• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Instalasi Karantina Hewan

Instalasi karantina hewan (IKH) adalah bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana pendukung lainnya yang diperlukan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina (Barantan 2006). Beberapa istilah dalam IKH antara lain: 1. Kandang adalah tempat atau bangunan berikut sarana penunjang yang ada

didalamnya yang berfungsi sebagai tempat pemeliharaan dan tempat melakukan tindakan pengamatan selama masa karantina yang mampu menampung ternak sesuai dengan kapasitasnya dan dilengkapi dengan tempat pakan dan minum serta ketinggian kandang yang memadai.

2. Kandang isolasi adalah kandang yang digunakan untuk melakukan tindakan pengamatan intensif dan tindakan perlakuan khusus terhadap sebagian hewan selama masa karantina. Kandang ini juga digunakan untuk menempatkan dan menangani ternak yang mengalami gangguan kesehatan.

3. Kandang jepit adalah sarana yang dipergunakan untuk melakukan penjepitan hewan guna mengurangi risiko cidera terhadap hewan maupun petugas serta memudahkan tindakan pemeriksaan dan perlakuan.

4. Gudang pakan adalah tempat penyimpanan pakan sebelum diberikan kepada ternak.

5. Ternak ruminansia besar adalah ternak piara (sapi dan kerbau) yang kehidupannya, perkembangbiakannya, serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia.

6. Pakan ternak adalah makanan ternak ruminansia besar yang berupa hijauan, bahan baku, maupun pakan jadi.

7. Paddock atau pen adalah bagian kandang yang dibatasi dengan pagar pembatas dan luas paddock/pen tergantung pada jumlah ternak yang akan ditempatkan di area tersebut.

8. Gangway adalah suatu fasilitas berupa lorong atau jalan sempit untuk ternak. Fasilitas ini dibuat untuk memudahkan menggiring ternak ke dalam kandang-kandang instalasi maupun menggiring ternak yang akan masuk/dimuat ke dalam truk.

(2)

9. Kandang paksa (forcing yard) adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk menggiring dan memasukkan ternak ke dalam gang way.

10. Tempat bongkar dan muat ternak adalah fasilitas untuk menurunkan dan menaikkan ternak dari dan ke alat angkut

11. Alat angkut adalah angkutan darat dan sarana yang dipergunakan untuk mengangkut yang langsung berhubungan dengan ternak ruminansia besar. 12. Limbah adalah hasil buangan kandang yang berupa kotoran ternak, sisa

pakan, serta kotoran lainnya.

Klasifikasi Instalasi Karantina Hewan (IKH)

Instalasi karantina hewan berdasarkan kepemilikannya (Barantan 2006), yaitu:

1. IKH milik pemerintah yaitu bangunan berikut peralatan, lahan, dan sarana prasarana yang diperlukan sebagai tempat melaksanakan tindak karantina milik pemerintah.

2. Instalasi karantina hewan milik swasta yaitu bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana prasarana yang diperlukan sebagai tempat melaksanakan tindak karantina milik pihak lain/swasta yang ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian yang telah memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis sesuai ketentuan

IKH berdasarkan waktu penggunaannya yaitu:

1. Intalasi karantina hewan permanen adalah instalasi yang dibangun oleh pemerintah atau pihak lain yang penggunaannya bersifat permanen.

2. Instalasi karantina hewan sementara adalah instalasi yang dibangun oleh pemerintah atau pihak lain yang penggunaannya bersifat sementara.

Biosekuriti

Biosekuriti adalah strategi dan tindakan secara terintegrasi meliputi kebijakan dan kerangka kerja yang menganalisa dan mengendalikan segala akibat yang merugikan pada sektor keamanan pangan, kesehatan dan kehidupan hewan, kesehatan dan kehidupan tumbuhan termasuk lingkungan. Biosekuriti merupakan

(3)

konsep yang menyeluruh dan secara langsung mendukung bidang pertanian, keamanan pangan dan perlindungan terhadap lingkungan, juga meliputi perlindungan terhadap bahaya pada gangguan yang menyebabkan kerusakan tumbuhan, gangguan, dan penyakit hewan serta zoonosis (Ditjenak 2010).

Menurut NASDA (2001), biosekuriti adalah tindakan yang sangat penting berupa strategi, usaha, rencana untuk melindungi kesehatan manusia, hewan dan lingkungan dari bahaya biologi. Selanjutnya menurut SEERAD (2006), biosekuriti adalah praktik manajemen yang potensial untuk mengurangi masuk dan menyebarnya penyakit hewan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen masuk ke peternakan dan mencegah masuk dan tersebarnya penyakit hewan di antara peternakan.

Larson (2008) menyatakan bahwa biosekuriti adalah suatu tindakan untuk menjaga agar agen infeksius tidak masuk ke dalam suatu peternakan, negara atau wilayah. Tindakan ini juga bertujuan untuk mengendalikan penyebaran agen infeksius didalam suatu peternakan. Menurut Wagner et al. (2011) tujuan biosekuriti adalah untuk mengurangi risiko exposure (pendedahan) penyakit dan meningkatkan kekebalan terhadap penyakit ketika hewan terdedah (exposed) oleh agen penyakit.

Tujuan utama penerapan biosekuriti adalah untuk menghentikan masuknya penyakit dan penyebaran penyakit dengan cara mencegah, mengurangi atau mengendalikan kontaminasi silang dari media pembawa yang dapat menularkan agen penyakit (feses, urin, saliva, sekresi dari alat pernapasan dan lain-lain). Praktik manajemen biosekuriti dibuat untuk mencegah penyebaran penyakit dengan meminimalkan perjalanan atau perluasan agen penyakit dan vektor (rodensia, lalat, nyamuk, kutu, caplak dan lain-lain) di dalam suatu area peternakan. Biosekuriti merupakan cara yang murah, paling efektif untuk pengendalian penyakit dan tidak akan ada program pencegahan penyakit yang berjalan dengan baik tanpa adanya penerapan biosekuriti. OIE (2009) menyatakan bahwa program biosekuriti yang baik adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mencegah dan meminimalkan rute transmisi penyakit oleh agen patogen diantaranya adalah melalui hewan, hewan lain, manusia, peralatan, alat angkut, udara, sumber air, dan pakan. Menurut Buhman et al. (2007), penyakit

(4)

infeksi pada hewan dapat menyebar dalam suatu peternakan melalui berbagai cara, antara lain melalui:

1. Hewan yang terinfeksi atau hewan sehat dalam masa inkubasi suatu penyakit sehingga tidak memperlihatkan gejala klinis.

2. Hewan yang sudah sehat setelah sembuh dari penyakit akan tetapi menjadi

carriers.

3. Alat angkut, peralatan, pakaian, dan sepatu pengunjung atau pekerja yang menangani hewan di dalam peternakan.

4. Kontak dengan benda-benda yang terkontaminasi oleh agen penyakit. 5. Hewan mati yang tidak ditangani secara benar.

6. Tempat pakan, khususnya tempat pakan yang berisiko tinggi dapat terkontaminasi oleh feses.

7. Sumber air yang tidak baik.

8. Penanganan limbah kotoran ternak dan debu dari kotoran.

9. Adanya hewan lain (kuda, anjing, kucing, hewan liar, rodensia, burung dan serangga).

Buhman et al. (2007) menerangkan bahwa komponen utama biosekuriti adalah isolasi, kontrol lalu lintas dan sanitasi.

1. Isolasi merupakan suatu tindakan untuk mencegah kontak diantara hewan pada suatu area atau lingkungan. Tindakan yang paling penting dalam pengendalian penyakit adalah meminimalkan pergerakan hewan dan kontak dengan hewan yang baru datang. Tindakan lain yaitu memisahkan ternak berdasarkan kelompok umur atau kelompok produksi. Fasilitas yang digunakan untuk tindakan isolasi harus dalam keadaan bersih dan didisinfeksi.

2. Kontrol lalu lintas merupakan tindakan pencegahan penularan penyakit yang dibawa oleh alat angkut, hewan selain ternak (kuda, anjing, kucing, hewan liar, rodensia, dan burung), dan pengunjung. Hewan yang baru datang sebaiknya diketahui status vaksinasinya, hal ini merupakan tindakan untuk memaksimalkan biosekuriti. Oleh sebab itu, mengetahui status kesehatan hewan yang baru datang sangat penting. Kontrol lalu lintas di peternakan harus dibuat dengan baik untuk menghentikan atau meminimalkan

(5)

kontaminasi pada hewan, pakan, dan peralatan yang digunakan. Alat angkut dan petugas tidak boleh keluar dari area penanganan hewan yang mati tanpa melakukan pembersihan (cleaning) dan disinfeksi terlebih dahulu.

3. Sanitasi merupakan tindakan pencegahan terhadap kontaminasi yang disebabkan oleh feses. Kontaminasi feses dapat masuk melalui oral pada hewan (fecal-oral cross contamination). Kontaminasi ini dapat terjadi pada peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan minum. Langkah pertama tindakan sanitasi adalah untuk menghilangkan bahan organik terutama feses. Bahan organik lain yaitu darah, saliva, sekresi dari saluran pernafasan, dan urin dari hewan yang sakit atau hewan yang mati. Semua peralatan yang digunakan khususnya tempat pakan dan minum harus di bersihkan dan didesinfeksi untuk mencegah kontaminasi.

Menurut Barrington et al. (2006), tindakan umum yang dilakukan dalam program biosekuriti adalah:

1. Mengawasi keluar masuknya hewan.

2. Mencegah kontak dengan hewan atau hewan liar.

3. Secara rutin membersihkan dan mendisinfeksi sepatu, pakaian, dan peralatan yang dipakai ketika menangani hewan.

4. Mencatat pengunjung, hewan, dan peralatan yang masuk dan keluar.

Pada suatu peternakan penyebaran penyakit dapat terjadi sangat komplek hal ini dapat disebabkan akibat kepadatan populasi dalam suatu kandang, spesies atau bangsa hewan, dan sistem sanitasi pada peternakan tersebut, sehingga pengembangan biosekuriti sangat penting guna mencegah masuk dan tersebarnya penyakit yang merugikan (Steenwinkel et al. 2011). Biosekuriti pada peternakan dapat meliputi sanitasi peternakan, pagar pelindung, pengawasan yang ketat lalu lintas pengunjung dan kendaraan, menghindari kontak dengan hewan liar, mempunyai fasilitas bangunan yang memadai, penerapan karantina dan menerapkan sistem tata cara penggantian stok hewan (Casal et al. 2007).

Menurut laporan Bonanno (2011), pernah ditemukan kasus penyakit pada suatu peternakan sapi akibat biosekuriti yang buruk. Penyakit ini antara lain

digital dermatitis (hairy heel wrats), haemorrhagic bowel syndrome (HBS), dan acute bovine liver disease (ABLD). Penyakit ini disebabkan oleh sistem drainase

(6)

yang buruk, sanitasi dan higiene yang buruk, kondisi pakan yang tidak baik, serta kondisi kelembaban di dalam peternakan yang buruk.

Pengetahuan

Pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu mengetahui, memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan, dan mengevaluasi. Ciri pokok pengetahuan adalah ingatan tentang sesuatu yang diketahui baik melalui pengalaman, belajar, maupun berupa informasi yang didapat dari orang lain (Manggarsari 2011). Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan terdiri dari berbagai jenis yaitu: 1) pengetahuan umum atau biasa, 2) pengetahuan ilmu, 3) pengetahuan agama, 4) pengetahuan filsafat, dan 5) pengetahuan seni.

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo 2007).

Pengetahuan bukanlah fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami perubahan karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut). Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain pendidikan, informasi/media massa, sosial budaya, ekonomi, lingkungan, pengalaman, dan usia. Pengetahuan merupakan faktor utama perubahan perilaku (Bas et al. 2006).

(7)

Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan/praktik atau perilaku. Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata/praktik diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas (Ali 2003). Sikap dan praktik dari seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki orang tersebut. Dalam hal ini adanya informasi dapat mengubah sikap dan pada akhirnya akan menyebabkan perubahan dalam perilaku.

Praktik

Praktik atau tindakan atau disebut juga perilaku, merupakan reaksi nyata seseorang terhadap objek, misalnya mencuci tangan sebelum dan sesudah menangani hewan yang sakit. Zahid (1997) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sikap dan perilaku, namun keberadaan hubungan ini ditentukan oleh kespesifikan sikap, kekuatan sikap, kesadaran pribadi, dan norma-norma subyektif yang mendukung.

Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik. Hasil penelitian Randusari (2007), menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap mempunyai pengaruh terhadap perilaku. Selain itu perilaku dapat dipengaruhi oleh tingkat penghasilan. Menurut Budisuari et al. (2009), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan diantaranya adalah lingkungan, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Handayani (2008), dalam penelitiannya tentang hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan dan sikap terhadap perilaku. Yustina (2006) menyatakan bahwa adanya peningkatan pengetahuan berhubungan positif dengan sikap dan minat, selain itu pengetahuan tidak berhubungan positif dengan persepsi seseorang terhadap suatu objek.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan kebersihan di Kabupaten Pesisir Selatan adalah terbatasnya sarana dan Prasarana penunjang, hanya memiliki 42 TPS permanen terbuat dari pasangan bata dan cor

Desember 2015 s.d November 2016 terdapat 70 penggunaan dokumen V-Legal,dan data dalam dokumen V-Legal sesuai dengan data dalam dokumen-dokumen ekspor lainnya, dokumen

Pada perguruan tinggi, penjadwalan kuliah sangat penting dalam proses perkuliahan, karena aktivitasdosen dan mahasiswa tergantung pada jadwal kuliah. Untuk mengatasi

Rasio lancar ( Current Ratio ) merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva

Sedangkan untuk hasil pengamatan yang dilakukan dengan metode OWAS (Ovako Work Posture Analysis System) didapatkan bahwa mayoritas dokter gigi yang melakukan

Tujuan dari penelitian ini adalah Menggambarkan asuhan keperawatan dengan pemberian pendidikan kesehatan tentang pemberian makan yang baik pada bayi untuk

Guru yang juga merupakan peneliti menjalankan tugas sebagai penilai sementara siswa yang lain diberi kebebasan untuk memberikan apresiasi sastra geguritan dengan memilih salah