• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KOMPENSASI BONUS, LEVERAGE, PRAKTIK CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2007 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KOMPENSASI BONUS, LEVERAGE, PRAKTIK CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2007 2009"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMPENSASI BONUS, LEVERAGE, PRAKTIK CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA

PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR

DI INDONESIA YANG TERDAFTAR

DI BEI TAHUN 2007-2009

 

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)
(3)
(4)

MOTTO 

 

“….Sebab sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan, sesungguhnya

sesudah kesulitan ada kemudahan…”

(Q.S AL Insyirah ayat 5-6 )

K it a ber doa kalau kesusahan dan

membut uhkan sesuat u, mest inya kit a juga

ber doa dalam kegembir aan besar dan saat

r ezeki melimpah.

(K ahlil Gibr an)

Kebanyakan Dari Kita Tidak Mensyukuri Apa yang

Telah Kita Miliki Tetapi Kita Selalu Menyesali Apa

yang Belum Kita Capai

(Sofian)

A pa yang kau pikir kan it ulah dir imu, jika kau

ber pikir bisa past i bisa, t idak ada hal didunia

ini yang t idak bisa kalau kit a mau ber usaha

(5)

PERSEMBAHAN

 

Dengan penuh syukur kupersembahkan karya ini teruntuk :

Ibu dan Abahku “Tiada kasih dan sayang yang lebih mulia

selain apa yang diberikan oleh Ibu dan Abah dalam

membimbing hidup menuju suatu harapan yang

didambakan. Terima kasih atas doa yang selalu mengiringi

setiap langkah penulis dan pengorbanan tanpa pamrih demi

keberhasilan penulis”

Kakak dan Adikku yang memberiku semangat dan

dukungan

Calon pendamping hidupku

(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul: “PENGARUH KOMPENSASI BONUS, LEVERAGE,

PRAKTIK CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA

PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA YANG

TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2007-2009” sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat banyak pihak yang berperan

memberikan bimbingan, arahan, saran dan kritik, serta semangat sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. Oleh karena itu, dengan

kerendahan hati penulis menyampaikan rasa syukur dan ucapan terima kasih

kepada:

1. Allah SWT pemilik seluruh alam semesta beserta segala isinya.

2. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret.

3. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas

(7)

4. Prof. Dr. Rahmawati, M.Si., Ak., selaku pembimbing skripsi atas semua

kritik, saran, dan perhatianya yang sangat membantu penulis untuk

mencapai hasil yang terbaik.

5. Dra. Muthmainah, Msi, Ak., selaku pembimbing akademik atas saran dan

bimbingannya dalam mengambil mata kuliah.

6. Bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret yang

telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menuntut ilmi

di Fakultas Ekonomi Sebelas Maret.

7. Abah dan ibu tercinta Edy Suwito dan Ely Itoyati Hamnah yang senantiasa

mencurahkan segala kasih sayang, perhatian, doa, motivasi, nasihat, serta

kesabaran yang begitu besar.

8. Kakak dan adik tersayang Fandi dan Nisa yang senantiasa memberiku

semangat dan motivasi.

9. Kekasihku rani nova azhari yang memberi motivasi, semangat, keceriaan

yang membuat aku semakin berusaha mencapai cita-citaq dan

kebersamaan yang kita lalui....

10.Buat temen-temen akuntansi 2006 darmo, supri, Adit, rojak, sawit, boy,

wida, reisya, warih, tryas, tita, natalia, putry, gani, ayuk, kris, hakim,

sanda. Terima kasih atas kebersamaan, dukungan, semangat yang telah

kalian berikan selama ini, ayo kemana lagi kita piknik dan main bareng

(8)

11.Buat temen-temen badminton accounting 06, p. tantor dan futsal 06… atas

hari-hariq berolahraga bareng kalian di solo.. suatu saat aku pengen lawan

kalian lagi hehe..

12.Buat temen-temen kos bachelor dari dulu sampai sekarang makasih sudah

menjadi keluarga kecil dikos..

13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.. makasih

banyak….

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan

demi perbaikan yang berkelanjutan.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.

Surakarta, 14 Maret 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL SKRIPSI ... i

ABSTRAKSI ... ii

ABSTRACT ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

(10)

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

D. Sistematika Penulisan……… 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Literatur ... 13

1. Teori Agensi ... 13

2. Manajemen Laba ... 15

3. Corporate Governance ... 18

4. Konsentrasi Kepemilikan ... 23

5. Komposisi Anggota Dewan Komisaris ... 24

6. Reputasi Auditor ... 26

7. Proporsi Komite Audit ... 28

8. Bonus Plan ... 29

9. Leverage ... 31

B. Kerangka Teoritis ... 32

C. Penelitian Terdahulu ... 33

D. Pengembangan Hipotesis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 46

B. Variabel dan Pengukuran ... 47

1. Variabel Dependen ... 47

2. Variabel Independen ... 48

C. Metoda Analisis Data ... 50

(11)

3. Pengujian Analisis Regresi Berganda... 53

4. Pengujian Hipotesis……….. 54

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Variabel Penelitian ... 56

B. Analisis Deskriptif ... 57

C. Pengujian Asumsi Klasik ... 59

D. Pengujian Hipotesis ... 64

E. Pembahasan ... 65

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Keterbatasan ... 73

C. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA……….. 76

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel IV. 1 Hasil Pengambilan Sampel ... 57

Tabel IV. 2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 57

Tabel IV. 3 Hasil Uji Normalitas ... 60

Tabel IV. 4 Hasil Uji Multikolinearitas ... 61

Tabel IV. 5 Hasil Uji Autokorelasi ... 62

Tabel IV. 6 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 63

Tabel IV. 7 Hasil Regresi Linier Berganda ... 64

(13)

DAFTAR GAMBAR

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Perusahaan Manufaktur

Lampiran 2 Statistik Deskriptif

Lampiran 3 Hasil Uji Normalitas

Lampiran 4 Hasil Uji Heteroskedastisitas

(15)

Sofian Riski Tsani NIM. F0306111

PENGARUH KOMPENSASI BONUS, LEVERAGE, PRAKTIK CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA

PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA YANG TERDAFTAR

DI BEI TAHUN 2007-2009

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh kompensasi bonus, leverage, praktik corporate governance terhadap manajemen laba. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 90 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2007 – 2009. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode puposive sampling dan metode statistik yang digunakan adalah ordinary least square regression.

Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian ini membuktikan bahwa (1) kompensasi bonus tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba yang dibuktikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,974 > 0,05. (2) leverage signifikan mempengaruhi manajemen laba, ditunjukan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Praktik corporate governance yang terdiri dari (1) persentase kepemilikan saham berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi sebesar 0,049 < 0,05. (2) proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba yang dibuktikan dengan nilai signifikansi 0,916 > 0,05. (3) reputasi auditor tidak sigifikan mempengaruhi manajemen laba dengan nilai signifikansi sebesar 0,486 > 0,05. (4) proporsi komite audit independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi uji sebesar 0,048 < 0,05. nilai adjusted R square sebesar 0,212 yang dapat dimaknai bahwa hanya 21,2 % variasi kompensasi bonus, leverage, persentase kepemilikan saham, proporsi dewan komisaris independen, reputasi auditor, proporsi komite audit independen.

(16)

Sofian Riski Tsani NIM. F0306111

PENGARUH KOMPENSASI BONUS, LEVERAGE, PRAKTIK CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA

PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA YANG TERDAFTAR

DI BEI TAHUN 2007-2009

This study aims to obtain empirical evidence about the effect of bonus compensation, leverage, corporate governance practices against earnings management. The sample used in this study were 90 companies listed in Indonesia Stock Exchange during the years 2007 to 2009. The data was collected using the method puposive sampling and statistical methods used are ordinary least square regression.

Based on the results of tests of hypotheses of this study prove that (1) compensation bonus of no significant impact on earnings management as evidenced by the significant value of 0.974 > 0.05. (2) significant leverage affects earnings management, is shown by the significant value of 0.000 < 0.05. Corporate governance practices which consist of (1) the percentage of stock ownership significant effect on earnings management with the significant value of 0.049 < 0.05. (2) the proportion of independent commissioners no significant effect on earnings management as evidenced by the significant value 0.916 > 0.05. (3) auditor reputation sigifikan not affect earnings management with the significant value of 0.486 > 0.05. (4) the proportion of independent audit committees have a significant effect on earnings management with the value of test of significance at 0.048 < 0.05. adjusted R square value of 0.212 which can be interpreted that only 21,2% variation bonus compensation, leverage, stock ownership, the proportion of independent commissioners, auditor reputation, the proportion of independent audit committee.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab pertama berikut ini akan dijelaskan mengenai latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika

penelitian.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan

transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan.

Laporan keuangan menjadi media bagi perusahaan untuk menyampaikan

informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen

terhadap pemenuhan kebutuhan pihak-pihak eksternal yaitu diperolehnya

informasi kinerja perusahaan. Parameter yang digunakan untuk mengukur

kinerja manajemen dalam laporan keuangan adalah informasi laba yang

terkandung dalam laporan Laba/Rugi (Boediono, 2005).

Di dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) Nomor

1, dikatakan bahwa laporan keuangan harus menyajikan informasi yang

berguna untuk investor dan calon investor, kreditur dan pengguna lain dalam

pengambilan keputusan investasi, kredit, dan keputusan lain yang sejenis,

yang rasional. Informasi tersebut harus dapat dipahami oleh mereka yang

memiliki wawasan bisnis dan ekonomi supaya informasi yang disajikan dalam

(18)

dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Penyajian laporan keuangan

dalam laporan tahunan harus disertai pengungkapan yang penuh artinya

memberikan informasi secara lengkap dan terbuka sehingga tidak

menyesatkan orang yang membacanya.

Salah satu informasi yang terdapat didalam laporan keuangan adalah

informasi mengenai laba perusahaan. Informasi laba sebagaimana dinyatakan

dalam Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) Nomor 2

merupakan unsur utama dalam laporan keuangan dan sangat penting bagi

pihak-pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai prediktif (FASB,

1987). Menurut PSAK Nomor 1 informasi laba diperlukan untuk menilai

perubahan potensi sumber daya ekonomis yang mungkin dapat dikendalikan

dimasa depan, menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada dan untuk

perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan

tambahan sumber daya (IAI, 2007). Bagi pemilik saham dan atau investor,

laba berarti peningkatan nilai ekonomis (wealth) yang akan diterima melalui

pembagian deviden.

Laba juga digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja manajemen

perusahaan selama periode tertentu yang pada umumnya menjadi perhatian

pihak-pihak tertentu terutama dalam menaksir kinerja atas

pertanggungjawaban manajemen dalam pengelolaan sumber daya yang

dipercayakan kepada mereka, serta dapat dipergunakan untuk memperkirakan

(19)

tindakan manipulasi terhadap laporan keuangan untuk memperoleh beberapa

keuntungan pribadi tindakan disebut dengan manajemen laba.

Manajemen laba menjadi menarik untuk diteliti karena dapat

memberikan gambaran akan perilaku manajer dalam melaporkan kegiatan

usahanya pada suatu periode tertentu, yaitu adanya kemungkinan munculnya

motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk mengatur data keuangan

yang dilaporkan. Perlu dicatat disini bahwa manajemen laba tidak harus

dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi,

tetapi lebih condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi

(accounting methods) untuk mengatur keuntungan yang bisa dilakukan karena

memang diperkenankan menurut accounting regulations.

Jika pada suatu kondisi dimana pihak manajemen ternyata tidak

berhasil mencapai target laba yang ditentukan, maka manajemen akan

bertindak untuk memodifikasi laba yang masih sesuai dengan standar

akuntansi yang berlaku. Manajemen termotivasi untuk memperlihatkan kinerja

yang baik dalam menghasilkan keuntungan maksimal bagi perusahaan

sehingga manajemen cenderung memilih dan menerapkan metode akuntansi

yang dapat memberikan informasi laba yang lebih baik (Halim dkk, 2005).

Saat ini manajemen laba telah menjadi isu sentral dan telah menjadi

fenomena umum yang terjadi di sejumlah perusahaan. Berdasarkan laporan

Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) terdapat 25 kasus pelanggaran

pasar modal yang terjadi selama tahun 2002 sampai dengan maret 2003. Dari

(20)

kepentingan dan keterbukaan informasi (Wiwik Utami, 2005: 100). Selain itu

pada tahun 1998 sampai 2001 tercatat banyak terjadi skandal keuangan di

perusahaan-perusahaan publik dengan melibatkan persoalan laporan keuangan

(financial reporting) yang diterbitkan.

Fenomena adanya praktik manajemen laba pernah terjadi di pasar

modal Indonesia, khususnya pada emiten manufaktur di Bursa Efek Jakarta.

Contoh kasus terjadi pada PT Kimia Farma Tbk. Berdasarkan hasil

pemeriksaan BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal, 2002), diperoleh

bukti bahwa terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT Kimia

Farma Tbk., berupa kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan

kesalahan pencatatan penjualan, dimana dampak kesalahan tersebut

mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31

Desember 2001 sebesar Rp 32,7 miliar.

Kasus yang sama juga pernah terjadi pada PT Indofarma Tbk.

Berdasarkan hasil pemeriksaan BAPEPAM terhadap PT Indofarma Tbk.

(Badan Pengawas Pasar Modal, 2004), ditemukan bukti bahwa nilai barang

dalam proses diniliai lebih tinggi dari nilai yang seharusnya dalam penyajian

nilai persediaan barang dalam proses pada tahun buku 2001 sebesar Rp 28,87

miliar. Akibatnya penyajian terlalu tinggi (overstated) persediaan sebesar Rp

28,87 miliar, harga pokok penjualan disajikan terlalu rendah (understated)

sebesar Rp 28,8 miliar dan laba bersih disajikan terlalu tinggi (overstated)

(21)

Sedangkan menurut hasil studi komparatif internasional yang

dilakukan oleh Leuz mengenai manajemen laba dan proteksi investor (periode

pengamatan tahun 1990 sampai 1999) menunjukan bahwa Indonesia berada

pada tingkat menengah dengan urutan ke 15 dari sampel 31 negara. Jika

dibandingkan dengan negara ASEAN lain yang sama-sama ikut terpilih

sebagai sampel seperti Malaysia, Filipina dan Thailand maka Indonesia adalah

negara yang paling tinggi tingkat manajemen labanya.

Praktek manajemen laba pun terjadi di pasar modal negara lain, seperti

pada Enron Corporation, WorldCom dan Walt Disney Com. Enron

Corporation terbukti telah melakukan manipulasi laba dengan melakukan

manipulasi eksekutif melalui lembaga auditornya sehingga dapat

mendongkrak labanya mendekati USD 1 miliar, yang sesungguhnya tidak

pernah ada. Begitu juga dengan Xerox Coporation yang terbukti melakukan

manipulasi pendekatan akuntansi dengan cara memanipulasi pembukuan atas

pendapatan (revenue) perusahaan sebesar USD 6 miliar. Jumlah tersebut tidak

sama dengan taksiran Securities and Exchange Commision (SEC) yang saat

itu nilainya dari 1997 sampai 2000 menurut pasar modal AS diperkirakan

hanya sebesar USD 3 miliar.

Beberapa kasus diatas menunjukan bahwa praktek manajemen laba

dalam pelaporan keuangan bukanlah suatu hal baru. Kejamnya pasar dan

tingginya tingkat persaingan, pada akhirnya menimbulkan suatu dorongan atau

tekanan pada perusahaan-perusahaan efek untuk berlomba-lomba menunjukan

(22)

tersebut diperbolehkan atau tidak. Hal ini merupakan suatu tantangan bagi

calon investor dalam menilai apakah kandungan informasi yang terdapat

dalam laporan keuangan tersebut mencerminkan fakta dan nilai yang

sebenarnya ataukah hanya hasil dari manipulasi pihak manajemen.

Penelitian mengenai corporate governance banyak dilakukan oleh para

peneliti diluar Indonesia. Chtourou et al., (2001) menguji apakah praktik

corporate governance mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas

informasi keuangan yang dipublikasikan perusahaan, menyimpulkan bahwa

penerapan prinsip corporate governance akan menjadi constrain manipulasi

yang dilakukan manajemen. Black et al., (2003) menguji apakah corporate

governance mempengaruhi nilai perusahaan. Hasil penelitiannya melaporkan

bukti bahwa corporate governance merupakan faktor penting dalam

menjelaskan nilai pasar perusahaan publik di Korea. Mereka menemukan

bahwa terdapat korelasi positif yang kuat antara corporate governance dan

nilai perusahaan. Cornett et al., (2005) menguji apakah pengaruh mekanisme

corporate governance terhadap manajemen laba. Hasil penelitian tersebut

membuktikan bahwa mekanisme corporate governance secara efektif dapat

menghambat tindakan manajemen laba.

Penelitian corporate governance juga telah banyak dilakukan di

Indonesia. Wedari (2004) menganalisis pengaruh proporsi dewan komisaris

dan keberadaan komite audit terhadap aktivitas manajemen laba. Penelitian ini

dilakukan terhadap perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI selama tahun

(23)

dengan manajemen laba. Interaksi antara proporsi dewan komisaris dan

keberadaan komite audit justru berpengaruh positif terhadap aktivitas

manajemen laba. Artinya, praktik corporate governance di Indonesia tidak

efektif, belum mampu melindungi investor dari tindakan mementingkan diri

sendiri.

Siregar dan Utama (2005) meneliti pengaruh struktur kepemilikan,

ukuran perusahaan, dan praktik corporate governance terhadap besaran

pengelolaan laba. Praktik corporate governance diukur menggunakan tiga

variabel, yaitu kualitas audit, proporsi dewan komisaris independen, dan

keberadaan komite audit. Penelitian dilakukan terhadap 144 perusahaan publik

yang terdaftar di BEI periode non krisis yaitu tahun 1995-1996 dan

1999-2002. Hasilnya ketiga variabel tersebut tidak terbukti secara signifikan

berpengaruh terhadap besaran pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan

atau dengan kata lain tidak dapat membatasi tindakan manajemen laba yang

dilakukan perusahaan yang dilakukan manajer.

Antonia (2008) meneliti pengaruh reputasi auditor, proporsi dewan

komisaris independen, leverage, kepemilikan manajerial, dan proporsi komite

audit independen terhadap manajemen laba. Penelitian dilakukan terhadap

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2006-2008.

Hasilnya menunjukan proporsi dewan komisaris dan leverage tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan reputasi

auditor, kepemilikan manajerial, dan proporsi komite audit independen

(24)

Dalam penelitian ini peneliti termotivasi penelitian yang dilakukan

oleh Nuryaman (2008). Nuryaman (2008) meneliti pengaruh konsentrasi

kepemilikan, ukuran perusahaan, dan mekanisme corporate governance

terhadap manajemen laba. Populasi penelitian ini adalah perusahaan publik

sektor manufaktur yang aktif selama tahun 2005, yaitu sebanyak 137

perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi kepemilikan, ukuran

perusahaan, dan kualitas audit (proksi spesialisasi industri KAP) berpengaruh

negatif terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris tidak

berpengaruh terhadap manajemen laba.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian Nuryaman (2008)

adalah sebagai berikut:

1. Periode Penelitian

Nuryaman (2008) menggunakan periode penelitian selama tahun 2005 saja

(cross section atau penelitian dilakukan pada tahun tertentu), sedangkan

penelitian ini menggunakan periode penelitian yaitu tahun 2007-2009

(time series atau penelitian dilakukan pada tahun yang berurutan selama

tiga tahun) yang dikombinasikan dengan cross section. Dengan

menggunakan periode penelitian tersebut diharapkan hasil penelitian lebih

mencerminkan keadaan terkini. Tahun 2007-2009 dipilih periode

penelitian karena belum banyak yang melakukan penelitian untuk periode

tahun tersebut sehingga diharapkan peneliti dapat mengetahui pengaruh

corporate governance terhadap manajemen laba pada sampel yang

(25)

keberadaan komite audit dan dewan komisaris sudah benar-benar efektif

diterapkan pada perusahaaan manufaktur yang listing di BEI.

2. Variabel Penelitian

Nuryaman (2008) menggunakan variabel independen berupa konsentrasi

kepemilikan saham, ukuran perusahaan, praktek corporate governance

(komposisi dewan komisaris dan spesialisasi industri KAP). Sementara itu

beda penelitian ini dengan Nuryaman (2008) adalah menggunakan

variabel berupa konsentrasi kepemilikan, praktek corporate governance

(komposisi anggota dewan komisaris, reputasi auditor), menambahkan 3

variabel yaitu (a). Kompensasi bonus yang dalam penelitian Halima

(2006), Sylvia dan Neneng (2007) menemukan bukti bahwa kompensasi

bonus berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. (b). Leverage

dalam penelitian yang dilakukan oleh Antonia (2008), Kusumaning (2004)

menemukan bukti bahwa leverage tidak berpengaruh signifikan dengan

manajemen laba yang berkontradiksi dengan penelitian yang dilakukan

oleh Widyaningdyah (2001), Veronica dan Bachtiar (2003). (c). Proporsi

komite audit independen yang dalam penelitian Antonia (2008), Wedari

(2004), Nasution dan Setiawan (2007), Kusumaning (2004) menemukan

proporsi komite audit independen berpengaruh signifikan terhadap

(26)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang

dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Apakah kompensasi bonus berpengaruh terhadap manajemen laba?

2. Apakah leverage berpengaruh terhadap manajemen laba?

3. Apakah mekanisme corporate governance (konsentrasi kepemilikan,

komposisi dewan komisaris, reputasi auditor dan proporsi komite audit

independen) berpengaruh terhadap manajemen laba?

C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, tujuan

penelitian ini secara umum adalah untuk menyelidiki praktik manajemen laba

yang dilakukan perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia. Sedangkan

tujuan khususnya adalah untuk menyelidiki pengaruh kompensasi bonus,

leverage, ukuran perusahaan dan mekanisme corporate governance terhadap

praktik manajemen laba.

b. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada

beberapa pihak, yaitu:

1. Pihak Regulator, Khususnya Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM),

Hasil penelitian ini dapat memberikan bukti empiris dan keefektifan

(27)

dalam hal ini tentang konsentrasi kepemilikan, kompensasi anggota dewan

komisaris, reputasi auditor, proporsi komite audit independen, leverage,

dan kompensasi bonus terhadap manajemen laba di perusahaan

manufaktur.

2. Bagi Investor, Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu

bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi pada

perusahaan manufaktur terutama informasi terkait dengan manajemen

laba.

3. Bagi akademisi, memberikan kontribusi pada literatur-literatur terdahulu

mengenai praktik manajemen laba di negara berkembang khususnya

Indonesia.

D.Sistematika Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang hal-hal

pokok yang berhubungan dengan penulisan skripsi, meliputi: latar

belakang masalah, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini mengenai tinjauan pustaka yang menjadi dasar penulisan

skripsi, meliputi : teori keagenan, kompensasi bonus, leverage,

manajemen laba, corporate governance, tinjauan penelitian

(28)

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metode-metode penelitian yang digunakan

dalam penulisan skripsi, meliputi : populasi, sampel dan prosedur

penentuan sampel, jenis dan sumber data, definisi operasional dan

pengukuran variabel, serta metode analisis data.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini mengemukakan hasil analisis data yang telah dilakukan yang

berupa perhitungan dan pembuktian penelitian.

BAB V PENUTUP

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari penelitian yang telah

dilakukan, keterbatasan penelitian, serta saran bagi penelitian

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Setelah membahas pendahuluan di Bab I. Pada Bab II ini akan

menjelaskan mengenai tinjauan pustaka, kerangka konseptual, serta penelitian

terdahulu dan pengembangan hipotesis dalam penelitian ini.

A. Telaah Literatur

Pada telaah literatur dalam penelitian ini akan dijabarkan teori agensi,

manajemen laba, corporate governance dan mekanisme corporate governance.

1. Teori Agensi

Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk

memahami corporate governance dan manajemen laba. Jensen dan Meckling

(1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara

manajer (agent) dengan pemilik (principal). Konflik kepentingan antara

pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai

dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency

cost).

Ali (dalam Ujiyantho dan Pramuka, 2007) menyatakan bahwa

timbulnya manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori agensi. Sebagai

agen, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan

keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan

(30)

dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing

pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran

yang dikehendaki. Adanya perbedaan kepentingan oleh principal dan agen

dalam sebuah organisasi cenderung menimbulkan konflik keagenan diantara

principal dan agen. Jensen dan Meckling (1976), Watts & Zimmerman (dalam

Herawaty, 2008) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan

angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara

pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan

oleh agen sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai,

mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana agent tersebut bekerja untuk

meningkatkan kesejahteraannya dan serta sebagai dasar pemberian

kompensasi kepada agen.

Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada

teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi

keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana

yang mereka investasikan. Shleifer dan Vishny (dalam Herawaty, 2008)

menyatakan bahwa corporate governance berkaitan dengan bagaimana

investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor,

yakin bahwa manajer tidak akan mencuri atau menggelapkan atau

menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan

berkaitan dengan dana (capital) yang telah ditanamkan oleh investor dan

(31)

2. Manajemen laba

Para manajer memiliki fleksibilitas untuk memilih beberapa alternatif

dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsi-opsi yang ada dalam

perlakuan akuntansi. Fleksibilitas ini digunakan oleh manajemen perusahaan

untuk mengelola laba. Perilaku manajemen yang mendasari lahirnya

manajemen laba adalah perilaku opportunistic manajer dan efficient

contracting. Sebagai perilaku opportunistic, manajer memaksimalkan

utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, hutang dan political cost

(Scott, 2006). Perilaku manajemen oportunis dikenal dengan istilah

manajemen laba, oleh Heally dan Wahlen (1999:368) didefinisikan sebagai

berikut: manajemen laba terjadi ketika manajemen menggunakan judgment

dalam pelaporan keuangan yang dapat merubah laporan keuangan sehingga

menyesatkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan.

Sugiri (1998) membagi definisi manajemen laba menjadi dua, yaitu:

a. Definisi Sempit

Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan

metode akuntansi manajamen laba dalam artian sempit ini di definisikan

sebagai perilaku manajer untuk "bermain" dengan komponen discretionary

accruals dalam menentukan besarnya laba.

b. Definisi Luas

Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan

(32)

bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan)

keuntungan ekonomis jangka panjang unit tersebut.

Jika Sugiri (1998) memberikan definisi manajemen laba secara teknis,

maka Surifah (1999) memberikan pendapatnya mengenai dampak manajemen

laba terhadap kredibilitas laporan keuangan. Menurut Surifah (1999)

manajemen laba dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan apabila

digunakan untuk pengambilan keputusan, karena manajemen laba merupakan

suatu bentuk manipulasi atas laporan keuangan yang menjadi sarana

komunikasi antara manajer dan pihak eksternal perusahaan. Mengacu pada

pendapat Sugiri (1998) dan Surifah (1999) di atas maka manajemen laba

dinyatakan dalam perspektif opurtinistis. Pada umumnya studi tentang

manajemen laba dinyatakan dalam perspektif opurtinistis dibandingkan

perspektif efisiensi. Perspektif efisiensi menyatakan bahwa manajer

melakukan pilihan atas kebijakan akuntansi untuk memberikan informasi yang

lebih baik cash flow yang akan datang dan untuk meminimalkan agency cost

yang terjadi karena konflik kepentingan antara stakeholder dan manajer

(Jiambalvo (1996 ) dalam Agnes Utari (2001).

Scott (2006) berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang dapat

memotivasi manajer melakukan manajemen laba seperti berikut ini:

a) Rencana bonus (Bonus scheme).

Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana

bonus akan berusaha mengatur laba yang di laporkannya dengan tujuan

(33)

b) Kontrak utang jangka panjang (Debt covenant).

Ini menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan kepada waktu

pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung untuk

memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode

mendatang ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi

kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang.

c) Motivasi politik (Political motivation).

Ini menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan

industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna mengurangi

tingkat visibilitasnya terutama saat periode kemakmuran yang tinggi.

Upaya ini dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta

fasilitas dari pemerintah.

d) Motivasi perpajakan (Taxation motivation).

Ini menyatakan bahwa perpajakan merupakan salah satu motivasi

mengapa perusahaan mengurangi laba yang dilaporkan. Tujuannya adalah

dapat meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar.

e) Pergantian CEO (Chic Executive Officer).

Biasanya CEO yang akan pensiun atau masa kontraknya menjelang

berakhir akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan laba

guna meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima. Hal yang

sama akan dilakukan oleh manajer dengan kinerja yang buruk. Tujuannya

adalah menghindarkan diri dari pemecatan sehingga mereka cenderung

(34)

f) Penawaran saham perdana (Initial public offering).

Menyatakan bahwa pada awal perusahaan menjual sahamnya kepada

publik, informasi keuangan yang dipublikasikan dalam prospektus

merupakan sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini penting

karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait

dengan nilai perusahaan. Guna mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh

para investor maka manajer akan berusaha untuk menaikkan jumlah laba

yang dilaporkan.

Berdasarkan uraian di atas secara umum dapat disimpulkan bahwa

praktek manajemen laba telah dilakukan di banyak negara, termasuk

Indonesia. Banyaknya motivasi manajer ketika melakukan manajemen laba

menimbulkan kesulitan dalam membedakan apakah motivasi manajemen

bersifat oportunistis ataukah efisien

3. Corporate Governance

Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan

mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan

meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham (Herawaty,

2008). Sedangkan Isgiyarta dan Triatiarini (2005) mendefinisikan corporate

governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara

pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah,

(35)

berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu

sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Komite Nasional Kebijakan Governance menjelaskan bahwa corporate

governance merupakan acuan bagi perusahaan dalam rangka:

a. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan

yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,

independensi serta kewajaran dan kesetaraan.

b. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ

perusahaan, yaitu dewan komisaris, direksi, dan Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS).

c. Mendorong pemegang saham, anggota dewan komisaris, dan anggota

direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya

dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan.

d. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan

terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar

perusahaan.

e. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap

memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.

f. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun

internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat

mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang

(36)

Menurut Barnhart dan Rosenstein (1998) dalam Siswantaya (2007)

mekanisme corporate governance dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Mekanisme internal (internal mechanism), seperti struktur dewan direksi,

kepemilikan manajerial dan kompensasi eksklusif.

b. Mekanisme eksternal (external mechanism), seperti pasar untuk kontrol

perusahaan, kepemilikan institusional dan tingkat pendanaan dengan

hutang.

Sasaran utama corporate governance (Siswantaya, 2007) adalah:

a. Secara internal yaitu adanya sistem dan struktur yang menjamin

berjalannya fungsi dari organ-organ perusahaan (RUPS, komisaris dan

direksi) secara seimbang. Hal ini berkaitan dengan masalah tersebut antara

lain adanya pemenuhan hak-hak pemegang saham secara adil,

pengendalian yang efektif oleh dewan komisaris, serta pengelolaan

perusahaan yang transparan dan bertanggung jawab oleh direksi.

b. Secara eksternal menyangkut pemenuhan tanggung jawab perusahaan

kepada para pihak yang berkepentingan dengan perusahaan. Hal ini terkait

dengan bagaimana perusahaan mengakomodasi kepentingan pihak-pihak

tersebut termasuk pemenuhan kewajiban perusahaan untuk taat kepada

peraturan yang ada.

Untuk merealisasikan sasaran tersebut digunakan empat prinsip utama

(37)

1. Transparansi (Tranparency)

Transparansi berhubungan dengan kualitas informasi yang

disampaikan perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat tergantung dengan

kualitas informasi yang disampaikan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan

dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas, akurat, tepat waktu dan

dapat dibandingkan dengan indikator-indikator yang sama. Penyampaian

informasi kepada publik secara terbuka, benar, kredibel dan tepat waktu akan

memudahkan untuk menilai kinerja dan risiko yang dihadapi perusahaan.

Praktek yang dikembangkan dalam rangka transparansi diantaranya

perusahaan diwajibkan untuk mengungkapkan transaksi-transaksi penting

yang terkait dengan perusahaan, risiko-risiko yang dihadapi dan rencana atau

kebijakan perusahaan (corporate action) yang akan dijalankan. Selain itu,

perusahaan juga perlu untuk menyampaikan kepada seluruh pihak struktur

kepemilikan perusahaan serta perubahan-perubahan yang terjadi.

2. Kewajaran (Fairness)

Prinsip ini menekankan pada jaminan perlindungan hak-hak para

pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para

pemegang saham asing serta perlakuan yang setara terhadap semua investor.

Praktek kewajaran ini juga mencakup adanya sistem hukum dan peraturan

serta penegakannya yang jelas dan berlaku bagi semua pihak. Hal ini penting

untuk melindungi kepentingan pemegang saham khususnya pemegang saham

(38)

3. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas berhubungan dengan adanya sistem yang mengendalikan

hubungan antara organ-organ yang ada di perusahaan. Akuntabilitas

diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi masalah keagenan yang timbul

antara pemegang saham dan direksi serta pengendaliannya oleh komisaris.

Oleh karena itu, akuntabilitas dapat diterapkan dengan mendorong seluruh

organ perusahaan menyadari tanggung jawab, wewenang dan hak

kewajibannya.

Praktek-praktek yang diharapkan muncul dalam menerapakan

akuntabilitas diantaranya pemberdayaan dewan komisaris, memberikan

jaminan perlindungan kepada pemegang saham khususnya pemegang saham

minoritas dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi.

Pengangkatan komisaris independen merupakan bentuk implementasi prinsip

akuntabilitas, dengan tujuan untuk meningkatkan pengendalian oleh pemegang

saham terhadap kinerja perusahaan.

4. Responsibilitas (Responsibility)

Responsibilitas menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk

mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang

saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hal tersebut untuk

merealisasikan tujuan yang hendak dicapai dalam good corporate governance

yaitu mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan

(39)

Responsibilitas juga berkaitan dengan kewajiban perusahaan untuk

mematuhi semua peraturan dan hukum yang berlaku. Kepatuhan terhadap

ketentuan yang ada akan menghindarkan dari sanksi, baik sanksi hukum

maupun sanksi moral masyarakat akibat dilanggarnya kepentingan mereka.

5. Konsentrasi kepemilikan

Konsentrasi kepemilikan dapat menjadi mekanisme internal

pendisiplinan manajemen, sebagai salah satu mekanisme yang dapat

digunakan untuk meningkatkan efektivitas monitoring karena dengan

kepemilikan yang besar menjadikan pemegang saham memiliki akses

informasi yang cukup signifikan untuk mengimbangi keuntungan

informasional yang dimiliki manajemen. Jika ini dapat diwujudkan maka

tindakan moral hazard manajemen berupa manajemen laba dapat dikurangi

(Hubert dan Langhe, 2002).

Di negara-negara dengan derajat perlindungan terhadap investor

rendah (seperti halnya Indonesia), pemegang saham merasa khawatir akan

kemungkinan berbedanya pendapatan yang diperoleh dengan yang

diekspektasikan. Akibatnya, mereka memperbesar persentase kepemilikan atas

perusahaan sebagai salah satu cara untuk melindungi diri. Mereka dapat

mengendalikan perusahaan melalui voting power, atau representasi mereka di

manajemen sehingga hak-hak mereka terlindungi (La Porta dan Silanez 1999).

Musnadi (2006) melakukan penelitian tentang struktur kepemilikan

(40)

keuangan perusahaan, dengan menggunakan emiten non financial yang

berkapitalisasi menengah besar yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (sekarang

BEI). Hasilnya menunjukan bahwa kepemilikan terkonsentrasi terbesar

memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Hasil ini

bermakna bahwa kepemilikan saham terkonsentrasi dapat berperan sebagai

mekanisme corporate governance dalam mengurangi persoalan keagenan,

sebab konsentrasi kepemilikan dapat menjadikan pemegang saham pada posisi

yang kuat untuk dapat mengendalikan manajemen secara efektif, sehingga

mendorong manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang

saham.

6. Komposisi anggota dewan komisaris

Dewan komisaris adalah pihak yang berperan penting dalam

menyediakan laporan keuangan perusahaan yang reliable. Keberadaan dewan

komisaris mempunyai pengaruh terhadap kualitas laporan keuangan dan

dipakai sebagai ukuran tingkat rekayasa yang dilakukan oleh manajer

(Chtourou et al., 2001).

Dewan komisaris menggambarkan puncak dari sistem pengendalian

pada perusahaan besar, yang memiliki peran ganda yaitu peran untuk

memonitor dan pengesahan (ratification). Fama dan Jensen (1983) dalam

Kusumaning (2004) menyatakan bahwa pengendalian keputusan yang efektif

merupakan fungsi positif dari rasio dewan komisaris eksternal dengan total

(41)

komisaris eksternal adalah untuk memberikan sinyal kepada pasar mengenai

reputasi aktivitas pengawasan yang efektif di dalam perusahaan. Dewan

komisaris yang independen secara umum mempunyai pengawasan yang lebih

baik terhadap manajemen, sehingga mempengaruhi kemungkinan kecurangan

dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajer (Chtourou

et al., 2001) atau dengan kata lain, semakin kompeten dewan komisaris maka

semakin mengurangi kemungkinan kecurangan dalam pelaporan keuangan.

Dewan komisaris dapat melakukan tugasnya sendiri maupun dengan

mendelegasikan kewenangannya pada komite yang bertanggung jawab pada

dewan komisaris. Dewan komisaris harus memantau efektifitas praktek

pengelolaan korporasi yang baik (good corporate governance) yang

diterapkan perseroan bilamana perlu melakukan penyesuaian.

Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga

memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta

dapat bertindak secara independen. Menurut Peraturan Pencatatan nomor IA

tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu

jumlah komisaris independen minimum 30%. Dalam rangka penyelenggaraan

pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), perusahaan

tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya proporsional

sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham

pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen

sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah seluruh anggota komisaris.

(42)

7. Reputasi auditor

Meutia (2004) mengatakan bahwa kualitas audit bukanlah merupakan

suatu yang dapat langsung diamati. Persepsi terhadap kualitas audit berkaitan

dengan reputasi auditor. Dalam hal ini reputasi baik dari perusahaan audit

merupakan gambaran yang paling penting. Auditor diharapkan dapat

membatasi praktek manajemen laba serta membantu menjaga dan

meningkatkan kepercayaan masyarakat umum terhadap laporan keuangan.

Sehingga reputasi auditor merupakan variabel penting yang mempengaruhi

manajemen laba.

Menurut Niemi (2002) kualitas audit dapat diukur dengan melihat

reputasi auditor, pengalaman kerja, jumlah klien, total pendapatan KAP.

Francis et al., (1999) dalam Zhou dan Elder (2001) menyatakan bahwa

resputasi auditor merupakan variabel yang mempengaruhi manajemen untuk

melaporkan discretionary accrual.

Widyaningdyah (2001) menyebutkan terdapat dugaan bahwa auditor

bereputasi baik dapat mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara

lebih dini, sehingga dapat memperkecil kemungkinan bagi manajer untuk

melakukan manajemen laba.

Scott et al., (2000) dalam Meutia (2004) mengatakan bahwa auditor

yang independen dapat menjadi pelindung terhadap praktek-praktek akuntansi

yang memperdayakan, karena auditor tidak hanya dianggap memiliki

(43)

berhubungan dengan komite audit dan dewan direksi yang bertanggung jawab

untuk memeriksa dengan teliti para pembuat keputusan di perusahaan.

Akuntansi menyediakan informasi yang mempunyai nilai relevan

tentang perusahaan kepada investor. Menurut penelitian Ching, Firth & Rui

(2002) dalam Fidyati (2004) laba tidak dapat langsung dilihat oleh investor,

yang terlihat dalam laporan keuangan adalah pengungkapan pelaporan laba

yang dilakukan oleh manajer. Pelaporan laba tersebut tidak tepat karena

kekacauan (fleksibilitas dan subyektivitas aturan-aturan akuntansi) dan bias

potensial dan mengarah pada sikap opportunistik dan mementingkan

kepentingan pribadi manajemen. Oleh karena itu, dalam aturan ekonomi

terdapat audit yang dapat menjaga kredibilitas laporan laba yang dibuat oleh

manajemen.

Fracis et al., (1999) dalam Fidyati (2004) melakukan penelitian dengan

data perusahaan di Amerika, menemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh

Big-6-auditor mempunyai jumlah absolut discretionary accrual yang lebih

rendah. sedangkan Becker et al., (1998) juga menemukan adanya

discretionary accrual yang lebih rendah pada perusahaan yang diaudit oleh

Big-6 auditor.

Goldman dan Barlev (1974) dalam Meutia (2004) menyatakan bahwa

laporan auditor mengandung kepentingan tiga kelompok yaitu: (1) manajer

perusahaan yang diaudit; (2) pemegang saham perusahaan; dan (3) pihak

ketiga atau pihak luar seperti calon investor, kreditor dan suplier.

(44)

tekanan pada auditor untuk menghasilkan laporan yang mungkin tidak sesuai

dengan standar profesi.

8. Proporsi komite audit

Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok

yang lebih besar, untuk mengerjakan pekerjaan tertentu untuk melakukan

tugas-tugas khusus. Di dalam perusahaan, komite ini sangat berguna untuk

menangani masalah-masalah yang membutuhkan integrasi dan koordinasi

sehingga dimungkinkan permasalahan-permasalahan yang signifikan atau

penting dapat segera teratasi (Kusumaning, 2004).

Secara definisional, dewan komisaris berwenang mengatur hal-hal

bisnis. Komisaris dipilih oleh pemegang saham sehingga mereka bertanggung

jawab terhadap pemegang saham. Dewan komisaris melakukan pekerjaannya

sendiri atau dengan memberikan otoritasnya kepada komite yang bertanggung

jawab terhadap dewan. Sebagai pihak yang diberi otoritas oleh dewan

komisaris, komite audit bertugas untuk mengawasi proses pelaporan keuangan

dalam perusahaan, sehingga keberadaan komite audit dalam perusahaan akan

memperkecil kemungkinan terjadinya manajemen laba.

Komite audit bukan bersifat wajib (mandatory) dan tidak selalu ada

pada perusahaan kecil. Tanggung jawab komite audit meliputi: mengawasi

laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem

pengendalian internal (termasuk audit internal). Dari ketiga tanggung jawab

(45)

eksternal adalah yang berkaitan dengan aktivitas manajemen laba.

Pengawasan pada laporan keuangan meliputi laporan keuangan dan kebijakan

akuntansi.

Adanya kewajiban dibentuknya komite audit pada

perusahaan-perusahaan publik oleh Bursa Efek Jakarta dalam pengaturan pencatatan No

I-A, dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik

menunjukkan bahwa BEJ ingin meningkatkan pengawasan terhadap

pengelolaan perusahaan sehingga dapat mengurangi aktivitas manajemen

melalui akrual diskrisioner. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Verschoor

(1993) dalam Kusumaning (2004) mengenai pengawasan pada audit eksternal

diharapkan dapat meningkatkan independensi auditor sehingga dapat

memperbaiki efektivitas audit.

Oleh karena itu, keberadaan komite audit yang cukup independen

dapat membantu dalam mengurangi aktivitas manajemen laba. (Kusumaning,

2004). Semakin tinggi persentase anggota independen maka semakin kecil

manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. (Chtourou, Bedard dan

Chtourou, 2003).

9. Bonus plan

Merupakan salah satu motif pemilihan suatu metode akuntansi tidak

terlepas dari teori akuntansi positif. Bonus adalah yang paling menarik untuk

dibahas karena bonus diberikan kepada direksi “setiap tahun” jika perusahaan

(46)

pada kinerja keuangan perusahaan tahun bersangkutan tetapi juga pada kinerja

tahun lalu dan target anggaran (budget) perusahaan. Penggunaan ukuran

kinerja, standar kinerja dan struktur hubungan antara pembayaran bonus dan

kinerja dalam skema bonus, menjadikan skema bonus menjadi sangat

firm-spesifik dan implikasinya juga menjadi lebih kompleks.

Meskipun semua skema bonus tahunan ditujukan untuk memberikan

insentif guna meningkatkan keuntungan perusahaan, skema bonus dimaksud

dapat mendorong manajer untuk memanipulasi laba tersebut guna

memaksimalkan penerimaan bonusnya. Hasil-hasil penelitian sebagian besar

mengarah pada bukti adanya pola manajemen laba yang meningkatkan laba

atau income increasing (Watts, 1977; Watts dan Zimmerman, 1978; Dye,

1988; Scott, 1997) dan the big bath accountingatau income decreasing ketika

kinerja atau laba rendah (Healy, 1985; McNichols dan Wilson, 1988;

Pourciau, 1993; Burgstahler dan Dichev, 1997) yang kesemuanya bertujuan

untuk memaksimalkan penerimaan bonus (the bonus plan hypothesis). Metode

akrual biasa digunakan dalam pola manajemen laba yang ditujukan untuk

memaksimalkan bonus. Healy (1985) menemukan bukti bahwa manajer

perusahaan dengan skema bonus berbasis laba bersih secara sistematis

mengadopsi kebijakan akrual untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka.

Mengingat bahwa skema bonus berdasarkan laba merupakan cara yang

paling populer dalam memberikan penghargaan kepada eksekutif perusahaan,

maka adalah logis bila manajer akan memanipulasi laba tersebut untuk

(47)

(1978) menyatakan bahwa skema bonus menciptakan insentif bagi manajemen

untuk meningkatkan present value dari penerimaan bonus mereka. Sedangkan

Healy (1985), menemukan bukti bahwa manajer perusahaan dengan skema

bonus berbasis laba bersih secara sistematis mengadopsi kebijakan akrual

untuk memaksimalkan ekspektasi bonus mereka. Gao dkk (2002)

membuktikan bahwa intensitas manajemen laba, yang diukur dengan nilai

absolut dari akrual diskresioner saat ini, berhubungan dengan desain kontrak

kompensasi dan hal tersebut sesuai dengan prediksi bahwa manajer bertindak

oportunistik.

10.Leverage

Rasio-rasio keuangan yang termasuk dalam kategori rasio leverage

merupakan rasio-rasio yang menjelaskan proporsi besarnya sumber-sumber

pendanaan jangka pendek atau jangka panjang terhadap ekuitas perusahaan.

Leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbandingan antara

total hutang pada ekuitas yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk

menjamin seluruh hutangnya dengan modal yang dimilikinya. Menurut

Jiambalvo (1996) seperti dikutip oleh Widyaningdyah (2001), perusahaan

dengan rasio leverage yang tinggi, diduga melakukan manajemen laba.

Manajemen laba dilakukan untuk dapat memberikan posisi bargaining yang

lebih baik yang berkaitan dengan sumber dana eksternal atau pada saat terjadi

negosiasi ulang apabila perusahaan benar-benar tidak dapat melunasi

(48)

Sweny (1994) dalam Veronica dan Bactiar (2003) menemukan bukti

bahwa manajer melakukan manajemen laba untuk meningkatkan laba bersih

sebelum ditemukannya pelanggaran persyaratan hutang, karena semakin besar

hutang yang dimiliki perusahaan maka semakin ketat pengawasan yang

dilakukan oleh kreditor, sehingga fleksibilitas manajemen untuk melakukan

manajemen laba semakin berkurang. Perusahaan yang mempunyai rasio

leverage tinggi diduga melakukan manajemen laba karena perusahaan

terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang

pada waktunya. Widyaningdyah (2001), Guenther (1994) dalam Setiawati

(2000) menemukan bahwa tingkat manajemen laba perusahaan dengan tingkat

leverage utang yang tinggi relatif lebih tinggi dibandingkan perusahaan

dengan tingkat leverage utang rendah.

B. Kerangka Teoritis

Terjadinya banyak kasus manipulasi terhadap laba yang sering

dilakukan oleh manajemen membuat perusahaan melakukan mekanisme

pengawasan atau monitoring untuk meminimalkan praktik manajemen laba.

Salah satu mekanisme yang dapat digunakan adalah penerapan good corporate

governance. Penerapan good corporate governance khususnya struktur

kepemilikan, proporsi dewan komisaris independen, dan keberadaan komite

audit diduga mampu mempengaruhi praktik manajemen laba. Oleh karena itu

diadakan penelitian lebih lanjut untuk menguji apakah mekanisme corporate

(49)

dapat meminimalisasi manajemen laba tersebut. Model dalam penelitian ini

dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar II.1. Kerangka Teoritis Penelitian

H1(+)

Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini

C.Penelitian Terdahulu

Penelitian yang menjadi acuan peneliti adalah penelitian yang

dilakukan oleh Nuryaman (2008) pada 101 perusahaan manufaktur yang

(50)

konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, mekanisme corporate

governance terhadap manajemen laba. Dengan variabel dependen yaitu

manajemen laba. Dan dengan variabel independen yaitu konsentrasi

kepemilikan, komposisi dewan komisaris, kualitas audit tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian adalah bahwa

konsentrasi kepemilikan, komposisi dewan komisaris, kualitas audit tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Ukuran perusahaan

berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba.

Penelitian lain yang mendukung penelitian ini diantaranya adalah

penelitian Cornett et al., (2006) menguji pengaruh mekanisme corporate

governance terhadap manajemen laba. Cornett et al., (2006) menggunakan

sampel 676 perusahaan dari 1993-2000 dalam penelitiannya. Hasil penelitian

tersebut membuktikan bahwa kepemilikan saham oleh institusional dan

presentase komisaris independen pada perusahaan dapat menurunkan

penggunaan discretionary accruals dalam manajemen laba. Dalam

penelitiannya Cornett et al., (2006) menyimpulkan bahwa mekanisme

corporate governance secara efektif dapat menghambat tindakan manajemen

laba.

Widyaningdyah (2001) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap manajemen laba pada perusahaan go public di Indonesia. Dengan

variabel dependen yaitu manajemen laba, variabel independen yaitu reputasi

auditor, jumlah dewan direksi, leverage, dan persentase saham yang

(51)

dewan direksi, persentase saham yang ditawarkan tidak berpengaruh

signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan leverage berpengaruh secara

signifikan terhadap manajemen laba.

Palestin (2006) meneliti pengaruh struktur kepemilikan, praktik

corporate governance, dan kompensasi bonus terhadap manajemen laba. Hasil

pengujian terhadap 141 sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI

selama kurun waktu tahun 2004-2006 menunjukkan bahwa struktur

kepemilikan, proporsi dewan komisaris independen dan kompensasi bonus

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan

komite audit dan ukuran KAP tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap manajemen laba.

Siregar dan Utama (2005) meneliti pengaruh struktur kepemilikan,

ukuran perusahaan, dan praktik corporate governance terhadap besaran

pengelolaan laba. Praktik corporate governance diukur menggunakan tiga

variabel, yaitu kualitas audit, proporsi dewan komisaris independen, dan

keberadaan komite audit. Penelitian dilakukan terhadap 144 perusahaan publik

yang terdaftar di BEI periode non krisis yaitu tahun 1995-1996 dan

1999-2002. Hasilnya kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris

independen, dan keberadaan komite audit tidak terbukti mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap besaran pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan

atau dengan kata lain tidak dapat membatasi tindakan manajemen laba pada

(52)

Wedari (2004) menganalisis pengaruh proporsi dewan komisaris dan

keberadaan komite audit terhadap aktivitas manajemen laba. Penelitian

dilakukan terhadap 57 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama

tahun 1994-2002. Wedari (2004) menggunakan discretionary accruals untuk

mengukur manajemen laba. Hasilnya menunjukan bahwa proporsi dewan

komisaris dan keberadaan komite audit berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap discretionary accruals, sehingga dapat dikatakan bahwa proporsi

dewan komisaris dan keberadaan komite audit telah mampu mengurangi

aktivitas manajemen laba.

Nasution dan Setiawan (2007) menguji hubungan mekanisme

corporate governance: komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan

komisaris, dan keberadaan komite audit terhadap praktik manajemen laba.

Penelitian dilakukan terhadap 20 perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI

periode tahun 2000-2004. Hasil penelitian menunjukan bahwa komposisi

dewan komisaris independen dan keberadaan komite audit berpengaruh

negatif terhadap manajemen laba perusahaan perbankan, sedangkan ukuran

dewan komisaris berpengaruh positif terhadap manajemen laba perusahaan

perbankan. Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa mekanisme

corporate governance telah efektif mengurangi tindakan manajemen laba

perusahaan perbankan.

Ujyantho dan Pramuka (2007) menguji pengaruh mekanisme

corporate governance dengan manajemen laba dan kinerja keuangan.

(53)

kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan ukuran

dewan komisaris. Penelitian ini dilakukan terhadap 30 perusahaan manufaktur

dari tahun 2002-2004. Hasil penelitian menunjukan bahwa kepemilikan

institusional dan proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif

terhadap discretionary accruals, artinya tidak dapat membatasi tindakan

manajemen laba perusahaan. Sedangkan kepemilikan manajerial dan ukuran

dewan komisaris memiliki pengaruh negatif terhadap discretionary accruals.

Hal tersebut berarti kedua mekanisme tersebut telah mampu menjadi

mekanisme corporate governance yang secara efektif dapat mengurangi

manajemen laba.

Antonia (2008) meneliti pengaruh reputasi auditor, proporsi dewan

komisaris independen, leverage, kepemilikan manajerial, dan proporsi komite

audit independen terhadap manajemen laba.Penelitian dilakukan terhadap

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun 2006-2008.

Hasilnya menunjukan proporsi dewan komisaris dan leverage tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan reputasi

auditor, kepemilikan manajerial, dan proporsi komite audit independen

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Fidyati (2004) meneliti pengaruh mekanisme corporate governance

terhadap manajemen laba pada perusahaan Seasoned Equity Offering (SEO).

Mekanisme corporate governance yang digunakan adalah kepemilikan

manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan publik dan reputasi auditor.

(54)

institusional signifikan berpengaruh terhadap manajemen laba. Sedangkan

reputasi auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Kusumaning (2004) meneliti tentang pengaruh proporsi dewan

komisaris dan keberadaan komite audit terhadap aktivitas manajemen laba

pada perusahaan publik di Indonesia. Variabel dependen adalah manajemen

laba, variabel independen adalah proporsi dewan komisaris eksternal,

leverage, komite audit, dan good governance. Hasil dari penelitian ini adalah

Proporsi dewan komisaris eksternal, komite audit, dan good governance

terbukti signifikan berpengaruh terhadap manajemen laba.

Sylvia dan Neneng (2007) yang melakukan penelitian pada Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) menemukan bukti bahwa kompensasi bonus

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

D. Pengembangan Hipotesis

1. Kompensasi Bonus

Bonus plan merupakan salah satu motif pemilihan suatu metode

akuntansi tidak terlepas dari positif accounting theory. Hipotesis ini

menyatakan bahwa manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih menyukai

metode akuntansi yang meningkatkan laba periode berjalan. Pilihan tersebut

diharapkan dapat meningkatkan nilai sekarang bonus yang akan diterima

seandainya komite kompensasi dari dewan direktur tidak menyesuaikan

dengan metode yang dipilih (Watts dan Zimmerman, 1990 dalam Chariri dan

(55)

di Bursa Efek Indonesia menemukan bahwa perusahaan dengan adanya

kompensasi bonus berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, serta

penelitian yang dilakukan oleh Sylvia dan Neneng (2007) yang melakukan

penelitian pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menemukan bukti bahwa

kompensasi bonus berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Dengan

demikian peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1: Kompensasi bonus berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

2. Leverage

Perusahaan yang memiliki rasio leverage yang lebih tinggi diduga

melakukan manajemen laba, karena perusahaan terancam gagal dalam

memenuhi kewajiban utang pada waktunya (Widyaningdyah, 2001).

Widyaningdyah (2001) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

manajemen laba pada perusahaan go public di Indonesia. Dari empat variabel

yang diajukan, hanya leverage yang terbukti positif mempengaruhi

manajemen laba. Perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang tinggi

akibat besarnya jumlah utang dibandingkan dengan aktiva yang dimiliki

perusahaan, diduga melakukan manajemen laba karena perusahaan terancam

default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada

waktunya.

Hasil penelitian yang dilakukan Antonia (2008) leverage tidak

signifikan mempengaruhi manajemen laba hal ini berbeda dengan penelitian

(56)

signifikan terhadap manajemen laba, memperkuat temuan Sweny (1994) yang

dikutip oleh Veronica dan Bactiar (2003) yang mengatakan bahwa leverage

berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Guenther (1994) dalam

Setiawati (2000) menemukan bahwa tingkat manajemen laba perusahaan

dengan tingkat leverage utang yang tinggi relatif lebih tinggi dibandingkan

perusahaan dengan tingkat leverage utang rendah. Dengan demikian peneliti

merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2: Leverage berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

3. Konsentrasi Kepemilikan

Struktur kepemilikan saham menunjukkan bagaimana distribusi

kekuasaan dan pengaruh pemegang saham atas kegiatan operasional

perusahaan. Salah satu karakteristik struktur kepemilikan adalah konsentrasi

kepemilikan yang terbagi dalam dua bentuk yaitu, kepemilikan terkonsentrasi

dan kepemilikan menyebar. Kepemilikan saham terkonsentrasi adalah keadaan

dimana sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu atau

kelompok, sehingga pemegang saham tersebut memiliki jumlah saham yang

relatif dominan. Sebaliknya, kepemilikan menyebar adalah jika kepemilikan

saham secara relatif merata ke publik tidak ada yang memeiliki saham dalam

jumlah sangat besar. Konsentrasi kepemilikan dapat menjadi mekanisme

internal pendisiplinan manajemen yang digunakan untuk meningkatkan

(57)

pemegang saham memiliki akses informasi yang signifikan untuk

mengimbangi keuntungan informasional yang dimiliki manajemen.

Penelitian Midiastuty dan Machffoedz (2003) yang menguji tentang

hubungan kepemilikan institusional dengan manajemen laba menemukan

bukti bahwa kepemilikan institusional yang tinggi dapat membatasi manajer

untuk melakukan pengelolaan laba. Hal ini diperkuat penelitian Palestin

(2006) yang menemukan bahwa struktur kepemilikan berpengaruh negatif

terhadap manajemen laba. Artinya, semakin besar kepemilikan saham maka

semakin kecil praktik manajemen laba. Ini disebabkan karena kepemilikan

saham yang terkonsentrasi dapat membuat pemegang saham pada posisi yang

kuat untuk mengendalikan manajemen secara efektif sehingga mampu

membatasi perilaku oportunis oleh manajer.

Berbeda dengan penelitian Wedari (2004) dan Cornett et al., (2006)

yang menemukan bukti konsentrasi kepemilikan oleh institusional tidak

mampu mengurangi aktivitas manajemen laba didalam perusahaan. Dengan

demikian peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3: Konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif terhadap manajemen

laba.

4. Komposisi Anggota Dewan Komisaris

Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal

perusahaan, memiliki peranan yang sangat penting dalam perusahaan,

Gambar

Tabel IV. 1 Hasil Pengambilan Sampel ..........................................................
Gambar II. 1 Kerangka Teoritis Penelitian .....................................................
Gambar II.1. Kerangka Teoritis Penelitian
Tabel IV.1
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sampel berupa daun tanaman kecipir yang telah diinduksi sinar gamma dengan panjang gelombang 20 Gy, 25 Gy dan tanaman kontrol yang tidak diinduksi sinar gamma.. Cara

- Guru merespon dan menampung semua jawaban siswa kemudian memberikan aplaus untuk semua jawaban siswa. - Siswa mengamati gambar yang dipasang guru di depan kelas. -

Subinvolusi uteri adalah proses kembalinya uterus ke ukuran dan bentuk seperti sebelum hamil yang tidak sempurna (Adelle Pillitteri, 2002) Subinvolusi adalah kegagalan

Anak dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam atau nafas cepat (60X per menit atau lebih). Tarikan dinding dada kedalam terjadi bila paru-paru menjadi “kaku”

Ayat tersebut memberikan penjelasan kepada kita bahwa Allah mengutus rasul dari kalangan manusia sendiri sehingga dapat diteladani. Umat Islam wajib mengimani seluruh rasul yang

Hal ini ditunjukkan dari nilai hasil tes yang diberikan pada siklus I pertemuan I Aktivitas belajar IPA siswa kelas III di atas menunjukkan hasil prosentase

Berdasarkan penggunaan yang luas dari kontrasepsi DMPA di Indonesia serta banyaknya keluhan menstruasi yang tidak normal berdasarkan lama penggunaan kontrasepsi tersebut yang

Walaupun interaksi konsentrasi urin sapi dan lama perendaman benih tidak berpengaruh nyata (P&gt;0,05) terhadap daya kecambah, akan tetapi dilihat dari nilai