• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Ketenangan Hati. kehidupan (Hafidz, 2019). Ketenangan juga bisa diistilahkan dengan tranquility

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Ketenangan Hati. kehidupan (Hafidz, 2019). Ketenangan juga bisa diistilahkan dengan tranquility"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

17 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Ketenangan Hati 1. Definisi Ketenangan Hati

Ketenangan atau serenity merupakan seuatu emosi positif yang merefleksikan adanya kedamaian, rasa percaya diri dan keseimbangan antara tubuh dan pikiran (Cuello & Oros, 2014). Roberts & Whall mengatakan bahwa Serenity tidak harus berkaitan dengan kebahagian, melainkan mampu mempertahankan ketenangan meskipun terjadi peristiwa negatif dalam kehidupan (Hafidz, 2019). Ketenangan juga bisa diistilahkan dengan tranquility yang diartikan sebagai sebuah kebebasan dari gangguan atau tidak adanya masalah yang dihadapi (Striker, 1990).

Tuma’ninah atau ketenangan secara bahasa dapat diartikan terhindar dari kecemasan (Rusdi, 2016). Tuma’ninah diartikan sebagai perasaan rileks karena keimanan, adanya penerimaan diri yang baik, selalu berusaha mencari cara untuk mencapai dan mengaktualisasikan hidup, jauh dari rasa cemas dan jauh dari rasa khawatir (Rusdi, 2016). Ketenangan atau ketentraman telah dijelaskan dalam Qur’an Surah Ar-rad ayat 28 yang artinya “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram”. Mengacu pada ayat di atas, tatmain al-qulub yaitu adanya keyakinan diri dan ketenangan yang didapatkan karena keyakinannya kepada Allah. Tatmainn al-qulub adalah

(2)

adanya ketentraman dan keyakinan penuh kepada Allah yang telah tertanam dengan dalam hati seorang muslim (Al-Baghwi dalam Rusdi dkk, 2018).

Peneliti mengacu pada ketenangan hati yang merujuk pada Al-Quran menggunakan istilah tatmainn al-qulub, yaitu adanya keyakinan diri dan ketenangan yang didapatkan karena keyakinannya kepada Allah, dimana hati individu merasakan kedamaian, tentram dan yakin (Rusdi, 2016). Individu yang yakin dan tenang karena Allah maka akan mendapatkan ketenangan hati yang baik, begitu pula sebaliknya. Peneliti akan mengukur ketenangan hati berdasarkan dari keyakinan diri dan ketenangan karena Allah.

Peneliti juga ingin melihat apakah pasien kanker sudah dapat merasakan ketenangan meskipun dengan penyakit yang dideritanya. Alasan lain peneliti memilih definisi ketenangan atau tat’main al-qulb yang dikembangkan oleh Rusdi (2016) adalah sudah tersedianya alat ukur yang baku untuk mengukur tingkat ketenangan hati seseorang berdasarkan definisi yang disebutkan Rusdi (2016) berdasarkan Al-qur’an, sehingga lebih memudahkan peneliti dalam pengambilan data pada subjek penelitian.

2. Aspek-aspek Ketenangan Hati

Rusdi (2016) mengatakan bahwa ketenangan (tatmainn al-qulub) terdiri dari dua aspek yaitu al-sukun (ketentraman) dan al-yaqin (keyakinan) yaitu :

a. Al-sukun

Al-sukun adalah aspek yang menggambarkan individu dengan hati yang tidak bergejolak. Ciri-cirinya memiliki kerhidhaan, perasaan yang rileks, dan adanya kebahagiaan.

(3)

b. Al-yaqin

Al-yaqin adalah aspek yang menggambarkan adanya aktivitas keimanan dan tidak adanya keraguan dalam bersikap.

Berdasarkan aspek-aspek dalam ketenangan hati dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tingkat ketenangan hati yang baik dibutuhkan beberapa perasaan positif. Perasaan positif tersebut diantaranya adalah memiliki keridhaan atas apa yang terjadi dalam hidup, merasa rileks, dan tidak ada keraguan terhadap Tuhan.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketenangan Hati Faktor yang mempengaruhi ketenangan hati yaitu: a. Dzikir.

Penelitian yang dilakukan oleh Kumala, Kusprayogi dan Nashori (2017) dengan latihan berdzikir istighfar dengan melafadzkan “Astaghfiru-llaahal’adzim” sebanyak seratus kali dapat menumbuhkan ketenangan. Hal ini dapat membuktikan bahwa aktivitas lisan berupa dzikir dapat mempengaruhi ketenangan hati.

b. Sholat

Penelitian Rusdi (2016) mendapatkan hasil bahwa salat taubat dapat menumbuhkan ketenangan hati secara signifikan. Hal tersebut berarti, aktivitas ketaatan kepada Tuhan seperti salat atau sembahyang dapat mempengaruhi tumbuhnya ketenangan hati.

(4)

c. Mindfulness Islami

Penelitian Fahmi dkk (2018) mendapatkan hasil bahwa pelatihan mindfulness Islami dapat meningkatkan ketenangan hati dan optimisme.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, ketenangan hati dapat ditumbuhkan dari perilaku-perilaku yang berhubungan dengan keagamaan seperti dzikir, shalat dan mindfullness Islami.

B. Koping Religius 1. Definisi Koping Religius

Koping dapat diartikan sebagai kemampuan individu dalam mengatasi masalah atau menangani tuntutan yang menimbulkan tekanan (Atkinson, Smith & Bem, 2004). Koping digunakan saat individu mengalami situasi dan kondisi negatif yang dirasakan dalam diri. Situasi dan kondisi negatif tersebut berasal dari stimulus internal dan eksternal pada individu yang biasa disebut sebagai stressor. Bentuk koping tersebut bermacam-macam dan dapat dikembangkan dengan berbagai aspek dalam kehidupan individu. Salah satu bentuk koping adalah dengan pendekatan agama atau dikenal dengan koping religius.

Pargament, Smith, Koenig dan Perez (1998), koping religius sebagai beragam hal yang berkaitan dengan spiritualitas dan religiusitas dalam bentuk respon kognitif, perilaku, dan interpersonal dalam menghadapi sumber stres. Pargament (Borges et al., 2017); Koenig (Borges et al., 2017) mendefinisikan koping religius sebagai penggunaan keyakinan agama dan perilaku untuk memfasilitasi penyelesaian masalah serta untuk mencegah atau mengurangi

(5)

akibat emosional negatif dari keadaan kehidupan yang penuh tekanan. Koping religius merupakan strategi koping dengan memasukkan pemahaman akan suatu kekuatan yang amat besar dalam hidup, dimana kekuatan tersebut dikaitkan dengan unsur ke Tuhanan (Wong & Wong, 2006). Pargament dan Raiya (2007) juga mendefinisikan koping religius sebagai cara untuk memahami dan menghadapi situasi hidup yang negatif dimana berhubungan dengan sesuatu yang berkaitan dengan agama.

Pargament (Borges et al., 2017) memaparkan bahwa, penggunaan koping religius merupakan strategi mengatasi masalah yang dapat menghasilkan penyesuaian baik positif atau negatif atau diklasifikasikan sebagai koping religius positif dan koping religius negatif. Koenig menjelaskan bahwa, koping religius didefinisikan sebagai suatu sikap dan keyakinan untuk mengelola tekanan emosional atau ketidaknyamanan fisik dengan melakukan perilaku keagamaan (Handoko, 2015). Koping religius merupakan sejauh mana individu menggunakan keyakinan dan praktik ritual religiusnya untuk menfasilitasi proses pemecahan masalah dalam mencegah atau meringankan dampak psikologis negatif dari situasi yang penuh stres dan hal ini membantu individu untuk beradaptasi dalam situasi kehidupan yang menekan (Koeing dalam Reza, 2016). Berdasarkan uraian di atas, koping religius dapat diartikan sebagai strategi koping yang digunakan untuk mengatasi tekanan negatif dari diri individu dengan melibatkan keyakinan pada Tuhan dan praktik keagamaan. Penelitian ini mengacu pada teori koping religius milih Pargament dan Raiya (2007) yang mendefinisikan koping religius sebagai cara untuk memahami dan

(6)

menghadapi situasi hidup yang negatif dimana berhubungan dengan sesuatu yang berkaitan dengan agama.

2. Dimensi Koping Religius

Pargament, Smith, Koeing dan Perez (Raiya, 2008) mengidentifikasi dimensi koping religius yaitu, koping religius positif dan koping religius negatif. a. Koping religius positif mencerminkan hubungan yang aman dengan Tuhan, keyakinan bahwa ada makna yang lebih besar yang dapat ditemukan, dan rasa keterhubungan spiritual dengan yang lain. Pada dimensi ini hubungan yang aman dengan Tuhan dapat diperoleh individu dengan melakukan praktik keagamaan seperti shalat, doa dan berdzikir. Individu meyakini bahwa ada makna yang baik ketika menjalani kehidupan.

b. Koping religius negatif melibatkan ekspresi hubungan yang kurang aman dengan Tuhan, pandangan dunia yang lemah dan tidak menyenangkan, serta perjuangan keagamaan untuk menemukan dan melestarikan signifikansi dalam kehidupan. Hubungan yang kurang aman dengan Tuhan dapat dirasakan dengan rendahnya keyakinan pada Tuhan dan Individu memandang segala sesuatu yang terjadi di dunia tidak menyenangkan.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dilihat bahwa koping religius memiliki dua dimensi yang berbeda. Berdasarkan dimensi ini penggunaan koping religius individu dapat diukur secara positif dan negatif.

(7)

C. Hubungan antara Koping Religius dan Ketenangan Hati Kanker merupakan salah satu penyakit kronis yang memiliki banyak dampak negatif bagi pasiennya. Dampak psikologis pasien kanker dapat berupa ketidakberdayaan, kecemasan, rasa malu, harga diri menurun, stres, dan marah (Oetami & Thaha, 2014). Tidak hanya itu, 30% pasien kanker yang menjalani kemoterapi juga mengalami kecemasan bahkan depresi (Moorey & Greer, 2017). Dampak seperti stres, kecemasan dan depresi yang dirasakan pasien kanker akan berdampak pada ketenangan hatinya. Ketika seseorang merasakan stres, kecemasan dan depresi maka tidak akan merasakan ketenangan (Kreitzer et al, 2017). Hal ini menunjukkan, pasien kanker yang merasakan dampak negatif tersebut jauh dari ketenangan dan dapat berpengaruh pada kesehatan mental dan fisiknya. Sejalan dengan pendapat Robert & Messenger (Hafidz, 2019) yang mengatakan bahwa ketenangan hati sebagai manifestasi dari spiritualitas yang mampu mengurangi tingkat stres dan meningkatkan kesehatan secara optimal. Idealnya, pasien kanker memiliki ketenangan hati yang baik dan terhindar dari stress sehingga, akan berdampak baik pula pada psikologis dan fisiknya.

Ketenangan hati atau tatmain al-qulb yaitu adanya keyaiknan diri dan ketenangan yang didapatkan karena merasa yakin kepada Allah (Rusdi, 2016). Ketenangan hati dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hasil penelitian Rusdi (2016) membuktikan bahwa shalat taubat dapat meningkatkan ketenangan hati. Penelitian lain membuktikan bahwa dzikir dapat meningkatkan ketenangan hati (Kumala dkk, 2017). Tidak hanya shalat dan dzikir yang dapat meningkatkan ketenangan hati, mindfulness Islami juga efektif dalam meningkatkan ketenangan

(8)

hati (Fahmi dkk, 2018). Faktor yang mempengaruhi ketenangan hati tersebut, seperti shalat, dzikir dan berpikir positif merupakan indikator dari koping religius.

Dampak psikologis ini dapat ditanggulangi dengan berbagai macam strategi koping, salah satu diantaranya adalah koping yang melibatkan religiuisitas atau keyakinan pada Tuhan sehingga, dapat berpengaruh pada ketenangan hati pasien. Hal ini dikarenakan, ketika seseorang mengalami stres yang berat maka semakin besar pula tingkat religius yang digunakan seseorang (Ward, 2010). Koping religius adalah upaya individu untuk memahami dan mengatasi sumber-sumber stres yang muncul dalam kehidupan dengan melakukan berbagai cara untuk menjaga dan mempererat hubungan individu dengan Tuhannya (Pargament, 1997). Koping religius cenderung digunakan individu ketika menginginkan sesuatu yang tidak bisa didapat dari manusia, serta menyadari dirinya tidak mampu lagi menghadapi kenyataan (Pargament, 1997).

Hubungan yang terdapat pada koping religius dengan ketenangan ini sebelumnya telah disampaikan oleh Nurmaharani (2017) yang mengatakan bahwa koping religius dapat berdampak pada ketenangan, kelegaan, kepuasan, kenikmatan dalam beribadah, terkontrol emosi dan pikiran, serta merasa dipermudah dalam berbagai hal. Koping religius terbagi menjadi dua dimensi diantaranya, koping religius negatif dan koping religius positif (Pargament dkk, dalam Raiya 2008).

Sejalan McMahon dan Biggs (Angganantyo, 2014) yang membuktikan keefektifan koping religius dalam penelitiannya dan menunjukkan bahwa orang dengan tingkat religiusitas yang tinggi serta menggunakan koping religius dalam kehidupannya, cenderung lebih tenang dan tidak mudah dilanda kecemasan. Ketika

(9)

pasien kanker menggunakan koping religius sebagai cara untuk mengelola dan menanggulangi stres atas penyakit yang dideritanya, maka pasien akan lebih tenang karena terhindar dari stres, kecemasan juga depresi. Ketenangan dapat muncul sebagai bentuk penerimaan terhadap permasalahan (penyakit) yang dianggap sebagai teguran maupun cobaan, penerimaan ini dapat membawa ke dalam kehidupan yang lebih baik (Nuraeni, 2012).

Dimensi pertama yaitu, koping religius negatif melibatkan rasa kurang aman dengan Tuhan atau memiliki keyakinan bahwa masalah yang dialami saat ini adalah hukuman atas kesalahan di masa lalu. Individu yang menggunakan koping religius negatif lambat laun akan berdampak pada keadaan dirinya hingga menyebabkan stres dan kecemasan. Pasien kanker yang menggunakan koping religius negatif akan merasa bahwa kanker yang dideritanya sebagai hukuman atas dosa atau kesalahan di masalalunya. Hal ini akan mengakibatkan stres dan lambat laun berujung depresi karena terus menyalahkan dirinya sendiri. Sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa koping religius negatif memiliki keterkaitan dengan kecemasan, ketakutan dan tingkat depresi (O’brien et al, 2018). Stres dan depresi dapat mempengaruhi perkembangan tumor pada tingkat sel (Parela et al dalam Conti et al, 2010). Ketika pasien kanker merasakan stres, kekebalan tubuh (imunitas) akan melemah, dan sel-sel kanker akan lebih mudah berkembang (Liwidjaja dan Kuntaraf, 2018). Conti et al (2010) mengatakan bahwa sistem imun memainkan peran penting dalam perkembangan kanker. maka, ketika pasien kanker menggunakan koping religius negatif akan cenderung merasakan stres yang mempengaruhi penurunan sistem imun dan berdampak pada perkembangan sel

(10)

kanker. Sejalan dengan pendapat Herbarman dan Orlando (Soung & Kim, 2015) yang mengatakan seseorang dengan imunitas rendah memiliki peningkatan resiko kanker. Perkembangan atau pertumbuhan kanker tersebut mempengaruhi stres, kecemasan dan depresi (Spiegel dan Davis dalam Soung & Kim, 2015). Seseorang yang merasakan stress, cemas dan depresi tidak merasakan ketenangan (Kreitzer et al, 2009. Sehingga, pasien kanker dalam keadaan stres tersebut akan jauh dari rasa ketenangan. (Ng et al, 2017) menunjukan bahwa pasien dengan kecemasan dan depresi cenderung menggunakan koping religius yang negatif. Oleh demikian, dapat dikatakan bahwa penyitas kanker yang menggunakan koping religius negatif akan memperparah sel kanker dan jauh dari ketenangan hati.

Aspek kedua yaitu koping religius positif yang mencerminkan hubungan aman dengan Tuhan dan meyakini bahwa ada makna lebih besar yang dapat ditemukan, dan rasa keterhubungan spiritual dengan orang lain. Hal ini di dukung dengan penelitian-penelitian di bawah ini. Sajadian dkk (2017); dan Putri (2014) mengungkapkan bahwa beberapa pasien kanker meyakini penyakit yang diderita sebagai ujian dari Tuhan dan meyakini semua kekuatan ada pada Tuhan serta menyerahkan diri dengan berpasrah kepada Tuhan. Selain itu, doa atau meditasi (Dull dan Skokan (Ng, 2017), shalat dan dzikir (Subandi, 2013) merupakan sarana relaksasi. Subandi (2013) mengatakan jika relaksasi dapat membantu proses penyembuhan penyakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Prawitasai (Subandi, 2013) bahwa relaksasi dapat mengurangi keluhan-keluhan fisik pasien dan dapat megurangi rasa sakit yang diderita pasien kanker. Dengan demikian, pasien kanker yang melaksanakan sahalat dan dzikir akan mendapatkan pengaruh relaksasi.

(11)

Kegiatan keagamaan seperti shalat (Rusdi, 2016); dzikir (Kumala dkk, 2017); berpikir positif (Fahmi dkk, 2018); doa (Liwidjaja dan kuntaraf, 2018) juga efektif dalam meningkatkan ketenangan hati. Koping religius positif secara signifikan berhubungan dengan pengaruh positif dan kepuasan hidup (Lee et al, 2014). Pasien kanker yang menggunakan koping religius positif akan menerima dan menganggap penyakit yang dideritanya adalah ujian dari Tuhan. Subandi (2013) juga mengatakan bahwa relaksasi dapat mengurangi kecemasan. Seseorang dikatakan tenang jika jauh dari kecemasan (Rusdi, 2016). Ketika pasien kanker melaksaan shalat dan doa maka akan terhindar dari kecemasan dan merasakan ketenangan.

Pasien kanker yang menggunakan koping religius positif juga berpikir bahwa Tuhan akan menolongnya dan menggugurkan dosa-dosanya melalui kanker yang dialaminya. Dengan berpikir positif pasien akan menghindari pikiran negatif. Pikiran yang negatif seperti stres secara tidak lamgsung dapat menyebabkan perubahan biokimia dalam tubuh yang menyebabkan tubuh menjadi rawan kanker. stress dapat menyebabkan sel kanker dapat berkembang secara abnormal. Hal ini dikarenakan ketika individu stres, kekebalan tubuh (imunitas) akan melemah, dan sel-sel kanker akan lebih mudah berkembang (Liwidjaja dan kuntaraf, 2018).

Hal ini tentu saja akan meminimalisir stres dan kecemasan dalam menghadapi penyakit yang akan berdampak pada kesehatan pasien secara keseluruhan. Ketika pasien kanker tidak mengalami stres dan terhindar dari pikiran negatif, maka sistem imun akan membaik dan menekan perkembangan sel kanker. Seperti yang dikatakan oleh Moreno et al (Denaro et al, 2014) jika stres berdampak

(12)

pada pertumbuhan kanker dan metastasis. Oleh karena itu, stres harus dihindari pasien kanker agar tidak memperparah perkembangan sel kanker.

Raiya et al (2018) mengungkapkan bahwa koping religius positif yang baik berdampak dengan kepuasan hidup. Kepuasan hidup yang dirasakan seseorang akan berpengaruh pada ketenangan (Lee et al, 2017). Oleh demikian, dapat dikatakan bahwa pasien kanker yang menggunakan koping religius positif akan terhindar dari stres dan kecemasan sehingga merasakan ketenangan.

Koping yang baik ditunjukkan dengan melakukan hal-hal yang positif yang membantu dalam pemulihan fisik maupun psikologis. Alberi dan Munafo (2011) mengatakan bahwa faktor kognitif seperti koping stres yang dilakukan seseorang memainkan peran penting dalam resiko kanker maupun perkembangannya dan koping yang baik berkaitan dengan prognosis yang lebih baik dan perpanjangan usia lebih besar.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan koping religius negatif akan membuat pasien terus menyalahkan dirinya merasakan stres, cemas hingga depresi. Hal tersebut akan menjauhkan pasien dari ketenangan hati. Begitu pula dengan penggunaan koping religius positif yang akan meminimalisir stres dan kecemasan hingga menumbuhkan ketenangan hati pasien kanker. Praktik agama seperti shalat, dzikir, berdoa dan mindfulness Islami juga akan memberikan dampak ketenangan hati bagi pasien kanker.

(13)

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara koping religius positif dengan ketenangan hati pada pasien kanker dan adanya hubungan negatif antara koping religius negatif dengan ketenangan hati pada pasien kanker.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti berinisiatif untuk memberikan judul penelitian ini dengan judul “Pengaruh model pembelajaran Contextual Teaching and

Bár a psoriasis vulgaris diagnózisa a legtöbb esetben a kór- előzmény és a klinikai tünetek alapján viszonylag könnyen felállítható, bizonyos esetekben szükséges

Setelah dilakukan pengamatan dari komponen utama yang ada, maka untuk meningkatkan tluks neutron difokuskan pada penggantian tritium target karena sudah terlampaui jumlah jam

Orasi Ilmiah : Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan..

Untuk menganalisis multivariable metode yang digunakan analisis multivariate, yang pada penelitian ini digunakan analisis komponen utama untuk mengelompokkan

Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan antara lain: sudut pandang kualitas yang digunakan terbatas pada sudut pandang pengguna, sedangkan sudut pandang lain,

Sebagai salah satu sarana mendekatkan diri kepada Allah dan saling membantu dalam kebaikan, kami dari Yayasan Sahabat Peduli Generasi Mandiri (YSPGM) insha Allah akan

Krim ekstrak etanol daun kelor ( Moringa oleifera L.) dibuat dalam dua formula dengan basis yang sama, yaitu vanishing cream dengan perbedaan konsentrasi 2 %