• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Kredit Bermasalah Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Dipecat (Studi Pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelesaian Kredit Bermasalah Dengan Jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Dipecat (Studi Pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang) Chapter III V"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

KEDUDUKAN JAMINAN KREDIT DENGAN SURAT KEPUTUSAN PEGAWAI NEGERI SIPIL APABILA PEGAWAI NEGERI SIPIL

TERSEBUT DI PECAT

A. Pengertian Jaminan dan Jaminan Kredit

Dalam perjanjian kredit, pihak kreditur sebagai penyalur dana (biasanya

kreditur adalah bank) memerlukan suatu kepastian dari nasabahnya yaitu pihak debitur yang hendak memerlukan dana, bahwa dana yang disalurkannya tersebut dapat dikembalikan kepada kreditur seutuhnya berikut bunganya serta biaya-biaya lain yang kemudian timbul setelah perjanjian tersebut dilakukan. Kepastian tersebut

memerlukan suatu jaminan yang harus diberikan oleh debitur kepada kreditur bahwa ia dapat melunasi pinjaman dana atau hutangnya (kredit) tersebut terhadap kreditur sebagai pihak penyalur kredit yang diatur dalam ketentuan hukum jaminan.

Apabila ditelaah dari sudut etimologi istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. dimana, istilah “hukum jaminan” itu meliputi pengertian baik jaminan kebendaan maupun perorangan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, pengertian hukum jaminan

memberikan bentang lingkup dari istilah hukum jaminan itu, yaitu meliputi jaminan kebendaan dan jaminan perseorangan.

Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang

(2)

kreditur terhadap seorang debitur. Ringkasnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang.102Definisi ini difokuskan pada pengaturan pada hak-hak kreditur semata-mata, tetapi juga erat kaitannya dengan

debitur. Sedangkan yang menjadi objek kajiannya adalah benda jaminan.

M. Bahsan mengatakan bahwa hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang

piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.103 Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan

antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.104

Apabila ditelaah beberapa definisi diatas terdapat unsur-unsur yang tercantum

dalam hukum jaminan, antara lain : 1. Adanya kaidah hukum

Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.

2. Adanya pemberi dan penerima jaminan

Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi 102J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan,Citra Aditya Bakti, Bandung 2007, hal. 3

103M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal. 3.

(3)

jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank. 3. Adanya jaminan

Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan.

4. Adanya fasilitas kredit

Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.105

Jaminan merupakan kebutuhan kreditur untuk memperkecil risiko apabila debitur

tidak mampu menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit yang telah

dikucurkan. Dengan adanya jaminan apabila debitur tidak mampu membayar maka

debitur dapat memaksakan pembayaran atas kredit yang telah diberikannya.106

Jadi dengan demikian jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan

kreditur, yaitu kepastian atas pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi

oleh debitur atau oleh penjamin debitur. Keberadaan jaminan merupakan persyaratan

untuk memperkecil risiko bank dalam menyalurkan kredit. Walaupun demikian secara

prinsip jaminan bukan persyaratan utama. Bank memprioritaskan dari kelayakan usaha

yang dibiayainya sebagai jaminan utama bagi pengembalian kredit sesuai dengan jadwal

105Ibid,hal. 7-8.

(4)

yang disepakati bersama. Sebagai langkah antisipatif dalam menarik kembali dana yang

telah di salurkan oleh kreditur kepada debitur, jaminan hendaknya dipertimbangkan dua

faktor, yaitu :107 a. Secured

Artinya jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika di kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka bank memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi.

b. Marketable

Artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi, dapat segera dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur. Dengan mempertimbangkan dua faktor di atas, jaminan yang diterima oleh pihak bank dapat meminimalisir risiko dalam penyaluran kredit sesuai dengan prinsip kehati-hatian (prudential banking). Secara normatif sarana perlindungan bagi kreditur tercantum dalam berbagai ketentuan perundang-undangan.

Ketentuan mengenai jaminan ini secara umum diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal

1132 di dalam KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa “segala

kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang

sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk

segala perikatan perseorangan”.

Pasal 1132 KUHPerdata menyatakan bahwa “kebendaan tersebut menjadi

jaminan bersama-sama bagi semua benda yang mengutangkan padanya, pendapatan

penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecil

piutang masing-masing, kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah

untuk di dahulukan”. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata merupakan jaminan secara

umum atau jaminan yang lahir dari Undang-undang. Disini undang-undang memberikan

perlindungan bagi semua kreditur dalam kedudukan yang sama atau berlakuasas paritas

107Johannes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif Dalam Perjanjian

(5)

creditorum,dimana pembayaran atau pelunasan hutang kepada kreditur dilakukan secara

berimbang (ponds-ponds gewijs) Ketentuan khusus tentang perundang-undangan

perbankan, tidak menjelaskan tentang kedudukan dari para kreditur. Ketentuan-ketentuan

yang mengatur tentang jaminan kredit tercantum dalam Pasal 8 UU No 10 Tahun 1998

menyatakan bahwa

(1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

(2) Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang adalah sesuatu yang mempunyai nilai dari debitur, yang disertakan dalam transaksi, dalam rangka untuk menjamin hutangnya.

Apabila tanpa disertakannya jaminan, maka yang terjadi hanya suatu kontrak atas

hutang atau atas piutang, dan suatu kewajiban untuk melunasinya. Menurut R.Subekti,

mengemukakan bahwa jaminan kredit yang baik (ideal) adalah:108

1) Yang dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya.

2) Yang tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan (meneruskan) usahanya.

3) Yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi utangnya si penerima atau pengambil kredit.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa hak dan kekuasaan atas barang jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada pihak bank guna menjamin pelunasan utangnya apabila kredit yang diterimanya tidak dapat dilunasi sesuai waktu yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit atau adendumnya.Jaminan kredit harus memiliki

(6)

suatu nilai, dan tugas bank adalah menilai apakah jaminan yang diberikan oleh debitur

memenuhi kelayakan sebagai suatu jaminan.

Atas dasar uraian diatas jelaslah bahwa maksud dan tujuan pengikatan/penguasaan jaminan dalam suatu perjanjian kredit adalah:

a. Guna memberikan hak dan kekuasaan kepada pihak bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang agunan tersebut bila nasabah bercedera janji, yaitu tidak bisa membayar kembali utangnya pada waktu yang telah

ditetapkan dalam perjanjian.

b. Menjamin agar nasabah berperan dan/atau turut serta dalam transaksi yang dibiayai sehingga kemungkinan nasabah untuk meninggalkan

usahanya/proyek dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah, atau minimum kemungkinan untuk berbuat demikian diperkecil. c. Memberi dorongan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian kredit

khususnya mengenai pembayaran kembali (pelunasan) sesuai dengan

syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.

Adapun barang yang dapat dijadikan sebagai jaminan kredit harus memenuhi

kriteria antara lain harus mempunyai nilai ekonomis, artinya dapat dinilai dengan uang dan dapat dijadikan uang. Selain itu, juga harus dapat dipindahtangankan kepemilikannya dari pemilik semula ke pihak lain dan juga harus mempunyai nilai yuridis, dalam arti dapat diikat sehingga kreditor memiliki hak yang didahulukan

(7)

B. Jenis Jaminan dalam Perjanjian Kredit

Apabila ditelaah dari jenisnya secara umum jaminan dapat dibedakan menjadi dua yaitu umum dan khusus. Jaminan secara umum dapat dilihat pada ketentuan Pasal

1131 KUH Perdata. Sedangkan Pasal 1132 KUHPerdata disamping sebagai kelanjutan dan penyempurnaan Pasal 1131 yang menegaskan persamaan kedudukan para kreditur, juga memungkinkan diadakanya suatu jaminan khusus apabila diantara

kreditur ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dan hal ini dapat terjadi karena ketentuan Undang-Undang maupun karena diperjanjikan.109

Berdasarkan pendapat di atas jelas bahwa jaminan secara umum diatur dalam

Pasal 1131 KUHPerdata yang menetapkan bahwa segala hak kebendaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan

demikian, segala harta kekayaan debitur secara otomatis menjadi jaminan manakala orang tersebut membuat perjanjian utang meskipun tidak dinyatakan secara tegas sebagai jaminan. Terhadap jaminan ini akan timbul masalah manakala seorang debitur memiliki lebih dari seorang kreditur di mana masing-masing kreditur

menginginkan haknya didahulukan.

Hukum mengantisipasi keadaan demikian dengan membuat jaminan yang secara khusus diperjanjikan dengan hak-hak istimewa seperti hak tanggungan, fiducia, gadai, maupun cessie piutang. Kreditur yang memegang hak tersebut

(8)

memiliki hak utama untuk mendapatkan pembayaran kredit seluruhnya dari hasil penjualan benda jaminan. Apabila terdapat kelebihan dalam penjualan benda jaminan tersebut dapat diberikan kepada kreditur lain.

Eksistensi adanya perjanjian penjaminan tergantung pada perjanjian pokok. Perjanjian pokok biasanya berupa perjanjian kredit. Perjanjian penjaminan tidak mungkin ada tanpa perjanjian kredit. Apabila perjanjian pokoknya berakhir, maka

perjanjian penjaminan akan berakhir pula. Dasar hukum jaminan dalam pemberian kredit adalah Pasal 8 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa : “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank

Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.”

Jaminan dalam pemberian kredit menurut ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 adalah bahwa keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan

penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.

Untuk lebih jelasnya mengenai jenis jaminan dalam perjanjian kredit dapat

(9)

Dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk

segala perikatan perseorangan”. Sedangkan dalam Pasal 1132 KUHPerdata menyatakan bahwa “kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapat penjualan benda-benda

itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila diantara para berpihutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut di atas maka dapat dijelaskan bahwa jaminan umum adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta kekayaan debitur. Hal ini berarti benda jaminan tidak

diperuntukkan bagi kreditur dan hasil penjualannya dibagi diantara para kreditur seimbang dengan piutang masing-masing.

Oleh karena jaminan umum menyangkut seluruh harta benda debitur maka ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata dapat menimbulkan dua kemungkinan yaitu

pertama adalah kebendaan tersebut sudah cukup memberikan jaminan kepada kreditur paling sedikit (minimal) sama ataupun melebihi jumlah hutang-hutangnya artinya hasil bersih penjualan harta kekayaan debitur dapat menutupi atau memenuhi

(10)

cukup memberikan jaminan kepada kreditur dalam hal nilai kekayaan debitur itu kurang dari jumlah hutang-hutangya atau bila pasivanya melebihi aktivanya. Hal ini dapat terjadi mungkin karena harta kekayaannya menjadi berkurang nilainya atau

apabila harta kekayaan debitur dijual kepada pihak ketiga sementara hutang-hutangya belum dibayar lunas atau dapat juga terjadi ada lebih dari seorang kreditur melaksanakan eksekusi, sementara nilai kelayakan debitur hanya cukup untuk

menutupi satu piutang kreditur. Jika hanya ada satu kreditur saja, maka ia dapat melaksanakan eksekusi atas kekayaan debitur secara bertahap sampai piutangnya terlunasi semuanya atau sampai harta benda debitur habis terjual.

Uraian tersebut menjelaskan bahwa jaminan umum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1) Para kreditur mempunyai kedudukan yang sama atau seimbang, artinya tidak

ada yang lebih didahulukan dalam pemenuhan piutangnya dan disebut sebagai kreditur yang konkuren.

2) Ditinjau dari sudut haknya, para kreditur konkuren mempunyai hak yang bersifat perorangan, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang

tertentu.

3) Jaminan umum timbul karena undang-undang, artinya antara para pihak tidak diperjanjikan terlebih dahulu. Dengan demikian para kreditur konkuren secara

(11)

Untuk mengatasi kelemahan yang ada pada jaminan umum, undang-undang memungkinkan diadakannya jaminan khusus. Hal ini tersirat Pasal 1132 KUHPerdata yang berbunyi ;

“kebendaan tersebut menjadi bersama-sama bagi orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila diantara para piutang itu ada alasan-alasan yang sah didahulukan”.

Dengan demikian Pasal 1132 KUH Perdata mempunyai sifat mengatur/mengisi/melengkapi karena para pihak yang menyimpang. Dengan kata lain ada kreditur yang diberikan kedudukan yang lebih didahulukan dalam pelunasan hutangnya dibanding kreditur-kreditur lainnya. Kemudian Pasal 1133 KUH Perdata

memberikan pernyataan yang lebih tegas lagi yaitu “hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpihutang terbit dari hak istimewa, dari gadai, dan dari hipotek”.

Jaminan Khusus dapat dibedakan menjadi dua yaitu jaminan perorangan dan

jaminan kebendaan. Jaminan perorangan dapat dilakukannya melalui perjanjian penanggungan misalnya borgtocht, garansi dan lain sebagainya sedangkan jaminan kebendaan dapat dilakukan melalui gadai, fidusia, hipotek, dan lain sebagainya. Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seseorang berpiutang atau kreditur

dengan seorang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berpiutang atau debitur. Adapun ciri-ciri dari jaminan perorangan antara lain :

1) Mempunyai hubungan langsung dengan orang tertentu.

(12)

3) Seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan pelunasan hutang misalnya borgtocht.

Jika debitur melakukan wanprestasi maka dalam jaminan kebendaan kreditur

mempunyai hak didahulukan dalam pemenuhan piutangnya diantara kreditur-kreditur lainnya dari hasil penjualan harta benda milik debitur. Dengan demikian jaminan kebendaan mempunyai ciri yang berbeda dari jaminan perorangan, adapun

ciri-cirin jaminan kebendaan perorangan antara lain :

1) Merupakan hak mutlak (absolut) atas suatu benda.

2) Kreditur mempunyai hubungan langsung dengan benda-benda tertentu milik kreditur.

3) Dapat dipertahankan terhadap tuntutan oleh siapapun.

4) Selalu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada (zaaksqevolg). 5) Mengandung asas prioritas, yaitu hak kebendaan yang lebih dulu terjadi akan

lebih diutamakan daripada yang terjadi kemudian (droit de preference). 6) Dapat diperlihatkan seperti hipotek

7) Bersifat perjanjian tambahan (accessoir)

Mengenai penilaian terhadap jaminan dalam pemberian kredit bank, dapat

dibedakan , yaitu :

1. Jaminan Perorangan (Personal Guaranty)

(13)

dinamakan “personal guaranty”. Ketentuan tentang penanggungan (borgtocht) diatur dalam buku ketiga tentang perikatan, Bab XVII tentang Penanggungan, Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata. Dalam ketentuan dimaksud, diatur bahwa penanggungan adalah suatu perjanjian asesor (accessoir), yaitu eksistensi atau adanya penanggungan itu tergantung dari adanya suatu perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang pemenuhannya ditanggung atau dijamin dengan perjanjian penanggungan itu.

2. Jaminan Kebendaan

Menjaminkan suatu benda berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas benda tersebut. Kekuasaan yang dilepaskan tersebut adalah kekuasaan untuk mengalihkan hak milik dengan cara apapun, baik dengan cara menjual, menukar atau menghibahkan.110

Pemberian jaminan kebendaan selalu berupaya menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (hutang) seorang debitur. Dalam jaminan kebendaan,

pengikatan jaminannya dilakukan antara lain, yaitu : a. Hak Tanggungan

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, di uraikan mengenai definisi Hak Tanggungan adalah: “Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”.

b. Gadai (Pand)

Merupakan lembaga jaminan kebendaan bagi benda bergerak yang diatur dalam KUHPerdata. Pengertian gadai terdapat dalam Pasal 1150 KUHPerdata, yang berbunyi : “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang kreditur atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh orang lain atas namanya dan memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mengambil pelunasan dari benda tersebut, secara didahulukan daripada

(14)

kreditur lainnya, dengan kekecualian untuk mendahulukan biaya lelang, biaya penyelamatan benda setelah digadaikan.

c. Fidusia

Secara terminologi, fidusia berasal dari kata “fides” yang berarti “kepercayaan”, dan merupakan bentuk lain lagi bagi jaminan atas benda bergerak selain gadai. Fidusia adalah istilah lain lagi bagi lembaga fiduciere eigendom overdracht (FEO), yang berarti penyerahan hak milik berdasarkan kepercayaan. Sebagaimana perjanjian jaminan hutang lainnya, perjanjian fidusia juga merupakan perjanjian asecor (accessoir) yang tidak mungkin berdiri sendiri tetapi selalu mengikuti perjanjian induk atau pokoknya, yaitu perjanjian hutang-piutang. Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Fidusia, maka pengaturan tentang fidusia disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang berkembang.

d. Cessie Piutang

Dalam praktik perbankan, cessie digunakan untuk memperjanjikan pengalihan suatu piutang atau tagihan yang dijadikan jaminan suatu kredit. Dasar penyerahan piutang tercantum dalam Pasal 613 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa : “Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya, dilakukan dengan jalan membuat suatu akta otentik atau dibawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain”. Jadi didalam melakukan penilaian terhadap jaminan, sangat penting untuk disesuaikan dengan objek-objek jaminannya. Karena tidak mungkin ada perjanjian jaminan tanpa ada perjanjian pokoknya.

Apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata dapat diketahui bahwa ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1131 KUH Perdata mengandung prinsip umum dari hukum jaminan, yaitu:

1) Kekayaan seseorang yang merupakan jaminan dari hutang-hutangnya;

2) Kekayaan tersebut meliputi benda-benda yang telah maupun akan ada kemudian;

(15)

Oleh karena agunan merupakan bagian dari jaminan, maka prinsip umum dari hukum jaminan tersebut juga sebagai dasar atau prinsip agunan. Oleh karena itu, nasabah debitur selaku pemberi jaminan harus mempunyai kuasa penuh atas benda

yang diagunkan, atau dengan kata lain nasabah debitur harus mempunyai hak kepemilikan atas benda yang diagunkannya sehingga mempunyai hak untuk menjual atau mengagunkan benda tersebut. Jadi pada prinsipnya hanya pemilik yang dapat

menjaminkan kekayaannya kepada pihak lain atau kreditur untuk kredit yang diterimanya. Namun secara hukum masih dimungkinkan bagi nasabah debitur untuk menjaminkan harta pihak ketiga atau milik orang lain yang dibuktikan

dengan adanya surat kuasa khusus untuk menjaminkan harta tertentu. Lazimnya surat kuasa yang diberikan tersebut tidak dapat dicabut kembali dan tidak berakhir karena alasan apapun.

Penjelasan tentang fungsi agunan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, menggambarkan suatu prinsip yang tidak membenarkan kreditur mengambil barang agunan tersebut untuk langsung dimiliki dan dianggap sebagai pelunasan utang. Ketentuan undang-undang menetapkan perbuatan

kreditur yang demikian, yaitu langsung mengambil barang jaminan untuk dimiliki dan menganggap lunas hutang debitur, batal demi hukum.

Mengenai kedudukan kreditur terhadap kebendaan (harta kekayaan) debitur

(16)

benda-benda yang menjadi kekayaan debitur dibagi kepada semua krediturnya secara seimbang atau proporsional menurut perbandingan besarnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk

didahulukan.

Kedua pasal tersebut di atas memberikan jaminan kepastian kepada kreditur bahwa kewajiban debitur akan tetap dipenuhi/lunas dipenuhi dengan jaminan dari

kekayaaan debitur baik yang sudah ada maupun akan ada dikemudian hari (kecuali barang warisan yang belum dibagi). Di samping juga memberikan kepastian kepada setiap kreditur dengan kedudukan yang sama, sesuai dengan prestasinya.111

Bertolak dari prinsip bahwa kebendaan seseorang menjadi jaminan bagi para kreditur secara bersama-sama dan pendapatan atas penjualan benda atau harta dibagi menurut keseimbangan, maka pada dasarnya kebendaan atau harta nasabah

debitur harus dijual terlebih dahulu. Dalam hal terdapat lebih dari seorang kreditur konkuren maka bank berhak atas sebagian hasil penjualan benda agunan. Lain halnya jika hanya terdapat seorang kreditur maka bank selaku kreditur berhak atas seluruh hasil penjualan dengan ketentuan bank tersebut mempunyai hak tagih yang

sama atau lebih besar dari hasil penjualan tersebut. C. Pengikatan Jaminan dalam Perjanjian Kredit

Dalam hal pengikatan jaminan dilakukan dalam suatu bentuk perjanjian antara

kreditur dan debitur yang diikuti dengan penyerahan dokumen yang terkait dengan

111 Sri Redjeki Hartono, Hukum Perdata Sebagai Dasar Hukum Kepailitan Modern,

(17)

jaminan dimaksud. Pada prinsipnya hanya pemilik benda agunan yang dapat mengagunkan kekayaannya kepada kreditur untuk fasilitas kredit yang diterimanya. Pemilikan atas benda yang akan diagunkan juga harus dapat dibuktikan dengan

dokumen-dokumen yang bersangkutan. Suatu jaminan kredit (terutama yang digolongkan sebagai jaminan kebendaan) pada umumnya dilengkapi dengan suatu dokumen yang sah dan seringkali penerbitannya berdasarkan suatu peraturan

perundang-undangan atau suatu perbuatan hukum tertentu (misalnya berupa perjanjian).112

Perjanjian dimaksud adalah suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.113Salah satu kegiatan usaha perbankan adalah berupa perjanjian kredit. Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara pihak bank dengan pihak nasabah. Dengan melihat bentuk perjanjiannya, maka sebenarnya perjanjian kredit merupakan perjanjian yang tergolong dalam jenis perjanjian pinjam pengganti. Meskipun demikian adanya, namun perjanjian kredit tetap merupakan perjanjian khusus karena di dalamnya terdapat kekhususan, dimana pihak kreditur adalah pihak bank sedangkan objek perjanjian adalah uang. Perjanjian kredit ini dibuat secara tertulis, tujuannya ialah untuk bukti lengkap mengenai apa yang mereka perjanjikan.114

112M. Bahsan,Pengantar Analisis Kredit Perbankan Indonesia, Rejeki Agung, Jakarta, 2003, hal. 136.

113Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2003, hal. 122.

(18)

Sebelum mengajukan kredit, seorang calon debitur haruslah terlebih dahulu mengajukan surat permohonan kredit. Setelah permohonan kredit calon debitur dianggap layak untuk disetujui, bank akan memberikan tanda persetujuannya yang disebutnya Sebagai Surat Persetujuan Prinsip, yaitu surat kepada pemohon yang memberitahukan setuju secara prinsip pemberian kredit.115

Pemberian kredit merupakan pemberian pinjaman uang oleh bank kepada anggota masyarakat yang umumnya disertai dengan penyerahan jaminan kredit oleh debitur (peminjam). Terhadap penerimaan jaminan kredit tersebut terkait dengan berbagai ketentuan hukum jaminan.116 Banyak hal mengenai perjanjian kredit yang dapat dikaitkan dengan ketentuan hukum jaminan. Salah satu contoh adalah tentang penerapan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata yang mengatur tentang kedudukan harta seorang yang berutang untuk menjamin utangnya. Bank sebagai pemberi kredit hendaknya secara utuh memahami dan mematuhi ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata tersebut untuk mengamankan kepentingannya sebagai pihak yang berpiutang. Ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata seharusnya dipatuhi pada waktu bank melakukan penilaian calon nasabah dan ketika melakukan penanganan kredit bermasalah debitur. Pada waktu melakukan penilaian calon debitur yang mengajukan permohonan kepadanya, bank seharusnya berdasarkan kepada ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata dapat meyakini harta yang dimiliki oleh calon debitur untuk menjamin pelunasan kredit di kemudian hari. Harta calon debitur adalah semua hartanya yang berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, sepenuhnya merupakan jaminan atas kredit yang bersangkutan.

115H. R. Daeng Naja,Hukum Kredit dan Bank Garansi,Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 133.

(19)

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata tersebut, jaminan atas kredit yang diterima debitur tidak terbatas pada harta debitur yang telah dikuasai bank atau yang diikat melalui sesuatu lembaga jaminan. Semua harta debitur adalah jaminan atas kredit yang diterimanya dari bank dan dalam praktik perbankan mengenai harta debitur sebagaimana yang dimaksud oleh ketentuan KUHPerdata tersebut sering dicantumkan dengan ketentuan perjanjian kredit. Sehubungan dengan itu hukum jaminan sangat berkaitan dengan kegiatan perbankan, terutama dalam perjanjian kredit yang dilakukannya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan perekonomian saat ini penerapan hukum jaminan lebih banyak ditemukan dalam kegiatan perjanjian kredit perbankan.

D. Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Sebagai Jaminan Kredit

Dalam rangka mencapai tujuan nasional dan pelayanan publik diperlukan adanya pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara yang menyelenggarakan

pemerintahan dan pembangunan. Moekijat mengatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil adalah mereka yang diangkat dalam jabatan pemerintah pusat oleh pembesar yang berwenang dan diberi gaji dari anggaran belanja negara, segala sesuatu yang berlaku.117 Andi Hamzah, yang dikutip Ahmad Gufron dan Sudarsono menterjemahkan istilah “Ambtenar” menjadi istilah “Pegawai Negeri”. Demikian pula dengan Wictor M. Situmorang, juga menterjemahkan istilah “Ambtenar” menjadi “Pegawai Negeri”.118

117Moekijat, Manajemen Kepegawaian (Personnel Management), Alumni Bandung, 1990, hal. 37.

(20)

Dalam kamus istilah tata negara membedakan pegawai kepada tiga golongan dengan masing-masing pengertiannya sebagai berikut : “Pegawai daerah/pegawai otonom, pegawai yang diangkat oleh pemerintah daerah berdasarkan Keputusan

Kepala Daerah; pegawai negeri yang diangkat oleh negara atau diserahi tugas negara lainnya; Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Republik Indonesia yang bukan berstatus anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia”.119

Sementara itu, Nur Alam dan Harmon Harun, mengatakan bahwa pegawai negeri merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.120

Pegawai negeri bukan saja unsur aparatur negara, tetapi juga adalah abdi negara dan abdi masyarakat, yang hidup di tengah-tengah masyarakat agar dapat dianggap sebagai pegawai negeri harus memenuhi unsur-unsur :

1. Pengangkatan oleh penguasa umum 2. Dalam suatu jabatan umum, dan

3. Melakukan sebagian dari tugas-tugas atau alat-alat perlengkapannya.121

Ketentuan umum mengenai pegawai negeri saat ini diatur dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (UU No. 43/1999) Pasal 1 Angka 1 UU No. 43/1999 dinyatakan bahwa :

119Moekijat,Op.Cit., hal. 37.

120Nur Alam, dan Harmon Harun, Himpunan Undang-undang Kepegawaian

(21)

Pegawai negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pegawai negeri merupakan tenaga yang sangat dibutuhkan dalam rangka

kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional.

Oleh karena itu, kesempurnaan seorang pegawai negeri berpengaruh pada

kesempurnaan pelaksanaan tugas aparatur negara. Dengan demikian, Pegawai Negeri

Sipil sebagai unsur aparatur negara maksudnya bertugas untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam

penyelenggaraan tugas negara, pemerintah dan pembangunan. Pegawai negeri

sebagai abdi negara, maksudnya ialah bahwa pegawai negeri harus selalu

melaksanakan tugas negara dan mendahulukan kepentingan negara di atas segalanya.

Pegawai negeri abdi masyarakat maksudnya adalah segala tugas yang dilaksanakan

oleh pegawai negeri adalah untuk kepentingan rakyat.

Pegawai Negeri Sipil dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Pegawai

Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah. Hal ini sebagaimana diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 Tentang Wewenang

Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Menurut Pasal

1 ayat (1) dan (2) PP No 96/2000, disebutkan bahwa :

(22)

Kabinet, Sekretariat Militer, Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Kantor Menteri Koordinator, Kantor Menteri Negara, Kepolisian Negara, Lembaga Pemerintahan Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal didaerah Propinsi / Kabupaten / Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.

(2) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, yang dimaksud Pegawai Negeri Sipil Daerah : ”Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi / Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada pemerintahan daerah, dipekerjakan diluar instansi induknya”.

Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat diketahui bahwa Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh pejabat yang berwenang melalui Kantor Pusat

maupun Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah dan bekerja pada Pemerintahan atau diperkerjakan diluar instansi induknya.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Pegawai Negeri Sipil diangkat dengan suatu bentuk surat Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil. Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil merupakan Surat yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh Pemerintah kepada Pegawai Negeri Sipil yang meliputi

pengangkatan dan penyerahan tugas dalam suatu jabatan negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan di gaji menurut peraturan perundang-undangan yang ada.122

122Bagus Sarwana. Analisis Terhadap Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan

(23)

Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Pertama/SK CPNS adalah surat keputusan pengangkatan yang diberikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian kepada Calon Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan lulus tes seleksi penerimaan Calon

Pegawai Negeri Sipil. Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2003 Tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian, golongan ruang adalah golongan ruang gaji pokok sebagaimana

diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang gaji Pegawai Negeri Sipil. Jadi, yang dimaksud Surat Keputusan Golongan terakhir yaitu Surat Keputusan yang memuat mengenai golongan ruang gaji terakhir Pegawai

Negeri Sipil.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan Pokok Kepegawaian Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil terdapat beberapa fungsi diantaranya:

a. Sebagai persyaratan kenaikan pangkat; b. Sebagai persyaratan kenaikan jabatan; c. Sebagai persyaratan pensiun; dan

d. Sebagai kelengkapan ahli waris dalam mengurus tunjangan jika Pegawai

Negeri Sipil yang bersangkutan meninggal dunia.

Melihat dari fungsi Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil diatas, dapat dijadikan alasan mendasar bahwa Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil merupakan

(24)

Surat Keputusan bukan merupakan benda-benda yang dapat dipindah tangankan (yang mempunyai nilai pengoperan) tetapi dalam dunia perkreditan (karena adanya kebutuhan) surat tersebut dapat diterima oleh bank-bank tertentu

sebagai jaminan kredit. Caranya adalah dengan menyerahkan surat gaji dan pensiun serta memberikan surat kuasa kepada pihak bank untuk mengambil gaji dan pensiun si penerima kredit. Surat kuasa tersebut ditandatangani pula oleh bendahara kantor

pemohon kredit, yang dimaksudkan sebagai pemberitahuan. Sekali pun surat kuasa untuk menerima gaji dan pensiun tersebut dibuat sebagai kuasa mutlak, tetapi jaminan semacam itu kedudukannya sangat lemah karena gaji dan pensiun sangat

bersifat pribadi, sehingga kematian yang bersangkutan akan berarti berakhirnya gaji dan pensiun tersebut.123 Namun demikian, perjanjian kredit dengan menggunakan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil tidak terdapat lembaga jaminan

yang menyertainya.

Bank lebih menekankan unsur kepercayaan untuk memberikan kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil. Dari unsur tersebut dapat diketahui bahwa pihak bank tetap memakai prinsip kehati-hatian dan prinsip mengenal nasabah,

dimana juga debitor sebagai Pegawai Negeri Sipil selalu menjaga dan tidak merusak kredibilitasnya. Selain itu dilihat dari fungsi Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil yang berharga untuk pegawai negeri sipil memberikan tingkat keamanan yang

mengikat.

(25)

Syarat dan tata cara tersebut di atas adalah penerapan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles) sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Penerapan

prinsip mengenal nasabah yang dilakukan oleh pihak bank sebagai kreditur termasuk dalam hal ini oleh PT Bank Aceh di Kota Sabang, sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf a dan b Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 yang tidak

menentukan secara spesifik mengenai tata cara penerapan prinsip tersebut. Dalam menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah sebagimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia, Bank Wajib menetapkan :

a. kebijakan penerimaan nasabah;

b. kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi nasabah.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa setiap Bank umum dapat menetapkan kebijakan yang akan ditetapkannya dalam prinsip mengenal

nasabah asalkan dari kebijakan yang ditetapkannya tersebut dapat diperoleh keyakinan terhadap kemampuan nasabah untuk melunasi hutangnya, termasuk penjamin dengan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil. Prinsip tersebut dapat

dilakukan dengan sistem penilaian terhadap watak, kemampuan, modal dan prospek usaha dari nasabah debitor tersebut dikenal dengan istilahThe 5C’s of Credit Analysis yang merupakan ukuran kemampuan penerima kredit (debitor) untuk mengembalikan pinjamannya.

(26)

(karena adanya kebutuhan) surat tersebut dapat diterima oleh bank- bank tertentu sebagai jaminan kredit. Caranya adalah dengan menyerahkan surat gaji dan pensiun serta memberikan surat kuasa kepada pihak bank untuk mengambil gaji dan pensiun

si penerima kredit. Surat kuasa tersebut ditandatangani pula oleh bendahara kantor pemohon kredit, yang dimaksudkan sebagai pemberitahuan. Sekali pun surat kuasa untuk menerima gaji dan pensiun tersebut dibuat sebagai kuasa mutlak, tetapi

jaminan semacam itu kedudukannya sangat lemah karena gaji dan pensiun sangat bersifat pribadi, sehingga kematian yang bersangkutan akan berarti berakhirnya gaji dan pensiun tersebut.124

E. Kedudukan Jaminan Kredit Dengan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil Apabila Pegawai Negeri Sipil Tersebut Dipecat

Penyaluran kredit kepada masyarakat oleh bank saat ini begitu luas menggambarkan cakupan transaksi ekonomi dan keuangan di mana kreditor menyerahkan suatu nilai kepada debitur dan sebaliknya, debitur berjanji akan mengembalikannya pada waktu yang telah ditetapkan pada masa depan. Adapun nilai yang diserahkan tersebut berupa uang, jasa-jasa, barang, atau klaim keuangan, seperti sertifikat atas benda tetap (SHM, HGU dll), obligasi ataucomercial paper. Sekarang ini begitu kompleksnya kegiatan yang menyangkut kredit tersebut berbeda sekali dengan saat awal berkembangnya kredit.

Kredit sebagaimana dijelaskan sebelumnya pada awal kredit merupakan suatu kegiatan pinjam-meminjam bermula karena adanya kepercayaan di antara mereka,

(27)

yaitu si pemberi pinjaman percaya bahwa si peminjam akan mengembalikan pinjamannya (baik dengan disertai bunga maupun tidak disertai bunga) pada saat yang telah dijanjikan. Atas dasar adanya kepercayaan inilah pinjam-meminjam berlangsung dan dikenal dengan sebutan kredit. Unsur utama dari kredit yaitu unsur kepercayaan sedangkan unsur yang lainnya bersifat sebagai penunjang dari unsur pertama dan utama tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa unsur tersebut berguna dalam rangka pertimbangan yang menyeluruh dalam mendapatkan atau memperoleh keyakinan dan kepercayaan untuk terjadinya suatu hubungan atau perikatan hukum dalam bidang perkreditan tersebut.125

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa yang menjadi jaminan penunjang dalam pemberian kredit adalah Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil. Bank dalam memberikan kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil percaya bahwa jaminan tersebut sudah cukup menggambarkan kemampuan nasabah dalam melunasi kredit yang diberikan. Hal ini sebagaimana diketahui, bahwa PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang merupakan Badan Usaha Milik Daerah Aceh juga menyalurkan kredit kepada pegawai di lingkungan Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Aceh termasuk di Kota Sabang. Penyaluran kredit kepada Pegawai Negeri Sipil ini dilakukan PT. Bank Aceh mengingat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sepenuhnya berada dalam pengawasan pemerintah secara khusus termasuk Pegawai Negeri Sipil.126

125

T. Nasrullah, Pimpinan PT. Bank Aceh Cabang Kota SabangWawancaratanggal 18 Juli 2016 di Sabang

126

(28)

Jadi pada saat nasabah yang merupakan Pegawai Negeri Sipil mengajukan permohonan kredit kepada pihak Bank Aceh, sangat memudahkan pihak bank untuk membangun kepercayaan kepada debitur yang merupakan Pegawai Negeri Sipil, karena baik pihak Bank sebagai kreditur dan pihak Pegawai Negeri Sipil sebagai debitur sama-sama berada dalam pengawasan dan naungan yang sama yaitu Pemerintah Daerah Provinsi Aceh. Sehingga dengan jaminan SK Pegawai Negeri Sipil sudah cukup bagi pihak bank untuk memberikan kredit. Terlebih lagi sebagian besar PNS mendapatkan gaji dari pemerintah daerah melalui PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang sebagai perantara. Sehingga mempermudah pihak Bank untuk melakukan fungsi pengawasan terhadap PNS yang memiliki kredit di bank. Dengan kondisi seperti ini, sangat kecil kemungkinan terjadinya kredit macet, karena pembayaran kredit bisa secara langsung dipotong dari gaji yang diterima oleh PNS yang bersangkutan. Seperti sebutan dari pihak bank terhadap debitur Pegawai Negeri Sipil, yaitu Kredit Pegawai/Pensiunan Berpenghasilan Tetap (KPPT). Di mana jaminan pokok/Sumber Pengembalian Kredit yaitu dari penghasilan gaji/pensiun PNS setiap bulan dengan menyerahkan Surat Kuasa kepada bank untuk memotong gaji/pensiun atau mendebet rekening tabungan untuk angsuran kredit.127

Untuk semakin meningkatkan tingkat kepercayaan bank sebagai kreditur terhadap PNS sebagai debitur, maka debitur berkewajiban untuk menandatangani Surat Perjanjian Kredit yang dikeluarkan pihak bank secara sepihak dengan memperhatikan hukum yang berlaku dalam bidang perbankan. Hal ini sebagaimana diatur dalam perjanjian bahwa :

127

(29)

1) Sumber pelunasan kredit adalah dari hasil penyisihan gaji beserta penghasilan lainnya termasuk pensiun dari peminjam berdasarkan Surat Kuasa yang diserahkan kepada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang.

2) Jika peminjam dipindahkan / dimutasikan ke tempat lain / diberhentikan dari pekerjaan maka peminjam harus segera menyelesaikan kewajiban hutangnya kepada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang dan bila setelah mendapat

teguran dari PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang kemudian peminjam tetap melalaikan kewajibannya tersebut maka PT Bank Aceh Cabang Kota Sabang akan melakukan segala upaya untuk menyelesaikannya menurut ketentuan

hukum yang berlaku.128

Selain itu, dalam Perjanjian Kredit yang dikeluarkan oleh PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang menyatakan bahwa untuk menjamin pelunasan kredit

sebagaimana mestinya, maka peminjam menyerahkan kepada Bank berupa :

a. Surat kuasa untuk mendebet rekening tabungan dan / atau menyisihkan sejumlah uang sebesar angsuran kredit dari gaji / penghasilan pensiun yang diterima oleh peminjam setiap bulan,

b. Kartu Taspen, c. Kartu Pegawai,

d. Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai,

e. Surat Keputusan Pangkat Terakhir,

128

(30)

f. SK Berkala.

Terhadap perjanjian yang sudah disepakati kedua pihak berlaku pula ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata yakni harta benda peminjam baik yang

bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala kewajiban hutangnya yang timbul berdasarkan perjanjian ini. Atas perjanjian kredit tersebut berlaku pula

ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Peminjam dengan ini menyatakan tidak akan melakukan penarikan atas tabungan yang diblokir dengan alasan apapun selama kredit ini belum lunas

dan dengan ini memberi kuasa penuh kepada Bank untuk setiap saat dapat memperhitungkan saldo tabungan dengan angsuran kredit jika kredit terdapat tunggakan.

b. Selama kredit belum dinyatakan lunas oleh bank maka peminjam tidak akan bermohon untuk dipensiunkan, kecuali karena suatu hal yang tidak memungkinkan lagi untuk bekerja. Untuk itu, maka peminjam akan memberitahukan secara tertulis kepada bank dan akan menunjuk PT. Bank

Aceh Cabang Kota Sabang sebagai tempat pembayaran pensiun.

Berdasarkan penjelasan tersebut jelaslah bahwa pada prinsipnya terhadap Pegawai Negeri Sipil yang menjadikan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil

(31)

memperoleh rasa keyakinan bank terhadap karakter dan kemampuan debitur untuk membayar kembali kreditnya, dengan dana yang berasal dari usaha yang dibiayai kredit bank harus melakukan analisis dan evaluasi atas watak/karakter, kemampuan,

modal serta prospek debitur.

Di dalam surat perjanjian kredit, yang menjadi fokus analisa penelitian ini adalah hal yang berkaitan dengan pemuatan klausul mengenai jaminan sebagaimana

yang tercantum dalam perjanjian kredit yang dimaksud. Jaminan di dalam perjanjian kredit pada pemberian fasilitas kredit pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang yang secara kualitas tidak dapat dieksekusi secara langsung ataupun dijual untuk melunasi

seluruh kewajiban debitur apabila nanti dikemudian hari debitur melakukan wanprestasi.

Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil sebagai jaminan adalah bukti otentik

dari persyaratan yang harus dipenuhi oleh debitur, didalam permohonan untuk pengajuan kredit pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang. Dari Surat Keputusan PNS tersebut dijelaskan bahwa debitur adalah benar seorang PNS pada kantor SKPD Kota Sabang seperti halnya SKPD Dinas pendidikan yang menjadi objek penelitian

ini tempat debitur bekerja. Dimana ketentuan mengenai hal tersebut telah diatur oleh pimpinan PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang dengan Kepala Instansi terkait yang berwenang mewakili serta bertindak untuk dan atas nama debitur pada instansi yang

bersangkutan.

(32)

melakukan tindakan-tindakan yang dirasa perlu apabila terjadi kelalaian/wanprestasi berupa pemasangan papan peringatan atau bentuk lainnya maka pihak debitur tidak dapat menuntut bank baik secara pidana maupun perdata.129 Pada kenyataannya dalam pelaksanaan pemberian kredit PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang yang jaminannya adalah asli SK PNS dari debitur yang bersangkutan, tidak terdapat jaminan/agunan tambahan yang diikatkan didalam perjanjian kredit tersebut sehingga

pihak bank tidak dapat melakukan tindakan eksekusi hak sita jaminan. Adapun yang menjadi agunan pokok didalam perjanjian kredit pada fasilitas kredit ini adalah gaji dari debitur yang bersangkutan. Dan sebagai langkah untuk pengamanan kredit maka

pembayaran gaji dari debitur tersebut pembayarannya diutamakan melalui PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang.130

Oleh karena dalam perjanjian kredit dimaksud hanya menggunakan jaminan

asli berupa SK PNS dan debitur tidak dituntut untuk memberikan jaminan ataupun agunan tambahan sebagaimana ditetapkan oleh PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang, dapat dianalisa dalam perjanjian kredit ini berlaku pula ketentuan mengenai Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata yakni bahwa segala harta benda peminjam baik yang

bergerak maupun tidak bergerak , baik yang ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi jaminan untuk segala kewajiban hutangnya yang timbul berdasarkan perjanjian ini.

129T. Nasrullah, Pimpinan PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang tanggalWawancara18 Juli 2016 di Sabang

130Iswadi, Staf Account Oficer (AO) PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang tanggal

(33)

Mengingat bahwa tidak adanya jaminan maupun agunan tambahan didalam perjanjian kredit aneka guna di PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang, maka hak jaminan didalam perjanjian kredit ini adalah hak jaminan yang bersifat umum, yaitu

hak-hak yang dimiliki oleh kreditur, yang tidak saling mendahului atau bersifat sebanding diantara mereka (Kreditur Konkuren).

Kedudukan SK PNS dalam perjanjian kedit ini dapat dianalisa adalah hanya

suatu syarat yang harus dipenuhi oleh debitur sebagai dokumen otentik dan bukanlah sebagai agunan pokok maupun tambahan, dikarenakan pihak bank dalam hal mengenai klausul Jaminan (collateral) dalam pemberian fasilitas kreditnya

berdasarkan unsur-unsur pemberian kredit yakni berupa unsur kepercayaan, tenggang waktu, tingkat resiko (degree of risk), dan prestasi. Dikarenakan jaminan SK PNS merupakan benda yang tidak dapat dipindahtangankan sehingga memberi sisi

kelemahan bagi pihak bank apabila dikemudian hari debitur melakukan wanprestasi akibat sebab-sebab tertentu sehingga bank dalam hal ini telah melakukan antisipasi dengan cara melakukan asuransi penjaminan kredit pada Asuransi Askrindo dimana dalam pelaksanaannya pihak debitur diwajibkan/dibebankan untuk melakukan

pelunasan terhadap premi asuransi penjaminan tersebut. Maka apabila terjadi kredit macet pihak PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang dapat melakukan klaim asuransi penjaminan kredit kepada pihak Asuransi dalam hal ini Askrindo.131

131Cut Dahlia, Staf Adminitrasi Kredit (ADK) PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang tanggal

(34)

Kejadian kredit macet oleh Pegawai Negeri Sipil yang dipecat ini sangat jarang terjadi, dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun hanya 6 kasus yang terjadi kredit macet pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang dari 10 (sepuluh) Pegawai

Negeri Sipil yang di pecat.

Berdasarkan hasil analisa dalam hal ini PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang seperti halnya bank yang menyalurkan kredit kepada Pegawai Negeri Sipil dalam

penyaluran kredit kepada PNS lebih melihat pada unsur atau prinsip kepercayaan dalam memberikan fasilitas kreditnya. Adapun prinsip kepercayaan dimaksud adalah keyakinan dari pemberi kredit (kreditur) bahwa prestasi yang diberikannya, baik

dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang sesuai yang telah disepakati. Namun demikian tidak menutup kemungkinan pihak bank juga mewajibkan PNS penerima

kredit untuk menyediakan jaminan tambahan apabila nilai kredit mencapai nilai tertentu atau pada kondisi atau situasi tertentu.

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa kedudukan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan perjanjian kredit yang dilakukan oleh PT.

Bank Aceh Kota Sabang hanya sebagai dokumen otentik yang harus dipenuhi oleh debitur hal ini dilakukan supaya pihak bank dapat terpenuhi prinsip kepercayaan terhadap debitur untuk melunasi kreditnya, SK PNS dalam kredit ini berlaku jaminan

(35)

Kondisi ini timbul karena dalam perjanjian kredit bank lebih menekankan unsur kepercayaan untuk memberikan kredit dengan jaminan SK PNS, dimana dari unsur tersebut dapat diketahui bahwa pihak bank tetap memakai prinsip kehati-hatian

dan prinsip mengenal nasabah, dimana juga debitur sebagai pegawai negeri sipil selalu menjaga dan tidak merusak kredibilitasnya. Pemberian kredit dapat dilaksanakan ketika ada persetujuan atau perjanjian antara bank sebagai kreditur

(36)

BAB IV

UPAYA PT. BANK ACEH DALAM PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL

YANG DI PECAT

A. Penyelesaian Kredit Bermasalah pada Umumnya

Perekonomian suatu negara seharusnya merupakan suatu paduan yang efisien

dan suportif diantara kegiatan-kegiatan sektor riil termasuk dalam hal ini sektor keuangan (perbankan) yang menyangkut kepentingan jumlah orang banyak. Di Indonesia masalah perbankan juga merupakan permasalahan yang cukup rumit dalam pengaturannya mengingat tingginya kredit yang bermasalah. H. Budi Untung

menyebutkan bahwa :

Meskipun perbankan merupakan sektor yang strictly well regulated, tetapi kredit macet masih dapat terjadi diantaranya dapat disebabkan karena :

1) Kesalahan appraisal

2) Membiayai proyek dari pemilik/ terafiliasi

3) Membiayai proyek yang direkomendasi oleh kekuatan tertentu 4) Dampak makro ekonomi/ unforecasted variable

5) Kenakalan nasabah.132

Siswanto Sutojo mengatakan bahwa kredit bermasalah dapat timbul selain karena sebab-sebab dari pihak kreditur, sebagian besar kredit bermasalah timbul

karena hal-hal yang terjadi pada pihak debitur, antara lain :

1) Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi.

2) Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani.

132

(37)

3) Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur.

4) Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain. 5) Kesulitan likuiditas keuangan yang serius.

6) Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam.

7) Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan untuk tidak akan mengembalikan kredit).133

Sebagian besar kredit bermasalah tidak muncul secara tiba-tiba, namun

disebabkan karena pada dasarnya kasus kredit bermasalah merupakan satu proses, yang diibaratkan api dalam sekam. Banyak gejala tidak menguntungkan yang menjurus kepada kasus kredit bermasalah, sebenarnya telah bermunculan jauh

sebelum kasus itu sendiri timbul di permukaan. Bilamana gejala tersebut dapat dideteksi dengan cepat dan ditangani secara professional sedini mungkin, ada harapan kredit yang bersangkutan dapat ditolong. Sebaliknya bilamana api yang membara

dalam sekam itu tidak dideteksi atau dibiarkan saja, transaksi kredit akan berakhir dengan bencana, terutama bagi pihak kreditur.

Gejala-gejala yang muncul sebagai tanda akan terjadinya kredit bermasalah adalah :

1) Penyimpangan dari berbagai ketentuan dalam perjanjian kredit, 2) Penurunan kondisi keuangan perusahaan,

3) Frekuensi pergantian pimpinan dan tenaga inti, 4) Penyajian bahan masukan secara tidak benar, 5) Menurunnya sikap kooperatif debitur,

6) Penurunan nilai jaminan yang disediakan, 7) Problem keuangan atau pribadi.134

133Siswanto Sutojo,The Management of Commercial Bank, Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2007,. hal. 171-172

(38)

Penggolongan kualitas kredit berdasarkan Pasal 4 Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia Nomor 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Pebruari 1998, yaitu sebagai berikut:

1) Lancar (pass) yaitu apabila memenuhi kriteria :

a) pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat; dan b) memiliki mutasi rekening yang aktif; atau

c) bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral) 2) Dalam perhatian khusus (special mention) yaitu apabila memenuhi kriteria:

a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 hari; atau

b) kadang-kadang terjadi cerukan; atau c) mutasi rekening relatif rendah; atau

d) jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau e) didukung oleh pinjaman baru.

3) Kurang Lancar (substandard) yaitu apabila memenuhi kriteria:

a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari; atau

b) sering terjadi cerukan; atau

c) frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau

d) terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau

e) terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau dokumen yang lemah.

4) Diragukan (doubtful) yaitu apabila memenuhi kriteria :

a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau

b) terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau c) terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau d) terjadi kapitalisasi bunga; atau

e) dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.

5). Kredit Macet

a) terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau

b) kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.135

135

(39)

Sigit Triandaru juga menjelaskan hal yang sama bahwa untuk menentukan berkualitas atau tidaknya suatu kredit diberikan ukuran-ukuran tertentu untuk

menggolongkannya, yaitu :

1. Lancar (pass) adalah kredit yang memenuhi kriteria industri atau kegiatan usaha yang memiliki potensi pertumbuhan yang baik, perolehan laba tinggi dan stabil, pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai persyaratan kredit.

2. Dalam Perhatian Khusus (special mention) adalah kredit yang memenuhi kriteria: industri atau kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang terbatas, perolehan laba cukup lancar baik, namun memiliki potensi menurun, terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/ atau bunga sampai 90 hari (3 bulan).

3. Kurang Lancar (substandard), adalah kredit yang memenuhi kriteria: industri atau kegiatan usaha menunjukkan potensi pertumbuhan yang sangat terbatas atau tidak mengalami pertunbuhan, perolehan laba rendah, terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari sampai dengan 180 hari (6 bulan).

4. Diragukan (doubtful) adalah kredit yang memenuhi kriteria: industri atau kegiatan usaha menurun, laba sangat kecil dan negatif, kerugian operasional dibiayai dengan penjualan aset, terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari (9 bulan).

5. Macet (loss) adalah kredit yang memenuhi kriteria: kelangsungan usaha sangat diragukan, industri mengalami penurunan dan sulit untuk pulih kembali, kemungkinan besar kegiatan usaha akan terhenti, mengalami kerugian yang besar, debitur tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan kegiatan usaha tidak dapat dipertahankan, terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/ atau bunga yang telah melampaui 270 hari (9 bulan lebih).136

Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa kredit dengan kolektibilitas lancar (pass) adalah masuk dalam kriteria Perporming Loan, sedangkan kredit dengan kolektibilitas dalam perhatian khusus (special mention), kurang lancar (substandard),

diragukan (doubtful), dan kredit macet masuk dalam kriteia kedit bermasalah ( non-performing loan). Walaupun suatu kredit memenuhi kriteria lancar, dalam perhatian

(40)

khusus, kurang lancar, dan diragukan, namun apabila menurut penilaian keadaan usaha peminjam diperkirakan tidak mampu untuk mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya, maka kredit tersebut harus digolongkan pada kualitas yang

lebih rendah atas dasar penilaian yang berpedoman pada indikator tambahan yang ditentukan oleh Bank Indonesia.137

Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup

membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah

diperjanjikan. Hal ini terutama disebabkan oleh kegagalan pihak debitur memenuhi

kewajibannya untuk membayar angsuran pokok kredit beserta bunga yang telah

disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit.

Dalam prakteknya kemacetan suatu kredit disebabkan oleh 2 unsur sebagai

berikut :

1. Dari pihak perbankan, artinya dalam melakukan analisisnya, pihak analis kurang teliti sehingga apa yang seharusnya terjadi, tidak diprediksi sebelumnya atau mungkin salah melakukan perhitungan. Dapat pula terjadi akibat kolusi dari pihak analis kredit dengan pihak debitur sehingga dalam analisisnya dilakukan secara subyektif dan akal-akalan.

2. Dari pihak nasabah, dari pihak nasabah kemacetan kredit dapat disebabkan oleh 2 hal yaitu: pertama, Adanya unsur kesengajaan. Dalam hal ini nasabah sengaja untuk tidak bermaksud membayar kewajibannya. Dapat dikatakan adanya unsur ketidakmauan untuk membayar walaupun sebenarnya nasabah mampu.Kedua, adanya unsur tidak sengaja. Artinya si debitur mau membayar akan tetapi tidak mampu. Sebagai contoh kredit yang dibiayai mengalami musibah seperti kebakaran, kebanjiran, kegagalan dalam bidang usaha, sakit yang berkepanjangan, kematian, sehingga kemampuan untuk membayar kredit tidak ada.138

137Muhamad Djumhana,Op. Cit., hal. 427

(41)

Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa hal yang paling mendasar untuk mencegah timbulnya kredit bermasalah atau kredit macet adalah setelah pencairan

kredit di mana bila kredit dicairkan bukan berarti masalah selesai justru sebaliknya,

masalah akan dihadapi sampai lunasnya pemberian kredit tersebut. Oleh karena itu

calon debitur harus dimonitor agar dalam penggunaan uang tidak melenceng dari

rencana semula sesuai dengan perjanjian kredit. Adapun beberapa langkah yang

praktis untuk mencegah timbulnya kredit bermasalah adalah :

Monitor atau kunjungi debitur pada periode tertentu atau secara teratur, mengikuti prosedur pemberian kredit secara benar, bila merasa ditekan oleh debitur maka serahkan ke petugas yang lain, jangan ragu-ragu untuk menolak permohonan kredit bila memang tidak layak untuk diberikan kredit, melengkapi lebih dahulu dokumen yang kurang sebelum kredit dicairkan, memantau perkembangan pembayaran angsuran tiap bulan, bila terjadi keterlambatan segera dicari penyebabnya, meminta laporan keuangan setiap 3 bulan sekali untuk debitur besar atau yang memiliki usaha, apabila debitur dalam angsuran pembayaran setiap bulan sering mengalami keterlambatan, harus cukup waspada dan perlu monitor lebih aktif, jangan mencairkan kredit hanya melihat kecukupan besarnya jaminan.139

Apabila terjadi kredit bermasalah maka diperlukan upaya penyelamatan yang merupakan suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan

kembali antara kreditur dan debitur dengan meringankan syarat-syarat pengembalian

kredit sehingga dengan begitu diharapkan debitur memiliki kemampuan untuk

menyelesaikan kredit itu. Jadi, tahap penyelamatan kredit ini belum memanfaatkan

lembaga hukum karena debitur masih kooperatif dan dari prospek usaha masih

feasible. Penyelesaian kredit ini dinamakan penyelesaian melalui restrukturisasi

139 Nurcahyo, Mencegah Timbulnya Kredit Macet. http://jh-thamrin..com/2009/04/.html,

(42)

kredit. Langkah penyelesaian melalui restrukturisasi kredit ini diperlukan syarat

paling utama yaitu adanya kemauan dan itikad baik dan kooperatif dari debitur serta

bersedia mengikuti syarat- syarat yang ditentukan bank karena dalam penyelesaian

kredit melalui restrukturisasi lebih banyak negosiasi dan solusi yang ditawarkan bank

untuk menentukan syarat dan ketentuan restrukturisasi.

Kemudian langkah pertama yang harus segera diambil setelah bank

mendeteksi adanya gejala kredit bermasalah adalah menentukan seberapa besar masalah yang sedang dihadapi debitur. Hal itu diperlukan karena cara penanganan selanjutnya akan berpengaruh pada tingkat besar kecilnya masalah tadi. Selain

ditentukan oleh besar kecilnya masalah yang dihadapi oleh debitur, cara bank menangani kredit bermasalah juga dipengaruhi oleh:

1) Jumlah dana milik debitur yang diharapkan dapat dipergunakan untuk mengembalikan kredit,

2) Jumlah kredit yang dipinjam debitur dari kreditur lain, 3) Status dan nilai jaminan yang telah terikat, maupun 4) Sikap debitur dalam menghadapi bank.

Dalam menyelesaikan kredit bermasalah menurut Siswanto Sutojo dapat dilakukan melalui :

1) Organisasi intern bank. Yang menjadi pertimbangan bank membentuk team khusus untuk menangani kredit bermasalah sebagai berikut :

a) Waktu yang dibutuhkan untuk menangani kredit bermasalah, b) Obyektifitas penangan,

c) Pengalaman dan keahlian yang diperlukan, jumlah saldo kredit tertunggak dan tingkat beratnya masalah yang dihadapi.

2) Penanganan kredit bermasalah melalui proses pengadilan dan di luar proses penngadilan.140

(43)

Penanganan penyelesaian kredit bermasalah melalui proses pengadilan dilakukan oleh bank bilamana pihak bank mendapat bukti ada unsur penipuan atau kesengajaan di pihak debitur, atau apabila proses penyelesaian di luar pengadilan

tidak membawa hasil seperti yang diharapkan. Sedangkan penanganan penyelesaian kredit bermasalah di luar proses pengadilan dilakukan bank apabila mereka masih mempunyai harapan dalam satu masa tertentu (dengan bimbingan bank) debitur

mampu mengumpulkan dana untuk melunasi kredit dan bunga tertunggak. B. Pihak Ketiga Sebagai Penanggung dalam Penyelesaian Kredit Macet

Pada Bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa pemberian kredit kepada

penerima kredit adalah untuk membantu penerima kredit dalam hal ini nasabah bank baik dalam bentuk tambahan modal kerja maupun dalam bentuk kebutuhan konsumtif lainnya. Dalam rangka penyaluran kredit tersebut bank harus mempertimbangkan

kemampuan debitur dan adanya jaminan untuk pelunasan kredit di kemudian hari. Namun dalam praktek tetap saja ada kredit yang diberikan tanpa adanya jaminan seperti kepada Usaha Kecil Menengah dan kredit bagi Pegawai Negeri Sipil yang hanya di jamin dengan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil.

Larangan pemberian kredit tanpa agunan tersebut bertujuan untuk menjamin bank agar tidak dirugikan dengan dilaksanakannya pembayaran kembali kredit tepat waktu dan bila tidak dilakukan jaminan digunakan untuk menutupi kredit tersebut.

(44)

Pihak lain yang menerima pengalihan resiko itu disebut sebagai perusahaan yang bergerak dibidang pertanggungan kredit seperti halnya PT. Asuransi Kredit Indonesia (PT. Askrindo). Berdirinya PT. Askrindo didirikan oleh Peraturan

Pemerintah No. 1 Tahun 1971 dan di undangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1971 No. I. Dalam pelaksanaan penelitian ini PT. Askrindo juga menjadi subjek penelitian karena menjadi pihak penanggung dalam perjanjian kredit

dengan jaminan Surat Keputusan Pegawai Negeri Sipil pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Sabang.141

Pertanggungan oleh pihak asuransi itu ada beberapa macam. Untuk

mengetahui dapat dilihat dalam Pasal 247 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyebutkan bahwa asuransi bisa didasarkan pada bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam hasil pertanian sawah, jiwa seseorang, bahaya dilautan,

bahaya perbudakan, bahaya pengangkutan. Akan tetapi pasal itu bersifatenumerative perjanjian pertanggungan dengan jenis yang lain.

Pasal 268 KUHD memberi pembatasan pertanggungan terhadap pertanggungan lain yang tidak dikenal undang-undang, yaitu bahwa pokok

pertanggungan adalah kepentingan yang harus dapat dinilai dengan uang dan diancam oleh bahaya dan oleh undang-undang tidak dikecualikan. Dari ketentuan Pasal 268, ini maka asuransi kredit termasuk dalam salah satu asuransi yang tidak dikecualikan

oleh undang, karena asuransi adalah perjanjian yang sah menurut

undang-141

(45)

undang.142Pihak yang ada dalam perjanjian pertanggungan adalah pihak penanggung dan pihak tertanggung. Dalam perjanjian asuransi kredit ini bank adalah sebagai pihak pembuat perjanjian sedang PT. Askrindo adalah sebagai pihak penanggung.

PT. Askrindo berhak mendapat premi dari bank, bukan dari nasabah, tetapi pada dasarnya bank telah memperhitungkan premi itu dalam memberikan kredit pada masalah yang bersangkutan. Jumlah pertanggungan pada umumnya berjalan tetap

sampai pertanggungannya berakhir. Tetapi dalam pertanggungan kredit sejak pertanggungan ditutup hingga berakhir akan berubah menurun. Hal ini terjadi sebab kredit yang diterima oleh debitur harus dikembalikan pada waktu-waktu yang telah

ditentukan yaitu dengan cara mengangsur. Jadi pada saat kemudian jumlah kredit yang ditanggung oleh penanggung akan menjadi semakin kecil dan semakin kecil resiko yang ditanggung berarti semakin kecil jumlah penggantian kerugian.

Dalam praktek besarnya kredit yang dipertanggungkan bank tidak seluruh kredit tapi hanya sebagian maksimum kreditnya. Berarti pertanggungan kredit yang terjadi dalam praktek perbankan adalah pertanggungan dibawah nilai. Jadi jika terjadi kerugian bank masih menanggung sebagian dari kerugian dari penanggung. Sehingga

bank masih punya hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya pada nasabah, sebatas kerugian yang tidak ditutup oleh penanggung. Sedang yang ditutupi oleh penanggung adalah hak penanggung untuk menuntut pemenuhannya.

(46)

Hak penanggung menuntut ganti rugi pada debitur adalah berdasarkan subrograsi (penggantian hak-hak si berpiutang oleh seorang pihak ketiga, yang membayar kepada si berpiutang itu, terjadi baik dengan persetujuan maupun

demi undang-undang) yang diatur oleh Pasal 284 KUHD. Penuntutan hak penanggung kepada debitur dilakukan oleh bank. Setelah debitur memenuhi semua kewajibannya pada bank barulah bank memberikannya penanggung. Menurut saya

hal ini dapat dimengerti karena perjanjian asuransi dilakukan oleh bank dengan si penanggung nasabah tidak mempunyai hubungan apapun, kerugian kepada debitur yang dalam hal ini adalah bank. Baru setelah itu bank memberikan kepada

penanggung. Jadi pada dasarnya penanggung menuntut pemenuhan pada bank bukan pada nasabah.

Besarnya premi yang harus dibayar tergantung pada jenis kredit yang

disalurkan oleh pihak bank. Untuk kredit seperti KIK/KMKP preminya 3% dan penarikan premi adalah pada saat realisasi kredit, biaya premi ditanggung oleh bank dan Bank Indonesia masing-masing 50 % (jadi setengah dari premi 3 %). Sedangkan untuk kredit eksploitasi biasa dengan maksimum kredit Rp 2.000.000,00 (dua juta

rupiah) besar preminya. Untuk kredit yang berbentuk rekening koran seperempat persen dari besarnya kredit perbulannya dan ditarik selam 4 bulan berturut-turut. Untuk kredit yang bentuknya persekot dikenakan premi satu persen dari besarnya

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghindari terjadinya permasalahan-permasalahan yang timbul akibat dari perjanjian kredit antara Pegawai Negeri Sipil dengan Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat

Sedangkan kendala dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah untuk Pegawai Negeri adalah wanprestasi,dimana sebab terjadinya wanprestasi tersebut adalah Pegewai Negeri Sipil

Penulisan hukum ini membahas tentang pemenuhan aspek hukum jaminan Tabungan Asuransi Pegawai Negeri sebagai jaminan, prosedur perjanjian kredit dengan menggunakan

Untuk mengetahui dan memahami upaya yang dilakukan pihak BRI untuk mengatasi permasalahan dalam perjanjian kredit dengan jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri

Hambatan-hambatan yang Timbul dalam Pelaksanaan Kredit dan Cara Mengatasinya Dalam penelitian ini hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit dengan

Surat Keputusan bukan merupakan benda-benda yang dapat dipindah tangankan (yang mempunyai nilai pengoperan) tetapi dalam dunia perkreditan (karena adanya

Tan Kammelo, Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan Antara Bank Dengan Nasabah, Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum

bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dengan baik.. contract ), di mana dalam perjanjian tersebut pihak debitur hanya dalam posisi. menerima