• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 86-94

5.2 Diskusi

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa trait kepribadian extraversion dan keterampilan sosial (emotional expressivity, emotional sensitivity, emotional control, social expressivity, social sensitivity, dan sosial control) berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan adiksi smartphone. Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bianchi dan Philips (2005), bahwa extraversion berpengaruh positif terhadap durasi penggunaan smartphone dan penyalahgunaan smartphone. Individu yang extraversion akan

senang bersosialisasi dan memperluas jaringan sosialnya (Bianchi & Phillips, 2005). Hal ini sesuai dengan karakteristik remaja, dimana remaja memiliki minat sosial yang lebih tinggi dibandingkan anak-anak (Sullivan dalam Santrock, 2012).

Remaja dapat membangun hubungan sosialnya melalui berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan smartphone sebagai sarana komunikasi tidak langsung. Hasil ini juga didukung oleh Lee, Tam dan Chie (2013) extraversion memiliki efek signifikan terhadap penggunaan smartphone. Hasil ini pun serupa dengan penelitian Smetaniuk (2014), yang menyatakan bahwa trait kepribadian extraversion memiliki berpengaruh positif terhadap adiksi smartphone. Variabel lain yang memengaruhi kecenderungan adiksi smartphone adalah keterampilan sosial. Hasil ini serupa dengan Caplan (2003) yang menunjukkan bahwa keterampilan sosial yang rendah berpengaruh pada kecenderungan online pada individu. Sedangkan Dehghani dan Dehghani (2014) menyatakan bahwa keterampilan sosial yang tinggi dapat mengurangi kecenderungan adiksi pada siswa.

Hasil penelitian pada remaja menunjukkan bahwa chatting, social media, dan internet browsing merupakan tiga kegiatan yang paling banyak dilakukan dengan smartphone. Hal ini sejalan dengan survey Nielsen dimana jumlah waktu terbesar yang dihabiskan individu dengan menggunakan smartphonenya dilakukan untuk chatting diikuti dengan browsing dan gaming (Nielsen, 2014).

Fitur chatting dan social media menawarkan cara komunikasi tidak langsung, dimana hal ini dapat menutupi keterbatasan keterampilan sosial yang dimiliki individu.

88

Pada awalnya penggunaan teknologi komunikasi ditujukan untuk hiburan dan kontak sosial dengan dunia maya. Namun seiring perkembangannya, individu dengan keterbatasan keterampilan sosial terutama komunikasi langsung akan menggunakan smartphone sebagai sarana komunikasi yang dapat mengatasi keterbatasan mereka. Tetapi penggunaan secara berlebihan dapat menyebabkan perilaku adiksi. individu umumnya menggunakan teknologi komunikasi untuk mendapatkan informasi, menghibur diri, menjalin komunikasi oranglain, dan membangun hubungan sosial dengan oranglain (Ceyhan, 2011). Kemampuan tersebut disebut sebagai keterampilan sosial, dimana keterampilan sosial menjadi salah satu faktor penyebab kecenderungan adiksi smartphone.

Keterampilan sosial merupakan hal penting yang perlu dimiliki remaja.

Karena pada masa ini, remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebaya daripada dengan keluarga (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). Kebutuhan akan intimasi meningkat dimasa remaja dan memotivasi remaja untuk mencari sahabat. Persahabatan adalah bagian penting dari kehidupan. persahabatan akan memberikan rasa memiliki, penerimaan dan dukungan pada individu. Selain itu juga membantu remaja membangun konsep diri yang positif dan berkomunikasi dengan orang lain (Couch, Felstehausen, & Patsy, 1997). Jika remaja gagal untuk membentuk persahabatan yang akrab, mereka akan mengalami kesepian dan self worth yang rendah. Oleh karena itu keterampilan sosial perlu dioptimalkan pada masa ini. Keterampilan sosial penting dimiliki individu agar memiliki kemampuan komunikasi yang efektif dan efisien sehingga membantu individu untuk membangun hubungan dengan teman sebayanya.

Secara khusus, terdapat dua dimensi dari keterampilan sosial yang berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan adiksi smartphone, yaitu emotional control dan social sensitivity. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa emotional control berpengaruh negatif terhadap kecenderungan adiksi smartphone. Hasil ini didukung oleh Dehghani dan Dehghani (2014), yang menyatakan bahwa keterampilan sosial yang tinggi dapat mengurangi kecenderungan adiksi pada siswa. Disisi lain, Snyder (1974) menyebut emotional control sebagai self monitoring (Riggio & Friedman, 1982). Individu yang memiliki emotional control/self monitoring yang tinggi sensitif pada isyarat sosial dan cenderung beradaptasi agar memenuhi tuntutan dan harapan lingkungan (Takao, Takahashi, & Kitamura, 2009). Individu tersebut mampu menampilkan emosi dengan baik, mampu menimbulkan isyarat emosi, dan mampu menggunakan isyarat emosi bertentangan, seperti topeng (Riggio, 1986).

Sehingga individu akan nyaman berada di depan oranglain, mampu bertatap muka, memulai, dan mempertahankan interaksi dengan oranglain. Maka kecenderungan individu untuk berinteraksi dengan smartphone pun akan lebih sedikit. Sedangkan, jika individu memiliki emotional control rendah maka sulit mempertahankan interaksi maupun bertatap muka dengan orang lain, sehingga akan mengarah pada penggunaan smartphone sebagai sarana komunikasi tidak langsung. Smartphone memberikan solusi bagi individu yang keterbatasan emotional control. Salah satunya melalui panggilan suara atau pesan teks (misalnya, chatting dan social media). Fenomena ini pun seiring dengan hasil penelitian, dimana chatting merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan

90

oleh remaja dengan smartphonenya. Dalam chatting dan social media terdapat emoticon atau stiker yang dapat menjadi sarana menunjukkan pesan nonverbal agar sesuai dengan lingkungan sehingga pada akhirnya penggunaan ini membuat individu merasa nyaman didunia maya. Misalnya saat individu dengan keterbatasan emotional control sedang sedih namun teman-temannya membuat lelucon, maka ia cenderung akan tetap menampilkan wajah sedih dan sulit untuk memunculkan wajah tersenyum. Hal ini menjadi berbeda ketika individu menggunakan smartphone, melalui emoticon/stiker individu akan dengan mudah menampilkan wajah tersenyum di layar smartphonenya, walaupun sebenarnya ia sedang sedih. Dengan demikian individu akan lebih mudah mengontrol tampilan emosinya melalui komunikasi tidak langsung tersebut.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa social sensitivity berpengaruh positif terhadap kecenderungan adiksi smartphone. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Dehghani dan Dehghani (2014), bahwa keterampilan sosial yang tinggi dapat mengurangi kecenderungan adiksi siswa. Individu yang sensitif akan memperhatikan orang lain atau lingkungannya (misalnya, menjadi pengamat dan pendengar yang baik), karena mereka peka terhadap aturan dan norma-norma sosial. Sehingga individu akan mampu tampil dengan baik di lingkungan sesuai norma dan mengatur kesesuaian perilaku mereka dengan oranglain. Namun jika individu memiliki social sensitivity tinggi, maka dapat menjadi overconcerned terhadap kesesuaian perilaku mereka dan perilaku oranglain (Riggio, 1986). Individu tersebut biasanya peka terhadap kritik, mampu memahami lingkungan dan tuntutan lingkungan

sosialnya. Pada tingkat ekstrem, social sensitivity yang tinggi akan memunculkan self consciousness dan kecemasan sosial, yang dapat menghambat partisipasi individu dalam interaksi social secara langsung (Riggio, 1986). Perilaku yang ditunjukkan berupa selalu berkomentar dalam status orang lain, segera membuat akun jika muncul jenis media sosial baru, selalu membuat update relevan terbaru, dan berusaha memperbanyak jumlah follower di akunnya. Perilaku inilah yang membuat individu selalu mempertahankan kontak dengan smartphonenya.

Mereka melakukan hal demikian karena ingin menyesuaikan tampilannya dengan orang disekitar. Selain itu mereka mungkin merasa perlu memiliki berbagai akun media sosial (seperti: facebook, twitter, instagram dll). Dengan demikian individu akan memanfaatkan fitur smartphone sebagai sarana komunikasi tidak langsung, dan untuk menyesuaikan diri dengan standar di lingkungan.

Disisi lain, menurut Skinner (1974), individu yang memiliki public self consciousness tidak hanya menyadari lingkungan mereka, tapi juga menyadari bahwa mereka adalah bagian dari lingkungan. Sehingga mereka akan mengobservasi stimulus external/lingkungan dan mencoba untuk bertingkah laku sesuai standar lingkungan (Skinner dalam Feist & Feist, 2010). Public self consciousness disebut juga sebagai social sensitivity (Riggio & Carney, 2003).

Oleh karena itu individu yang memiliki social sensitivity tinggi cenderung menyesuaikan tingkah laku dengan standar masyarakat, terlepas dari apakah standar tersebut merupakan hal yang benar atau salah. Dalam hal ini remaja memperluas penggunaan smartphone karena mereka berusaha mengikuti tren dan ingin diterima oleh lingkungannya. Terlebih di era modern, dimana penggunaan

92

smartphone telah menjadi hal yang umum di masyarakat. Trend penggunaan smartphone ditunjukkn melalui survey US Cencus Bureau pada Januari 2014, yang menyatakan sekitar 6,5 miliar dari 7 miliar penduduk dunia memiliki smartphone (Afrisia & Haryanto, 2014). Terlebih dikalangan remaja yang cenderung proaktif dengan perkembangan media baru seperti smartphone (Kim et al., 2013). Hal ini mungkin dilakukan sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap standar kawan sebayanya (Sullivan dalam Santrock, 2012). Sehingga remaja tidak ingin berbeda dengan teman sebayanya agar ia diterima oleh lingkungannya, mengembangkan minat sosial, dan terlibat berinteraksi dilingkungan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa extraversion tidak berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan adiksi smartphone. Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya oleh Engelberg dan Sjoberg (2004), yang menguji pengaruh kepribadian terhadap adiksi internet. Hasilnya adalah trait kepribadian tidak berpengaruh terhadap penggunaan internet. Hal tersebut mungkin dikarenakan karakteristik responden dalam penelitian ini adalah remaja. Dimana trait kepribadian pada remaja masih belum matang (Papalia et al., 2008). Hal ini dikarenakan remaja masih dalam masa pencarian identitas (Papalia et al., 2008).

Selain itu penggunaan smartphone juga merupakan bagian dari trend dan gaya hidup. Sehingga faktor yang memengaruhi pengguanaan smartphone tidak hanya berasal dari faktor internal namun juga dipengaruhi oleh lingkungan.