• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN AS (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN AS (1)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ASMA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma adalah penyebab utama penyakit kronik pada anak, yang menyebabkan sebagian besar hilangnya hari sekolah akibat penyakit kronik. Asma mempunyai awitan pada setiap usia. Sekitar 80-90% anak asma mendapat gejala pertama sebelum usia 4-5 tahun. Pada suatu waktu selama masa anak akan mendapat gejala dan tanda yang sesuai dengan asma. Kira-kira 2-20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak Indonesia, namun diperkirakan berkisar antara 5-10%. Di Poliklinik Sub Bagian Paru Anak FKUI-RSCM Jakarta, lebih dari 50% kunjungan merupakan penderita asma.

Berat dan perjalanan asma sulit diramalkan. Sebagian besar anak yang menderita sebagian kecil akan menderita asma berat yang sulit diobati, biasanya lebih bersifat menahun daripada musiman. Yang menyebabkan ketidakberdayaan dan secara nyata mempengaruhi hari-hari sekolah, aktivitas bermain, dan fungsi sehari-hari-hari-hari. Sungguh merupakan hal yang tidak menyenangkan apabila dalam masa-masa bermain dan beraktivitas, anak-anak terganggu karena penyakit yang diderita. Hal ini tentunya membutuhkan perhatian khusus baik berupa perawatan, pengobatan dan pencegahan.

Oleh karena itu penyakit asma memerlukan penanganan khusus terlebih lagi pada anak-anak yang selalu diliputi keceriaan dalam hari-hari dalam bermain dan beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tenaga kesehatan dari berbagai bidang multidisipliner. Dalam pelayanan keperawatan, perawat mempunyai peranan sebagai tenaga profesional yaitu bertindak memberikan asuhan keperawatan, penyuluhan kesehatan kepada orang tua, memberikan informasi tentang pengertian, tanda dan gejala, serta pencegahan secara mandiri maupun secara kolaboratif dengan berbagai pihak.

(2)

Adapun tujuan penulisan makalah ini agar kita sebagai perawat profesional mampu:

1. Memperoleh pengalaman nyata di dalam merawat pasien dengan Asma Bronchiale sesuai dengan konsep asuhan keperawatan yang telah diperoleh dari perkuliahan.

2. Memperoleh informasi atau gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan Asma Bronchiale.

C. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah :

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan mengambil beberapa literatur yang berhubungan dengan Asma Bronchiale.

2. Studi Kasus

Pengambilan kasus langsung di unit Pediatric RN I yang meliputi pengkajian, observasi, wawancara, intervensi dan evaluasi.

D. Sistematika Penulisan

(3)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik

1. Definisi

Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luar saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan (Buku Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FKUI).

Asthma Bronchiale adalah penyakit yang mempunyai karakteristik dengan peningkatan respon trakhea dan bronkus dengan berbagai macam stimulasi: psikologis, otonom, infeksi, endokrin, kekebalan imun dan biokimia. (Nancy Holloway Medical, Surgical Nursing Care Plan).

2. Anatomi Fisiologi

Sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang mengantarkan udara luas agar bersentuhan dengan membran-membran kapiler alveoli paru. Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, pharing, laring, bronkus dan bronkioulus yang

dilapisi oleh membran mukosa bersilia.

a. Hidung

Ketika udara masuk ke rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel-partikel yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat di dalam hidung, sedangkan partikel halus akan dijerat dalam lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam saluran pernafasan bagian bawah.

b. Pharing

(4)

Hubungan pharing dengan rongga-rongga lain: ke atas berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut. Tempat hubungan ini bernama istmus fausium lubang esophagus.

Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening. Perkumpulan getah bening dinamakan adenoid. Di sebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat epiglotis (empang tengkorak) yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.

Rongga tekak dibagi menjadi 3 bagian:

 Bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.

 Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring.

 Bagian bawah skali dinamakan laringofaring. c. Laring

Laring terdiri dari satu seri cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot pita suara. Laring dianggap berhubungan dengan fibrasi tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan laring akan bergerak ke atas glotis menutup.

Alat ini berperan untuk membimbing makanan dan cairan masuk ke dalam esophagus sehingga kalau ada benda asing masuk sampai di luar glotis maka laring mempunyai fungsi batuk yang membantu benda dan sekret dari saluran inspirasi bagian bawah.

d. Trakea

Trakea disokong oleh cincin tulang yang fungsinya untuk mempertahankan oagar trakea tatap terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang terdiri atas epitelium bersilia, jurusan silia ini bergerak jalan ke atas ke arah laring, maka dengan gerakan ini debu dan butir halus yang turut masuk bersama dengan pernafasan dapat dikeluarkan.

(5)

Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu bronkus utama kiri dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki syaraf yang menyebabkan

bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar yang arahnya hampir vertikal, sebalinya bronkus ini lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utama bronkus bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian segmentalis. Percabangan ini berjalan terus dan menjadi bronkiolus terminalis yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli.

f. Bronkiolus

Saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis merupakan saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris, sakus alveolaris terminalis, alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding septus atau septum.

Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan yang dapat mengurangi tegangan pertukaran dalam mengurangi resistensi pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps alveolus pada ekspirasi.

Peredaran Darah Paru-Paru

Paru-paru mendapat dua sumber suplai darah yaitu dari arteri bronkialis (berasal dari aorta thorakhalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus) dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sitemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme paru.

Vena bronkialis besar bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena pulmonalis. Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan jantung mengalirkan darah vena campuran ke paru-paru. Di paru-paru terjadi pertukaran gas antara alveoli dan darah, darah yang teroksigenasi dikembalikan ke ventrikel kiri jantung melalui vena pulmonalis, yang selanjutnya membagikannya melalui sirkulasi sistemik ke seluruh tubuh.

Proses Pernafasan dipengaruhi oleh:

(6)

Perfusi : distribusi oksigen oleh darah ke seluruh pembuluh darah di paru-paru.

Difusi : pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.

Transportasi : pengangkutan O2-CO2 yang berperan pada sistem cardiovaskuler.

3. Etiologi

 Faktor Ekstrinsik

Ditemukan pada sejumlah kecil pasien dewasa dan disebabkan oleh alergen yang diketahui karena kepekaan individu, biasanya protein, dalam bentuk serbuk sari yang hidup, bulu halus binatang, kain pembalut atau yang lebih jarang terhadap makanan seperti susu atau coklat, polusi.

 Faktor Intrinsik

Faktor ini sering tidak ditemukan faktor-faktor pencetus yang jelas. Faktor-faktor non spefisik seperti flu biasa, latihan fisik atau emosi dapat memicu serangan asma. Asma instrinsik ini lebih biasanya karena faktor keturunan dan juga sering timbul sesudah usia 40 tahun. Dengan serangan yang timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakeobronchial.

4. Patofisiologi

Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor berikut ini.

1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas. 2. Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.

(7)

Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.

Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.

Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.

Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok, emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.

Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi.

Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan pengeluaran CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri (pa CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai ventilasi alveolar yang menurun menyebabkan retensi CO2 dalam darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas.

(8)

pembuluh darah yang lebih besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan.

5. Tanda dan Gejala

Gejala asma yang klasik terdiri atas batuk, sesak dan mengie (wheezing) dan sebagian penderita disertai nyeri dada). Gejala-gejala tersebut tidak selalu terdapat bersama-sama, sehingga ada beberapa tingkat penderita asma sebagai berikut:

 Tingkat I penderita asma secara klinis normal. Gejala asma timbul bila ada faktor pencetus.

 Tingkat II penderita asma tanpa keluhan dan tanpa kelainan pada pemeriksaan fisik tetapi fungsi paru menunjukan tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

 Tingkat III penderita asma tanpa golongan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun fungsi paru menunjukan obstruksi jalan nafas.

Misal: Tingkat II dijumpai setelah sembuh dari serangan asma.

Tingkat III penderita sembuh tetapi tidak menemukan pengobatannya.

 Tingkat IV penderita asma yang paling sering dijumpai mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas berbunyi.

Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan ditemukan obstruksi jalan nafas. Pada serangan asma yang berat gejala yang timbul antara lain:

a. Kompresi otot-otot bantu pernafasan terutama otot sterna. b. Cyanosis

c. Silent chest

(9)

e. Penderita tampak letih, hiperinflasi dada f. Thacycardi

 Tingkat V status asmatikus yaitu serangan asma akut yang berat bersifat refrater sementara terhadap pengobatan yang langsung dipakai.

6. Test Diagnostik

1. Tes kulit (tuberculin dan alergen)

Tes kulit (+) reaksi lebih hebat, mengidentifikasi alergi yang spesifik.

2. Rontgen: foto thorax menunjukan hiperinflasi dan pernafasan diafragma. 3. Pemeriksaan sputum: Dapat jernih atau berbusa (alergi)

Dapat kental dan putih (non alergi)

Dapat berserat (non alergi)

4. Pemeriksaan darah: * Eusinofilia (kenaikan badan eusinofil) * Peningkatan kadar IgE pada asma alergi

* AGD  hipoxi (serangan akut)

7. Penatalaksanaan Medik

Ada lima kategori pengobatan yaitu:

(10)

Medikasi awal untuk mendilatasi otot-otot polos bronchial, meningkatkan gerakan siliarism, menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan menguatkan efek bronkodilatasi dari

kortikosteroid.

Contoh: Epinenin, Abuterol, Meraproterenol

2. Methil Santik

Mempunyai efek bronkodilator, merileksasikan otot-otot polos bronkus, meningkatkan gerakan mukus, dan meningkatkan kontraksi diafragma.

Contoh: Aminofilin, Theofilin

3. Anti Cholinergik

Diberikan melalui inhalasi bermanfaat terhadap asmatik yang bukan kandidat untuk antibodi 

dan methil santin karena penyakit jantung.

Contoh: Atrofin

4. Kortikosteroid

Diberikan secara IV, oral dan inhalasi. Mekanisme kerjanya untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor.

Contoh: hidrokortison, prednison dan deksametason

5. Inhibitor Sel Mast

Contoh: natrium bromosin adalah bagian integral dari pengobatan asma yang berfungsi mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilaktik.

8. Komplikasi

1. Pneumothorax

(11)

3. Atelektasis

4. Asper gilosis bronkopulmoner 5. Alergi

6. Gagal nafas 7. Bronchitus 8. Fraktur iga.

B. Konsep Dasar Keperawetan

1. Pengkajian

a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan - Klien mengeluh sesak nafas, batuk, lendir susah keluar - Mengeluh mudah lelah dan pusing

- Data penggunaan obat

- Klien mengenal/tidak mengenal penyebab serangan b. Pola nutrisi metabolik

- Mual, muntah, tidak nafsu makan

- Menunjukan tanda dehidrasi, membran mukosa kering - Cyanosis, banyak keringat

(12)

- Aktivitas terbatas karena adanya wheezing dan sesak nafas - Kebiasaan merokok

- Batuk dan lendir yang sulit dikeluarkan

- Menggunakan otot-otot tambahan saat inspirasi d. Pola tidur dan istirahat

- Keluhan kurang tidur

- Lelah akibat serangan sesak nafas dan batuk e. Pola persepsi dan konsep diri

- Klien kemungkinan dapat mengungkapkan strategi mengatasi serangan, tetapi tidak mampu mengatasi jika serangan datang.

f. Pola kognitif dan persepsi sensori

- Sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakitnya - Kemampuan mengatasi masalah

- Melemahnya proses berfikir

(13)

i. Mekanisme dan toleransi terhadap stress - Mengingkari

- Marah - Putus asa

2. Diagosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret. b. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2.

c. Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik.

d. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d pemasukan yang tidak adekuat: mual, muntah dan tidak nafsu makan.

e. Kecemasan b.d sesak nafas dan takut.

f. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan akut.

g. Resiko tinggi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahan utama (penurunan kerja silia dan menetapnya sekret).

h. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi.

3. Rencana Tindakan

(14)

HYD: - Suara nafas vesikuler

- Bunyi nafas bersih, tidak ada suara tambahan Intervensi:

1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronchi.

R/ Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius misalnya: penyebaran, krekels basah (bronkitis), bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau tidak adanya bunyi nafas (asma berat).

2. Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat radio inspirasi/ekspirasi.

R/ Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.

3. Catat adanya derajat dyspnea misalnya keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.

R/ Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit. Misalnya infeksi, reaksi alergi.

4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.

R/ Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dll membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.

5. Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya: debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.

(15)

6. Dorong/bantu latihan nafas abdomen atau bibir.

R/ Memberikan pasien-pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dyspnea dan menurunkan jebakan udara.

7. Observasi karakteristik batuk misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.

R/ Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.

8. Tingkatkan masukan cairan antara sebagai pengganti makanan.

R/ Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret. Mempermudah pengeluaran. Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

b. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan suplai O2.

HYD: - Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

Intervensi:

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.

R/ Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan atau kronisnya penyakit.

2. Awasi secara rutin kulit dan membran mukosa.

R/ Kemungkinan cyanosis perifer terlihat pada kuku, bibir dan daun telinga.

(16)

R/ Hipoxemia biasanya terjadi pada saat akut keadaan lanjut pCO2 akan meningkat. 4. Monitor tingkat kesadaran, kelainan sakit kepala dan gangguan penglihatan. R/ Sebagai parameter menunjukan beratnya serangan.

5. Monitor TTV dan penggunaan otot bantu pernafasan.

R/ Indikator yang menunjukan hipoxemia dan meningkatkan usaha untuk ventilasi.

c. Intoleransi beraktivitas dalam melakukan perawatan diri b.d sesak dan kelemahan fisik. HYD: - Mampu beraktivitas sesuai keadaan.

- Merawat diri secara mandiri. Intervensi:

1. Kaji keluhan sesak, pusing dan kemampuan merawat diri klien. R/ Memahami masalah klien.

2. Bantu personal higiene (mandi, berpakaian, bab, bak). R/ Higiene klien terpenuhi.

d. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tidur b.d pemasukan yang tidak adekuat akibat dari mual, muntah, tidak nafsu makan.

HYD: - Nutrisi terpenuhi secara adekuat.

(17)

1. Kaji status nutrisi klien.

R/ Klien dengan distress pernafasan sering anoreksia dikarenakan dyspnea, produksi sputum dan obat-obatan.

2. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.

R/ Kegagalan pernafasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori.

3. Auskultasi bising usus.

R/ Penurunan bising usus menunjukan penurunan motilitas gaster dan konstipasi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas.

4. Hindarkan makanan yang menghasilkan sisa gas dan karbonat.

R/ Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu pernafasan abdomen.

5. Beri makanan porsi kecil dan sering.

R/ Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

e. Kecemasan b.d sesak nafas dan takut. HYD: - Ekspresi wajah rileks.

- Mengungkapkan perasaan cemas berkurang. - TTV dalam batas normal.

Intervensi:

(18)

R/ Untuk menentukan intervensi selanjutnya dan membantu pasien meningkatkan beberapa perasaan kontrol emosi.

2. Kaji kebiasaan ketrampilan koping.

R/ Memberikan pasien tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan otot.

3. Beri dukungan emosional, tetap berada di dekat pasien selama serangan akut, antisipasi kebutuhan pasien, berikan keyakinan lingkungan.

R/ Menurunkan stress dan meningkatkan relaksasi dan kemampuan koping.

4. Implementasikan teknik relaksasi, petunjuk imajinasi, relaksasiotot.

R/ Memberikan pasien untuk tindakan mengontrol untuk menurunkan ansietas dan ketegangan otot.

5. Jelaskan prosedur-prosedur, berikan pertanyaan-pertanyaan. R/ Menurunkan stress dan meningkatkan relaksasi.

6. Pertahankan periode istirahat yang telah direncanakan dan kegiatan sehari-hari yang ringan dan sederhana, jangan anjurkan berbicara bila sedang dyspnea berat, batasi pengunjung bila perlu dan berikan dorongan untuk melakukan periode istirahat dengan sering.

R/ Menurunkan stress dan meningkatkan relaksasi.

f. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru selama serangan akut. HYD: Pasien mempertahankan pola nafas efektif yang ditunjukan oleh:

- Frekuensi irama dan kedalaman pernafasan. - Tidak terdapat atau dyspnea berkurang.

(19)

Intervensi:

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada serta catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu atau pelebaran nasal.

R/ Kecepatan biasanya meningkatkan dyspnea dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.

2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius seperti krekels, mengi, gesekan pleural.

R/ Ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas/kegagalan pernafasan.

3. Beri posisi semi fowler. R/ Membantu ekspansi paru.

4. Bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif.

R/ Membantu mengeluarkan sputum dimana dapat mengganggu ventilasi dan ketidaknyamanan upaya bernafas.

5. Berikan therapi oksigen sesuai pesanan.

R/ Memaksimalkan persediaan oksigen untuk pertukaran gas.

6. Berikan obat-obatan sesuai pesanan. R/ Mempercepat penyembuhan.

(20)

HYD: Tidak terjadi infeksi ditandai dengan tidak ditemukannya kemerahan, panas dan pembengkakan.

Intervensi:

1. Observasi TTV.

R/ Indikator tanda-tanda infeksi.

2. Observasi warna, karakter dan bau sputum.

R/ Sekret berbau kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru.

3. Anjurkan pasien membuang tissue dan sputum pada tempatnya. R/ Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.

4. Dorong keseimbangan antara aktivitas dengan istirahat.

R/ Menurunkan konsumsi atasu kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.

5. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

R/ Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.

6. Berikan obat sesuai pesanan. R/ Mencegah terjadinya infeksi.

h. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi.

HYD: Pasien mendemonstrasikan pengetahuan tentang penatalaksanaan perawatan kesehatan seperti yang dijelaskan tentang prinsip perawatan diri yang berhubungan dengan proses penyakit.

(21)

1. Kaji tingkat pengertian mengenai proses penyakit. R/ Untuk menentukan intervensi selanjutnya.

2. Jelaskan pentingnya pencegahan, serangan selanjutnya. R/ Menambah pengetahuan dan partisipasi pasien.

3. Jelaskan pentingnya latihan pernafasan dan batuk efektif. R/ Membantu meminimalkan kolaps jalan nafas.

4. Jelaskan tentang proses penyakit dan perawatan diri selama serangan hebat. R/ Menurunkan ansietas dan dapat kooperatif dari pasien.

5. Jelaskan pentingnya diit dan cairan: makan seimbang dan bergizi, hindari penambah berat badan yang berlebihan, perbanyak cairan 2000-3000 ml/hari kecuali ada kontraindikasi.

R/ Meningkatkan kooperatif dari pasien.

6. Diskusikan mengenai obat, nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping serta pentingnya minum obat sesuai pesanan.

R/ Meningkatkan pengetahuan pasien dan pasien dapat kooperatif dalam proses penyembuhannya.

4. Discharge Planning

1. Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan, mendeteksi substansi yang mencetuskan terjadinya serangan.

(22)

3. Menganjurkan pasien untuk segera melaporkan tanda-tanda dan gejala yang menyulitkan seperti bangun saat malam hari dengan serangan akut atau mengalami infeksi pernafasan.

4. Hidrasi adekuat harus dipertahankan untuk menjaga sekresi agar tidak mengental.

5. Pasien harus diingatkan bahan infeksi harus dihindari karena infeksi dapat mencetuskan serangan.

(23)

II. Konsep Keperawatan

Pengkajian Keperawatan

Anamnesis

Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu dilakukan pada klien dengan asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopic. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya factor non-atopik. Tempat tinggal yang menggambarkan kondisi tempat klien berada. Berdasarkan tempat alamat tersebut, dapat diketahui pula factor yang memungkinkan menjadi pencetus serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan factor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga dapat dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan allergen. Hal ini yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan dan diagnosis medis.

Keluhan utama meliputi sesak nafas, bernafas terasa berat pada dada, adanya keluhan sulit untuk bernafas.

Riwayat Penyakit Saat Ini

Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, pengugunaan otot bantu pernafasan, kelelahan,gangguan kesadaran, sianosis dan perubahan tekanan darah.

Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batul-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas , berusah untuk nafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi(wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna kulit mulai membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara nafas karean aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama nafas meningkat karena asfiksia.

Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang bias diminum klien dan memeriksa kemvali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.

Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya ineksi saluran pernafasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringkan gejala asma.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pad anggota keluarga karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh factor genetic dan lingkungan.

Pengkajian Psiko-Sosio-Kultural

(24)

Seorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensial mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidak harmonisan hubungan dengan orang lain, sampai menghalangi ketakutan tidak dapat menjalani peranan seperti semula.

Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidunya sesuai kondisi yang tidak akan menimbulkan serangan asma.

Pola Hubungan dan Peran

Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan diri kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di lingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan kerja serta perubahan peran yang terjadi setealh klien mengalami serangan asma.

Pola Persepsi dan konsep Diri

Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat menhambat respons kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri salah juga akan menjadi stressor dalm kehidupan klien. Semakin banyak stressor yang ada pada kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.

Pola Penanggulangan Stress

Stress dan ketegangan emosional merupakan factor intrinsic pencetus serangan asma. Oleh karena itu perlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan klien serat cara penangulangan terhadap stressor.

Pola Sensorik dan Kognitif

Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan memengaruhi konsep diri klien dan akhirnya memengaruhi jumlah stressor yang dialami klien sehingga kemungkaian terjadi seranagn asma berulang pun akan semakin tinggi.

Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadarn klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernafasan yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien.

B1 (Breathing) Inspeksi

Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, serta penggunaan otot bantu pernafasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernafasan dan frekuensi pernafsan.

Palpasi

(25)

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.

Auskultasi

Terdapat suara vesikuler yang meningkatkan disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.

B2 (Blood)

Perawat perlu memonotori dampak asma pada status kardiovaskuler meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi,tekanan darah, dan CRT.

B3(Brain)

Pada saat inspeksi,tingkat kesadarn perlu dikaji. Di samping itu, diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos mentis,somnolen, atau koma.

B4(Bladder)

Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonotor ada tidaknya oligouria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.

B5(Bowel)

Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pengkaji tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak nafas,sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi,hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.

B6(Bone)

Dikaji adanya edema ekstremitas,tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,kelembapan,mengelupas atau bersisik, pendarahan, pruritus,eksim,dan adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa lama(Muttaqin,2008)

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa 1:

 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkhokonstriksi, bronkhospasme ditandai dengan sekresi mucus yang kental, adanya wheezing,RR meningkat (lebih dari 22x/mnt), HR meningkat (lebih dari 100x/mnt), napas dangkal dan cepat, menggunakan otot bantu napas.

Tujuan :

 Bersihan jalan napas kembali efektif setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam

Kriteria Hasil:

(26)

 Tidak ada suara nafas tambahan dan wheezing

 Pernapasan klien normal ( 16 -20 x /menit) tanpa adanya pengguanaan otot bantu napas.

 Frekuensi nadi 60-120 x /menit. Intervensi:

 Mandiri :

1.) Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan ( posisi semi fowler)

Rasional : posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada proses ekspirasi paru. 2.) Kaji Warna, kekentalan dan jumlah sputum

Rasional : karekteristik sputum dapat menunjukkan barat ringannya obstruksi. 3.) Atur posisi semifowler

Rasional : posisi semi fowler meningkatkan ekspansi paru. 4.) Ajarkan cara batuk efektif dan terkontrol

Rasional : batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan pengeluaran secret yang melekat dijalan napas.

5.) Bantu klien latihan napas dalam.

Rasional : ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas dan meningkatkan gerakan secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.

6.) Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan

Rasional : Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengefektifkan pembersihan jalan nafas.

7.) Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural dranase, perkusi,fibrasi dada. Rasional : fisioterapi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan secret.

 Kolaborasi :

1.) Kolaborasi pemberian obat bronkodilator

Rasional : Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area broncus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.

2.) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat agen mukolitik dan ekspektoran

Rasional : agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan. Agen ekspektoran akan memudahkan secret lepas dari perlengketan jalan napas .

(27)

Rasional : kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronkus.

Diagnosa 2

 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energy/kelelahan di tandai dengan sesak napas, takipnea, orthopnea, tarikan interkostal/penggunaan otot napas tambahan untuk bernapas, napas pendek, napas pursed-lip.

Tujuan:

 Pola nafas kembali efektif setelah di lakukan tindakan keperawatan selama … x 24 Kriteri Hasil :

 pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa adanya penggunaan otot bantu napas.

 Tidak terdapat suara nafas tambahan atau wheezing.

 Status tanda vital dalam batas normal. - nadi 60 - 100x /menit

- RR 16-20 x/mnt

 Klien dapat mendemonstrasikan teknik distraksi pernapasan.

Intervensi: Mandiri :

1.) Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan ( posisi semi fowler)

Rasional : posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada proses ekspirasi paru. 2.) Pantau kecepatan, irama, kedalaman pernapasan dan usaha respirasi.

Rasional : Memantau pola pernafasan harus dilakukan terutama pada klien dengan gangguan pernafasan .

3.) Perhatikan pergerakan dada , amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas, serta retraksi otot supraklavikular dan interkostal.

Rasional : melakukan pemeriksaan fisik pada paru dapat mengetahui kelainan yang terjadi pada klien .

4.) Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan / tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi napas tambahan.

(28)

5.) Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan tersengal-sengal. Rasional : Ansietas dapat memicu pola pernapasan seseorang.

6.) Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode distress pernapasan Rasional : Teknik distraksi dapat merileksasikan otot –otot pernapasan. Kolaborasi :

1) Kolaborasi dengan dokter pemberian bronkodilator.

Rasional : pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronkus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.

Diagnosa 3

 Pertukaran gas berhubungan dengan kelelahan otot respiratory ditandai dengan dispnea, peningkatanPCO2, peningkatan penggunaan otot bantu napas

Tujuan :

 Pertukaran gas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x24 jam. Kriteria Hasil :

 Klien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi dalam pernapasan.

 Frekuensi napas 16-20 x /menit dan tidak sesak napas

1.) Pantau status pernapasan tiap 4 jam,hasil GDA,intake dan output.

Rasional : untuk mengindenfikasi indikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien. 2.) Tempatkan klien pada posisi semi fowler

Rasional: posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik.

3.) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda-tanda toksisitas. Rasional : pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronchus seperti kondisi sebelumnya. 4.) Tingkatkan aktifitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi pernapasan akan meningkat dengan

aktivitas.

(29)

Kolaborasi:

1.) Berikan terapi intravem sesuai anjuran (kolaborasi dengan dokter)

Rasional : Untuk memungkinkan dehidrasi yang cepat dan tepat mengikuti keadaan vaskuler untuk pemberian obat-obat darurat.

2.) Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2. Rasional : pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernafasan.

Diagnosa 4:

 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen ditandai dengan kelelahan, dispnea, sianosis

Tujuan :

 Dalam waktu …x24 jam setelah diberikan intervensi klien dapat melakukan aktivitas sesuai kebutuhan .

a.) Jelaskan aktivitas dan factor ysng dapat meningkatkan kebutuhan oksigen

Rasional : merokok ,suhu ekstrem dan stress menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan meningkatkan beban jantung .

b.) Ajarkan progam relaksasi

Rasional : mempertahankan, memperbaiki pola nafas teratur . c.) Buat jadwal aktivitas harian ,tingkatkan secara bertahap.

Rasional : mepertahankan pernapasan lambat dengan tetap memperhatikan latihan fisik memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan

d.) Ajarkan teknik napas efektif.

Rasional : meningkatkan oksigenasi tanpa mengorbankan banyak energi . e.) Pertahan kan terapi oksigen tambahan .

(30)

f.) Kaji respon abnormal setelah aktivitas.

Rasional : respon abnormal meliputi nadi , tekanan darah , dan pernafasan yang meningkat . g.) Beri waktu istirahat yang cukup.

Rasional : meningkatkan daya tahan klien, mencegah kelelahan . Kolaborasi :

Referensi

Dokumen terkait

Objective function dari economic load dispatch dengan penambahan pembangkit tenaga angin adalah untuk mencari biaya paling optimal dan minimal dari suatu sistem tenaga

Analisa aktivitas dapat menurunkan biaya malalui dengan 4 cara, yaitu (a)  penghilangan aktivitas (activity elimination); tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan

Para pengarang yang terdiri daripada para imam sama ada dalam bidang fiqh, tasawwuf atau hadis, sekali sekala mereka meriwayatkan sesuatu yang tidak mereka ketahui bahawa ia

Selain itu, hal yang mendorong penulis tertarik memilih bahasa Buol sebagai penelitian dengan judul “Afiks Pembentuk Verba bahasa Buol” yaitu : (1) Merupakan

INFEKSI MANIFESTASI KLINIS SUPERVISIAL T!'ubrum C!Albikans 'ing*rm Kaki atlet +ul,,aginitis Oral thrush SUBKUTAN!. S!s-henskii

2. Saya atau mana-mana individu yang mewakili syarikat ini bertanggungjawab memastikan Dasar Keselamatan ICT UNIMAS difahami dan dipatuhi oleh semua individu di dalam

Dari hasil perhitungan tegangan jepitan pada transformator berdasarkan jarak dan tingkat kecuraman muka gelombang, diperoleh hasil bahwa jarak antara arrester

pada area dia mereka bekerja, seperti: di bidang preparedness, mitigasi dan restorasi (rehab rekons) • Partisipasi dan community base • Pembentukan kelompok