarnya, para pelaku bisnis akan mencari lokasi yang paling menguntungkan (Sjafrizal 2012). Sehingga, dalam konteks investasi regional, pemerintah perlu menyediakan informasi yang lebih rinci terkait aspek-aspek lokasi, seperti potensi keuntungan relatif suatu lokasi terhadap lokasi lainnya.

Para pelaku bisnis umumnya akan menanyakan hal-hal seperti berikut:

o Di lokasi mana yang oleh pemerintah dijadikan sebagai kawasan strategis ekonomi dimana pada kawasan itulah umumnya pembangunan infrastruktur akan diprioritaskan?

o Seberapa jauh suatu lokasi terhadap infrastruktur pendukung aktifitas ekonomi?

o Apa saja infrastruktur yang tersedia di sekitar lokasi tertentu dan bagaimana pembangunan infrastruktur kedepan menurut rencana pemerintah?

(18)

o Apakah suatu lokasi dilalui oleh berbagai jenis transportasi, baik privat maupun publik?

o Dimana lahan yang masih tersedia untuk membangun bangunan (misalnya apartemen atau hotel) dan masih memungkinkan untuk diokupasi?

Penyediaan informasi spasial potensi investasi, dapat membantu para pelaku bisnis untuk menjawab pertanyaan di atas, atau setidaknya dapat menjadi bahan pertimbangan dan panduan bagi mereka untuk berinvestasi. Namun tentu untuk menyuguhkan panduan yang lebih detil, ketersediaan data spasial menjadi hal yang krusial. Data spasial yang dimaksud disini bukan hanya terkait kondisi fisik lahan, namun turut meliputi penerjemahan kebijakan pemerintah yang berorientasi ruang ke dalam data spasial, status ketersediaan lahan, hingga rencana pembangunan pemerintah ke depan. Data spasial yang setidaknya perlu tersedia agar analisis lanjutan dapat dilakukan dengan lebih baik adalah data penggunaan lahan skala 1:5.000, peta RDTR, dan status hak bidang lahan persil (BPN). Peta RTRW terdiri dari pola ruang dan struktur ruang. Pola ruang berkaitan dengan peruntukan lahan untuk aktifitas tertentu pada cakupan luasan dan sebaran spasial tertentu, sementara stuktur ruang menyajikan status infrastruktur saat ini dan yang direncanakan kedepan. Ketiga data tersebut kemudian bisa dikombinasikan dengan kebijakan-kebijakan pembangunan pemerintah yang berorientasi ruang yang umumnya tidak disebutkan secara spesifik di dalam RTRW, misalnya adalah kebijakan yang diuraikan di RPJMD.

Dalam studi ini, analisis spasial akan dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan yang pertama adalah pendekatan analisis kebijakan, yaitu proses atau kegiatan mensintesa isi kebijakan yang berorientasi ruang ke dalam data spasial. Fokus dari analisis ini adalah menterjemahkan kebijakan yang spesik untuk lokasi tertentu ke dalam bentuk data spasial. Kebijakan yang akan disoroti dalam hal ini adalah RPJMD Kota Bogor 2019-2024 dan Materi Teknis RTRW Kota Bogor 2011-2031. Pendekatan seperti ini berguna untuk menyediaan informasi kepada para calon investor terkait bagaimana kondisi ruang eksisting dan bagaimana rencana pembangunan pemerintah kedepan. Pendekatan yang kedua adalah pengolahan data spasial dengan mengekstrak informasi penting akan tumpang-tindih data spasial. Fokus sektor dan komoditas baik analisis kebijakan maupun pengolahan data spasial akan menyesuaikan dengan hasil analisis sebelumnya, yaitu potensi sektor unggulan dan komoditas unggulan. Namun perlu digarisbawahi bahwa analisis peta spasial sangat perlu mendapat dukungan akan ketersediaan data-data berikut (terutama dalam bentuk shapefile):

1. Penggunaan lahan skala detil 1:5.000 2. Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) 3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 4. Status bidang lahan persil BPN

(19)

BAB 3

PROFIL WILAYAH KOTA BOGOR

3.1. Aspek Geografi Wilayah

3.1.1. Luas dan Batas Wilayah Administrasi

Luas wilayah Kota Bogor sebesar 11.850 hektar yang terdiri dari enam kecamatan dan 68 kelurahan. Keenam kecamatan tersebut adalah Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor Tengah, Bogor Barat, dan Tanah Sareal. Kecamatan Bogor Barat mempunyai luas wilayah sebesar 3.285 hektar dan terdiri dari 16 kelurahan, sedangkan Kecamatan Bogor Tengah mempunyai luas wilayah terkecil, 813 hektar, dan terdiri dari 11 kelurahan. Luas Wilayah menurut kecamatan tersaji pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Luas wilayah menurut kecamatan di Kota Bogor N

o

Kecamatan Luas wilayah (ha)

1 Bogor Selatan 3.081

2 Bogor Timur 1.015

3 Bogor Utara 1.772

4 Bogor Tengah 813

5 Bogr Barat 3.285

6 Tanah Sareal 1.884

Jumlah 11.850

Sumber: Kota Bogor Dalam Angka 2018

Secara administratif, Kota Bogor dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Bogor dengan batas wilayah sebagai berikut: 1) Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Sukaraja, Kabupaten Bogor; 2) Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Ciawi, Kabupaten Bogor; 3) Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Dramaga dan Ciomas, Kabupaten Bogor; dan 4) Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Caringin, Kabupaten Bogor.

3.1.2. Letak dan Kondisi Geografis

Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106°43’30”-106°51’00”BT dan 6°30’30”- 6°41’00”LS. Kedudukan geografi Kota Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya dekat dengan DKI Jakarta. Jarak Kota Bogor dengan Kota Jakarta kurang lebih 60 kilometer dan dengan Kota Bandung sekitar 120 kilometer. Hal ini menjadi potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa,

(20)

pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Berdasarkan hasil foto udara diketahui sebagian dari total wilayah Kota Bogor merupakan kawasan yang sudah terbangun, kecuali di wilayah Kecamatan Bogor Selatan.

Area terbangun paling luas berada di wilayah Kecamatan Bogor Tengah.

Gambar 3.1 Peta wilayah administrasi Kota Bogor 3.1.3. Topografi

Kota Bogor mempunyai wilayah dengan kontur berbukit dan bergelombang dengan ketinggian bervariasi, ketinggian minimum 190 meter dan ketinggian maksimum 330 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar wilayah Kota Bogor memiliki lahan datar dengan kemiringan berkisar 0-2 persen, untuk luasan lahan datar seluas 1.763,94 hektar dan tersebar di enam kecamatan. Seluas 8.091,19 hektar merupakan lahan landai dengan kemiringan berkisar 2-15 persen, seluas 1.109,92 hektar merupakan lahan agak curam dengan kemiringan 15-25 persen, seluas 765,21 hektar merupakan lahan curam dengan kemiringan 25-40 persen dan lahan sangat curam seluas 119,74 hektar dengan kemiringan lebih dari 40 persen. Kecamatan Bogor Selatan merupakan daerah di Kota Bogor yang tergolong sangat peka terhadap erosi, karena mempunyai kemiringan lebih dari 40 persen atau sangat curam sehingga daerah tersebut sangat peka terhadap erosi.

(21)

3.1.4. Geologi

Jenis tanah hampir diseluruh wilayah Kota Bogor adalah latosol coklat kemerahan dengan luasan 8.496,35 hektar, kedalaman efektif tanah lebih dari 90 sentimeter dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Kemudian jenis tanah lain yang juga menyebar di enam Kecamatan yaitu aluvial kelabu dengan luasan 1.157,9 hektar.

Kondisi geologi di Kota Bogor yaitu tufa dengan luasan 3.395,17 hektar yang tersebar di enam kecamatan dengan Kecamatan Bogor Selatan menjadi kecamatan dengan penyebaran kondisi geologi tufa terbesar. Sedangkan kipas aluvial dengan luasan 3.249,98 hektar dan Kecamatan Bogor Utara menjadi kecamatan dengan penyebaran kondisi geologi kipas aluvial.

3.1.5. Hidrologi

Di wilayah Kota Bogor terdapat enam lokasi mata air, empat lokasi air tanah dalam dan dua lokasi air tanah dangkal yang biasa digunakan untuk air minum non perpipaan.

Kapasitas sumber mata air dan air tanah dalam mengalami penurunan dibanding tahun 2011. Demikian pula kapasitas air tanah dalam, dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan semakin berkurangnya resapan air karena semakin bertambahnya daerah pemukiman di wilayah Kota Bogor. Lahan di Kota Bogor hingga tahun 2012 masih banyak lahan tidak kritisnya yaitu sekitar 81,45 persen (9.651,98 ha). Sementara lahan kritisnya mencapai 1,82 persen (215,47 ha). Sisanya agak kritis 2,49 persen (295,07 ha) dan potensial kritis 14,24 persen (1.687,48 ha). Lahan kritis banyak terdapat di wilayah Kecamatan Bogor Selatan. Semua Kelurahan di daerah tersebut mengandung lahan kritis kecuali Kelurahan Cikaret. Lahan potensial kritis selain di Kecamatan Bogor Selatan juga banyak terdapat di Kecamatan Bogor Barat.

Beberapa danau, situ dan kolam di Kota Bogor ada yang berfungsi untuk irigasi, retensi dan rekreasi. Situ Gede, Situ Panjang dan Situ Curug difungsikan sebagai irigasi dan retensi. Danau Bogor Raya, Kolam Retensi Cimanggu dan Kolam Retensi Taman Sari Persada selain difungsikan sebagai retensi juga dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi.

Danau atau situ terluas di Kota Bogor adalah Situ Panjang (4,5 ha) dan Situ Gede (4 ha).

Di wilayah Kota Bogor dilalui oleh dua buah sungai, yaitu Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung. Sungai Cisadane mempunyai luas pengaliran 185 kilometer persegi dan Sungai Ciliwung mempunyai luas pengaliran 211 kilometer persegi. Menurut hasil pengukuran debit tahun 2004, setiap satu kilometer persegi Sungai Cisadane memiliki debit 75,8 liter per detik dan setiap satu kilometer persegi Sungai Ciliwung memiliki debit 74,1 liter per detik.

Untuk kualitas air, pada umumnya kualitas air sungai di wilayah Kota Bogor kurang memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Hal itu disebabkan beberapa unsur seperti sulfat, fosfat, nitrat dan jumlah total coliform dalam air sungai, melebihi kriteria baku. Kondisi yang mirip juga terdapat pada air situ yang umumnya berkualitas di bawah persyaratan baku mutu.

(22)

Sedangkan air sumur penduduk, nilai pH-nya cenderung fluktuatif, dan di beberapa lokasi kandungan detergen dan bakteri e-colli sedikit diatas kriteria yang disyaratkan.

3.1.6. Klimatologi

Udara di Kota Bogor cukup sejuk dengan suhu udara ratarata tiap bulannya mencapai 33,90 oC, dengan suhu terendah 18,80 oC dan suhu tertinggi 36,10 oC. Suhu seperti itu antara lain dipengaruhi guyuran hujan dengan intensitas rata-rata 3.654 per tahun, dan curah hujan bulanan berkisar antara 79,0-652,0 mm dengan ratarata hujan 14 hari per bulan dan kelembaban udara 70%. Sedangkan kecepatan angin rata-rata per tahun 2 km/jam dengan arah Timur Laut.

Kualitas udara Kota Bogor secara keseluruhan dapat dikatakan baik atau sehat. Beberapa parameter kualitas udara Kota Bogor relatif tidak membahayakan lingkungan, karena gas- gas dan partikulat tersuspensi yang dihasilkan, pada umumnya masih di bawah ambang batas baku mutu udara ambien. Namun kadar debu dan tingkat kebisingan pada beberapa lokasi masih berada di atas persyaratan ambang batas yang ditentukan.

3.1.7. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Kota Bogor sebesar 1.358,88 hektar atau 11,467 persen lahan Kota Bogor sudah menjadi kawasan perumahan. Sedangkan sisanya dipergunakan antara lain untuk lahan pertanian kota seluas 3.107,70 hektar (26,22%), lahan industri seluas 98,81 hektar (0,83%), perdagangan dan jasa seluas 246,88 hektar (2,08%). Lahan lainnya masih berupa hutan kota seluas 51,60 hektar (0,43%), kebun raya seluas 72,12 hektar (0,61%), serta tempat pemakaman umum seluas 137,95 hektar (1,16%), danau/situ seluas 19,36 hektar (0,16%), sungai seluas 1,10 hektar serta sempadan sungai seluas 1,07 hektar.

Gambar 3.2 Luas lahan pertanian tahun 2017 meurut kecamatan

Luas lahan sawah di enam kecamatan pada tahun 2017 yaitu 320,7 hektar luas lahan sawah dan luas bukan sawah yaitu 2.074 hektar. Kecamatan Bogor Barat mempunyai

(23)

luasan lahan sawah terbesar yaitu 154,5 hektar dan Kecamatan Bogor Selatan mempunyai luasan lahan bukan sawah terbesar yaitu 786,5 hektar. Jenis penggunaan lahan bukan sawah dapat dibedakan menjadi beberapa klasifikasi, yaitu: Tegal, Ditanami Pohon, Kolam, Tidak Diusahakan dan Lainnya. Pada tahun 2017, lahan tegal mempunyai luasan yang paling besar yaitu 1.648 hektar dan Kecamatan Bogor Selatan mempunyai luas lahan bukan sawah terbesar di Kota Bogor.

3.2. Aspek Demografi

Penduduk Kota Bogor pada tahun 2018 menurut BPS terdapat sebanyak 1.096.828 jiwa yang terdiri atas 555.995 orang laki-laki dan sebanyak 540.833 orang perempuan. Dengan luas wilayah 118,50 kilometer persegi, kepadatan penduduk di Kota Bogor pada tahun 2018 mencapai 92.559 jiwa perkilometer persegi.

Gambar 3.3 Piramida penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kota Bogor tahun 2018

Tabel 3.2 Jumlah da nlaju pertumbuhan penduduk menurut kecamatan di Kota Bogor Kecamatan Jumlah penduduk Laju pertumbuhan

penduduk 2010+ 2016 2017

Bogor Selatan 18.830 199.248 201.618 1,19

Bogor Timur 95.855 104.737 106.029 1,23

Bogor Utara 171.863 192.812 196.051 1,68

Bogor Tengah 102.115 104.982 104.853 0,16

Bogor Barat 212.812 236.302 239.860 1,51

Tanah Sareal 192.640 226.906 232.598 2,51

Jumlah 958.11 5

1.064.687 1.081.009 1,53

Sumber: Badan Pusat Statistik 2018

(24)

3.3. Penataan Ruang dan Infrastruktur

3.3.1. Pelayanan Umum Urusan Pekerjaan Umum

Pembangunan aspek pelayanan umum urusan pekerjaan umum mencakup beberapa komponen penting, baik berupa panjang jalan Kota Bogor dalam kondisi baik serta komponen yang mendukungnya seperti drainase jalan dan trotoar jalan. Selain itu juga yang menjadi fokus pembangunan urusan pekerjaan umum adalah pembangunan turap penahan longsor dan perbaikan jaringan irigasi. Secara umum kinerja pelayanan umum pada urusan pekerjaan umum dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 3.3 Pembangunan aspek pelayanan umum urusan pekerjaan umum dan penataan ruang Kota Bogor tahun 2015-2018

No Uraian 2015 2016 2017 2018

1 Persentase jalan kota dalam kondisi baik (>40 km/jam) (%)

87.6 88.15 88.32 88.59

2 Persentase panjang jalan yang memiliki trotoar dan drainase (minimal 1,5 m) (%)

61.32 61.71 61.83 66.44

3 Persentasi rumah tinggal bersanitasi aman 66.8 66.8 72.10 67.21 4 Persentase drainase dalam kondisi baik/ pembuangan

aliran air tidak tersumbat (%)

2.78 5.48 7.22 11.01

5 Jumlah lokasi rawan longsor yang dibangun TPTnya 23 89 37 74.19 6 Persentase irigasi Kota dalam kondisi baik (%) 11.46 22.92 34.38 45.83 Sumber: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

3.3.2. Rasio Jaringan Irigasi

Pengertian jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Selanjutnya secara operasional dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu jaringan irigasi primer, sekunder dan tersier.

Dari ketiga kelompok jaringan tersebut, yang langsung berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi ke dalam petakan sawah adalah jaringan irigasi tersier yang terdiri dari saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter serta bangunan pelengkapnya. Rasio perbandingan panjang jaringan irigasi terhadap luas lahan budidaya di Kota Bogor pada 2015-2018 adalah masing-masing 0,0644, 0,1289, 0,1933, 0,2578. Proporsi panjang jaringan irigasi dengan luas lahan budidaya di Kota Bogor mengalami kenaikan setiap tahunnya.

3.3.3. Ketersediaan Air Minum

Ketersediaan air, terutama air minum, menjadi salah satu penentu kualitas hidup suatu masyarakat. Berdasarkan data capaian program peningkatan sanitasi dasar Kota Bogor tahun 2018 bahwa prosentase rumah tangga yang dilayani air minum yang aman di Kota

(25)

Bogor pada tahun 2018 mencapai 91,98%. Capaian kinerja pelayanan air minum di Kota Bogor dari tahun 2015-2018 dapat dijelaskan pada tabel berikut.

Tabel 3.4 Persentase rumah tangga yang dilayani air minum

No Uraian 2015 2016 2017 2018

1 Presentase Rumah Tangga yang Dilayani Air Minum yang aman

82 86,92 90,55 91,98 2 Presentase Rumah Tangga yang Dilayani Air Minum

PDAM

82 85,85 88,73 91,44 3 Presentase Rumah Tangga yang Dilayani Air Minum

NON-PDAM

- 1,07 1,82 0,54

Sumber: LKPJ AMJ Walikota tahun 2018

3.3.4. Ketersediaan Pengeolahan Air Limbah yang Aman

Ketersediaan sistem jaringan pengolahan air limbah yang aman di Kota Bogor dari tahun 2015-2018 dapat dijelaskan pad table berikut.

Tabel 3.5 Ketersediaan pengolahan air limbah yang aman

Uraian 2015 2016 2017 2018

Rumah tangga dilayani sistem air limbah yang aman (%)

66,80 66,80 73,10 67,21

Sumber: RPJMD Kota Bogor 2019-2024

(26)

BAB 4

PROFIL EKONOMI KOTA BOGOR

4.1. Kondisi Ekonomi

4.1.1. PDRB dan Struktur Ekonomi

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Bogor, nilai Produk Domestik Bruto (PDRB) Kota Bogor pada tahun 2020 mencapai 45.940.259,90 juta rupiah berdasarkan harga tahun berlaku, dan 32.083.513,00 juta rupiah berdasarkan harga konstan tahun 2010. Adapun struktur perekonomian Kota Bogor dilihat dari proporsi masing-masing sektor perekonomian terhadap total PDRB, dalam kurun waktu 2018-2020 Tabel 4.6 Produk domestik regional bruto (PDRB menurut lapangan usaha (juta rupiah)

Kategori PDRB Atas Harga Berlaku PDRB Atas Harga Konstan 2010

2018 2019 2020 2018 2019 2020

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

293.700,7 305.493,2 317.861,1 238.277,2 239.771,3 245.163,9

Pertambangan dan Penggalian - - - - - -

Industri Pengolahan 7.840.380,2 8.351.600,1 8.285.399,3 5.737.431,3 5.986.823,1 5.954.301,8 Pengadaan Listrik dan Gas 1.917.407,3 1.967.250,1 1.814.864,0 808.244,4 804.768,3 730.827,1 Pengadaan Air, Pengelolaan

Sampah, Limbah dan Daur Ulang

46.135,5 49.170,9 53.314,3 30.703,9 32.725,6 33.592,0

Konstruksi 4.937.626,3 5.615.544,0 5.283.735,7 3.493.782,5 3.829.210,2 3.578.700,2 Perdagangan Besar dan Eceran,

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

8.697.451,7 9.388.980,4 8.967.697,2 6.494.415,5 6.744.719,9 6.220.448,4

Transportasi dan Pergudangan 5.252.716,1 5.988.705,3 5.765.779,0 3.622.762,6 3.935.190,1 3.861.855,6 Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum

2.008.792,5 2.199.470,3 2.269.202,7 1.422.342,4 1.503.114,8 1.530.332,8

Informasi dan Komunikasi 2.063.111,8 2.170.434,0 3.034.044,5 2.095.540,8 2.253.816,0 3.039.811,2 Jasa Keuangan dan Asuransi 3.075.475,1 3.346.217,5 3.325.974,4 2.083.321,7 2.187.588,8 2.225.258,4

Real Estat 919.284,1 1.010.806,6 984.525,6 684.186,5 736.540,9 725.168,8

Jasa Perusahaan 890.568,6 1.046.281,0 935.529,4 632.731,1 691.035,5 599.778,2 Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib

1.174.496,7 1.239.619,0 1.202.430,4 697.658,8 726.854,5 718.132,2

Jasa Pendidikan 1.266.508,7 1.435.963,5 1.596.798,5 887.107,4 979.826,8 1.036.697,5 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 558.376,9 641.408,9 663.087,2 434.265,6 479.727,4 485.700,0 Jasa Lainnya 1.318.988,5 1.466.412,2 1.440.016,8 1.050.802,9 1.121.796,1 1.097.744,8 Jumlah 42.261.020,7 46.223.356,9 45.940.259,9 30.413.9574,6 32.253.509,5 32.083.513,0

Sumber: BPS Kota Bogor 2021

didominasi oleh sector perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, transportasi dan pergudangan, konstruksi serta jasa keuangan dan asuransi.

(27)

4.1.2. Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, perkembangan PDRB Kota Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dengan laju pertumbuhan mencapai 6,14 persen pada tahun 2018 dan 6,05 persen pada tahun 2019, meskipun terjadi penurunan pada tahun 2020 yaitu sebesar 0,53 persen. Penurunan ini kemungkinan terkait dengan adanya pandemic covid 19 yang berpengaruh terhadap dinamika perekonomian secara global. Jika dilihat dari nilai laju pertumbuhannya dalam kurun waktu 2018-2020, maka sektor jasa merupakan sektor dengan rata-rata laju pertumbuhan yang paling tinggi.

Tabel 4.7 Laju pertumbuhan PDRB Kota Bogor menurut lapangan usaha

Kategori Laju pertumbuhan PDRB Kota Bogor

menurut lapangan usaha (persen)

2018 2019 2020

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,25 0,63 2,25

Pertambangan dan Penggalian - - -

Industri Pengolahan 7,21 4,35 -0,54

Pengadaan Listrik dan Gas -2,85 -0,43 -9,19

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5,14 6,58 2,65

Konstruksi 7,91 9,60 -6,54

Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

2,99 3,85 -7,77

Transportasi dan Pergudangan 7,61 8,62 -1,86

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 9,07 5,68 1,81

Informasi dan Komunikasi 9,15 7,55 34,87

Jasa Keuangan dan Asuransi 6,76 5,00 1,72

Real Estate 6,93 7,65 -1,54

Jasa Perusahaan 7,10 9,21 -13,21

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

Wajib 2,06 4,18 -1,20

Jasa Pendidikan 7,32 10,45 5,80

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 13,85 10,47 1,24

Jasa Lainnya 4,93 6,76 -2,14

Jumlah 6,14 6,05 -0,53

Sumber: BPS Kota Bogor 2021

Meskipun pada tahun 2020, sub sektor jasa perusahaan mengalami penurunan yang paling besar sebagai dampak adanya wabah pandemic covid 19. Adapun sektor informasi dan komunikasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan pada tahun 2020, yaitu mencapai 34 persen sebagai konsekuensi adanya pembatasan mobilitas sosial terkait dengan pandemic covid 19. Secara umum, sub sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial memiliki laju pertumbuhan yang paling tinggi dalam kurun waktu 2018-2019 meskipun dengan kontribusi PDRB yang masih relatif kecil.

(28)

4.1.3. UMKM dan Perdagangan

Saat ini terdapat 3.757 perusahaan di sektor industri, yang terdiri dari 2.561 unit bergerak di bidang industri kimia, hasil pertanian dan kehutanan, dan 1.196 industri yang bergerak di bidang metal, mesin dan kelistrikan. Dengan keterbatasan lahan yang dimiliki, saat ini Kota Bogor belum memiliki Kawasan industry khusus. Beberapa perusahaan tersebut tersebar di enam kecamatan di wilayah Kota Bogor. Dalam rangka penataan Kawasan ke depan, saat ini Kota Bogor telah memiliki Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Bogor Tahun 2011 s/d 2031. Adapun dari pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), hingga tahun 2019, tercatat 23.706 unit UMKM di wilayah kota Bogor yang terdiri dari bidang usaha kuliner, pakaian, Pendidikan, otomotif, agribisnis, dan jaringan internet. Sebagaimana terlihat pada Tabel 3, bidang usaha kuliner mendominasi jumlah UMKM di Kota Bogor yaitu berkontribusi sebesar 40 persen (9.514 unit) dari total UMKM di Kota Bogor. Adapun dari sisi lokasi, jumlah UMKM terbesar berada di Kecamatan Bogor Utara yaitu mencapai 8.069 (34 persen) dari total UMKM di Kota Bogor.

Tabel 4.8 Jumlah usaha mikro kecil dan menengah menurut kecamatan dan bidang usaha pada tahun 2019

Kecamatan Jumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kuline

r

Pakaian Pendidika n

Otomotif Agribisnis Jaringan Internet

Bogor Selatan 1.239 571 344 346 335 270

Bogor Timur 824 368 224 219 224 186

Bogor Utara 3.241 1.473 870 875 867 743

Bogor Tengah 2.007 902 554 543 552 440

Bogor Barat 1.220 533 330 318 334 272

Tanah Sareal 983 465 274 284 258 218

Kota Bogor 9.514 4.312 2.596 2.585 2.570 2.129

Sumber: Kota Bogor Dalam Angka 2021

Sebagaiamana disebutkan sebelumnya, bahwa sektor perdagangan memiliki kontribusi terhadap PDRB Kota Bogor cukup besar. Jika dilihat dari jumlah sarana perdagangan yang terdapat di Kota Bogor (Tabel 4), hingga tahun 2019 terdapat 570 unit sarana perdagangan yang didominasi oleh sarana perdagangan modern, khususnya jenis minimarket yang mencapai 484 unit dan jenis swalayan sebesar 70 unit. Sementara sarana perdagangan tradisional (pasar tradisional) berjumlah 12 yang sebagian besarnya dikelola oleh pemerintah. Adapun dari sisi lokasi, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Bogor Barat memiliki jumlah sarana pasar modern paling besar dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya.

(29)

Tabel 4.9 Jumlah sarana perdagangan menurut kecamatan dan jenis sarana di Kota Bogor pada tahun 2019

Kecamatan Jumlah sarana perdagangan

Pasar tradisional Pasar modern Dikelola

pemerinta h

Dikelola swasta

Dikelola masyarakat

Swalaya n

Minimarket Grosir

Bogor Selatan 2 1 5 75

Bogor Timur 1 16 58

Bogor Utara 4 24 46

Bogor Tengah 1 4 113

Bogor Barat 1 9 108

Tanah Sareal 3 1 1 12 84 1

Kota Bogor 12 1 2 70 484 1

Sumber: Kota Bogor Dalam Angka 2021

4.2. Daya Dukung Investasi

4.2.1. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Penanaman Modal dibagi menjadi 2 (dua) Jenis yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan Penanaman Modal Asing (PMA). PMDN adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Sedangkan PMA adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

1. Kepastian hukum 2. Keterbukaan 3. Akuntabilitas

4. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara 5. Kebersamaan

6. Efisiensi berkeadilan 7. Keberkelanjutan

8. Berwawasan lingkungan 9. Kemandirian

10. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional Tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:

1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

(30)

2. Menciptakan lapangan kerja.

3. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan.

4. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional 5. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional.

6. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan.

7. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya sang perekonomian nasional, dan mempercepat peningkatan penanaman modal.

Dalam menetapkan kebijakan dasar, Pemerintah:

1. Memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

2. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

3. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil menengah, dan koperasi.

Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilakukan dengan mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas, membeli saham dan melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan Bidang Usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah:

1. Produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan

2. Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang- undang.

Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional,

(31)

serta kepentingan nasional lainnya. Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden.

Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.

Penanam modal yang menanamkan modalnya di Indonesia baik PMDN maupun PMA diberikan hak, kewajiban dan tanggung jawab. Hak Penanam Modal:

1. Kepastian hak, hukum, dan perlindungan

2. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya 3. Hak pelayanan

4. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan Kewajiban Penanam Modal:

1. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

2. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.

3. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal.

4. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal.

5. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tanggung Jawab Penanam Modal:

1. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan penundang-undangan.

2. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan penundang- undangan (hal lain yang merugikan negara).

3. Menjaga kelestarian lingkungan hidup.

4. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja.

5. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(32)

4.2.2. Undang-Undang RI No. 23 Tahun 24 tentang Pemerintah Daerah

Berdasarkan UU RI No. 23 Tahun 2014, Pemerintah Daerah diberikan wewenang untuk mengelola daerahnya berdasarkan potensi daerah yang dimilki. Hal ini sering disebut juga dengan otonomi daerah. otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan Otonomi Daerah. Dalam pelaksanaan Desentralisasi dilakukan Penataan Daerah, Penataan Daerah ditujukan untuk:

1. Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 2. Mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat

3. Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik 4. Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan

5. Meningkatkan daya saing nasional dan daya saing Daerah 6. Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi dan budaya Daerah

Penataan Daerah terdiri atas Pembentukan Daerah dan Penyesuaian Daerah.

Pembentukan Daerah dan Penyesuaian Daerah dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional. Pembentukan Daerah berupa: a.

Pemekaran Daerah; dan b. Penggabungan Daerah. Pembentukan Daerah mencakup pembentukan Daerah Provinsi dan pembentukan Daerah Kabupaten/Kota.

4.2.3. Peraturan Presiden RI No. 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persayaratan di Bidang Penanaman Modal

Berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 44 Tahun 2016 bahwa bidang usaha dalam kegiatan Penanaman Modal terdiri atas:

1. Bidang Usaha Yang Terbuka; adalah Bidang Usaha yang dilakukan tanpa persyaratan dalam rangka Penanaman Modal.

2. Bidang Usaha Yang Tertutup; adalah Bidang Usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan Penanaman Modal.

3. Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan; adalah Bidang Usaha tertentu yang dapat diusahakan untuk kegiatan Penanaman Modal dengan persyaratan, yaitu dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta Koperasi, Kemitraan, kepemilikan modal, lokasi tertentu, perizinan khusus, dan penanaman modal dari negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).

Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan terdiri atas:

1. Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan yang dicadangkan atau kemitraan dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta Koperasi.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengembangan sistem penulis juga menggunakan metode air terjun (waterfall). Hasil yang didapat dari penelitian ini berupa Aplikasi Penunjang Keputusan Investasi

Evaluasi yang dilakukan adalah pelaksanaan Rencana Kerja Tahunan yang dikaitkan dengan pencapaian target Rencana Strategis Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Kepala Dinas adalah unsur pimpinan pada Dinas Penanaman Modal danPelayanan Terpadu Satu Pintu yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati

2. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Ri Tahun 2021 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Sebagai komitmen bersama dalam proses pencapaian harapan di masa yang akan datang, hendaknya Rencana Strategis ini menjadi arah dan pedoman serta

Rencana Strategis Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPM & PTSP) Provinsi Sumatera Barat disusun untuk mendukung pencapaian

Didalam buku ini memuat informasi tentang data-data yang terkait dengan perkembangan investasi di Jawa Tengah pada Semester I Tahun 2019 yaitu: Data Makro Ekonomi, Potensi

Maka untuk mengetahui transparansi pelayanan publik yang terjadi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DPM PTSP Kota Pekanbaru, khususnya mengenai pelayanan surat