• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya

Salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat adalah dengan pengembangan komoditas unggulan daerah. Metode yang sesuai sangat diperlukan untuk menetapkan komoditas unggulan daerah agar pemanfaatan sumberdaya budidaya perikanan lebih efektif dan efisien karena terfokus pada pengembangan komoditas unggulan tersebut.

Untuk menentukan komoditas budidaya perikanan yang menjadi unggulan di Kabupaten Lampung Timur dilakukan dengan menggunakan beberapa alat analisis yaitu analisis Luas Panen tahun 2007-2011, analisis produktivitas tahun 2007–2011, analisis nilai margin produk tahun 2011, analisis permintaan tahun 2011, dan analisis preferensi masyarakat.

Skala prioritas pemilihan komoditas perikanan budidaya dibuat dari setiap alat analisis. Terdapat tiga jenis kegiatan budidaya yaitu pertama budidaya laut, yang terdiri dari kerang hijau dan rumput laut dimana kedua jenis komoditas ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Lampung Timur berkembang mulai tahun 2011 dan dilakukan oleh pembudidaya kerang hijau dengan memanfaatkan lahan kosong antara bagan tancap kerang hijau, sehingga konstruksi untuk penambat tali budidaya rumput laut adalah bagan tancap kerang hijau.

Kedua budidaya air payau, yang terdiri dari udang windu, udang vaname, kepiting Soka dan ikan bandeng, dan ketiga budidaya air tawar, yang terdiri dari ikan mas, ikan lele, Ikan Nila, ikan gurame, ikan tawes, ikan patin, ikan bawal tawar dan ikan betutu. Sedangkan udang putih, udang krosok , udang Lainnya dan ikan lainnya tidak dianalisis lebih lanjut karena udang putih dan udang krosok merupakan komoditas yang tidak dibudidayakan secara sengaja dan hanya sebagai hasil sampingan dari kegiatan budidaya ikan. Udang lainnya serta ikan lainnya merupakan gabungan dari beberapa jenis udang (udang rebon, udang galah, dan lain-lain) dan ikan (belut, mujair, baung, tambakan, dan lain-lain) yang memiliki jumlah produksi sangat kecil.

Komoditas yang akan ditetapkan sebagai komoditas unggulan kabupaten adalah tiga komoditas teratas hasil analisis untuk setiap kegiatan budidaya. Tabel 11 menunjukan jumlah produksi dan produksi rata-rata dari komoditas perikanan budidaya tahun 2007–2011 di Kabupaten Lampung Timur.

(2)

Tabel . Jumlah produksi dan produksi rata-rata komoditas perikanan budidaya tahun 2007-2011 Kabupaten Lampung Timur

Jenis Komoditas Jumlah Produksi (Ton) Rata-rata

2007 2008 2009 2010 2011 Budidaya Laut Kerang Hijau 159.90 193.26 218.33 6 386.23 7 389.18 2 869.38 Rumput Laut - - - - 366.12 366.12

Budidaya Air Payau

Udang Windu 945.88 1 769.50 1 954.18 1 127.00 1 271.42 1 413.60 Udang Putih 108.19 138.71 148.20 97.32 60.34 110.55 Udang Vaname 423.19 914.28 1 017.51 552.39 594.90 700.45 Udang Krosok 335.92 287.75 209.80 158.43 99.51 218.28 Udang Lainnya - 135.51 135.51 Kepiting Soka 13.41 - 6.52 9.97 Ikan Bandeng 2 057.39 2 159.57 2 261.68 2 624.63 3 158.72 2 452.40

Budidaya Air Tawar

Ikan Mas 513.78 725.54 761.35 421.14 504.34 585.23 Ikan Nila 954.03 1 190.06 1 297.95 1 899.44 2 218.63 1 512.02 Ikan Gurame 12.76 33.32 38.34 231.71 280.76 119.38 Ikan Tawes - 110.98 181.15 60.25 66.62 104.75 Ikan Patin 186.31 213.99 267.69 394.87 542.85 321.14 Ikan Lele 805.29 1 176.38 1 234.88 3 463.25 3 702.33 2 076.43

Ikan Bawal Tawar - - 207.37 9.77 5.51 74.22

Ikan Betutu 5.31 7.05 8.07 1.96 0.34 4.55

Ikan Lainnya 213.59 7.45 216.66 13.51 23.44 94.93

Jumlah 6 721.54 8 927.84 10 036.57 17 441.90 20 427.04 13 168.90

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012).

Analisis Tren Luas Panen Komoditas Perikanan Budidaya

Analisis tren luas panen dilakukan berdasarkan data luas panen komoditas perikanan budidaya tahun 2007 – 2011 yang kemudian dihitung nilai rataan luas panen tahun 2007-2011 (Tabel 12). Terlihat bahwa komoditas yang memiliki luas panen rata-rata yang dominan selama 5 tahun terakhir untuk budidaya laut adalah kerang hijau (848 576 ha), untuk budidaya air payau adalah ikan bandeng (1 167 ha) dan untuk budidaya air tawar adalah ikan mas (5 358 ha). Hal ini menunjukan secara tidak langsung bahwa komoditas tersebut unggul dari sisi penawaran dan menjadi pilihan usaha budidaya ikan yang utama para pembudidaya ikan di Kabupaten Lampung Timur.

(3)

Berdasarkan rata-rata luas panen pada tabel 12, maka urutan peringkat komoditas perikanan budidaya untuk budidaya laut adalah ;(1) kerang hijau, (2) rumput laut, untuk budidaya air payau adalah ;(1) ikan bandeng, (2) udang windu, (3) udang vaname, (4) kepiting, dan untuk budidaya air tawar ; (1) ikan mas, (2) ikan patin, (3) ikan nila, (4) ikan lele, (5) ikan gurame, (6) ikan betutu, (7) ikan tawes, (8) ikan bawal tawar.

Sehingga dari segi tren luas panen komoditas unggulan untuk budidaya laut adalah kerang hijau dan rumput laut, untuk budidaya air payau maka ikan bandeng, udang windu dan udang vaname yang menjadi komoditas unggulan, sedangkan untuk budidaya air tawar yang menjadi komoditas unggulan dari segi tren luas panen adalah ikan mas, ikan patin dan ikan nila.

Tabel . Luas panen dan luas panen rata-rata komoditas perikanan budidaya tahun 2007-2011 Kabupaten Lampung Timur

Komoditas Luas Panen (Ha/Th) Rata-rata

2007 2008 2009 2010 2011

Budidaya Laut

Kerang Hijau 685 155 623 264 822 1 699 331 2 122 419 848 576 Rumput Laut - - - - 1 569 1 569

Budidaya Air Payau

Udang Windu 517 1 088 1 066 741 1 045 891 Kepiting Soka - - 13 - 8 10 Udang Vaname 39 38 42 41 37 39 Ikan Bandeng 843 969 1 080 1 097 1 845 1 167

Budidaya Air Tawar

Ikan Mas 4 495 9 056 8 073 2 580 2 587 5 358 Ikan Gurame 80 299 210 1 295 1 247 626 Ikan Nila 2 284 2 784 2 132 3 018 3 310 2 706 Ikan Lele 214 439 506 1 675 1 629 893 Ikan Patin 2 003 10 187 4 507 2 014 2 219 4 186 Ikan Bawal Tawar - - 641 49 23 238 Ikan Tawes - 275 560 305 268 352 Ikan Betutu 234 1 301 626 50 1 442

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012).

Analisis Tren Produktivitas Komoditas Perikanan Budidaya

Analisis tren produktivitas dilakukan berdasarkan data produktivitas komoditas perikanan budidaya dan rataannya tahun 2007 – 2011 (Tabel 13).

Hasil analisis menunjukan bahwa rumput laut memiliki produktivitas rata-rata lebih tinggi dibanding dengan kerang hijau untuk budidaya laut. Untuk budidaya air payau udang vaname memiliki produktivitas rata-rata tertinggi (17.807 ton/ha/th) kemudian ikan bandeng (2.174 ton/ha/th), udang windu (1.605 ton/ha/th) dan kepiting soka terendah (0.952 ton/ha/th).

Untuk budidaya air tawar urutan komoditas yang memiliki rata-rata produktivitas tertinggi hingga terendah adalah ikan lele (2.260 ton/ha/th), ikan

(4)

nila (0.551 ton/ha/th), ikan tawes (0.293 ton/ha/th), ikan gurame (0.174 ton/ha/th), ikan mas (0.129 ton/ha/th), ikan patin (0.123 ton/ha/th) dan ikan betutu (0.07 ton/ha/th).

Tabel . Produktivitas dan produktivitas rata-rata komoditas perikanan budidaya tahun 2007-2011 Kabupaten Lampung Timur

Komoditas Produktivitas (Ton/Ha/Th) Rata-rata 2007 2008 2009 2010 2011

Budidaya Laut

Kerang Hijau 0.233 0.001 0.001 0.004 0.003 0.049 Rumput Laut - - - - 0.233 0.233

Budidaya Air Payau

Udang Windu 1.830 1.626 1.833 1.521 1.217 1.605 Kepiting Soka - - 1.047 - 0.856 0.952 Udang Vaname 10.851 24.381 24.226 13.391 16.188 17.807 Ikan Bandeng 2.441 2.229 2.094 2.392 1.712 2.174

Budidaya Air Tawar

Ikan Mas 0.114 0.080 0.094 0.163 0.195 0.129 Ikan Gurame 0.160 0.111 0.182 0.179 0.225 0.174 Ikan Nila 0.418 0.427 0.609 0.629 0.670 0.551 Ikan Lele 3.763 2.680 2.440 2.068 2.273 2.260 Ikan Patin 0.093 0.021 0.059 0.196 0.245 0.123 Ikan Bawal Tawar - - 0.323 0.197 0.238 0.253 Ikan Tawes - 0.403 0.323 0.197 0.249 0.293 Ikan Betutu 0.023 0.005 0.013 0.039 0.270 0.070

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012).

Analisis Nilai Margin

Analisis nilai margin produk dilakukan berdasarkan jumlah keuntungan yang dapat dihasilkan dalam memproduksi 1 kg ikan setiap bulannya pada tahun 2011 dan dibandingkan dengan jumlah modal yang dibutuhkan, kemudian dipersentasekan (Tabel 14). Peringkat diurutkan berdasarkan persentase perbandingan antara keuntungan dengan modal per kg ikan per bulan, dengan persentase terbesar untuk peringkat 1 dan persentase terkecil untuk peringkat terakhir.

Hasil analisis menunjukan bahwa untuk budidaya laut membudidayakan rumput laut memberikan keuntungan lebih besar dibanding dengan membudidayakan kerang hijau, demikian pula persentase selisih antara keuntungan per kg ikan setiap bulan terhadap modal yang dibutuhkan. Sehingga komoditas rumput laut diberikan peringkat 1 dan kerang hijau peringkat 2.

Untuk budidaya air payau, membudidayakan kepiting soka memberikan jumlah keuntungan paling besar (Rp5 979/kg/bln) namun jika dilihat dari persentase perbandingan antara keuntungan per kg perbulan dengan modal yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg komoditas maka udang vaname memiliki presentase terbesar (20.57%), sehingga dijadikan sebagai peringkat 1. Peringkat

(5)

selanjutnya berturut-turut adalah ikan bandeng (18.79%), kepiting soka (13.59%) dan udang windu (10.02%).

Untuk budidaya air tawar komditas yang memiliki presentase perbandingan antara keuntungan perkg perbulan dengan modal perkg terbesar hingga terkecil berturut-turut adalah sebagai berikut : (1) ikan nila (14.45%); (2) ikan lele (11.06%); (3) ikan betutu (9.16%); (4) ikan gurame (7.64%); (5) ikan patin (6.04%); (6) ikan tawes (4.51%); (7) ikan mas (2.93%) dan ikan bawal tawar (2.52%).

Tabel . Nilai keuntungan (margin) usaha budidaya ikan di Kabupaten Lampung Timur tahun 2011. Komoditas Lama budidaya/MT (bulan) Modal (Rp/Kg) Harga (Rp/Kg) keuntungan (Rp/Kg) Keuntung an /bln (Rp/Kg/Bln) Persentase keuntungan perbulan terhadap modal (%) Budidaya Laut Kerang Hijau 5.0 4 633 5 000 367 73 1.59 Rumput Laut 1.5 572 1 500 928 619 108.14

Budidaya Air Payau

Udang Windu 4.0 46 405 65 000 18 595 4 649 10.02 Kepiting Soka 0.5 44 010 47 000 2 990 5 979 13.59 Udang Vaname 4.0 25 512 46 500 20 988 5 247 20.57 Ikan Bandeng 4.0 10 561 18 500 7 939 1 985 18.79

Budidaya Air Tawar

Ikan Mas 3.5 15 964 17 600 1 636 467 2.93 Ikan Gurame 12.0 13 040 25 000 11 960 997 7.64 Ikan Nila 3.0 9 767 14 000 4 233 1 411 14.45 Ikan Lele 2.5 9 206 11 750 2 544 1 018 11.06 Ikan Patin 6.0 8 552 11 650 3 098 516 6.04 Ikan Bawal Tawar 4.5 7 634 8 500 866 192 2.52 Ikan Tawes 5.0 6 527 8 000 1 473 295 4.51 Ikan Betutu 6.0 64 533 100 000 35 467 5 911 9.16

Sumber : Hasil Wawancara dengan pembudidaya ikan di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2012.

Analisis Permintaan

Analisis permintaan dilakukan berdasarkan data ketersediaan dan konsumsi ikan Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 (Tabel 15). Berdasarkan data tersebut hanya 4 komoditas yang memiliki surplus ketersediaan yaitu kerang hijau (954.43 ton), ikan lele (4.08 ton), ikan nila (2.15 ton) dan ikan tawes (0.01 ton), terdapat 2 komoditas yang memiliki ketersediaan nol yaitu kepiting dan ikan betutu, sedangkan 8 komoditas lainnya memiliki ketersediaan yang masih kurang.

Urutan komoditas yang memiliki ketersediaan minus terbesar hingga terkecil adalah: ikan patin (-952.30 ton), udang vaname (-284.30 ton), rumput laut (-237.91 ton), udang windu (-186.9 ton), ikan bawal tawar (-4.01 ton), ikan mas (-1.92 ton), ikan gurame (-1.90 ton) dan ikan bandeng (-0.36 ton).

(6)

Surplus ketersediaan menunjukkan bahwa dari sisi permintaan kerang hijau, ikan lele, ikan nila dan ikan tawes telah mampu memenuhi kebutuhan konsumsi daerah dan masih ada surplus untuk menambah eksport dan kebutuhan industry pengolahan yang selama ini telah dilaksanakan. Sedangkan komoditas lainnya belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daerah dan lebih mengutamakan kebutuhan pasar luar daerah, sehingga menjadi peluang yang baik untuk lebih dikembangkan agar kebutuhan daerah tidak lagi mengandalkan pasokan dari daerah lain. Berdasarkan hal tersebut urutan peringkat komoditas diberikan pada komoditas yang memiliki minus ketersediaan terbesar untuk peringkat pertama dan surplus terbesar untuk peringkat terakhir.

Tabel . Ketersediaan dan konsumsi ikan tahun 2011

Komoditas Produksi Tahun 2011 Eksport*) Total Konsumsi Total Permintaan Ketersediaan

(Ton) % (Ton/Th) (Ton/Th) (Ton/Th) (Ton/Th)

Budidaya Laut

Kerang Hijau 7 389.18 80 5 911.34 523.40 6 434.74 954.44

Rumput Laut 366.12 100 366.12 237.91 604.03 -237.91

Budidaya Air Payau

Udang Windu 1 271.42 90 1 144.28 314.04 1 458.32 -186.90

Kepiting Soka 135.51 100 135.51 0.00 135.51 0.00

Udang Vaname 594.90 95 565.16 314.04 879.20 -284.30

Ikan Bandeng 3 158.72 50 1 579.36 1 579.72 3 159.08 -0.36

Budidaya Air Tawar

Ikan Mas 504.34 40 201.74 304.52 506.26 -1.92

Ikan Gurame 280.76 60 168.46 114.2 282.66 -1.90

Ikan Nila 2 218.63 45 998.38 1 218.10 2 216.48 2.15

Ikan Lele 3 702.33 40 1 480.93 2 217.32 3 698.25 4.08

Ikan Patin 542.85 30 162.86 1 332.29 1 495.15 -952.30

Ikan Bawal Tawar 5.51 0 0.00 9.52 9.52 -4.01

Ikan Tawes 66.62 0 0.00 66.61 66.61 0.01

Ikan Betutu 0.34 100 0.34 0 0.34 0.00

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Timur (2012);

*) hasil wawancara dengan pedagang pengumpul dan pembudidaya ikan Tahun 2012

Urutan peringkat peringkat komoditas dari sisi permintaan untuk budidaya laut adalah (1) rumput laut; (2) kerang hijau. Untuk budidaya air payau urutan peringkat adalah (1) udang vaname; (2) udang windu; (3) ikan bandeng; dan (4) kepiting soka. Untuk budidaya air tawar urutan peringkat adalah (1) ikan patin; (2) ikan bawal tawar; (3) ikan mas; (4) ikan gurame; (5) ikan betutu; (6) ikan tawes; (7) ikan nila; dan (8) ikan lele.

Jumlah konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 menurut Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Lampung Timur, sebanyak 26.3 kg/kapita/tahun. Dengan jumlah penduduk sebanyak 951 639 jiwa, maka pada tahun 2011 Kabupaten Lampung Timur menghabiskan ikan untuk konsumsi sebanyak ±25 028 ton, sedangkan jumlah produksi ikan pada tahun 2011 hanya sebanyak 20 427.04 ton. Ini artinya bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi

(7)

ikan daerah, Kabupaten Lampung Timur masih mengandalkan pasokan ikan dari perikanan tangkap dan pasokan dari daerah lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang pengumpul ikan, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ikan masyarakat, pasokan dipenuhi dari luar daerah seperti Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten Lampung Tengah untuk komoditas perikanan tangkap air tawar, Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Pesawaran untuk komoditas rumput laut dan dari Jawa Barat untuk komoditas perikanan budidaya air tawar.

Analisis Preferensi Masyarakat

Analisis preferensi masyarakat dilakukan dengan penyebaran kuesioner dan wawancara untuk melihat urutan komoditas perikanan budidaya yang dipilih masyarakat untuk dibudidayakan dan dalam penelitian ini dijadikan sebagai salah satu dasar pemilihan tiga komoditas utama yang akan dijadikan unggulan.

Tabel . Daftar Responden untuk preferensi masyarakat

Asal Responden Jumlah (orang)

Petugas dan Penyuluh Perikanan 15

Pembudidaya Ikan 15

Pedagang Pengumpul 15

Jumlah 45

Penyebaran kuesioner dan wawancara dilakukan terhadap 45 orang responden yang tersebar di beberapa kecamatan yang menjadi sentra produksi perikanan, terdiri dari pembudidaya ikan, penyuluh dan petugas perikanan setempat dan pedagang pengumpul (Tabel 16). Setiap jawaban responden diberi bobot yang sama, dengan pertimbangan bahwa seluruh responden memiliki kekuatan yang sama dalam mempengaruhi keinginan masyarakat disekitarnya dalam berbudidaya ikan.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan komoditas yang menjadi pilihan masyarakat untuk dibudidayakan adalah sebagai berikut: untuk budidaya laut (Gambar 4) kerang hijau menjadi pilihan utama ( dipilih oleh 64.44% responden) kemudian rumput laut (dipilih oleh 35.56% responden), untuk budidaya air payau (1) ikan bandeng (dipilih oleh 51.11 % responden); (2) udang windu (33.33 %); (3) udang vaname (11.11 % ) dan (4) kepiting soka (Gambar 5). Untuk budidaya air tawar (Gambar 6) komoditas yang menjadi pilihan masyarakat adalah (1) ikan lele (dipilih oleh 37.78% responden), (2) ikan gurame (dipilih oleh 20% responden), (3) ikan mas (dipilih oleh 17.78% responden), (4) ikan nila (dipilih oleh 15.56% responden), (5) ikan patin (dipilih oleh 6.67% responden), (6) ikan betutu (dipilih oleh 2.22% responden), sedangkan ikan bawal tawar dan ikan tawes menjadi peringkat terakhir karena tidak satupun responden memilih komoditas tersebut.

(8)

Gambar . Persentase preferensi masyarakat dalam memilih komoditas unggulan perikanan budidaya laut

Gambar Persentase preferensi masyarakat dalam memilih komoditas unggulan perikanan budidaya air payau

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 K e rang Hi jau R um put L au t

Budidaya Laut

P ersent ase 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

Budidaya Air Payau

Udang Windu Kepiting Soka Udang Vaname Ikan Bandeng Komoditas P er se ntas e

(9)

Gambar Persentase preferensi masyarakat dalam memilih komoditas unggulan perikanan budidaya air tawar

Penetapan Komoditas Unggulan

Berdasarkan hasil beberapa alat analisa di atas maka dilakukan penetapan komoditas unggulan dengan menerapkan teknik pembobotan pada nilai urutan prioritas setiap alat analisis. Besarnya bobot setiap alat analisis ditentukan melalui AHP, dengan responden berasal dari pihak akademisi ( Tabel 17) yang dipilih berdasarkan purposive sampling. Skema hirarki penetapan urutan prioritas alat analisis untuk menentukan komoditas unggulan perikanan budidaya disajikan pada Gambar 7.

Tabel . Daftar responden untuk menentukan bobot alat analisis melalui AHP untuk menetapkan komoditas unggulan

Daftar Responden AHP Jumlah

Dosen Departemen Budidaya Perairan Fak. Perikanan IPB 3

Dosen Departemen ITSL IPB 1

Dosen Prodi Budidaya Perairan Polinela 1

Jumlah 5 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

Budidaya Air Tawar

Ikan Mas Ikan Gurame Ikan Nila Ikan Lele Ikan Patin Ikan Bawal Tawar Ikan Tawes Ikan Betutu P er se ntas e

(10)

Gambar Skema hirarki penetapan urutan prioritas alat analisis penentuan komoditas unggulan perikanan budidaya

Berdasarkan AHP dari kombinasi seluruh responden, maka analisis permintaan memiliki nilai tertinggi (36.6%) diikuti oleh analisis nilai margin produk (36%), analisis tren produktivitas (12%), analisis preferensi masyarakat (9.7%) dan terakhir analisis tren luas panen (5.7%).

Analisis permintaan mendapat nilai tertinggi karena menggambarkan aspek sosial ekonomi seperti pemenuhan kebutuhan protein bersumber dari ikan dan peluang pasar dari komoditas perikanan budidaya. Dalam melakukan usaha budidaya perikanan, selain mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan protein bersumber dari ikan juga menelaah permintaan pasar akan suatu komoditas tertentu yang memiliki nilai jual tinggi dan bersaing. Permintaan juga menggambarkan kemampuan pasar dalam menyerap produksi suatu komoditas dan proses budidaya berjalan karena adanya jaminan pasar.

Analisis nilai margin produk menggambarkan keuntungan yang akan didapat oleh pembudidaya. Pembudidaya akan membudidayakan komoditas yang memberikan keuntungan paling besar bagi mereka yang diharapkan akan meningkatkan pendaptannya.

Analisis tren produktivitas menggambarkan kemampuan suatu komoditas untuk menghasilkan produksi per satuan luas yang berarti juga bahwa komoditas tersebut memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan budidayanya.

Sedangkan analisis tren luas panen diberikan persentase terkecil karena hanya memberikan gambaran mengenai kecenderungan luasan lahan perikanan budidaya yang dapat dipanen dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Selain itu luas panen telah tergambar dari produktivitas suatu komoditas.

Komoditas yang ditetapkan menjadi komoditas unggulan daerah adalah komoditas yang memiliki urutan prioritas tertinggi. Penetapan tiga komoditas teratas dilakukan berdasarkan nilai urutan prioritas hasil analisis dari setiap komoditas dikalikan persentase bobot setiap alat analisis yang digunakan. Urutan ditentukan berdasarkan jumlah terkecil dari perkalian urutan komoditas dan persentase bobot.

Hasil dari beberapa alat analisis (Tabel 18) menunjukkan bahwa untuk budidaya laut komoditas rumput laut menjadi prioritas pengembangan pertama baru kemudian kerang hijau. Untuk budidaya air payau prioritas pengembangan yang pertama adalah udang vaname baru kemudian ikan bandeng, dan udang windu. Untuk budidaya air tawar komoditas yang ditetapkan sebagai komoditas unggulan perikanan budidaya di Kabupaten Lampung Timur adalah ikan patin pada prioritas pertama kemudian ikan nila dan ikan gurame.

Analisis Tren Luas Panen (5.7%) Analisis Tren Produktivitas (12 %) Analisis nilai margin produk (36 %) Analisis Permintaan (36.6 %) Analisis Preferensi Masyarakat (9.7 %) Penetapan Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya

(11)

Tabel . Urutan peringkat penentuan komoditas unggulan perikanan budidaya Komoditas Analisis Tren Luas Panen Analisis Tren Produkti vitas Analisis Nilai Margin Analisis Permintaan Analisis Preferensi Masyarakat Jumlah Urutan Peringkat b) (a) Budidaya Laut Kerang Hijau 0.057 0.240 0.720 0.732 0.097 1.846 2 Rumput Laut 0.114 0.120 0.360 0.366 0.194 1.154 1

Budidaya Air Payau

Udang Windu 0.114 0.360 1.440 0.732 0.194 2.840 3 Kepiting Soka 0.228 0.480 1.080 1.464 0.388 3.640 4 Udang Vaname 0.171 0.120 0.360 0.366 0.291 1.308 1 Ikan Bandeng 0.057 0.240 0.720 1.098 0.097 2.212 2

Budidaya Air Tawar

Ikan Mas 0.057 0.720 2.520 1.098 0.291 4.686 5 Ikan Gurame 0.285 0.600 1.440 1.464 0.194 3.983 3 Ikan Nila 0.171 0.240 0.360 2.562 0.388 3.721 2 Ikan Lele 0.228 0.120 0.720 2.928 0.097 4.093 4 Ikan Patin 0.114 0.840 1.800 0.366 0.485 3.605 1 Ikan Bawal Twr 0.456 0.480 2.880 0.732 0.776 5.324 7 Ikan Tawes 0.399 0.360 2.160 2.196 0.776 5.891 8 Ikan Betutu 0.342 0.960 1.080 1.830 0.582 4.794 6 Keterangan :

a) Share nilai untuk setiap komoditas berdasarkan hasil perkalian urutan prioritas setiap komoditas dengan nilai persentase setiap alat analisa.

b) Urutan peringkat 1 sampai 16 berdasarkan persentase terkecil hingga terbesar.

Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis Kesesuaian Lahan dilakukan untuk kegiatan budidaya laut dengan komoditas rumput laut dan kerang hijau, budidaya air payau (tambak) dengan komoditas udang vaname, ikan bandeng dan udang windu dan budidaya air tawar dengan komoditas ikan patin, ikan nila dan ikan gurame. Penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya perikanan dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik lahan dan perairan sebagai faktor pendukung dan memperhatikan faktor pembatas.

Penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya ikan dilakukan untuk menghindari kekeliruan pada tahap awal pemilihan lokasi budidaya yang akan menimbulkan peningkatan biaya konstruksi, operasional budidaya dan masalah lingkungan. Menurut Gunarto et al (2003) kerusakan lingkungan perairan dapat menyebabkan kegagalan panen.

Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Laut

Kegiatan budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur berkembang mulai tahun 2006 dengan komoditas yang dibudidayakan adalah kerang hijau, sedangkan budidaya rumput laut baru berkembang pada tahun 2011 dengan jenis rumput laut yang dibudidayakan adalah Eucheuma cottonii. Budidaya kerang hijau di Kabupaten Lampung Timur dilakukan dengan metode bagan tancap

(12)

dengan kolektor berupa tali yang umumnya dilakukan pada kedalaman ± 5 – 8 m. Sedangkan budidaya rumput laut dilakukan oleh pembudidaya kerang hijau dengan memanfaatkan lahan kosong antara bagan tancap kerang hijau miliknya dan memanfaatkan konstruksi bagan tancap kerang hijau sebagai penambat tali polietilen pengikat bibit rumput laut. Hal ini menyebabkan penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut tidak dapat dipisahkan dengan penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya kerang hijau.

Kelas kesesuaian lahan untuk budidaya laut ditentukan dengan mempertimbangkan faktor pendukung meliputi: kedalaman laut (bathimetri), suhu, salinitas, kandungan oksigen terlarut, arus dan keterlindungan. Kedalaman perairan akan mempengaruhi metode budidaya yang dapat dilakukan.

Kedalaman perairan berhubungan dengan kecerahan atau sejauh mana cahaya matahari dapat berpenetrasi yang mempengaruhi kesuburan perairan atau ketersediaan makanan alami bagi kerang hijau serta mempengaruhi pertumbuhan rumput laut dimana proses fotosintesis sangat tergantung pada cahaya matahari. Pada umumnya spat kerang hijau dapat ditemui pada kedalaman 1.5 – 11.7 m, dimana makanan alami bagi kerang hijau cukup tersedia (Vakily, 1989).

Suhu perairan sangat mempengaruhi perkembangan kerang hijau dan rumput laut. Menurut Manoj Nair dan Appukuttan (2003) suhu optimum untuk penempelan spat kerang hijau adalah sekitar 29ºC - 31ºC sedangkan suhu lebih tinggi berdampak lebih baik bagi pertumbuhan kerang hijau dibandingkan suhu lebih rendah. Berdasarkan penelitian Karif I.V. (2011) sebaran rata-rata suhu permukaan laut jawa bagian barat pada musim barat (November-Februari) 28.98 ºC – 29.33 ºC, musim peralihan I (Maret-April) 29.91 ºC – 30.42 ºC, musim timur (Mei-Agustus) 29.00ºC – 29.16°C dan pada musim peralihan II (September-Oktober) sebesar 29.36ºC – 29.63ºC. Data tersebut menunjukkan bahwa sebaran rata-rata suhu permukaan laut di perairan Lampung Timur (Laut Jawa bagian barat) memiliki sebaran suhu rata-rata permukaan laut yang optimum untuk penempelan spat kerang hijau.

Salinitas dan kandungan oksigen merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan kerang hijau dan rumput laut. Nilai salinitas dan kandungan oksigen yang optimum bagi pertumbuhan kerang hijau adalah 30 ppm dan >6 mg/l, sedangkan nilai salinitas < 20 ppm dan kandungan oksigen <3 mg/l berdampak negatif bagi pertumbuhan kerang hijau. Faktor keterlindungan dan arus sangat berhubungan erat dan memiliki nilai yang berkorelasi positif. Pada lokasi perairan yang terlindung akan memiliki arus dengan kecepatan rendah, sedangkan pada lokasi yang tidak terlindung akan memiliki kecepatan arus yang relatif lebih tinggi. Lokasi perairan laut Lampung Timur merupakan perairan terbuka menghadap Laut Jawa, sehingga tidak terlindung, terlebih posisi pulau-pulau kecil yang ada di wilayah Lampung Timur berada jauh dari pantai sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap keterlindungan perairan.

Arus sangat berpengaruh terhadap penempelan spat, perairan yang tidak memiliki arus sama sekali akan membuat spat sulit untuk menempel pada kolektor. Sedangkan arus yang terlalu cepat akan merontokan spat yang telah menempel.

Faktor pembatas adalah kondisi spesifik dilapangan yang membatasi atau lokasi yang tidak dapat digunakan untuk kegiatan budidaya kerang hijau dan rumput laut Dalam penelitian ini sebagai kategori pembatas ditentukan jarak

(13)

sejauh 4 mil dari garis pantai sebagai batas wilayah laut wewenang kabupaten seperti yang diatur dalam Undang-undang no.32 tahun 2004 dan 500 meter dari lokasi pertambakan untuk menghindari pencemaran perairan sisa budidaya tambak yang dapat meberikan efek negatif terhadap kerang hijau dan rumput laut. Kerang hijau merupakan salah satu jenis kekerangan yang memiliki pola makan dengan menyaring kolom air (filter feeder) sedangkan rumput laut mendapatkan nutrisi dari lingkungan sekitarnya secara difusi melalui dinding thallusnya, sehingga jika dibudidayakan pada perairan yang tercemar maka bahan pencemar akan terakumulasi pada daging kerang dan batang rumput laut. Hal ini tidak akan berpengaruh terhadap pertumbuhan kerang hijau dan rumput laut, namun akan berpengaruh negatif terhadap manusia yang mengkonsumsi kerang dan rumput laut yang dibudidayakan pada perairan tercemar. Untuk menghindari hal tersebut, kajian kesesuaian lahan merupakan tahap awal yang penting dilakukan.

Penilaian kesesuaian lahan untuk kerang hijau dan rumput laut dilakukan pada 3 musim yang berbeda yaitu musim barat (November- Februari), musim timur (Mei – Agustus) dan musim peralihan (Maret – April dan September – Oktober). Musim Barat bertiup angin dari arah barat menuju timur yang biasanya bersamaan dengan musim penghujan sehingga kondisi gelombang cukup besar dan salinitas serta suhu permukaan laut mengalami fluktuasi. Musim Timur, angin bertiup dari arah timur ke barat dan biasanya bersamaan dengan musim kemarau sehingga kondisi laut sangat tenang bahkan bisa dikatakan tidak bergelombang sama sekali dan suhu serta salinitas relatif stabil. Sedangkan pada musim peralihan dari musim barat ke musim timur maupun sebaliknya kondisi perairan akan sangat tidak stabil. Angin bertiup dengan arah yang tidak beraturan menyebabkan gelombang besar dan arus dengan kecepatan tinggi sehingga kondisi lingkungan perairan akan mengalami fluktuasi yang sangat signifikan. Kondisi musim yang berbeda tersebut akan menyebabkan kondisi perairan berbeda.

Penentuan tingkat kelayakan untuk kondisi lingkungan perairan menggunakan system skor 1-4 (Giap dan Yakupitiyage, 2005), skor 4 adalah sangat layak dan 1 adalah tidak layak bagi budidaya kerang hijau. Skor masing-masing parameter lingkungan perairan ditentukan berdasarkan tingkat kesesuaiannya untuk budidaya kerang hijaudan rumput laut (Tabel 19).

(14)

Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur pada musim timur (Mei – Agustus)

Sumber :

- Peta bathimetri, Peta Administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur) - Peta keterlindungan hasil observasi

lapang

- Data kualitas air (BLH Kab. Lampung Timur)

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

2013

PETA KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA LAUT PADA MUSIM TIMUR DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Kec. Lab. Maringgai

TNWK

Kec. Pasir Sakti Kec. Mataram Baru Kec. Labuhan Ratu

Kec. Braja Selebah

Kec. Melinting

Kec. Jabung

Kec. Gunung Pelindung Kec. Bandar Sribhawono

Kec. Way Jepara

Kec. Sekampung Udik

Kec. Marga Sekampung

Kec. Waway Karya Kec. Sukadana Marga Tiga Bungur Linggo Agung Lampung Tengah

(15)

Tabel . Tingkat kesesuaian lingkungan perairan untuk budidaya laut (kerang hijau dan rumput laut) di Kabupaten Lampung Timur

Parameter

Kesesuaian

4 3 2 1

Sangat Sesuai Sesuai Cukup Sesuai Tidak Sesuai

Bathimetri (m) 3-5 5-7 2-3 ; 7-10 < 2 ; > 10

Keterlindungan Terlindung Terlindung Terlindung Tidak Terlindung

Suhu (°C) 25-30 20-25 ; 30-33 14-20 ; 33-35 < 14 ; > 35

Salinitas (ppm) 30-32 29-30 ; 32-34 27-29; 34-35 < 27 ; > 35

Arus (cm/det) 20-30 30-40 30-40 <20 ;> 40

Kandungan Oksigen > 6 4 - 6 2 - 4 < 2

Sumber : Radiarta , Saputra dan Ardi (2011), Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007)

Bobot dari masing-masing parameter lingkungan ditentukan dengan pair-wise comparison yang merupakan bagian dari AHP (Tabel 20). Kelebihan metode AHP adalah dapat menghasilkan tingkat konsistensi dari bobot yang dibuat dengan menghitung rasio konsistensi. Nilai rasio lebih kecil atau sama dengan 0.1 merupakan nilai yang dapat diterima dan menunjukan pembobotan yang konsisten(Saaty, 1977).

Tabel . Matrik Pair wise comparison untuk menentukan bobot dari masing-masing peubah lingkungan perairan untuk analisis kesesuaian lahan budidaya kerang hijau di Kabupaten Lampung Timur

Parameter Bathimetri Keterlindungan Salinitas suhu Oksigen Gelombang Bobot

Bathimetri 1 2 3 5 9 6 0.39 Keterlindungan 1/2 1 2 3 8 4 0.24 Salinitas 1/3 1/2 1 3 9 4 0.19 Suhu 1/5 1/3 1/3 1 4 2 0.09 Oksigen 1/9 1/8 1/9 1/4 1 1/5 0.03 Arus 1/6 1/4 1/4 1/2 2 1 0.05 Rasio konsistensi : 0.03

Tingkat kepentingan dari masing-masing parameter disusun berdasarkan studi pustaka dan opini responden.

Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Timur

Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim timur (Mei-Agustus) ditemukan lahan (perairan laut) dengan kriteria sangat sesuai (S1) dengan luas ±48 871 ha (50.7%), kriteria sesuai (S2) seluas 22 675 ha (23.53%), kriteria kurang sesuai (S3) seluas 23 383 ha (24.26 %). Sedangkan kriteria tidak

(16)

sesuai (N) ditemukan seluas 1 448 ha (1.5%) seperti tersaji pada gambar 8 dan gambar 9.

Gambar Kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim timur (Mei –

Agustus)

Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Barat

Berdasarkan penilaian kesesuaian perairan laut untuk budidaya laut pada musim barat (November – Februari) tidak terdapat lahan dengan kriteria sangat sesuai (S1). Terdapat perairan dengan kriteria sesuai (S2) seluas 72 518 ha atau sebesar 75.24 % dari total luasan perairan yang dinilai, perairan laut seluas 22 791 ha (23.65%) memiliki kriteria cukup sesuai (S3), kesesuaian lahan dengan kriteria tidak sesuai (N) seluas 1 069 Ha (1.11 %) (Gambar 10 dan 12).

Gambar Kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim barat (November – Februari) S1 50.71% S2 23.53% S3 24.26% N 1.5%

Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Timur ( Mei - Agustus)

S2 75.24 % S3 23.65% N 1.11 %

Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Laut Pada Musim Barat (November - Februari)

48 871 ha 22 675 ha 23 383 ha 1 448 ha 72 518 ha 22 791 ha 1069 ha

(17)

Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Peralihan

Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim peralihan (Maret - April dan September - November) tidak ditemukan lahan dengan kriteria sangat sesuai (S1) (Gambar 13). Terdapat lahan perairan laut seluas 57 775 ha (59.95%) dengan kriteria sesuai (S2), untuk lahan dengan kriteria kurang sesuai seluas 37 534 ha (38.94%), sedangkan lahan dengan kriteria tidak sesuai (N) ditemukan seluas 1 069 ha (1.11%) (Gambar 11).

Gambar Kesesuaian lahan untuk budidaya laut pada musim peralihan (Maret – April dan September - November)

S2 59.95% S3 38.94% N 1.1%

Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Laut pada Musim Peralihan (Maret - April dan September - November)

57 775 ha 37 534 ha

(18)

Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur pada musim barat (November – Februari)

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

2013

Sumber :

- Peta bathimetri, Peta Administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur) - Peta keterlindungan hasil observasi

lapang

- Data kualitas air (BLH Kab. Lampung Timur)

PETA KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA LAUT PADA MUSIM BARAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

TNWK

Kec. Pasir Sakti Kec. Mataram Baru Kec. Labuhan Ratu

Kec. Braja Selebah

Kec. Melinting

Kec. Jabung

Kec. Gunung Pelindung Kec. Bandar Sribhawono

Kec. Way Jepara

Kec. Sekampung Udik

Kec. Marga Sekampung

Kec. Waway Karya Kec. Sukadana Marga Tiga Bungur Linggo Agung Lampung Tengah

(19)

Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya laut di Kabupaten Lampung Timur pada musim peralihan (Maret – April dan September – November)

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor

2013

Sumber :

- Peta bathimetri, Peta Administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur) - Peta keterlindungan hasil observasi

lapang

- Data kualitas air (BLH Kab. Lampung Timur)

PETA KESESUAIAN LAHAN UNTUK BUDIDAYA LAUT PADA MUSIM PERALIHAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Kec. Lab. Maringgai

TNWK

Kec. Pasir Sakti Kec. Mataram Baru Kec. Labuhan Ratu

Kec. Braja Selebah

Kec. Melinting

Kec. Jabung

Kec. Gunung Pelindung Kec. Bandar Sribhawono

Kec. Way Jepara

Kec. Sekampung Udik

Kec. Marga Sekampung

Kec. Waway Karya Kec. Sukadana Marga Tiga Bungur Linggo Agung Lampung Tengah

(20)

Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Air Payau

Proses budidaya udang vaname, udang windu dan ikan bandeng di Kabupaten Lampung Timur hingga saat ini dilakukan dalam tambak, sehingga penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya udang vaname, udang windu dan ikan bandeng merupakan penilaian kesesuaian lahan untuk tambak.

Pemilihan lokasi tambak yang tepat sangat menetukan keberhasilan usaha budidaya tambak udang atau bandeng. Jika pemilihan lokasi tambak sudah dilakukan dengan tepat dan sesuai dengan syarat tumbuh kembang udang atau bandeng maka usaha budidaya yang dilakukan memiliki peluang untuk berhasil dan menguntungkan.

Kriteria untuk penilaian tingkat kesesuaian lahan untuk budidaya tambak berdasarkan pada Poernomo (1992) dan Pantjara (2008), penggunaan kriteria terutama pada parameter yang bersifat permanen dan sulit untuk diubah yaitu lereng, tekstur, drainase, tebal gambut, jarak dari pantai, jarak dari sungai, amplitude pasang surut, curah hujan dan penutupan lahan.

Lereng sangat mempengaruhi lokasi tambak, karena berkaitan dengan kemudahan pengisian air laut maupun pembuangannya. Semakin tinggi letak suatu lokasi akan semakin sulit untuk dijangkau oleh pasang surut dan semakin landai suatu lokasi maka semakin banyak daerah yang dapat dimanfaatkan untuk tambak . Wilayah Kabupaten Lampung Timur didominasi oleh wilayah dengan kemiringan lereng 8-15% yaitu seluas 40% dari luas keseluruhan kabupaten yaitu sekitar 213.910,74 Ha. Sedangkan 18,15% luas wilayah (± 96.626,99 ha) memiliki kemiringan lereng 0-3%. Wilayah dengan kemiringan 3-8% terdapat sekitar 198.247,95 ha (37,23 %) dan untuk wilayah dengan kemiringan 15-30% terdapat seluas 16.039,32 ha atau 4,62 % dari total luas kabupaten (tabel 21).

Tekstur tanah berkaitan dengan kemampuan tanah untuk menahan air hingga ketinggian tertentu, terutama untuk dijadikan tanggul tambak. Semakin kuat kemampuan tanah untuk menahan air akan semakin baik. Tekstur tanah yang paling baik untuk tambak adalah liat berpasir (agak halus), namun masih ada toleransi untuk penggunaan tekstur tanah liat berdebu (halus) atau berlumpur (sedang).

Drainase tanah berkaitan erat dengan tekstur tanah. Tanah yang memiliki tekstur halus hingga sedang akan memiliki drainase yang buruk, sedangkan tanah dengan tekstur kasar akan memiliki drainase baik. Untuk keberadaan gambut dalam tanah biasanya berkaitan dengan porositas tanah, pH rendah dan kandungan bahan organik yang tinggi. Untuk menanggulangi masalah gambut di pertambakan adalah dengan pengelolaan lahan seperti memberi lapisan pada dasar tambak, pemupukan, pengapuran dan atau dengan reklamasi. Sehingga untuk mengurangi biaya pengelolaan lahan yang tinggi sebaiknya dalam pemilihan lokasi tambak menghindari keberadaan gambut dalam tanah.

Tabel 22 menyajikan parameter, skor, bobot dan kelas kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur.

(21)

Tabel . Kemiringan lahan Kabupaten Lampung Timur

No. Kecamatan Luasan (Ha) Jumlah

0-3% 3-8% 8-15% 15-30% 1. Metro Kibang - 987.17 6 690.83 - 7 678 2. Batanghari 1 459.82 8 297.18 5 131.00 - 14 888 3. Sekampung 1 410.08 4 443.04 8 980.88 - 14 834 4. Marga Tiga 1 677.69 8 946.66 13 638.79 809.86 25 073 5. Sekampung Udik 3 227.24 20 813.20 6 979.62 2 891.94 33 912 6. Jabung 13 422.29 10 506.23 2 779.30 77.18 26 785 7. Pasir Sakti 19 394.00 - - - 19 394 8. Waway Karya 5 004.34 12 916.44 3 186.22 - 21 107 9. Marga Sekampung 1 950.94 6 324.17 7 672.52 1 784.37 17 732 10. Labuhan Maringgai 15 376.42 1 055.45 1 783.33 1 283.80 19 499 11. Mataram Baru 4 139.34 1 947.73 1 835.46 33.47 7 956 12. Bandar Sribhawono 1 767.59 1 090.58 12 031.67 3 681.16 18 571 13. Melinting 1 681.87 1 065.54 9 740.65 1 441.94 13 930 14. Gunung Pelindung 3 430.54 585.86 3 835.60 - 7 852 15. Way Jepara 6 551.00 3 637.90 12 738.10 - 22 927 16. Braja Selebah 8 290.69 83.15 16 387.16 - 24 761 17. Labuhan Ratu - 3 955.15 44 582.64 13.21 48 551 18. Sukadana - 36 978.82 35 069.35 3 627.83 75 676 19. Bumi Agung - 5 627.97 1 689.03 - 7 317 20. Batanghari Nuban - 11 940.17 5 734.27 394.57 18 069 21. Pekalongan - 6 917.30 3 095.70 - 10 013 22. Raman Utara 120.54 15 642.22 374.24 - 16 137 23. Purbolinggo - 22 137.20 65.80 - 22 203 24. Way Bungur 7 722.59 13 335.99 16 579.42 - 37 638 Jumlah 96 626.99 198 247.95 213 910.74 16 039.32 532 503

Sumber : Bappeda Kabupaten Lampung Timur (2011).

Kriteria sangat sesuai (S1) artinya bahwa lahan sangat didukung oleh parameter fisik lokasi dan karakteristik lingkungannya, sehingga tidak memerlukan input yang besar dalam pegelolaannya. Untuk pengelolaan lahan dengan kriteria sesuai (S2), perlu input yang cukup besar untuk menghasilkan produksi yang diinginkan. Kriteria cukup sesuai (S3) mutlak memerlukan input besar dalam pengelolaannya, sedangkan untuk kriteria tidak sesuai (N) memiliki faktor pembatas yang membuat pengelolaan menjadi tidak mungkin dilakukan dan jika dipaksakan memerlukan input sangat besar dan akan mengakibatkan

(22)

penurunan karakteristik lingkungan dan kegagalan dalam proses produksi. Hasil penilaian disajikan dalam Gambar 14.

Tabel . Kisaran nilai parameter kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur

Parameter/Peubah Bobot*) Kesesuaian

S1=4 S2=3 S3=2 N=1

Lereng % 5 < 2 < 2 2 - 3 > 3

Tekstur 3 Lempung Liat

berpasir (agak halus) Lempung berpasir (sedang) Liat berdebu (halus) Lumpur, pasir (agak kasar)

Drainase 3 sangat buruk Buruk Agak buruk,

baik

Cepat

Tebal gambut (cm) 4 Tanpa Tanpa < 25 25 - 50

Jarak dari garis pantai (m) 33 300 - 1000 1000 - 2000 2000 –4000 >4000;<300

Jarak dari sungai (m) 11 0 - 500 500-1000 1000-2000 >2000

Amplitudo Pasang Surut(m) 16 1.5 - 2.5 1 - 1.5 0.5 - 1 < 0.5 ; > 2.5

Curah hujan (mm/th) 3 2500 - 3000 2000 - 2500 1000 - 2000

3000 - 3500

< 1000 ; >3500

Penutupan Lahan 22 Belukar,

tegalan, tambak Sawah, kebun rawa Pemukiman, hutan, mangrove Sumber : Poernomo (1992), Pantjara (2008)

*) Hasil AHP dengan responden dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Propinsi Lampung, DKP Kabupaten, Polinela, Pembudidaya (nilai konsistensi 0.04)

Hasil penilaian kesesuaian lahan tambak untuk budidaya udang windu dan ikan bandeng (tabel 23) didapat lahan dengan kelas kesesuaian dengan kriteria sangat sesuai (S1) seluas ± 3 833 ha, kelas kesesuaian dengan kriteria sesuai (S2) seluas ±12 527 ha, kelas kesesuaian dengan kriteria cukup sesuai (S3) seluas ±7 289 ha dan kelas kesesuaian dengan kriteria tidak sesuai (N) seluas ±3 462 ha.

Sebanyak ±1 734 ha kelas sangat sesuai (S1) terdapat di Kecamatan Labuhan Maringgai dan ±2 099 ha di Kecamatan Pasir Sakti. Untuk lahan dengan kelas kesesuaian berkriteria sesuai (S2) sebanyak ±6 390 ha terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai dan ±6 137 ha terdapat di Kecamatan Pasir Sakti. Untuk lahan dengan kelas kesesuaian berkriteria kurang sesuai (S3) seluas ±3 357 ha terletak di Kecamatan Labuhan Maringgai dan ±3 932 ha berada di Kecamatan Pasir Sakti. Sedangkan untuk lahan dengan kelas kesesuaian berkriteria tidak sesuai (N) seluas ±2 946 ha terdapat di Kecamatan Labuhan Maringgai dan seluas ±517 ha terdapat di Kecamatan Pasir Sakti.

(23)

Tabel . Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur

KELAS KESESUAIAN LUAS LAHAN (ha)

KEC. LAB. MARINGGAI KEC. PASIR SAKTI TOTAL

S1 1 734 2 099 3 833

S2 6 390 6 137 12 527

S3 3 357 3 932 7 289

N 2 946 517 3 462

TOTAL 14 426 12 685 27 111

Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Air Tawar

Kriteria penilaian tingkat kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar tidak terlalu berbeda dengan budidaya tambak yang membedakan hanya pada faktor kelerangan, ada tidaknya pengaruh pasang surut air laut dan nilai salinitas air (Tabel 24).

Tabel . Kisaran nilai parameter kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar di Kabupaten Lampung Timur

Parameter/Peubah Bobot*)

Kesesuaian

S1=4 S2=3 S3=2 N=1

Lereng % 30 3-5 5-8 8-10 < 3; >10

Tekstur 12 Lempung Liat

berpasir (agak halus) Lempung berpasir (sedang) Liat berdebu (halus) Lumpur, pasir (agak kasar)

Drainase 12 sangat buruk Buruk Agak buruk.

baik

Cepat

Tebal gambut (cm) 11 Tanpa Tanpa < 25 25 – 50

Curah hujan (mm/th) 20 2500 - 3000 2000 - 2500 1000 - 2000

3000 - 3500

< 1000 ; >3500

Penutupan Lahan 5 Belukar, tegalan Sawah, kebun rawa,

Pemukiman Hutan Pengaruh Pasang Srt Salinitas (ppm) 3 7 Tanpa; 0 Tanpa <5 Ada 5 - 10 Ada > 10 Sumber : Hardjowigeno S dan Widiatmaka (2007), Hartati S (2009),

*) Hasil AHP dengan responden dari BBIS, BBI, DKP, Polinela (nilai konsistensi 0.02)

Hasil penilaian terdapat lahan dengan kriteria kesesuaian S1 (sangat sesuai) seluas 123 ha yang terleak di Kecamatan Way jepara, S2 seluas 196 425 ha, S3 seluas 60 764 ha dan kriteria tidak sesuai (N) seluas 13 806 ha yang tersebar di 24 kecamatan (Gambar 15 dan Tabel 25).

(24)

Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya air payau Kabupaten Lampung Timur

Sumber :

- Peta administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur, 2011)

- Peta Sistem Lahan (Repprort, 1981)

- Data Kualitas Air (BLH Kab. Lampung Timur, 2011)

(25)

Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar Kabupaten Lampung Timur.

Sumber :

- Peta administrasi (Bappeda Kab. Lampung Timur, 2011)

- Peta Sistem Lahan (Repprort, 1981) - Data Kualitas Air (BLH Kab. Lampung

(26)

Tabel . Hasil penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya air tawar di Kabupaten Lampung Timur

Kecamatan Luas Lahan (ha)/Kelas Kesesuaian

S1 S2 S3 N Jumlah Bandar Sribhawono 3 987 2 302 6 289 Batanghari 7 425 2 722 10 147 Batanghari Nuban 10 307 1 432 11 739 Braja Selebah 5 358 967 63 6 387 Bumi Agung 3 750 120 3 870 Gunung Pelindung 4 524 427 125 5 076 Jabung 11 497 9 101 40 20 638 Labuhan Maringgai 3 439 4 604 6 376 14 419 Labuhan Ratu 15 851 1 444 262 17 557 Marga Sekampung 5 519 1 239 6 758 Marga Tiga 13 930 1 512 15 441 Mataram Baru 2 821 2 675 330 5 825 Melinting 6 079 2 056 123 8 258 Metro Kibang 3 838 1 447 5 285 Pasir Sakti 413 6 637 5 546 12 596 Pekalongan 6 700 6 700 Purbolinggo 6 383 98 6482 Raman Utara 7735 250 7984 Sekampung 7387 1 382 8769 Sekampung Udik 25163 6 053 310 31526 Sukadana 21790 4 305 26095 Waway Karya 10664 5 130 15794 Way Bungur 4540 547 249 5337 Way Jepara 123 7324 4 314 383 12144 Jumlah 123 196 425 60 764 13 806 271 117

Pemetaan Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan

Pengembangan Komoditas Unggulan Perikanan Budidaya Terhadap RTRW Berdasarkan hasil analisis sebelumnya didapatkan komoditas budidaya perikanan yang menjadi unggulan di Kabupaten Lampung Timur adalah rumput laut dan kerang hijau untuk budidaya laut, udang vaname, ikan bandeng dan udang windu untuk budidaya air payau dan ikan patin, ikan nila serta ikan gurame untuk budidaya air tawar. Untuk membuat arahan pengembangan untuk setiap komoditas dilakukan berdasarkan peta kesesuaian lahan dan mempertimbangkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Lampung Timur dan penggunaan lahan terkini (existing land use). Arahan pengembangan dilakukan pada kawasan budidaya yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya

(27)

manusia, dan sumber daya buatan; dan kawasan perdesaan yaitu kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian.

Rencana Pemanfaatan Ruang

Pemanfaatan sumber daya alam dalam suatu satuan ruang bersifat dinamis. Dinamika perubahan pemanfaatan ruang tidak selalu mengarah pada optimasi pemanfaatan sumber daya alam yang ada. Ini disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan ruang bagi perkembangan budidaya sementara keberadaannya bersifat terbatas. Pola pemanfaatan dan arahan pengembangan ruang Kabupaten Lampung Timur merupakan pedoman bagi pembangunan ruang di wilayah Kabupaten Lampung Timur yang didasari pada prinsip pemanfaatan sumber daya alam berasaskan keseimbangan lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.

Prinsip dasar perencanaan pemanfaatan ruang adalah penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang memiliki fungsi utama menjaga dan melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai budaya untuk menompang keberlangsungan pengembangan wilayah. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia. Adapun rencana alokasi pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Timur tahun 2011-2031 menurut Bappeda Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 seperti dipaparkan pada Tabel 26.

Berdasarkan alokasi pemanfaatan ruang tersebut, maka yang akan dijadikan sebagai arahan pengembangan komoditas unggulan budidaya perikanan pesisir adalah kawasan budidaya peruntukan budidaya perikanan.

Penggunaan Lahan Terkini (Existing Land Use)

Penggunaan lahan terkini di Kabupaten Lampung Timur secara spasial ditampilkan pada Lampiran 3. Penggunaan lahan terkini di Kabupaten Lampung Timur terdiri dari pemukiman, sawah, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, semak belukar, hutan rawa sekunder, savanna, tanah terbuka, tambak dan perairan.

Permukiman pada umumnya didominasi oleh pemukiman jarang. Permukiman padat terdapat di Kecamatan Bandar Sribhawono, Mataram Baru, Labuhan Maringgai, Batanghari, Pekalongan, Sekampung Udik, Sekampung dan Way Jepara yang merupakan sentra perdagangan dan jasa.

Emplasement tetap terdapat di Kecamatan Sukadana khususnya di PT National Tropical Fruit (NTF), Labuhan Ratu dan Taman Nasional Way Kambas. Penggunaan lahan yang paling dominan adalah pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur. Untuk perkebunan di wilayah Kabupaten Lampung Timur terdiri dari kebun campuran yang didominasi oleh tanaman lada, kakao, kelapa, karet dan lainnya. Lampung Timur mencakup perkebunan besar yang dikuasai badan hukum seperti NTF dan perkebunan rakyat yang dikuasai perseorangan.

Taman Nasional Way Kambas merupakan hutan belukar yang berfungsi sebagai suaka alam bagi keanekaragaman hayati, ekosistem, dan keunikan alam.

(28)

Keberadaan Taman Nasional ini sering mendapatkan gangguan akibat kebakaran hutan, perambahan hutan, maupun pembalakan liar.

Tabel . Rencana alokasi pemanfaatan ruang Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 – 2031

No Pemanfaatan

Ruang Sebaran Luas (Ha) Keterangan

1 Kawasan lindung

a

hutan lindung Kec.Sekampung Udik,

Kec. Marga Sekampung, Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Melinting, Kec. Way Jepara, Kec Jabung,

22 292.05 Kawasan Hutan

Lindung Gunung Balak, sebagian besar sudah berubah sehingga dikembangkan menjadi hutan kemasyarakatan Kec Pasir Sakti, Kec.

Labuhan Maringgai

1 488.36 Kawasan Hutan Lindung Muara Sekampung b

Perlindungan terhadap kawasan bawahnya

- Bergambut Kec. Braja Selebah, Kec.

Labuhan Maringgai, Kec. Labuhan Ratu, Kec. Mataram Baru, Kec. Way Bungur, Kec. Way jepara

11 067.5 Tidak diizinkan untuk pengembangan perkebunan dan akan ditanamai mangrove

- Resapan air Kec. Bandar Sribhawono,

Kec. Jabung, Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Marga Sekampung, Kec. Melinting, Kec. Pasir Sakti, Kec. Sekampung Udik, Kec. Way Jepara

39 144.3 Termasuk dalam kawasan hutan lindung gunung balak

c

Perlindungan setempat

- Sempadan pantai sempadan pantai TNWK,

Kec. Labuhan Maringgai, Kec Pasir Sakti

5 588.36 sebagian besar menjadi areal pertambakan - Sempadan sungai Batanghari, Batanghari

Nuban, Braja Selebah, Jabung,Labuhan

Maringgai, Labuhan Ratu, Marga Sekampung, Margatiga,Metro Kibang,Pasir Sakti, Pekalongan, Purbolinggo, Raman Utara, Sekampung, Sekampung Udik, Sukadana, Waway Karya, Way Bungur, Way Jepara

11 086.55

- Sekitar danau kec. Way jepara dan Kec. Sukadana

358.93 Danau Way Jepara dan Danau Beringin d

suaka alam Kec. Labuhan Maringgai,

Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Pulau Segama Besar dan Pulau Segama Kecil

12 5621.3 Pulau Segama merupakan wilayah tempat pemijahan penyu hijau dan penyu sisik

(29)

Tabel 26. (Lanjutan) e

Taman wisata Kec. Pekalongan, Kec Way

jepara, Kec. Sukadana, Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Mataram Baru

Taman Wisata Swadaya, Danau Jepara, Danau Beringin Indah, Danau

Kemuning, kawasan wisata Way Curup f

.

Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan

Kec. Sekampung Udik, Kec. Melinting, Kec. Margatiga, Kec. Jabung

Taman Nasional Purbakala Pugung Raharjo, Museum Budaya, Sesat Agung, Desa Tradisional Wana, rumah tradisional gedong wani, dll g

Rawan Bencana Kec. Bandar Sribhawono,

Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Marga Sekampung, Kec. Melinting, Kec. Pasir Sakti, Kec. Sekampung Udik, Kec. Raman Utara, Kec.Braja Selebah.

15 984.97 Bencana Banjir

h

Pulau-pulau kecil Pulau Segama Besar, Pulau Segama Kecil, Pulau Gosong Sekopong, Pulau Batang Besar, Pulau Batang Kecil.

Sebagai tempat suaka penyu sisik, penyu hijau dan keanekaragaman hayati/ biota laut 2 Kawasan Budidaya a

Hutan produksi Kec. Metro Kibang, Kec.

Sekampung, Kec. Marga Tiga, Kec. Sekampung Udik. 1 3175 b Peruntukan pertanian Menyebar di seluruh kecamatan 109 570.43 Pertanian Tanaman Bahan Makanan dan Hortikultura c

Peruntukan perkebunan

Kec. Jabung, Kec. Marga Sekampung, Kec. Marga Tiga, Kec. Sekampung Udik, Kec waway Karya, Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Mataram Baru, Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Melinting, Kec. Gunung Pelindung, Kec. Way Jepara, Kec. Labuhan Ratu, Kec. Sukadana, Kec. Batanghari Nuban

40 598.57 Jenis tanaman perkebunan : Kakao, Kelapa, Kelapa Sawit, Karet dan Lada

d Peruntukan peternakan

diseluruh kecamatan pengembangan ternak

besar dan kecil

(30)

e Peruntukan perikanan Tangkap

Laut, perairan umum, sungai rawa, dan waduk

f . Peruntukan perikanan budidaya

Kec. Labuhan Maringgai 2 974 Budidaya Udang Windu, Udang Vaname, dan Ikan Bandeng

g Peruntukan perikanan pengolahan hasil

Kec labuhan Maringgai, Kec. Pasir Sakti dan TNWK Pengembangan pelabuhan Pendaratan ikan (PPI) h Peruntukan pertambangan

Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Pasir Sakti, Kec. Sukadana, Kec. Mataram Baru, Kec. Way Jepara, Kec. Jabung, Kec. Urbolinggo, Kec. Raman Utara, Kec. Way Jepara

Psir kuarsa, basalt, pasir bangunan, lempung

i

Peruntukan industri Kec. Bandar Sribhawono, Kec. Sekampung Udik, Kec. Pekalongan, Kec. Batanghari Nuban, Kec. Mataram Baru, Kec. Mataram Baru, Kec. Labuhan Ratu, Kec. Marga Sekampung, Kec. Waway karya, Kec. Bumi Agung

Industri besar, kecil dan rumah tangga

j Peruntukan pariwisata

Kec. Sekampung Udik, Kec.Melinting, Kec. Sukadana, Kec. Labuhan Ratu, Kec. Labuhan Maringgai, Kec. Mataram Baru, Kec. Mataram Baru, Kec. Pekalongan

Taman purbakala Pugung Raharjo, Wisata budaya Desa Wana, Museum Budaya, TNWK, Danau Beringin Indah, Wisata Pantai Mangrove centre, Pesanggrahan Way Curup, Wisata Agro, Agrowisata Pisang. h Peruntukan pemukiman

diseluruh kecamatan perkotaan dan

perdesaan dengan dilengkapi fasilitas Sumber : Bappeda Kabupaten Lampung Timur (2011).

Penggunaan lahan tambak terdapat di sepanjang pantai Kecamatan Labuhan Maringgai dan Kecamatan Pasir Sakti. Komoditas yang dibudidayakan adalah udang windu, udang krosok, udang putih, kepiting dan ikan bandeng dengan pola budidaya tradisional plus dan semi intensif serta pola intensif untuk komoditas udang vaname. Lahan tambak yang ada pada umumnya merupakan tambak milik rakyat hasil alih fungsi hutan mangrove dan Sebagian besar berada dalam kawasan sempadan pantai yang seharusnya menjadi kawasan lindung sesuai dengan rencana pola ruang yang tertuang dalam RTRW Kabupaten Lampung Timur, sebagian lagi berada di kawasan peruntukan perkebunan dan kawasan rawan banjir. Tambak yang berada di kawasan peruntukan budidaya perikanan hanyalah sebagian kecil tambak di Kecamatan Labuhan Maringgai. Namun jika ditinjau dari rencana kawasan strategis dalam RTRW (lampiran 2), tambak yang ada masuk dalam kawasan strategis minapolitan Kabupaten Lampung Timur.

(31)

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini akan didapatkan wilayah-wilayah yang menjadi sentra produksi sebagai kawasan prioritas pengembangan untuk penggunaan lahan budidaya perikanan berbasis komoditas unggulan.

Secara prinsip perencanaan penggunaan lahan adalah merencanakan penggunaan lahan lingkungan hidup manusia mulai dari skala kecil sampai skala besar (Sitorus, 1992). Dalam kaitannya dengan keperluan yang lebih operasional, Sandy (1984) dalam Sitorus (1992) mengemukakan tiga tujuan perencanaan penggunaan lahan yaitu: 1) mencegah penggunaan lahan yang salah tempat, atau ingin menuju ke penggunaan lahan yang optimal; 2) mencegah adanya salah urus yang dapat merusak lahan, atau menuju penggunaan lahan yang berkesinambungan; dan 3) mencegah adanya tuna kendali atau menuju ke arah penggunaan lahan yang senantiasa diserasikan oleh adanya kendali.

Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Laut

Berdasarkan penilaian kesesuaian lahan untuk budidaya laut terdapat perbedaan ketersediaan lahan pada setiap musim. Pada musim timur lahan yang tersedia sebanyak 50.71% memiliki kriteria kesesuaian kelas sangat sesuai (S1), 23.53% dengan kriteria sesuai (S2), dan 24.26% dengan kriteria cukup sesuai (S3), sedangkan pada musim barat dimana kondisi perairan cukup bergelombang dan berbarengan dengan musim penghujan tidak tersedia lahan dengan kriteria sangat sesuai(S1), lahan dengan criteria sesuai (S2) sebanyak 75% dan cukup sesuai (S3) sebanyak 24%. Untuk musim peralihan dimana arah angin berubah-ubah dan arus perairan lebih cepat tersedia lahan dengan kriteria sesuai (S2) sebanyak 59.95% dan lahan dengan kriteria cukup sesuai sebanyak 38.94%.

Mengacu pada perbedaan ketersediaan lahan pada musim yang berbeda, maka pengembangan kawasan perikanan budidaya laut untuk mengembangkan komoditas rumput laut dan kerang hijau diarahkan pada lahan yang berlokasi disepanjang pantai Kabupaten Lampung Timur. Lokasi tersebut memiliki kelas kesesuaian lahan S1 pada musim timur dan kelas kesesuaian S2 pada musim barat dan musim peralihan (Gambar 16).

Pembudidayaan rumput laut dan kerang hijau pada lahan yang sesuai diharapkan dapat meminimalisir biaya produksi terutama biaya pemeliharaan konstruksi. Pada musim barat dan musim peralihan dimana kondisi gelombang dan arus cukup tinggi, berpotensi menyebabkan kerusakan pada konstruksi bagan kerang hijau. Bagan kerang hijau yang berada di posisi luar lebih berpotensi terkena terjangan ombak dan arus pada musim barat dan musim peralihan, sehingga banyak yang mengalami kerusakan, baik kerusakan ringan maupun kerusakan berat, bahkan tidak jarang bagan diposisi terluar hilang tak berbekas. Hal ini menimbulkan kerugian cukup besar bagi pembudidaya, karena harus kembali membangun bagan kerang hijau yang memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Pemetaan arahan pengembangan kawasan budidaya laut pada lahan sepanjang pantai Kabupaten Lampung Timur, diharapkan dapat membuat kegiatan pembudidayaan komoditas rumput laut dan kerang hijau berjalan secara berkelanjutan. Hal ini selain lokasi memiliki kesesuain lahan yang sesuai juga jarak yang mudah ditempuh dari pinggir pantai.

(32)

Gambar Peta arahan pengembangan kawasan budidaya laut untuk komoditas rumput laut dan kerang hijau di Kabupaten Lampung Timur

Lahan perairan laut yang berada di sekitar pulau kecil tidak diarahkan untuk menjadi kawasan pengembangan budidaya laut karena sesuai dengan RTRW Kabupaten Lampung Timur, bahwa pulau-pulau kecil Kabupaten Lampung Timur diperuntukan bagi kawasan konservasi penyu sisik. Sehingga jika dikembangkan untuk budidaya laut dikhawatirkan akan mengganggu proses konservasi penyu sisik.

Sumber :

- Peta Kesesuaian lahan untuk budidaya laut hasil analisis, 2013

27.000 216.000 TNWK Kec. Lab. Maringgai Kec. Pasir Sakti

(33)

Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Air Payau

Pemetaan arahan Pengembangan budidaya air payau dilakukan pada lahan budidaya dengan menerapkan kawasan sempadan pantai dan sempadan sungai sebagai faktor pembatas. Kawasan sempadan pantai dan sempadan sungai dalam RTRW Kabupaten Lampung Timur ditetapkan sebagai kawasan konservasi dengan jarak ±300 m dari pinggir pantai dan ±50 m dari pinggir sungai. Sehingga dalam pemetaan arahan pengembangan kawasan budidaya air payau, lahan yang berada pada jarak tersebut ditetapkan sebagai kawasan lindung.

Tabel . Penggunaan lahan per kelas kesesuaian lahan untuk budidaya air payau di Kabupaten Lampung Timur

Penggunaan Lahan/ Kecamatan Luas Lahan (ha) Jumlah

S1 S2 S3 N

KEC. LABUHAN MARINGGAI 1 734 6 390 3 357 2 946 14 426

Belukar Rawa 116 116

Mangrove 82 82

Pemukiman 921 2 140 200 3 261

Perkebunan 744 209 952

Pertanian Lahan Kering 1 252 357 62 1 671

Pertanian Lahan Kering Campur 1 632 400 2 683 4 716

Semak/Belukar 118 80 198

Tambak 1 616 1 761 54 3 430

-Sempadan pantai 699 54

KEC. PASIR SAKTI 2 099 6 137 3 932 517 12 685

Belukar Rawa 102 102

Mangrove 42 42

Pemukiman 192 2 006 282 2 481

Pertanian Lahan Kering 43 216 259

-Sempadan Pantai 53

Pertanian Lahan Kering Campur 463 565 1 027

Savana 68 1 663 721 132 2 584 Sawah 228 228 Semak/Belukar 156 788 330 1 274 -Sempadan Sungai 152 Tambak 1 832 2 814 41 4 687 -Sempadan Pantai 532 -Sempadan Sungai 97 Jumlah 3833 12527 7289 3 462 27 111

Selain itu mengubah kelas kesesuain lahan dengan kriteria kelas S1, S2, dan S3 namun saat ini digunakan sebagai kawasan konservasi manrove dan kawasan pemukiman menjadi kelas kesesuaian berkriteria tidak sesuai (N). Alasan kawasan pemukiman ditetapkan sebagai kelas N adalah karena kawasan pemukiman tidak mungkin dialih fungsikan menjadi tambak. Ini bertujuan agar pemetaan arahan pengembangan kawasan budidaya air payau tidak bertentangan

(34)

dengan RTRW yang telah ditetapkan dan tidak menimbulkan konflik dikemudian hari. Penggunaan lahan perkelas kesesuaian lahan sebelum penerapan faktor pembatas disajikan pada Tabel 27.

Tabel 29 memperlihatkan bahwa lahan dengan kelas kesesuaian S2 dan S3 banyak yang harus diubah menjadi kelas N diantaranya yaitu lahan dengan penggunaan lahan mangrove (124 ha) dan permukiman (5 259 ha) serta lahan semak belukar (152 ha), pertanian lahan kering (53 ha) dan tambak (1 382 ha) yang berada pada kawasan sempadan pantai dan sempadan sungai. Penggunaan lahan perkelas kesesuaian setelah penerapan faktor pembatas tersaji pada Tabel 28 dan Gambar 17.

Tabel . Penggunaan lahan per kelas kesesuaian lahan untuk budidaya air payau setelah penerapan faktor pembatas (sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan konservasi mangrove dan kawasan pemukiman) di Kabupaten Lampung Timur

Penggunaan Lahan/ Kecamatan

Luas Lahan (ha)

Jumlah S1 S2 S3 N KEC. LABUHAN MARINGGAI 1 734 4 769 1 082 6 841 14 426 Belukar Rawa 116 116 Mangrove 82 82 Pemukiman 3 261 3 261 Perkebunan 744 209 952

Pertanian Lahan Kering 1 252 357 62 1 671

Pert Lhn Kering Campur 1 632 400 2 683 4 716

Semak/Belukar 118 80 198

Tambak 1 616 1 061 753 3 430

KEC. PASIR SAKTI 2 099 5 112 1 884 3 590 12 685

Belukar Rawa 102 102

Mangrove 42 42

Pemukiman 2 481 2 481

Pertanian Lahan Kering 43 163 53 259

Pertanian Lahan Kering Campur 463 565 1 027

Savana 68 1 663 721 132 2 584

Sawah 228 228

Semak/Belukar 156 637 330 152 1 274

Tambak 1 832 2 185 41 629 4 687

Jumlah 3 833 9 880 2 966 10 432 27 111

Setelah penerapan faktor pembatas maka ditetapkan arahan pengembangan budidaya air payau sebagai berikut : Lahan dengan kelas kesesuaian S1 (Sangat Sesuai) diarahkan untuk pengembangan budidaya ikan bandeng. Budidaya ikan bandeng di Kabupaten Lampung Timur pada umumnya dilakukan dengan pola Tradisional dan tradisional plus dimana proses produksi dilakukan dengan sederhana tanpa diberikan pakan tambahan atau hanya diberi pakan tambahan secukupnya. Dengan alasan ini maka pengembangan budidaya ikan bandeng diarahkan pada lahan kelas S1 dimana pada lahan ini proses produksi memerlukan input yang lebih rendah.

(35)

Gambar Peta kesesuaian lahan untuk budidaya air payau dan arahan pengembangannya perkelas kesesuaian Kabupaten Lampung Timur setelah penerapan faktor pembatas

Gambar

Tabel . Jumlah produksi dan produksi rata-rata komoditas perikanan budidaya  tahun 2007-2011 Kabupaten Lampung Timur
Tabel .  Luas panen dan luas panen rata-rata komoditas perikanan budidaya tahun  2007-2011 Kabupaten Lampung Timur
Tabel .   Produktivitas dan produktivitas rata-rata komoditas perikanan budidaya  tahun 2007-2011 Kabupaten Lampung Timur
Tabel .  Nilai keuntungan (margin) usaha budidaya ikan di Kabupaten Lampung  Timur tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perkembangan globalisasi di negara berkembang, terjadinya eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan sering dikaitkan guna meningkatkan mutu kemajuan

(2) Mobile Teacher yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pemberhentian sebagai Mobile Teacher oleh Pemerintah

Data berupa tata letak awal , luasan total depatemen upholstery, dan luasan setiap stasiun kerja digunakan untuk membuat koordinat block layout awal.. Data

Larutan yang telah disaring Proses memblender daun.

Apa lagi saat ini sudah kurang dari 35 hari tahapan pemilihan kepala daerah, baik pemilihan gubenur dan wakil gubernur Provinsi Kalimantan Utara, serta bupati dan wakil bupati

Berkas- berkas cahaya yang tiba di layar akan mengalami interferensi konstruktif dan destruktif juga sehingga akan dihasilkan pola gelap terang tetapi dalam bentuk

Salah satu konsekuensi disahkannya Undang- Undang Desa adalah penarikan tanah plungguh atau bengkok yang selama ini menjadi sumber pendapatan perangkat desa. Hasil

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kebutuhan pelabuhan yang dibutuhkan dalam konsep Tol Laut dan mengetahui kelayakan empat pelabuhan hub yang ada di Indonesia, yaitu