• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) pada Beberapa Ukuran Benih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) pada Beberapa Ukuran Benih"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAMAN FENOTIPE

TRUSS

MORFOMETRIK

IKAN LELE SANGKURIANG (

Clarias

sp.)

PADA BEBERAPA UKURAN BENIH

MUHAMMAD HASYIM AL ABROR

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

KERAGAMAN FENOTIPE TRUSS MORFOMETRIK IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias sp.) PADA BEBERAPA UKURAN BENIH

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2013

(3)

ABSTRAK

MUHAMMAD HASYIM AL ABROR. Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) pada Beberapa Ukuran Benih. Dibimbing oleh DINAR TRI SOELISTYOWATI dan HARTON ARFAH.

Penilitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaman 21 karakter fenotipe morfometrik yang menggunakan metode truss morfometrik pada 4 kelompok benih ikan lele sangkuriang (Clarias sp.) berukuran 5, 7, 9, dan 11 cm sebanyak 30 ekor benih pada tiap ukuran. Benih tersebut dipelihara pada kolam berukuran 2,5 x 2 x 1 m3 selama 70 hari. Keragaman intrapopulasi 4 ukuran benih 21 fenotipe truss morfometrik berada pada kisaran 0,03-0,21 dengan heritabilitas 0,06-6,3%. Berdasarkan hasil analisis MANOVA, keragaman fenotipe truss morfometrik pada karakter A2 (sirip dada kiri-sirip dada kanan) dan A4 (sungut maxilaris 1 kiri–sungut maxilaris 1 kanan) merupakan variabel pembeda yang mengelompokkan benih ukuran 7 cm pada indeks kemiripan paling rendah dengan populasi lainnya yaitu sebesar 13,11%.

Kata kunci: heritabilitas, lele sangkuriang, truss morfometrik, variasi fenotipe

ABSTRACT

MUHAMMAD HASYIM AL ABROR. Phenotypic Variability of Truss Morphometric on Several Sizes of Lele Sangkuriang Catfish (Clarias sp.). Supervised by DINAR TRI SOELISTYOWATI and HARTON ARFAH.

The aim of this study was to evaluate the variability of 21 morphometric phenotypes character by truss morphometric method among 4 groups of different size (5, 7, 9, and 11 cm) on 30 seeds catfish (Clarias sp.) occurs 70 days in rearing pond (2,5 x 2 x 1 m3). Intrapopulation variance of 21 phenotypes truss morphometric at 4 sizes seeds were measured 0,03-0,21 and heritability 0,06-6,3%. Based on MANOVA analysis, the variance of truss morphometric phenotypic on character A2 (left pectoral fin-right pectoral fin) and A4 (left feeler barbels maxillaris 1 – right maxilaris 1) were phenotypes distinguish the group of size seed 7 cm at lowest similarity index among other populations that was equal to 13,11%.

(4)

KERAGAMAN FENOTIPE

TRUSS

MORFOMETRIK

IKAN LELE SANGKURIANG (

Clarias

sp.)

PADA BEBERAPA UKURAN BENIH

MUHAMMAD HASYIM AL ABROR

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

Judul Skripsi: Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) pada Beberapa Ukuran Benih

Nama : Muhammad Hasyim Al Abror

NIM : C14080065

Disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA. Ir. Harton Arfah, M.Si NIP. 19611016 198403 2 001 NIP. 19611016 198403 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Sukenda, M. Sc. NIP. 19671013 199302 1 001

(6)

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keragaman Fenotipe Truss Morfometrik Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp.) pada Beberapa Ukuran Benih”. Pelaksanaan penelitian telah dilakukan sejak bulan Juni-Agustus 2012 bertempat di kolam Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya Air Tawar dan Toksikologi Cibalagung, Bogor.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Bapak Ir. Harton Arfah, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Penulis juga menyampaikan penghargaan kepada Bapak Nuryadi dari pihak Balai Cibalagung yang telah memberikan banyak bantuan selama penulis melakukan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda A. Musta‟in dan Ibunda Siti Fatimah (Almh) yang selama ini telah berjasa mendidik dan memberikan doa agar senantiasa cepat dalam menyelesaikan studi. Terimakasih untuk Nanda Fira Pratiwi yang selalu memberikan dorongan, pengertian dan kesabaran selama penyusunan skripsi ini. Selain itu ucapan terimakasih kepada teman-teman kotak-kotak ikan Kurnia F, Milan C, Wildan N yang telah membantu selama penelitian dan kepada Anindila, Joseph dan Cecep yang telah membantu dalam pengukuran induk lele, serta Desi Lestari yang telah membantu mengajarkan Mini Tab sehingga penulis dapat menyelesaikan olah data. Tak lupa untuk rekan-rekan BDP 45 „Patmo” yang telah memberikan dukungan dan semangatnya hingga penelitian ini selesai.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2013

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Muhammad Hasyim Al Abror merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis dilahirkan di Sidoarjo pada tanggal 9 Oktober 1990 dari pasangan A. Musta‟in dan Almh. Siti Fatimah. Penulis telah mengenyam pendidikan formal usia dini dan dasar di Raudhatul Athfal dan Madrasah Ibtidaiyah Nurul Huda di Desa Kalanganyar, Sedati, Sidoarjo. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMP YPM 1 Taman, Sidoarjo dan MA Unggulan Amanatul Ummah, Surabaya. Penulis diterima menjadi mahasiswa IPB di Departemen Budidaya Perairan pada tahun 2008 melalui jalur seleksi masuk Beasiswa Utusan Daerah Kementerian Agama RI.

Selama menjadi mahasiswa, penulis sempat bergabung dalam UKM MAX!! dan aktif dalam kepengurusan CSS MoRA IPB (Community of Santri Scholar of Ministry of Religious Affairs IPB) tahun 2009-sekarang. Selain itu, penulis pernah bergabung menjadi redaktur Majalah Santri yang dinaungi CSS MoRA Nasional pada tahun 2008-2010. Selanjutnya pada tahun 2010, penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa dengan judul “Efektifitas Pemberian Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda cirtifolia L.) Melalui Pakan Alami Terhadap Sifat Kanibalisme Benih Ikan Lele Clarias sp. Pada Sistem Budidaya Intensif” dan berikutnya pada tahun 2012 dengan judul “Tablet Effervescent dari Ekstrak Kerang Lamis (Meretrix meretrix) sebagai Obat Anti Hipertensi”. Kedua PKM tersebut berhasil didanai oleh Dikti.

Selain itu, untuk meningkatkan kemampuan dasar penulis dalam keilmuan perikanan budidaya penulis pernah mengikuti kegiatan Praktek Lapangan Akuakultur di Banyuwangi dengan konsentrasi pada pembesaran udang Vaname (Litopenaeus vannamei) pada tahun 2011. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan bersosialisasi dan bermasyarakat, penulis mengikuti kegiatan kepanitiaan baik di dalam maupun di luar kampus dan kegiatan pengabdian masyarakat bersama CSS MoRA setiap tahun sejak tahun 2008-2012.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan dan Manfaat 2

II. BAHAN DAN METODOLOGI 3

2.1 Materi Uji 3

2.2 Prosedur Kerja 3

2.2.1 Pengadaan Benih 3

2.2.2 Pemeliharaan Larva 3

2.3 Parameter Uji 4

2.3.1 Truss Morfometrik 4

2.3.2 Hubungan Interpopulasi 4 Ukuran Benih 6

2.3.3 Heritabilitas 6

2.3.4 Kualitas Air 6

2.4 Analisis Data 7

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 8

3.1 Hasil 8

3.1.1 Karakteristik Fenotipe Truss Morfometrik 8

3.1.2 Keragaman Intrapopulasi 9

3.1.3 Keragaman Interpopulasi 10

3.1.4 Heritabilitas 10

3.1.5 Kualitas Air 11

3.2 Pembahasan 12

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 16

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Titik-titik pengukuran jarak truss morfometrik ikan lele 4 2. Koefisien Keragaman (CV) karakter truss morfometrik 4 ukuran benih

ikan lele sangkuriang 8

3. Dendrogram hubungan 21 fenotipe truss morfometrik 4 ukuran benih

ikan lele sangkuriang 9

4. Dendrogram hubungan interpopulasi 4 ukuran ikan lele sangkuriang berdasarkan kemiripan 21 fenotipe truss morfometrik 10 5. Nilai heritabilitas 21 karakter morfometrik pada 4 kelompok ukuran

ikan lele sangkuriang 11

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Deskripsi 21 karakter truss morfometrik yang diukur pada ikan lele

sangkuriang 5

2. Kualitas air pada pemeliharaan ikan lele sangkuriang 12

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1a. Karakteristik 21 fenotipe truss morfometrik ikan lele ukuran 5 cm 18

1b. Karakteristik 21 fenotipe truss morfometrik ikan lele ukuran 7 cm 19

1c. Karakteristik 21 fenotipe truss morfometrik ikan lele ukuran 9 cm 20

1d. Karakteristik 21 fenotipe truss morfometrik ikan lele ukuran 11 cm 21

2. Uji signifikasi intra- dan interpopulasi 21 karakter truss morfometrik 4 kelompok ukuran benih ikan lele sangkuriang 22

(12)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan lele (Clarias sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan. Budidaya ikan lele relatif mudah karena selain bernilai ekonomis tinggi, teknologi budidayanya sudah dikuasai dan dapat dilakukan pada lahan dengan sumber air yang terbatas dan padat tebar tinggi, pertumbuhannya cepat serta relatif tahan terhadap penyakit (Sunarma, 2004).

Dalam upaya mempertahankan spesies ikan lele, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik melalui persilangan yaitu menghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama ikan lele sangkuriang. Ikan lele sangkuriang merupakan permurnian genetik dari ikan lele dumbo melalui cara silang-balik antara induk betina ikan lele dumbo generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi ke enam (F6) ikan lele dumbo (Sunarma, 2004). Ikan lele sangkuriang memiliki kelebihan yaitu tingkat reproduksi dan pertumbuhan rata-ratanya lebih baik dari pada ikan lele dumbo yang saat ini beredar di masyarakat.

(13)

2 ikan lele, pengelompokan individu secara bertahap berdasarkan peningkatan ukuran panjang tertentu yang lebih seragam (grading) dilakukan 2 minggu setelah penebaran benih saat ikan lele mulai memakan organisme dasar yang ditandai dengan seringnya terjadi aktifitas pemangsaan atau kanibalisme (Viveen 1986 dalam Hartini 2002).

Karakteristik morfologis secara individual biasanya digambarkan berdasarkan bentuk tubuh dan ciri-ciri anatomis tertentu. Salah satu metode yang digunakan untuk menelaah keragaman karakter morfologi adalah melakukan pengamatan fenotipe truss morfometrik. Karakter morfometrik dapat digunakan untuk membedakan berbagai spesies ikan maupun jenis ikan yang sama dari lokasi geografis yang berbeda, dan antar varietas ikan (Sumantadinata dan Taniguchi, 1990 dalam Dewantoro, 2001).

Penelitian mengenai inventarisasi informasi dasar biologi termasuk identifikasi karakter morfologi pada ikan lele sangkuriang masih terbatas dan belum banyak dilakukan. Informasi tersebut berguna untuk menentukan parameter penentu seleksi sifat kuantitatif yang lebih akurat dan efektif dalam melakukan grading sehingga dapat mengoptimalkan pertumbuhan benih dalam setiap segmen dan mencegah kanibalisme.

1.2 Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi karakteristik fenotipe truss morfometrik pada benih ikan lele sangkuriang dari 4 kelompok ukuran grading yang berbeda serta menganalisis tingkat heritabilitasnya dan mengevaluasi keragaman intra- dan interpopulasi setiap truss morfometrik dan ukuran untuk menentukan fenotipe pembeda utama fluktuasi asimetris.

(14)

3 II. BAHAN DAN METODE

2.1 Materi Uji

Materi uji yang digunakan adalah benih ikan lele sangkuriang yang terdiri dari 4 tingkat ukuran benih dengan panjang 5, 7, 9 dan 11 cm masing-masing 30 ekor dari hasil pemijahan semi alami sepasang induk (fullsib). Induk ikan lele sangkuriang berasal dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang dipelihara di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya Air Tawar dan Toksikologi, Bogor.

2.2 Prosedur Kerja 2.2.1 Pengadaan Benih

Benih didapatkan dari hasil pemijahan semi alami induk ikan lele sangkuriang produksi BBPBAT Sukabumi yang diadaptasikan di Instalasi Riset Lingkungan Perikanan Budidaya Air Tawar dan Toksikologi. Cibalagung, Bogor. Pemijahan ini dilakukan menggunakan induk jantan dan betina dengan perbandingan 2 : 4 yaitu dengan bobot masing-masing induk 1,5 kg. Induk betina dirangsang menggunakan ovaprim dengan dosis 0,2 mL/kg, kemudian dibiarkan selama 10-14 jam. Penyuntikan ovaprim dilakukan satu kali pada bagian punggung ikan. Setelah itu induk betina akan dipijahkan secara alami di dalam kolam berukuran 2,5 x 2 x 1 m3 dengan ketinggian air 25-30 cm. Telur yang telah dibuahi diinkubasi sampai menetas kira-kira 30-34 jam masa inkubasi. Kemudian larva dipelihara dan diberi makan setelah berumur 3 hari.

2.2.2 Pemeliharaan Larva

Larva dipelihara pada kolam pemeliharaan berukuran 2,5 x 2 x 1 m3 selama 70 hari. Pengelompokan ukuran ikan (grading) dilakukan setelah ikan mencapai perkembangan morfologi definitif yaitu pada minggu ke-8. Grading dilakukan untuk mengelompokkan ukuran ikan 5 dan 7 cm, kemudian pada minggu ke-10 dilakukan grading untuk memilih kelompok ikan ukuran 9 dan 11 cm.

(15)

4 ke 3-15 (selama 12 hari), namun pada hari ke-9 diberi pakan tambahan berupa pakan udang serbuk/tepung. Selanjutnya, pada hari ke 16-30 (selama 2 minggu) ikan diberi pakan buatan berupa pakan udang serbuk/tepung, dan pada 2 minggu berikutnya diberi pellet ikan PF-800 yang diteruskan dengan pemberian pelet ikan PF-1000 selama 2 minggu hingga akhir penelitian. Pemberian pakan sebanyak 5-10% dari bobot biomassa dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari. Air yang digunakan berasal dari air sumur atau air yang ditampung dalam kolam penampungan. Sebelum digunakan, dilakukan pemupukan dan pemberian bakteri probiotik komersial. Dalam penelitian ini tidak dilakukan pergantian air selama pemeliharaan, namun diberikan penambahan air apabila tinggi air berkurang.

2.3 Parameter Uji

2.3.1 Truss Morfometrik

Perkembangan morfologi ikan diukur dengan metode truss morfometrik yaitu menentukan titik-titik tertentu di sepanjang tubuh dan mengukur jarak antara titik-titik tersebut (Brzesky and Doyle, 1988 dalam Hadie, 1997). Teknik ini menggunakan titik homologus (land mark) sepanjang lingkar tubuh, sehingga menghasilkan 6 jarak truss dan 4 ruang truss (Gambar 1).

Gambar 1. Titik-titik pengukuran jarak truss morfometrik ikan lele (Sumber: Hadie, 1997)

(16)

5 secara horizontal, vertikal ataupun diagonal sehingga diperoleh 21 fenotipe dari karakter truss morfometrik yang menggambarkan persamaan maupun keragaman pertumbuhan pada ikan lele (Tabel 1).

Tabel 1. Deskripsi 21 karakter truss morfometrik yang diukur pada ikan lele sangkuriang

Ruang Truss Kode Deskripsi

A

A1 Ujung kanan moncong – bagian depan sirip dada kanan A2 Sirip dada kiri – sirip dada kanan

A3 Ujung kiri moncong – bagian depan sirip dada kiri A4 Sungut maxilaris 1 kiri – sungut maxilaris 1 kanan A5 Ujung moncong kanan – sirip dada kiri

A6 Ujung moncong kiri – sirip dada kanan

B

B1 Sirip dada – ujung belakang tulang kepala

B2 Ujung belakang tulang kepala – bagian depan sirip perut B3 Bagian depan sirip dada – bagian depan sirip perut B5 Ujung belakang tulang kepala – bagian depan sirip dada B6 Bagian depan sirip perut – bagian depan sirip dada

(diagonal)

C

C1 Ujung belakang tulang kepala – bagian depan sirip punggung

C2 Bagian depan sirip punggung –bagian depan sirip anal C3 Bagian depan sirip perut – bagian depan sirip anal C5 Bagian depan sirip anal –ujung belakang tulang kepala C6 Bagian depan sirip punggung – bagian depan sirip perut D1 Bagian depan sirip punggung – bagian depan sirip ekor

D6 Bagian depan sirip ekor dorsalis – bagian depan sirip anal

(17)

6 2.3.2 Hubungan Interpopulasi 4 Ukuran Benih

Hubungan interpopulasi digunakan untuk mengukur kemiripan karakter morfometrik antar 4 ukuran benih ikan lele berdasarkan ukuran ikan dan karakter fenotipe morfometrik. Parameter ini dianalisis secara hirarki berdasarkan derajat kemiripan dalam grafik dendrogram.

2.3.3 Heritabilitas

Heritabilitas berhubungan dengan proporsi keragaman fenotipe yang dikontrol oleh gen. Proporsi fenotipe yang disebabkan oleh faktor genetik dapat diwariskan pada generasi selanjutnya (Noor, 2004). Terdapat dua macam heritabilitas (h2), yaitu heritabilitas dalam arti luas dan dalam arti sempit (Noor, 2004). Heritabilitas dalam arti luas adalah rasio antara keragaman genotip total (VG) dengan keragaman fenotipenya (VP).

h2 = VG / VP

Sementara, heritabilitas dalam arti sempit adalah rasio antara keragaman genetik aditif (VA) dengan keragaman fenotipenya (Vp).

h2 = VA / VP

Nilai heritabilitas suatu sifat berkisar antara 0 sampai 1. Besarnya nilai heritabilitas dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu rendah berkisar antara 0-0,2, sedang antara 0,2 – 0,4 dan tinggi apabila nilai heritabilitasnya mencapai lebih dari 0,4 (Noor, 2004). Pendugaan nilai heritabilitas dapat dilakukan dengan menghitung heritabilitas nyata atau koefisien regresi. Dalam penelitian ini, perhitungan heritabilitas nyata dihitung berdasarkan perbandingan antara performa anak terhadap tetuanya (fullsib) yaitu besarnya adalah 2 kali koefisien regresi anak-tetua (parent-offspring regression) atau h2=2b (Tave 1992).

2.3.4 Kualitas Air

(18)

7 2.4 Analisis Data

(19)

8 sangkuriang berdasarkan koefisien keragaman (CV) 21 karakter truss morfometrik berkisar antara 0,03-0,21 (Gambar 2). Karakter C1 (ujung belakang tulang kepala hingga depan sirip punggung) menunjukkan koefisien keragaman yang paling tinggi yaitu 0,19-0,21 dibandingkan karakter truss lainnya pada semua tingkat ukuran (5, 7, 9, dan 11 cm). Sebaliknya, koefisien keragaman fenotipe truss yang paling rendah dengan perbedaan individu dibawah 0,05 adalah karakter truss morfometrik pada bagian ekor yaitu meliputi D1 dan D5 dan pada truss bagian kepala yaitu A1, A3, A5 dan A6 pada kelompok ikan ukuran 9 cm. Sebaran keragaman 21 fenotipe truss morfometrik menggambarkan kurva simetris, dimana rata-rata keragaman pada bagian truss kepala (A) dan ekor (D) rendah hingga 0,1 sedangkan pada bagian truss tubuh depan (B) dan belakang (C) tinggi.

(20)

9 3.1.2 Keragaman Fenotipe Intrapopulasi

(21)

10 Karakter A2 (Sirip dada kiri sampai sirip dada kanan) menunjukkan perbedaan yang paling menonjol yaitu lebih dari 25%, diikuti dengan karakter A4 (Sungut maxilaris 1 kiri sampai sungut maxilaris 1 kanan) dan B3 (depan sirip dada sampai depan sirip perut) dengan indeks kemiripan 89,65%. Sedangkan 19 karakter lainnya menunjukkan kemiripan lebih dari 95%.

3.1.3 Keragaman Fenotipe Interpopulasi

Berdasarkan hubungan kemiripan 21 karakter truss morfometrik dapat digambarkan perbedaan keragaman antar populasi pada 4 kelompok ukuran grading dengan dendrogram hubungan interpopulasi (Gambar 4). Populasi 1 (ukuran 5 cm) dan populasi 4 (ukuran 11 cm) menunjukkan kemiripan fenotipe truss paling tinggi yaitu berkisar 75%, diikuti dengan populasi 3 (ukuran 9 cm) dengan nilai kemiripan 68,75% terhadap populasi 1 dan 4. Sedangkan populasi 2 (ukuran 7 cm) menunjukkan fluktuasi paling tinggi atau nilai kemiripannya terhadap populasi lain paling rendah yaitu 13,11%.

Keterangan :

1 = Ukuran 5 cm, 2 = Ukuran 7 cm, 3 = Ukuran 9 cm, 4 = Ukuran 11 cm

Gambar 4 Dendrogram hubungan interpopulasi 4 ukuran ikan lele sangkuriang berdasarkan kemiripan 21 fenotipe truss morfometrik

3.1.4 Heritabilitas

Penilaian heritabilitas 21 karakter truss morfometrik dilakukan berdasarkan pendugaan koefisien regresi anak terhadap induk (fullsib).

(22)

11 Heritabilitas berkisar antara 0,06-6,3% (Gambar 5) yang menunjukkan bahwa keragaman karakter truss morfometrik pada 4 ukuran ikan lele sangkuriang dikontrol oleh faktor genetik sebesar 0,06-6,3%, selebihnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Angka heritabilitas yang terbesar adalah pada karakter C1 yaitu pada kisaran 3,5-6,30% dimana pada ukuran 5 cm menunjukkan yang paling tinggi, pada kelompok ukuran 7 cm berkisar 0,32-3,49%, dan pada ikan ukuran 9 dan 11 cm berkisar 0,18-4,15%.

Gambar 5. Nilai heritabilitas 21 karakter morfometrik pada 4 kelompok ukuran ikan lele sangkuriang

Secara umum fenotipe truss pada kelompok truss B dan C menunjukkan nilai heritabilitas yang lebih tinggi dan mayoritas terdeteksi pada kelompok ikan ukuran 7 cm.

3.1.5 Kualitas Air

(23)

12 Tabel 2. Kualitas air pada pemeliharaan ikan lele sangkuriang

Parameter Pemeliharaan Larva Lele

Keragaman fenotipe truss morfometrik pada 4 kelompok ukuran benih ikan lele sangkuriang menunjukkan perbedaan yang nyata kecuali karakter B3 (jarak bagian depan sirip dada dan bagian depan sirip perut) dan C2 (jarak bagian depan sirip punggung dan bagian depan sirip anal). Koefisien keragaman tertinggi adalah pada karakter C1 (ujung belakang tulang kepala dan bagian depan sirip punggung) yaitu 0,21 (Gambar 2) dan angka pewarisan genetiknya 6,3% (Gambar 4). Sedangkan koefisien keragaman fenotipe truss yang terendah terdapat pada karakter D1 (Bagian depan sirip punggung – bagian depan sirip ekor dorsalis) dan D3 (Bagian depan sirip anal – bagian depan sirip ekor ventralis) yaitu lebih kecil dari 0,05 dan angka pewarisan genetiknya tidak lebih dari 0,06%. Tingkat keragaman morfometrik intra- dan interpopulasi pada keempat ukuran benih menunjukkan adanya pengaruh lingkungan yang lebih dominan mencapai 94%. Secara umum nilai koefisien keragaman suatu karakter mengindikasikan tingkat variabilitas ekspresi fenotipeik pada suatu populasi yang dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, serta interaksi genetik dan lingkungan (Tave 1992, Hardjosubroto 2001). Tingkat variabilitas suatu karakter fenotipe juga mencerminkan variabilitas genotip populasi tersebut yang menggambarkan variabilitas genetiknya (Ariyanto dan Subagyo 2004).

(24)

13 fenotipe truss morfometrik sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan selebihnya merupakan kontribusi yang berasal dari penjumlahan keragaman genetik serta interaksi antara variasi lingkungan dan genetik. Populasi benih dalam penelitian ini merupakan hasil pemijahan fullsib sehingga diduga kontribusi dari variasi genetik pada keragaman fenotipe rendah. Menurut Fujaya (1999), komponen akhir dari keragaman fenotipe dimana sumber variasi genetik populasinya seragam adalah pengaruh faktor lingkungan. Variasi lingkungan budidaya meliputi suhu, pakan dan penyakit serta perubahan kondisi lingkungan bisa berakibat terhadap perubahan fenotipe pada ikan Atlantik salmon (Saunders, 1983 dalam Syaifudin, 2004). Pada kondisi lingkungan yang optimal, kemampuan tumbuh organisme akan optimal dan begitu pula sebaliknya (Tave, 1999). Dalam penelitian ini, kualitas air selama pemeliharaan larva masih dalam kisaran yang layak untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan lele.

Hubungan interpopulasi keempat kelompok umur benih antara 5-11 cm menunjukkan bahwa kelompok benih berukuran 7 cm yang diseleksi pada umur 56 hari merupakan populasi dengan tingkat perbedaan terbesar hingga 86%. Pada Gambar 3 menjelaskan bahwa karakter A2, A4 dan B3 menunjukkan kontribusi sebagai pembeda yang paling menonjol diantara 21 karakter morfometrik hingga 25%. Ditinjau dari nilai koefisien keragaman, karakter A2 dan A4 memiliki tingkat keragaman lebih rendah dibandingkan karakter lainnya, demikian pula tingkat pewarisan genetiknya. Hal ini diduga bahwa laju pertumbuhan fenotipe pada ketiga karakter tersebut masih menunjukkan fluktuasi asimetris pada kisaran ukuran benih 5-11 cm. Menurut Sunarma et al. (2004), pada pemeliharaan ikan lele diatas umur 40 hari, laju pertumbuhan harian sudah melambat pada kisaran 14%, sedangkan pada umur yang lebih muda bisa mencapai 46%. Indeks kemiripan 18 karakter truss lainnya mencapai lebih dari 95% atau mendekati seragam. Hal ini diduga faktor genetik dan lingkungan yang mengontrol pertumbuhan pada 18 karakter tersebut mencapai optimal, sehingga pada ukuran yang berbeda menunjukkan tingkat kestabilannya.

(25)

14 Kusrini, 2007) faktor lingkungan yang mempengaruhi pembentukan karakter fenotipe suatu individu atau pada tingkat populasional adalah 1) padat tebar dan mortalitas, 2) umur, suhu dan kualitas air, 3) maternal effect (pengaruh yang ditimbulkan oleh ukuran, umur dan kondisi dari induk betina sehingga mempengaruhi kualitas telur dan keberhasilan hidup embrio), 4) kecondongan dan cara pemberian pakan, 5) biologi dan fisiologi, 6) kompensasi pertumbuhan, 7) pemeliharaan bersama.

Pada pemeliharaan larva, keragaman pertumbuhan secara individual diduga muncul ketika larva mulai diberi pakan alami karena kesesuaian ukuran partikel makanan dengan ukuran bukaan mulut ikan tidak seragam, demikian pula kecukupan jumlah pakan, padat penebaran dan tingkat kompetisi individu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Moav dan Wolfrarth (1973) dalam Dunham (2004) bahwa kecondongan yang terdapat pada bobot, di channel catfish dipengaruhi oleh laju pemberian pakan, ukuran pakan dan kondisi lain yang menghasilkan suatu kompetisi pakan. Pada ikan mas, telur dan larva yang baru menetas mempunyai sebaran normal, sesaat setelah larva mulai makan, kecondongan mulai nampak (Nakamura dan Kasahara, 1961 dalam Dunham, 2004). Pada saat larva mulai makan, ikan yang sedikit lebih besar akan mempunyai efek penggandaan. Kristanto dan Kusrini (2007) menjelaskan bahwa ikan yang sedikit lebih besar memperoleh pakan yang lebih banyak akan mempunyai efek penggandaan, sehingga menyebabkan terbentuknya subpopulasi, yaitu disebut bongsor (shooters atau jumpers).

(26)

15 Perbedaan ukuran ikan pada awal pertumbuhan dapat berimplikasi genetis yang terkait dengan dominasi dan abnormalitas sehingga memungkinkan dilakukan seleksi sejak dini berdasarkan fenotipe pembeda yang akurat yang menunjukkan keragaman tinggi dan angka heritabilitas sedang atau tidak kurang dari 0,15 (Tave 1999). Menurut Dunham (2004) dalam Kristanto dan Kusrini (2007) kecondongan dalam populasi dapat menimbulkan kesalahan interpretasi bahwa individual yang besar kemungkinan disebabkan oleh sebagian atau seluruhnya pengaruh faktor lingkungan dari pada faktor genetik. Dengan demikian penerapan seleksi berdasarkan fenotipe yang sesuai didalam kegiatan penelitian maupun budidaya perlu dilakukan dengan seksama.

(27)

16

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Keragaman fenotipe 21 karakter truss morfometrik pada 4 tingkat ukuran benih ikan lele (5, 7, 9, 11 cm) berkisar 0,03-0,21 dengan heritabilitas 0,06-6,3%. Karakter A2 (sirip dada kiri–sirip dada kanan) dan A4 (sungut maxilaris 1 kiri– sungut maxilaris 1 kanan) merupakan fenotipe pembeda terbesar (25%) yang berkontribusi pada perbedaan keragaman benih ukuran 7 cm dengan indeks kemiripan paling rendah (13,11%).

(28)

17 DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto D dan Subagyo. 2004. Variabilitas genetik dan evaluasi heterosis pada persilangan antar galur dalam spesies ikan mas. Zuriat Vol. 15 No.2.

Dewantoro E. 2001. Rasio RNA/DNA, Karakter Morfometrik, dan Komposisi Daging Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Strain Sinyonya, Karper Kaca, dan Hibridanya. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dunham R. A. 2004. Aquaculture and Fisheries Biotechnology. Genetic Approaches. Department of Fisheries and Allied Aquacultures, Auburn University, Alabama, USA.

Fujaya. 1999. Dasar-dasar Genetika dan Pengembangbiakan Ikan. Makassar.

Hadie W. 1997. Studi Morfometrik dan Keragaman Genetika Pada Populasi Ikan Lele (Clarias batrachus) di Sungai Musi dan Bengawan Solo. Tesis. Program Studi Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. Depok.

Hardjosubroto W. 2001. Genetika Hewan. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Hartini. 2002. Produksi Benih Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burch.) Melalui Sistem Pendederan. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Kristanto A.H., Kusrini E. 2007. Peranan Faktor Lingkungan Dalam Pemuliaan Ikan. Media Akuakultur Volume 2 Nomer 1 Hal: 183-188.

Mulyasari. 2010. Karakteristik Fenotipe Morfometrik dan Keragaman Genotipe RAPD (Randomly Amplified Polymorphism DNA) Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) di Jawa Barat. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Noor R. R. 2004. Genetika Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. hal 199.

Nurhidayat M. A. 2000. Fluktuasi asimetris dan abnormalitas pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) yang berasal dari tiga daerah sentra pengembangan di Pulau Jawa. Thesis. Program Pascasarjana. Institut Pernanain Bogor.

(29)

18 Sunarma A, Sumedi P, Sudiana, Miftah E. 2004. Karakteristik Lele Sangkuriang (Clarias sp.) Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Syaifudin M., Carman O., Sumantadinata K.. 2004. Keragaman Tipe Sirip Pada Keturunan Ikan Mas Koki Strain Lionhead . Jurnal Akuakultur Indonesia, 3(3): 1-4.

(30)
(31)
(32)

Lampiran 1b. Karakteristik 21 fenotipe truss morfometrik ikan lele ukuran 7 cm

Keterangan: panjang total ikan lele 7 cm±0,5 cm

(33)

Lampiran 1c. Karakteristik 21 fenotipe truss morfometrik ikan lele ukuran 9 cm

Keterangan: panjang total ikan lele 9 cm ± 0,5 cm

(34)

Lampiran 1d. Karakteristik 21 fenotipe truss morfometrik ikan lele ukuran 11 cm

Keterangan: panjang total ikan lele 11 cm ± 0,5 cm

(35)

Lampiran 2. Uji signifikasi intra- dan interpopulasi 21 karakter truss morfometrik 4 kelompok ukuran benih ikan lele sangkuriang

Karakter MANOVA Bartlett’s test

A1 0,000* 0,000*

A2 0,000* 0,002*

A3 0,000* 0,000*

A4 0,000* 0,002*

A5 0,000* 0,007*

A6 0,000* 0,006*

B1 0,025* 0,068

B2 0,006* 0,116

B3 0,280 0,000*

B5 0,006* 0,000*

B6 0,000* 0,114

C1 0,000* 0,000*

C2 0,815 0,006*

C3 0,011* 0,117

C5 0,005* 0,167

C6 0,009* 0,001*

D1 0,000* 0,120

D2 0,000* 0,048*

D3 0,012* 0,000*

D5 0,000* 0,083

D6 0,000* 0,014*

*) berbeda nyata (P<0,05)

Gambar

Tabel 1. Deskripsi 21 karakter truss morfometrik yang diukur pada ikan lele
Gambar 2 Koefisien keragaman (CV) karakter truss morfometrik 4 ukuran benih
Gambar 3 Dendrogram hubungan 21 fenotipe truss morfometrik 4 ukuran benih
Gambar 4 Dendrogram hubungan interpopulasi 4 ukuran ikan lele sangkuriang
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian Artemia yang ukurannya sesuai untuk larva di awal masa budidaya memberikan kesempatan lebih besar pada larva mendapatkan pakan, sehingga pemberian Artemia yang

Perlakuan pemberian pakan alami cacing sutera (Tubifex sp), dengan dosis yang berbeda pada benih ikan lele sangkuriang ( Clarias sp), menunjukkan pertumbuhan rata

Dari informasi di atas perlu dilakukan kembali penelitian pembanding tentang pengaruh padat penebaran terhadap pertumbuhan benih ikan lele, tetapi dengan spesies yang berbeda

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian probiotik marolis dengan dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan benih ikan

PENGARUH PEMBERIAN VITERNA PLUS DENGAN DOSIS YANG BERBEDA PADA PAKAN TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN LELE SANGKURIANG2.

Pada perlakuan C (6ml/50g pakan) menunjukkan bahwa pertumbuhan benih ikan lele optimal, Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian madu dengan dosis berbeda

Penambahan larutan kencur pada pakan komersil yang diberikan pada benih ikan lele memberikan hasil yang berbeda pada perkembangan panjang mutlak, SGR dan bobot mutlak namun penambahan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah hasil pemberian pakan alami yang berbeda pada setiap perlakuan berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang dan bobot benih ikan lele memberikan