• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPIRAN. Seminari Petrus van Diepen Aimas Sekolah Berpola Asrama (Oleh Antonius Pramudji/orang tua siswa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAMPIRAN. Seminari Petrus van Diepen Aimas Sekolah Berpola Asrama (Oleh Antonius Pramudji/orang tua siswa)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Seminari Petrus van Diepen Aimas Sekolah Berpola Asrama

(Oleh Antonius Pramudji/orang tua siswa)

Pandangan awam tentang seminari adalah suatu sekolah khusus mendidik para calon imam. Pada umumnya sekolah adalah tempat untuk menimba ilmu pergi pagi pulang siang atau bahkan sore. Berbeda dengan Seminari Petrus van Diepen yang menerapkan pola “Sekolah Berasrama”, pendidikan yang diterima bukan hanya sebatas ilmu pengetahuan ilmiah, lebih dari itu pendidikan yang diterima anak lebih paripurna pada tujuan yaitu “menelurkan” imam Katolik.

Mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah sebagai awam yang juga mantan guru ada 3 hal yang saya pandang penting dalam proses “mencetak” seorang imam Katolik. Yang pertama adalah faktor lingkungan tempat tinggal/asrama (termasuk aturan-aturan yang diterapkan) harus sedemikian rupa sehingga membentuk karakter/ watak yang harus dimilki oleh seorang imam Katolik. Faktor yang pertama ini menjadi pendukung bagi faktor kedua yaitu pendidikan itu sendiri. Pendidikan disini dimaksudkan adalah proses pendidikan watak ilmiah (di sekolah) dan proses pendidikan watak pribadi dan sosial (di asrama) maka tidak lepas dari pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia pendidik dan sarana pra-sarana sebagai pendukung proses pendidikan. Kualitas dan kuantitas kedua hal ini harus sesuai dan mumpuni dalam menanamkan nilai keilmiahan dan nilai-nilai sosial keagamaan yang ingin dicapai; karena secara umum pendidikan adalah salah satu bentuk kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat dengan perkembangan atau perubahan. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu menggali potensi peserta

(2)

didiknya sehingga mampu menghadapi tantangan di masa mendatang. Tentu saja dalam kerangka seminari pandangan tersebut dipersiapkan dalam sudut pandang “menjadi imam Katolik”.

“Menjadi Imam Katolik” saya tuliskan dalam tanda kutip maksudnya ini adalah niat/motivasi anak-anak Katolik yang masuk seminari. Motivasi adalah faktor ketiga dan terpenting dalam hal ini. Faktor pertama dan kedua bukan hanya mendukung tapi juga harus dapat memelihara dan memupuk niatan ini sehingga dapat bertumbuh berkembang sesuai dengan perkembangan jaman yang dipandang dari sudut gereja Katolik. Bukan untuk “mengkerdilkan” tetapi bukan juga meletakannya dalam “zona nyaman” sehingga tenggelam “dimakan” perubahan tanpa disadari. Demikian pun bagi orang-orang yang membantu “menjadikan imam Katolik” tidak terbatas pada para pengasuh dan para guru tetapi juga orang tua – orang tua peserta didik pun demikian para awam harus paham bahwa niatan/motivasi ini adalah “pondasi awal menjadi imam Katolik” anak-anak kita.

Jelaslah bahwa sekolah berpola asrama yang bisa lebih maksimal mengakomodir ketiga faktor di atas sehingga tujuan dapat tercapai lebih paripurna. Secara umum sekolah berpola asrama memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sekolah konven-sional; yaitu berbagai layanan dalam proses pendidikan dapat diterima anak secara terus-menerus, lebih terencana dan efektif oleh semua elemen pendidik (termasuk pengasuh karena pada dasarnya pengasuh adalah pendidik watak sosial dan pribadi anak) dalam upaya pendidikan yang komprehensip holistik sehingga dapat menjadi output yang lebih sesuai dengan visi dan misi sekolah.

Tingkat kepatuhan dan kemandirian peserta didiknya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini tidak hanya dapat dilihat dari kemandirian secara emosi tetapi juga mandiri dalam perilaku. Pembentukan pandangan hidup pun berjalan secara mandiri timbul dari interaksi antar siswa yang heterogen latar belakang sosial dan tingkat kecerdasannya;yang dipadu dengan segala peraturan yang diberlakukan untuk membentuk kedisiplinan, kepatuhan dan tanggung

(3)

jawab diharapkan pandangan hidup positif akan terbentuk dan membuat nilai kesetiakawanan sosialnya menjadi lebih baik.

Melalui budaya disiplin dan mandiri ini diharapkan akan tumbuh jiwa kepemimpinan. Pemimpin yang memiliki rasa kesetiakawanan sosial positif yang selalu mengutamakan kepentingan bersama dari pada kepentingan diri sendiri; jika kelak menjadi seorang pemimpin. Jiwa kepemimpinan ini tidak akan dicapai dengan hanya mendengarkan dan melihat tetapi juga harus dialami peserta didik, maka dalam proses pendidikan di sekolah berpola asrama selalu ada program yang membuat peserta didiknya merasakan/mengalami menjadi seorang pemimpin.

Berkaitan dengan pendidikan watak sosial Seminari Petrus van Diepen sebagai sekolah berpola asrama tingkat SMP dan SMA yang terletak di Indonesia timur serta menitikberatkan penjaringan calon peserta didiknya pada daerah-daerah yang lebih terpencil karena itu memiliki keunikan tersendiri. Jika sekolah berpola asrama lain yang terletak di daerah yang lebih maju pendidkan watak hanya mengasah watak dan perilaku sesuai nilai-nilai yang sudah dikenal anak sebelum masuk sekolah berasrama lebih dari itu yang harus dilakukan di seminari ini. Para pengasuh di sini harus mengenalkan, memberitahu, mengajari, membentuk dan mengasah nilai-nilai sosial yang berlaku jamak di masyarakat umum kepada para peserta pendidiknya.

Oleh karena keunikan ini maka prinsip “memanusiakan manusia” menjadi titik berat dalam proses pendidikan ini dan harus benar-benar dilaksanakan sesuai dengan kondisi input yang diperoleh. Pengkondisian ini sangat perlu dipikirkan, direncanakan dan dilaksanakan secara disiplin, matang dan menyeluruh sehingga prinsip ini tidak menjadi salah arah yang malah menjadikan peserta didik merasa seperti “kuda lepas dari ikatan”. Semoga Seminari Petrus van Diepen dapat menjadikan keunikan ini sebagai modal postif dalam mendidik para calom imam.

(4)

Seminari Petrus van Diepen Sekolah Berpola Asrama

Oleh RD. Jeremias Rumlus /Rektor Seminari

Seminari Petrus van Diepen merupakan sebuah lembaga pendidikan dengan pola asrama. Pilihan sekolah dengan pola asrama pertama-tama dimaksud agar dapat menampung peserta didik yang secara geografis berdomisili jauh dari akses pendidikan yang berkwalitas. Pihak Keuskupan dalam hal ini Uskup Keuskupan Manokwari Sorong dan Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Keuskupan merasa terpanggil untuk turut terlibat mencerdaskan anak-anak yang lahir besar di tanah Papua.

Pilihan sekolah berasrama dalam konteks geografis Papua sejatinya menjadi solusi yang menggembirakan karena beberapa pertimbangan mendasar yang bersifat kontekstual sebagai berikut:

1. Akses transportasi georafis yang terdiri dari pulau-pulau. Pilihan transportasi adalah kapal laut atau pesawat. Dalam hal ini asrama memberi tempat bagi peserta didik sebagai rumah tinggal yang mendekatkan jarak dan memudahkan untuk mengakses pendidikan. Selama tahun pembelajaran siswa dapat tinggal di asrama untuk menyelesaikan proses pembelajaran dalam kurun waktu tertentu.

2. Sekolah asrama menjadi media pembiasaan hidup dengan aturan atau disiplin hidup sebagai suatu proses pembentukan nilai. Dengan kata lain terjadi proses pendidikan yang bersifat holistik atau komunikatif integratif antara nilai-nilai Scientia (pengetahuan), Sanctitas (rohani–spiritual), Sanitas (kesehatan fisik, mental, relasi sosial).

Untuk pencapaian maksud di atas maka sekolah asrama Seminari Petrus van Diepen dikondisikan menjadi “home”/domus/ rumah dalam pengertian:

(5)

 Sekolah asrama menciptakan lingkungan penuh kasih sayang jauh dari suasana perselisihan. Keberagaman tentu menjadi kesulitan untuk cepat saling menerima tetapi melalui kebersamaan yang berlangsung dalam satu kompleks tinggal mewajibkan peserta didik untuk saling menerima sebagai saudara seperti dalam keluarga sendiri.  Sekolah asrama dapat menjadi tempat pengolahan diri di

mana yang kecil/ adik kelas merasa dibesarkan dan yang besar/kakak kelas boleh merasa diri kecil (rendah hati) untuk belajar dari adik kelas. Terjadi saling pembelajaran yang saling membesarkan.

 Menjadi pusat pertumbuhan antara kasih sayang dan angan-angan pribadi. Maksudnya di sekolah asrama peserta didik belajar mengolah perasaan ego menjadi simpati dan empati dalam kebersamaan. Dalam perasaan kasih sayang inilah peserta didik menjadi termotivasi untuk terus membangun angan-angan pribadi dalam prestasi-prestasi di bidang akademik-intelektual, di bidang bakat kemampuan olahraga, kesenian dan hidup sosial.

3. Kehidupan asrama di Seminari Petrus van Diepen menjadi sebuah laboratorium sosiologis karena di sekolah asrama terjadi interaksi sosial di mana hubungan antar manusia menjadi kunci utama. Artinya baik di sekolah maupun di asrama diusahakan berbagai pengalaman belajar sebagai persiapan untuk hidup di masyarakat. Dalam hal ini Seminari membuat time schedule / jadwal kegiatan yang terorganisir dalam aturan harian dan program semesteran.

Berdasarkan beberapa pertimbangan mendasar di atas maka saya berbesar hati untuk mengatakan bahwa pendidikan pola asaram menjadi solusi yang menggembirakan bagi model pendidikan di tanah Papua.

(6)

POTRET WAJAH SEMINARI PETRUS VAN DIEPEN (Sebuah Penilaian Terhadap Lembaga Seminari Petrus van Diepen)

Fr. Yustinus R. T. Neno, SVD*

Pengantar

Mengutamakan „anak-anak asli Papua‟ untuk menjadi manusia baru merupakan orientasi dari berdirinya Seminari Petrus van Diepen. Menjadi manusia baru berarti siap menanggalkan dirinya yang lama untuk melahirkan dirinya menjadi manusia baru. Artinya, anak-anak Papua harus mampu dan bersedia mengosongkan dirinya sehingga dapat diisi dan dibentuk oleh pendidikan dan pembinaan yang diberikan oleh lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan Seminari Petrus van Diepen adalah tempat untuk menjadikan anak-anak Papua menjadi manusia baru; memanusiakan manusia ke arah yang lebih baik.

Tujuan pendirian dan misi Seminari Petrus van Diepen adalah menjadikan para seminaris untuk mencintai pencerdasan dalam segi spiritual (sancitas), intelektual (sciencia) dan fisik mental-moral (sanitas); mengutamakan mutu dan memberdayakan pembelajar yang terbuka dan toleran dalam membentuk kebersamaan sosial yang beragam dan menanamkan dalam diri seminaris mentalitas agen pastoral yang tahan uji dan berbakti bagi Gereja dan Bangsa. Berdiri di atas pendirian dan misi akan melahirkan para seminaris sebagai manusia yang berkualitas, baik bagi Bangsa maupun Gereja. Roh pendirian dan misi Seminari menjadi kekuatan dan penggerak untuk memacu semangat dari para pembina dan pendidik untuk menjadikan peserta didik makin hari makin bersinar.

Satu tahun sudah berada di lembaga seminari menjadi alasan yang kuat bagi saya untuk bisa memberikan penilaian tentang

*

Penulis adalah staf pengajar dan pamong Asrama Seminari Petrus Van Diepen

(7)

seminari. Penilaian yang saya berikan berdasarkan pengamatan dan keterlibatan saya berada bersama anggota komunitas ini. Jadi, tidak berlibihan jika saya mengatakan bahwa saya layak berbicara dan memberikan penilaian tentang Seminari Petrus van Diepen.

Bangunan Seminari Petrus van Diepen

Seminari Petrus van Diepen memiliki bangunan yang berkualitas; layak dijadikan sebagai tempat untuk menggali dan menimba pengetahuan dan pembentukan karakter bagi peserta didik. Dikatakan bangunan berkualitas karena jenis gedung sekolahnya berskala internasional. Saya mengatakan demikian karena model bangunannya seperti sekolah-sekolah internasional, seperti sekolah di kota-kota besar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Gedung sekolah yang berkualitas dapat membuat peserta didik nyaman dan merasa „at home‟ untuk menimba dan mencari pengetahuan dan melahirkan spirit untuk memacu diri dalam belajar.

Seminari Petrus van Diepen memiliki dua gedung bangunan sekolah yang dipergunakan oleh siswa/i SMP dan siswa/i SMA. Gedung bangunan sekolah selalu mendapat perhatian perawatan, baik oleh para guru maupun siswa-siswi. Salah satu contoh bentuk perawatan yang diberikan kepada bangunan gedung sekolah ialah melarang siswa/i untuk mencoret tembok bangunan dengan tulisan-tulisan. Namun, terkadang siswa/i tidak mentaati larangan ini, sehingga ada banyak coretan-coretan yang terlukis indah pada dinding tembok bangunan seminari. Hal lain yang dilakukan ialah membersihkan sarang laba-laba yang biasa melekat pada sudut tembok. Ini adalah bentuk tanggapan dan perhatian akan rasa memiliki terhadap gedung bangunan seminari dari para pendidik dan peserta didik. Hemat saya, tujuannya adalah membuat gedung sekolah ini tetap indah dan bersih, sehingga baik pendidik dan peserta didik dapat merasa nyaman dan bergairah dalam proses belajar-mengajar.

(8)

Model Pendidikan yang Ditawarkan Seminari Petrus van Diepen Semiari Petrus van Diepen menjalankan model pendidikan yang ditelurkan oleh pemerintah pusat, yaitu kurikulum 2006 Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Setiap pendidik mempersiapkan materi pelajaran kepada peserta didik sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam KTSP. Seminari Petrus van Diepen juga menawarkan model pendidikan berpola asrama. Pendidikan berpola asrama adalah salah satu cara atau model pendidikan di mana siswa seminari dihimpun dalam sebuah asrama yang sudah dilengkapi fasilitas, peraturan-peraturan dan pendamping asrama. Peraturan-peraturan yang sudah ada di asrama turut serta membantu siswa/i seminari dalam membentuk karakter kepribadian, psiko- spiritual lewat kegiatan-kegiatan rohani, psiko-emosional, bagaimana cara hidup berkomunitas (baca: hidup bersama dengan yang lain), memanfaatkan waktu luang dengan belajar, membaca dan menulis dan mengajarkan kepada seminarist bagaimana cara untuk bisa mengatur diri sendiri.

Kehadiran para pembina (pendamping) asrama dalam kehidupan seminarist di asrama sangat membantu dalam proses pencapaian siswa seminarist yang berkualitas; sesuai yang diharapkan dari para foundator dan pembina. Keterlibatan para pembina dan cara hidup yang ditampilkan merupakan cara yang paling ampuh untuk membius para seminarist sehingga mereka tak terlempar jauh dari kehidupan para seminaris yang sesungguhnya. Maksudnya, para seminaris hidup dalam irama/pola hidup seminarist sesuai dengan hukum hidup di lembaga seminari: lembaga pembentukan calon Imam. Karena itu, keterlibatan, model hidup, dan cara pendampingan menjadi salah satu kunci utama yang setiap formator tampilkan dan berikan kepada formandi. Keterlibatan, model hidup, dan cara pendampingan merupakan hal yang paling utama dan terutama ditampilkan oleh para formator kepada formandi. Dan sejauh pengamatan saya sudah dibuktikan oleh para formator yang bekerja/berkarya di lembaga ini.

(9)

Hemat saya, dua model pendidikan yang diterapkan dan ditawarkan lembaga seminari kepada peserta didik dapat mewujudkan misi dari seminari, yaitu pertama,memberdayakan para seminaris untuk mencintai pencerdasan dalam segi spiritual (sancitas), intelektual (sciencia) dan fisik mental-mental-moral (sanitas). Kedua, menghadirkan komunitas pembelajar yang bercita rasa Katolik: mengutamakan mutu dan memberdayakan pembelajar yang terbuka dan toleran dalam membentuk kebersamaan sosial yang beragam. Ketiga, menanamkan dalam diri seminaris mentalitas agen pastoral yang tahan uji dan berbakti bagi Gereja dan Bangsa. Keempat, mengembangkan pribadi dewasa dan utuh melalui pengalaman berelasi, refleksi, aksi dan evaluasi secara berkelanjutan. Dengan demikian, Seminari Petrus van Diepan mampu menjadikan para seminaris sebagai manusia yang berkualitas, baik bagi Bangsa maupun Gereja.

Kualitas Para Pendidik Seminari Petrus Van Diepen

Seminari Petrus van Diepen memiliki staf pengajar yang berasal dari lulusan Universitas dan Sekolah Tinggi yang berbeda. Lulusan Universitas dan Sekolah Tinggi yang berbeda menunjukkan kualitas staf pengajar yang berbeda pula, baik dalam pengetahuan, metode pengajaran dan cara membahasakan materi yang diberikan kepada peserta didik. Perbedaan itu mendatangkan cara pandang yang berbeda pula, yang diberikan peserta didik kepada para pendidik. Lihat saja komentar dan penilaian peserta didik yang pernah saya dengar, terhadap para pendidik yang bervariasi. Ada yang mengatakan guru ini baik sekali cara mengajar dan bahasa yang digunakan dalam memberikan pengajaran, ada pula yang mengatakan guru itu mempunyai pengetahuan yang luas, tapi ada pula yang mengatakan sebaliknya. Perbedaan komentar dan penilaain dari siswa terjadi karena mereka merasakan dan mengalami proses pengajaran yang diberikan para Guru.

(10)

Menurut penilaian saya, kualitas pengajar di seminari tergolong bagus dan ada yang cukup baik. Saya bisa mempertanggungjawabkan penilaian saya ini dari pengetahuan, rasa tanggung jawab, metode dalam mengajar dan cara menyampaikan materi yang dimiliki dari teman-teman guru. Dalam pengamatan saya, ada beberapa guru yang sungguh-sungguh menjalani apa yang saya sebutkan di atas, tetapi ada guru yang tidak sungguh-sungguh menjalankannya. Bisa dikatakan dengan perkataan lain, ada staf guru yang sungguh-sungguh mengabdikan dirinya kepada peserta didik dan lembaga secara total, tapi ada juga guru yang mengabdikan dirinya setengah-setengah saja. Itu terbukti lewat kesaksian hidup yang mereka tampilkan, baik kepada peserta didik dan lembaga.

Anjuran yang bisa saya berikan kepada pengurus lembaga Seminari Petrus van Diepen terhadap persoalan di atas ialah pertama, harus diadakan seleksi yang ketat dalam penerimaan Guru. Seleksi penerimaan guru harus dinilai dari berbagai aspek, termasuk lulusan universitas dan kemampuan pengetahuannya. Kedua, sebaiknya dibuat suatu penyeleksian terhadap guru yang mengajar di Seminari sehingga dapat mengetahui kualitas staf pengajar. Anjuran ini bertujuan agar dapat menemukan Guru yang berkualitas dan sungguh-sungguh yang mengbadi, baik kepada peserta didik dan lembaga. Guru yang berkualitas dapat melahirkan peserta didik yang berkuaitas.

Kualitas Peserta Didik Seminari Petrus van Diepen

Kualitas peserta didik seminari van Diepen sangat bergantung dari beberapa hal, seperti: Pertama, kualitas pendidik. Kualitas dari pendidik sangat mempunyai pengaruh besar terhadap proses perkembangan anak, terutama dalam aspek kognigtif, psikoemosional, spiritual dan pembentukan karakter. Di sini, guru yang berkualitas tahu bagaimana mendidik dan menjadikan seorang peserta didik yang berkualitas dari semua aspek, bukan hanya satn aspek saja. Jadi, kualitas pendidik bisa menjadi penentu dari kualitasnya seorang peserta didik.

(11)

Kedua, harus ditemukan sebuah „sistem yang tepat‟ dalam lembaga seminari. Sistem yang dimaksudkan ialah atmosfer Seminari yang dapat membuat para seminari menyadari akan keberadaannya di seminari.Sebagai contoh, ketika saya pertama kali sekolah di seminari Flores, saya langsung merasakan atmosfer seminari yang menanamkan budaya baca, sangat menghargai waktu, menghargai keheningan, dan lain sebagainya. Atmosfer ini yang membius saya untuk harus diikuti dan dijalankan dalam kehidupan saya di seminari. Dan apa yang saya terima di seminari menengah terbawa sampai saat ini. Jika sistem yang sudah cocok dan tepat itu ditemukan, saya yakin nuansa seminari saat ini akan berbeda; seminari makin bersinar.

Dua hal yang saya sebutkan di atas menjadi anjuran untuk menjadikan siswa/i seminari berkualitas. Dalam pengamatan saya sekarang ini, secara akademik untuk konteks Papua, khususnya Kabupaten Sorong, siswa/i seminari termasuk peserta didik yang berkualitas secara akademik. Tapi untuk konteks Papua secara keseluruhan belum teralu pasti. Hal ini terjadi karena masih ada banyak orang yang lebih berkualitas di sekolah lain.

Di samping itu juga, Seminari van Diepen dikenal sangat menjunjung tinggi nilai kejujuran, perhatian para guru kepada siswa yang sangat baik dan peraturan yang ditetapkan lembaga seminari yang tergolong keras. Hal initerjadi karena di dalam tubuh seminari van Diepen sendiri (pendidik dan peserta didik) sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Dan ini yang menjadi kualitas Van Diepen.

Output Yang Dilahirkan

Sepuluh tahun usia seminari van Diepen sudah menghasilkan output yang melanjutkan study diberbagai universitas, baik dalam negeri maupun luar negeri. Diusia yang masih tergolong sangat muda, van Diepen melahirkan putra-putri yang mampu bersaing dengan mahasiawa dari latarbelakang pendidikan yang berbeda. Buktinya,

(12)

laskar-laskar van Diepen masih bertahan di universitas terkenal seperti Sanata Darma dan universitas ternama di luar negeri.

Ada juga putra-putra yang dilahirkan dari rahim van Diepen untuk melanjutkan studinya di lembaga calon pembentukan imam. Putra-putra pilihan Tuhan ini bersedia menanggapi dan menjawabi panggilan Allah untuk menjadi Imam Keuskupan dan bairawan misionaris. Mereka tersebar ke beberapa keuskupan seperti Keuskupan Manokwari Sorong, Jayapura dan beberapa konggregasi seperti OSA, O. Carm dan SVD. Pendidikakan, pembinaan dan pembentukan yang terjadi di rahim Petrus van Diepen sudah melahirkan putra-putri yang berkualitas. Pengbadian, kerja keras dan kerjasama antarpembina, pendidik dan peserta didik melahirkan output-output yang berkualitas.

Penutup

Seminari Petrus van Diepen memiliki gedung bangunan yang sangat mendukung proses belajar dan pendidikan peserta didik. Fasiltas yang memadai sangat membantu peserta didik untuk mengasa kemampuan berpikir dan menambah pengetahuan. Hadirnya pendidik dan pembina, baik di sekolah maupun di asrama membantu pembentukan para seminari yang berkarakter baik, sehingga melahirkan putra-putri yang berkualitas.

Kerjasama yang dibangun oleh anggota seminari menghadirkan keharmonisan dan memiliki visi, misi yang satu dan sama guna melahirkan manusia yang berkualitas. Koloborasi ide dari latar belakang pendidikan dan model pendampingan yang berbeda talah melahirkan laskar-laskar van Diepen yang siap bersaing dan bertempur untuk menggapai masa depan yang cerah. Semuanya itu termuat dalam potret Seminari Petrus van Diepen.

(13)

ARAH PENDIDIKAN SEMINARI PETRUS VAN DIEPEN Oleh Fr. Mateus Syukur

Tiada satu pun lembaga di dunia ini yang dibangun tanpa adanya visi dan misi. Jika keluarga dibangun dengan satu tujuan, sebuah masyarakat dibangun atas dasar satu tujuan atau negara dibangun dengan satu tujuan, tentu seminari juga dibangun atas dasar satu tujuan. Seminari satu kata yang tidak asing lagi bagi komunitas umat beriman terutama umat beriman katolik. Seminari merupakan sebuah dapur kehidupan, dapur untuk mencetak masa depan dari setiap manusia yang ingin memiliki masa depan. Seminari ibarat sebuah kapal yang di dalamnya ditempati oleh orang-orang yang berpengharapan menyebarangi lautan dengan selamat. Semua orang yang menempati kapal tersebut pasti memiliki tujuan yang sama yakni ke sebuah dermaga di seberang lautan yang mereka impikan. Demikianlah sebuah seminari dibangun, untuk membantu perjalanan hidup setiap manusia yang mempunyai tujuan hidup tertentu.

Arah perjalanan hidup lembaga seminari dibangun di atas dasar pengharapan akan satu kepastian hidup, di tengah dunia yang penuh dengan ketidakpastian. Arah perjalanan itu ialah untuk menciptakan manusia yang produktif, kreatif dan inovatif yang berdaya guna baik untuk bangsa, negara maupun untuk gereja. Seminari merupakan sebuah lembaga pendidikan seperti lembaga pendidikan lainnya yang bertujuan untuk memenuhi tuntutan akan kebutuhan manusia yang ingin menjadi manusia sejati, yang bukan hanya sekedar ada namun harus memiliki kesadaran akan adanya dan bertanggungjawab atas adanya. Untuk itulah media yang diperlukan adalah belajar terus-menerus dan tidak ada waktu untuk tidak belajar.

Sudah pasti bahwa setiap lembaga pendidikan apapun di tanah Papua ini, hadir dengan sebuah keunikannya masing-masing. Seminari Petrus Van Diepen juga demikian hadir dengan keunikannya tersendiri. Keunikan itulah yang nantinya menjadi pembeda antara

(14)

lembaga pendidikan yang satu dengan yang lainnya di tanah Papua tercinta ini. Tentu saja kekhasan yang ada di lembaga Seminari Petrus Van Diepen, mengerucut pada sebuah tujuan untuk membangun mindset anak-anak bangsa terutama putera/puteri Papua.

Seminari hadir untuk membangunkan kesadaran setiap manusia akan pentingnya sebuah pendidikan. Untuk itulah diciptakan sebuah aturan hidup yang tersistematis. Inilah keunikan yang seharusnya tetap dipertahankan di sebuah lembaga pendidikan bahwa ia bukan sekedar membangun salah satu dimensi dari kehidupan manusia tetapi seharusnya mencakup seluruh aspek yang diperlukan demi sebuah keutuhan satu pribadi yang namanya manusia. Hal inilah yang selalu diciptakan di lembaga Seminari Petrus van Diepen.

Ada beberapa aspek pendidikan yang merupakan sarana untuk mencapai sebuah tujuan bagi setiap anak bangsa terutama putera/puteri Papua yang ingin, masih dan sudah mengenyam pendidikan di Seminari Petrus Van Diepen, yaitu Aspek hidup Rohani, Aspek hidup studi dan Aspek hidup komunitas. Ketiga aspek ini merupakan gambaran umum yang mana setiap aspek tentu memiliki muatan dasar pendidikan untuk membantu membangunkan kesadaran setiap pribadi terutama yang lahir dari tanah Papua dan ingin menjadikan dirinya bermanfaat bagi kehidupan.

Inilah yang menjadi kekhasan seminari. Aspek rohani bertujuan untuk menyadarkan manusia bahwa ia adalah makhluk spiritual yang senantiasa mengarahkan hidupnya pada sesuatu yang tertinggi yakni Tuhan. Aspek hidup studi bertujuan untuk memaknai keberadaan manusia sebagai pribadi berakal budi yang perlu diisi dengan belajar terus-menerus. Sedangkan aspek hidup komunitas menyadarkan manusia akan dirinya sebagai makhluk sosial yang tentunya tidak bisa hidup tanpa adanya pribadi yang lain. Ketiga aspek tersebut merupakan jiwa yang menggerakkan arah perjalanan pendidikan di lembaga Seminari tersebut. (Fr. Mateus Syukur)

(15)

KOMENTAR KEPALA SMP TENTANG PENDIDIKAN SEMINARI BERPOLA ASRAMA

Oleh: RD. Adrianus Tuturop

Berdasarkan kenyataan, meski dengan jumlah formator/Pembina asrama yang terbatas (untuk ada 24 jam di asrama) dan dengan jumlah tenaga guru kontrak yang maksimal dan terlibat penuh untuk pendidikan di sekolah, menorehkan keunggulan-keunggulan bagi pendidikan berpola asrama yang memberikan pengaruh besar pada kematangan intelektual dan kematangan kepribadian formandi. Khusus untuk berpola asrama kematangan ini terbentuk karena pendidikannya didasarkan pada pedoman dan aturan-aturan hidup yang jelas tertata. Penataan kegiatan harian ditata mulai dari doa pagi, sarapan pagi, studi/belajar (pagi sampai siang), makan siang, istirahat siang, pengembangan minat bakat, pendampingan bidang rohani, les sore, makan malam, belajar malam, pendampingan khusus bagi anak-anak (perorangan maupun kelompok) yang perlu didampingi, doa malam, rekreasi dan tidur. Kegiatan mingguannya adalah syering bersama orang-orang sukses dan mapan dalam menjalani hidup. Kegiatan bulanannya adalah seminar dan kadang rekoleksi. Dan kegiatan semesterannya adalah ret-ret. Secara terperinci, kegiatannya diatur dan tercatat dalam kalender pembinaan di asrama dan kalender pendidikan di sekoalah.

Seluruh pendampingan yang dilakuakan, tentu memberikan dampak pada pertumbuhan menuju kemantangan kecerdasan intelektual dan kematangan kepribadian anak. Dari segi intelektual, anak-anak secara perlahan-lahan, bahkan ada anak-anak yang secara gemilang mampu mendalami bidang-bidang pendidikan yang diajarkan. Serta memiliki kemampuan menganalisis yang baik. Dari segi kepribadian, anak-anak berupaya mengenali jati dirinya sebagai manusia. Mereka berupaya mengenali jati dirinya karena ada dorongan dan pendampingan khusus yang diberikan oleh formator kepada anak

(16)

sebagai formandi. Beberapa rincian berikut adalah bagian dari pendampingan yang dilakukan selama ini yaitu terarah pada:

1. Siswa/i-Seminaris menyadari nilai-nilai manusiawi yang tumbuh dalam keluarga dan dapat berkembang dalam kehidupan komunitas di seminari

2. Siswa/i-Seminaris menyadari perlunya perkembangan bebas menuju kepribadian yang dewasa. Pribadi yang dewasa tercermin pada : keseimbangan antara segi rasional/intelektual dan emosional-afeksi, ketekunan,ketabahan, disiplin diri, menghayati seksualitas secara sehat, berinisiatif dan kreatif. 3. Kedewasaan pribadi secara kristiani: hidup berpola pada Yesus

Kristus, menerima dan menghayati rahmat Tuhan, ketekunan dan kesetiaan mendengarkan sabda Allah, menghayati nilai-nilai hidup rohani dan bersama. Siswa/i-Seminaris rela menerima bimbingan rohani, makin mampu mengenal panggilan Allah

4. Siswa/i-Seminaris menyadari bahwa kedewasaan kristiani berkembang jika ditopang oleh perkembangan kedewasaan manusiawi

5. Seorang manusia dewasa secara manusiawi dan kristiani, dilengkapi dengan kemampuan belajar mandiri. Hidup berpola pada Yesus Kristus dan menuju “imamat” dengan meneladan Bunda Maria dalam menghayati panggilan hidupnya

6. Pribadi dewasa secara manusiawi: mengenal jati dirinya meskipun masih memerlukan pengukuhannya

7. Manusia dewasa berarti memiliki pribadi yang utuh, bukan hanya mengenal diri melainkan akrab dengan dirinya. Ia tahu dan menerima keunggulan dan kelemahannya. Kedewasaannya tampak pada kemapanan intelektual dan kepribadian

8. Menjadi manusia cerdas yang mampu bersaing di segala level dengan tetap bersandar pada nilai-nilai kemanusiaan

(17)

Itulah upaya yang dilakukan oleh para pendamping, baik secara khusus di sekolah maupun di asrama. Terlihat para Pembina/formator/pedidik berupaya mengarahkan diri dengan sungguh-sungguh menjalani tanggung jawab ini dengan baik. Semuanya terlihat berjalan dengan baik karena ada keseimbangan, pengertian dan kerjasama, meski selalu ada pembenahan terhadap kekurangan dan kelemahan sana-sini, tetapi tetaplah menjadi bagian integral yang terus memperkaya kematangan pendidikan berpola asrama. Kordinasi selalu ada, dibangun berdasarkan pembicaraan lisan, pertemuan pribadi, pertemuan bulanan dan evaluasi-evaluasi bersama. Dari hasil pembicaraan, pertemuan, evaluasi bersama, memunculkan catatan-catan baru bagi pendidikan dan pembinaan terhadap siswa-siswi/formandi.

Pada prinsipnya, tanpa mengabaikan kekurangan yang tidak diuraikan di sini, pendidikan berpola asrama memberikan keuntungan bagi perkembangan siswa/fromandi. Dalam artian pendidikan dan pembinaan anak terarah dan terkontrol. Anak didampingi secara bertahap dan terus menerus. Sehingga jelas ada proses untuk anak melangkah ke tahap berikutnya. Anak terus didampingi dengan kekayaan-kekayaan ilmu pengetahuan, dan tatakrama/sopan santun. Jika dalam pendampingan bertahap, apa yang diajarkan kurang mendapat tempat di hati dan cara hidup anak, secara otomatis yang bersangkutan didampingi secara terpisah – dipanggil dan diarahkan oleh Pembina/formator/pendidik.

Dari penjelasan singkat yang ada, pendidikan dan pembinaan anak berpola asrama, tidak terlepas dari perhatian, kontrol, pengajaran, pembinaan penuh dari para Pembina/formator/pendidik.

Demikian!

(18)

PENDIDIKAN BERPOLA ASRAMA ALA SEMINARI PETRUS VAN DIEPEN

Oleh :KonradusJurman, S.S./guru seminari Petrus van Diepen --- 1. Seminari Petrus van Diepen dalam Sebuah Konsep Awal

Di kalangan gereja Katolik, lembaga Seminari seringkali diartikan sebagai panti pendidikan khusus untuk para calon imam (Katolik). Namun dalam sejarah perjalanan pendidikan seminari, lulusan seminari lebih banyak melahirkan tokoh masyarakat non-imam dan sedikit saja yang menjadi non-imam. Seminari Petrus van Diepen sudah dikemas dari awal mengenai “pergeseran persepsi” tentang seminari yang tidak hanya tempat “persemaian” calon kaum klerus tetapi juga tempat “persemaian” calon tokoh masyarakat umum. Pergeseran orientasi kelulusannya ini diwujudkan dalam berbagai kebijakan seminari. Misalnya, calon siswa seminari boleh datang dari kaum wanita dan laki-laki, baik yang beragama Katolik maupun beragama lainnya.

2. Pendidikan berpola asrama

Konsep pendidikan seminari bukan hanya untuk menguasai apa yang disebut 3M (membaca, menulis dan menghitung). Pendidikan seminari harus berorientasi kepada pembentukan kepribadian orang secara komprehensif, sekurang-kurangnya ada tiga tema besar yang disingkat dengan 3S (Scientia, Sanitas dan Sanctitas atau berilmu, sehat, dansuci). Untuk mewujudkan manusia berkepribadian 3S ini tentu kita membutuhkan sebuah panti pendidikan yang mendukung untuk itu, yakni gedung sekolah dan Asrama yang memadai.

Siswa-siswi yang hidup di sekolah dan asrama, mereka sungguh-sungguh diasah, ditempa dan dididik selama 24 jam. Di asrama, mereka sungguh-sungguh mengetahui dan merasakan mengalirnya waktu diikuti dengan berbagai macam kegiatan yang sudah terencana dan terjadwal. Semua kegiatan itu bermuara pada

(19)

pembentukan kepribadian peserta didik untuk mewujudkan 3M dan 3S tadi. Secara sederhana, orang mengatakan bahwa pendidikan berpola asrama melatih orang untuk hidup “disiplin waktu.”

Mereduksi pendidikan berpola asrama dengan soal “displin waktu” hemat saya adabenarnya, karena segala sesuatu kita lakukan dalam “bingkai waktu.” Waktu terus berjalan, apabila kita tidak mengisinya dengan berbagai kegiatan yang bermagna maka waktu itu akan megalir dengan sia-sia. Pendidikan berpola asrama, dengan berbagai kegiatan terjadwal, tentunya mampu merubah mindset siswa akan pentingnya mengisi hidup dengan melakukan berbagai kegiatan berguna dari waktu ke waktu. Setiap waktu mengalir juga mengalirkan rahmat, sehingga orang Barat mengatakanTime is money. Menyia-nyiakan waktu berarti menyia-Menyia-nyiakan rahmat atau uang.

3. Kontroversial Aturan di Sekolah dan Asrama Seminari Petrus van Diepen

Ada beberpa kebijakan dan aturan di lembaga ini yang seringkali menimbulkan reaksi negative dari para siswa maupn orang tua siswa. Di sekolah: Ada larangan bagi siswa untuk menggunakan HP dan alat elektronik lainnya. Sistem gugur atau tahan kelas bagi siswa yang tidak memenuhi standar kelulusan minimal. Sistem gugur bagi siswa yang sering alpa atau tidak disiplin.

Di asrama: ada kondisi makanan di asrama yang kurang memenuhi standar gizi yang memadai. Siswa seminari mengurus pakaiannya sendiri.

Semua kebijakan, aturan atau keadaan yang disebutkan di atas membuat siswa “merasa sulit” menjadi siswa seminari. Hemat saya, setiap unsur aturan di lembaga ini mengandung nilai edukatif. Keadaan yang membuat siswa “merasa sulit” itu merupakan pendidikan karakter yang memotifasi mereka untuk terus berjuang dan mencari kondisi hidup yang lebih baik. Mereka dipacu untuk hidup lebih sederhana dan tetap bahagia tanpa alat elektronik, tanpa makanan yang sesuai selera, melayani diri sendiri bukan dilayani. (Mungkin kita ingat

(20)

slogan: manusia unggul adalah manusia yang bisa eksis di segala situasi). Terkadang ada banyak orang sukses sekarang, tetapi ternyata karena ia mengalami kepahitan dan kesulitan hidup di masa lalu.

Sistem gugur dan tahan kelas, adalah ketentuan yang memacu siswa untuk selalu berusaha mengejar prestasi. Pendidikan itu bersifat prospektif, atau mengarah ke masa depan. Dengan mencapai prestasi tertentu mereka boleh mendapat prestise di mata masyarakat. Dengan prestasi tertentu mereka boleh menuntut jabatan tertentu di masyarakat kelak (naik peringkat). Sebaliknya, orang yang belum berprestasi harus bisa menerima sanksi yang diberikan dengan jiwa besar.

4. Catatan prestasi pendidikan berpola asrama selama ini (Evaluasi) 1) Ada sebuah mitos di Tanah Papua, bahwa anak Papua tidak bisa

berprestasi dalam bidang eksata, tetapi di seminari Petrus van Diepen ada banyak anak Papua selama ini yang ikutserta dalam lomba-lomba mata pelajaran Matematika, dan IPA. Banyak anak Papua yang mengambil jurusan IPA di SMA.

2) Siswa seminari menunjukkan habitus baru yakni munculnya budaya membaca yang tinggi, sikap menghargai waktu, penampilan yang rapi, berani tampil di atas pentas pada usia anak-anak, pandai menuangkan ide-ide lewat tulisan cerpen, puisi, fragmen, berita, opini, rekayasa music dan tarian.

(21)

Seminari Petrus van Diepen Pendidikan Pola asrama

Oleh: Paskalis Kosay/ Siswa sekolah asrama SPVD

Seminari Petrus van Diepen adalah sebuah model pendidikan berpola asrama. Saya adalah siswa yang berasal dari Wamena dan secara geografis jauh dari Sorong. Saya bangga bersekolah di Seminari Petrus van Diepen. Kebanggaan saya ini beralasan karena selama kurun waktu proses belajar saya mengalami perkembangan dalam bidang-bidang berikut yang menjadi dasar orientasi pendidikan di Seminari antara lain:

1. Aspek intelektual

Dalam proses saya mengalami perkembangan karena guru-guru mampu mentransfer ilmu pengetahuan secara baik. Standar intelektual yang harus dicapai adalah 70 . standar ini menjadi penanda sekaligus pendongkrak semangat untuk terus memacu diri dalam belajar. Saya benar mengalami perkembangan dalam hal belajar. Di sini saya belajar bahwa belajar bukan hanya untuk sebuah angka tetapi belajar untuk hidup.

2. Aspek spiritual

Pada aspek ini saya diajarkan dan belajar untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Kegiatan rohani yang dijalani adalah: ibadat pagi, ekaristi/misa, salve, pengakuan dosa, rekoleksi, retret, dan completorium/ doa penutup. Aspek spiritual membentuk kecerdasan spiritual sebagai bentuk kesadaran akan yang Ilahi. Saya belajar untuk membawa diri di hadapan Tuhan pencipta. Saya belajar untuk rendah hati di hadapan sang pencipta.

3. Aspek Jasmani

Yang saya belajar dari aspek ini adalah pengolahan diri dalam kesehatan fisik, mental dan relasi sosial. Saya belajar melalui aturan

(22)

harian yang mengkondisikan untuk hidup sehat, bermain bersama, hidup bersama, kegembiraan teman menjadi kegembiaraan saya, kedukaan teman menjadi kedukaan bersama. Saya mengalami situasi pengolahan mental untuk bertumbuh sebagai seorang anak. Dalam proses pengolahan hidup di sana-sini saya mengalami situasi pasang dan surut. Terkadang sampai putus asa, tetapi saya bahagia karena terus ditemani oleh para guru di sekolah dan pamong di asrama dengan motivasi dan pengajaran akan hidup yang baik.

Akhirnya saya mau mengatakan bahwa sekolah asrama seminari Petrus van Diepen adalah jawaban bagi cita-cita saya untuk sekolah dan tinggal di asrama. Saya belajar untuk mandiri dalam berbagai hal. Menurut saya inilah model pendidikan yang menjawab kebutuhan anak-anak Papua.

(23)

PEDOMAN PEMBINAAN

SEMINARI MENENGAH PETRUS VAN DIEPEN KEUSKUPAN MANOKWARI-SORONG

BAB I

LATAR BELAKANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEMINARI PETRUS VAN DIEPEN

Sejarah Singkat Seminar! Petrus van Diepen

Keuskupan Manokwari-Sorong dengan luas sekitar 1 1 1 .800 km2 sebanding dengan 2/3 luasnya pulau Jawa pada tahun-tahun awal penggembalaan Mgr. Datus hanya dilayani oleh 7 imam Diosesan. Dengan jumlah yang sedikit ini terasa sekali bahwa keuskupan ini sungguh membutuhkan tenaga pastoral yang harus melayani umat di 23 Paroki. Di sisi lain keuskupan Manokwari-Sorong hanya memiliki 4 Sekolah Menengah Pertama Katolik dan 2 Sekolah Menengah Atas Katolik. Situasi seperti ini tentu sangat jauh dari usaha untuk memajukan pendidikan di tanah Papua.

Menambah jumlah sekolah menjadi hal yang urgen tetapi hal itu tidak akan membawa arti yang positif jika tidak dilandasi dengan komitmen pemberdayaan mutu. Tanpa komitmen ini maka sadar atau tidak Gereja Katolik sedang "berjalan bersama" memperpanjang deret sekolah yang kurang bermutu. Dari situasi inilah, maka dirasakan perlunya kehadiran sebuah Seminar! yang tidak hanya mempersiapkan calon-calon agen pastoral tetapi juga ikut terlibat dalam upaya memberdayakan mutu pendidikan di Papua dengan menyelenggarakan Sekolah Menengah berpola Seminari. Maka pada tanggal 29 Juni 2005, Mgr. Datus Lega, Pr (Uskup ketiga Keuskupan Manokwari-Sorong) mendirikan sebuah Seminari dengan nama lengkap Seminari Petrus van Diepen Sorong. Tahun ini (2010) Seminari Petrus van Diepen memasuki lustrum pertama.

(24)

Seminari Petrus van Diepen adalah sebuah model Seminari menengah yang terbuka. Sejak angkatan kedua (2006), sekolah menerima siswa putri dan juga siswa/I dari Protestan dan Muslim untuk memberikan nuansa pergaulan para remaja yang wajar bagi para seminaris. Para seminaris diharapkan agar tidak menjadi malu dan canggung untuk bertegur sapa dengan kaum wanita maupun yang berbeda keyakinan sejak awal proses pendidikan. Hal ini tentu akan sangat berguna jika kelak mereka memiliki hati untuk menjadi imam karena dalam medan pelayanan mereka harus berhadapan dengan semua orang secara wajar.

Tujuan Pendirian Seminari

Seminari Petrus van Diepen didirikan untuk menanggapi situasi perkembangan pendidikan di Papua dengan turut mengambil bagian mempersiapkan, menciptakan dan pemberdayaan sumber daya manusia.

Menanggapi permintaan kaum muda yang merasa terpanggil untuk belajar dan mempersiapkan diri menjadi imam.

Mendidik Seminaris menjadi imam yang akan berkarya membangun Gereja, khususnya keuskupan Manokwari-Sorong.

Nama, Lambang dan Motto 1. Nama

Nama lengkap seminari adalah Seminari Petrus van Diepen Sorong. Nama diambil dari nama Mgr. Petrus van Diepen OSA, seorang misionaris Augustin pertama yang berkarya di Papua dan juga menjadi Uskup pertama Keuskupan Manokwari-Sorong. Beliau yang lahir 20 April 1917 di Hoogwoud-belanda telah meletakkan dasar pelayanan pastoral bagi umat dan masyarakat Papua. Penamaan seminari dengan namanya bermaksud menyadarkan seminaris agar meneruskan karya pelayanan yang telah dirintisnya.

(25)

2. Logo dan Motto

Merpati putih melambangkan Roh Kudus yang menaungi Seminari yang lahir dari rahim Papua. Bola bumi yang melingkari Papua Indonesia merupakan pijakan kaki Seminari menjangkau dan menyatu dengan Gereja universal. Alkitab dan salib menjadi sumber inspirasi perjuangan dan pelayanan. Poligon bersegi lima menandakan persatuan dalam keanekaan sebagai cerminan mottonya.

Motto Seminari: Cor Unura et Anima Una, sehati sejiwa Pelindung: Mgr. Petrus van Diepen OSA.

BAB II VIVI DAN MISI

SEMINARI PETRUS VAN DIEPEN

A. Visi

Terbentuknya citra seminaris yang cerdas secara utuh dan matang dalam segi spiritual, intelektual dan mental-moral demi terwujudnya calon agen pastoral yang dapat mengabdi Gereja dan bangsa.

Pedoman Pembinaan SPvD4

B. Misi

1. Memberdayakan para seminaris untuk mencintai pencerdasan dalam segi spiritual (sanctitas), intelketual (sciencia) dan fisik-mental-moral (sanitas) demi terwujudnya calon agen pastoral yang mengabdi Gereja dan Bangsa.

2. Menghadirkan komunitas pembelajar yang bercita rasa Katolik: mengutamakan mutu dan memberdayakan pembelajar yang terbuka dan toleran dalam membentuk kebersamaan sosial yang beragam

3. Menanamkan dalam diri seminaris mentalitas agen pastoral yang tahan uji dan berbakti bagi Gereja dan Bangsa

(26)

4. Mengembangkan pribadi dewasa dan utuh melalui pengalaman berelasi, refleksi, aksi dan evaluasi secara berkelanjutan.

C. Strategi

Untuk mencapai harapan yang termaktub dalam visi misi di atas, maka seminari Petrus van Diepen memilih model seminari terbuka dengan ciri hidup berasrama (bagi yang Katolik) dan bersekolah bersama siswa-siswi yang berdominsili di sekitar seminari. Hal ini dimaksudkan agar seminaris mampu menentukan sikap yang tepat terhadap keluarga dan masyarakat dan membentuk identitas diri sebagai seminaris yang mampu memberikan kesaksian kepada masyarakat.

Karena itu dengan diterimanya seorang remaja masuk seminari maka seminaris dan orang tuanya menyatakan setuju dengan visi misi seminari. Ini berarti ia bersedia untuk dibimbing dan dibina serta melaksanakan bimbingan yang diberikan oleh pendamping di Seminari dengan sikap terbuka. Bila dalam perjalanan waktu, Seminaris tidak mampu menyesuaikan diri apa yang menjadi arah dasar pembinaan maka ia tidak diperkenankan untuk melanjutkan pendidikan di lembaga ini. Pendidikan seminaris merupakan tanggung jawab bersama baik Uskup, Pastor Paroki, pemerintah, umat maupun orang tua dan staf seminari. Staf seminari bertanggung jwab menyelenggarakan pendidikan dan pembinaan sedangkan orang tua bertanggung jawa atas biaya asrama, pendidikan dan kesehatan.

BAB III

PROFIL LULUSAN SEMINARI PETRUS VAN DIEPEN

Lulusan Seminari Menengah Petrus van Diepen adalah seorang manusia dewasa secara manusiawi dan Kristiani pada tingkatnya serta diperlengkapi dengan kemampuan untuk belajar hidup secara mandiri dan reflektif menuju pribadi yang berpola pada hidup Yesus Kristus

(27)

(Bdk. Pedoman Pembinaan Calon Imam di Indonesia 2001, hal. 31). Pribadi yang demikian memiliki ciri-ciri:

- Memiliki sikap yang terbuka - Memiliki semangat pelayanan - Mampu berefleksi

- Peduli terhadap sesama dan lingkungan yang dijiwai dengan hati nurani yang luhur dalam terang iman Kristiani

BAB IV FOKUS PEMBINAAN

1. Kelas Persiapan Bawah dan SMP

a. Seminaris merasa kerasan dengan tempat yang baru, teman baru dan suasana baru.

b. Seminaris memiliki pola hidup rohani yang teratur, sehat dan tekun dalam studi.

Kepada mereka diperkenalkan dengan tradisi hidup rohani, liturgi, dan devosi.

Selain itu mengembangkan budaya hidup sehat dan memperkenalkan cara belajar yang efektif dan efisien.

c. Belajar hidup berkomunitas dan memperkenalkan nilai-nilai hidup

d. Meningkatkan pengetahuan yang telah diterima di SD sebagai bentuk, psrsiapan memasuki SMP

e. Meningkatkan pengetahuan yang telah diterima di SMP sebagai bentuk persiapan memasuki SMA (KPB)

f Menanamkan rasa percaya diri g. Pengetahuan bahasa

2. Kelas I SMA

a. Mengikuti sepenuhnya kurikulum SMA kelas I

b. Memantapkan nilai dan kebiasaan yang sudah ditanamkan di KPB dan atau SMP

(28)

c. Seminaris mendalami hidup doa dan keheningan

d. Mengembangkan pribadi dewasa dan utuh melalui refleksi atas pengalaman dan dihidupi dalam aksi

e. Mampu mengatur waktu secara efektif untuk studi dan kegiatan ekstrakurikuler

3. Kelas II SMA

a. Seminaris mengikuti sepenuhnya kurikulum SMA kelas II

b. Seminaris mampu membuat pilihan mengambil keputusan sesuai dengan usianya

c. Memiliki sikap terbuka, tanggung jawab, berani berkorban d. Belajar berkomunikasi dengan baik

Pedoman Pembinaan SPvD6 4. Kelas III SMA

a. Seminaris mengikuti sepenuhnya kurikulum SMA kelas III b. Menegaskan dan memantapkan keputusan panggilan hidupnya c. Menyelesaikan ujian akhir dengan baik

d. Melanjutkan proses pembinaankejenjang yang lebih tinggi e. Mampu berkomunikasi dengan baik

5. KPA

a. Seminaris memiliki pola hidup yang mantap, sehat rohani dan jasmani sertatekun dalam studi

b. Siap melanjutkan proses pembinaan imamat pada jerijang yang lebih tinggi

c. Mampu mengambil keputusan dan memantapkan panggilan hidup imamatnya

(29)

BAB V

ASPEK-ASPEK KEGIATAN DAN PEMBINAAN

Acara harian di Seminari biasanya dimulai dan diakhiri dengan bunyi bel. Bel dibunyikan dengan tujuan untuk mengingatkan seminaris akan suatu kegiatan yang segera dilaksanakan. Tentu kesediaan untuk saling mengingatkan merupakan tindakan positif yang perlu dikembangkan agar semua acara dapat terlaksana pada waktunya dalam kebersamaan yang menggembirakan.

Acara harian di seminar dibuat bersama dengan tujuan untuk menata dan mengatur gerak hidup bersama sebagai sebuah komunitas. Acara-acara yang ada berkaitan erat dengan tiga bidang yang pokok yakni hidup rohani, hidup studi dan hidup komunitas.

A. ASPEK ROHANI

Melalui acara-acara rohani, seminaris dibimbing dan diarahkan untuk semakin beriman dan mengikuti pola hidup Kristus dan Maria. Mereka didampingi agar berkembang dalam hidup rohani dan memantapkan panggilan.

l. Ibadat Pagi/ Doa Pagi

Hari baru telah diterima dengan cuma-cuma, karena itu sebagai manusia artinya yang menerima rahmat itu sangat penting bagi seminaris untuk mengucap puji-syukur dan mempersembahkan diri serta segala rencana pada hari itu. Doa pagi merupakan doa komunitas yang dilaksanakan bersama setiap hari sehingga serta acara-acara yang melibatkan orang luar, seminaris wajib berpakaian resmi kemeja atau kaos berkerak dengan sepatu atau sandal sepatu.

2. Ekaristi

Ekaristi adalah sumber dan puncak hidup Gereja, "... terutama dari Ekaristi, mengalirlah rahmat, bagaikan dari sumbernya kepada kita, ... Sebagai pengudusan manusia dan pemuliaan Allah dalam Kristus, tujuan semua karya Gereja yang lain." (SC 10). Maka, usaha mengambil

(30)

bagian dalam perayaan Ekaristi merupakan wujud nyata kerinduan dan keinginan kita untuk dipersatukan dengan Kristus sang Guru Ilahi. Mengingat pentingnya Ekaristi maka selayaknya setiap hari para seminaris yang adalah calon pemimpin Gereja dan masyarakat mengambil bagian dalam Ekaristi agar semakin mengenal, mendalami, mencintai dan menyerupai Kristus yang terungkap dalam kata dan perbuatan.

3. Ibadat Pujian (Salve)

Salve diadakan pada setiap hari Selasa sore pukul 18.30. Melalui kegiatan ini diharapkan seminaris dapat memupuk rasa hormat kepada Yesus dalam Sakramen Mahakudus, kepada Hati Yesus yang Mahakudus dan kepada Bunda Maria.

4. Pengakuan Dosa

Pengakuan dosa komunitas diadakan minimal 3 x dalam setahun yakni menjelang Natal, Paskah dan Pesta Famili. Tentu jumlah ini sangatlah kurang, sehingga seminaris diharapkan dapat mencari waktu pribadi jika membutuhkan pelayanan pengakuan dosa. Melalui kegiatan ini, seminaris membangun kembali relasi pribadi mereka dengan Allah yang memanggil. Dalam Sakramen Tobat, rahmat Allah menjadi nyata dan memampukan seseorang untuk bangkit menjadi manusia baru dalam Kristus.

5. Doa Penutup (Completorium)

Ibadat penutup diadakan pada setiap hari Rabu dan Minggu pukul 20.00 WIT. Ibadat penutup adalah bagian dari ibadat resmi Gereja. Artinya dengan mengikuti ibadat ini, seminaris bersama seluruh Gereja mengucap syukur atas segala karunia yang Tuhan berikan selama hari yang telah berlalu.

6. Rekoleksi

Perkembangan hidup rohani, sosial maupun komunitas dapat berjalan sesuai dengan harapan bila terus dipupuk melalui kegiatan khusus yang

(31)

membantu seminaris untuk merefleksikannya melalui sebuah rekoleksi. Di seminari rekoleksi diadakan setiap 2 bulan sekali yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan situasi. Bahan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan seminari dan pemberi adalah salah satu staf pembina.

7. Buku Mingguan

Hidup akan semakin berarti bila setiap pengalaman direfleksikan terus-menerus dari hari ke hari. Segala yang direfleksikan itu baik gembira maupun sedih, baik keberhasilan maupun kegagalan perlu dituangkan dalam tulisan agar dapat dikenang dan dijadikan landasan bila suatu ketika seorang seminaris mengalami hal yang sama lagi.

8. Retret

Retret merupakan kesempatan berharga untuk kembali merefleksikan, kembali panggilan hidup. Di Seminari retret diadakan setahun sekali dan diberikan oleh para imam yang bukan staf pembina.

9. Aksi Panggilan

Seminaris turut melibatkan diri dalam "Aksi Panggilan" sehingga mereka dapat memberikan kesaksian atas panggilannya sebagai seminaris. Mereka juga dapat mengenal Gereja dan umat setempat serta menumbuhkan semangat merasul.

10. Membawakan Kata Pengantar dalam Ekaristi

Kata pengantar diberikan oleh seminaris Kelas II SMA dan KPA setiap hari Selasa, Jumat dan Sabtu pada saat misa kelompok SMA. Tugas ini diberikan untuk menumbuhkan semangat membaca dan mencintai Kitab Suci serta merefleksikannya. Buah dari refleksi itu dapat dibagikan kepada seminaris lain sehingga dapat saling memperkaya cita rasa hidup rohani.

B. ASPEK HIDUP STUDI (SCIENTIA)

1.Program pendidikan di Seminari Petrus van diepen

(32)

a. Pendidikan Kelas Persiapan Atas (KPA)

Program ini diberikan bagi siswa tamatan SMA dengan lamanya pendidikan 1 tahun. Seminaris yang menjalani program ini adalah mereka yang mau menjadi calon imam dan mempersiakan diri untuk memasuki Seminari Tinggi. Penerimaan calon melalui tarekat/keuskupan tertentu.

b. Pendidikan 6 tahun bagi lulusan Sekolah Dasar

Program ini diberikan bagi seminaris yang masuk seminari sejak tamat SD. Mata pelajaran yang diberikan disesuaikan dengan kurikulum nasional sambil memperhatikan kekhasannya. Artinya selain mata pelajaran umum seminari juga memberikan mata pelajaran khusus seperti liturgi, kitab suci dan bahasa latin.

c. Kelas Persiapan Bawah

Pendidikan KPB (Kelas Persiapan Bawah) adalah tahap persiapan sebelum masuk Sekolah Menengah Atas. Mata pelajaran yang diberikan pada tahun pertama adalah pengulangan bahan SMP kelas III (selama semester I) dan sebagian bahan SMA kelas I (selama semester II) dengan memberikan prioritas pada mata pelajaran IP A, matematika, bahasa dan pelajaran khas seminari (Kitab SuciS, Liturgi, Bahasa Latin). Setelah dia memasuki tahun II, III dan IV, mata pelajaran yang diberikan sama seperti Sekolah Menengah Atas kelas 1, 2 dan 3 pada umumnya. Pada tahun kedua mereka bergabung dengan seminaris yang memulai pendidikan di seminari sejak kelas 1 SMP.

Pada akhir tahun pelajaran, semua siswa dari pelbagai program harus memenuhi persyaratan kenaikan kelas yang umumnya dilihat dari nilai rata-rata yakni 7,0. Apabila dalam evaluasi ada siswa yang tidak memenuhi kriteria kenaikan kelas maka siswa yang bersangkutan dinyatakan tidak naik. Seminaris yang tidak naik kelas bisa mengajukan diri untuk kembali mengulamg kelas atau pindah ke sekolah lain dengan persetujuan orang tua atau wali.

(33)

2. Pelajaran Khas Seminari

Pelajaran khas seminari adalah pengetahuan-pengetahuan tertentu yang sungguh berciri khas Katolik dan diharapkan dapat menunjang tugas mereka sebagai pemimpin agama atau masyarakat kelak. Pelajaran itu misalnya: Kitab Suci, Bahasa Latin, Liturgi, Bina Vokalia. Pelajaran-pelajaran ini diberikan pada tinggat SMP, KPB dan KPA. Tingkat SMA diberikan pelajaran bahasa Latin, bahasa Jerman, juralistik dan Dramaturgi. Pelajaran-pelajaran ini diberikan pada waktu pagi, di antara kegiatan belajar mengajar sekolah karena dijadikan sebagai muatan lokal. Perlu diketahui bahwa seminari Petrus van Diepen seringkali mengalami kesulitan pada awal tahun pelajaran mengingat tamatan SD yang masuk seminari ada yang belum bisa menyesuaikan diri dengan pelajaran SMP. Karena itu sekolah mengambil kebijakan untuk mengadakan remidial sebagai bentuk pengulangan bahan-bahan pelajaran Sekolah Dasar - terutama mata pelajaran dasar seperti bahasa Indonesia, matematika dan IPA umumnya diberikan pada sore hari.

3. Studi

Agar siswa seminari memiliki pengetahuan yang luas maka waktu studi perlu mendapat tempat dalam acara komunitas. Mengingat pentingnya acara ini maka hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menyiapkan pelajaran hari berikut atau mengerjakan tugas yang diberikan oleh para guru. Untuk menunjang suasana belajar yang baik , semua seminaris wajib memperhatikan dan menjaga keheningan (silentium) pada waktu studi. Studi di luar jam pelajaran sekolah dilaksanakan 2 kali yakni pukul 17.00-19.00 untuk studi pertama dan pukul 20,00-21.00 untuk studi kedua.

Pada jam studi hendaknya setiap seminaris datang tepat waktu, duduk pada tempatnya masing-masing, dan tidak membuat keributan atau melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengganggu konsentrasi belajar dari seminaris yang lain. Bila ada waktu luang sangat diharapkan agar dipergunakan untuk belajar sendiri dengan tenang sebagai bentuk latihan hidup teratur dalam segala situasi.

(34)

4. Kegiatan Ekstrakurikuler Seminaris

Setiap pribadi memiliki minat dan bakat. Karena itu pengembangan minat dan bakat menjadi pilihan yang tidak bisa diabaikan dalam pola pembinaan seminari. Para seminaris perlu dan bahkan wajib mengembangkan keterampilan dan bakat teristimewa bakat-bakat yang nantinya akan sangat mendukung tugas dan pelayanannya kelak. Kegiatan-kegiatan itu antara lain; latihan dan tanggungan koor, latihan musik untuk mengolah rasa liturgis. Seminaris juga diberi kesempatan bergabung dalam kelompok teater untuk membangun rasa percaya diri. Mereka juga diwajibkan untuk membuat tulisan majalah dinding sebagai bentuk ekspresi pengungkapan ide dalam bentuk tulisan. Pengembangan minat dan bakat juga dapat tersalurkan dalam pertandingan dan perlombaan setiap bulan kitab suci (September) dan menjelang pesta keluarga (Maret-April). Selain itu seminari juga menyediakan waktu khusus untuk pengembangan kompetensi berbahasa Inggris dengan menjalankan program English Day setiap hari Sabtu. Perihal ekstrakurikuer selengkapnya dapat dilihat pada hal

C. ASPEK HIDUP KOMUNITAS

Seminaris maupun pembina menjalani hidup dalam komunitas dan dalam komunitaslah pribadi seorang seminaris dibentuk.

1. Kerja Tangan

Kerja tangan dilaksanakan sebagai bentuk tanggung jawab dan memupuk rasa memiliki (self of belonging) akan segala yang ada di komunias untuk dirawat dengan baik. Kerja tangan tersebut misalnya membersihkan unit, kamar makan, kamar mandi, taman dan juga kebun. Saat ini setiap unit memiliki kebunnya masing-masing dan sudah ditanami dengan berbagai tanaman seperti kasbi, jagung, lombok, pepaya, kacang panjang. Dalam program kerja tangan bukan hanya hasil yang dihargai tetapi juga sikap dan semangat selama kerja. Melalui kerja para seminaris dilatih dan ditanamkan sikap saling

(35)

melayani, membangun rasa solidaritas dan cinta kepada komunitas (Mereka adalah saudaraku dan inilah rumahku).

2. Olahraga

Jiwa yang sehat berada dalam badan yang sehat (men sana in corporae sano). Dengan berolahraga seminaris dapat menjaga kesehatan dan kesegaran jasmani. Jenis olahraga yang fasilitasnya telah disiapakan seminari adalah bola kaki, volley, basket, badminton dan pimpong. Acara olahraga menjadi kesempatan untuk mengembangkan bakat dan membangun relasi antara pribadi baik antara seminaris dengan seminaris maupun seminaris dengan pembina. Dalam berolahraga diharapkan dapat mengembangkan tekhnik bermain maupun membina sportivitas.

3. Perizinan

a. Perizinan Umum

Untuk menanamkan dan membina sikap sopan santun, jujur, terbuka dan taat kepada Pembimbing (Rektor, Prefek, Pamong Unit dan staf yang lain) para seminaris wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan mengenai perizinan sebagai berikut:

1. Kepada Rektor, izin:

Untuk pergi menginap lebihdari semalam (meninggalkan asrama) 2. Kepada Prefek, izin:

- Untuk pergi menginap satu malam

- Untuk berobat ke dokter atau ke rumah sakit

- Untuk menerima tamu di luar hari minggu kunjungan dan hari - Untuk mengadakan kerjasama dengan pihak di luar seminari

(kegiatan ekstrakurikuler)

- Untuk melakukan hal-hal yang perizinannya oleh pamong unit 3 . Kepada Pamong Unit, izin:

- Untuk mengadakan pertemuan luar biasa, di luar rutin

- Untuk bepergian ke luar selain hari libur. Setelah kembali dari bepergian, seminaris wajib memberitahu kepada pembimbing yang memberi izin bahwa sudah kembali

(36)

- Untuk tidak mengikuti pelajaran sekolah atau studi karena alasan tertentu agar pamong dapat menyampaikannya kepada pihak sekolah

- Untuk beristirahat di luar waktu yang disediakan karena sakit - Untuk tidak mengikuti acara-acara di seminari

- Untuk melakukan kegiatan yang perizinannya ditangani oleh Prefek apabila Prefek tidak ada ditempat

b. Penggunaan HP

- Seminaris tidak diperbolehkan memiliki HP pribadi

- Seminaris diperbolehkan menggunakan HP para pembina seijin Prefek, Pamong Unit atau staf seminari yang lain.

c. Acara Keluarga yang tidak diberi izin

Beberapa acara yang tidak perlu dihadiri seminaris: - Hari ulang tahun anggota keluarga

- Kematian kenalan

- Pemberkatan rumah Ibadat Sabda atau misa berkaitan dengan kepentingan keluarga dekat

- Penerimaan Sakramen Inisiasi (Baptis, Krisma, Ekaristi) saudara sekandung

- Acara-acara Paroki

d. Acara Keluarga yang diberi izin

- Ulang tahun perkawinan orang tua (10 tahun, 25 tahun, 50 tahun) - Kematian orang tua dan anggota keluarga sekandung

- Ibadat atau misa arwah peringatan kematian anggota keluarga sekandung

- Mengunjungi anggota keluarga sekandung atau orang tua yang dirawat di RS

- Keperluan kesehatan seminaris (check-up) - Peristiwa bencana alam

(37)

4. Seksi-Seksi

Seksi-seksi diadakan supaya semua seminaris diberi tanggung jawab atas bsri salah satu tugas. Ketua-ketua seksi dan anggotanya masing-masing berkewajiban mengkoordinasi dan memimpin pelaksanaan tugas yang dipercayakan kepada mereka. Mereka juga wajib memelihara dan menjaga segala hal yang berkaitan dengan tugas seperti alat-alat penunjang pelaksanaan seksi. Melalui penugasan dalam seksi-seksi mereka dilatih dan dibina untuk memiliki jiwa kepemimpinan, bertanggung jawab atas tugas dan pelayanan demi kelancaran hidup bersama dalam komunitas.

5. Instruksi, perbaikandan peneguhan

Dalam hidup komunitas selalu saja ada gesekan-gesekan yang dapat mengancam keharmonisan. Karena itu bila ada hal-hal yang perlu diluruskan dan diperbaiki maka Rektor, Prefek, Pamong Unit atau staf pembina yang lain dapat memberikan instruksi, perbaikan maupun peneguhan kepada seminaris baik kepada pribadi maupun konferensi komunitas. Kepada pribadi tertentu dapat dilakukan melalui pembicaraan pribadi tetapi kepada komunitas dapat diberikan pada saat Ekaristi, setelah doa penutup atau saat makan.

6. Rekreasi atau Hiburan

Rekreasi sangat diperlukan untuk menciptakan suasana yang menyegarkan dan akrab dalam hidup bersama. Pentingnya kegiatan ini maka sangat diharapkan kehadiran anggota komunitas teristimewa rekreasi terpimpin. Hal-hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan acara rekreasi adalah sebagai berikut:

1. Rekreasi di luar komunitas seperti piknik dapat dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan bersama minimal 2 kali dalam setahun

2. Rekreasi di dalam komunitas dapat diisi dengan menari, bermain kartu, catur atau menonton. Kesempatan menonton ialah

a. Pagi hari : hari Minggu dan hari libur pada pukul 10.00 - 12.30 WIT

(38)

b. Malam hari : hari Rabu dan Minggu setelah ibadat penutup - 23.00 WIT

c. Malam hari : Hari Minggu malam setelah ibadap penutup - 23.00 WIT

7. Liburan

Dalam setahun seminaris diberi kesempatan minimal sekali dengan maksud:

1. Mencari kesegaran baru dan beristirahat dari kegiatan sekolah 2. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri di luar

lingkungan kehidupan asrama Karena itu selama liburan hendaknva:

1. Kembali ke rumah masing-masing agar dapat bertemu orang tua dan anggota keluarga yang lain

2. Wajib memberitahukan kepada pastor paroki perihal liburannya 3. Membantu orang tua

4. Tetap membina hidup rohani; mengikuti Ekaristi, doa pribadi, doa keluarga

5. Membuat catatan kegiatan harian selama liburan dan dikumpulkan kepada prefek setelah liburan.

8. Kunjungan Keluarga atau Orang Tua

Orang tua atau keluarga dapat mengunjungi seminaris pada hari Minggu I dalam bulan. Kunjungan yang dijadwalkan ini berlaku untuk seminaris yang berasal dari Aimas, Sorong dan sekitarnya. Sedangkan untuk seminaris yang berasal dari tempat yang jauh dapat menerima kunjungan orang tua atau keluarga kapan saja jika keluarga sedang berada di Aimas, Sorong dan sekitarnya.

10. Fasilitas

Untuk menunjang segala kegiatan yang ada di seminari maka kehadiran fasilitas tentu sangat diharapkan. Fasiiitas yang telah tersedia mesti digunakan win.dan dirawat dengan penuh tanggung jawab sebagai wujud rasa memiliki. Fasiiitas yang ada adalah buah kebaikan dermawan, karena itu semua anggota komunitas wajib

(39)

menggunkannya sebagaimana mestinya. Seminaris dilarang mencoret, mengotori, merusak, menempelkan gambar-gambar. Bila ada kerusakan atau ada yang merusakkan sesuatu maka yang bersangkutan wajib melapor kepada Kepala sekolah jika itu terjadi di sekolah dan kepada Prefek w v atau Pamong Unit jika itu terjadi di asrama.

11. Sanksi

Pelanggaran atas segala peraturan atau tata tertib seminari perlu selalu ditindaklanjuti dengan memberikan sanksi. Sanksi yang diberikan merupakan kesempatan bagi seminaris untuk merenungkan kembali perbuatannya dan membangun niat untuk memperbaiki segala sikap dan cara hidupnya. Ada beberapa tahap dalam pemberian sanksi:

1. Tahap pertama: kerja (proyek):

Sanksi kerja diberikan kepada siswa jika tidak mengikuti misa, doa penutup, tidak ikut kerja kelompok tidak ikut latihan koor tanpa alasan yang jelas, bolos, mengambil buah-buahan tanpa ijinan pembina, punya alat elektronik, merokok.

2. Tahap kedua: pemanggilan oleh Prefek

Jika pada tahap pertama seminaris tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan dan bahkan semakin meningkat tingkat kesalahannya maka seminaris tersebut akan dipanggil oleh pamong unit atau Prefek untuk berbicara dari hati ke hati. Artinya seminaris perlu menyampaikan situasi yang sedang dialami atau latar belakang tindakannya sehingga pembina dapat secara tepat memberikan masukan yang berarti untuk kehidupannya. Pemanggilan ini dilakukan minimal 3 kali. Pada tahap ini siswa diminta untuk membuat refleksi atas hidupnya di seminari berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukannya. 3. Tahap ketiga: Surat Pernyataan

Setelah 3 kali dipanggil dan diberi masukan namun tetap tidak menunjukkan tanda-tanda positif maka seminaris wajib membuat surat pernyataan. Dalam surat itu seminaris wajib menyatakan kesediaannya untuk diberi sanksi yang lebih berat dan diberi

(40)

surat panggilan kepada orang tua atau wali jika tetap mengulangi kesalahan yang sama.

4. Tahap keempat: Pemanggilan orang tua

Pembinaan terhadap seminaris tidak hanya menjadi tanggung jawab staf pembina saja tetapi juga melibatkan pihak lain terutama orang tua atau wali seminaris. Karena itu orang tua atau wali perlu dihadirkan untuk secara langsung mendengar evaluasi pembina terhadap seminaris yang bersangkutan sehingga mereka dapat turut memberikan sumbang saran. Pada saat orang tua dipanggil sekali lagi seminaris wajib membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi pelanggaran dan siap menerima kredit poin jika pelanggaran terulang kembali. Surat pernyataan itu wajib juga ditandatangani orang tua atau wali.

5. Tahap kelima: Kredit poin

Kredit point adalah sebuah kebijakan pengumpulan nilai atas pelanggaran yang dilakukan seminaris sesuai dengan tingkatannya. Jumlah point yang berlaku adalah 500. Jika seminaris melewati poin yang ditetapkan maka secara otomatis dia dikeluarkan dari asrama. Adapun poin-poin yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

1. Tidak mengikuti Ekaristi: 50

2. Tidak mengikuti doa penutup, Rosario, latihan koor: 25 3. Bolos dan nginap: 25

4. Bolos tanpa nginap: 20 5. Memiliki HP, MP3: 25 6. Tidak kerja: 25

7. Berkelahi dengan teman: 25

6. Tahap keenam; Dikembalikan kepada Orang Tua

Tahapan-tahapan yang dilakukan di atas tentu menyita perhatian dan kesabaran. Namun ketika semua tahapan di atas sudah dilalui dan tidak menghasilkan perubahandan perbaikan maka seminaris yang bersangkutan akan dikembalikan kepada orang tua.

(41)

Catatan:

1. Seminaris yang merusak atau menghilangkan fasilitas seminari diberi sanksi untuk menggantikan barang yang dirusakkan atau dihilangkan

2. Pelanggaran dengan sanksi langsung pada tahap II (pemanggilan oleh Prefek) adalah menyimpan VCD/DVD.

3. Pelanggaran dengan sanksi langsung pada tahap III (surat pernyataan) adalah menantang, melecehkan dan tidak menaruh hormat pada Rektor, Prefek, Pamong Unit, Staf dan karyawa seminari, asusila.

4. Pelanggaran dengan sanksi langsung pada tahap IV (pemanggilan orang tua atau wali) adalah minum minuman keras, narkoba 5. Pelanggaran dengan sanksi langsung pada tahap VII

(dikembalikan kepada orang tua) adalah mencuri, memukul Rektor, Prefek, Pamong Unit, Staf Pembina dan karyawan seminar!

A. Peraturan dan TataTertib Seminar! Silentium (Keheningan)

a. Keheningan harus selalu diusahakan selama seminaris berada di kelas, lingkungan unit, kapel, perpustakaan.

b. Keheningan harus selalu diusahakan setelah ibadat penutup

c. Seluruh aktivitas seminaris berhenti paling lambat pukul 23.00 WIT

3. Makan Minum

a. Seminaris wajib makan bersama baik makan pagi, siang maupun malam

b. Seminaris tidak diperkenankan makan di luar kamar makan kecuali karena sakit

c. Wajib memiliki dan merawat alat-alat makan

d. Tidak diperkenankan menggunakan alat makan orang

4. Studi

Referensi

Dokumen terkait

pemberitaan media massa tentang iklan layanan masyarakat sekolah gratis.. Kegunaan penelitian ini adalah Secara teoritis penelitian ini dapat

Daman Setiawan L 100090079 PENGARUH KETERBUKAAN DIRI ANAK KEPADA ORANG TUA DAN GAYA MENDIDIK ORANG TUA TERHADAP KENAKALAN ANAK DI SEKOLAH (Studi Korelasi di SMAN 2 Karanganyar

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan bentuk kepedulian pemerintah di dunia pendidikan, sedangkan motivasi orang tua merupakan bentuk kepedulian orang tua kepada

Secara umum didapatkan distribusi sampel yang tidak memiliki gangguan kecemasan pada setiap kategori di masing-masing variabel lebih tinggi dibandingkan dengan

Kelebihan pertemuan antara orang tua dan sekolah adalah dapat meningkatkan prestasi siswa dan orang tua mengetahui keadaan siswa di sekolah, sedangkan kelemahan

Akibat yang nyata dari kenakalan remaja tersebut adalah berkurangnya minat dalam mengikuti pelajaran di sekolah, karena anak-anak tersebut sibuk memikirkan bagaimana cara

Dari berbagai pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa kemitraan efektif adalah sesuatu yang mutlak dilakukan oleh sekolah dalam membetuk karakter siswa karena dengan

Berdasarkan hasil wawancara mengenai pola komunikasi orang tua dalam mendidik kesantunan berbahasa anak usia sekolah dasar menunjukan adanya berbagai jenis prinsip