• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN DAN DISEMINASI BEBERAPA VUB PADI (INPARI) MELALUI DEMPLOT SL-PTT PADA MUSIM HUJAN DI LAHAN SAWAH ALASTIANG BANYUANYAR PROBOLINGGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN DAN DISEMINASI BEBERAPA VUB PADI (INPARI) MELALUI DEMPLOT SL-PTT PADA MUSIM HUJAN DI LAHAN SAWAH ALASTIANG BANYUANYAR PROBOLINGGO"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN DAN DISEMINASI BEBERAPA VUB PADI (INPARI) MELALUI DEMPLOT

SL-PTT PADA MUSIM HUJAN DI LAHAN SAWAH ALASTIANG BANYUANYAR

PROBOLINGGO

Assessment and Dissemination of Selected New Rice Improved Varieties (Inpari)

through FS-ICM Demplot in Rainy Season in Wetland of Alastiang Banyuanyar

Probolinggo

Sugiono1, Kasmiyati1, dan Miskat Ramdhani2 1Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur

Jl. Raya Karangploso Km. 4, Malang

2

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Utara Jl. Komplek Pertanian Kusu Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan

E-mail: astro_bptp@yahoo.co.id

ABSTRACT

This study aimed to assess selected new rice improved varieties (Inpari) in field laboratory of the Field School-Integrated Crop Management in Alastiang, Banyuanyar, Probolinggo. The assessment was conducted in rainy season of 2011/2012. The study assessed selected new improved varieties: Inpari 1, Inpari 4, Inpari 7, Inpari 10, and Inpari 13, with Ciherang, which was cultivated by many farmers, served as control variety. Assessment method used was a randomized experimental design (RDB) with 4 replicates. The results of the assessment showed that the highest yield was Inpari 13 (8,640 tons/ha harvest-dry paddy [GKP]); significantly different from that of Inpari 7 (7.202 tons/ha GKP), Inpari 10 (7.125 tons/ha GKP), Inpari 1 (6.725 tons/ha GKP), and Inpari 4 (6.570 tons/ha GKP). The yield of Inpari 4 was not significantly different from that of Ciherang (5,845 tons/ha GKP). Intensive pest and disease attack observation was conducted during growth period until harvest time. It showed that brown planthopper attack appeared a week before harvest time. However, it could be controlled, so that it had no effect on production. Visual observations/scores based on SES IRRI showed that Inpari 1, Inpari 4, Inpari 7, and Inpari 10 were a bit vurnerable to brown planthopper, while Inpari 13 was moderately resistant and Ciherang was vulnerable. Blast disease appeared after flowering time. New improved varieties somewhat resistant to leaf blast and neck blast were Inpari 1, Inpari 4, Inpari 7, and Inpari 10; while Inpari 13 was somewhat susceptible to neck blast. Check variety Ciherang that was widely grown by farmers was vurnerable to blast leaves and neck blast, indicating durability allegedly began to fracture and the need for rotation with new varieties with high yield potential and moderate resistance to blast in rainy season. New varieties considered feasible to be adopted by farmers with B/C ratio above 1 was Inpari 1 (1.02), Inpari 10 (1.4), Inpari 7 (1.16), and Inpari 13 (1.59).

Keywords: FS-ICM, new improved varieties, Inpari, yield, B/C ratio

ABSTRAK

Studi ini merupakan pengkajian beberapa varietas unggul baru (VUB) padi Inpari (inbrida padi irigasi) di lokasi laboratorium lapang (LL) SL-PTT di Alastiang, Kecamatan Banyuanyar, Kabupaten Probolinggo. Pengkajian dilaksanakan pada musim hujan (MH) tahun 2011/2012. Perlakuan adalah Inpari 1, Inpari 4, Inpari 7, Inpari 10, Inpari 13, dan varietas pembanding/cek Ciherang yang banyak dibudidayakan petani; rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok (RAK) dengan 4 ulangan. Hasil ton/ha gabah kering panen (GKP) tertinggi adalah Inpari 13 (8,640 ton/ha), berbeda nyata dengan hasil Inpari 7 (7,202 ton/ha), Inpari 10 (7,125 ton/ha), Inpari 1 (6,725 ton/ha), dan Inpari 4 (6,570 ton/ha). Hasil VUB Inpari 4 tidak berbeda nyata dengan hasil terendah varietas cek Ciherang (5,845 ton/ha). Pengamatan hama penyakit dilakukan secara intensif selama pertumbuhan sampai menjelang panen. Hama yang muncul seminggu menjelang panen adalah WBC, namun dapat dikendalikan dan tidak berpengaruh terhadap produksi. Pengamatan visual/skor berdasarkan SES IRRI menunjukkan bahwa varietas Inpari 1, Inpari 4, Inpari 7, Inpari 10 agak rentan terhadap hama WBC; sementara Inpari 13 agak tahan sesuasi deskripsi; sedangkan varietas cek Ciherang rentan. Penyakit blas muncul waktu pertanaman setelah padi berbunga. VUB yang agak tahan terhadap blas daun (leaf blast) maupun busuk leher malai (neck blast) adalah varietas Inpari 1, Inpari 4, inpari 7, dan Inpari 10, sedangkan Inpari 13 agak

(2)

rentan terhadap neck blast. Varietas pembanding Ciherang yang banyak ditanam petani rentan blas daun dan busuk leher malai. Diduga ketahanan varietas Ciherang mulai patah dan perlu adanya pergiliran varietas dengan VUB yang mempunyai potensi hasil tinggi dan agak tahan blas pada MH. VUB yang layak diadopsi petani dengan B/C rasio di atas 1 adalah Inpari 1 (1,02), Inpari 10 (1,4), dan Inpari 7 (1,16), dan Inpari 13 yang mempunyai B/C rasio tertinggi (1,59).

Kata kunci: SL-PTT, VUB, Inpari, hasil, B/C rasio

PENDAHULUAN

Melalui Program Peningkatan Produksi Beras (P2BN) yang dimulai tahun 2007, kenaikan produksi beras harus mencapai minimal sebesar dua juta ton atau setara dengan 3,5 juta ton gabah dengan kenaikan sekitar 5% dari produksi tahun 2006 (Pinem dan Rahman, 2007). Upaya percepatan peningkatan produksi pangan termasuk beras dapat dilakukan, salah satunya dengan percepatan penyampaian teknologi tepat guna agar dapat diadopsi dan diaplikasikan oleh pengguna yakni Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Sumarno dan Suyamto (1998) menjelaskan bahwa tindakan PTT merupakan Good Agriculture Practice (GAP). Pendekatan pengelolaan usaha tani padi secara terpadu diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha tani padi yang selanjutnya akan memberi dampak pada peningkatan dan kesejahteraan petani.

Dalam periode 1999-2004 sejumlah inovasi teknologi telah banyak dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian antara lain ditandai dengan penemuan benih/bibit varietas unggul, model pola usaha tani, inovasi teknologi budi daya, pascapanen, dan mekanisasi pertanian yang beberapa di antaranya telah dirasakan manfaat dan dampaknya secara luas. Sejak tahun 2002 Badan Litbang Pertanian mengembangkan model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), khususnya pada tanaman padi. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan suatu usaha untuk efisiensi masukan produksi dan peningkatan hasil padi dengan memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak. PTT diterapkan dengan dasar empat prinsip: (1) PTT merupakan suatu pendekatan agar sumber daya tanaman, lahan dan air dapat dikelola dengan baik; (2) PTT memperhatikan unsur keterkaitan sinergis antarteknologi; (3) PTT memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial ekonomi petani; (4) PTT bersifat partisipatif, petani turut serta menguji dan memilih teknologi yang sesuai dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran. Dengan demikian, PTT bukan merupakan satu paket teknologi. Diharapkan dengan penerapan pendekatan PTT, inovasi teknologi hasil penelitian dapat diterima dengan lebih baik dan lebih cepat dipahami serta diadopsi oleh petani (Toha dan Guswara, 2008).

Penyediaan varietas unggul memegang peranan yang menonjol di antara teknologi-teknologi yang dihasilkan melalui penelitian, baik kontribusi terhadap peningkatan hasil per satuan luas maupun sebagai salah satu komponen utama dalam pengendalian hama dan penyakit. Selain itu, varietas unggul dinilai mudah diadopsi petani dengan tambahan biaya yang relatif murah dan memberi keuntungan langsung kepada petani (Puslitbang Tanaman Pangan, 2000). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah banyak melepas varietas unggul baru (VUB) yang potensi produksinya tinggi, tetapi kendala yang dihadapi semakin banyak di antaranya tingginya pengaruh faktor biotik (hama, penyakit) dan abiotik (kekeringan/kebanjiran), degradasi kesuburan tanah, dan penurunan input produksi terutama pupuk. Di samping itu, lahan persawahan semakin menurun sebagai akibat pengalihan fungsi lahan ke bidang nonpertanian (Abdurachman, 2006).

Tujuan pengkajian beberapa varietas unggul baru padi (Inpari) melalui demplot SL-PTT di laboratorium lapang (LL), pada musim hujan di lahan sawah Desa Alastiang, Banyuanyar, Probolinggo tahun 2011/2012 adalah untuk memperoleh informasi mengenai produksi, ketahanan hama, penyakit, dan B/C ratio VUB untuk memperoleh kelayakan usaha tani. Nantinya varietas yang unggul spesifik lokasi dapat diadopsi petani sebagai pergiliran varietas dan mendampingi varietas yang sudah lama dibudidayakan petani sehingga pendapatan dan kesejahteraan petani meningkat.

(3)

METODE PENELITIAN

Demplot penerapan PTT di lokasi LL SL-PTT dilaksanakan di Alastiang Desa Klenanglor, Kecamatan Banyuanyar, Probolinggo pada MH 2011/2012. Metoda Participatory Rural Appraisal (PRA) atau Pemahaman Pedesaan Secara Partisipatif (PPSP) digunakan untuk memperoleh data mengenai pengetahuan petani terhadap penerapan model PTT. Menurut Chambers (1992), metode PRA adalah suatu pendekatan untuk memahami desa secara partisipatif, di mana masyarakat desa secara bersama-sama menganalisis kondisi, potensi, dan masalah yang dihadapi masyarakat, serta merumuskan perencanaan dan kebijakan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

Komponen PTT yang digunakan adalah: 1) varietas unggul baru (VUB) yakni Inpari 1, Inpari 4, Inpari 7, Inpari 10, Inpari 13 dan Ciherang (cek); 2) benih bermutu dan sehat (bersertifikat); 3) penggunaan seed treatment; 4) penggunaan pupuk organik (2 ton/ha); 5) pemupukan anorganik N, P, K berdasar potensi hasil, Urea = 300 kg/ha (1 = 50%; 2 = BWD; 3 = BWD); NPK = 300 kg/ha (1 = 50%; 2 = 50%); ZA = 150 kg/ha (1 = 50%; 2 = 50%); 6) pengendalian hama dan penyakit sesuai OPT sasaran, dan monitoring berkala; 7) benih 25 kg/ha; 8) bibit muda (15-21 HSS) dan tanam bibit sedikit (2-3 bibit/lubang); 9) sistem tanam jajar legowo 2 : 1 = (20 x 10) x 40 cm; 10) atau legowo hasil kesepakatan yang masih sesuai akidah legowo dengan penambahan jumlah tanaman tepi, bukan pengurangan jumlah populasi. Penyiangan disesuaikan kondisi gulma dan menggunakan osrok.

Pengolahan tanah mulai dari disingkal, pemberian pupuk organik 2 ton/ha per musim (agar pupuk organik dapat tercampur rata dengan tanah); penggaruan, perataan tanah (dileler) satu hari sebelum tanam, dan dibuat parit drainase di sepanjang pinggiran dan di tengah petakan disesuaikan kondisi lahan. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanam/maksimal umur tanaman 1 minggu, dengan 150 kg Urea, 150 kg NPK Phonska/ha dan 75 kg KCI/ha. Pemupukan kedua dan ketiga umur 15 HST dan 30 HST yakni pupuk Urea menggunakan alat BWD. Pupuk ZA diberikan pada umur 15 HST dengan dosis 75 kg/ha.

Tabel 1. Varietas yang diuji dengan penerapan PTT di SL-PTT No. Varietas No. Varietas 1. Inpari 1 4. Inpari 10 2. Inpari 4 5. Inpari 13 3. Inpari 7 6. Ciherang (cek)

Keterangan: - Benih Inpari dari UPBS BPTP Jatim.

- Data varietas Ciherang diambil lokasi SL-PTT. - Inpari (Inbrida padi irigasi) untuk padi sawah.

Pembuatan persemaian dengan olah sempurna, dicampur dengan pupuk kandang dan abu masing-masing 2 kg/m2 (luas persemaian untuk 400 m2/ha). Pembibitan: benih 25-40 kg/ha (benih direndam dulu pada air garam 3%), yang mengapung dibuang, setelah itu direndam di dalam air biasa selama 24 jam. Benih dimasukkan ke dalam larutan insektisida Regent 2 cc/liter air. Pada umur 15 -21 HSS bibit siap tanam.

Pertanaman dilakukan penyiangan pertama 2-3 minggu, dilanjutkan penyiangan kedua (30 HST) dengan alat gosrok atau menurut kondisi gulma. Pemupukan dasar dan pemupukan pertama disesuaikan kondisi tanah, pupuk petama dengan 150 kg Urea, 150 kg NPK Phonska/ha dan 75 kg KCI/ha. Pemupukan kedua dan ketiga umur 15 HST dan 30 HST yakni pupuk Urea menggunakan alat BWD. Pupuk ZA diberikan pada umur dengan dosis 75 kg/ha. Pengamatan hama dan penyakit dilaksanakan secara visual di lapangan, berkala minimal seminggu sekali, dengan cara skore sesuai SES.IRRI (1996). Penilaian: 1) tahan, 3) agak tahan, 5) agak rentan, 7) rentan, 9) sangat rentan.

Metode Pengumpulan, Jenis, dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan secara partisipatif bersama petani agar petani lebih memahami pertumbuhan, perkembangan dan permasalahan yang terjadi. Data yang diambil meliputi data respon petani dan dampak demplot PTT serta eksisting petani, data teknis agronomis yakni pertumbuhan dan

(4)

hasil padi, data input output usaha tani di lokasi demplot LL PTT dan eksisting petani lokasi SL-PTT. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif, dan secara ekonomi dari penerapan teknologi dengan menggunakan pendekatan PTT dilakukan analisis kelayakan perubahan teknologi (Swastika, 2004), yaitu B/C rasio = Total Pendapatan/Total Pengeluaran

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan hasil pengamatan pengkajian VUB di LL, SL-PTT di Alastiang Desa Klenang Lor, Kecamatan Banyuanyar, Probolinggo pada MH 2011/2012. Dengan tanam pindah umur bibit 21 HSS, umur panen genjah ditunjukkan Inpari 13 (98,75 HSS) tidak berbeda nyata dengan Inpari 1 (100,75 HSS). Umur panen dalam ditunjukkan varietas cek Ciherang (106,50 HSS) tidak berbeda nyata dengan VUB inpari 4 (105,25 HSS), Inpari 7, dan Inpari 10 umur panen (100,5 HSS).

Tabel 2. Pengamatan umur panen, tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif

No. Varietas Umur panen (HSS) Tinggi tanaman (menjelang panen) Jmlh anakan produktif (menjelang panen) 1. Inpari 1 100,75 b 59,65 b 15,255 a 2. Inpari 4 105,25 a 59,93 b 14,625 a 3. Inpari 7 105,50 a 61,13 b 14,025 a 4. Inpari 10 105,50 a 60,25 b 15,050 a 5. Inpari 13 98,75 bc 64,83 a 15,887 a 6. Ciherang (cek) 106,50 a 61,40 b 13,675 a KK (%) 21,719 3,017 7,704

Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT. HSS: hari setelah sebar. Umur bibit: 21 HSS

Tinggi tanaman masing masing varietas, yang tertinggi adalah VUB Inpari 13 (64,83 cm) dan berbeda nyata dengan Ciherang (61,4 cm). Tinggi pembanding/cek Ciherang tidak berbeda nyata dengan VUB Inpari 1, Inpari 4, Inpari 7 dan Inpari 10. Jumlah anakan prduktif antara VUB dan pembanding Ciherang juga tidak berbeda nyata. Jumlah anakan dari terendah adalah Ciherang (13,675), Inpari 7 (14,025), Inpari 4 (14,625), Inpari 10 (15,05), Inpari 1 (15,255) dan jumlah anakan tertinggi Inpari 13 (15,887) anakan (Tabel 2).

Bobot 1000 butir diukur pada kadar air 14% (kering giling), hasil pengamatan tidak ada perbedaan yang nyata antara VUB dan Ciherang dengan rata-rata bobot 27,85 gr-29,45 gr (Tabel 3). Persentase gabah hampa, dari jumlah gabah isi dan jumlah gabah hampa, didapat persentase gabah hampa. Gabah hampa terendah dan berbeda nyata dengan VUB lain dan pembanding Ciherang ditunjukkan oleh varietas Inpari 10 (13,36%). Persentase gabah hampa varietas Ciherang (17,62%) tidak berbeda nyata dengan Inpari 7 (15,65%), Inpari 4 (16,84%), Inpari 13 (18,97%), dan hampa tertinggi Inpari 1 (19,185).

Tabel 3. Pengamatan bobot 1.000 butir, persentase gabah hampa dan hasil per hektar (GKP)

No. Varietas Bobot 1.000 butir (gram)

Persentase gabah

hampa (%) Hasil ton/ha (GKP) 1. Inpari 1 28,50 a 19,18 a 6,725 b 2. Inpari 4 29,45 a 16,84 a 6,570 bc 3. Inpari 7 28,96 a 15,63 a 7,202 b 4. Inpari 10 29,18 a 13,36 b 7,125 b 5. Inpari 13 28,95 a 18,97 a 8,640 a 6. Ciherang (cek) 27,85 a 17,62 a 5,845 c KK (%) 4,587 22,981 7,102

Keterangan: Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT. GKP: gabah kering panen.

(5)

Hasil ton/ha gabah kering panen (GKP) terendah ditunjukkan oleh pembanding Ciherang (5,845 ton/ha), tidak berbeda nyata dengan VUB Inpari 4 (6,570 ton/ha). Hasil terendah VUB Inpari 4 tidak berbeda nyata dengan Inpari 1 (6,75 ton/ha), Inpari 10 (7,125 ton/ha), dan Inpari 7 (7,202 ton/ha). Produksi per hektar tertinggi ditunjukkan VUB Inpari 13 (8,640 ton/ha), berbeda nyata dengan semua VUB yang dikaji.

Tabel 4. Pengamatan hama penyakit yang muncul signifikan selama pertumbuhan sampai menjelang panen

No. Varietas WBC Blas daun/leaf blast Neck blast/busuk leher malai

1. Inpari 1 Agak rentan Agak tahan Agak tahan 2. Inpari 4 Agak rentan Agak tahan Agak tahan 3. Inpari 7 Agak rentan Agak tahan Agak tahan 4. Inpari 10 Agak rentan Agak tahan Agak tahan 5. Inpari 13 Agak tahan Agak tahan Agak rentan 6. Ciherang (cek) Rentan Rentan Agak rentan

Skor serangan hama penyakit tanaman secara visual di lapangan berdasarkan SES IRRI (1996). Penilaian: 1) tahan, 3) agak tahan, 5) agak rentan, 7) rentan, 9) sangat rentan (Tabel 4). Hama yang muncul secara signifikan adalah WBC yang menyerang waktu tanaman menjelang panen, namun dapat dikendalikan sehingga tidak berpengaruh atau menurunkan produksi. VUB yang agak rentan WBC adalah: Inpari 1, Inpari 4, Inpari 7, dan Inpari 10. Varietas Inpari 13 agak tahan, sesuai dengan deskripsi, dan varietas cek Ciherang rentan terhadap Wereng Batang Coklat (WBC).

Hasil pengamatan penyakit yang muncul secara signifikan adalah penyakit blas, yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia oryzae Cav. merusak daun (leaf blast) pada waktu tanaman masih muda sampai tanaman panen dan busuk leher malai (neck blast) pada saat tanaman telah berbunga sampai waktu panen. Penularan berat penyakit ini bisa menyebabkan gagal panen atau puso. Patogen blas juga sangat dinamis, mempunyai banyak ras dan mampu membentuk ras baru sehingga dapat dengan cepat mematahkan ketahanan varietas. Varietas unggul tahan blas akan berubah menjadi peka (ketahanannya patah) setelah ditanam secara luas selama 2-3 musim (Amir dan Nasution, 1995).

Semua varietas unggul baru Inpari 1, Inpari 4, Inpari 7, Inpari 10 dan Inpari 13 agak tahan terhahap blas daun. Varietas yang rentan blas daun adalah varietas pembanding Ciherang yang banyak ditanam petani rentan (Tabel 4). Varietas Inpari 13 dan pembanding/cek Ciherang agak rentan

Neckblas. Sugiono et al. (2012), melaporkan pada uji VUB di Lamongan, varietas Ciherang sebagai

pembanding ketahanannya mulai patah, dari agak rentan sampai rentan terhadap blas.

0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000

ton/ha GKP

Gambar 1. Grafik produksi ton/ha gabah kering panen (GKP)

(6)

Tabel 5. Analisis usaha tani VUB padi SL-PTT

No. Uraian kegiatan Harga satuan MH 2011/2012

Volume Jumlah (Rp)

1. Sewa tanah 1 musim 12.000.000 1 ha 4.000.000

2. Persemaian

a. benih 7.000 25 kg 175.000

b. tenaga rendam dan peram 15.000 1 hok 15.000

c. pembuatan bedengan dan sebar benih 17.500 5 hok 87.500

d. pupuk Phonska 2.300 10 kg 23.000 e. K f. konsumsi 4.000 8 bungkus 32.000 Jumlah 4.332.500 3. Pengolahan tanah a. traktor 750.000 1 ha 750.000

b. tenaga perbaikan pematang 17.500 18 hok 315.000

c. konsumsi 4.000 24 bungkus 96.000

Jumlah 1.161.000

4. Penanaman

a. tenaga tanam 17.500 25 hok 437.500

b. tenaga cabut dan pindah 17.500 10 hok 175.000

c. konsumsi 4.000 35 bungkus 140.000

Jumlah 752.500

5. Pemupukan A. Pupuk dasar

- pupuk organik 500 2.000 1.000.000

- tenaga kerja 20.000 2 hok 40.000

- konsumsi 4.000 2 bungkus 8.000

B. Pupuk susulan I, II dan III

- Urea 1.600 200 kg 320.000

- Phonska 2.300 300 kg 690.000

- tenaga kerja 20.000 6 hok 120.000

- konsumsi 4.000 6 bungkus 24.000 Jumlah 2.202.000 6. Penyiangan a. penyiangan 1 15,000 23 hok 460.000 b. penyiangan 2 15.000 15 hok 225.000 c. penyiangan 3 15.000 10 hok 150.000 d. konsumsi 4.000 48 192.000 Jumlah 1.072.000 7. Pengendalian OPT a. Pestisida 70.000 3 liter 210.000 b. ZPT 26.000 4 bungkus 104.000

c. tenaga kerja 20.000 6 hok 120.000

d. konsumsi 4.000 6 bungkus 24.000 Jumlah 458.000 8. Iuran - HIPPA semusim 150.000 1 ha 150.000 - pajak semusim 200.000 1 ha 200.000 Jumlah 350.000

Jumlah biaya produksi 10.328.000

9. Biaya panen

- biaya panen 18.000 67,7 kuintal 1.213.200

- Konsumsi 4.000 30 bungkus 120.000

Jumlah 1.333.200

(7)

Tabel 5: Lanjutan

No Uraian kegiatan Harga satuan MH 2011/2012

Volume Jumlah (Rp) 10. Hasil Tertinggi - Inpari 13 3.500 8.640 30.240.000 Hasil bersih 18.578.800 B/C ratio 1,59 Hasil terendah - Ciherang 3.500 5.845 20.457.500 Hasil bersih 8.796.300 B/C ratio 0.75 - Inpari 4 3.500 6.570 22.995.000 Hasil bersih 11.661.200 B/C ratio 0,97 - Inpari 1 3.500 6.725 23.537.500 Hasil bersih 11.876.300 B/C ratio 1,02 - Inpari 7 3.500 7.202 25.207.000 Hasil bersih 13.545.800 B/C ratio 1,16 - Inpari 10 3.500 7.125 24.937.125 Hasil bersih 13.276.300 B/C ratio 1,4

Hasil analisis usaha tani pengkajian VUB pada MH 2011/2012 dengan penerapan PTT di Alastiang Banyuanyar Probolinggo menunjukkan produksi VUB tertinggi adalah varietas Inpari 13 dengan produksi (8,64 ton/ha) dan B/C ratio 1,59 (Tabel 5). Hasil analisis B/C ratio di atas 1 adalah VUB Inpari 1 (1,02), Inpari 10 (1,4), Inpari 7 (1,16), dan Inpari 13 (1,59). Penerapan PTT VUB Inpari 1, Inpari 7, Inpari 10, dan Inpari 13 layak diadopsi petani sebagai pendamping pergiliran varietas Ciherang yang sudah lama ditanam petani.

KESIMPULAN

Hasil gabah kering sawah (GKP) terendah adalah Ciherang (cek) 5,845 ton/ha, tidak berbeda nyata dengan Inpari 4 (6,570 ton/ha). VUB Inpari 4 tidak berbeda nyata dengan Inpari 1 (6,75 ton/ha), Inpari 10 (7,125 ton/ha), dan Inpari 7 (7,202 ton/ha). Produksi per hektar tertinggi ditunjukkan VUB Inpari 13 (8,640 ton/ha).

Penurunan hasil varietas cek Ciherang diduga karena ketahanannya mulai patah terhadap blas daun dan blas leher malai, sehingga disarankan penanaman varietas ini pada MK. Pengaruh penurunan produksi akibat WBC tidak signifikan karena pengamatan yang intensif dan pengendalian secara optimum.

B/C rasio VUB yang layak diadopsi petani pada MH, dengan B/C rasio di atas 1 adalah Inpari 1 (1,02), Inpari 10 (1,4), Inpari 7 (1,16) dan Inpari 13 (1,59). B/C rasio Ciherang 0,75, Inpari 4 (0,97).

Hasil kajian dan diseminasi VUB padi Inpari yang layak diadopsi petani sebagai pengganti untuk pergiliran varietas Ciherang, yang produksinya rendah dibanding VUB dikaji dan ketahanan terhadap hama penyakit mulai patah pada musim hujan adalah VUB dengan B/C rasio di atas 1: Inpari 1 (1,02), Inpari 10 (1,4), Inpari 7 (1,16), dan Inpari 13 (1,59). Sementara VUB dengan B/C rasio di bawah 1 adalah varietas Ciherang 0,75 dan VUB Inpari 4 (0,97).

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Addurachman, A. 2006. Strategi mempertahankan multifungsi pertanian di Indonesia. Dalam: Seminar Multifungsi dan Revitalisasi Pertanian. Bogor, 17-28 Juni 2006. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Amir, M., dan A. Nasution. 1995. Status dan pengendalian blas di Indonesia. Dalam: M. Syam et al. (Eds.). Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.

Puslitbang Tanaman Pangan. 2000. Bank Pengetahuan Padi Indonesia. Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Chambers. 1992. Rural Appraisal: rapid, rilex and participatory. Dalam: Y. Sukoco. PRA (Participatory Rural Appraisal) Memahami Desa secara Partisipatif. Kanisius. Yogyakarta.

Pinem dan Rachman. 2007. Kebijakan Perbenihan Padi Menunjang P2BN. Buku I. Prosiding Seminar Apresiasi Hasil penelitian Padi Menunjang P2BN. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Sugiono, E., Korlina, and L. Rosmahani, 2012. Performance of upland rice superior varieties productivity at Mantub, Lamongan, East Java. International Seminar on “Rice Technology Innovation for Increasing Production and Conserving Environment under Global Climate Change”, Subang Indonesia 11-12, 2012. Indonesian Agency for Agricultural Research and Development, Ministry of Agricultural, Republic of Indonesia. Jakarta.

Sumarno dan Suyamto. 1998. Agroekoteknologi untuk keberlanjutan usaha pertanian. Dalam risalah Simposium Ketahanan Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Toha, H.M. dan A. Guswara. 2008. Model Laboratorium Lapangan SL-PTT. Laporan Hasil Penelitian. Balai Besar Tanaman Padi. Subang.

Gambar

Tabel 4.  Pengamatan hama penyakit yang muncul signifikan selama pertumbuhan sampai menjelang  panen

Referensi

Dokumen terkait

Dengan nilai indeks sebesar 99,94 maka dapat dikatakan bahwa secara rata-rata, konusmen di DKI Jakarta merasakan bahwa pendapatan mereka pada periode triwulan pertama

Panel menyoroti pentingnya kepemimpinan nasional yang berlandaskan moral dan keteladanan dalam menjawab krisis kepercayaan masyarakat Indonesia; meningkatkan peran

Hasil: DidapatkanT6 pasien rinosinusitis tronis yang dilakukan pemeriksaan tomografi komputer sinus paranasal untuk persiapan- opirasi bedah sinus endoskopi , terdiri

sebenarnya membutuhkan prasyarat yaitu dari Pasar Tradisional ,hal tersebut dilakukan dengan upaya dalam perlindungan hukum Pasar Tradisional terhadap minimarket,

 pada permasalahan permasalahan tempat tempat pembuangan pembuangan akhir akhir yang yang sudah sudah tidak tidak bisa bisa lagi lagi menampung volume sampah

[r]

a) Pejabat yang berwenang menggunakan cap instansi adalah pejabat yang mendapat pelimpahan/penyerahan wewenang dari pejabat pemerintah daerah untuk menetapkan/menandatangani

Hasil analisis tentang hubungan antara intensitas getaran, umur, masa kerja, lama kerja, kebiasaan olahraga, dan sikap kerja dengan keluhan Musculoskeletal