• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TRAIT KEPRIBADIAN EXTRAVERSION DAN KETERAMPILAN SOSIAL TERHADAP KECENDERUNGAN ADIKSI SMARTPHONE PADA REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH TRAIT KEPRIBADIAN EXTRAVERSION DAN KETERAMPILAN SOSIAL TERHADAP KECENDERUNGAN ADIKSI SMARTPHONE PADA REMAJA"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Oleh :

Isti Isrokhimah NIM: 1111070000142

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1436 H / 2015 M

PADA REMAJA

(2)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Oleh :

Isti Isrokhimah NIM: 1111070000142

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1436 H / 2015 M

PENGARUH TRAIT KEPRIBADIAN EXTRAVERSION DAN KETERAMPILAN SOSIAL TERHADAP

KECENDERUNGAN ADIKSI SMARTPHONE

PADA REMAJA

(3)

ii Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh : Isti Isrokhimah NIM: 1111070000142

Pembimbing

Dr Risatianti Kolopaking M.Psi, Psi NIP. 2012 04010901

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1436H/2015M

KECENDERUNGAN ADIKSI SMARTPHONE

PADA REMAJA

(4)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “PENGARUH TRAIT KEPRIBADIAN EXTRAVERSION DAN KETERAMPILAN SOSIAL TERHADAP KECENDERUNGAN ADIKSI SMARTPHONE PADA REMAJA” telah diujikan dalam sidang munaqosah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta, 26 Oktober 2015

SIDANG MUNAQOSYAH

Dekan / Ketua Wakil Dekan / Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si NIP. 19680614 199704 1 001 NIP. 19720823 199903 1 002

Anggota

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si S. Evangeline I. Suaidy, M.Si, Psi NIP. 19620724 198903 2 001 NIP. 19750127 20070 2002

Dr. Risatianti Kolopaking, M.Psi, Psi NIP. 2012 04010901

(5)

iv Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 26 Oktober 2015

Isti Isrokhimah

NIM: 1111070000142

(6)

v MOTTO

God did not promishes day without pain

Sun without rain

Laugh without sorrow

But, God did promishes strength for the day

Comfort for the tears and light the way

Cara termudah untuk bahagia adalah dengan mensyukuri apa yang telah kamu punya dan tidak membandingkannya dengan orang lain. (B.J. Habibie)

Have Courage, Be Kindness and Gratitude

(7)

vi

D) Pengaruh Trait Kepribadian Extraversion dan Keterampilan Sosial terhadap Kecenderungan Adiksi Smartphone pada Remaja

E) xv + 94 + lampiran

F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh trait kepribadian exraversion dan keterampilan sosial terhadap kecenderungan adiksi smartphone pada remaja. Adapun responden dalam penelitian ini adalah 217 siswa-siswi SMA Negeri/Swasta di Jakarta Timur, berusia 15- 18 tahun.

Instrument penelitian terdiri dari Smartphone Addiction Scale (SAS) (Kwon et al., 2013). Internet Gaming Disorder Test (IGD-20 Test) (Pontez et al., 2014). Kontruksi alat ukur oleh penulis. Big Five Inventory (BFI) (John & Srivastava, 1999). Terakhir, Social Skill Inventory (SSI) (Riggio

& Carney, 2003). Uji validitas alat ukur menggunakan teknik confirmatory factor analysis. Analisis data menggunakan teknik multiple regression.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh signifikan secara bersamaan antara trait kepribadian extraversion dan keterampilan sosial terhadap kecenderungan adiksi smartphone pada remaja. Secara khusus, dua koefisien regresi yang berpengaruh adalah: emotional control dan social sensitivity. Hasil proporsi varians dari kecenderungan adiksi smartphone yang dijelaskan oleh trait kepribadian extraversion, emotional expressivity, emotional sensitivity, emotional control, social expressivity, social sensitivity, dan social control sebesar 7.8%, sedangkan 92.2%

sisanya dipengaruhi variabel lain diluar penelitian ini. Berdasarkan hasil ini, maka disarankan agar remaja mengembangkan keterampilan emotional control dan sosial sensitivity secara optimal, serta menggunakan smartphone secara bijaksana.

G) Bahan bacaan: 53; buku: 10 + jurnal: 27 + ebook: 6 + skripsi: 2 + artikel: 8

(8)

vii

ABSTRACT A) Faculty of Psychology

B) October 2015 C) Isti Isrokhimah

D) Effect of Extraversion Personality Trait and Social Skills to Tendency Smartphone Addiction in Adolescents

E) xv + 94 + attachment

F) This study aims to examine the effect of extraversion personality trait and social skills to tendency of smartphone addiction in adolescents. The respondents in this research consisted of 217 students of private and public senior high school in East Jakarta, range age between 15 to 18 years old.

Instrument in this study are Smartphone Addiction Scale (SAS) (Kwon et al., 2013). Internet Gaming Disorder Test (IGD-20 Test) (Pontez et al., 2014). Construction of measuring instruments by the author. Big Five Inventory (BFI) (John & Srivastava, 1999). Last, Social Skills Inventory (SSI) (Riggio & Carney, 2003). Test the validity of measuring devices using confirmatory factor analysis techniques. Data analysis using multiple regression techniques.

The results showed significant effect simultaneously between the extraversion personality trait and social skills to tendency smartphone addiction in adolescents. Specifically there are two regression coefficients that affected, they are: emotional control and social sensitivity. Results of the variance proportion of smartphone addiction tendencies described by the personality trait extraversion, emotional expressivity, emotional sensitivity, emotional control, social expressivity, social sensitivity, and social control at 7.8%, and 92.2% is influenced by other variables outside the research. Based on these results, it is recommended that adolescents develop emotional control and social sensitivity, as well as the use of smartphones wisely.

G) Reading material: 53; books: 10 + journals: 27 + ebooks: 6 + thesis: 2 + articles: 8

(9)

viii

Kepribadian Extraversion dan Keterampilan Sosial terhadap Kecenderungan Adiksi Smartphone pada Remaja”. Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.

Penulis menyadari ada banyak pihak yang turut berkontribusi dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih pada :

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya. Penulis yakin, perubahan disertai tekad kuat untuk memegang teguh amanah akan membawa nama baik Fakultas Psikologi makin berkibar.

2. Ibu Risatianti Kolopaking M.Psi, Psi selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran mengarahkan, membimbing, dan senantiasa memotivasi penulis untuk dapat segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Luh Putu Suta Haryanti M.Psi, Psi selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu, mendukung dan memberi masukan selama masa perkuliahan. Terimakasih atas saran dan perhatian yang telah diberikan selama ini.

4. Kepada kepala sekolah, guru dan para siswa. khususnya siswa-siswi SMA Negeri 106 Jakarta dan SMA Muhammadiyah 13 Jakarta yang telah menjadi responden dalam penelitian ini. Terima kasih karena telah meluangkan waktunya untuk menjadi responden penelitian ini. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT. Amin.

5. Seluruh dosen dan staf Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik, memberikan ilmu pengetahuan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan serta membantu dalam pelayanan administrasi dan lain-lain. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas ilmu yang diberikan.

(10)

ix

6. Kepada kedua orangtua, terima kasih atas kasih sayang dan dukungan yang selalu kalian berikan. Terima kasih pula kepada kakak, adik, dan keponakan penulis.

7. Teman-teman angkatan 2011 Fakultas Psikologi, khususnya kelas D 2011.

Terima kasih telah berbagi ilmu, pengalaman, dan pengetahuan bersama hampir selama 4 tahun. Kesuksesan menanti kita semua! Serta terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis (Nayla, Bella, Tari, Lina, Anisa, Noni, Ayu, Sekar, Afni, Angga, Dika, dan Donya).

8. Sahabat di luar kampus (Winda, Suci, Widya, Lutvia, dan Titi) selama hampir 7 tahun selalu memotivasi dan senantiasa mendampingi.

9. Terakhir, penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendoakan dan membantu proses penyelesaian skripsi ini.

Jakarta, Oktober 2015 Penulis

(11)

x

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ……… iii

LEMBAR PERNYATAAN ………..…….. iv

MOTTO ……….……... v

ABSTRAK ……… vi

KATA PENGANTAR ……….. viii

DAFTAR ISI ………. x

DAFTAR TABEL ……… xiv

DAFTAR GAMBAR ………... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ……… 1-17 1.1 Latar Belakang …………..……….... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah …………..…….… 12

1.2.1 Pembatasan masalah ………..…… 12

1.2.2 Perumusan masalah ………...….….….. 14

1.3 Tujuan dan Manfaat Peneliti………...… 15

1.3.1 Tujuan peneliti………..….. 15

1.3.2 Manfaat peneliti………..…..….. 15

1.3.2.1 Manfaat teoritik ………..………. 15

1.3.2.2 Manfaat praktis………..…... 15

1.4 Sistematika Penulisan ………..….…. 16

BAB 2 LANDASAN TEORI ……….………...…..……….… 18-52 2.1 Kecenderungan Adiksi Smartphone ………..…....… 18

2.1.1 Proses adiksi samartphone ………. 21

2.1.2 Faktor-faktor adiksi smartphone …...……....…. 22

2.1.3 Dimensi adiksi smartphone ………….……...… 24

(12)

xi

2.1.4 Pengukuran adiksi smartphone……...…..……… 26

2.2 Independent Variable ………...…..……. 26

2.2.1 Kepribadian ……… 26

2.2.2 Extraversion ………...……… 29

2.2.2.1 Indikator extraversion ………..….……. 33

2.2.2.2 Pengukuran extraversion ………..………… 34

2.2.3 Keterampilan sosial ……….…..……….… 34

2.2.3.1 Dimensi keterampilan sosial ..……..………. 40

2.2.3.2 Pengukuran keterampilan sosial ……... 42

2.2.4 Remaja ………..……….…... 43

2.3 Kerangka Berpikir ……….…….….... 45

2.4 Hipotesis Penelitian ………..….………....…… 51

2.4.1 Hipotesis mayor ………...……….… 51

2.4.2 Hipotesis minor ………...………..…………. 51

BAB 3 METODE PENELITIAN ……...…….………..……..… 53-75 3.1 Populasi dan Sampel ………..………... 53

3.1.1 Teknik pengambilan sampel ……….…...…… 53

3.2 Variabel Penelitian ……….………….…… 54

3.2.1 Definisi operasional kecenderungan adiksi smartphone……… 55

3.2.2 Definisi operasional extraversion ……… 55

3.2.3 Definisi operasional keterampilan sosial …..…… 55

3.3 Instrument Pengumpulan Data ……… 56

3.3.1 Kecenderungan adiksi smartphone ...…..…....…. 56

3.3.2 Extraversion ………..…...… 58

3.3.3 Keterampilan sosial ………..……...…… 58

3.4 Uji Validitas dan CFA ……….……….… 59

xi

(13)

xii

3.4.1 Uji validitas konstruk ……….……..…... 60

3.4.1.1 Kecenderungan adiksi smartphone ……… 62

3.4.1.2 Extraversion ……….. 64

3.4.1.3 Emotional expressitivity (EE) ……… 65

3.4.1.4 Emotional sensitivity (ES)……… 66

3.4.1.5 Emotional control (EC) ………. 67

3.4.1.6 Social expressivity (SE) ……….68

3.4.1.7 Social sensitivity (SS) ……… 68

3.4.1.8 Social control (SC) ……… 69

3. 5 Teknik Analisa Data ……….………… 70

3. 6 Prosedur Penelitian ……….……... 73

3.6.1 Tahap persiapan ………. 73

3.6.2 Tahap uji coba alat ukur ……… 73

3.6.3 Tahap pelaksanaan ……… 74

3.6.4 Tahap pengolahan data ……….… 75

BAB 4 HASIL PENELITIAN ……….. 76-85 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian ……….. 76

4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian……….. 77

4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ……… 78

4.4 Hasil Uji Hipotesis ……… 79

4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian ……… 79

4.4.2 Pengujian proporsi varians masing-masing independen variable ………. 83

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ……… 86-94 5.1 Kesimpulan ……… 86

5.2 Diskusi ……… 86

5.3 Saran ……….… 92

(14)

xiii

5.3.1 Saran teoritis ………..… 93 5.3.2 Saran praktis ……… 93 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xiii

(15)

xiv

Tabel 3.2 Blueprint Skala Kecenderungan Adiksi Smartphone …. 57

Tabel 3.3 Blueprint Skala Trait Kepribadian Extraversion ………. 58

Tabel 3.4 Blueprint Skala Keterampilan Sosial ……….…. 59

Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Kecenderungan Adiksi Smartphone . 63 Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Trait Kepribadian Extraversion .….. 65

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Emotional Expressitivity (EE) …… 66

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Emotional Sensitivity (ES) ………. 66

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Emotional Control (EC) ………….. 67

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Social Expressivity (SE) ….………. 68

Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Social Sensitivity (SS) …….……… 69

Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Social Control (SC) …………....…. 70

Tabel 4.1 Karakteristik Responden ………. 76

Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ……… 77

Tabel 4.3 Kategorisasi Skor Variabel ……….. 78

Tabel 4.4 Tabel R Square ………. 79

Tabel 4.5 Tabel Anova ………... 80

Tabel 4.7 Proporsi Varians Masing-masing Independent Variable ... 84

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Kerangka Berpikir ……….…….. 51

(17)

1

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman, teknologi memasuki kehidupan sehari-hari masyarakat tanpa memandang usia, jenis kelamin, etnis, karir atau pun status ekonomi. Teknologi memudahkan individu diberbagai aspek kehidupan, salah satunya sebagai sarana komunikasi. Perkembangan teknologi komunikasi ditunjukkan dengan kemunculan smartphone yang seiring waktu mengalami peningkatan popularitas. Smartphone merupakan pengembangan dari telepon seluler, dimana telepon seluler adalah telepon mandiri yg menggunakan baterai, tanpa kabel, dan menerima suara melalui sinyal (KBBI, 2008). Penggunaan smartphone sangat menarik sebagai alat komunikasi dan interaksi interpersonal.

Namun seiring perkembangannya, fungsi smartphone tidak hanya sebagai ponsel tetapi juga sebagai komputer, mp3, dan pemutar video (Kwon, Kim, Cho, &

Yang, 2013). Selain itu, smartphone memiliki ribuan aplikasi dengan ketersediaan internet (Lin, Chang, Lee, Tseng, Kuo & Chen, 2014).

Smartphone merupakan pengembangan dari telepon selular. Menurut Kim, Lee, Lee, Nam dan Chung (2014) terdapat empat perbedaan smartphone dan telepon seluler (ponsel). Pertama, pengguna smartphone memberikan keterlibatan yang lebih dinamis antara perangkat dengan penggunanya dibandingkan pengguna ponsel biasa. Aplikasi pada smartphone memungkinkan pengguna untuk

(18)

2

memberikan feedback langsung. Sehingga pengguna smartphone cenderung lebih aktif, partisipatif, relasional, kompeten dan produktif. Kedua, smartphone menempatkan kepentingan yang lebih besar pada fitur sensorik yang merangsang sisi ekspresif pengguna. Ketiga, smartphone memberikan layanan konvergensi seperti kamera, MP3, GPS, web browsing, telepon, email, game, dan jejaring sosial pada satu perangkat portabel. Portabilitas smartphone tersebut memungkinkan untuk layanan personal dimana saja. Keempat, smartphone memberikan informasi kepada pengguna tentang update yang relevan, seperti email terbaru. Sehingga dengan kata lain, kita dapat melakukan sejumlah besar tugas sehari-hari langsung dari telapak tangan kita. Dengan segala kelebihan tersebut, smartphone memberikan kenyamanan dan menstimulasi individu untuk terus menggunakan smartphone.

Penggunaan smartphone semakin popular diberbagai kalangan, termasuk kalangan remaja. Berdasarkan survey US Cencus Bureau pada Januari 2014, dari tujuh miliar jumlah penduduk dunia, lebih dari enam miliar jiwa memiliki smartphone (Afrisia & Haryanto, 2014). Sama halnya dengan Indonesia, menurut lembaga survey Nielsen, persentase pengguna smartphone di Indonesia mengalami peningkatan terbesar dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, yaitu sebesar 30 persen dalam empat tahun terakhir (Gunawan, 2011).

Survey yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APIJI) tahun 2012, menyatakan pengguna smartphone terbesar terdapat di Pulau Jawa, dan DKI Jakarta menempati urutan tertinggi dengan persentase sebesar 76 persen

(19)

(APIJI, 2012). Sehingga dengan kata lain, jumlah pengguna smartphone terbesar terdapat di DKI Jakarta.

Salah satu fitur smartphone yang banyak digunakan adalah chating dan social media. Di Indonesia pengguna aplikasi chating Line sebanyak 30 juta orang, dengan angka ini maka Indonesia menempati urutan kedua pengguna Line di dunia (Noviandari, 2014). Berdasarkan waktu yang dihabiskan selama penggunaan smartphone: 37 menit digunakan untuk chatting, 27 menit untuk surfing/browsing, 23 menit untuk utility apps, 17 menit untuk gaming dan 15 menit untuk multimedia. Kemudian pesan teks (delapan menit), panggilan (enam menit), dan phone navigation (tiga menit), email, phone features, office packages dan security masing-masing menghabiskan waktu satu menit per hari. Dengan demikian sebagian besar waktu digunakan untuk chatting diikuti dengan browsing dan gaming (Nielsen, 2014). Pada jenis perangkat lunak Blackberry masih menjadi pilihan konsumen smartphone Indonesia, namun sistem Android lebih disukai di sebagian besar negara Asia.

Sebuah studi dilakukan di Inggris tahun 2008 menyatakan bahwa 84 persen remaja bermasalah dengan ide kehilangan smartphonenya (Duerson, 2014). Hal ini sejalan dengan hasil wawancara singkat yang dilakukan penulis kepada seorang remaja, mengaku bahwa ia merasakan getaran smartphone disakunya padahal tidak terjadi apapun, fenomena ini disebut juga phantom vibration/ringing (Lin et al., 2014). Perasaan ini mungkin muncul karena adanya keterikatan yang kuat antara individu dengan smartphonenya, dimana hal ini dapat menjadi salah satu karakteristik dari perilaku adiksi .

(20)

4

Adiksi smartphone adalah perilaku ketergantungan terhadap smartphone yang ditunjukkan dengan toleransi, withdrawal, disertai oleh masalah sosial (Kwon, Lee, Won, Park, Min, Hanh, Choi, & Kim, 2013). Adiksi merupakan sebuah pola maladaptive, dimana perilaku tersebut akan memberikan efek negatif bagi individu. Efek negatif tersebut meliputi akademik, relationship, keuangan, pekerjaan, dan fisik (Young, 1996). Individu menggunakan smartphone untuk hiburan atau menghilangkan stress (Thomee, Härenstam, & Hagberg dalam Lee, Chang, & Cheng, 2014). Ketersediaan berbagai fitur menarik di smartphone membuat individu merasa nyaman dan memberikan kepuasan kepada pengguna.

Terutama pada situasi yang tidak menyenangkan seperti, ketegangan dan kebosanan, fitur menarik pada smartphone dapat menyingkirnya situasi negatif tersebut. Perilaku yang menginsentifkan inilah yang membuat individu terus melakukannya untuk mengambil kesenangan (Sahin, Ozdemir & Temiz, 2013), hal ini memungkinkan individu untuk mengalami adiksi. Perilaku pengguna smartphone seperti ini dapat menghasilkan grativikasi/kepuasan langsung, tetapi juga dapat disertai dengan berkurangnya kontrol diri dan menimbulkan kebiasaan (Härenstam & Hagberg dalam Lee et al., 2014).

Berdasarkan pengamatan penulis, beberapa remaja menggunakan smartphone secara terus menerus untuk mengecek pesan, email atau social media.

Di gedung bioskop terdapat penonton yang memainkan smartphonenya sambil menonton film. Bahkan terkadang individu terlalu asyik menggunakan smartphonenya, seperti chatting, social media ataupun game saat sedang berkumpul dengan orang lain. Sehingga, mereka mengabaikan orang disekitarnya

(21)

dan memilih menggunakan smartphone sebagai sarana komunikasi tidak langsung. Banyak individu yang tetap menggunakan smartphone saat di meja makan, mengemudi, bahkan meletakkan smartphone tidak jauh darinya ketika tidur, dan terus menerus mengecek pesan masuk ditambah dengan merasa harus segera meresponnya. Saat individu berada di lingkungan yang baru dan tidak mengenal siapapun, maka mereka akan menggunakan smartphonenya daripada mencoba untuk mengenalkan diri dan mengajak oranglain berbicara. Disisi lain saat menggunkan fitur chatting, banyak individu yang menggunakan emoticon atau stiker sebagai cara untuk mengungkapkan perasaannya. Mereka menggunakan emoticon tersebut karena dapat membantu menampilkan emosi yang dianggap sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Penggunaan smartphone secara berlebih dapat menyebabkan kerugian. Di Indonesia, Polda Metro Jaya mencatat angka kecelakaan yang disebabkan pengendara yang menggunakan smartphone naik 1.200 persen dari tahun 2009 sampai 2010 (Sembiring dalam Baiquni, 2010). Di tahun 2011, 30 persen kecelakaan lalu lintas di Jakarta disebabkan menggunaan smartphone. Menurut Tifatul Sembiring, fenomena ini terjadi akibat konsentrasi pengemudi yang terpecah akibat menggunakan smartphone (Baiquni, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang terus menggunakan smartphonenya meskipun terdapat larangan pada penggunaannya dan pengetahuan tentang potensi bahaya yang menyertai (Choliz et al., 2012).

(22)

6

Penggunaan smartphone sangat menarik dikalangan remaja. Menurut Griffiths (2010) penggunaan teknologi pada remaja telah meningkat selama dua dekade terakhir dan memiliki proporsi signifikan terkait waktu yang dihabiskan untuk berhadapan dengan smartphone (seperti, SMS, video game dan internet).

Sifat remaja yang masih rentan dan ingin mengetahui banyak hal, dapat menyebabkan penggunaan berlebih pada smartphone. Menurut Kwon, Kim, Cho,

& Yang (2013), remaja lebih rentan terhadap adiksi smartphone dibandingkan dengan orang dewasa. Semakin muda usia individu, maka semakin besar kemungkinan bahwa teknologi dapat mempengaruhi aspek moral, kognitif dan sosial (Griffiths 2010). Dengan kata lain, remaja cenderung proaktif menerima media baru dan menggantikan yang sebelumnya.

Remaja menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman sebaya dan lebih sedikit dengan keluarga (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Kebutuhan akan intimasi meningkat dimasa remaja dan memotivasi remaja untuk mencari sahabat.

Pada usia ini, remaja mengembangkan minat sosial terlebih kepada lawan jenis, karena mereka mengalami perubahan hormonal dan mengalami masa pubertas.

Selain itu remaja juga mulai membentuk persahabatan dengan teman sebayanya.

Persahabatan adalah bagian penting dari kehidupan. Teman sebaya akan memberikan rasa memiliki, penerimaan dan dukungan pada individu. Selain itu juga membantu remaja membangun konsep diri yang positif dan berkomunikasi dengan orang lain (Couch, Felstehausen, & Patsy, 1997). Jika remaja gagal untuk membentuk persahabatan yang akrab, mereka akan mengalami kesepian dan self worth yang rendah. Dibanding dengan anak anak, remaja lebih banyak

(23)

menyesuaikan diri terhadap standar kawan sebayanya (Sullivan dalam Santrock, 2012). Oleh karena itu keterampilan sosial merupakan aspek penting pada masa ini. Keterampilan sosial penting dimiliki individu agar memiliki kemampuan komunikasi yang efektif dan efisien sehingga membantu individu untuk membangun hubungan dengan teman sebayanya.

Pada awalnya penggunaan teknologi komunikasi ditujukan untuk hiburan dan kontak sosial melalui dunia maya. Namun seiring perkembangannya, individu dengan keterbatasan keterampilan sosial terutama komunikasi langsung akan menggunakan smartphone sebagai alat komunikasi yang dapat mengatasi keterbatasan mereka. Tetapi penggunaan secara berlebihan dapat menyebabkan adiksi. Individu umumnya menggunakan teknologi komunikasi untuk mendapatkan informasi, menghibur diri, menjalin komunikasi, dan membangun hubungan sosial dengan oranglain (Ceyhan, 2011). Kemampuan tersebut disebut sebagai keterampilan sosial, dimana keterampilan sosial menjadi salah satu faktor penyebab kecenderungan adiksi smartphone.

Keterampilan sosial adalah kemampuan individu dalam berinteraksi dengan oranglain dengan melakukan pengiriman, pengintepretasian dan mengatur komunikasi verbal maupun nonverbal, sehingga tercipta interaksi sosial yang positif dan dapat membawa manfaat bagi diri sendiri atau orang lain (Riggio, 1986). Sebuah penelitian di Iran oleh Dehghani dan Dehghani (2014), menyatakan bahwa keterampilan sosial yang tinggi dapat mengurangi kecenderungan adiksi pada siswa. Sedangkan Caplan (2003) melakukan penelitian di Amerika Serikat yang menguji hubungan antara keterampilan sosial dengan penggunaan internet

(24)

8

secara kompulsif, dengan variabel mediator adalah kecenderungan berinteraksi online. Hasil penelitian tersebut adalah individu dengan skor keterampilan sosial yang rendah memiliki kecenderungan berinteraksi online yang tinggi.

Teknologi menjadi sarana untuk membangun hubungan sosial. Pada kegiatan ini remaja menunjukkan kemampuan role-playing, yaitu dengan melakukan hal-hal yang tidak berani mereka lakukan dikehidupan nyata.

Kemampuan role playing dan self presentation disebut juga dengan social control (Riggio & Carney, 2003). Remaja yang adiksi mungkin mencari self presentation dalam lingkungan anonimitas seperti social media, hal ini dikarenakan mereka ingin diterima oleh lingkungannya (Snyder dalam Friedman & Schustack, 2006).

Dalam lingkungan yang anonimitas, pecandu internet mungkin mencoba melarikan diri dari keterbatasan di kehidupan nyata untuk mendapatkan ruang dalam sosialisasi (Cornwell & Lundgren dalam Caplan, 2003). Dalam lingkungan yang anonim, individu dapat dengan bebas mengungkapkan pikiran dan perasaannya melalui internet (Pramusita, 2014), seperti mengupdate status di media sosial. Melalui fitur smartphone, individu dapat mengontrol presentasi diri yang diinginkan, misalnya individu hanya memposting hal-hal yang dianggapnya baik. Sehingga mereka merasa memiliki citra baik di mata orang lain dan membuatnya merasa nyaman saat berinteraksi di dunia maya. Hal ini dilakukan karena mereka ingin menampilkan diri yang ideal didepan oranglain. Dalam hal ini smartphone memberikan keuntungan sebagai media komunikasi tidak langsung untuk mengatasi keterbatasan tersebut.

(25)

Penelitian lain yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Young dan Rodgers (1998) menyatakan bahwa private self consciousness yang tinggi memengaruhi tingkat adiksi internet yang tinggi pula. Private self consciousness disebut juga sebagai emotional sensitivity (Riggio & Carney, 2003). Dimana emotional sensitivity merupakan salah satu dimensi keterampilan sosial. Individu dengan self consciousness tinggi akan menunjukkan sifat sensitif, waspada, dan private. Hasil menunjukkan bahwa private self consciousness yang rendah akan meningkatkan kecenderungan adiksi internet (Young & Rodgers, 1998). Dalam fitur chatting terdapat emoticon, stiker maupun gambar lainnya yang cenderung memiliki persepsi sama pada semua orang. Sehingga memudahkan individu memahami pesan emosi dari orang lain melalui komunikasi tidak langsung.

Disisi lain, menurut Skinner (1974), individu yang memiliki public self consciousness tidak hanya menyadari lingkungan mereka, tapi juga menyadari bahwa mereka adalah bagian dari lingkungan. Sehingga mereka akan mengobservasi stimulus dari lingkungan dan mencoba untuk bertingkah laku sesuai standar lingkungan (Skinner dalam Feist & Feist, 2010). Public self consciousness disebut juga sebagai social sensitivity (Riggio & Carney, 2003).

Oleh karena itu individu yang memiliki social sensitivity tinggi cenderung menyesuaikan tingkah laku dengan standar masyarakat, terlepas dari apakah standar tersebut merupakan hal yang benar atau salah. Dalam hal ini remaja memperluas penggunaan smartphone karena mereka berusaha mengikuti tren dan ingin diterima oleh lingkungannya.

(26)

10

Penelitian di Hongaria oleh Kun dan Demetrovics (2010) menunjukkan bahwa Emotional Intelligence melibatkan dimensi emotional expressivity karena memiliki peran dasar dalam pembentukan dan mempertahankan kecanduan.

Dimana emotional expressivity mengacu pada kemampun mengirim pesan nonverbal (Riggio, 1986). Individu dengan adiksi alkohol cenderung menafsirkan ekspresi wajah yang palsu, seperti kesedihan atau jijik hal ini menggambarkan konflik interpersonal, seperti kemarahan atau penghinaan (Philippot et al. dalam Kun & Demetrovics, 2010). Individu dengan kemampuan emotional expressivity cenderung menggunakan emoticon/stiker pada perangkat chating sebagai sarana komunikasi tidak langsung. Hal ini mereka lakukan karena keterbatasan mengirim pesan nonverbal, sehingga mereka akan memiliki kecenderungan adiksi smartphone yang lebih tinggi (Pramusita, 2014).

Dimensi lainnya dalam keterampilan sosial adalah emotional control.

Dalam peneitian lain emotional control disebut juga sebagai self monitoring.

Riggio mengembangkan penelitian dari Snyder tentang self monitoring, yang kemudian menjadi bagian dari keterampilan sosial. Takao, Takahashi, & Kitamura (2009) meneliti pengaruh self monitoring terhadap adiksi smartphone pada mahasiswa di Jepang. Hasilnya, individu dengan self monitoring tinggi cenderung menggunakan smartphone dengan tidak tepat, seperti perilaku adiksi (Takao et al., 2009).

Faktor lain yang mempengaruhi adiksi smartphone adalah kepribadian, khususnya trait kepribadian extraversion. Salah satu ciri extraversion adalah mencari sensasi yang membutuhkan beragam sensasi dan pengalaman, dan

(27)

bersedia mengambil risiko sosial dan fisik demi pengalaman tersebut (Eysenck dalam Bianchi & Phillips, 2005). Selain itu, sosialisasi merupakan salah satu fitur utama extraversion. Sebagai akibatnya, extraversion akan cenderung mengembangkan lingkaran pertemanan yang lebih besar. Penelitian di Australia menunjukkan bahwa individu yang extraversion memiliki kecenderungan adiksi smartphone yang tinggi (Bianchi & Phillips, 2005). Hal ini mungkin disebabkan mereka menjadi aktif dalam memulai percakapan melalui smartphone, sering mengupdate status di media sosial, mempublikasi foto/kegiatan terbaru yang dilakukan, dan memberi komentar pada postingan orang lain. Sehingga mereka akan menggunakan smartphone lebih sering dan memungkinkan remaja mengalami adiksi smartphone. Smartphone digunakan sebagai sarana komunikasi tidak langsung yang dapat membantu remaja mempertahankan eksistensi dan membangun hubungan sosial yang lebih luas. Remaja juga lebih banyak menyesuaikan diri terhadap standar kawan sebayanya (Sullivan dalam Santrock, 2012). Smartphone menjadi bagian dari trend dan gaya hidup sehingga penggunaan smartphone tanpa disadari telah menjadi standar penerimaan sosial pada remaja.

Fenomena tersebut didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Wan dan Chiou (2006), salah satu faktor yang mendasari remaja yang mengalami adiksi game online adalah untuk memenuhi kebutuhan interpersonal, dan membangun eksistensi dalam hubungan interpersonal tersebut. Dalam hal ini teknologi menjadi sarana dalam membangun hubungan interpersonal (Wan & Chiou, 2006).

(28)

12

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Lee, Tam dan Chie (2013) meneliti pengaruh kepribadian terhadap kecenderungan adiksi smartphone pada penduduk Malaysia. Hasilnya adalah kepribadian extraversion memiliki efek signifikan terhadap penggunaan pesan teks pada smartphone. Studi lebih lanjut dilakukan di Amerika Serikat oleh Smetaniuk (2014) yang menguji pengaruh kepribadian extraversion terhadap adiksi smartphone. Hasilnya adalah trait kepribadian extraversion memiliki pengaruh signifikan terhadap adiksi smartphone.

Dari berbagai fenomena yang telah dijelaskan di atas, penulis tertarik untuk mengangkat judul “Pengaruh Trait Kepribadian Extraversion dan Keterampilan Sosial Terhadap Kecenderungan Adiksi Smartphone pada Remaja”.

Penelitian ini akan mengukur kedua faktor tersebut berdasarkan pada dimensi masing-masing variabel dan signifikansinya terhadap kecenderungan adiksi smartphone. Dengan asumsi bahwa individu dengan trait kepribadian extraversion memiliki kecenderungan adiksi smartphone yang tinggi dan individu dengan keterampilan sosial rendah akan memiliki kecenderungan adiksi smartphone yang tinggi.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan masalah

Untuk membatasi masalah tentang kecenderungan adiksi smartphone yang dipengaruhi oleh trait kepribadian extraversion dan keterampilan sosial. Adapun penjelasan mengenai konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut:

(29)

a. Adiksi smartphone adalah perilaku ketergantungan terhadap smartphone yang ditunjukkan dengan toleransi (selalu menggunakan smartphone), withdrawal (penarikan diri), disertai oleh masalah sosial. Dimensi adiksi smartphone terdiri dari enam aspek, yaitu: daily life disturbance, positif anticipation, withdrawal, cyberspace-oriented relationship, overuse, dan tolerance (Kwon, Lee, Won, Park, Min, Hanh, Choi, & Kim, 2013).

b. Trait kepribadian extraversion adalah ciri kepribadian yang mencari pemenuhan/kepuasan dari luar diri/masyarakat, karakteristik extraversion yaitu: activity level, dominance, sociability, expressiveness, dan positive emotionality (John & Srivastava, 1999). Penelitian ini hanya mengambil trait keribadian extraversion, karena ingin menjelaskan fenomena adiksi khususnya pada remaja. Dimana salah satu karakteristik extraversion adalah membangun hubungan sosial yang luas sebagai bentuk eksistensi.

c. Keterampilan sosial adalah kemampuan individu dalam berinteraksi dengan oranglain dengan melakukan pengiriman, pengintepretasian dan mengatur komunikasi verbal maupun nonverbal, sehingga tercipta interaksi sosial yang positif dan dapat membawa manfaat diri sendiri atau orang lain (Riggio, 1986). Keterampilan sosial memiliki enam dimensi yaitu: emotional expressivity, emotional sensitivity, emotional control, social expressivity, social sensitivity, dan social control. Keterampilan sosial memiliki implikasi diberbagai aspek kehidupan. Terutama mengenai bagaimana cara individu menampilkan dirinya dilingkungan sosial, baik secara verbal maupun nonverbal. Hal ini mungkin dapat memprediksi

(30)

14

perilaku adiksi smartphone karena berkenaan dengan cara komunikasi individu.

d. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah remaja dengan rentangan usia 15 sampai 18 tahun. Sampel adalah pelajar SMA di Jakarta Timur. Penulis menggunakan remaja sebagai subjek penelitian karena usia remaja memiliki masalah yang kompleks. Pada remaja terjadi pematangan kepribadian, masa pencarian identitas, dan memperluas minat sosial dengan teman sebayanya.

1.2.2 Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti menguraikan rumusan masalah menjadi “Apakah ada pengaruh yang signifikan antara trait kepribadian extraversion dan keterampilan sosial terhadap kecenderungan adiksi smartphone pada remaja?”

a. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara trait kepribadian extraversion, emotional expressivity, emotional sensitivity, emotional control, social expressivity, social sensitivity, dan social control terhadap kecenderungan adiksi smartphone pada remaja?

b. Variabel mana yang paling besar pengaruhnya terhadap kecenderungan adiksi smartphone pada remaja?

(31)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara trait kepribadian extraversion dan keterampilan sosial terhadap kecenderungan adiksi smartphone pada remaja. Serta untuk mengetahui variabel mana yang memberikan kontribusi terbesar terhadap adiksi smartphone pada remaja.

1.3.2 Manfaat penelitian

Secara umum, terdapat dua macam manfaat penelitian, antara lain manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.3.2.1 Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis.

b. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan kecenderungan adiksi smartphone serta pengembangan instrumen pengukuran adiksi smartphone.

1.3.2.2 Manfaat praktis

a. Bagi remaja, dapat memberikan gambaran mengenai perilaku kecenderungan adiksi smartphone.

b. Bagi peneliti selanjutnya, dapat membuat psikoedukasi kepada masyarakat mengenai cara untuk mengoptimalkan keterampilan sosial, dan upaya pencegahan terjadinya adiksi smartphone.

(32)

16

1.4 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan hasil penelitian ini, penulisan menggunakan kaidah penulisan American Psychology Association (APA) style yang mengacu pada pedoman penulisan skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan ini dibagi menjadi beberapa bagian bahasan seperti yang akan dijabarkan sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab pertama berisikan latar belakang penelitian ini, menjabarkan fenomena-fenomena yang terjadi dimasyarakat tentang penggunaan smartphone, kesenjangan yang terjadi antara fenomena tersebut, alasan pentingnya diadakan penelitian ini, penelitian sebelumnya tentang adiksi smartphone dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pembatasan masalah berisi tentang teori yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini, dan definisi setiap variabel yang akan diteliti. Selanjutnya adalah tujuan penelitian serta manfaat yang akan didapat dari hasil penelitian ini, baik manfaat praktis maupun teoritis.

BAB II: LANDASAN TEORI

Bab kedua dalam proposal ini berisi landasan teori yang digunakan dalam penelitian. Mengemukaan teori/definisi dari adiksi smartphone, faktor- faktor yang mempengaruhi adiksi smartphone, aspek-aspek yang meliputi adiksi smartphone tersebut serta cara pengukurannya. Independent variable dijelaskan untuk menunjukkan bagaimana hubungan trait kepribadian extraversion dan keterampilan sosial terhadap kecenderungan

(33)

adiksi smartphone, definisi dari extraversion dan keterampilan sosial serta hipotesis penelitian untuk menguji teori yang digunakan dalam penelitian.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ketiga berisikan tentang metode penelitian, prosedur/cara yang digunakan peneliti terkait pengukuran dependent variable dan independent variable. Menjelaskan populasi dan sampel yang digunakan, serta teknik pengambilan sampel. Menjelaskan definisi konseptual dan operasional dari setiap variabel yang diukur, instrumen yang digunakan serta validitas dan reliabilitas dari instrument tersebut. Selanjutnya menjelaskan teknik analisa data yang digunakan penulis, langkah-langkah pengumpulan data dan tata cara pelaksanaannya.

BAB IV: HASIL PENELITIAN

Bab keempat berisikan tentang gambaran subjek yang digunakan dalam penelitian. Mendeskripsikan data yang didapat dalam penelitian. Proses analisis data, selanjutnya hasil analisis regresi yang dibuktikan dengan uji hipotesis.

BAB V: KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Bab terakhir berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian. Diskusi dengan membandingkan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.

Selanjutnya saran teoritis dan saran praktis, serta menjelaskan kekurangan dan kelebihan penelitian ini.

(34)

18 BAB 2

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori yang terkait dengan variabel penelitian, yaitu adiksi smartphone, extraversion dan keterampilan sosial.

2.1 Kecenderungan Adiksi Smartphone

Adiksi merupakan hendaya pada kontrol terhadap penggunaan zat kimia yang disertai dengan ketergantungan fisiologis dan ketergantungan psikologis (Nevid, Rathus, & Greene, 2005). Ketergantungan fisiologis ditunjukkan dengan keadaan tubuh seseorang telah berubah sedemikian rupa sebagai hasil dari penggunaan zat psikoaktif secara teratur, sehingga tubuh menjadi tergantung pada pasokan zat yang stabil. Tanda-tanda utama dari ketergantungan fisiologis mencakup perkembangan toleransi. Sedangkan ketergantungan psikologis adalah penggunaan obat-obatan secara kompulsif untuk memenuhi kebutuhan psikologis seperti tergantung pada obat untuk mengatasi stress. Perilaku adiksi, seperti kecanduan zat adalah sebuah dorongan kebiasaan atau paksaan untuk melanjutkan perilaku bahkan ketika hal itu mengarah pada kejadian dan konsekuensi negatif.

Namun istilah adiksi juga digunakan ketika seseorang terobsesi dengan kegiatan tertentu yang menghasilkan gangguan pada aktivitas sehari-hari dan menunjukkan pola yang sama dengan ketergantungan zat (Kwon, Kim, Cho, & Yang, 2013).

Namun seiring berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan, adiksi tidak hanya pada obat-obatan tapi juga meliputi perjudian, makan berlebih, seks, bermain game, olahraga, dan adiksi teknologi (Griffiths dalam Roberts & Pirog, 2012). Menurut Griffiths (2010), adiksi teknologi didefinisikan sebagai interaksi

(35)

manusia dan mesin. Jenis teknologi tersebut meliputi internet, televisi, dan game komputer. Para peneliti berpendapat bahwa penggunaan teknologi secara berlebihan dapat dianggap sebagai masalah (Griffiths, 2010). Adiksi adalah perilaku yang dianggap sebagai suatu kebiasaan atau suatu paksaan untuk selalu mengulangi perilaku yang dilakukan bahkan ketika perilaku tersebut mengarah pada peristiwa negatif dan memiliki konsekuensi tertentu seperti kehilangan kontrol atas perilaku yang dilakukannya (Griffiths dalam Zahrani, 2014). Perilaku ini biasanya mempengaruhi dan memperkuat komponen yang mendukung kecenderungan adiksi. Griffiths mengemukakan bahwa segala sesuatu yang memberikan kesenangan dapat menyebabkan kecanduan. Karena pada dasarnya manusia hidup untuk mencari kesenangan, kesenangan ini dapat diperoleh melalui berbagai cara seperti penggunaan smartphone. Smartphone dapat menimbulkan adiksi karena melibakan penggunanya dalam situasi menarik (Griffiths dalam Sahin, Ozdemir, Unsal, & Temiz, 2013). Saat menggunakan smartphone, individu memperoleh sensasi yang membuatnya ingin mengulangi aktifitas serupa.

Sedangkan menurut Kwon, Lee, Won, Park, Min, Hanh, Choi, & Kim (2013) adiksi smartphone adalah perilaku ketergantungan terhadap smartphone yang ditunjukkan dengan toleransi (selalu menggunakan smartphone), withdrawal (penarikan diri), disertai oleh masalah sosial. Smartphone memiliki beberapa fitur menarik seperti portabilitas, real-time internet searching, kenyamanan, dan komunikasi interaktif melalui SNS (Social Networking Service). Fitur menarik seperti ketersediaan internet memungkinkan individu untuk adiksi. Perilaku adiksi dapat menyebabkan masalah sosial pada berbagai aspek kehidupan aspek

(36)

20

kehidupan tersebut meliputi akademik, relationship, keuangan, pekerjaan, dan fisik (Young, 1996).

Selanjutnya, menurut pendekatan perilaku, ketika perilaku memberikan kepuasan atau membantu menyingkirkan perilaku negatif seperti ketegangan atau kebosanan, maka perilaku yang mengintensifkan tersebut membuat individu untuk terus melakukannya untuk mengambil kesenangan atau menyingkirkan situasi negatif (Sahin et al., 2013). Dalam hal ini, adiksi memberikan kesenangan kepada pengguna, mengurangi stress dan kecemasan individu.

Menurut Peele (2007) adiksi adalah cara seseorang untuk berhubungan dengan dunianya sebagai respon terhadap pengalaman yang didapatkan dari beberapa aktivitas atau objek. Seseorang menjadi kecanduan dikarenakan dalam pengalaman tersebut memberikan imbalan emosional yang penting, tetapi semakin membatasi dan merugikan kehidupan mereka (Peele dalam Zahrani, 2014). Imbalan emosional dapat berupa rasa senang, puas dan sebagainya. Namun rasa senang tesebut bersifat semu karena tidak bertahan lama. Dilain sisi, adiksi merupakan suatu aktifitas yang dilakukan berulang-ulang dan dapat menimbulkan dampak negatif (Hovart dalam Zahrani, 2014). Perilaku tersebut cenderung diulang karena menginsentif individu dan dapat berakibat negatif seperti membuang-buang waktu, dan membuat individu tidak bersosialisasi karena asyik dengan kegiatannya.

Dalam penelitian ini, adiksi smartphone merupakan bagian dari adiksi teknologi yang melibatkan interaksi manusia dan mesin. Penulis menggunakan teori dari Kwon et al., (2013) yang mendefinisikan adiksi smartphone sebagai

(37)

perilaku ketergantungan terhadap smartphone yang ditunjukkan dengan toleransi (selalu menggunakan smartphone), withdrawal (penarikan diri), disertai oleh masalah sosial. Definisi ini cukup mewakili karakteristik umum adiksi yaitu toleransi, withdrawal dan timbulnya masalah sosial yang menyertai perilaku maladaptive ini. Selain itu, teori ini dikembangkan pada populasi remaja sehingga cocok digunakan dalam penelitian ini yang menggunakan remaja sebagai subjek penelitian.

2.1.1 Proses kecenderungan adiksi smartphone

Menurut Young (1998), dalam sebuah penelitian mengenai adiksi internet pada anak-anak dan remaja (Young dalam Beard, 2011). Proses seseorang menjadi adiksi berawal dari terpapar internet seperti games komputer, digital music player, kamera digital, dan lainnya. Hal ini dikarenakan institusi pendidikan (sekolah) mengenalkan siswanya dengan teknologi baru (internet), mempersiapkan mereka untuk mempelajari dan merangkul teknologi baru tersebut. Semakin lama individu mungkin akan menarik diri dari lingkungan dan membuat ikatan emosional dengan orang-orang di internet. Dengan demikian individu yang telah kecanduan internet akan memperluas penggunaan internet dan meningkatkan hubungan mereka dengan orang-orang di internet. Sehingga pada akhirnya akan menimbulkan gejala seperti anger, irritability, edginess dan acting out jika individu kehilangan akses internetnya.

(38)

22

Teori belajar menjelaskan bahwa individu yang aktif mencari kesenangan atau gratifikasi dapat mengarah pada kebiasaan dan perilaku adiktif melalui operant conditioning. Menurut Song, Larose, Eastin, & Lin (2004) tahapan adiksi diawali dari pengguna internet memilih informasi dari situs web yang sesuai dengan gratifikasi yang dirasakan pengguna. Tahap selanjutnya, pengguna kehilangan kemampuan untuk membuat pilihan. Mereka didorong pada pola perilaku yang dikondisikan. Pada saat itu, interaktivitas internet mungkin membangkitkan pola stimulus dan respon pada pengguna serta gratifikasinya.

Menurut Swanson (1992), gratifikasi dikategorikan menjadi dua. Pertama, gratifikasi proses yaitu pengalaman menyenangkan yang didapat dari konten media selama menggunakan media tersebut. Kedua, gratifikasi konten yaitu kesenangan karena mendapatkan informasi dari konten di media dan kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari (Swanson dalam Song et al., 2004).

2.1.2 Faktor-faktor adiksi smartphone

Kecenderungan adiksi smartphone merupakan salah satu bentuk perilaku maladaptive. Perilaku ini dapat disebut sebagai maladaptive karena menimbulkan efek negatif dalam kehidupan sehari-hari, seperti menurunnya kualitas tidur karena menghabiskan banyak waktu untuk menggunakan smartphone (Sahin et al., 2013). Hal lainnya adalah masalah akademik, relationship, keuangan, pekerjaan, dan fisik (Young, 1996).

Perilaku adiksi smartphone disebabkan berbagai faktor yang meliputi faktor internal dan external. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi adiksi smartphone diantaranya: rendahnya kontrol diri individu (Griffiths dalam Roberts

(39)

& Pirog, 2013) sehingga individu kesulitan dalam mengendalikan keinginan menggunakan smartphone.

Disisi lain, Smetaniuk (2014) melakukan investigasi mengenai faktor- faktor yang memprediksi penggunaan smartphone. Ia meneliti pengaruh usia, extraversion, depresi, harga diri, impuls control, kestabilan emosi terhadap penggunaan smartphone yang berlebih. Individu yang memiliki harga diri rendah berkorelasi dengan perilaku adiksi lainnya (Baumeister et al. dalam Smetaniuk, 2014). Hasil dari penelitian ini adalah extraversion menyumbang pengaruh sebanyak enam persen, depresi sebanyak lima persen, dan usia menyumbang lima persen. Sedangkan kestabilan emosi, impuls control, dan harga diri memiliki efek yang tidak signifikan (Smetaniuk, 2014). Sedangkan Lee et al. (2013), menunjukkan bahwa extraversion dan kecemasan sosial memengaruhi adiksi smartphone. Penelitian ini juga mendukung studi sebelumnya (Young & Rogers, 1998) bahwa individu yang depresi memiliki hubungan kuat dengan masalah penggunaan smartphone, diikuti oleh extraversion, usia, dan pengendalian impuls.

Dehghani dan Dehghani (2014), yang meneliti pengaruh keterampilan sosial pada kecenderungan adiksi siswa perempuan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa keterampilan sosial yang tinggi dapat mengurangi kecenderungan adiksi pada siswa. Salah satu dimensi keterampilan sosial adalah emotional control, keterampilan ini serupa dengan self monitoring. Dimana menurut Takao et al. (2009) self monitoring, approval motivation dan kesepian memiliki berpengaruh positif terhadap kecenderungan adiksi smartphone. Hasil

(40)

24

ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Caplan (2003) bahwa keterampilan sosial berpengaruh negatif terhadap adiksi.

Sedangkan faktor external yang dapat mempengaruhi adiksi adalah kebosanan karena tingginya waktu luang, banyaknya waktu yang dihabiskan menggunakan smartphone (Leung, 2007). Individu yang memiliki banyak waktu luang akan cenderung merasa bosan, rasa bosan inilah yang dapat mendorong individu menggunakan smartphone secara berlebih. Selain itu, persepsi tentang gaya hidup juga dapat memprediksi adiksi smartphone (Griffiths, 2010). Hal ini dimungkinkan karena di era sekarang penggunaan smartphone menjadi hal yang sangat familiar.

2.1.3 Dimensi adiksi smartphone

Kwon et al. (2013) mengungkapkan enam dimensi dari adiksi smartphone, yaitu:

A. Daily life disturbance

Daily life disturbance meliputi hilangnya pekerjaan yang direncanakan, sulit berkonsentrasi di kelas atau saat bekerja, penglihatan kabur, sakit pada pergelangan tangan atau belakang leher, dan gangguan tidur. Hal ini karena smartphone telah menjadi bagian penting dari kehidupan individu. Pengguna smartphone mungkin mengalami kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaannya karena terus menerus memikirkan smartphone. Indikatornya meliputi: mengalami nyeri tubuh, kehilangan rencana kerja, minat dan hobi.

B. Positive anticipation

Positive anticipation adalah perasaan gembira yang dapat menghilangkan stress ketika penggunaan smartphone, dan merasa ‘hampa’ jika tanpa smartphone.

(41)

Untuk sebagian besar pengguna smartphone, smartphone bukan hanya perangkat komunikasi, tetapi juga teman yang membawa kesenangan, mengurangi kelelahan dan kecemasan, dan membuat mereka merasa aman. Indikatornya meliputi:

positive mood dan pelepasan stress.

C. Withdrawal

Withdrawal meliputi perasaan tidak sabar, gelisah, dan tidak dapat mentoleransi tanpa penggunaan smartphone, terus-menerus memikirkan smartphone bahkan saat tidak menggunakannya, tidak berhenti menggunakan smartphone dan menjadi kesal ketika terganggu saat menggunakan smartphone.

Indikatornya meliputi: impatient, fretful, dan intolerable.

D. Cyberspace-oriented relationship

Cyberspace-oriented relationship meliputi hubungan individu dengan temannya yang diperoleh melalui smartphone lebih intim daripada hubungannya dengan teman dikehidupan sehari-hari, mengalami perasaan yang tidak terkendali, merasa kehilangan jika tidak dapat menggunakan smartphone. Akibatnya individu akan terus-menerus memeriksa smartphone. Indikatornya meliputi: intimate dan konsisten mengecek smartphone.

E. Overuse

Overuse adalah keadaan individu tidak dapat mengendalikan pemakaian smartphone, lebih memilih untuk mencari bantuan dengan menggunakan smartphone daripada orang lain, selalu mempersiapkan pengisian paket, dan merasa dorongan untuk menggunakan smartphone lagi setelah berhenti menggunakannya. Indikatornya adalah uncontrollable use.

(42)

26

F. Tolerance

Tolerance adalah selalu gagal saat berusaha untuk mengendalikan penggunaan smartphone. Indikatornya adalah gagal mengontrol penggunaan, dan tidak bisa lepas dari smartphone.

2.1.4 Pengukuran adiksi smartphone

Pengukuran kecenderungan adiksi smartphone dengan Smartphone Addiction Scale (SAS) yang dikembangkan oleh penulis berdasarkan enam dimensi yang dikemukakan Kwon et al (2013). Keenam dimensi tersebut adalah daily life disturbance, positif anticipation, withdrawal, cyberspace-oriented relationship, overuse, dan tolerance.

2.2 Independent Variable 2.2.1 Kepribadian

George Kelly memandang kepribadian sebagai cara unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya. Sedangkan Allport merumuskan kepribadian sebagai sesuatu yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan.

Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas (Allport dalam Hall & Lindzey, 1993). Sementara itu, Freud memandang kepribadian sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem yakni: id, ego, dan superego. Tingkah laku menurut Freud merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga sistem kepribadian tersebut (Freud dalam Hall & Lindzey, 1993).

(43)

Kepribadian adalah kecenderungan dalam bertingkah laku yang muncul dari dalam diri individu dalam merespon lingkungan sekitarnya. Salah satu konsep kepribadian yang sering digunakan untuk menjelaskan tingkah laku individu adalah traits. Yakni perbedaan dimensi setiap individu dalam kecenderungan yang menunjukan pikiran, perasaan, dan aksi. Di dalam teori kepribadian, traits dapat digambarkan sebagai suatu karakteristik pribadi yang stabil dan berasal dari dalam diri manusia itu sendiri, dan pada akhirnya akan membentuk sebuah struktur kepribadian (Feist & Feist, 2010).

Menurut teori kepribadian McCrae & Costa (1996), perilaku diprediksi dengan memahami komponen inti (sentral) dan komponen sekunder. Komponen sentral meliputi; kecenderungan dasar, karateristik adaptasi, dan konsep diri.

Sedangkan komponen sekunder meliputi: dasar biologis, biografi objektif, dan pengaruh external.

Kecenderungan dasar adalah salah satu komponen dasar kepribadian, seiring dengan karakteristik adaptasi, konsep diri, dasar biologis, biografi objektif dan pengaruh external. Kecenderungan dasar sebagai substansi dasar yang universal dari kapasitas dan disposisi kepribadian yang umumnya diasumsikan dari observasi. Kecenderungan dasar dapat bersifat bawaan, terbentuk oleh pengalaman diusia dini atau dimodifikasi oleh penyakit atau intervensi psikologis.

Akan tetapi, pada suatu periode kehidupan seseorang, kecenderungan tersebut menentukan potensi dan arah dari orang tersebut (McCrae & Costa dalam Feist &

Feist, 2010). Kecenderungan dasar ini meliputi kemampuan kognitif, bakat

(44)

28

artistik, orientasi seksual, dan proses psikologis yang melandasi pembelajaran bahasa (McCrae & Costa dalam Feist & Feist, 2010).

Kedua adalah karakteristik adaptasi yaitu struktur kepribadian yang dipelajari yang berkembang saat manusia beradaptasi dengan lingkungannya.

Perbedaan mendasar karakteristik ini adalah fleksibelitasnya. Kecenderungan dasar cukup stabil, sedangkan karakteristik adaptasi dapat dipengaruhi oleh pengaruh external, seperti keterampilan yang dipelajari, kebiasaan, dan sikap (McCrae & Costa dalam Feist & Feist, 2010).

Ketiga adalah konsep diri, McCrae dan Costa menjelaskan bahwa konsep diri adalah karakteristik dari adaptasi, tetapi konsep diri mendapatkan tempatnya sendiri karena merupakan adaptasi yang penting. Konsep diri terdiri dari pengetahuan, pandangan, dan evaluasi tentang diri, dengan cakupan dari beragam fakta atas sejarah personal sampai identitas yang memberikan suatu perasaan memiliki tujuan dan kesatuan dalam hidup. Keyakinan, sikap dan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap dirinya adalah adaptasi karakteristik, karena mempengaruhi bagaimana seseorang bertindak dalam suatu kondisi tertentu.

Sebagai contoh, individu yang meyakini bahwa dirinya adalah orang yang cerdas akan membuat orang tersebut cenderung menarik dirinya pada situasi yang menantang secara intelektual (McCrae & Costa dalam Feist & Feist, 2010).

Selanjutnya adalah komponen sekunder, meliputi dasar biologis, biografi objektif, dan pengaruh external. Dasar biologis adalah mekanisme biologis yang memengaruhi kecenderungan dasar adalah genetik, hormon, dan struktur otak.

McCrae dan Costa belum dapat memberikan detail spesifik mengenai pengaruh

(45)

gen, hormon dan struktur otak terhadap kepribadian (McCrae & Costa dalam Feist & Feist, 2010).

Biografi objektif yang menekankan pada hal terjadi dalam hidup seseorang (objektif) daripada pandangan pandangan atau persepsi mereka mengenai pengalaman mereka (subjektif). Adler dan Mc Adams menekankan pada interpretasi subjektif dari cerita hidup seseorang. McCrae dan Costa fokus pada pengalaman objektif (kejadian) dan pengalaman yang dimiliki seseorang selama hidupnya (McCrae & Costa dalam Feist & Feist, 2010).

Pengaruh external meliputi bagaimana cara seseorang merespon kesempatan dan tuntutan dari konteks. Menurut McCrae dan Costa, respon-respon tersebut merupakan fungsi dari karakteristik adaptasi dan interaksi individu dengan pengaruh external. McCrae dan Costa berasumsi bahwa perilaku merupakan fungsi dari karakteristik adaptasi dan pengaruh external (McCrae &

Costa dalam Feist & Feist, 2010).

2.2.2 Extraversion

Mc Crae dan Costa membagi kepribadian menjadi lima trait yaitu: extraversion, openness, conscientiousness, agreeableness dan neuroticisme. Kepribadian bersifat bipolar dan mengikuti distribusi lonceng. Kebanyakan orang akan memiliki skor yang berada dekat dengan titik tengah dari setiap sifat/trait dan hanya sedikit orang yang memiliki skor pada titik ekstrem (McCrae & Costa dalam Feist & Feist, 2010).

Ekstraversion dan neuroticisme adalah dua trait kepribadian yang paling kuat dan muncul hampir di semua inventory kepribadian dibanding dengan trait

(46)

30

kepribadian lainnya (Wiggins dalam John & Srivastava, 1999). Extraversion adalah ciri kepribadian yang mencari pemenuhan dari sumber luar diri atau di masyarakat. Individu yang memiliki skor tinggi pada extraversion cenderung bersosialisasi, penuh kasih sayang, ceria, senang berbicara, senang berkumpul, dan menyenangkan. Sebaliknya, individu yang memiliki skor extraversion rendah cenderung tertutup, pendiam, penyendiri, pasif, dan tidak memiliki cukup kemampuan untuk mengexpresikan emosi yang kuat. (Feist & Feist, 2010).

Extraversion penuh dengan energi dalam hidupnya (John & Srivastava 1999).

Sifat yang dominan pada extraversion direpresentasikan dengan sosialisasi dan ambisius (John & Srivastava 1999).

Penelitian yang dilakukan Bianchi & Phillips (2005) extraversion dan harga diri yang rendah menjadi faktor yang mendasari perilaku adiksi smartphone. Sosialisasi merupakan salah satu fitur utama extraversion, sehingga perlu memiliki orang-orang untuk diajak berbicara, suka mengambil risiko, umumnya impulsif, dan sangat membutuhkan kegembiraan (Eysenck dalam Bianchi & Phillips, 2005). Selain itu extraversion memiliki kemungkinan untuk mencari rangsangan/sensasi. Pencari sensasi membutuhkan beragam sensasi dan pengalaman, dan bersedia mengambil risiko sosial dan fisik demi pengalaman tersebut (Eysenck dalam Bianchi & Phillips, 2005). Sebagai akibatnya, extraversion akan cenderung memiliki lingkaran yang lebih besar dari teman- teman dan jaringan sosial (Bianchi & Phillips, 2005). Sehingga individu yang extraversion cenderung menghabiskan waktu lebih banyak dalam menggunakan

(47)

smartphone, hal ini dikarenakan bahwa mereka tampaknya menjadi alat untuk mempengaruhi sosial (Bianchi & Phillips, 2005).

Extraversion memiliki lingkaran sosial yang rumit, untuk mempertahankan kontak (Bianchi & Phillips, 2005). Hal ini dilakukan sebagai bentuk eksistensi mereka dalam sosial. Ciri ini serupa dengan remaja, dimana remaja menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman sebaya dan lebih sedikit dengan keluarga (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Kebutuhan akan intimasi meningkat dimasa remaja dan memotivasi remaja untuk mencari sahabat. Pada usia ini, remaja mengembangkan minat sosial terlebih kepada lawan jenis, karena mereka mengalami perubahan hormonal dan mengalami masa pubertas. Selain itu remaja juga mulai membentuk persahabatan dengan teman sebayanya. Untuk memenuhi tahap ini maka remaja cenderung menggunakan smartphone sebagai sarana komunikasi tidak langsung yang dapat memperluas jaringan sosialnya.

Menurut Lee, Tam dan Chie (2013) extraversion memiliki efek signifikan terhadap penggunaan pesan teks pada smartphone. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya bahwa extraversion menghabiskan waktu lebih banyak pada panggilan suara dibanding dengan penggunaan pesan teks (Butt & Phillips dalam Lee, Tam, & Chie 2013). Mereka juga menerima panggilan lebih banyak, tetapi tidak membuat panggilan lebih kepada orang lain. Namun tidak ditemukan efek signifikan untuk melakukan panggilan suara dalam aspek ini mungkin menunjukkan bahwa extraversion memiliki preferensi untuk bertatap muka dengan lawan bicaranya (Hamburger et al. dalam Lee et al., 2013). Extravert’s friend mungkin lebih memilih menghubungi mereka karena mereka dianggap

(48)

32

menyenangkan. Selain itu, tampak bahwa extraversion menghabiskan lebih banyak waktu mengirim dan menerima teks-pesan (Butt & Phillips dalam Lee et al., 2013). Dalam hal ini extraversion gemar untuk berinteraksi sosial, jumlah pesan teks mungkin merefleksikan kecenderungan mereka untuk tetap berhubungan dengan jaringan sosial mereka (Katz & Aakhus dalam Lee et al., 2013).

Smetaniuk (2014) melakukan investigasi mengenai faktor-faktor yang memprediksi penggunaan smartphone. Hasil dari penelitian ini adalah extraversion menyumbang pengaruh sebanyak enam persen (Smetaniuk, 2014).

Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya dimana extraversion memprediksi penggunaan berlebih pada smartphone (Bianchi & Phillips, 2005).

Penelitian ini juga mendukung studi sebelumnya (Young & Rogers, 1998) bahwa extraversion cenderung menggunakan smartphone lebih banyak.

Penelitian ini berfokus pada trait kepribadian extraversion, karena berdasarkan penelitian sebelumnya extraversion merupakan trait kepribadian yang paling memprediksi adiksi smartphone. Remaja yang extraversion mungkin akan menunjukkan perilaku seperti: memulai percakapan melalui smartphone, sering mengupdate status di media sosial, mempublikasi foto/kegiatan terbaru yang dilakukan, dan memberi komentar pada postingan orang lain.

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Kerangka Berpikir  2.4       Hipotesis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Pada awalnya anak belum memiliki nilai nilai dan pengetahuan mengenai sikap dan moral tertentu atau yang di pandang baik dan tidak baik oleh kelompok sosialnya, selanjutnya dalam

Pada proses pengolahan pangan terdapat faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan, diantaranya adalah: (1) Cara penanganan bahan mentah yang tidak sesuai/tepat,

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengembangkan instrumen dan menganalisis tes pemahaman konsep dan kemampuan menganalisis terkait materi sifat mekanik

Selanjutnya, mendasarkan tindak pidana korupsi sebagai kategori tindak pidana khusus kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), salah satu unsur tindak pidana korupsi

Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Masyarakat Hukum Adat, selanjutnya disebut IUPHHK-MHA adalah izin untuk memanfaatkan kayu alam pada hutan produksi

Pada file server selain dari list yang cukup panjang sebagai database yang dapat digunakan oleh setiap klien yang akan menggunakan alamat IP yang legal, terdapat juga file file

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) gambaran Praktik Kerja Industri, pengetahuan K3, dan kesiapan kerja