• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOASSAY GUIDED EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI UMBI Amorphophallus muelleri TERHADAP BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST) BIOASSAY GUIDED EXTRACTION AND FRACTIONATION OF Amorphophallus muelleri TUBERS BY USING BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BIOASSAY GUIDED EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI UMBI Amorphophallus muelleri TERHADAP BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST) BIOASSAY GUIDED EXTRACTION AND FRACTIONATION OF Amorphophallus muelleri TUBERS BY USING BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

i

BIOASSAY GUIDED EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI UMBI Amorphophallus muelleri TERHADAP BRINE

SHRIMP LETHALITY TEST (BST) BIOASSAY GUIDED EXTRACTION AND FRACTIONATION OF Amorphophallus muelleri TUBERS BY USING BRINE SHRIMP LETHALITY

TEST (BST)

JUMRIANI HUSNANI N111 13 066

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

(2)

ii

BIOASSAY GUIDED EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI UMBI Amorphophallus muelleri TERHADAP BRINE SHRIMP LETHALITY

TEST (BST)

BIOASSAY GUIDED EXTRACTION AND FRACTIONATION OF Amorphophallus muelleri TUBERS BY USING BRINE SHRIMP

LETHALITY TEST (BST)

SKRIPSI

Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

JUMRIANI HUSNANI N111 13 066

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2018

(3)

BTOASSAY GUIDED EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI UMBI Amarphophallus muelleri TERHADAP BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

Pada tanggal 18 Nope*ber 2018

iii Prof. Dr. GeminiAlam, M.

NlP. 19641231 199002 1

i, S.Si., M.Pharm.Sc., Apt.

1 2A1012 2 005

(4)

SKRIPSI

B'OASSAY GUIDED EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI UMBI Arnorphaphallus muelieri TERHADAP BE rlrE SHRIMF LETHALITY

rEsr

(BSr)

BIOASSAY GUIT}ED EXTRACTION AND FRACTIONATION OF Amorphophallus muelleri TUBERS BY U$ING BRINE SHRIMP

LETHALTTY TE$T (BSTI

Panitia penguji

Ketua

:

Sekretaris Anggota

Ex Officio Ex Officio

U niversitas Hasanuddin

m, M.Si., Apt

iv

kitr;

4*bo' ,;y

iir{a a

'q? \

iu*[,[

199002 1 005

ffi

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar adalah hasil karya saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah inidan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian

hari

terbukti

atau

dapat dibuktikan bahwa pemyataan saya ini tidak benar, maka skripsi dan gelar yang diperoteh batal demi hukum.

Makassar, J8 Nopember 201

I

Nl11 13066

V

(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, tiada kata yang lebih patut diucapkan oleh seorang hamba yang beriman selain ucapan puji syukur ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala, Tuhan Yang Maha Mengetahui, pemilik segala ilmu, karena atas rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan penelitian dan merampungkan skripsi sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

Sungguh banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka penyusunan skripsi ini, namun atas izin Allah, berkat doa dan bantuan berbagai pihak, akhirnya penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut.

Oleh karena itu, penulis dengan tulus menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada

1. Bapak Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt. selaku pembimbing utama dan Ibu Rina Agustina, S.Si., M.Pharm.Sc., Apt. selaku pembimbing pertama yang telah meluangkan waktu selama ini untuk membagi ilmu, memberikan bimbingan, saran dan motivasi, serta menyumbangkan ide- ide kepada penulis dalam melakukan penelitian hingga skripsi ini terselesaikan.

2. Ibu Dra. Aisyah Fatmawaty, M.Si., Apt., Ibu Dr. Aliyah, MS., Apt., dan Ibu Nur Indayanti, S.Si., M.Si. selaku dosen penguji atas saran dan masukan yang diberikan.

3. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin atas bantuan serta motivasi-motivasi yang diberikan.

(7)

vii

4. Ibu Dr. Risfah Yulianty, S.Si., M.Si., Apt. selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan dan masukan yang bermakna bagi penulis.

5. Ibu Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt., Bapak Ismail, S.Si., M.Si., Apt. dan Bapak Muhammad Raihan, S.Si., Apt. yang selalu memberikan bantuan dan masukan dalam mengerjakan penelitian serta berbagi pengalaman berharga.

Demikian pula penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh staf Fakultas Farmasi atas segala fasilitas yang diberikan selama penulis menempuh studi hingga menyelesaikan penelitian ini.

Terima kasih juga kepada teman-teman Theobromine terkhusus Wahyuni, kak Amma, dan Deti yang bersedia berbagi banyak hal. Teman- teman korps asisten Farmakognosi-Fitokimia atas banyaknya dukungan dan kenangan terkhusus Kak Azwar, Kak Hendra, Kak Firah, Kak Nini, Kak Zul, Satria yang selalu siap membantu dan mendengar ocehan penulis.

Yang selalu menguatkan kembali Kak Sari, Hajra dan teman tarbiyah- tahsin. Teman berbagi larva Muh Lalu Ali Alpan, adik-adik junior cerewet Ainun, Uci, Rifkah dan praktikan klp 5 ISB, serta semua pihak yang tidak sempat disebutkan namanya satu persatu, syukran jazakumullahu khair.

Akhirnya, semua ini tiada artinya tanpa dukungan dari Ibunda tercinta Huriah dan Ayahanda tercinta Husnani yang telah banyak memberikan pengorbanan baik secara moril maupun materi yang sampai kapanpun tidak akan mampu penulis balaskan begitupun untuk orangtua

(8)

viii

angkat penulis Bapak Syamsuddin dan Ibu Hj. Rosi, serta saudara-saudara penulis Nur, Ummi, Ayu, dan Rifki yang selalu memberikan tawa dan semangat.

Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Aamin

Makassar, Nopember 2018

Jumriani Husnani

(9)

ix

ABSTRAK

JUMRIANI HUSNANI. BIOASSAY GUIDED EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI UMBI Amorphophallus muelleri TERHADAP BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST) (dibimbing oleh Gemini Alam dan Rina Agustina)

Penelitian bioassay guided ekstraksi dan fraksinasi umbi Amorphophallus muelleri terhadap brine shrimp lethality test (BST) telah dilakukan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui toksisitas ekstrak dan fraksi dari umbi Amorphophallus muelleri terhadap larva Artemia salina berdasarkan nilai LC50 yang didapatkan dari analisis probit. Nilai LC50 dari ekstrak n-heksan umbi Amorphophallus muelleri adalah 138,13 µg/mL.

Setelah dilakukan fraksinasi menggunakan kromatografi cair vakum didapatkan 4 fraksi aktif yaitu fraksi 3; fraksi 4; fraksi 5; fraksi 6 dengan nilai LC50 masing-masing 284,51 µg/mL; 460,36 µg/mL; 136,86 µg/mL; 80,02 µg/mL. Diantara fraksi tersebut, fraksi 6 adalah fraksi yang mempunyai efek toksik yang paling tinggi. Identifikasi senyawa kimia pada 6 fraksi didapatkan hasil positif pada pereaksi Lieberman Burchard yang menandakan adanya senyawa triterpenoid.

Kata Kunci : Amorphophallus muelleri, Brine Shrimp Lethality Test, fraksinasi.

(10)

x

ABSTRACT

JUMRIANI HUSNANI. BIOASSAY GUIDED EXTRACTION AND FRACTIONATION OF Amorphophallus muelleri TUBERS BY USING BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST) supervised by Gemini Alam and Rina Agustina

A research about bioassay guided extraction and fractionation of Amorphophallus muelleri tubers by using brine shrimp lethality test (BST).

The aim of this research was to determine toxicity of fractions of Amorphophallus muelleri tubers extract against Artemia salina larvae based on LC50 value from probit analysis. LC50 of n-hexan extract of Amorphophallus muelleri tubers was 138,13 µg/mL. Fractionation of n- hexan extract by using vacum liquid chromatography obtained 4 active fractions namely fraction 3; fraction 4; fraction 5; fraction 6 with an LC50 value of 284.51 μg / mL; 460.36 µg / mL; 136.86 μg / mL; 80.02 μg / mL.

The highest toxic effects was fraction 6 and were identified Lieberman Burchard reagent which indicated the presence of triterpenoid class compounds.

Keywords : Amorphophallus muelleri, Brine Shrimp Lethality Test, fractionations

(11)

xi

DAFTAR ISI

halaman

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Rumusan Masalah 2

I.3 Tujuan Penelitian 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

II.1 Uraian Tanaman 3

II.1.1 Klasifikasi 3

II.1.2 Morfologi 3

II.1.3 Kandungan 5

II.1.4 Kegunaan 5

II.2 Maserasi 6

II.3 Fraksinasi 7

II.4 Brine Shrimp Lethality Test (BST) 10

(12)

xii

II.5 Lethal Concentration 50 (LC50) 11

II.6 Artemia salina L. 12

II.6.1 Klasifikasi 12

II.6.2 Deskripsi 13

II.6.3 Ekologi 15

II.6.4 Siklus hidup 16

II.7 Analisis Probit 17

BAB III METODE PENELITIAN 19

III.1 Alat dan Bahan 19

III.2 Pengambilan dan Penyiapan Sampel Penelitian 19

III.2.1 Pengambilan sampel 19

III.2.2 Determinasi tanaman 19

III.2.3 Penyiapan sampel 20

III.2.4 Ekstraksi sampel 20

III.3 Uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) 20

III.4 Fraksinasi Sampel 21

III.5 Identifikasi Senyawa Kimia 22

III.6 Analisis Data 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23

IV.1 Ekstraksi Sampel 23

IV.2 Uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) 23

IV.2.1 Uji toksisitas ekstrak awal 23

(13)

xiii

IV.2.2 Uji toksisitas hasil fraksinasi ekstrak n-heksan umbi

Amorphophallus muelleri 24

IV.3 Identifikasi Senyawa Kimia 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 28

V.1 Kesimpulan 28

V.2 Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 32

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Interpretasi nilai toksisitas LC50 12

2. Nilai persen Probit 18

3. Hasil uji LC50 ekstrak umbi Amorphophallus muelleri 24 4. Hasil uji LC50 pada ekstrak n-heksan hasil fraksinasi 25 5. Hasil uji LC50 ekstrak n-hexan umbi Amorphophallus muelleri 33 6. Hasil uji LC50 ekstrak etanol 95% umbi Amorphophallus muelleri 34 7. Hasil uji LC50 pada fraksi 1 ektrak n-heksan umbi

Amorphophallus muelleri 35

8. Hasil uji LC50 pada fraksi 2 ektrak n-heksan umbi

Amorphophallus muelleri 36

9. Hasil uji LC50 pada fraksi 3 ektrak n-heksan umbi

Amorphophallus muelleri 37

10. Hasil uji LC50 pada fraksi 4 ektrak n-heksan umbi

Amorphophallus muelleri 38

11. Hasil uji LC50 pada fraksi 5 ektrak n-heksan umbi

Amorphophallus muelleri 39

12. Hasil uji LC50 pada fraksi 6 ektrak n-heksan umbi

Amorphophallus muelleri 40

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Artemia salina 13

2. Artemia salina jantan dan betina 14

3. Siklus hidup Artemia salina 17

4. Profil KLT ekstrak n-heksan dan fraksi (3-6) umbi Amorphophallus muelleri menggunakan reagen (A) vanilin-H2SO4; (B) FeCl3; (C) Lieberman Burchard;

(D) Dragendorff 26

5. Tanaman Amorphophallus muelleri 41

6. Ekstrak n-heksan (A) dan ekstrak etanol 95% (B) 42 7. Profil kromatogram (A) ektrak n-heksan dan (B) ekstrak etanol 95%.

Cairan pengembang n-heksan dan etil asetat (7:1) 42 8. Uji toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BST) 42 9. Profil kromatografi ekstrak n-heksan hasil fraksinasi kromatografi

cair vakum. (A) penampak bercak sinar UV 366 nm; (B) penampak bercak sinar UV 254 nm (B); (C) reagen semprot

H2SO4 10% 43

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman

1. Contoh perhitungan 32

2. Tabel hasil uji brine shrimp lethality test (BST) 33

3. Gambar penelitian 41

4. Skema kerja 44

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negeri yang melimpah dengan kekayaan hayatinya. Sumber daya alam hayati dapat dikatakan sebagai gudang senyawa organik yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan umat manusia khususnya dalam produksi obat-obatan. Di negeri ini, hidup berbagai spesies tumbuh-tumbuhan yang memiliki banyak aktivitas biologi (Jasril, 2009). Amorphophallus muelleri atau yang lebih dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan sebagai Tire merupakan tumbuhan yang banyak tumbuh di hutan, sepanjang sungai maupun kawah gunung merapi di Indonesia (Koswara, 2017).

Amorphophallus muelleri termasuk ke dalam keluarga Araceae dan tersebar di Negara-negara tropis, terutama Asia dan Afrika (Kurniawan dkk, 2010). Aktivitas farmakologi yang dimiliki oleh genus Amorphophallus seperti A. companulatus, A. bulbifer, A. paeoniifolius diantaranya sebagai antimikroba, antiinflamasi, analgetik, hepatoprotektif, antikanker dan antidiabetik. Kandungan senyawa yang dimiliki genus Amorphophallus yaitu karbohidrat, alkaloid, fenol, tannin, steroid, flavon, dan kumarin (Bahera dkk, 2014). Pada penelitian yang dilakukan Mahayasih dkk (2013), ekstrak air umbi Amorphophallus muelleri menunjukkan adanya aktivitas antibakteri dimana jumlah protein larut air 0,0998 µg memberikan

(18)

2

zona hambat pertumbuhan bakteri sebesar 11,19 mm pada bakteri Staphylococcus aureus (Mahayasih dkk, 2013). Umbi Amorphophallus muelleri yang dijadikan tepung memiliki potensi indikasi sebagai laksatif pada dosis 600 mg/kg tikus, karena memiliki kemampuan absorpsi air 138-200% sehingga meningkatkan penyerapan air pada feses (Widjanarko dkk, 2013). Untuk spesies Amorphophallus muelleri belum banyak dilakukan penelitian terkait aktivitas farmakologinya.

Salah satu metode yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif adalah Brine Shrimp Lethality Test (BST). Metode ini memberikan gambaran tentang aktivitas farmakologi yang luas namun tidak spesifik. Selain itu, metode ini lebih cepat (24 jam), sederhana karena tidak memerlukan metode aseptik, mudah dipahami, murah, dan hanya menggunakan sedikit bahan uji (2-20 mg atau kurang) (Colegate dan Molyneux, 2008).

I.2 Rumusan Masalah

Bagaimana toksisitas umbi Amorphophallus muelleri terhadap larva udang Artemia salina dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) ?

I.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas dari umbi Amorphophallus muelleri dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST).

(19)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ll. 1 Uraian Amorphophallus muelleri ll. 1.1 Klasifikasi

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Alismatales Famili : Araceae

Genus : Amorphophallus

Spesies : Amorphophallus muelleri Blume

ll.1.2 Morfologi

Amorphophallus muelleri merupakan tumbuhan herba. Memiliki umbi batang yang kulitnya berwarna coklat gelap dengan diameter 20-28 cm dan bagian dalam umbi berwarna kuning kecoklatan atau kuning, dengan permukaan yang kasar. Bentuk dari umbi batang bulat agak lonjong dengan serabut akar. Terletak bulbil pada percabangan tulang daun dan anak daun (Kurniawan dkk, 2010; Sumarwoto, 2005).

Tangkai daun memiliki panjang sekitar 40-50 cm, diameter 1-5 cm, halus dan licin, hijau muda sampai hijau tua dengan bercak putih kehijauan. Daunnya membelah dengan bulbil pada percabangan utama, helaian daunnya meruncing dengan ukuran 10-35 cm x 4-9 cm.

(20)

4

Permukaan daun halus bergelombang dengan warna daun hijau muda sampai hijau tua. Tepi daunnya berwarna ungu muda (daun muda), hijau (daun umur sedang), dan kuning (daun tua) dengan lebar garis tepi daun 0,3-0,5 mm (Kurniawan dkk, 2010; Sumarwoto, 2005).

Bentuk bunga seperti cone dengan tinggi 10-20,5 cm, bersifat uniseksual, sebagian besar bunga muncul pada awal musim hujan dan sebagian kecil pada akhir musim kemarau. Bunga tersusun atas seludang bunga, putik dan benang sari. Seludang bunga pendek bentuk agak bulat dan agak tegak hanya satu buah, bagian bawah hijau keunguan bercak putih, bagian atas jingga bercak putih, tinggi 20-28 cm dengan garis tengah 6-8 cm. Terdapat tongkol dengan bagian bunga betina dan jantan.

Putiknya berwarna merah hati dan tinggi 6-9 cm, garis tengah 2-4 cm.

Letak benang sari di atas putik, benang sari terdiri atas benang sari fertil (bawah) berwarna hijau dan benang sari steril (atas) berwarna kuning kecoklatan. Tangkai bunga memiliki tinggi 6-7,5 dari permukaan umbi dan garis tengah 16,5-28 mm, warna tangkai bunga hijau muda sampai tua dengan bercak putih kehijauan, permukaan tangkai bunga halus dan licin (Sumarwoto, 2005) .

Bunga berdaging dan majemuk, berwarna hijau waktu muda, kuning kehijauan mulai tua dan orange-merah waktu masak. Tandan buah berbentuk lonjong, meruncing ke pangkal, garis tengah 40-80 mm dan tinggi 10-22 cm. Jumlah buah 100-450 butir, bentuk oval, garis tengah termasuk kulit 8-15,5 mm, tinggi termasuk kulit biji 10-18 mm, setiap buah

(21)

5

terdapat 2-4 lembaga (biji atau ovule), bersifat apomiksis (Sumarwoto, 2005).

ll.1.3 Kandungan kimia

Kandungan senyawa yang dimiliki genus Amorphophallus yaitu karbohidrat, alkaloid, fenol, tannin, steroid, flavon, dan kumarin (Bahera dkk, 2014). Pada uji pendahuluan untuk spesies Amorphophallus paeoniifolius dengan ekstrak metanol hasil positif yang didapatkan yaitu alkaloid, flavonoid, steroid dan triterpenoid, serta karbohidrat, untuk ekstrak eter positif steroid dan triterpenoid, serta minyak dan lemak (Dey dan Ghosh, 2010). Untuk spesies Amorphophallus campanulatus (Roxb.) Blume pada hasil HPTLC ditemukan nilai Rf yang sama dengan senyawa baku β-sitosterol pada fraksi heksan, fraksi kloroform dan fraksi aceton (Srivastava et. al., 2014).

ll.1.4 Kegunaan

Umbi Amorphophallus muelleri yang dijadikan tepung memiliki potensi indikasi sebagai laksatif (Widjanarko dkk, 2013). Kegunaan Amorphophallus spp. secara umum yaitu sebagai pangan fungsional, menurunkan lemak darah dan gula darah, mencegah dan menghambat kanker, menurunkan obesitas, dan mengatasi sembelit. Pada industri kosmetik umbi Amorphophallus spp. dibuat menjadi spons konjak dan pada industri bioetanol Amorphophallus spp. dapat menjadi bahan baku bioetanol nabati (Supriati, 2016).

(22)

6

ll.2 Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam caira penyari.

Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar dan di dalam sel (DepKes RI, 1986).

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin dan lain-lain (DepKes RI, 1986).

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan pada awal penyarian (DepKes RI, 1986).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna. Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya :

(23)

7

1. Digesti, cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40-50oC. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.

2. Maserasi dengan mesin pengaduk, penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

3. Remaserasi, cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari kedua.

4. Maserasi melingkar, maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar.

Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

5. Maserasi melingkar bertingkat, memiliki peralatan yang hampir sama dengan maserasi melingkar namun dilengkapi dengan bejana penampungan (DepKes RI, 1986).

ll.3 Fraksinasi

Ekstrak kasar bahan alam merupakan kumpulan senyawa, karena itu sangatlah tidak mungkin mendapatkan senyawa aktif langsung dari ekstrak. Ekstrak kasar perlu dipisahkan terlebih dahulu antar komponennya melalui suatu teknik fraksinasi (Firdaus dkk, 2013).

(24)

8

Fraksinasi adalah upaya pemisahan yang dilakukan setelah mendapatkan fraksi aktif atau ekstrak aktif. Teknik fraksinasi akan memisahkan komponen penyusun ekstrak berdasarkan kesamaan polaritas dan ukuran molekul. Fraksi yang didapat secara nyata berbeda sifat fisiknya. Fraksinasi dapat dilakukan dengan teknik kromatografi kolom (KK), kromatografi cair vakum (KCV), dan ekstraksi fase padat (Firdaus dkk, 2013; Saifuddin, 2014).

Cara yang lebih akurat dalam melakukan fraksinasi adalah dengan teknik kromatografi yang dianjurkan untuk dilakukan adalah kromatografi cair vakum (KCV) menggunakan kolom silika gel. Ukuran diameter kolom yang digunakan bervariasi tergantung jumlah berat ekstrak yang akan difraksinasi. Dengan cara ini suatu ekstrak akan terfraksi-fraksi ke dalam fraksi yang lain dengan jumlah komponen utama satu atau dua dengan sistem eluen yang sesuai. Waktu fraksinasi dengan kromatografi cair vakum (KCV) sekitar satu sampai dua jam (Haryoto dan Priyatno, 2018).

Langkah pertama fraksinasi dengan teknik kromatografi cair vakum (KCV) adalah menganalisis komponen yang terdapat dalam ekstrak atau fraksi. Analisis komponen dengan kromatografi lapis tipis (KLT) adalah untuk mengetahui perkiraan berapa jumlah komponen utama yang ada dalam ekstrak atau fraksi. Untuk tujuan ini digunakan eluen yang paling sesuai dengan karakter dari senyawa, biasanya penggunaan eluen campuran n-heksan : etil asetat sesuai untuk golongan terpenoid dan campuran kloroform : methanol untuk golongan fenolik. Jumlah

(25)

9

perbandingan campuran pelarut disesuaikan dengan tingkat kepolaran molekul (Haryoto dan Priyatno, 2018).

Eluen yang cocok pada saat analisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT) selanjutnya akan digunakan dalam memonitor hasil fraksinasi.

Eluen yang digunakan pada fraksinasi biasanya tidak satu sistem melainkan beberapa sistem secara gradien meningkat kepolarannya.

Pada analisis harus dilakukan beberapa kali percobaan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan beberapa sistem eluen sehingga dapat diketahui komponen pada kromatogram dengan peningkatan kepolaran eluen (Haryoto dan Priyatno, 2018).

Kromatografi cair vakum (KCV) menggunakan corong Buchner kaca masir dan kolom pendek maupun kolom yang lebih panjang. Kolom kromatografi dikemas kering (biasanya dengan penjerap KLT 10-40 µm) dalam keadaan vakum agar didapatkan kerapatan maksimum. Pelarut kemudian dituangkan kepermukaan penjerap kemudian divakumkan kembali sampai kering dan siap dipakai. Sampel yang telah disuspensikan dimasukkan pada bagian atas lapisan penjerap dan dihisap ke dalam kemasan dengan vakum. Kolom dielusi dengan campuran pelarut yang cocok, mulai dengan pelarut yang kepolarannya rendah lalu kepolaran ditingkatkan perlahan-lahan, kolom divakum sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi (Xu, 2012).

(26)

10

ll.4 Brine Shrimp Lethality Test (BST)

Brine Shrimp Lethality Test (BST) merupakan salah satu uji bioaktivitas yang sederhana (misalnya tidak diperlukan teknik aseptik), cepat (24 jam), mudah dikuasai, murah, dan menggunakan sejumlah kecil bahan uji (2-20 mg) untuk mengidentifikasi senyawa dengan aktivitas sitotoksik menggunakan hewan uji larva Artemia salina (Cseke et. al., 2006; Colegate dan Molyneux, 2008).

Saat diperkenalkan pertama kali pada tahun 1982, pengujian ini telah digunakan untuk memprediksi sitotoksisitas dan aktivitas pestisida dari suatu tanaman. Metode ini merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa. Metode ini telah diterapkan untuk mengetahui residu pestisida, anastetik lokal, senyawa turunan morpin, mikotoksin, karsinogenitas suatu senyawa dan polutan untuk air laut serta sebagai alternatif metode yang murah untuk uji sitotoksisitas. Secara khusus, korelasi positif ditemukan antara toksisitas brine shrimp lethality test dan sitotoksisitas terhadap line sel 9 KB (Human Nasopharyngeal Carcinoma) dan tumor padat lainnya seperti pada line sel P338 (in vivo Murine Leukemia) (Colegate dan Molyneux, 2008; Meyer dan Ferrigni, 1982).

Untuk pengujian ini, digunakan krustasea kecil Artemia salina.

Telurnya tersedia secara komersial dan dapat digunakan bertahun-tahun jika didinginkan. Ketika ditempatkan dalam larutan air asin, telur menetas dalam waktu 48 jam dan menghasilkan larva (nauplii) dalam jumlah yang

(27)

11

besar. Senyawa atau ekstrak diuji pada konsentrasi 10, 100, 1000 ppm dalam botol yang mengandung 5 mL air asin dan 10 larva udang dalam 3 replikasi. Larva yang bertahan dihitung setelah 24 jam dengan bantuan mikroskop stereoskopik dan dihitung nilai LC50 dengan batas kepercayaan 95% (Colegate dan Molyneux, 2008).

Untuk masalah kelarutan yang sering terjadi, dilakukan modifikasi dengan menggunakan DMSO(1%) sebagai pelarut unutk mengatasinya.

Bila dengan DMSO (1%) tidak cukup, maka dapat digunakan tween 80 (2% aq.) atau polivinilpirolidon, yang tidak toksik tehadap larva udang pada konsentrasi hingga 400 µg/mL dalam air (Colegate dan Molyneux, 2008).

ll.5 Lethal Concentration 50 (LC50)

Lethal Concentration 50 (LC50) yaitu konsentrasi bahan kimia uji yang diperlukan untuk menyebabkan kematian pada 50% dari populasi yang terpapar untuk jangka waktu tertentu, dan diamati untuk jangka waktu tertentu setelah terpapar, misalnya LC50 24 jam, LC50 48 jam, LC50

96 jam sampai waktu hidup hewan uji (Derelanko, 2000; Dhahiyat, 1997).

Metode LC50 digunakan untuk uji toksisitas Artemia salina, dimana untuk kategori akut yaitu kematian setelah terpapar 6 jam dan kategori kronis yaitu kematian setelah terpapar 24 jam. Namun, karena waktu melarut ekstrak cukup lama, maka umumnya digunakan perhitungan kematian setelah 24 jam. Efek toksik terhadap larva inilah yang menunjukkan bahwa adanya indikasi gangguan pada proses pertumbuhan

(28)

12

dan pembentukan sel. Adapun untuk perhitungan nilai LC50 dapat dilakukan menggunakan beberapa cara yaitu dengan grafik probit log konsentrasi, matematik dan metode grafik (Dhahiyat, 1997).

Tabel 1. Interpretasi nilai toksisitas LC50

Kategori Nilai LC50 (µg/ml)

Sangat Toksik 0-250

Toksik 250-500

Sedang 500-750

Tidak Toksik 750-1000

Sumber : Anderson, J. E., et. al. (1991)

ll.6 Artemia salina L.

ll.6.1 Klasifikasi

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Subphylum : Crustacea Kelas : Branchiopoda Order : Anostraca Family : Artemiidae Genus : Artemia

Species : Artemia salina L.

(Asem dkk, 2010; Dumitroscu, 2011)

(29)

13

ll.6.2 Deskripsi

Artemia salina (L.) merupakan artropoda air primitif dari keluarga Artemiidae dengan usia sekitar 100 juta tahun. Linnaeus (1758) mendeskripsikannya sebagai Cyncer salinus namun 61 tahun kemudian Leach (1819) memindahkannya ke Artemia salina (Dumitroscu, 2011).

Gambar 1. Artemia salina (Dumitroscu, 2011)

Tubuh dari Artemia salina terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut. Spesies ini menunjukkan dimorfisme seksual, dimana perbedaan morfologi utama antara jantan dan betina diamati pada jarak maksimum antara mata majemuk, panjang antena pertama, lebar segmen perut ketiga, panjang total, diameter mata majemuk, dan panjang abdomen (Dumitroscu, 2011).

Artemia salina jantan dewasa mencapai panjang 8-10 mm dan betina 10-12 mm, memiliki 3 mata dan 11 pasang kaki. Warna Artemia salina dewasa bervariasi bergantung pada konsentrasi garam di air dari

(30)

14

hijau sampai merah (konsentrasi tinggi berwarna merah). Darahnya mengandung pigmen hemoglobin (Dumitroscu, 2011).

Gambar 2. Artemia salina jantan dan betina (Dumitroscu, 2011)

Artemia salina dapat berkembang biak dalam jumlah yang besar ketika kondisi untuk bereproduksi terpenuhi (panas, sinar matahari, konsentrasi garam), hal ini dimungkinkan karena kurangnya persaingan dalam lingkungan ekstrim (Dumitroscu, 2011).

Organisme ini dapat bertahan lama dalam kondisi kekeringan dan tahap kista dapat melanjutkan siklus hidup ketika kondisi terpenuhi untuk melakukan pengembangan dan reproduksi (Dumitroscu, 2011).

Pada Artemia salina, jantan memiliki 2 organ reproduksi dan betina memiliki 1 rahim yang dapat terisi hingga 200 telur. Spesies ini memiliki sistem reproduksi ovipar dan ovovivipar, serta sistem reproduksi berganti- ganti sesuai kondisi lingkungan. Terdapat 2 jenis telur pada spesies ini yaitu telur musim panas dengan cangkang tipis yang berkembang tanpa

(31)

15

pembuahan dan telur dengan cangkang tebal yang harus dibuahi (Dumitroscu, 2011; Fedonenko et. al., 2017).

Spesies ini menghasilkan telur yang mengapung di atas air dan berkembang biak menjadi nauplia (larva) atau pada kondisi yang tidak menguntungkan (kekeringan) akan berubah menjadi kista (bentuk yang tidak aktif) yang dapat bertahan dalam periode yang lama. Bila kondisi lingkungan membaik, kista akan melakukan revitalisasi kembali dan menetas menjadi nauplia (larva). Dalam kondisi alami Artemia salina mamakan ganggang, protozoa dan detritus dengan metode filter aktif non- selektif, yaitu menghilangkan partikel tersuspensi kurang dari 40-60 mm (Dumitroscu, 2011).

II.6.3 Ekologi

Artemia salina hanya hidup di danau atau kolam dengan salinitas tinggi, yang bervariasi antara 60-300 ppt. Organisme ini merupakan spesies endemik di Mediterania, namun ditemukan di semua benua (Dumitroscu, 2011).

Spesies ini dapat mentolerir garam dalam jumlah yang besar (hingga 300 g/L air) dan dapat hidup dengan larutan yang sangat berbeda dengan air laut seperti kalium permanganat dan perak nitrat, namun yodium sangat berbahaya bagi spesies ini (Dumitroscu, 2011).

Memiliki kemampuan untuk mengurangi tekanan osmotik haemolymph oleh ekskresi NaCl terhadap gradien konsentrasi. Spesies ini juga dapat bertahan hidup di air dengan konsentrasi oksigen rendah.

(32)

16

Konsentrasi minimum oksigen pada orang dewasa yaitu 0,5 mg/L sementara untuk nauplia bahkan kurang dari 0,3 mg/L (Dumitroscu, 2011).

II.6.4 Siklus hidup

Metode reproduksi dikendalikan oleh faktor lingkungan yaitu konsentrasi oksigen dalam air dan fluktuasinya, jenis makanan, serta salinitas. Ada hubungan antara tingkat salinitas air dan sistem reproduksi, saat salinitas kurang dari 150 ppt maka terjadi metode ovovivipar dan ovipar terjadi saat salinitas antara 150-200 ppt (Dumitroscu, 2011).

Pada sistem reproduksi ovipar, setelah sel telur dibuahi berkembang menjadi tahap gastrula dan dikelilingi oleh kulit coklat yang keras terdisi dari chitin, lipoprotein, dll. Kista yang terbentuk dilepaskan ke dalam air dan harus melalui proses pengeringan. Hanya ketika kondisi memungkinkan akan berkembang menjadi nauplia (Dumitroscu, 2011).

Sementara pada sistem reproduksi ovovivipar, telur yang dibuahi berkembang ke tahap gastrula dan berdiferensiasi menjadi larva yang disebut nauplia yang berwana keputihan, nauplia adalah larva sirip bebas.

Kista (0,2-0,3 mm) akan berenang dalam air dan dalam periode waktu 24- 36 jam akan berubah menjadi nauplia (0,45 mm). Bergantung pada ketersediaan makanan, nauplia akan menjadi dewasa (maksimal 12 mm) dalam waktu 3 minggu (Dumitroscu, 2011).

(33)

17

Gambar 3. Siklus hidup Artemia salina (Dumitroscu, 2011)

ll.7 Analisis Probit

Metode probit dapat diaplikasikan untuk data pada pengujian aquatic toxicology. Analisis probit adalah model regresi khusus dari variabel respon binomial. Ini digunakan untuk menganalisis berbagai macam respon dosis atau percobaan binomial dalam berbagai bidang.

Analisis probit umumnya digunakan dalam toksikologi untuk menentukan toksisitas relatif bahan kimia terhadap organisme hidup. Ini dilakukan dengan menguji respons suatu organisme dengan berbagai konsentrasi bahan kimia uji dan kemudian membandingkan konsentrasi yang memiliki respon toksisitas (Okomoda et. al., 2013).

(34)

18

Setelah nilai regresi didapatkan, peneliti dapat menggunakan output analisis probit untuk menentukan konsentrasi atau dosis kimia uji yang diperlukan untuk menciptakan respon dalam organisme uji. Nilai tengah dari probit adalah 5,0 yang menunjukkan efek tengah dari toksisitas. Kerugian dari metode ini adalah membutuhkan dua set pembunuh parsial. Akan tetapi, interval kepercayaan mudah dihitung dan dapat digunakan untuk membandingkan hasil pengujian toksisitas (Landis et. al., 2011; Okomoda et. al., 2013).

Tabel 2. Nilai persen Probit

% 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 - 2.67 2.95 3.12 3.25 3.36 3.45 3.52 3.59 3.66 10 3.72 3.77 3.82 3.87 3.92 3.96 4.01 4.05 4.08 4.12 20 4.16 4.19 4.23 4.26 4.29 4.33 4.36 4.39 4.42 4.45 30 4.48 4.50 4.53 4.56 4.59 4.61 4.64 4.67 4.69 4.72 40 4.75 4.77 4.80 4.82 4.85 4.87 4.90 4.92 4.95 4.97 50 5.00 5.03 5.05 5.08 5.10 5.13 5.15 5.18 5.20 5.23 60 5.25 5.28 5.31 5.33 5.36 5.39 5.41 5.44 5.47 5.50 70 5.52 5.55 5.58 5.61 5.64 5.67 5.71 5.74 5.77 5.81 80 5.84 5.88 5.92 5.95 5.99 6.04 6.08 6.13 6.18 6.23 90 6.28 6.34 6.41 6.48 6.55 6.64 6.75 6.88 7.05 7.33 - 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 99 7.33 7.37 7.41 7.46 7.51 7.58 7.65 7.75 7.88 8.09

Sumber : Finney, D. J. (1952)

(35)

19

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

III.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat gelas, satu set alat Brine Shrimp Lethality Test (BST), satu set alat Kromatografi Lapis Tipis (KLT), oven listrik, alat maserasi, alat kromatografi cair vakum, rotary evaporator, timbangan kasar, dan timbangan analitik

Bahan-bahan yang digunakan adalah aquadest, n-heksan, etil asetat, kloroform, metanol, larva Artemia salina, lempeng KLT 60 GF 254 (E. Merck), silika gel PF 254, pereaksi H2SO4 10%, pereaksi Lieberman- Bouchard, pereaksi dragendorff, pereaksi FeCl3, pereaksi vanillin asam sulfat, umbi A. muelleri, etanol 95 %, Fermipan®, pipa kapiler (Nesco®).

llI.2 Pengambilan dan Penyiapan Sampel Penelitian llI.2.1 Pengambilan sampel

Sampel penelitian yang digunakan adalah umbi Amorphophallus muelleri yang diperoleh dari desa Cenrana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

Ill.2.2 Determinasi tanaman

Determinasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar.

(36)

20

lIl.2.3 Penyiapan sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi Amorphophallus muelleri. Umbi digali dari dalam tanah ketika bagian batang dan daun tumbuhan mulai layu, umbi disortir dan dibersihkan dengan air mengalir, dirajang dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 50oC. Umbi yang telah kering kemudian dipotong kecil-kecil dan dapat digunakan untuk pengujian.

lIl.2.4 Ekstraksi sampel

Sebanyak 240 g umbi Amorphophallus muelleri dipotong kecil-kecil dan dimaserasi dengan n-heksan selama 3x24 jam dan diremaserasi hingga bening dan tidak berwarna dengan n-heksan. Sampel kemudian disaring, filtrat dikumpulkan dan diuapkan dengan rotavapor hingga diperoleh ektrak kental. umbi Amorphophallus muelleri kemudian dikeringkan dan dimaserasi kembali dengan etanol 95%. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dipartisi dan dilakukan pengujian toksisitas terhadap larva Artemia salina (Ghozaly dan Safitri, 2016)

llI.3 Uji toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) Telur A. salina ditetaskan dalam wadah kaca berisi air laut buatan.

Air laut buatan dibuat dengan melarutkan 20 g artificial air laut ke dalam 1 liter aqua destilata, kemudian disaring dan diaerasi sehingga siap untuk digunakan untuk penetasan telur A. salina. Telur A. salina dimasukkan dalam air laut buatan yang telah diaerasi dan diberi penerangan dengan cahaya lampu. Setelah 48 jam telur akan menetas dan siap digunakan

(37)

21

untuk uji toksisitas (Colegate dan Molyneux, 2008; Meyer dan Ferrigni, 1982).

Sampel yang akan diuji dimasukkan ke dalam botol sampel berisi 5 mL air laut buatan untuk masing-masing fraksi. Konsentrasi sampel yang akan digunakan dalam penelitian adalah 100, 10, dan 1 µg/mL. Larutan uji dari masing-masing fraksi dimasukkan ke dalam botol uji sesuai dengan konsentrasi yang digunakan. Untuk tiap fraksi perlu ditambahkan DMSO 0,05 µL pada botol yang telah diberi larutan uji yang kering untuk melarutkan ekstrak, serta kontrol negatif sebagai penanda bahwa DMSO dan air tidak berpengaruh terhadap larva Artemia salina. Selanjutnya ditambahkan 4,5 mL air laut buatan dengan konsentrasi 20 g/L ke dalam botol uji dan digojok. Dengan menggunakan pipet, 10 ekor larva A. salina, dimasukkan dalam botol uji dan volume air ditambahkan sehingga menjadi 5 mL. Botol-botol uji kemudian disimpan di tempat yang cukup cahaya.

Pengamatan dilakukan setelah 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva A.

salina yang mati (Colegate dan Molyneux, 2008; Meyer dan Ferrigni, 1982).

lIl.4 Fraksinasi sampel

Ekstrak yang aktif menunjukkan efek toksisitas terhadap larva A.

salina difraksinasi dengan metode kromatografi cair vakum. Fraksi-fraksi yang diperoleh dibuat konsentrasi sebanyak 100, 10, dan 1 µg/mL kemudian dilakukan uji efek toksisitasnya terhadap larva A. salina. Fraksi yang aktif kemudian dilanjutkan ke tahap identifikasi senyawa kimia.

(38)

22

III.5 Identifikasi Senyawa Kimia

Ekstrak n-heksan dilarutkan dengan pelarut n-heksan dan ditotolkan pada lempeng KLT 60 GF 254 berukuran 1x7 cm. Setelah itu lempeng dielusi dengan cairan pengembang yang sesuai. Setelah terelusi, lempeng kemudian diangkat dan dikeringkan. Selanjutnya disemprot dengan reagen uji alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid (Singh et. al, 2013).

llI.6 Analisis Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapatkan dari jumlah larva udang yang mati 24 jam dengan perlakuan pada tiap-tiap konsentrasi fraksi umbi Amorphophallus muelleri Setelah melewati proses pengumpulan data, dan dianalisis dengan analisis probit menggunakan Microsoft excel untuk mengetahui harga LC50, serta disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

(39)

23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Ekstraksi Sampel

Simplisia umbi Amorphophallus muelleri sebanyak 250 g diperoleh dari 1,68 kg sampel basah umbi Amorphophallus muelleri, kemudian diekstraksi secara bertingkat dengan metode maserasi menggunakan pelarut n -heksan dan dilanjutkan dengan etanol 95%, diperoleh ekstrak n- heksan sebanyak 0,3403 g dan ekstrak etanol 95% sebanyak 1,682 g, dengan persen rendemen berturut-turut 0,1361 % dan 0,6728 %.

IV.2 Uji Toksisitas Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) IV.2.1 Uji toksisitas ekstrak awal

Simplisia umbi Amorphophallus muelleri dimaserasi dengan menggunakan 2 pelarut, sehingga didapatkan ekstrak n-heksan dan ekstrak etanol 95%. Masing-masing ekstrak diuji toksisitasnya menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST), dengan variasi konsentrasi 1, 10, 100, 1000 µg/mL. Kontrol negatif digunakan untuk melihat apakah respon yang ditunjukkan benar berasal dari sampel dan bukan dari artifisial air laut. Hasil uji LC50 dapat dilihat pada tabel 3.

(40)

24

Tabel 3. Hasil uji LC50 ekstrak umbi Amorphophallus muelleri

Ekstrak Rata-rata kematian LC50 (µg/mL)

N-heksan

9,2

138,13 6

1,8 0

Etanol 95%

7,4

642,09 1,6

0 0

Data pada tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan umbi Amorphophallus muelleri memiliki toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol 95%, toksisitas ekstrak n-heksan masuk ke dalam kategori sangat toksik.

IV.2.2 Uji toksisitas hasil fraksinasi ekstrak n-heksan umbi Amorphophallus muelleri

Ekstrak yang dipilih untuk dilanjutkan pada proses fraksinasi yaitu ekstrak n-heksan, karena ekstrak n-heksan lebih toksik dibanding ekstrak etanol. Ekstrak n-heksan umbi Amorphophallus muelleri difraksinasi secara kromatografi cair vakum menggunakan eluen n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan n-heksan 100 %; 20:1; 15:1; 10:1; 5:1; etil asetat 100%. Fraksi yang diperoleh dimonitor dengan melihat profil kromatogramnya pada lempeng KLT GF254 dengan eluen n-heksan dan etil asetat (7:1). Profil kromatogram menunjukkan pemisahan yang baik antar fraksi dengan nilai Rf yaitu ekstrak n-heksan umbi Amorphophallus

(41)

25

muelleri (0,36; 0,45; 0,54; 0,67; 0,87; 0,96), fraksi 1 (0,21; 0,34), fraksi 2 (0,47; 0,54; 0,67; 0,72; 0,83; 0,96), fraksi 3 (0,45; 0,54; 0,63; 0,72; 0,87;

0,96), fraksi 4 (0,36; 0,5; 0,54; 0,6; 0,96), fraksi 5 (0,34; 0,45; 0,52; 0,96) dan fraksi 6 (0,34).

Berdasarkan profil KLT, maka fraksi-fraksi dikelompokkan menjadi 6 fraksi dan diuji toksisitasnya terhadap Artemia salina. Hasil uji LC50

fraksi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil uji LC50 pada ekstrak n-heksan hasil fraksinasi

Fraksi Rata-rata kematian LC50 (µg/mL)

1

4

TBUD*

2 1,4

0

2

4

TBUD*

3 2,4 1,8

3

8

284,51 4,6

1,8 1,4

4

6,8

460,35 4,4

2,8 1,6

5

8,4

136,86 5,4

3,2 1,6

6

10

80,02 6,8

2,6 0,8 Ket. *TBUD (tidak bisa untuk dihitung)

(42)

26

Fraksi 1 dan 2 memiliki nilai persen mortalitas yang tidak mencapai 50%, sehingga nilai LC50nya tidak dapat dihitung. Fraksi 3, 4, 5 dan 6 berturut-turut memiliki nilai LC50 yaitu 284,51; 460,35; 136,86; 80,02 µg/mL. Hasil tersebut menunjukkan fraksi 3, 4, 5 dan 6 memiliki efek toksik yang termasuk kategori toksik dan sangat toksik berdasarkan interpretasi nilai toksisitas menurut Anderson (1991). Namun diantara keempat fraksi tersebut, nilai LC50 fraksi 6 lebih rendah diantara yang lainnya, nilai tersebut menunjukkan bahwa fraksi 6 bersifat sangat toksik.

IV.3 Identifikasi Senyawa Kimia

Gambar 4. Profil KLT ekstrak n-heksan dan fraksi (3-6) umbi Amorphophallus muelleri menggunakan reagen (A) vanilin-H2SO4; (B) FeCl3; (C) Lieberman Burchard; (D) Dragendorff.

Ket. (H) ekstrak n-heksan; (F3) fraksi 3; (F4) fraksi 4; (F5) fraksi 5; (F6) fraksi 6.

Gambar 4 menunjukkan bahwa pada reagen vanillin-H2SO4 tidak teridentifikasi adanya senyawa saponin sehingga dapat dikatakan hasilnya negatif. Reagen vanillin-H2SO4 menunjukkan hasil yang positif bila noda berwarna ungu-biru. Untuk senyawa alkaloid didapatkan hasil yang negatif

A B C D

H F3 F4 F5 F6 H F3 F4 F5 F6 H F3 F4 F5 F6 H F3 F4 F5 F6

(43)

27

(-), karena pada profil KLT tidak menunjukkan adanya noda berwarna oranye-coklat (Makkar et. al., 2007). Pada lempeng hasil penyemprotan reagen FeCl3 memberikan hasil negatif (-), karena noda tidak berfluorosensi kuning di bawah UV 366 nm. Sedangkan pada pereaksi Lieberman Burchard menunjukkan hasil positif (+) yang ditandai dengan noda berwarna merah tua, hal ini mengindikasikan adanya senyawa triterpenoid (Hajnos et. al., 2008; De et. al., 2010). Hal ini dapat disimpulkan bahwa senyawa yang memberikan efek toksik pada uji brine shrimp lethality test (BST) diduga adalah triterpenoid.

Salah satu contoh triterpenoid yang telah berhasil diisolasi dari keluarga Amorphophallus dari spesies Amorphophallus campanulatus yaitu ambylone. Spesies ini memiliki nilai LC50 sebesar 13,25 µg/mL terhadap Artemia salina (Khan et. al., 2008).

(44)

28

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa fraksi 6 dari ekstrak n-heksan umbi Amorphophallus muelleri adalah fraksi yang paling toksik diantara kelima fraksi lainnya dan tergolong dalam sangat toksik terhadap Artemia salina dengan nilai LC50

yaitu 80,02 µg/mL.

V.2. Saran

Perlu dilakukan isolasi, pemurnian dan identifikasi lebih lanjut senyawa aktif dari fraksi 6 yang mempunyai toksisitas yang paling tinggi.

(45)

29

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J. E., Goetz, C. M., McLaughlin, J. L., Suffness, M. 1991. A blind comparison of simple bench top bioassay and human tumor cell cytotoxities as antitumor prescreens, natural product chemistry.

Phytochemical Analysis. 2. (3): 107-111.

Asem, A., Pouyani, N., Rios, P. 2010. The genus Artemia Leach, 1819 (crustacea : branchiopoda). I. True and false taxonomical descriptions. Lat. Am. J. Aquat. Res. 38. (3): 501.

Behera, A., Kumar, S., Jena, P. 2014. A review on amorphophallus species : important medicinal wild food crops of odisha. Int. J. of Pharm. Life Sci. 5. (5): 3512-3516.

Colegate, S., Molyneux, R. 2008. Bioactive Natural Products : Detection, Isolation, and Structural Determination. 2nd ed. CRC Press. London.

New York. p. 18-33. Available as PDF file

Cseke, L., Kirakosya, A., Kaufman, P., Warber, S., Duke, J., Brielmann, H.

2006. Natural product from plants. 2nd ed. CRC press. London. New York. p. 395. Available as PDF file.

De, S., Dey, Y. N., Ghosh, A. K. 2010. Phytochemical investigation and chromatographic evaluation of the different extracts of tuber of Amorphophallus paeoniifolius (araceae). IJPBR. 1. (5): 153.

DepKes RI.1986. Sediaan galenika. DepKes RI. Jakarta. Hal. 10-15.

Derelanko, M., J. 2000. Toxicologist’s pocket handbook. CRC press. New York. p. 225. Available as PDF file.

Dey, Y D., Ghosh, A K. 2010. Pharmacognostic evaluation and phytochemical analysis of the tuber of Amorphophallus paeoniifolius. IJPRD. 2. (9): 48-49.

Dhahiyat, Y, Djuangsih. 1997. uji hayati (bioassay); LC50 (acute toxicity test) menggunakan daphnia dan ikan. UNPAD, Bandung.

Dumitroscu, M. 2011. Artemia salina. Balneo Research Journal. 2. (4):

119-122.

Fedonenko, O., Marenkov, O., Sharamok, T., Kolesnik, N., Grygorenko, T., Symon, M. 2017. Basic of aquaculture and hydrobiotechnology.

WSN. 88. (1): 19.

(46)

30

Finney, D. J. 1952. Probit analysis: a statistical treatment of the sigmoid response curve. Cambridge university press. Cambridge. New York. p. 22.

Firdaus, M., Awaluddin, A., Prihanto, Nurdiani, R. 2013. Tanaman bakau : biologi dan bioaktivitas.UB Press. Malang. Hal. 85.

Ghozaly, M., Safitri, E. 2016. Uji aktivitas antioksidan ekstrak n-heksan, etil asetat, dan metanol dari varietas umbi wortel (Daucus carota L.) dengan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Saintech farma.

9. (2): 14.

Hajnos, M., Sherma, J., Kowalska, T. 2008. Thin layer chromatography in phytochemistry. CRC press. London. New York. p. 421-528.

Available as PDF file.

Haryoto, Priyatno, E. 2018. Potensi buah salak sebagai suplemen obat dan pangan. Muhammadiyah university press. Surakarta. Hal. 71- 73.

Jasril. 2009. Bahan alam organik sebagai sumber obat modern.

Universitas riau. Hal. 24

Khan, A., Rahman, M., Islam, M. S. 2008. Antibacterial, antifungal and cytotoxic activities of amblyone isolated from Amorphophallus campanulatus. Indian J Pharmacol. 40. (1): 41-44.

Koswara, S. Teknologi pengolahan umbi-umbian, bagian 2 : pengolahan umbi porang. (Online). (http://seafast.ipb.ac.id, diakses 01 Oktober 2017)

Kurniawan, A., Wibawa, P., Adjie, B. 2010. Species diversity of amorphophallus (Araceae) in bali and Lombok with attention to genetic study in A. paeoniifolius (Dennst.) Nicolson. Biodiversitas.

12. (1): 7-9.

Landis WG, Sofield RM, Yu MH. 2011. Introduction to Environmental Toxicology : Molecular Substuctures and Ecological Landscape.

CRC Press. London. New York. p. 52.

Mahayasih, P., Handoyo, T., Hidayat, M. 2013. Uji aktivitas protein larut air umbi porang (amorphophallus muelleri blume) terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Jurnal Pustaka Kesehatan. 1. (1):

44.

Makkar, H., Siddhuraju, P., Becker, K. 2007. Plant secondary metabolites.

Humana press. Totowa, New Jersey. p. 96-110.

(47)

31

Meyer, B., Ferrigni ML. 1982. Brine shrimp : a convenient general biassay for active plant constituens. Planta Medica. 45. 31-34.

Okomoda, V., Solomon, S., Ataguba, G., Ayuba, V., Asuwaju, P. 2013.

Acute toxicity test in aquaculture : a review. Banat’s journal of biotechnology. 4. (8) : 59-60.

Saifuddin, A. 2014. Senyawa alam metabolit sekunder : teori, konsep, dan teknik pemurnian. Deepublish. Yogyakarta. Hal. 54.

Singh, A., Srivastava, K., Banerjee, A., Wadhwa, N. 2013. Phytochemical analysis of peel of Amorphophallus paeoniifolius. Int J Pharm Bio Sci. 4. (3): 812.

Srivastava, S., Verma, D., Srivastava, A., Tiwari, S., Dixit, B., Singh, Rawat, A. 2014. Phytochemical and nutritional evaluation of Amorphophallus campanulatus (Roxb.) Blume Corm. J Nutr Food Sci. 4. (3): 4.

Sumarwoto. 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume); deskripsi dan sifat-sifat lainnya. Biodiversitas. 6. (3): 187-189.

Supriati, Y. 2016. Keanekaragaman iles-iles (Amorphophallus spp.) dan potensinya untuk industri pangan fungsional, kosmetik, dan bioetanol. Jurnal Litbang Pertanian. 35. (2): 74-76.

Widjanarko, S B., Wijayanti N., Sutrisno, A. 2013. Laxative Potential of The Konjac Flour (Amorphophallus muelleri Blume) in Treatment of Loperamide Induced Constipation on Sprague Dawley Rats. World Academy of Science, Enginering and Technology. 7. (11). 731.

Xu R, Ye Y, Zhao W. 2012. Introduction to Natural Product Chemistry.

CRC Press. London. New York. p. 15

(48)

32

LAMPIRAN 1

CONTOH PERHITUNGAN

Perhitungan %Mortalitas :

total larva mati keseluruhan−total larva mati pada kontrol

total larva replikasi x 100%

= 46− 2

50 x 100% = 86 % - Perhitungan LC50

Log Konsentrasi (x) Nilai Probit (y)

3 6,08

2 5,10

1 3,82

0 0

Persamaan garis linear :

y = a + bx x = (y-a)/b

x = Log konsentrasi (LC50), y = Nilai Probit LC50 50% = 5,00 y = 1,952x + 0,822

1,952x = 5 – 0,822

LC50 = = 2,1403

Antilog (LC50) = 138,13 µg/ml 5,00 – 0,822

1,952

(49)

33

LAMPIRAN 2

TABEL HASIL UJI BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

Tabel 5. Hasil uji LC50 ekstrak n-hexan umbi Amorphophallus muelleri Konsentrasi

(µg/ml)

larva

mati rata-rata±SD %mortalitas nilai probit nilai LC50

1000

9

9,2 ± 0,83 86 6,08

138,13 (sangat toksik) 9

10 10 8 jumlah total 46

100

7

6 ± 0,70 54 5,10

6 6 5 6 jumlah total 30

10

2

1,8 ± 0,83 12 3,82

2 3 1 1 jumlah total 9

1

0

0 0 0

0 0 0 0 jumlah total 0

kontrol

1

1 0 0 1 jumlah total 3

(50)

34

Tabel 6. Hasil uji LC50 ekstrak etanol 95% umbi Amorphophallus muelleri Konsentrasi

(µg/ml)

larva

mati rata-rata±SD %mortalitas nilai probit nilai LC50

1000

7

7,4 ± 0,54 70 5,52

642,09 (sedang) 8

8 7 7 jumlah total 37

100

3

1,6 ± 0,89 12 3,82

2 1 1 1 jumlah total 8

10

0

0 0 0

0 0 0 0 jumlah total 0

1

0

0 0 0

0 0 0 0 jumlah total 0

kontrol

1

0 1 0 0 jumlah total 2

(51)

35

Tabel 7. Hasil uji LC50 pada fraksi 1 ektrak n-heksan umbi Amorphophallus muelleri Konsentrasi

(µg/ml)

larva

mati rata-rata±SD %mortalitas nilai probit nilai LC50

1000

3

4 ± 1,58 30 4,48

TBUD 5

6 2 4 jumlah total 20

100

2

2 ± 0,70 10 3,72

2 2 1 3 jumlah total 10

10

2

1,4 ± 1,34 4 3,25

0 3 0 2 jumlah total 7

1

0

0 0 0

0 0 0 0 jumlah total 0

kontrol

2

2 0 1 0 jumlah total 5

(52)

36

Tabel 8. Hasil uji LC50 pada fraksi 2 ektrak n-heksan umbi Amorphophallus muelleri Konsentrasi

(µg/ml)

larva

mati rata-rata±SD %mortalitas nilai probit nilai LC50

1000

5

4 ± 1,22 30 4,48

TBUD 5

4 4 2 jumlah total 20

100

3

3 ± 0,70 20 4,16

3 2 3 4 jumlah total 15

10

2

2,4 ± 0,89 14 3,92

1 3 3 3 jumlah total 12

1

1

1,8 ± 0,44 8 3,59

2 2 2 2 jumlah total 9

kontrol

2

2 0 1 0 jumlah total 5

(53)

37

Tabel 9. Hasil uji LC50 pada fraksi 3 ektrak n-heksan umbi Amorphophallus muelleri Konsentrasi

(µg/ml)

larva

mati rata-rata±SD %mortalitas nilai probit nilai LC50

1000

9

8 ± 1,41 70 5,52

284,51 (Toksik) 7

10 7 7 jumlah total 40

100

6

4,6 ± 1,34 36 4,64

6 4 4 3 jumlah total 23

10

2

1,8 ± 0,83 8 3,59

3 2 1 1 jumlah total 9

1

1

1,4 ± 0,54 4 3,25

2 2 1 1 jumlah total 7

kontrol

2

2 0 1 0 jumlah total 5

(54)

38

Tabel 10. Hasil uji LC50 pada fraksi 4 ektrak n-heksan umbi Amorphophallus muelleri

Konsentrasi (µg/ml)

larva

mati rata-rata±SD %mortalitas nilai probit nilai LC50

1000

6

6,8 ± 1,30 58 5,2

460,36 (Toksik) 5

8 8 7 jumlah total 34

100

4

4,4 ± 0,54 34 4,59

4 4 5 5 jumlah total 22

10

3

2,8 ± 0,44 18 4,08

3 3 2 3 jumlah total 14

1

2

1,6 ± 0,54 6 3,45

1 2 2 1 jumlah total 8

kontrol

2

2 0 1 0 jumlah total 5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ulasan dan tes yang dimuat di PC Media tidak terkait dengan iklan atau hubungan bisnis perusahaan atau produk tersebut dengan PC Media. Kecuali disebutkan, tes dilakukan PC

Sudah menjadi sesuatu yang tidak bisa kita pungkiri bahwa semua lembaga pendidikan Islam, baik di tingkat ibtidaiyah hingga sampai ke pergurtuan tinggi, juga yang

CDS/ISIS Panduan Pengelolaan Sistem Manakemen Basis Data : untuk perpustakaan dan unit Informasi.. Akses Informasi Elekrtonik : Suatu paradigma Baru

[r]

Prosedur penetapan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar BPHTB/ Kurang Bayar Tambahan BPHTB merupakan proses yang dilakukan Fungsi Pelayanan dalam memeriksa BPHTB

Disamping itu dengan perusahaan mengungkapkan sustainability report akan semakin membuat konsumen, supplier dan investor lebih percaya terhadap perusahaan tersebut

Creating an Authentic EFL Learning Environment to Enhance Student Motivation to Study English. Asian EFL Journal,

Telah dilakukan penelitian mengenai skrining fitokimia, aktivitas antibakteri dan antioksidan dari ekstrak metanol dan etil asetat dari daun benalu kopi (Loranthus parasiticus