• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI PEMANFAATAN UDANG (Peanaeus sp.) DAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) RUCAH SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PAKAN IKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI PEMANFAATAN UDANG (Peanaeus sp.) DAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) RUCAH SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PAKAN IKAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PEMANFAATAN UDANG (Peanaeus sp.) DAN RAJUNGAN (Portunus

pelagicus) RUCAH SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PAKAN IKAN

Caesar Mahendra*, Luthfi Assadad dan Naila Zulfia

Loka Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan Jl. Imogiri Barat KM 11.5, Jetis Bantul DI Yogyakarta 55781

*E-mail: mekanisasikp@kkp.go.id Abstrak

Telah dilakukan sebuah penelitian ini untuk mendapatkan data potensi pemanfaatan udang dan rajungan rucah sebagai bahan baku alternatif pakan ikan. Material berupa udang dan rajungan rucah masing-masing diproses menjadi tepung dengan tahap utama berupa pengukusan dan tahapan lanjutan berupa penggilingan, pengeringan dan penepungan. Tepung yang diperoleh dianalisis dengan parameter pengujian mengacu Standar Nasional Indonesia SNI 01 -2715-1996/Rev.92. Kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, kalsium, fosfor, dan NaCl untuk tepung udang berturut-turut sebesar 7,007%, 48,387%, 45,612%, 3,783%, 5,324%, 7,359%, 4,880%, 1,070%, 7,359%, 4,880%, dan 1,070%. Kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, kalsium, fosfor, dan NaCl untuk tepung rajungan berturut-turut sebesar 6,456%, 47,836%, 35,910%, 1,000%, 11,517%, 15,747%, 1,108%, 5,044%, 15,747%, 5,044%, dan 1,108%. Hasil pengujian mikrobiologi untuk kedua jenis tepung negatif Salmonella dan memenuhi persyaratan SNI. Secara umum, tepung udang dan rajungan memiliki potensi yang baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif pakan ikan.

Kata kunci: pakan ikan, rajungan rucah, udang rucah Pengantar

Tepung ikan merupakan produk penting industri perikanan untuk menunjang usaha peternakan dan budidaya perikanan. Tepung ikan menjadi komponen utama sumber protein dalam formulasi pakan. Hal ini mengingat kandungan protein pada ikan yang cukup besar dan mencapai lebih dari 20% (Irianto dan Soesilo, 2007). Sejalan dengan berkembangnya industri peternakan dan budidaya perikanan, kebutuhan tepung ikan selalu meningkat. Permintaan tepung ikan berkisar antara 150.000 200.000 ton per tahun, dan diprediksi setiap tahunnya mengalami kenaikan 10-15%. Dengan produksi lokal sekitar 45.000 ton, kebutuhan tepung ikan di dalam negeri harus dipenuhi dari impor (Kusumo, 2012; Poernomo, 2013; Nurhayat, 2013). Impor bahan baku pakan, terutama tepung ikan setiap tahunnya mencapai 35% dari total impor perikanan (Poernomo, 2013). Sampai saat ini tepung ikan masih diimpor dari b eberapa negara seperti Chili, Peru dan Thailand (Sunarya dan Djazuli, 1998), dimana Indonesia memiliki banyak potensi perikanan yang dapat dimanfaatkan menjadi tepung ikan, misalnya udang dan rajungan rucah.

Udang dan rajungan merupakan komoditas penting perikanan di tingkat internasional (Handoyo, 2011; Jauhari, 2015). Namun demikian, terdapat sejumlah besar udang maupun rajungan yang tidak laku terjual oleh pemasar ikan lokal, baik karena kualitas yang tidak memenuhi standar maupun penurunan daya beli konsumen (Agustina et al., 2014). Udang dan rajungan yang tidak laku terjual ini nilai ekonomisnya menjadi turun, tidak layak dikonsumsi manusia dan dapat dikategorikan sebagai udang dan rajungan rucah (Murtidjo, 2001).

Melihat besarnya potensi udang dan rajungan rucah, serta kebutuhan akan sumber-sumber baru untuk bahan baku pakan ikan, maka penelitian ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data potensi pemanfaatan udang dan rajungan rucah sebagai bahan baku alternatif pakan ikan.

(2)

Bahan dan Metode Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari udang dan rajungan rucah yang diperoleh dari pasar ikan di pantai Depok - Bantul DIY; sedangkan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu coolbox, timbangan, penjepit ikan, pisau, serok, kompor, pengukus, ember, nampan dan termometer (Lutron TM-946, Taiwan dengan ketelitian 0,1 °C).

Bahan dan peralatan lain yang digunakan yaitu bahan dan peralatan untuk pengujian kimia, sensori dan mikrobiologi berdasarkan SNI 01-2715-1996/Rev.92, SNI 01-2346-2006, dan SNI 01-2332.2-2006.°

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Loka Penelitian dan Pengembangan Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LPPMPHP) pada bulan Februari 2015. Pengujian kimia dilakukan di Laboratorium Kimia, Biokimia Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada; pengujian sensori dilakukan di Laboratorium uji fisik LPPMPHP dan pengujian mikrobiologi (kandungan Salmonella) dilakukan di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Dinas Kelautan dan Perikanan DI Yogyakarta. Prosedur Kerja

Pembuatan Tepung (modifikasi dari Susanto dan Nurhikmat (2008), Sriharti dan Sukirno (2003), Irianto dan Giyatmi (2009)).

Bahan (udang/rajungan) dicuci menggunakan air, lalu dikukus dengan menggunakan alat pengukus selama 30 menit. Selanjutnya, dilakukan proses penirisan dan penggilingan dengan menggunakan grinder. Material dalam kondisi lumat kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 hari hingga kering (estimasi kadar air w/w = 10%). Kemudian, dilakukan proses penepungan dengan menggunakan blender. Selama proses pengukusan dilakukan pengukuran suhu (°C) setiap 5 menit, dan dilakukan proses penimbangan pada setiap proses yang

dilakukan. Prosedur kerja tersebut di atas disajikan pada Gambar 1.

Tepung yang sudah dihasilkan kemudian dianalisis berdasarkan parameter SNI 01-2715-1996/Rev.92, yang terdiri dari pengujian kimia (kadar air, abu, protein kasar, lemak, serat kasar, kalsium, fosfor, dan NaCl), pengujian mikrobiologi (kandungan Salmonella menggunakan metode kualitatif yang mengacu pada SNI 2332.2-2006), dan pengujian sensori (SNI 01-2346-2006).

(3)

Gambar 1. Proses pembuatan tepung (modifikasi dari Susanto dan Nurhikmat (2008), Sriharti dan Sukirno (2003), Irianto dan Giyatmi (2009)).

Hasil dan Pembahasan

Pembuatan tepung udang dan rajungan rucah dilakukan dengan cara dikukus selama 30 menit. Tepung udang dan rajungan rucah yang diperoleh mempunyai kenampakan sebagaimana disajikan pada Gambar 2, dimana berdasarkan kenampakan warna menunjukkan warna khas tepung ikan.

Gambar 2. Tepung udang dan rajungan rucah. Suhu Percobaan BAHAN (Udang/Rajungan) PENGUKUSAN 30 menit, 1 atm PENIRISAN PENGGILINGAN menggunakan grinder PENGERINGAN Sinar matahari, 2-3 hari

PENEPUNGAN menggunakan blender

TEPUNG (Udang/Rajungan)

(4)

Suhu pengukusan yang digunakan 100°C dengan suhu awal pemasakan untuk udang sebesar

99,1°C dan rajungan sebesar 89,2°C. Suhu awal pemasakan yang berbeda terkait dengan

proses buka-tutup saat pemasukan bahan baku ke dalam alat pengukus. Namun demikian, suhu rata-rata pada saat pengukusan 100°C. Kondisi ini sudah ideal untuk proses pengukusan

yang dilakukan pada kondisi 1 atm. Kurva suhu pemasakan tepung udang dan rajungan disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurva suhu pemasakan tepung udang dan rajungan. Rendemen

Penurunan bobot bahan material terjadi selama proses pengolahan dan pada saat pengeringan. Sebagian material larut dalam proses pengukusan dan pada saat pengeringan kadar air untuk tepung udang dan rajungan berkurang, sehingga diperoleh persentase hasil rendemen yang lebih sedikit dibandingkan bobot awal. Persentase bobot awal bahan yang diproses dianggap 100%, dengan rendemen akhir tepung udang dan rajungan masing -masing sebesar 15,87% dan 23,20%. Nilai rendemen akhir ini merupakan nilai yang wajar dan bersesuai dengan penelitian sebelumnya dengan menggunakan bahan baku ikan rucah. Saleh et al. (1986) menyatakan bahwa rendemen tepung ikan dengan bahan baku ikan rucah sebesar 16,53%. Kurva penyusutan bobot selama proses pengolahan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Kurva penyusutan bobot. 80 85 90 95 100 105 0 5 10 15 20 25 30

Waktu Pemasakan (menit)

Udang rajungan 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 Proses Udang Rajungan

(5)

Kadar Air

Kadar air yang diperoleh rata-rata sebesar 7,007% untuk tepung udang dan 6,456% untuk tepung rajungan. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu kadar air tepung ikan mutu III maksimum adalah 12%. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saleh et al. (1986) menunjukkan bahwa kandungan air pada tepung ikan rucah sebesar 6,63%. Kadar air dalam produk akan mempengaruhi daya tahan produk terhadap berkembangnya mikroba. Jumlah air bebas dalam bahan makanan dapat digunakan sebagai media pertumbuhan ole h mikroorganisme (Winarno, 1997). Histogram kadar air tepung udang dan rajungan disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Histogram kadar air tepung udang dan rajungan. Kadar Abu

Kadar abu yang diperoleh rata-rata sebesar 48,387% untuk tepung udang dan 47,836% untuk tepung rajungan. Hasil ini berada di atas nilai maksimum yang dipersyaratkan SNI. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) kadar abu tepung ikan maksimum adalah 30%. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saleh et al. (1986), menghasilkan tepung ikan rucah dengan kadar abu sebesar 22,29%. Fawzya et al. (2004) melaporkan kandungan abu pada rajungan segar sebesar 53,38%. Tingginya nilai kadar abu ini terkait dengan keberadaan cangkang pada udang dan rajungan. Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu berhubungan dengan kandungan mineral suatu bahan dan jika ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk asli adalah sangat sulit. Oleh karena itu biasanya dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebu t yang dikenal dengan pengabuan. Histogram kadar abu tepung udang dan rajungan disajikan pada Gambar 6.

6,00 6,20 6,40 6,60 6,80 7,00 7,20

Sumber Bahan Baku

Udang Rajungan

(6)

Gambar 6. Histogram kadar abu tepung udang dan rajungan. Kadar Protein

Kadar protein yang diperoleh rata-rata sebesar 45,612% untuk tepung udang dan 35,910% untuk tepung rajungan. Kadar protein tepung mutu III menurut SNI adalah 45%, sedangkan kadar protein tepung hasil penelitian ini untuk udang di atas 45% dan rajungan di bawah 45%, sehingga kadar protein tepung udang hasil penelitian memenuhi SNI. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saleh et al. (1986), menghasilkan tepung ikan rucah dengan kadar protein sebesar 70,05%. Semakin menurun mutu bahan mentah, semakin rendah kadar protein dari tepung yang dihasilkan. Histogram kadar protein tepung udang dan rajungan disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Histogram kadar protein tepung udang dan rajungan. Kadar Lemak

Kadar lemak yang diperoleh rata-rata sebesar 3,783% untuk tepung udang dan 1,000% untuk tepung rajungan. Kadar lemak maksimum tepung yang baik menurut SNI adalah 12%, sedangkan kadar lemak tepung hasil penelitian ini di bawah 12%, sehingga kadar lemak tepu ng udang dan rajungan rucah hasil penelitian memenuhi SNI, serta bersesuaian dengan penelitian

47,400 47,600 47,800 48,000 48,200 48,400 48,600

Sumber Bahan Baku

Udang Rajungan 0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 50,000

Sumber Bahan Baku

Udang

(7)

sebelumnya yang dilakukan oleh Saleh et al. (1986), yang menghasilkan tepung ikan rucah dengan kadar lemak sebesar 5,86%. Proses pengukusan adalah untuk memudahk an keluarnya lemak, karena pada suhu tinggi lemak akan mencair sehingga mudah dikeluarkan. Salah satu sifat lemak adalah apabila terkena panas yang terlalu lama dapat mengakibatkan penurunan kadar lemak yang banyak. Histogram kadar lemak tepung udang dan rajungan disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Histogram kadar lemak tepung udang dan rajungan. Kadar Serat

Kadar serat yang diperoleh rata-rata sebesar 5,324% untuk tepung udang dan 11,517% untuk tepung rajungan. Kadar serat kasar maksimum tepung yang baik menurut SNI adalah 3%, sedangkan kadar lemak tepung hasil penelitian ini di atas 3%, sehingga kadar serat kasar tepung hasil penelitian, baik tepung udang maupun tepung rajungan, tidak memenuhi SNI. Histogram kadar serat tepung udang dan rajungan disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Histogram kadar serat tepung udang dan rajungan. 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500

Sumber Bahan Baku

Udang Rajungan 0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000

Sumber Bahan Baku

Udang

(8)

Kadar Kalsium (Ca), Fosfor dan NaCl

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase k adar kalsium (Ca), fosfor dan NaCl untuk tepung rajungan berturut-turut sebesar 15,747%, 5,044%, dan 1,108%. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan kadar kalsium (Ca), fosfor dan NaCl untuk tepung udang. Hal ini diduga terkait dengan keberadaan cangkang pada sampel rajungan yang diproses. Cangkang rajungan mengandung mineral terutama kalsium dan fosfor masing -masing sebesar 19,97% dan 1,81% (Multazam, 2002). Hasil pengujian selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kadar Kalsium (Ca), Fosfor dan NaCl

No Produk Kalsium (%) Fosfor (%) NaCl (%)

1 Tepung udang rucah 7,359 4,880 1,070

2 Tepung rajungan rucah 15,747 5,044 1,108

Mikrobiologi

Pengujian mikrobiologi untuk kandungan Salmonella menggunakan metode kualitatif yang mengacu pada SNI 01-2332.2-2006. Pengujian terhadap tepung udang dan rajungan menunjukkan hasil yang negatif dan memenuhi persyaratan SNI 01 -2715-1996/Rev.92. Hasil ini bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan Saleh et al. (1986) untuk tepung ikan dengan menggunakan bahan baku ikan rucah. Hasil pengujian selengkapnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil pengujian mikrobiologi

No Produk Hasil Pengujian

1 Tepung udang rucah Negatif

2 Tepung rajungan rucah Negatif

Organoleptik

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai kenampakan, bau dan tekstur untuk tepung udang berturut-turut sebesar 3,40, 3,00, dan 4,20; sedangkan untuk tepung rajungan berturut -turut sebesar 4,87, 3,40 dan 4,87. Nilai minimum pengujian organoleptik tepung ikan menurut SNI 01-2715-1996/Rev.92 sebesar 6. Dengan demikian, tepung udang dan rajungan rucah yang dihasilkan dari percobaan ini belum memenuhi persyaratan SNI tersebut. Hasil pengujian organoleptik dari tepung udang dan rajungan rucah ini juga masih di bawah hasil organoleptik tepung ikan rucah yang dihasilkan dari penelitian Saleh et al. (1986) dengan nilai sebesar 4,90. Histogram nilai organoleptik tepung udang dan rajungan disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Histogram nilai organoleptik tepung udang dan rajungan. 3,40 3,00 4,20 4,87 3,40 4,87 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

Kenampakan Bau Tekstur

Parameter

Udang Rajungan

(9)

Kesimpulan

Tepung udang dan rajungan memiliki potensi yang baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif pakan ikan. Tepung yang diperoleh dianalisis dengan parameter pengujian mengacu Standar Nasional Indonesia SNI 01-2715-1996/Rev.92. Kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, kalsium, fosfor, dan NaCl untuk tepung udang berturut-turut sebesar 7,007%, 48,387%, 45,612%, 3,783%, 5,324%, 7,359%, 4,880%, 1,070%, 7,359%, 4,880%, dan 1,070%. Kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, kalsium, fosfor, dan NaCl untuk tepung rajungan berturut-turut sebesar 6,456%, 47,836%, 35,910%, 1,000%, 11,517%, 15,747%, 1,108%, 5,044%, 15,747%, 5,044%, dan 1,108%. Hasil pengujian mikrobiologi untuk kedua jenis tepung negatif Salmonella dan memenuhi persyaratan SNI. Hasil pengujian organoleptik tepung udang dan rajungan yang dihasilkan dari percobaan ini belum memenuhi persyaratan SNI.

Daftar Pustaka

Agustina, E.R., A.K. Mudzakir, T. Yulianto. 2014. Analisis distribusi pemasaran rajungan (Portunus pelagicus) di desa Betahwalang kabupaten Demak. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology Volume 3(3): 190 199.

Angka, S.L., M.T. Suhartono. 2000. Bioteknologi hasil laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 149 hal.

Fawzya, Y.N., D.S. Zilda, Mulyasari, E. Chasanah, D.A. Oktavia, S. Wibowo, Suparno. 2004. Riset produksi kitosan dan derivatnya serta uji aplikasinya [laporan teknis]. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Handoyo, A.W. 2011. Kepiting dan rajungan semakin diminati di pasar internasional, [online]. (http://industri.kontan.co.id/news/kepiting-dan-rajungan-semakin-diminati-di-pasar-internasional, diakses tanggal 10 Juli 2015).

Irianto, H.E., I. Soesilo. 2007. Dukungan teknologi penyediaan produk perikanan. Makalah pada Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia 2007. Bogor.

Irianto, H.E., S. Giyatmi. 2009. Teknologi pengolahan hasil perikanan. Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta. p 7.1 7.51.

Jauhari, A. 2015. Ekspor rajungan Indonesia sumbang Rp 5 triliun. [online] (http://aceh.antaranews.com/berita/23421/ekspor-rajungan-indonesia-sumbang-rp5-triliun, diakses tanggal 10 Juli 2015).

Kusumo, G. 2012. Bahan baku pakan: Indonesia butuh 150.000 ton tepung ikan per tahun, [online] (http://industri.bisnis.com/read/20120511/99/76707/bahan-baku-pakan-indonesia-butuh-150-dot-000-ton-tepung-ikan-per-tahun, diakses tanggal 15 Mei 2015).

Multazam. 2002. Prospek pemanfaatan cangkang rajungan ( Portunus sp.) sebagai suplemen pakan ikan [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Murtidjo, B.A. 2001. Beberapa metode pengolahan tepung ikan. Kanisius. Yogyakarta. 77 hal. Nurhayat, W. 2013. 75% Kebutuhan tepung ikan masih impor, [online].

(http://finance.detik.com/read/2013/12/30/125305/2453938/1036/75-kebutuhan-tepung-ikan-masih-impor, diakses tanggal 15 Mei 2015).

(10)

Poernomo, A. 2013. Sampai kapan tergantung pada tepung ikan? [Makalah tidak dipublikasikan].

Saleh, M., M.D. Erlina, A. Sari, N. Hak. 1986. Mendapatkan cara pengolahan tepung ikan. 2. Pengaruh mutu bahan mentah terhadap mutu dan daya awet tepung ikan. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No 55: 7 16.

SNI 01-2332.2-2006. Cara uji mikrobiologi bagian 2: Penentuan Salmonella pada produk perikanan. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. 28 hal.

SNI 01-2346-2006. Petunjuk pengujian organoleptik dan atau sensori. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. 136 hal.

SNI 01-2715-1996/Rev.92. Tepung ikan - bahan baku pakan. . Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. 5 hal.

Sriharti, Sukirno. 2003. Kajian teknologi dan ekonomi industri tepung ikan di Jawa Tengah. Prosiding Pemaparan Hasil Litbang IPT 2003. Buku I. Hal. A.173 - A.184.

Sunarya, N. Djazuli. 1998. Pengembangan tepung ikan di Indonesia. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan. Jakarta.

Susanto, A., A. Nurhikmat. 2008. Pengaruh proses perebusan, pengukusan dan pengepr esan terhadap kualitas tepung ikan. Prosiding Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. Hal. PP-05 1- 7.

Gambar

Gambar 1. Proses pembuatan tepung (modifikasi dari Susanto dan Nurhikmat (2008), Sriharti  dan Sukirno (2003), Irianto dan Giyatmi (2009))
Gambar 4. Kurva penyusutan bobot.
Gambar 5. Histogram kadar air tepung udang dan rajungan.
Gambar 7. Histogram kadar protein tepung udang dan rajungan.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu: (1) perencanaan pembelajaran harus dipersiapkan dengan baik dan matang, penentuan

Apabila terdapat perbedaan informasi dan ketentuan-ketentuan antara addendum ini dengan dokumen lelang, maka yang mengikat adalah addendum ini sedangkan informasi

Pada proses pengelasan menggunakan arus 100 A nilai kekerasan pada daerah HAZ mempunyai nilai paling kecil yaitu sebesar 232,1 HB tetapi pada saat pengelasan ada beberapa

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diketahui bahwa Kualitas Website (X) memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Kepercayaan (Z) sebesar 0,868 dengan t hitung

menganjurkan kepada kaum muslimin untuk menghidupkan malam- malam bulan Rama « ān dengan memperbanyak qiyamul-lail artinya bangun di malam hari melakukan ibadah, seperti Ç

Asosiasi Penangkar Tanaman merupakan asosiasi yang akan menerapkan alternatif strategi yang telah disusun berdasarkan hasil analisis lingkungan baik internal, yang

dukungan sosial yang diberikan keluarga kepada mantan pecandu narkoba dalam. mencegah

Setelah dilakukan pengamatan kondisi fisik atlet putri taekwondo Unit Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman pada hari kedua menstruasi dan pada saat tidak menstruasi dengan