• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI LATAR BELAKANG... 1 TUJUAN TOOLKIT KPBU... 2 PENERIMA MANFAAT... 3 MENGAPA PERLU KPBU?... 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI LATAR BELAKANG... 1 TUJUAN TOOLKIT KPBU... 2 PENERIMA MANFAAT... 3 MENGAPA PERLU KPBU?... 3"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU II i DAFTAR ISI

LATAR BELAKANG ... 1

TUJUAN TOOLKIT KPBU ... 2

PENERIMA MANFAAT ... 3

MENGAPA PERLU KPBU? ... 3

INFRASTRUKTUR APA SAJA YANG BISA DIKERJASAMAKAN? ... 4

RINGKASAN EKSEKUTIF ... 6

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 8

1.2. Maksud dan Tujuan ... 8

1.2.1. Maksud ... 8

1.2.2. Tujuan ... 9

1.3. Sistematika Pembahasan ... 9

BAB 2. KAJIAN KEBUTUHAN DAN KEPATUHAN 2.1. Kajian Kebutuhan ... 10

2.1.1. Kondisi Eksisting Sarana Transportasi Perkotaan ... 10

2.1.2. Tren Wilayah Perkotaan Saat Ini ... 10

2.1.3. Inisiatif Pemerintah/Pemerintah Daerah ... 10

2.1.4. Demografi dan Kependudukan ... 11

2.2. Kajian Kepatuhan ... 11

2.2.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) ... 11

2.2.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ... 11

2.2.3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ... 11

2.2.4. Rencana Strategis Kementerian Perhubungan ... 11

2.2.5. Rencana Strategis Dinas Perhubungan ... 11

2.3. Kesimpulan ... 12

BAB 3. KAJIAN TEKNIS 3.1. Kondisi Eksisting ... 13

(2)

BUKU II ii

3.1.1. Tatanan Perkeretaapian ... 13

3.1.2. Rencana induk Jaringan Moda Transportasi Sekitar ... 13

3.1.3. Alur Tujuan Transpotasi ... 13

3.1.4. Kondisi Sosioekonomi ... 13

3.1.5. Identifikasi Potensi Bencana ... 14

3.2. Tinjauan Tata Ruang ... 14

3.3. Aspek Transportasi ... 14

3.3.1. Kondisi Lalu Lintas ... 14

3.3.2. Indikator Lalu Lintas ... 14

3.3.3. Survei Transportasi ... 15

3.3.4. Kinerja Lalu Lintas ... 15

3.3.5. Perkiraan Permintaan Transportasi (Demand Forecast) ... 15

3.4. Aspek Fisik ... 17

3.4.1. Analisis Teknis ... 16

3.4.2. Pemilihan Lokasi Rute Jalur Kereta Api Terbaik ... 17

3.4.3. Pemilihan Jenis Moda Kereta Api Perkotaan ... 19

3.4.4. Gambar Rencana Prasarana Kereta Api ... 20

3.4.5. Spesifikasi Keluaran ... 21

3.4.6. Jadwal Pelaksanaan Konstruksi ... 22

BAB 4. KAJIAN EKONOMI DAN KOMERSIAL 4.1. Analisis Permintaah (Demand) ... 23

4.1.1. Metodologi ... 23

4.1.2. Pelaksanaan Survey dan Pengolahan Data Survay ... 24

4.1.3. Analisis Deskriptif ... 24

4.1.4. Analisis Induktif ... 25

4.1.5. Analisis Model Logistic Multinomial ... 25

4.2. Analisis Pasar (Market) ... 25

4.3. Analisis Struktur Pendapatan KPBU ... 26

4.4. Analisis Biaya dan Manfaat Sosial (ABMS) ... 26

4.4.1. Asumsi Umum ... 27

(3)

BUKU II iii

4.4.3. Biaya ... 27

4.4.4. Parameter Penilaian ... 28

4.4.5. Analisis Sensitivitas ... 28

4.5. Analisis Keuangan ... 28

4.5.1. Asumsi Analisis Keuangan ... 28

4.5.2. Pendapatan ... 29

4.5.3. Biaya ... 29

4.5.4. Indikator Keuangan ... 30

4.5.5. Proyeksi Kinerja Keuangan Badan Usaha Pelaksana ... 30

4.5.6. Analisis Sensitivitas ... 31

4.6. Analisis Value for Money (Nilai Manfaat Uang) ... 31

4.6.1. Perhitungan Biaya Dasar (Base Cost) ... 32

4.6.2. Pembiayaan (Financing) ... 32

4.6.3. Biaya Lain-lain (Ancillary Cost) ... 32

4.6.4. Risiko ... 32

4.6.5. Competitive Neutrality ... 32

4.6.6. Kesimpulan ... 33

BAB 5. KAJIAN HUKUM DAN KELEMBAGAAN 5.1. Kajian Hukum ... 34

5.1.1. Analisis Peraturan Perundang-undangan ... 34

5.1.2. Risiko Hukum dan Stretgi Mitigasi ... 43

5.1.3. Kebutuhan Perizinan ... 43

5.1.4. Rencana dan Jadwa, Pemenuhan Persyaratan Peraturan dan Hukum .... 43

5.2. Kajian Kelembagaan ... 44

5.2.1. Struktur Organisasi KPBU ... 44

5.2.2. Penanggung Jawa Proyek Kerjasama ... 44

5.2.3. Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan (Stakeholder Mapping) ... 44

5.3. Perangkat Regulasi Kelembagaan ... 46

(4)

BUKU II iv BAB 6. KAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL

6.1. Pengamanan Lingkungan ... 47

6.2. Pengamanan Sosial dan Pengadaan Lahan ... 47

BAB 7. KAJIAN BENTUK KPBU 7.1. Alternatif Skema Kerjasama ... 50

7.2. Penetapan Skema KPBU ... 50

7.2.1. Lingkup Kerjasama KPBU ... 50

7.2.2. Jangka Waktu dan Pentahapan KPBU ... 51

7.2.3. Keterlibatan Pihak Ketiga ... 51

7.2.4. Alur Finansial Operasional ... 51

7.2.5. Penggunaan Aset Daerah ... 52

7.2.6. Status Kepemilikan Aset dan Pengalihan Aset ... 52

BAB 8. KAJIAN RISIKO 8.1. Identifikasi Risiko ... 53

8.2. Prinsip Alokasi Risiko ... 54

8.3. Metode Penilaian Risiko ... 54

8.4. Mitigasi Risiko ... 56

BAB 9. KAJIAN KEBUTUHAN DNA DUKUNGAN PEMERINTAH DAN/ATAU JAMINAN PEMERINTAH 9.1. Kajian Kemampuan PJPK ... 63

9.2. Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah ... 63

9.3. Kajian Kebutuhan Jaminan Pemerintah ... 64

BAB 10. KAJIAN MENGENAI HAL-HAL YANG PERLU DITINDAKLANJUTI (OUTSTANDING ISSUES) 10.1. Identifikasi Hal-hal Kritis ... 65

10.2. Rencana Penyelesaian Hal-hal Kritis ... 65

BAB 11. KAJIAN PENGADAAN 11.1. Landasan hukum Pengadaan KPBU ... 66

(5)

BUKU II v 11.3. Tahapan Dalam Pengadaan KPBU ... 66 11.4. Proses Pengadaan ... 67 11.5. Jadwal dan Kontrak ... 67

(6)

BUKU II vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indikator Lalu Lintas ... 15

Tabel 2. Perbandingan Moda Kereta Api Perkotaan ... 19

Tabel 3. Contoh Spesifikasi Keluaran Proyek KPBU Sektor Transportasi Perkotaan Berbasis Rel ... 21

Tabel 4. Contoh Manfaat dalam ABMS KPBU Sektor Perkeretaapian ... 27

Tabel 5. Turunan PP 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian ... 36

Tabel 6. Turunan PP 72 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api ... 39

Tabel 7. Peringkat Kemungkinan Terjadi Risiko ... 54

Tabel 8. Pemeringkatan Konsekuensi Risiko ... 55

Tabel 9. Matriks Dampak Risiko ... 56

Tabel 10. Contoh Matriks Risiko Proyek KPBU Sektor Perkeretaapian ... 57

Tabel 11.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lima Pilar Kebijakan Transportasi Perkotaan ... 2

Gambar 2. Kerangka Model Kebutuhan Transportasi ... 16

Gambar 3. Metodologi Perkiraan Kebutuhan Trnasportasi ... 16

Gambar 4. Bagan Alir Pemodelan Transportasi ... 18

Gambar 5. Kerangka Regulasi Bidang Perkeretaapian ... 35

Gambar 6. Contoh Struktur KPBU untuk Konsesi Pengelolaan Keretaapi Perkotaan ... 51 Gambar 7.

(7)

BUKU II 1 LATAR BELAKANG

Selama beberapa dekade terakhir, semakin banyak daerah perkotaan di seluruh dunia yang mulai menghadapi masalah transportasi. Kenyataan ini terjadi terutama di banyak daerah yang mengalami pertumbuhan pesat di negara-negara berkembang, yang terkadang menerima ratusan penduduk baru setiap harinya. Dampak pertumbuhan demografi yang sejalan dengan peningkatan pergerakan individu tersebut tidak dapat dihalangi.

Untuk mempercepat pembangunan transportasi perkotaan, Pemerintah Indonesia memberi perhatian khusus pada lima persoalan yang ditangani dengan strategi-strategi berikut ini:

1. Transportasi dan Interaksi Strategi Penggunaan Lahan, yang bertujuan meningkatkan peran transportasi untuk mendukung pembangunan penggunaan lahan melalui fasilitas Parkir dan Menumpang atau Park and Ride (P & R), Pengembangan Berorientasi Transit atau Transit Oriented Development (TOD), Pengendalian Dampak Transportasi atau Transportation Impact Control (TIC), serta memperbaiki aksesibilitas sampai dengan titik terakhir di wilayah perkotaan;

2. Strategi Perbaikan Mobilitas Kota, yang bertujuan mengoptimalkan peran transportasi umum melalui perbaikan prasarana kota (jalan dan prasarana multimoda), perbaikan transportasi umum kota dan jasa layanan pengiriman;

3. Strategi Pengurangan Kemacetan Kota, yang dimaksudkan untuk mengurangi beban kemacetan di area perkotaan dengan memperkuat Manajemen Kebutuhan Transportasi atau Transportation Demand Management (TDM) dengan efek "dorong" (misalnya Sistem Jalan Berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP), sistem perparkiran , dll.) dan efek "tarik" (misalnya pembangunan sistem Bus Rapid Transit/BRT, Light Rail Transit/LRT dan Mass Rapid Transit/MRT), dan meningkatkan Traffic Supply Management (TSM) dengan pembangunan Sistem Transportasi Cerdas atau Intelligent Transport Systems (ITS) untuk mengatur manajemen kapasitas dan prioritas;

4. Strategi Pengurangan Polusi Udara Kota, yang dimaksudkan untuk mengurangi beban polusi kota dengan mengurangi emisi Gas Rumah Kaca /GRK, polusi udara dan kebisingan;

5. Strategi Peningkatan Keselamatan, yang dimaksudkan untuk meningkatkan keselamatan transportasi jalan raya dengan menambah tingkat kesadaran semua warga negara, dan tetap memperbaiki dan membangun fasilitas serta prasarana yang mendukung keselamatan transportasi jalan raya, sesuai dengan Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) dan Decade of Action for Road Safety.

Kebijakan pemerintah tersebut tertuang di dalam 5 pilar kebijakan transportasi perkotaan yang salah satu di dalamnya adalah pengembangan jaringan dan infrastruktur angkutan umum massal seperti disajikan pada gambar 4.1 di bawah ini.

(8)

BUKU II 2 Gambar 1. Lima Pilar Kebijakan Transportasi Perkotaan

Pada tingkat domestik, kota-kota besar telah meluncurkan Rencana Induk, yang mengadaptasi strategi nasional diatas untuk memenuhi tantangan dalam negeri. Namun, pertanyaan-pertanyaan tentang pendanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan pengembangan proyek-proyek transportasi perkotaan tersebut merupakan tantangan dan permasalahannya.

Dengan melihat kondisi tersebut, maka Pemerintah perlu membuat suatu terobosan pembangunan transportasi perkotaan yang dalam studi ini berfokus pada angkutan massal berbasis rel yang memadai dengan memanfaatkan sumber pembiayaan alternatif, salah satunya melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

TUJUAN TOOLKIT KPBU

Sebagai amanat dari Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah menerbitkan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Peraturan Menteri ini merupakan panduan umum (guideline) bagi pelaksanaan KPBU. Dalam peraturan menteri ini telah disediakan tata cara proses perencanaan, penyiapan dan transaksi proyek kerjasama. Panduan Umum tersebut bertujuan untuk:

1. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan pemangku kepentingan mengenai tata cara pelaksanaan KPBU dalam rangka mendorong partisipasi Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; dan

2. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah untuk mengatur tata cara pelaksanaan KPBU sesuai dengan kewenangan masing-masing.

(9)

BUKU II 3 Sebagai pendukung panduan umum tersebut, diperlukan perangkat-perangkat (tools) untuk memudahkan PJPK dalam mengimplementasikan pengaturan panduan umum tersebut menjadi dokumen pra studi kelayakan. Perangkat tersebut dapat berupa toolkit atau petunjuk pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha.

Tujuan penyusunan toolkit (petunjuk pelaksanaan) Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Berbasis Website adalah

1)

Mempermudah para pemangku kepentingan dalam memahami Peraturan Menteri No. 4 Tahun 2015 dalam bentuk yang lebih ramah bagi para pengguna (user friendly)

2)

Mempermudah akses dalam memperoleh informasi karena toolkit dibuat berbasiskan website

3)

Toolkit yang dibuat per sektor diharapkan memperjelas pengguna dalam menentukan tingkat kedalaman kajian yang diperlukan dalam penyusunan dokumen prastudi kelayakan

PENERIMA MANFAAT

Penerima manfaat Toolkit (Petunjuk Pelaksanaan) Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Berbasis Website adalah:

1. Kementerian/lembaga/pemerintah daerah 2. Badan usaha pemrakarsa

3. Badan usaha

4. Pemangku kepentingan lainnya

MENGAPA PERLU KPBU?

• Keterbatasan anggaran Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur

• Skema KPBU dapat menjadi alternatif sumber pendanaan dan pembiayaan dalam penyediaan infrastruktur atau layanan publik

• Skema KPBU memungkinkan pelibatan swasta dalam penentuan proyek yang layak untuk dikembangkan

• Skema KPBU memungkinkan untuk memilih dan memberi tanggung jawab kepada pihak swasta untuk melakukan pengelolaan secara efisien

• Skema KPBU memungkinkan untuk memilih dan memberi tanggung jawab kepada pihak swasta untuk melakukan pemeliharaan secara optimal, sehingga layanan publik dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama.

(10)

BUKU II 4 INFRASTRUKTUR APA SAJA YANG BISA DIKERJASAMAKAN?

Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, maka infrastruktur yang dapat dikerjasamakan merupakan infrastruktur sosial dan infrastruktur ekonomi yang mencakup 19 infrastruktur sektor, yaitu:

1) Infrastruktur transportasi 2) Infrastruktur jalan

3) Infrastruktur sumber daya air dan irigasi 4) Infrastruktur air minum

5) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah terpusat

6) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah setempat

7) Infrastruktur sistem pengelolaan persampahan

8) Infrastruktur telekomunikasi dan informatika

9) Infrastruktur energi dan ketenagalistrikan

10) Infrastruktur minyak dan gas bumi 11) Infrastruktur konservasi energi 12) Infrastruktur fasilitas perkotaan 13) Infrastruktur kawasan

14) Infrastruktur pariwisata

15) Infrastruktur fasilitas pendidikan 16) Infrastruktur fasilitas sarana olahraga 17) Infrastruktur kesehatan

18) Infrastruktur pemasyarakatan 19) Infrastruktur perumahan rakyat

TEMPLATE PRASTUDI KELAYAKAN

Dalam pembahasan selanjutnya akan diuraikan mengenai isi Prastudi Kelayakan untuk keperluan penyiapan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha untuk sektor Transportasi Perkotaan berbasis rel. Secara umum, isi prastudi kelayakan meliputi:

Ringkasan Eksekutif Bab 1 : Pendahuluan

Bab 2 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan Bab 3 : Kajian Teknis

Bab 4 : Kajian Ekonomi dan Komersial Bab 5 : Kajian Hukum dan Kelembagaan Bab 6 : Kajian Lingkungan dan Sosial Bab 7 : Kajian Bentuk KPBU

(11)

BUKU II 5 Bab 8 : Kajian Risiko

Bab 9 : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah Bab 10 : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues) Bab 11 : Kajian Pengadaan

Bab 12: Rencana Pelaksanaan Lampiran-lampiran

• Info Memorandum • Bahan Market Sounding • Lain-lain

(12)

BUKU II 6

Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif merupakan ringkasan isi Dokumen Prastudi Kelayakan yang akan menjadi titik perhatian (highlight) perencanaan bisnis atau tesis dari rencana bagi pengambil keputusan dalam proses KPBU ini. Tujuan ringkasan eksekutif adalah untuk memberikan gambaran perencanaan pelaksanaan KPBU kepada pembaca.

Ringkasan eksekutif harus berisi gambaran singkat tentang latar belakang diperlukan proyek ini dan tujuannya, serta rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Terakhir memasukkan jumlah dan tujuan pinjaman atau investasi, jangka waktunya, kelayakan pendanaan dan pernyataan pembayaran bagi pihak PJPK maupun BUP serta manfaat bagi semua pihak. Dalam membuat Ringkasan Ekskutif gunakan kata kunci dengan menjawab 6 pertanyaan yaitu: Siapa, Apa, Dimana, Kapan, Mengapa dan Bagaimana. Adapun pembuatan ringkasan eksekutif secara lengkap harus meliputi sebagai berikut :

1. Pengantar.

Awali Ringkasan Eksekutif dengan latar belakang diperlukannya proyek serta mengapa perlunya proyek ini dilakukan dengan skema KPBU.

2. Lokasi Proyek

Mendefinisikan rencana lokasi pelaksanaan proyek, mulai dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa serta cakupan pelayanannya.

3. Peluang Pasar

Mendefinisikan dengan jelas peluang pasar dari proyek yang direncanakan berdasarkan hasil analisa pasar yang dilakukan.

4. Skema Kerjasama yang ditawarkan

Mendefinisikan secara ringkas skema KPBU terpilih yang akan ditawarkan beserta dengan alokasi risikonya bagi pihak PJPK dan BUP.

5. Rencana Investasi

Menjelaskan rencana investasi, terutama nilai CAPEX yang diperlukan dari pihak-pihak yang terlibat dalam pembiayaan investasi (PJPK, BUP dan institusi lainnya bila ada) mencakup Laba Rugi (Income Statement Projection), penghasilan yang diharapkan (Expected Revenue), biaya (Expense) dan proyeksi laba bersih (net profit projection) selama masa kerjasama.

6. Struktur Organisasi

Menjelaskan para pemangku kepentingan yang akan telibat dalam KPBU. Penjelasan dapat dilakukan cukup melalui skema organisasi disertai dengan keterangannya.

(13)

BUKU II 7 7. Kesiapan Proyek

Menjelaskan prosedur yang telah dilewati serta kebutuhan apa saja yang sudah maupun belum terpenuhi, seperti misalnya ketersediaan lahan, izin lingkungan, dan sebagainya.

8. Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah

Menjelaskan posisi Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah dalam proyek KPBU yang akan dilaksanakan.

(14)

BUKU II 8

Bab 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Menguraikan latar belakang diperlukannya proyek KPBU dilihat dari kebutuhan pengembangan dan pembangunan infrastruktur dan sarana transportasi perkotaan serta pemenuhan target-target pembangunan di sektor transportasi, khususnya transportasi massal berbasis rel, baik secara nasional maupun regional. Beberapa poin penting untuk dapat dimasukkan dalam Latar Belakang ini meliputi:

• Kondisi transportasi perkotaan;

• Kendala dalam pengembangan transportasi perkotaan; • Kebijakan umum pengembangan transportasi perkotaan; • Pembiayaan pengembangan transportasi perkotaan;

• Kendala dalam penyediaan pembiayaan ataupun pengelolaan transportasi perkotaan khususnya angkutan massal berbasis rel;

• Kesimpulan kebutuhan penyediaan pembiayaan ataupun pengelolaan transportasi perkotaan berbasis rel dengan melibatkan pihak swasta melalui skema KPBU.

1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud

Mendefinisikan maksud penyusunan Prastudi Kelayakan proyek KPBU ini. Contoh dari maksud tersebut antara lain sebagai berikut:

• Mengkaji kelayakan proyek KPBU dan mendorong minat swasta untuk berinvestasi dalam pembiayaan penyediaan ataupun pengelolaan transportasi perkotaan berbasis rel.

• Mengembangkan struktur pembiayaan penyediaan ataupun pengelolaan transportasi perkotaan berbasis rel melalui KPBU.

• Menyampaikan kajian kelayakan pembiayaan penyediaan ataupun pengelolaan transportasi perkotaan berbasis rel melalui skema KPBU.

(15)

BUKU II 9 1.2.2. Tujuan

Mendefinisikan tujuan penyusunan Prastudi Kelayakan proyek KPBU ini. Contoh dari tujuan tersebut antara lain sebagai berikut:

• Memberikan pemahaman kelayakan pelaksanaan pembiayaan penyediaan dan/ataupun pengelolaan transportasi perkotaan berbasis rel melalui skema KPBU.

• Meningkatkan pelayanan transportasi perkotaan berbasis rel kepada masyarakat. • Terciptanya transfer teknologi maupun kemampuan manajerial dalam memberikan pelayanan dan sarana transportasi perkotaan berbasis rel di wilayah proyek.

• Dan/atau lain-lain.

1.3. Sistematika Pembahasan

Menjelaskan sistematika pembahasan dokumen Prastudi Kelayakan, yaitu: Ringkasan Eksekutif

Bab 1 : Pendahuluan

Bab 2 : Kajian Kebutuhan dan Kepatuhan Bab 3 : Kajian Hukum dan Kelembagaan Bab 4 : Kajian Teknis

Bab 5 : Kajian Ekonomi dan Komersial Bab 6 : Kajian Lingkungan dan Sosial Bab 7 : Kajian Bentuk KPBU

Bab 8 : Kajian Risiko

Bab 9 : Kajian Kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah Bab 10 : Kajian Mengenai Hal-hal yang Perlu Ditindaklanjuti (Outstanding Issues) Bab 11 : Kajian Pengadaan

(16)

BUKU II 10

Bab 2. KAJIAN KEBUTUHAN DAN

KEPATUHAN

2.1. Kajian Kebutuhan

Permasalahan penyediaan dan pengelolaan sarana transportasi perkotaan harus dapat diuraikan secara jelas. Kadar dan kualitas dari jasa-jasa layanan transportasi perkotaan yang ada serta mengidentifikasi segara permasalahan dan kekurangannya. Untuk mengidentifikasi permasalahan dimaksud, maka beberapa pertanyaan berikut ini harus sudah dapat dijawab pada tahapan Prastudi Kelayakan ini.

2.1.1. Kondisi Eksisting Sarana Transportasi Perkotaan

Menjelaskan kondisi eksisting transportasi perkotaan yang antara lain meliputi: • Transportasi perkotaan apa saja yang ada

• Lokasi dan fungsi transportasi perkotaan • Pengelola transportasi perkotaan

• Pengguna transportasi perkotaan • Manfaat sarana transportasi perkotaan

• Kualitas sarana transportasi perkotaan yang ada

• Biaya atau tarif penggunaan sarana transportasi perkotaan

2.1.2. Tren Wilayah Perkotaan Saat ini

Menjelaskan tren wilayah perkotaan saat ini apa saja misalnya pertumbuhan kendaraan bermotor yang pesat yang tidak sebanding dengan pembangunan jalan, Penurunan pangsa penggunaan angkutan umum, berjalan kaki dan sepeda, Penurunan kualitas pusat kota; pemekaran kota yang pesat menjadi penyebaran tak terkendali berbasis mobil, meningkatnya angka kecelakaan, kemacetan dan lain sebagainya.

2.1.3. Inisiatif Pemerintah/Pemerintah Daerah

Menjelaskan apa saja inisiatif Pemerintah/Pemda dalam meningkatkan sarana transportasi perkotaan di wilayah tersebut, termasuk misalnya alokasi anggaran untuk transportasi perkotaan, program apa saja yang sedang atau akan dijalankan, dan lain sebagainya.

(17)

BUKU II 11 2.1.4. Demografi dan Kebutuhan

Menjelaskan demografi di wilayah pelayanan fasilitas baik saat ini maupun proyeksi selama tahun perencanaan, kajian kebutuhan sarana transportasi perkotaan, gap antara sarana yang ada dengan sarana yang diperlukan.

2.2. Kajian Kepatuhan

Kajian kepatuhan ini bertujuan untuk melihat kesesuaian rencana penyediaan atau pengelolaan sarana transportasi perkotaan dengan rencana-rencana, program-program, dan kebijakan-kebijakan yang ada. Beberapa rencana yang perlu dikaji kesesuaiannya antara lain dijabarkan dalam sub-bab berikut.

2.2.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)

Dilakukan kajian bagaimana rencana pengembangan penyediaan sarana transportasi perkotaan berbasis rel sesuai dengan rencana pembangunan di sektor transportasi perkotaan dalam rencana pembangunan jangka panjang nasional.

2.2.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

Dilakukan kajian bagaimana rencana pengembangan penyediaan sarana transportasi perkotaan berbasis rel sesuai dengan rencana pembangunan di sektor transportasi perkotaan nasional dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional.

2.2.3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Dilakukan kajian bagaimana rencana pengembangan penyediaan sarana transportasi perkotaan berbasis rel sesuai dengan rencana pembangunan di sektor transportasi perkotaan jangka menengah di wilayah pelayanan.

2.2.4. Rencana Strategis Kemenhub

Dilakukan kajian bagaimana rencana pengembangan penyediaan sarana prasarana transportasi perkotaan sesuai dengan rencana strategis Kementerian Perhubungan.

2.2.5. Rencana Strategis Dinas Perhubungan

Dilakukan kajian bagaimana rencana pengembangan penyediaan sarana prasarana transportasi perkotaan berbasis rel sesuai dengan rencana strategis Dinas Perhubungan di wilayah pelayanan.

(18)

BUKU II 12

2.3. Kesimpulan

Menjelaskan bagaimana rencana pengembangan sarana prasarana transportasi perkotaan berbasis rel dengan skema KPBU sesuai dengan kebutuhan dan juga sesuai dengan rencana-rencana yang ada.

(19)

BUKU II 13

Bab 3. KAJIAN TEKNIS

3.1. Kondisi Eksisting

Umumnya, prastudi kelayakan merupakan studi yang dilakukan untuk menentukan lokasi terbaik dari suatu set alternatif pilihan lokasi dalam rangka pembangunan prasarana kereta api (KA) baru. Namun, pada pelaksanaannya, tidak tertutup kemungkinan berupa pengembangan prasarana kereta api eksisting. Oleh karena itu, sub-bab mengenai kondisi eksisting merupakan subbab yang berisikan penjelasan mengenai kondisi saat ini dari tiap-tiap alternatif lokasi transportasi perkotaan baik alternatif lokasi yang telah memiliki prasarana KA eksisting maupun tidak.

3.1.1. Tatanan Perkeretaapian

Identifikasi terhadap tatanan perkeretaapian sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam PM 43 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional.

3.1.2. Rencana Induk Jaringan Moda Transportasi Sekitar

Menjelaskan mengenai identifikasi terhadap jaringan moda transportasi yang ada disekitar alternatif lokasi beserta dengan hubungannya terhadap rencana pengembangan angkutan massal berbasis rel baru ini.

3.1.3. Asal Tujuan Transportasi

Subbab ini berisi mengenai daerah asal dari angkutan eksisting yang dilayani beserta dengan daerah tujuannya, untuk prakiraan jumlah perpindahan penumpang dalam kawasan perkotaan tersebut.

3.1.4. Kondisi Sosioekonomi

Kondisi sosioekonomi merupakan faktor penting untuk meninjau potensi perkembangan angkutan massal ini. Beberapa kondisi sosioekonomi yang perlu ditinjau antara lain adalah:

• Populasi penduduk

• Pola pertumbuhan penduduk • Proyeksi penduduk

• PDRB

(20)

BUKU II 14 • Proyeksi PDRB

Tinjauan terhadap kondisi-kondisi sosioekonomi tersebut harus dilakukan untuk tiap-tiap alternatif lokasi.

3.1.5. Identifikasi Potensi Bencana

Identifikasi daerah rawan bencana perlu dilakukan agar dapat mengenali dan mengantisipasi sejak dini potensi dampak bencana yang dapat menggannggu keberlangsungan transportasi perkeretaapian. Hal ini perlu dilakukan agar dapat meminimalkan resiko bencana karena biaya pembangunan infrastruktur perkeretaapian sangat mahal..

3.2. Tinjauan Tata Ruang

Tinjauan tata ruang berisikan mengenai kondisi eksisting tata ruang wilayah dari tiap-tiap alternatif lokasi infrastruktur kereta api tersebut meliputi:

• Struktur tata ruang

• Identifikasi titik-titik pusat kegiatan • Sistem jaringan transportasi • Rencana pengembangan

• Wilayah-wilayah konservasi/khusus

3.3. Aspek Transportasi

3.3.1. Kondisi Lalu Lintas

Kajian terhadap kondisi lalu lintas dilakukan untuk mengidentifikasi Volume dan komposisi lalu lintas di sekitar koridor rencana jalur kereta api. Kajian meliputi kondisi geometrik, lalu lintas, manajemen lalu lintas, dan lain-lain.

3.3.2. Indikator Lalu Lintas

Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja lalu lintas bergantung pada tipe analisis yang digunakan. Secara umum indikator kinerja lalu lintas yang digunakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(21)

BUKU II 15 Tabel 1. Indikator Lalu Lintas

No Tipe Analisis Indikator

1 Link-based • Volume-Capacity Ratio (VCR) • Waktu Tempuh (Travel Time) 2 Network-based • Volume-Capacity Ratio (VCR)

• Rata-rata Waktu Tempuh (Average Travel Time)

• Rata-rata Jarak Tempuh (Average Travel Distance)

3.3.3. Survei Transportasi

Pada dasarnya survei transportasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan analisis. Namun, pada umumnya survei yang harus dilakukan adalah survei Traffic Counting (TC). Survei TC membahas mengenai:

• Titik survei

• Waktu pelaksanaan survei

• Jenis/golongan kendaraan yang di-survei • Fluktuasi lalu lintas

• Lalu lintas jam puncak

3.3.4. Kinerja Lalu Lintas

Subbab ini menjelaskan mengenai perbandingan kinerja lalu lintas terhadap masing-masing alternatif lokasi jalur kereta api. Ukuran perbandingan adalah manfaat yang diperoleh dari suatu alternatif lokasi terhadap alternatif lokasi lainnya. Ukuran perbandingan yang digunakan adalah:

• Penghematan waktu tempuh

• Penghematan Biaya Operasi Kendaraan (BOK)

3.3.5. Perkiraan Permintaan Transportasi (Demand Forecast)

Salah satu faktor yang menentukan optimasi penggunaan armada angkutan kereta api adalah karakteristik dari permintaan transportasi (transportation demand). Oleh karena itu untuk melakukan perencanaan transportasi khususnya berkaitan dengan penggunaan armada angkutan kereta api pengetahuan tentang permintaan transportasi masa mendatang sangat penting. Langkah yang ditempuh untuk mengetahui permintaan transportasi masa mendatang adalah dengan melakukan peramalan permintaan transportasi (transportation demand forcasting) berdasarkan

(22)

BUKU II 16 data sekunder perjalanan penumpang dan kendaraan yang lalu. Beberapa teknik peramalan telah dikembangkan, di mana terbagi dalam dua katagori utama, yaitu: metoda kuantitatif dan metoda kualitatif (teknologis).

Metoda kuantitatif dapat dibagi dalam metoda deret berkala (time series) dan metoda regresi berganda (kasual). Sedangkan metoda kualitatif dapat dibagi dalam metoda eksploratoris dan metoda normatif.

Gambar 2. Kerangka Model Kebutuhan

Gambar 3. Metodologi Perkiraan Kebutuhan

3.4. Aspek Fisik

3.4.1. Analisis Teknis

Analisis data Teknis, yang memuat: a. Potensi angkutan;

(23)

BUKU II 17 • Pertumbuhan perekonomian;

• Pola pergerakan asal tujuan orang dan/atau barang. b. Pola operasi;

• Perkiraan volume turun/naik penumpang di setiap stasiun (loading profile).; • Rencana kebutuhan sarana perkeretaapian yang akan dioperasikan; • Rencana jumlah dan kelas jalur yang akan dibangun;

• Rencana lokasi dan jenis stasiun;

• Tata letak dan kebutuhan jalur di stasiun; • Sistem persinyalan dan hubungan blok;

• Waktu tempuh, frekuensi, dan headway kereta api; dan • Kecepatan maksimum sarana dan prasarana.

c. Kebutuhan lahan;

d. Keterpaduan inter dan antar moda, harus memperhatikan keberadaan moda transportasi kereta api dan moda transportasi lainnya;

e. Dampak sosial dan lingkungan; memperhatikan dampak sosial terhadap masyarakat; dan dampak terhadap Iingkungan sekitar.

f. Panjang jalur kereta api;

g. Jenis konstruksi jalan rel (at grade, elevated, underground); h. Kondisi geografi dan topografi;

i. Kondisi geologi; j. Kondisi fisik tanah; k. Kelandaian maksimum; l. Perpotongan.

3.4.2. Pemilihan Lokasi Rute Jalur Kereta Api Terbaik

Pemilihan lokasi dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang telah dibahas pada subbab-subbab sebelumnya. Pemilihan lokasi ini dilakukan untuk menentukan lokasi rute jalur kereta api terbaik dari suatu set alternatif lokasi prasarana kereta api yang terdiri dari trase jalur kereta api, stasiun, dan fasilitas operasi kereta api. Metode pemilihan lokasi dapat dilakukan dengan pemodelan transportasi seperti dijelaskan pada bagan alir gambar 3 dibawah.

(24)

BUKU II 18 Gambar 4. Bagan Alir Pemodelan Transportasi

Pendekatan model dimulai dengan menetapkan sistem zona dan jaringan jalan, termasuk di dalamnya adalah karakteristik populasi yang ada di setiap zona. Dengan menggunakan informasi dari data tersebut kemudian di estimasi total perjalanan yang dibangkitkan dan/atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu (trip ends) atau disebut dengan proses bangkitan perjalanan (trip generation).

Selanjutnya diprediksi dari/kemana tujuan perjalanan yang dibangkitkan atau yang ditarik oleh suatu zona tertentu atau disebut tahap distribusi perjalanan (trip distribution). Dalam tahap ini akan dihasilkan Matriks Asal-Tujuan (MAT). Pada tahap pemilihan moda (modal split) MAT tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan moda transportasi yang digunakan para pelaku perjalanan untuk mencapai tujuan perjalanannya. Dalam tahap ini dihasilkan MAT per moda.

Terakhir, pada tahap pembebanan (trip assignment) MAT didistribusikan ke ruas- ruas jalan yang tersedia di dalam jaringan jalan sesuai dengan kinerja rute yang ada. Tahap ini menghasilkan estimasi arus lalulintas di setiap ruas jalan yang akan menjadi dasar dalam melakukan analisis kinerja.

Dengan melihat proses di atas maka secara garis besar proses analisis transportasi terdiri atas beberapa kegiatan utama, yaitu: penetapan wilayah studi, analisis sistem jaringan, analisis kebutuhan pergerakan dan analisis sistem pergerakan.

Selanjutnya dari set alternatif lokasi dilakukan pembobotan untuk memilih lokasi terbaik yang dapat dilakukan dengan analisis multikriteria.

(25)

BUKU II 19 a. Penentuan Kriteria

Kriteria ditentukan berdasarkan aspek-aspek: • Tata ruang

• Aspek Transportasi • Teknis

b. Pembobotan Kriteria

Pembobotan dilakukan oleh seluruh stakeholder terkait seperti regulator, operator, dan user.

c. Analisis Multikriteria

Analisis multikriteria dilakukan dengan melakukan skoring terhadap masing-masing alternatif lokasi prasarana kereta api berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

3.4.3. Pemilihan Jenis Moda Kereta Api Perkotaan

Pemilihan moda kereta api perkotaan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: a. Rencana induk Perkeretaapian

b. Jumlah penumpang c. Lahan

d. Alinyemen

e. Integrasi antar moda f. Kecepatan

g. Biaya CAPEX dan OPEX

Berikut pada tabel di bawah ini adalah perbandingan moda LRT, Monorel, MRT, dan KRL.

Tabel 2. Perbandingan Moda Kereta Api Perkotaan

Parameter

Monorel

LRT

MRT

KRL

Beban Gandar (Ton) ≤12 ≤12 >12 >12

Kapasitas Penumpang (orang/jam/arah)

± 20.000 ± 20.000 ± 40.000 ± 40.000

Jumlah Gerbong per rangkaian

2-3 2-3 6-8 8-12

Lebar Kereta (meter) 2,7-2,8 2,7-2,8 3,2-3,5 3,2-3,5

Radius Putar (meter) 20-25 25-30 150 150

Kecepatan (Km/jam) 30-40 15-30 100 100

(26)

BUKU II 20

Parameter

Monorel

LRT

MRT

KRL

Lebar rel umumnya (mm)

1435 1067 1067 1067

Jumlah rel Tunggal ganda ganda ganda

Kebisingan Tidak bising Bising Bising Bising

Teknologi/ supplier Supplier terbatas, kompetisi terbatas Lebih dari 100 supplier, dengan teknologi yang kompetitif Supplier Banyak, dengan teknologi yang kompetitif Supplier Banyak, teknologi konvensional Alinyemen Hanya elevated Bisa elevated, at

grade, ataupun underground Bisa elevated, at grade, ataupun underground Umumnya at grade, namun bisa elevated, underground

Lahan Sedikit Lahan,

dapat diletakkan elevated di median jalan

Membutuhkan RoW jalan cukup

lebar untuk dua jalur ditambah

lansekap.

Membutuhkan lahan yang luas

Membutuhkan lahan yang luas

Biaya operasi dan pemeliharaan Lebih mahal daripada LRT alinyemen at grade LRT at grade Lebih murah dari

monorel Lebih mahal daripada LRT dan Monorel Lebih mahal daripada LRT dan Monorel

Biaya sistem secara keseluruhan

Lebih mahal daripada LRT alinyemen at grade, namun lebih murah dari

MRT/KRL LRT dengan alinyemen at grade paling murah Lebih mahal dari LRT dan monorel Lebih mahal dari LRT dan monorel

3.4.4. Gambar Rencana Prasarana Kereta Api

Gambar rencana prasarana kereta api paling sedikit memuat:

a. Titik-titik koordinat, untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi sebagai berikut: • Stasiun, depo, balai yasa dan bangunan pendukung lainnya; • As rencana jalur kereta api;

• Jembatan dan terowongan; • Patok referensi (bench mark); dan • Penyelidikan tanah.

b. Lokasi stasiun, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

• Potensi angkutan berupa pergerakan penumpang dan/atau barang; • Pengoperasian kereta api;

(27)

BUKU II 21 • Keterpaduan dengan moda transportasi lain;

• Kondisi geografis.

c. Rencana kebutuhan lahan, meliputi: • Luas lahan yang akan dibebaskan; • Tata guna lahan.

Rencana kebutuhan lahan didasarkan atas penentuan (1) kebutuhan stasiun, depo, balai yasa, fasilitas operasi, dan bangunan pendukung lainnya; (2) jalur kereta api yang meliputi ruang manfaat jalur dan ruang milik jalur.

d. Skala gambar;

• Menggunakan besaran tertentu sehingga semua gambar dan notasinya dapat terbaca dengan jelas;

• Menggunakan sistem skala batang (bar scale) dan/atau skala angka; • Menggunakan skala gambar 1:5000 atau yang lebih besar.

e. Gambar Rencana

Rencana layout prasarana kereta api untuk tiap-tiap alternatif lokasi disajikan dalam gambar teknik.

3.4.5. Spesifikasi Keluaran

Variabel Spesifikasi keluaran antara lain seperti disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Contoh Spesifikasi Keluaran Proyek KPBU Sektor Transportasi Perkotaan Berbasis Rel

No Spesifikasi Teknis Keterangan

1 Jenis moda angkutan massal berbasis rel Monorail/LRT/MRT/KRL/KRD

2 Panjang Koridor (Trase) Km

3 Jenis konstruksi jalan rel Lebar rel

Elevated/underground/at grade mm

4 Lokasi Depo …

5 Jumlah Halte/Stasiun Unit

6 Jarak antar halte/stasiun meter

7 Kelandaian maksimum %

8 Kapasitas per rangkaian PNP

9 Jumlah Rangkaian Gerbong

(28)

BUKU II 22

No Spesifikasi Teknis Keterangan

11 Kapasitas penumpang orang

12 Headway Menit

13 Standar Pelayanan Minimum KA Perkotaan PM 48 tahun 2015

14 Kecepatan Maksimum Km/jam

15 Kebutuhan armada Unit

16 Sistem Sinyal, telekomunikasi, listrik (Sintelis) PM 10,11,12 tahun 2011

3.4.6. Jadwal Pelaksanaan Konstruksi

Menguraikan jadwal pelaksanaan konstruksi dan pengadaan peralatan yang akan dilakukan.

(29)

BUKU II 23

Bab 4. KAJIAN EKONOMI DAN

KOMERSIAL

4.1. Analisis Permintaan (Demand)

Analisis permintaan ini ditujukan untuk untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif terkait proyek pengadaan moda kereta api, terutama dari aspek ekonomi, komersial dan jumlah kebutuhan sarana, maka proyeksi jumlah penumpang dari/menuju pusat-pusat kegiatan menjadi sangat penting. Hal ini akan menentukan asumsi perjalanan, pendapatan yang akan diperoleh dari pengusahaan KA, besaran tarif KA yang ideal dan pengaruh-pengaruhnya.

Kajian ini berisi ringkasan dari Survai Kebutuhan Nyata (Real Demand Survey – RDS) yang akan memuat proporsi penumpang yang mau beralih menggunakan transportasi perkotaan yang berbasis rel ini, kemampuan membayar calon penumpang KA, kesediaan membayar tariff, dan harapan pelayanan yang diinginkan. Kajian RDS transportasi ini juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi analisa demand forecast dan akan dilampirkan dalam Lampiran Prastudi Kelayakan.

4.1.1. Metodologi

Dalam subbab ini dijelaskan mengenai metodologi yang diterapkan dalam melakukan Survai Kebutuhan Nyata/RDS. Beberapa hal penting yang perlu dimasukkan dalam metodologi mencakup:

a. Metode pengumpulan data, misalnya dilakukan melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner. Kuesioner memuat pertanyaan menyangkut karakteristik responden dan pertanyaan menyangkut dengan pasar KA yang akan dibangun.

b. Metode Analisis, misalnya metode analisis deskriptif, analisis crosstabs, dan/ataupun analisis multinomial logistic regression. Analisis deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan karakteristik data hasil survei melalui serangkaian tabel ataupun grafik, sedangkan analisis crosstabs (tabulasi silang) pada prinsipnya menyajikan data dalam bentuk tabulasi, yang meliputi baris dan kolom. Melalui analisis crosstabs dapat dilihat apakah antara variabel pada sisi baris dan variabel pada sisi kolom memiliki hubungan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Chi-Square yang ditampilkan. Sedangkan untuk melihat sekuat apa hubungan antara variabel dalam baris dengan variabel dalam kolom dapat dilihat dari nilai korelasinya.

Analisis multinomial logistic regression (MLR) merupakan perluasan dari binary (dua kategori) logistic regression, dimana variabel tidak bebasnya mempunyai

(30)

BUKU II 24 kategori lebih dari dua. Berbeda dengan analisis deskriptif yang unit analisisnya mencakup 1 (satu) variabel atau biasa disebut individual analisis dan crosstab tabulation yang unit analisisnya mencakup 2 (dua) variabel atau dikenal dengan istilah analisis korelasi. Pada analisis MLR sedikit lebih kompleks karena melibatkan lebih dari dua variabel, dimana terdapat satu variabel bebas yang akan diprediksi oleh beberapa variabel tidak bebas.

4.1.2. Pelaksanaan Survey dan Pengolahan Data Survai

Pada sub-bab ini diterangkan pelaksanaan survai yang telah dilakukan, yang mencakup diantaranya:

• Jumlah sampel beserta cara penentuan sampel jumlah responden beserta persentase karakteristik respondennya.

• Kegiatan pelatihan enumerator untuk penguasaan kuesioner dan metode mewawancarai rensponden.

• Waktu dan lokasi pelaksanaan survei.

• Receiving dan batching terhadap dokumen hasil survai yang berupa kuesioner. • Proses editing dan pengkodean (coding).

• Tata cara data entry dan perangkat lunak yang digunakan untuk keperluan pengolahan data.

4.1.3. Analisis Deskriptif

Pada sub-bab ini diuraikan hasil analisis secara deskriptif. Beberapa hal yang perlu diuraikan antara lain namun tidak terbatas pada:

• Informasi kelompok usia calon penumpang KA.

• Informasi pekerjaan dan kewarganegaraan responden calon penumpang KA. • Sarana transportasi eksisting yang digunakan.

• Biaya yang dikeluarkan responden baik dengan sarana angkutan umum maupun pribadi/dinas.

• Waktu tempuh perjalanan bila dengan menggunakan transportasi eksisting dibandingkan dengan waktu tempuh rencana KA.

• Kesediaan membayar tariff rencana KA (willingnes to pay).

• Keinginan responden untuk menggunakan rencana KA (willingness to use). • Ekspetasi utama responden terhadap rencana KA. (misalnya, ketepatan waktu,

kenyamanan, tarif, akses ke stasiun, kebersihan stasiun maupun kereta dan fasilitas lainnya)

(31)

BUKU II 25 • Waktu tunggu kereta maksimum (headway) yang diharapkan responden

4.1.4. Analisis Induktif.

Analisis induktif digunakan untuk mengkaji ada tidaknya hubungan antara dua variabel yang ada, juga akan melihat seberapa kuat hubungan yang terjadi jika memang hubungan itu ada. Contoh analisis yang dilakukan adalah misalnya hubungan antara tarif rencana KA dengan:

• Pekerjaan responden

• Sarana transportasi yang biasa digunakan • Biaya transportasi yang biasa digunakan • Lama waktu tempuh

• Ekspetasi (harapan)

4.1.5. Analisis Model Logistic Multinomial

Model yang akan dibangun adalah mengenai peluang tarif KA. Pada model ini, ingin diprediksi mengenai peluang tarif KA melalui sejumlah prediktor (variabel bebas). Berdasarkan model yang berhasil dibangun, selanjutnya dilakukan simulasi dengan memperhatikan kombinasi sejumlah variabel bebas (prediktor). Dengan mengandalkan hasil simulasi dapat dibuat analisis lebih lanjut mengenai kecenderungan kesedian responden dalam membayar tarif KA. Kemudian, berangkat dari simulasi dan analisis kecenderungan (peluang) tarif KA akan dapat disimpulkan besar tarif yang pantas.

4.2. Analisis Pasar (Market)

Analisis pasar yang dimaksud adalah bukan pasar pelanggan KA namun lebih pada minat dunia usaha pada proyek KPBU ini. Dalam sub-bab ini perlu dimasukkan beberapa hal di bawah ini:

• Tanggapan dan pendapat investor potensial terhadap rencana proyek KPBU yang diperoleh dari hasil penjajakan minat (market sounding), diantaranya mencakup ketertarikan investor potensial atas tingkat pengembalian investasi yang ditawarkan, risiko utama yang menjadi pertimbangan investor, kebutuhan akan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah.

• Tanggapan dan pendapat dari lembaga keuangan nasional dan/atau internasional terhadap bankability rencana proyek KPBU, termasuk indikasi besaran pinjaman, jangka waktu, tingkat suku bunga, dan persyaratan perolehan pinjaman yang dapat disediakan, serta risiko utama yang menjadi pertimbangan.

(32)

BUKU II 26 • Tanggapan dan pendapat dari lembaga penjaminan terhadap rencana proyek KPBU,

diantaranya mencakup risiko-risiko yang dapat dijaminkan, persyaratan dan prosedur perolehan penjaminan, dan lainnya.

• Identifikasi strategi untuk mengurangi risiko pasar dan meningkatkan persaingan yang sehat dalam pengadaan proyek KPBU.

• Identifikasi struktur pasar untuk mendapatkan gambaran mengenai tingkat kompetisi dari proyek-proyek KPBU sektor perkeretaapian.

4.3. Analisis Struktur Pendapatan KPBU

Berisikan uraian potensi-potensi sumber pendapatan proyek KPBU selama masa perjanjian kerjasama. Untuk sektor kereta api perkotaan, umumnya dibagi menjadi dua:

• Pendapatan dari tiket penumpang (Farebox);

• Pendapatan Non-Farebox (TOD, iklan, area parkir, sewa gudang, sewa internet, usaha retail, dan usaha lainnya).

Pada sub-bab ini juga dijabarkan mekanisme penyesuaian tarif serta diidentifikasi dampak terhadap pendapatan jika terjadi:

• kenaikan biaya KPBU (cost over run); • pembangunan KPBU selesai lebih awal;

• pengembalian KPBU melebihi tingkat maksimum yang ditentukan sehngga dimungkinkan pemberlakuan mekanisme penambahan pembagian keuntungan (clawback mechanism);

• pemberian insentif atau pemotongan pembayaran dalam hal pemenuhan kewajiban.

4.4. Analisis Biaya dan Manfaat Sosial (ABMS)

Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS) atau Social Cost and Benefit Analysis (SCBA) merupakan alat bantu untuk membuat keputusan publik dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. ABMS membandingkan kondisi dengan ada proyek KPBU dan tanpa ada proyek KPBU. Hasil ABMS digunakan sebagai dasar penentuan kelayakan ekonomi proyek KPBU serta kelayakan untuk dukungan pemerintah. Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah bahwa hasil perhitungan ABMS akan menjadi rujukan bagi pemerintah dalam menentukan besaran dukungan pemerintah. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam Prastudi Kelayakan ini meliputi:

(33)

BUKU II 27 4.4.1. Asumsi umum

• Periode evaluasi; • Faktor konversi;

• Dan asumsi lain yang diperlukan.

4.4.2. Manfaat

Pada sub-bab ini diuraikan berbagai manfaat yang didapatkan dari kegiatan proyek KPBU KA. Manfaat dari pengembangan kereta api perkotaan dapat beragam tergantung dari jenis serta tujuan pengembangan moda berbasis rel tersebut. Berikut adalah contoh beberapa manfaat yang mungkin terjadi dari investasi perkeretaapian:

Tabel 4. Contoh Manfaat dalam ABMS KPBU Sektor Perkeretaapian

Manfaat yang diperhitungkan pada ABMS adalah manfaat yang dapat dikuantifikasi, seperti penghematan biaya transportasi, penghematan waktu, dan lainnya. Manfaat tersebut selanjutnya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi.

4.4.3. Biaya

• Biaya penyiapan KPBU; • Biaya modal;

• Biaya operasional; • Biaya pemeliharaan;

• Biaya lain-lain yang timbul dari adanya proyek.

Biaya yang diperhitungkan merupakan biaya konstan di luar biaya kontijensi dan pajak. Biaya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi.

Manfaat Langsung bagi Penyedia Jasa KA

Manfaat Langsung bagi Pengguna Jasa/

Penumpang

Manfaat Tidak Langsung bagi Pihak Terkait Pendapatan dari tiket

penumpang (Farebox)

Penghematan dalam hal biaya transportasi

Multiplier effects Peningkatan pendapatan

dari Non-Farebox

Penghematan dalam hal waktu dan tidak macet

Mengurangi kemacetan jalan raya

Kenyamanan Keselamatan dan

keamanan Kemudahan akses ke

pusat-pusat kegiatan

Keuntungan bagi pusat-pusat kegiatan komersil dan perkantoran

(34)

BUKU II 28 4.4.4. Parameter Penilaian

Pada sub-bab ini diuraikan beberapa parameter penilaian ekonomi dari proyek KPBU yang akan akan dilaksanakan. Parameter tersebut meliputI:

• Economic Internal Rate of Return (EIRR); • Economic Net Present Value (ENPV); • Economic Benefit Cost Ratio (BCR).

4.4.5. Analisis sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan ekonomi proyek, misalnya:

• Perubahan nilai social discount rate; • Penurunan/kenaikan komponen biaya; • Penurunan/kenaikan komponen manfaat

4.5. Analisis Keuangan

Pada sub-bab ini diuraikan secara ringkas analisis keuangan dari proyek KPBU yang akan dijalankan. Beberapa hal yang perlu diuraikan dalam analisis keuangan ini antara lain meliputi:

4.5.1. Asumsi analisis keuangan

Asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan analisa keuangan proyek KPBU kereta api perkotaan adalah antara lain sebagai berikut :

• Tingkat inflasi per tahun

• Persentase pembiayaan sendiri terhadap pinjaman serta tingkat bunga pinjaman pertahun

• Jumlah penumpang

• Jumlah pegawai yang akan terlibat beserta penyesuaian gaji sesuai indeks inflasi per tahunnya

• Lama waktu tunggu. • Besarnya tarif penumpang

• Harga bahan bakar/energi yang digunakan dengan kenaikan sesuai indeks inflasi.

(35)

BUKU II 29 • Tarif pajak

• Biaya kontingensi yang juga merupakan biaya mitigasi risiko, biaya perijinan, pemeliharaan lingkungan dan biaya lainnya.

• Jangka waktu pengembalian pinjaman termasuk masa tenggangnya • Periode kerja sama

4.5.2. Pendapatan

Menguraikan jenis-jenis pendapatan yang bisa diperoleh dari proyek KPBU. Proyeksi pendapatan disiapkan berdasarkan struktur pendapatan KPBU yang telah dianalisis sebelumnya.

4.5.3. Biaya

Menguraikan biaya-biaya yang perlu dikeluarkan selama masa kerjasama mulai dari tahap konstruksi hingga pengoperasian dan pemeliharaannya. Unsur biaya yang perlu dikaji meliputi:

• Biaya investasi (CAPEX)

Berisikan ringkasan biaya investasi, baik oleh PJPK, Badan Usaha maupun secara total. Ringkasan ini juga terdiri dari dua harga, yaitu harga konstan dan harga berlaku. Ringkasan biaya investasi ini di-breakdown per tahun. Untuk biaya investasi (CAPEX) sektor kereta api perkotaan ini antara lain meliputi :

- Biaya investasi untuk akuisisi dan pematangan tanah kawasan, reklamasi - Biaya investasi untuk pembangunan rel

- Biaya investasi untuk pembangunan stasiun - Biaya investasi untuk pembangunan depo

- Biaya investasi untuk pembangunan bangunan penunjang - Biaya investasi untuk pembangunan sintelis

- Biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur kawasan, termasuk jalan akses, tempat parkir, dll.

- Biaya investasi untuk sarana

- Dan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan (jenis dan tujuan pengembangan kereta api)

Selain itu juga ada working capital yang timbul dari pengoperasian proyek investasi ini, pihak manajemen memperkirakan adanya biaya lain-lain yang

(36)

BUKU II 30 mencakup biaya perizinan, biaya kunjungan pihak manajemen ke lokasi proyek, biaya bantuan hukum, biaya peresmian, dan biaya pemasaran.

• Biaya operational dan pemeliharaan (OPEX)

Dalam perhitungan biaya OPEX ini, selain asumsi tersebut diatas, perlu juga asumsi tentang biaya-biaya operasional, yang antara lain:

- Biaya tenaga kerja

- Biaya perbaikan dan pemeliharaan infrastruktur kereta api - Biaya listrik, bahan bakar, dan utilitas

- Biaya penyusutan - Biaya asuransi - Biaya bunga hutang - Biaya lainnya

4.5.4. Indikator keuangan

Indikator keuangan ini akan membahas beberapa indikator penting yang akan menentukan layak tidaknya proyek ini dijalankan oleh Badan Usaha Pelaksana. Beberapa indikator keuangan tersebut adalah:

• IRR, NPV dan DSCR dari proyek dan modalitas.

• Perbandingan FIRR proyek terhadap WACC. Jika FIRR lebih besar dari WACC maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.

• Jika NPV yang dihasilkan lebih besar dari 0 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK. • Jika FIRR ekuitas dibandingkan dengan Minimum Attractive Rate of Return

(MARR) masih lebih besar maka Proyek KPBU dinilai LAYAK. • Jika DSCR lebih besar dari 1 maka Proyek KPBU dinilai LAYAK.

4.5.5. Proyeksi Kinerja Keuangan Badan Usaha Pelaksana

Pada sub-bab ini akan dikaji proyeksi kinerja keuangan Badan Usaha Pelaksana dengan menggunakan asumsi-asumsi seperti dibahas diatas. Proyeksi keuangan yang perlu dimasukkan dalam Prastudi Kelayakan:

• Proyeksi laba rugi (income statement) • Proyeksi neraca (balance sheet) • Proyeksi arus kas (cash flow)

(37)

BUKU II 31 4.5.6. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat kelayakan keuangan proyek, misalnya:

• Penurunan/kenaikan biaya; • Penurunan/kenaikan permintaan.

4.6. Analisis Value for Money (Nilai Manfaat Uang)

Tujuan dari Analisis Nilai Manfaat Uang (Value for Money – VFM) adalah untuk membandingkan dampak finansial dari proyek KPBU (perkiraan penawaran badan usaha) terhadap alternatif penyediaan infrastruktur secara tradisional oleh Pemerintah (Public Sector Comparator – PSC). Nilai Manfaat Uang (VFM) merupakan selisih Net Present Value (NPV) PSC dengan NPV KPBU (PPP Bid). Jika Nilai VFM adalah positif, maka proyek tersebut memberikan nilai manfaat. Sebaliknya, jika VFM negatif, maka skema tersebut tidak dipilih.

Penilaian VFM membandingkan total biaya proyek dari komparator sektor publik (PSC) dengan itu proyek KPBU dan perbedaan ini disebut sebagai nilai uang. Jika biaya proyek KPBU yang dinilai cenderung menjadi lebih rendah daripada biaya PSC, maka proyek KPBU dikatakan kemungkinan dapat memberikan nilai manfaat positif untuk uang.

Penilaian VFM memanfaatkan asumsi tentang ekonomi makro dan lokal masa depan, penilaian risiko probabilistik, model keuangan dan analisis sensitivitas untuk melakukan perbandingan ini dan untuk mengembangkan pemahaman tentang berbagai potensi VFM bahwa proyek dapat bermanfaat.

Total biaya proyek dibandingkan pada risiko disesuaikan dan net present value ( "NPV") dasar.

Untuk sampai pada biaya risiko yang sesuai, salah satu praktik standar yang sering dilakukan adalah dengan mengembangkan matriks risiko dan mengkuantifikasi risiko tersebut melalui workshop risiko.

Penilaian VFM disajikan dalam bab ini telah dilakukan setelah penutupan keuangan untuk proyek tersebut. Bagian berikut memberikan rincian tentang biaya proyek dan hasil penilaian VFM ini.

(38)

BUKU II 32 4.6.1. Perhitungan Biaya Dasar (Base Cost)

Menguraikan perbandingan biaya yang dibutuhkan antara PSC dan KPBU untuk menyediakan infrastruktur dan pelayanan yang sama.

Untuk PSC : CAPEX dan OPEX

Untuk KPBU : CAPEX, OPEX, dan profit

4.6.2. Pembiayaan (Financing)

Menguraikan perbandingan antara total pembiayaan KPBU dengan PSC. Biasanya total pembiayaan KPBU lebih tinggi daripada PSC karena Badan Usaha memperoleh pinjaman dengan suku bunga yang lebih tinggi.

4.6.3. Biaya Lain-lain (Ancillary Cost)

Menjelaskan biaya lain-lain yang timbul dari pelaksanaan proyek namun tidak terkait langsung dengan proyek, seperti biaya manajemen proyek dan biaya transaksi.

4.6.4. Risiko

Sub-bab ini menguraikan risiko-risiko yang ditanggung oleh Pemerintah. Pada PSC seluruh risiko ditanggung oleh Pemerintah sedangkan pada KPBU sebagian risiko ditransfer kepada Badan Usaha.

4.6.5. Competitive Neutrality

Sub-bab ini menguraikan competitive neutrality yang menghilangkan keuntungan dan kerugian kompetitif yang dimiliki oleh publik. Beberapa biaya, seperti pajak atau asuransi tertentu, yang terdapat pada base cost mungkin tidak dihitung pada komponen base cost dari PSC yang menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, untuk menetralkan hal tersebut, competitive neutrality ditambahkan ke dalam PSC.

PSC KPBU Competitive neutrality Risk Ancillary cost Financing Base cost Risk Ancillary cost Financing Base cost Value for Money

(39)

BUKU II 33 4.6.6. Kesimpulan

Merekapitulasi perhitungan dari setiap komponen untuk memperoleh gambaran besaran VFM dari proyek KPBU.

(40)

BUKU II 34

Bab 5. KAJIAN HUKUM DAN

KELEMBAGAAN

5.1. Kajian Hukum

Kajian hukum bertujuan untuk memastikan bahwa rencana proyek KPBU sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait.

5.1.1. Analisis Peraturan Perundang-undangan a. Peraturan KPBU

Menjelaskan diperbolehkannya beserta persyaratannya melakukan KPBU untuk penyediaan infrastruktur, prinsip-prinsip dasar KPBU yang akan diterapkan dalam dalam proyek KPBU yang akan dilaksanakan, dan tahap-tahap penyiapan KPBU yang telah dilaksanakan. Beberapa aturan terkait yang berlaku saat toolkit ini disusun adalah:

• Peraturan Presiden No. 38/2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur dengan point-point penting:

- Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur yang disebut dengan skema KPBU (Kerjasama Pemerintah Badan Usaha); - Jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan melalui skema KPBU

adalah infrastruktur transportasi.

- KPBU dapat melakukan kerjasama lebih dari satu jenis infrastruktur atau gabungan dari beberapa jenis infrastruktur.

- Penentuan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) dalam skema KPBU dilakukan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku di sektor infrastruktur yang dikerjasamakan.

- PJPK menetapkan bentuk pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional, dan keuntungan Badan Usaha Pelaksana.

• Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas No. 4/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, dengan point-point penting:

(41)

BUKU II 35 - Jenis infrastruktur yang dapat dikerjasamakan berdasarkan

panduan umum ini diantaranya mencakup penyediaan dan/atau pengelolaan fasilitas dan/atau pelayanan jasa perkeretaapian. - pelaksanaan KPBU terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu: (i) Tahap

Perencanaan; (ii) Tahap Penyiapan; dan (iii) Tahap Transaksi.

b. Peraturan Sektor Perkeretaapian

Kerangka regulasi sektor perkeretaapian disajikan pada gambar 2 berikut ini.

Gambar 5. Kerangka Regulasi Bidang Perkeretaapian

• UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian

Poin-poin penting yang perlu dikaji berdasarkan UU ini adalah

- Perkeretaapian umum menurut fungsinya terdiri dari perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antarkota;

- Kesesuaian rencana Proyek KPBU Angkutan massal berbasis rel dengan Tatanan Perkeretaapian Nasional.

- Ruang lingkup kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa Perkeretaapian perkotaan.

- Lokasi jalur/trase kereta api merupakan suatu wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata

(42)

BUKU II 36 Ruang Wilayah Kabupaten/Kota serta memenuhi persyaratan kelayakan teknis dan operasional.

• Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian

Poin-poin penting yang perlu dikaji berdasarkan peraturan pemerintah ini adalah

- Penyelenggara sarana dan atau prasarana Perkeretaapian umum terdiri atas:

▪ Badan Usaha sebagai penyelenggara, baik secara sendiri-sendiri maupun melalui kerjasama;

▪ Dalam hal tidak ada Badan Usaha yang menyelenggarakan perkeretaapian umum, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menyelenggarakan sarana dan atau prasarana perkeretaapian.

- Badan Usaha yang menyelenggarakan sarana dan atau prasarana perkeretaapian umum wajib memiliki izin usaha dan izin operasi yang diterbitkan oleh Pemerintah.

- Kesesuaian rencana Proyek KPBU Perkeretaapian perkotaan dengan Tatanan Perkeretaapian Umum.

- Ruang lingkup kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa Perkeretaapian perkotaan.

- Ketentuan pemberian konsesi dan bentuk lainnya.

- Ketentuan pekerjaan sipil/ persyaratan pembangunan dan pengoperasian sarana prasarana kereta api.

Tabel 5. Turunan PP 56 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian

No Nomor Perihal

A Bidang Prasarana

1 PM.10 Tahun 2011 Persyaratan Teknis Peralatan Persinyalan Perkeretaapian

2 PM.11 Tahun 2011 Persyaratan Teknis Peralatan Telekomunikasi Perkeretaapian

3 PM.12 Tahun 2011 Persyaratan Teknis Instalasi Listrik Perkeretaapian

4 PM.29 Tahun 2011 Persyaratan Bangunan Stasiun Kereta Api

5 PM.30 Tahun 2011 Tata Cara Pengujian Dan Pemberian Sertifikat Prasarana Perkeretaapian

(43)

BUKU II 37

No Nomor Perihal

Perkeretaapian

7 PM.32 Tahun 2011 Standar Dan Tata Cara Perawatan Prasarana Perkeretaapian

8 PM.33 Tahun 2011 Jenis, Kelas Dan Kegiatan Di Stasiun Kereta Api

9 PM.36 Tahun 2011 Perpotongan Dan/Atau Persinggungan Antara Kereta Api Dengan Bangunan Lain

10 PM. 60 Tahun 2012 Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api

11 PM.67 Tahun 2012 Pedoman Perhitungan Biaya Perawatan Dan Pengoperasian Prasarana Perkeretaapian (IMO) B Bidang Sarana

12 KM.40 Tahun 2010 Permenhub Nomor KM.40 Tahun 2010

13 KM.41 Tahun 2010 Standar Spesifikasi Teknis Kereta Yang Ditarik Lokomotif

14 PM.175 Tahun 2015 Standar Spesifikasi teknis kereta kecepatan normal dengan penggerak sendiri

15 KM.43 Tahun 2010 Standar Spesifikasi Teknis Gerbong

16 KM.44 Tahun 2010 Standar Spesifikasi Teknis Peralatan Khusus

17 KM.45 Tahun 2010 Standar Spesifikasi Teknis Penomoran Sarana Perkeretaapian

18 PM.13 Tahun 2011 Standar, Tata Cara Pengujian Dan Sertifikasi Kelaikan Kereta Dengan Penggerak Sendiri

19 PM.14 Tahun 2011 Standar,Tata Cara Pengujian Dan Sertifikasi Kelaikan Lokomotif

20 PM.15 Tahun 2011 Standar,Tata Cara Pengujian Dan Sertifikasi Kelaikan Kereta Yang Ditarik Lokomotif

21 PM.16 Tahun 2011 Standar,Tata Cara Pengujian Dan Sertifikasi Kelaikan Peralatan Khusus

22 PM.17 Tahun 2011 Standar, Tata Cara Pengujian Dan Sertifikasi Kelaikan Gerbong

23 PM. 37 Tahun 2014 Standar Spesifikasi Teknis Sarana Perkeretaapian Monorel

C Bidang SDM

24 KM.92 Tahun 2010 Keahlian Tenaga Pemeriksa Sarana Perkeretaapian

25 KM.93 Tahun 2010 Keahlian Tenaga Pemeriksa Prasarana Perkeretaapian

26 KM.94 Tahun 2010 Keahlian Tenaga Perawat Sarana Perkeretaapian

27 KM.95 Tahun 2010 Keahlian Tenaga Perawat Prasarana Perkeretaapian

(44)

BUKU II 38

No Nomor Perihal

29 PM.97 Tahun 2010 Sertifikasi Keahlian Penguji Prasarana Perkeretaapian

30 PM.18 Tahun 2011 Sertifikat Keahlian Auditor Perkeretaapian

31 PM.21 Tahun 2011 Sertifikat Kecakapan PPKA

32 PM.22 Tahun 2011 Sertifikat Keahlian Inspektur Perkeretaapian

33 PM.23 Tahun 2011 Sertifikat Kecakapan Awak Sarana Perkeretaapian

34 PM.21 Tahun 2014 Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 20 Tahun 2011 Tentang Akreditasi Badan Hukum Atau Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan Sumber Daya Manusia Perkeretaapian

D Bidang Pembinaan/ Perizinan

35 PM.31 Tahun 2012 Perizinan Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian Umum

36 PM.66 Tahun 2013 Perizinan Penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian Umum

• Keputusan Menteri Perhubungan Nomor PM 43 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Perkeretaapian Nasional

- Kajian dilakukan terhadap kesesuaian sarana prasarana perkeretaapian yang akan dibangun terhadap hierarki perkeretaapian serta proyeksi lalu lintas muatan yang tercantum dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional.

• Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api

Poin-poin penting yang perlu dikaji berdasarkan peraturan pemerintah ini adalah

- Ketentuan Jaringan pelayanan kereta api.

- Ketentuan pembuatan Grafik perjalanan kereta api (GAPEKA). - Ketentuan dan pedoman penetapan rencana lokasi jalur kereta api. - Ketentuan standar pelayanan minimum dan ketentuan lainnya.

Gambar

Gambar 2.  Kerangka Model Kebutuhan
Tabel 2.  Perbandingan Moda Kereta Api Perkotaan
Gambar rencana prasarana kereta api paling sedikit memuat:
Tabel 3.  Contoh  Spesifikasi  Keluaran  Proyek  KPBU  Sektor  Transportasi  Perkotaan  Berbasis Rel
+5

Referensi

Dokumen terkait

a. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Mereka sadar bahwa mereka merupaka suatu kesatuan utuh.. Mereka merupakan suatu sistem

Djambek dalam buku Arah Qiblat ini adalah : Pertama, Saadoeddin Djambek masih menggunakan perhitungan manual dengan menggunakan tabel logaritma dalam perhitungan

Tujuan dari proses ini adalah untuk memberikan bumbu pada keripik sesuai dengan rasa yang diinginkan sehingga bumbu tercampur secara merata pada

Mengamati video yang dimuat dalam aplikasi Moodle tentang pengertian, fungsi dan jenis-jenis pencatatan keuangan sederhana.. Guru memberikan pertanyaan stimulus terhadap

PT Rasuna Residence Development, Anak perusahaan, yang bergerak dalam bidang perhotelan melakukan pencadangan atas penggantian peralatan operasi dengan membebankan jumlah tertentu

Pada proses penyiaran yang dilakukan oleh televisi tidak luput dari audio video serta grafis yang merupakan komponen yang sangat penting.. Video program, promo,

Proses penempelan primer pada utas DNA yang sudah terbuka memerlukan suhu optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan amplifikasi tidak terjadi

Terapi cairan seringkali merupakan terapi inisial pada pasien syok yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, sehingga diharapkan dapat mengoreksi sistem sirkulasi tubuh..