STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN
PADA SDR. A : HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
ALITA YULIYANA
NIM. P.09002
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
ŝ
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN
PADA SDR. A : HALUSINASI PENDENGARAN
DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
ALITA YULIYANA
NIM. P.09002
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012
ŝŝ
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Alita Yuliyana
NIM : P. 09002
Program Studi : Diploma III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN
PADA SDR. A : HALUSINASI
PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD
SURAKARTA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, April 2012
Yang membuat Pernyataan
ALITA YULIYANA NIM. P. 09002
ŝŝŝ
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:
Nama : Alita Yuliyana
NIM : P. 09002
Program Studi : Diploma III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN
PADA SDR. A : HALUSINASI
PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD
SURAKARTA
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan : ………..
Hari / Tanggal : ………..
Pembimbing : Amalia Senja, S.Kep., Ns. (……….)
ŝǀ
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh:
Nama : Alita Yuliyana
NIM : P. 09002
Program Studi : Diploma III Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN
PADA SDR. A : HALUSINASI
PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD
SURAKARTA
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan : ………..
Hari / Tanggal : ………..
DEWAN PENGUJI
Penguji I : Amalia Senja, S.Kep.,Ns. (……….) NIK. 201189090
Penguji II : Setiyawan, S.Kep., Ns. (………..) NIK. 201084050
Penguji III : Tyas Ardi Suminarsis, S.Kep., Ns. (………..) NIK. 201185077
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII keperawatan STIKES Kusuma Husada Surakarta
Setiyawan, S.Kep., Ns. NIK. 201084050
ǀ
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A : HALUSINASI
PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Bapak Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program Studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes
Kusuma Husada Surakarta, serta selaku dosen penguji II yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
2. Ibu Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns, selaku Sekretaris Program Studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu Amalia Senja, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
ǀŝ
4. Ibu Tyas Ardi Suminarsis, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji III yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
6. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan
satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, April 2012
ǀŝŝ
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR LAMPIRAN……….... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Tujuan Penulisan ... 3
C. Manfaat Penulisan... 4
BAB II LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ... 6
B. Pengkajian... 6
C. Perumusan Masalah Keperawatan... 10
D. Perencanaan Keperawatan... 11
E. Implementasi Keperawatan... 15
ǀŝŝŝ
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan... 19 B. Simpulan... 28
Daftar Pustaka
Lampiran
Daftar Riwayat Hidup
ŝdž
DAFTAR LAMPIRAN
A. Asuhan Keperawatan B. Lembar Konsultasi C. Log Book D. Format PendelegasianE. Surat Selesai Pengambilan Kasus
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut American Psychiatric Association (dalam Videbeck, 2008 : 3)
gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang
penting secara klinis yang terjadi pada seseorang yang dikaitkan dengan
adanya distress atau disabilitas yaitu kerusakan pada satu atau lebih area
fungsi yang penting atau disertai peningkatan risiko kematian yang
menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan.
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang umum terjadi adalah
skizofrenia. Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 1 % sampai 2
% dari total jumlah penduduk. Gangguan skizofrenia ini bisa terjadi pada
hampir setiap tingkat usia : modus pada 30-35 tahun kurang lebih 10 %,
terjadi pada golongan usia 20 tahun 65 % pada rentang 20-40 tahun, 25 %
terjadi pada golongan usia di atas 40 tahun (Maramis, 2004).
Halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada klien
skizofrenia, dimana sekitar 70 % dari penderita skizofrenia mengalami
halusinasi (Mansjoer, 1999). Menurut Baihaqi (2005 : 70), halusinasi adalah
persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsang yang
menimbulkannya (tidak ada objeknya).
Menurut Stuart dan Sundeen (1999), klien dengan halusinasi
tahap halusinasi yang dialaminya. Menurut Maslow (dalam Mubarak, 2007 :
2) mengatakan bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan yang mendasar
yang harus dipenuhi untuk mencapai kebutuhan tertinggi, dan
kebutuhan-kebutuhan ini seperti berupa hirarki yang pada setiap pemenuhannya akan
diikuti pemenuhan kebutuhan lainnya, kebutuhan itu diantaranya yaitu:
kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan rasa
cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri, serta aktualisasi diri.
Apabila salah satu dari kebutuhan tersebut tidak terpenuhi dapat berakibat
tingginya tingkat stress di kalangan masyarakat. Salah satu contoh, apabila
kebutuhan rasa aman tidak terpenuhi maka sesorang akan merasa bahwa
dirinya berada dalam situasi yang tidak aman, dan akan timbul rasa cemas,
bahkan merasa bahwa ada yang mengancam dirinya.
Berbagai bentuk kesalahan sikap masyarakat dalam merespon
kehadiran penderita gangguan jiwa terjadi akibat konstruksi pola berpikir yang
salah akibat ketidaktahuan publik. Terdapat logika yang salah di masyarakat,
kondisi mispersepsi tersebut selanjutnya berujung pada tindakan yang tidak
membantu percepatan kesembuhan si penderita. Masyarakat cenderung
menganggap orang dengan kelainan mental sebagai sampah sosial. Keluarga
pada dasarnya berkonstribusi terhadap cepat lambatnya kesembuhan pasien
gangguan jiwa selama proses rehabilitasi dan pengobatan, baik yang bersifat
medis maupun psikologis. Namun dengan derajat kesadaran dan pengetahuan
yang berbeda-beda yang dimiliki setiap keluarga menjadikan proses tersebut
menyangkut persoalan yang bersifat holistik dalam konteks kesehatan fisik,
psikis, sosial dan spiritual individu. Sehingga dibutuhkan konsep dan
pemahaman yang jelas dalam memahami dan mengarahkannya ke dalam
posisi yang benar-benar normal atau sehat.
Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat kasus
gangguan pemenuhan keamanan pada pasien dengan halusinasi, karena jika
halusinasi tidak diatasi akan menimbulkan resiko perilaku kekerasan yang
membahayakan individu dan orang lain, penulis menggunakan proses asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi dalam Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Studi
Kasus Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Keamanan pada Sdr. A :
Halusinasi Pendengaran di Ruang Sena RSJD Surakarta”.
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan UmumMelaporkan kasus asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan keamanan
pada Sdr. A : halusinasi pendengaran di ruang Sena RSJD Surakarta.
2.
Tujuan Khususa. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pemenuhan kebutuhan keamanan pada Sdr. A dengan halusinasi pendengaran.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pemenuhan kebutuhan keamanan pada Sdr. A dengan halusinasi pendengaran.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pemenuhan kebutuhan keamanan pada Sdr. A dengan halusinasi
pendengaran.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pemenuhan kebutuhan keamanan pada Sdr. A dengan halusinasi pendengaran.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pemenuhan kebutuhan keamanan pada Sdr. A dengan halusinasi pendengaran.
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
a. Dapat mengerti dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan gangguan keamanan pada halusinasi pendengaran.
b. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan asuhan keperawatan jiwa.
c. Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa.
2. Bagi Institusi
a. Dapat mengevaluasi sejauh mana mahasiswa dalam menguasai asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa.
b. Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa khususnya yang berkaitan dengan asuhan keperawatan
3. Bagi Rumah Sakit
Memberikan masukan dalam pemberian pelayanan kepada
masyarakat, khususnya pasien gangguan jiwa sehingga meningkatkan
peran rumah sakit.
4. Bagi masyarakat
Dapat lebih memahami dan mengerti tentang gangguan jiwa dan
dapat segera melakukan tindakan segera yaitu dengan melakukan
BAB II
LAPORAN KASUS
Bab II ini merupakan ringkasan asuhan keperawatan jiwa dengan
pengelolaan studi kasus asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan keamanan
pada Sdr. A : halusinasi pendengaran di ruang Sena RSJD Surakarta pada tanggal
02 - 04 April 2012. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data,
perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Sedangkan asuhan keperawatan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran.
A. Identitas Klien
Klien bernama Sdr. A dengan usia 21 tahun, tinggal di Magersaren
10/3 Gatak, Delanggu, klaten, berjenis kelamin laki-laki dengan pekerjaan
sebagai pedagang angkringan, berpendidikan SMA. Klien masuk ke rumah
sakit jiwa Surakarta sejak tanggal 07 Maret 2012, diterima melalui IGD,
dengan diagnosa keperawatan F.20.0 (skizofrenia paranoid). Sedangkan
identitas penanggung jawab klien yaitu Tn. B, berusia 30 tahun, bertempat
tinggal di Karangwetan 2/3, Sribit, Delanggu, bekerja sebagai marketing,
hubungan dengan klien yaitu kakak klien.
B. Pengkajian
Klien masuk dengan diantar kakak laki-lakinya karena mendengar
mencederai diri, suara itu biasanya timbul pada malam hari. Keluarga sudah
berusaha untuk memberikan obat yang diberikan dari rumah sakit sebelumnya,
tetapi klien selalu menolak dan tidak mau minum obat. Sebelumnya klien
pernah mengalami gangguan jiwa dan sempat dirawat di RSJD Surakarta
selama 4 kali, karena tidak teratur minum obat akhirnya pasien kambuh lagi.
Sebelumnya dua bulan yang lalu pasien pernah mencederai kakak keempatnya
karena telah mengambil uang klien. Klien juga pernah mengalami kegagalan
yaitu tahun 2006 lalu klien tidak lulus sekolah SMK, dia merasa frustasi,
hingga akhirnya klien mencoba untuk bunuh diri dengan cara menggantung
diri, tetapi berhasil dicegah oleh kakak ketiganya.
Dilihat dari genogram, pasien merupakan anak bungsu dari lima
bersaudara, pasien belum pernah menikah, seorang laki-laki, tinggal satu
rumah dengan kedua orang tuanya serta kakak laki-lakinya yang keempat.
Kakak laki-lakinya tersebut juga pernah mengalami penyakit yang sama
dengan pasien dan sempat dirawat di RSJD Surakarta sebanyak 2 kali.
Pola kognitif-perceptual, sebelum sakit klien mengatakan tidak
mengalami gangguan pada fungsi sensori (pendengaran, penglihatan, perasa,
pembau, perabaan), selama sakit klien mengatakan sering mendengarkan
suara-suara wanita yang memanggil-manggil dirinya yang menyuruhnya untuk
mencederai diri, terjadi setiap malam. Suara itu muncul sejak dua bulan yang
lalu. Ketika klien mendengar suara itu klien merasa cemas dan gelisah. Saat
klien mendengar suara itu, klien menanggapinya hanya dengan berdiam diri
diajak berbicara, klien berbicara lambat, koheren, dan mau menjawab
pertanyaan yang diajukan serta mau bercerita tentang masalah yang
dihadapinya. Klien mempunyai ingatan yang cukup baik, misalnya makanan
yang dimakan klien dapat menyebutkannya, selain klien juga dapat mengingat
memori jangka panjang, misalnya klien mengingat bahwa tidak lulus SMK
pada tahun 2006 yang lalu. Klien mampu mengambil keputusan yang
sederhana saat diberi pertanyaan oleh perawat, misalnya klien memilih mandi
dulu sebelum makan. Klien juga mengatakan senang berada di rumah sakit
karena merasa banyak teman tetapi klien ingin cepat pulang karena lebih
senang berada di rumah dan dapat berkumpul dengan keluarganya.
Pemeriksaan fisik yang penulis dapatkan meliputi tanda-tanda vital
klien, dengan tekanan darah 109/80 mmHg, nadi 88 kali/menit, suhu 36,5 ˚C,
respirasi 24 kali/menit, tinggi badan 178 cm, berat badan 60 kg. Keadaan
rambut klien pendek, bersih, tidak ada ketombe, warna hitam, lurus, mata
simetris, konjungtiva tidak anemis, fungsi penglihatan baik, hidung simetris,
fungsi penciuman baik, mancung, telinga simetris kanan-kiri, serumen sedikit,
pina telinga bersih, dada simetris antara kanan-kiri, tangan lengkap, fungsi
pergerakan kedua ekstremitas atas dan bawah bebas, kuku pendek, kekuatan
otot 5, kaki lengkap, fungsi pergerakan kedua ekstremitas atas dan bawah
bebas, kekuatan otot 5. Klien tidak mengalami gangguan fisik.
Penilaian sensori persepsi, klien mengatakan sering mendengarkan
suara-suara wanita yang memanggil-manggil dirinya yang menyuruhnya untuk
lalu. Ketika klien mendengar suara itu klien merasa cemas dan gelisah. Klien
menanggapinya hanya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, biasanya
suara itu hilang dengan sendirinya. Ketika diajak berbicara, klien berbicara
lambat, koheren, dan mau menjawab pertanyaan yang diajukan serta mau
bercerita tentang masalah yang dihadapinya, kontak mata ada tetapi
perhatiannya kurang. Klien juga mempunyai ingatan yang cukup baik,
misalnya makanan yang dimakan klien dapat menyebutkannya, selain klien
juga dapat mengingat memori jangka panjang, misalnya klien mengingat
bahwa tidak lulus SMK pada tahun 2006 yang lalu. Klien mampu mengambil
keputusan yang sederhana saat diberi pertanyaan oleh perawat, misalnya klien
memilih mandi dulu sebelum makan.
Pemeriksaan penunjang hasil laboratorium pada tanggal 08 Maret
2012 yaitu GDS 103 mg/dL (normal : < 130 mg/dL), SGOT 37 u/L (normal :
< 37 u/L), SGPT 19 u/L (normal : < 42 u/L), WBC 5,5 k/uL (normal : 4,1-10,9
k/uL), LYM 1,6 % (normal : 0,6-4,1 %), MID 0,4 %M (normal : 0,0-1,8 %M),
GRAN 3,5 %G (normal : 2,0-7,8 %G), RBC 5,69 m/uL (normal : 4,20-6,30
m/uL), HGB 15,3 g/dL (normal : 12,0-18,0 g/dL), HCT 46,3 % (normal :
37,0-51,0 %), HCV 81,3 fL (normal : 80,0-97,0 fL), MCH 26,9 pg (normal :
26,0-32,0 pg), MCHC 33,0 g/dL (normal : 31,0-36,0 g/dL), RDW 14,1 %
(normal : 11,5-14,5 %), PLT 365 K/uL (normal : 140-440 K/uL), BB 1 jam 5
mm/jam (normal : 2-10 mm/jam), SEG 65 mm/jam, LYMP 30 %, MONO 2
Selain pemeriksaan laboratorium, data penunjang lain yang didapat
oleh penulis yaitu terapi medis meliputi Risperidol 2 x 2 mg, THP ( Tri Hexi
Penidil) 2 x 2 mg, dan CPZ (Chlor Promozime) 1 x 100 mg.
C. Perumusan Masalah Keperawatan
Dari data hasil pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan
analisa data kemudian merumuskan diagnosa yang sesuai dengan prioritas,
menyusun intervensi keperawatan, melakukan implementasi, dan evaluasi
tindakan. Daftar perumusan masalah sebagai berikut, dari data subyektif
didapatkan data, klien mengatakan mendengar suara-suara wanita yang
memanggil-manggilnya setiap malam yang menyuruhnya untuk mencederai
diri, suara-suara itu muncul dengan frekuensi sering dan terjadi setiap malam.
Ketika mendengar suara itu, klien mengatakan meras cemas dan gelisah, tetapi
klien menanggapinya hanya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu,
dan suara itu bisa hilang dengan sendirinya. Sedangkan data obyektifnya
didapatkan data, klien terlihat cemas dan gelisah, klien juga terlihat diam.
Dari hasil pengkajian maka ditemukan masalah yang menjadi diagnosa
prioritas yaitu gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran. Dari
diagnosa tersebut maka dapat disimpukan berupa pohon masalah yaitu harga
diri rendah sebagai penyebab dari munculnya halusinasi pendengaran yang
D. Perencanaan
Rencana keperawatan yang dapat dilakukan meliputi tujuan umum
klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya sehingga kebutuhan
keamanan klien terpenuhi karena saat klien mendengarkan suara yang
menyuruhnya untuk mencederai klien merasa cemas dan gelisah.
Sedangkan untuk TUK 1, klien dapat membina hubungan saling
percaya. Dengan kriteria evaluasi ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan
rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama,
mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia
mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi yang dilakukan meliputi:
bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik seperti: sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan, tanyakan
nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien, buat kontrak yang jelas,
tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukkan sikap
empati dan menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi
klien, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya dengan kriteria evaluasi
klien dapat mengenal tentang isi halusinasinya, waktu terjadi halusinasi,
frekuensi halusinasi dan situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi dan
klien juga mampu menyebutkan responnya saat mengalami halusinasi (marah,
adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah laku klien
terkait dengan halusinasinya (dengar/lihat/penghidu/raba/kecap), jika
menemukan klien yang sedang halusinasi: tanyakan apakah klien mengalami
sesuatu (halusinasi dengar/lihat/penghidu/raba/kecap), jika klien menjawab ya,
tanyakan apa yang sedang dialaminya, katakan bahwa perawat percaya klien
mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan
nada bersahabat tanpa menuduh/menghakimi), katakan bahwa ada klien lain
yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat akan membantu
klien, jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien : isi, waktu, dan frekuensi
terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam atau sering dan
kadang-kadang), situasi dan kondisi yang menimbulkan/tidak menimbulkan
halusinasi, diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya, diskusikan dengan
klien apa yang dilakukan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan
tersebut, diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien
menikmati halusinasinya.
TUK 3 : klien dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria evaluasi
klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan
halusinasinya, klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya,
klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi
(dengar/lihat/penghidu/raba/kecap), klien menyebutkan manfaat minum obat
mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, klien menyebutkan akibat
berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter, klien melaksanakan cara yang
telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya. Intervensi yang dilakukan
yaitu identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi
(tidur, marah, menyibukan diri, dan lain-lain, diskusikan cara yang digunakan
klien jika cara yang digunakan adaptif beri pujian, jika cara yang digunakan
maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut, diskusikan cara baru untuk
memutus/mengontrol timbulnya halusinasi, katakan pada diri sendiri bahwa
ini tidak nyata (saya tidak mau dengar/lihat/penghidu/raba/kecap pada saat
halusinasi terjadi), menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga)
untuk menceritakan tentang halusinasinya, membuat dan melaksanakan jadwal
kegiatan sehari-hari yang telah disusun, meminta keluarga/teman/perawat
menyapa jika sedang berhalusinasi, untuk diskusikan dengan klien tentang
manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi
dan efek samping penggunaan obat, lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
klien, pantau klien saat penggunaan obat, beri pujian jika klien menggunakan
obat dengan benar, diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, anjurkan
klien konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya, beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih,
TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya dengan kriteria evaluasi keluarga menyatakan setuju untuk
mengikuti pertemuan dengan perawat, keluarga menyebutkan pengertian,
tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk
mengendalikan halusinasi. Intervensi yang dilakukan buat kontrak dengan
keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik), diskusikan dengan
keluarga (pada saat pertemuan keluarga/kunjungan rumah): pengertian
halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang
dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi, obat-obatan
halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah (beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama,
memantau obat-obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi),
beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari
bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah.
TUK 5 : Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan mengikuti
terapi aktifitas kelompok. Dengan kriteria evaluasi mengikuti terapi aktifitas
kelompok stimulasi persepsi atau orientasi realitas. Intervensi yang dilakukan
anjurkan klien mengikuti TAK Stimulasi persepsi sesi 1 : menonton TV,
anjurkan klien mengikuti TAK stimulasi persepsi sesi 2 : membaca majalah,
E. Implementasi
Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan gangguan
sensori persepsi : halusinasi pendengaran, pada hari pertama dilaksanakan hari
senin tanggal 2 April 2012, jam 12.30 WIB, untuk SP 1 penulis melakukan
membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi jenis halusinasi klien,
mengidentifikasi isi halusinasi, mengidentifikasi frekuensi halusinasi,
mengidentifikasi waktu, mengidentifikasi respon, mengajarkan dan melatih
cara 1 yaitu mengontrol halusinasi dengan menghardik, memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian. Pada hari kedua dilaksanakan pada hari selasa tanggal
3 April 2012 jam 09.00 WIB dilakukan SP 2, penulis melakukan
mengevaluasi cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, melatih cara
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain,
menganjurkan menyusun jadwal kegiatan harian. Pada hari ketiga
dilaksanakan pada hari rabu tanggal 4 April 2012 jam 08.45 WIB
dilaksanakan SP 3, penulis mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan positif
yang bisa dilakukan pasien, menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian. SP 1, 2 dan 3 telah dilakukan.
F. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan setiap hari. Evaluasi hari pertama
dilakukan pada hari senin tanggal 2 April 2012 jam 13.00 WIB, adapun hasil
senang berkenalan dengan perawat, klien mengatakan mendengarkan suara
yang memanggil-manggilnya yang menyuruhnya untuk mencederai diri, klien
mengatakan cemas dan gelisah jika suara itu datang, biasanya terjadi setiap
malam dengan frekuensi sering, klien mengatakan bersedia diajari cara
menghardik dan mau mempraktekkannya, klien mengatakan bersedia
memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Data obyektif yaitu selain itu
klien juga kooperatif saat diajak interaksi, klien mau berjabat tangan,
menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan, kontak mata ada, klien
menjawab pertanyaan yang diberikan perawat, klien bisa menjelaskan jenis,
isi, frekuensi, waktu dan respon klien saat halusinasi dialami, klien
memperhatikan teknik menghardik yang diajarkan, klien memasukkan
kejadwal kegiatan harian. Hasil yang didapat setelah dilakukannya interaksi
dengan klien yaitu klien mampu mengungkapkan halusinasi yang dialami dan
klien bisa menyebutkan dan mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi
dengan menghardik secara benar. Penulis dapat menganalisa bahwa masalah
teratasi. Rencana selanjutnya yang penulis rencanakan untuk klien, anjurkan
klien untuk mempraktekkan menghardik dan memasukkan ke dalam jadwal
harian, dan untuk perawat sendiri atau penulis untuk mengevaluasi SP 1 dan
melanjutkan ke SP 2.
Selanjutnya untuk evaluasi hari kedua dilaksanakan pada hari selasa
tanggal 3 April 2012 jam 12.30 WIB adapun hasil evaluasi yang penulis
dapatkan dengan data subyektif klien mengatakan perasaannya tenang, klien
klien mengatakan bersedia diajari cara mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dengan orang lain, klien mengatakan mau mencoba cara
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Dengan data
obyektif klien kooperatif saat berinteraksi, klien tampak tenang, klien mampu
melakukan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang
lain, klien tampak menyusun jadwal kegiatan harian. Hasil yang didapat
setelah dilakukannya interaksi dengan klien yaitu klien mau berlatih cara
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, analisa data
masalah teratasi. Rencana selanjutnya yang penulis rencanakan untuk klien,
anjurkan klien untuk mempraktekkan cara mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain, serta memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian. Untuk perawat sendiri atau penulis untuk
mengevaluasi SP 2 dan melanjutkan ke SP 3.
Evaluasi hari ketiga dilaksanakan pada hari rabu tanggal 4 April 2012
jam 12.30 WIB adapun hasil evaluasi yang penulis dapatkan data subyektif
yaitu klien mengatakan masih ingat dan sudah mempraktekkan cara
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, klien
mengatakan perasaannya tenang, klien mengatakan bersedia diajari cara
mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan yang positif, seperti
merapikan tempat tidur, membereskan tempat makanan, klien mengatakan
mau mencoba cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan yang
positif, klien mengatakan bersedia memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan yang bisa dilakukan seperti merapikan tempat tidur, membereskan
tempat makan, klien tampak menyusun jadwal kegiatan harian. Hasil yang
didapat setelah dilakukannya interaksi dengan klien yaitu klien mau berlatih
cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan yang positif yang bisa
dilakukan klien dengan analisa data masalah teratasi. Untuk rencana
selanjutnya yang penulis rencanakan untuk klien adalah anjurkan klien untuk
mengontrol halusinasi dengan menganjurkan klien untuk minum obat secara
teratur dan untuk perawat atau penulis adalah mengevaluasi SP 1, SP 2 dan
SP 3, intervensi dihentikan.
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A.
PembahasanPada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori
dengan studi kasus asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan keamanan
pada Sdr. A : halusinasi pendengaran di ruang Sena RSJD Surakarta.
Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi.
Menurut Stuart dan Larai ( dalam Nurjannah 2004 : 30), pengkajian
merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa
dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart
dan Sundeen, 1995). Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode
wawancara dengan klien, observasi secara langsung terhadap kemampuan dan
perilaku klien dan juga dari medical record. Selain itu keluarga juga berperan
sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan
pada Sdr. A namun saat dilakukan pengkajian tidak ada anggota keluarga
keluarga. Dalam pengkajian keperawatan ini dikumpulkan data tentang
identitas klien, diagnosa medis, identitas penanggung jawab, catatan masuk,
alasan masuk, riwayat kesehatan klien, pengkajian pola kognitif-perceptual,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, terapi medis, analisa data, prioritas
diagnosa keperawatan serta pohon masalah. Disini sudah terdapat kesesuaian
antara resume kasus dengan konsep teori, tetapi ada beberapa yang belum
sesuai, yaitu :
Pada kasus diatas yang menjadi alasan masuk klien yaitu klien masuk
dengan diantar kakak laki-lakinya karena mendengar suara wanita yang
memanggil-manggilnya yang menyuruhnya untuk mencederai diri, suara itu
biasanya timbul pada malam hari. Keluarga sudah berusaha untuk
memberikan obat yang diberikan dari rumah sakit sebelumnya, tetapi klien
selalu menolak dan tidak mau minum obat. Sebelumnya klien pernah
mengalami gangguan jiwa dan sempat dirawat di RSJD Surakarta selama 4
kali, karena tidak teratur minum obat akhirnya pasien kambuh lagi.
Menurut Erlinafsiah (2010: 90), faktor-faktor yang menjadi penyebab
halusinasi ada tiga, salah satunya faktor psikologis. Pada faktor psikologis
dijelaskan bahwa keluarga pengasuh yang tidak mendukung (broken home,
overprotektif, dictator, dan lainnya) serta lingkungan klien sangat
mempengaruhi respons psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang kehidupan klien. Sedangkan pada BAB II telah
kakak keempatnya karena telah mengambil uang klien. Itulah salah faktor
predisposisi munculnya halusinasi pada klien.
Menurut Erlinafsiah (2010 : 91), faktor pesipitasi secara umum pada
klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Sedangkan untuk faktor presipitasi pada klien itu sendiri yaitu
klien pernah mengalami kegagalan yaitu tahun 2006 lalu klien tidak lulus
sekolah SMK, dia merasa frustasi, hingga akhirnya klien mencoba untuk
bunuh diri dengan cara menggantung diri, tetapi berhasil dicegah oleh kakak
ketiganya.
Menurut Carpenito (2002 : 371), perubahan sensori-persepsi
menggambarkan individu dengan perubahan persepsi dan kognisi yang dapat
bermanifestasi dengan perubahan persepsi dan sensori. Untuk itu di dalam
persepsi harus dijelaskan jenis-jenis halusinasi yang dialami klien,
menjelaskan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak saat klien
berhalusinasi. Dalam resume kasus didapatkan data bahwa klien sering
mendengar suara-suara wanita yang memanggil-manggil namanya yang
menyuruhya untuk mencederai diri, terjadi setiap malam. Namun pada
kenyataannya tidak muncul gejala spesifik yang tampak ketika klien
mengalami halusinasi. Klien hanya mengatakan perasaannya saat mendengar
suara-suara itu klien merasa cemas dan gelisah, tetapi klien menanggapinya
hanya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, biasanya suara itu hilang
Menurut Carpenito (2002 : 371), beberapa batasan karakteristik minor
dari persepsi sensori antara lain klien melaporkan adanya halusinasi dengar
atau halusinasi lihat, kegelisahan, ketakutan, ansietas atau kecemasan, apatis
dan peka terhadap rangsang. Teori ini sesuai dengan kondisi klien karena
ditemukan data bahwa ketika klien mengalami halusinasi dengar, dan ketika
mendengar suara-suara itu klien merasa cemas dan gelisah. Tetapi klien
menanggapinya hanya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, biasanya
suara itu hilang dengan sendirinya. Menurut Nanda (2005), menyebutkan
beberapa batasan karakteristik dari gangguan sensori persepsi yaitu
munculnya halusinasi, konsentrasi buruk, gelisah, disorientasi waktu, tempat,
orang, serta perubahan kemampuan pemecahan masalah. Teori ini sudah
sesuai dalam resume kasus karena didapatkan data bahwa ketika diajak
berbicara, klien berbicara lambat, koheren, dan mau menjawab pertanyaan
yang diajukan serta mau bercerita tentang masalah yang dihadapinya, kontak
mata ada tetapi perhatiannya kurang. Tetapi untuk disorientasi waktu, tempat
dan orang klien tidak mengalami hal tersebut karena klien mempunyai ingatan
yang cukup baik, misalnya makanan yang dimakan klien dapat
menyebutkannya, selain klien juga dapat mengingat memori jangka panjang,
misalnya klien mengingat bahwa tidak lulus SMK pada tahun 2006 yang lalu.
Serta untuk perubahan kemampuan pemecahan masalah klien juga tidak
mengalami perubahan tersebut karena didapatkan data bahwa klien mampu
mengambil keputusan yang sederhana saat diberi pertanyaan oleh perawat,
Menurut Maslow (dalam Mubarak, 2007 : 2), mengatakan bahwa
setiap manusia memiliki kebutuhan yang mendasar yang harus dipenuhi untuk
mencapai kebutuhan tertinggi, salah satu kebutuhan tersebut yaitu kebutuhan
keselamatan dan rasa aman. Apabila kebutuhan rasa aman tidak terpenuhi
maka seseorang akan merasa bahwa dirinya berada dalam situasi yang tidak
aman, dan akan timbul rasa cemas, bahkan merasa bahwa ada yang
mengancam dirinya. Dalam resume kasus didapatkan data bahwa ketika klien
mengalami halusinasi mendengar suara-suara wanita yang
memanggil-manggilnya yang menyuruhnya untuk mencederai diri klien merasa cemas dan
gelisah. Untuk itu penulis berpendapat bahwa halusinasi harus segera diatas
karena jika tidak diatasi akan mmenimbulkan resiko perilaku kekerasan yang
bisa membahayakan individu dan orang lain.
Menurut Keliat (2006 : 45), pada pohon masalah dijelaskan bahwa
gangguan isolasi sosial : menarik diri merupakan etiologi sedangkan yang
menjadi core problem yaitu halusinasi dengan alasan menurut Videbeck
(2008) klien yang mengalami gangguan isolasi sosial : menarik diri sulit untuk
berhubungan dengan orang lain ketika konsep diri tidak jelas, akibatnya bisa
muncul halusinasi, sedangkan akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan dengan alasan menurut Videbeck
(2008), halusinasi dapat menyebabkan insomnia dan pada kesempatan lain,
klien akan curiga dan yakin ada bahaya yang mengancam dirinya. Namun
pada Sdr. A, pada analisa data penulis lebih memprioritaskan diagnosa
terjadinya halusinasi pendengaran, dengan data subyektif klien mengatakan
tidak percaya diri jika pulang ke rumah karena takut di ejek teman-temannya
atau tetangganya. Data obyektif, kontak mata klien kurang. Maka sesuai
dengan data tersebut penulis lebih mengutamakan gangguan konsep diri :
harga diri rendah sebagai penyebab dari munculnya halusinasi pendengaran
pada klien. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dijelaskan diatas.
Menurut Gordon, diagnosa keperawatan adalah diagnosis yang dibuat
oleh perawat professional yang menggambarkan tanda dan gejala yang
menunjukkan masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana perawat yang
berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu menolongnya
(Ali, Z, 2002 : 32). Schultz dan Videbeck ( dalam Nurjannah, 2004 : 32)
menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik
medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah
medis atau bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang
merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan.
Di dalam konsep dasar menurut Keliat (2006), ada tiga masalah
keperawatan pada gangguan sensori persepsi : halusinasi yaitu resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, gangguan sensori persepsi
: halusinasi, dan gangguan isolasi sosial : menarik diri. Sementara itu, pada
kasus kelolaan penulis hanya mengambil satu prioritas diagnosa masalah yaitu
gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.
Menurut Videbeck (2008), halusinasi dapat melibatkan pancaindera
bicara sendiri, senyum sendiri, mendengar suara, melihat mengucapkan,
menghirup, dan menanyakan sesuatu yang tidak nyata, merusak diri sendiri,
orang lain dan lingkungan, tidak dapat memusatkan perhatian atau
konsentrasi, pembicaraan kacau dan kadang jelas, sikap curiga dan
bermusuhan, meyalahkan diri sendiri dan orang lain, ekspresi muka tegang
dan tersinggung. Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa
gangguan sensori persepsi: halusinasi yaitu dengan data subyektif, klien
mengatakan mendengar suara-suara wanita yang memanggil-manggilnya
setiap malam yang menyuruhnya untuk mencederai diri, suara-suara itu
muncul dengan frekuensi sering dan terjadi setiap malam. Ketika mendengar
suara itu, klien mengatakan meras cemas dan gelisah, tetapi klien
menanggapinya hanya dengan berdiam diri tanpa melakukan sesuatu, dan
suara itu bisa hilang dengan sendirinya. Sedangkan data obyektifnya
didapatkan data, klien terlihat cemas dan gelisah, klien juga terlihat diam.
Menurut Nursalam (2002 : 51), secara tradisional rencana keperawatan
diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan
masalah, tujuan dan intervensi. Sebagaimana disebutkan bahwa rencana
keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan pada
klien, hal ini dapat disesuaikan dengan SOP (Standar Operasional Prosedur).
Sedangkan dalam rencana keperawatan dituliskan bahwa perawat melakukan
bina hubungan saling percaya dengan klien, hal ini dilakukan dengan alasan
menurut Videbeck (2008 : 367) bahwa membangun rasa percaya antara klien
perlu melakukan kontak sering dan singkat secara bertahap dengan klien, hal
ini dilakukan dengan alasan bahwa keberadaan perawat merupakan kontak
dengan realitas bagi klien dan juga dapat menunjukkan perhatian dan
kepedulian perawat yang tulus terhadap klien. Memanggil nama klien,
menyebutkan hari dan waktu, dan memberi komentar tentang lingkungan
merupakan cara-cara yang bermanfaat untuk melanjutkan kontak dengan
klien. Perawat juga harus mengobservasi klien dari tanda-tanda halusinasi
(sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam
ditengah-tengah pembicaraan), hal ini dilakukan dengan alasan bahwa cara ini
akan mencegah respons agresif yang diperintah dari halusinasinya. Perawat
juga menunjukkan sikap menerima akan mendorong klien untuk menceritakan
isi halusinasinya, hal ini perlu dilakukan karena untuk mencegah
kemungkinan terjadinya cedera terhadap klien atau orang lain karena adanya
perintah dari halusinasi (Townsend, 2002 : 157).
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan yang telah disusun. Sebelumnya perawat terlebih dahulu
membekali dengan penyusunan strategi komunikasi. Strategi komunikasi
antara perawat dan klien kearah pemecahan masalah klien untuk mencapai
tujuan keperawatan yang telah direncanakan sebelumnya. Tetapi karena
kekurang telitian penulis maka penulis tidak menjabarkan secara rinci
implementasi yang sudah penulis lakukan yaitu menggunakan komunikasi
Interaksi keperawatan yang tidak dapat penulis lakukan adalah TUK 4
dan TUK 5 karena selama tiga hari sejak tanggal pengkajian tidak ada
keluarga klien yang datang mengunjungi, selain itu karena keterbatasan waktu
penulis sehingga pelaksanaan TUK 4 dan TUK 5 penulis mendelegasikan
pada perawat ruangan.
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
(Kurniawati, 2004). Menurut Nursalam (2002 : 120), ada dua komponen untuk
mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan, salah satunya yaitu evaluasi
hasil (sumatif). Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau
status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan klien. Dalam kasus ini
penulis menggunakan evaluasi hasil (sumatif) serta menggunakan system
penulisan SOAP, karena evaluasi hasil (sumatif) dilakukan pada akhir
tindakan perawatan klien dan SOAP terdiri dari subyek data, obyektif data,
analisis/ assesment, dan plan). Evaluasi dilakukan setiap hari sesudah
dilakukan interaksi terhadap klien.
Hasil evaluasi yang penulis dapat sesuai dengan kriteria evaluasi yang
penulis jabarkan dalam BAB II, namun karena kekurang telitian penulis maka
pada saat pendokumentasian penulis tidak menuliskan secara jelas, dan
evaluasi yang penulis lakukan meliputi hubungan saling percaya dengan klien
tercapai dengan ditandai bahwa klien bersedia duduk berhadapan dengan
menyebutkan nama dan nama panggilan yang disukai yaitu mas A, klien
bersedia menceritakan tentang masalah yang dialaminya, klien juga
menjelaskan tentang halusinasi yang dialaminya, selain itu klien juga bersedia
diajarkan cara mengontrol halusinasinya, klien juga mampu memperagakan
ulang cara yang dilatih dengan benar.
Beberapa kesulitan yang dialami penulis selama proses keperawatan
dilakukan yaitu TUK dalam diagnosa keperawatan tidak dapat tercapai semua
dikarenakan selama proses keperawatan keluarga tidak ada yang datang
menjenguk klien, serta kurangnya penulis dalam pemanfaatan waktu yang
sangat terbatas dan kurang telitinya penulis dalam proses pendelegasian juga
menjadi hambatan selama proses keperawatan.
Solusi untuk menyikapi hambatan tersebut yaitu dapat dilakukan
dengan kerjasama tim antar para perawat ruangan.
B. Simpulan
1. Pembahasan
Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
a. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan, sedangkan dalam pengkajian diperoleh data bahwa klien
masuk dengan diantar kakak laki-lakinya karena mendengar suara
wanita yang memanggil-manggilnya yang menyuruhnya untuk
Sebelumnya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan sempat
dirawat di RSJD Surakarta selama 4 kali, klien juga pernah melakukan
tindakan kekerasan, dua bulan yang lalu pasien pernah mencederai
kakak keempatnya karena telah mengambil uang klien. Klien juga
pernah mengalami kegagalan yaitu tahun 2006 lalu klien tidak lulus
sekolah SMK.
b. Diagnosa utama yang muncul saat dilakukan pengkajian gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.
c. Rencana keperawatan yang dapat dilakukan meliputi tujuan umum klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Serta untuk TUK 1
klien dapat membina hubungan saling percaya, TUK 2, klien dapat
mengenal halusinasinya, TUK 3, klien dapat mengontrol
halusinasinya, TUK 4, klien dapat dukungan dari keluarga dalam
mengontrol halusinasinya, dan untuk TUK 5, klien dapat mengontrol
halusinasinya dengan mengikuti terapi aktifitas kelompok.
d. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Sebelumnya perawat terlebih dahulu
membekali dengan penyusunan strategi komunikasi. Strategi
komunikasi antara perawat dan klien kearah pemecahan masalah klien
untuk mencapai tujuan keperawatan yang telah direncanakan
sebelumnya.
e. Evaluasi tindakan yang telah dilaksanakan, tetapi ditemukan beberapa kesulitan yang dialami penulis selama proses keperawatan dilakukan
yaitu TUK dalam diagnosa keperawatan tidak dapat tercapai semua
dikarenakan selama proses keperawatan keluarga tidak ada yang
datang menjenguk klien,
2. Saran
Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran
sebagai berikut:
a. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien jiwa
dengan seoptimal mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan
prasarana yang merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilannya dalam melalui
praktek klinik dan pembuatan laporan.
c. Bagi Penulis
Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan
waktu seefektif mungkin, sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa secara optimal.