6 BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Literasi Media
2.1.1 Pengertian Literasi Media
Literasi media dipahami sebagai proses pembacaan isi media dengan kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan membangun pesan dalam bentuk yang luas dan bervariasi. Konteks literasi media adalah suatu pengajaran pada anak-anak, remaja dan dewasa untuk kritis dan analitis terhadap isi media massa baik media massa cetak maupun elektronik. Di samping itu, dipahami literasi media sebagai penyusunan konsep literasi atau pembacaan terhadap isi media, dimana terjadi perubahan dari sikap mengkonsumsi pesan-pesan menjadi sikap yang aktif dan kritis terhadap isi media yang dirasakan berdampak buruk bagi keluarga/masyarakat sehingga anak-anak, remaja dan orang dewasa dapat mencegah dampak negatif (Media Literasi, 20/03/2010). Jadi literasi media adalah upaya mendidik publik agar tidak terpengaruh oleh isi media yang bersifat negatif terhadap kejiwaan dan aksi atau tindakan publik penerimaan isi media tersebut. Dalam tulisan penelitian ini media massa yang diteliti adalah televisi
7
(CML, 2003) menyebutkan bahwa literasi media mencakup beberapa kemampuan, yaitu:
1. Kemampuan mengkritik media
Halayak dapat memahami secara tepat problematika proses-proses sosial dalam media dan mampu memberi alasan secara terorganisasi dan mengevaluasi kualitas suatu alasan secara sistematis.
2. Kemampuan memproduksi media
Kemampuan dalam menciptakan media yang layak dilihat dan produk dapat dikomunikasikan secara total yaitu audio, visual, dan gerak. 3. Kemampuan mengajarkan tentang media
Kemampuan memberikan cara-cara atau petunjuk tentang media kepada halayak agar halayak dapat kritis dalam memilih.
4. Kemampuan mengeksplorasi sistem pembuatan media
Kemampuan identifikasi, pemanfaatan sistem untuk meraih keuntungan dalam produksi media.
5. Kemampuan mengeksplorasi berbagai posisi
Kemampuan identifikasi dampak positif dan dampak negatif dari media sehingga individu dapat mengambil keputusan secara tepat bahwa dampak dari media baik atau tidak untuk diri individu.
6. Kemampuan berpikir kritis atas isi media
8 2.1.2 Tujuan pembelajaran literasi media
Menurut Yosal, (2009) Tujuan pembelajaran literasi media sebagai berikut: 1. Dapat memahami dan mengapresiasi program yang ditonton
2. Menyeleksi dampak dari acara televisi
3. Dapat mengambil manfaat dari acara yang ditonton 4. Pembatasan jumlah jam menonton
2.1.3 Aspek-aspek literasi media
Menurut Yosal, (2009) Aspek-aspek literasi media sebagai berikut: 1. Pengetahuan tentang dunia media massa, dengan pokok bahasan:
a. Jenis-jenis media
1. Media Massa Cetak (Printed Media). Media massa yang dicetak dalam lembaran kertas seperti: koran atau suratkabar, tabloid, majalah, buku, newsletter, bulletin.
2. Media Massa Elektronik (Electronic Media). Jenis media massa yang isinya disebarluaskan melalui suara atau gambar dan suara dengan menggunakan teknologi elektro, seperti radio, televisi, dan film.
3. Media Online (Online Media, Cybermedia), media massa yang dapat ditemukan di internet (situs web).
b. Fungsi media
9
apa saja di lingkungan masyarakat. Media massa memperbaruhi pengetahuan dan pemahaman manusia tentang lingkungan sekitar. 2. Fungsi interpretasi adalah fungsi media yang menjadi sarana
memproses, menginterpretasikan dan mengkorelasikan seluruh pengetahuan atau hal yang diketahui oleh manusia.
3. Fungsi transmisi nilai adalah fungsi media untuk menyebarkan nilai, ide dari generasi satu ke generasi yang lain.
4. Fungsi hiburan adalah fungsi media untuk menghibur manusia. Manusia cenderung untuk melihat dan memahami peristiwa atau pengalaman manusia sebagai sebuah hiburan.
c. Kepemilikan media.
d. Konsekuensi pemilihan media pada isi pesan media 2. Analisis isi pesan media massa, dengan pokok bahasan:
a. Proses penyusunan isi pesan media
b. Aturan main dalam penyusunan pesan media c. Kelengkapan informasi media massa
3. Evaluasi isi pesan media, dengan pokok bahasan: a. Isi pesan media dan kenyataan sehari-hari
b. Evaluasi isi pesan media berdasarkan norma sosial c. Evaluasi isi pesan media berdasarkan aturan agama 4. Membuat isi pesan untuk media, dengan pokok bahasan:
a. Menuliskan hasil evaluasi isi pesan media masa
10 2.1.4 Tahap-tahap Literasi Media (televisi)
Bagi orang-orang yang telah memahami literasi media tahap-tahap yang akan dilakukan adalah:
1. Pembatasan waktu untuk menonton televisi serta pemlihan terhadap stasiun yang dianggap lebih baik.
2. Pendidikan publik agar dapat mengkritisi dan menganalisis tayangan televisi melalui wadah kelompok aktif dan interatif terhadap isi media televisi.
3. Mempelajari lebih mendalam tentang dapur produksi media seperti a. Siapa yang memproduksi?
b. Apa tujuannya?
c. Siapa yang diuntungkan? d. Siapa yang dirugikan?
e. Siapa yang membuat keputusan?
Pada tahap ini sering disebut dengan analisis politik ekonomi media (Thomas, Elizabeth, 1955 dalam Dalila Sadida, 20 Maret 2010).
2.1.5 7 Keterampilan literasi media
Menurut W.James Potter, (2001) terdapat 7 keterampilan literasi media sebagai berikut:
1. Analysis
11
konteks dalam pesan pada media tertentu, mampu mendayagunakan informasi di media massa untuk membandingkan pernyataan-pernyataan pejabat publik, dengan dasar teori sesuai ranah keilmuannya.
2. Compare/Contrast
Kemampuan dalam menilai sebuah informasi itu dikemas dengan baik atau tidak, membandingkan norma dan nilai sosial terhadap isi yang dihadapi dari media.
3. Evaluation
Kemampu menghubungkan informasi yang ada di media massa itu dengan kondisi dirinya, dan membuat penilaian mengenai keakuratan, dan kualitas relevansi informasi itu dengan dirinya.
4. Abstracting
Kemampuan untuk meringkas/menangkap esensi dari isi pesan media.
5. Deduction
Kemampuan dalam menggunakan prinsip-prinsip umum yang ditarik kesimpulan untuk menjelaskan prinsip-prinsip khusus.
6. Induction
12
dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
7. Synthesis
Kemampuan untuk meringkas/menggabungkan unsur-unsur dalam struktur baru.
2.1.6 Sifat Literasi Media
Menurut W.James Potter, (2001)Sifat Literasi Media sebagai berikut: Literasi media bersifat multidimentional
1. Dimensi kognitif (informasi faktual: nama, alamat, dan lain sebagainya).
2. Dimensi emosional (informasi tentang perasaan: sesuatu yang ada di hati).
3. Dimensi aestatik (berkenaan dengan bagaimana memproduksi pesan media). Informasi ini memberikan dasar untuk melakukan penilaian.
13 2.2. Iklan Televisi
2.2.1. Pengertian Iklan Televisi
Menurut Kotler (2002), periklanan didefinisikan sebagai bentuk menyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara nonpersonal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran.
2.2.2 Jenis Iklan Televisi
Berdasarkan tujuannya, iklan diklasifikasikan menjadi 3 jenis meliputi: 1. Iklan Informatif (Informative Advertising)
Iklan Informatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bertujuan untuk membentuk atau menciptakan kesadaran / pengenalan dan pengetahuan tentang produk atau fitur-fitur baru dari produk yang sudah ada.
b. Menginformasikan perubahan harga dan kemasan produk. c. Menjelaskan cara kerja produk.
d. Mengurangi kekuatan konsumen. e. Mengoreksi produk.
2. Iklan Persuasif (Persuasive Advertising)
Iklan persuasif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
14
b. Mempersuasif khalayak untuk memilih merk tertentu. c. Menganjurkan untuk membeli.
d. Mengubah persesi konsumen.
e. Membujuk untuk membeli sekarang. 3. Iklan Reminder (Reminder Advertising)
Iklan Reminder mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bertujuan untuk mendorong pembelian ulang barang dan jasa.
b. Meningkatkan pembeli dimana membeli produk tersebut. c. Menjaga kesadaran akan produk (consumer’s state of mind). d. Menjalin hubungan baik dengan konsumen.
15 No Kategori kepuasan Indikator
1 Informasi a. Menemukan kejadian dan kondisi yang relevan b. Mencari nasehat dalam praktik sehari-hari atau opini dan pilihan keputusan
c. Memuaskan
d. Belajar melalui pendidikan mandiri
e. Dengan pengetahuan mendapatkan rasa aman 2 Identitas Pribadi a. Menemukan penguatan nilai pribadi
b. Menemukan model perilaku c. Mengidentifikasi dengan nilai lain d. Memahami diri lebih dekat 3 Integrasi dan
in-teraksi sosial
a. Memahami keadaan orang lain: empati sosial b. Mengenali orang lain dan merasa memiliki c. Menemukan basis untuk bercakap-cakap dan berinteraksi sosial
e. Menemukan pengganti untuk pertemanan real life f. Membantu mengemban peran sosial
g. Membuat seseorang mampu berhubungan dengan keluarga, teman, dan masyarakat
4 Hiburan a. Melarikan diri dari masalah b. Bersantai
c. Memperoleh nilai budaya dan keindahan d. Mengisi waktu
e. Melepas emosional f. Daya tarik seksual Sumber : Miller, 2005
16
Kondisi siaran televisi saat ini berkontribusi terhadap perubahan nilai-nilai budaya; termasuk perubahan pada sistem politik, ekonomi, agama, kependudukan dan lingkungan. Budaya yang diperkenalkan dan terus-menerus disosialisasikan melalui media televisi cenderung budaya massa/pop/urban padahal kita tahu kondisi masyarakat Indonesia sangat majemuk. Artinya, televisi dan media massa harus mencerminkan realitas yang sesungguhnya hidup di masyarakat, namun berorientasi menuju kepada kualitas hidup yang lebih baik di kalangan remaja dan anak-anak(Konsep-konsep Media Literacy, 2008).
2.3 Bimbingan Klasikal
2.3.1 Pengertian Bimbingan Klasikal
Bimbingan klasikal adalah bimbingan yang berorientasi pada kelompok siswa dalam jumlah yang cukup besar antara 30–40 orang siswa (sekelas). Bimbingan klasikal lebih bersifat preventif dan berorientasi pada pengembangan pribadi siswa yang meliputi bidang pembelajaran, bidang sosial dan bidang karir (Siwabessy dan Hastoeti, 2008).
2.3.2 Tujuan Bimbingan Klasikal
17
menerima dukungan atau dapat memberikan dukungan pada teman-temannya (Siwabessy dan Hastoeti, 2008).
2.3.3. Fungsi Bimbingan Klasikal
Secara rinci, fungsi bimbingan klasikal adalah sebagai berikut : (Siwabessy dan Hastoeti, 2008).
1. Fungsi preventif atau pencegahan adalah fungsi bimbingan untuk menghindarkan diri dari terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan dan ataupun membahayakan dirinya dan orang lain. 2. Fungsi pemahaman adalah fungsi bimbingan untuk membantu
siswa agar memiliki pemahaman terhadap dirinya dan lingkungannya, sehingga mampu mengembangkan potensi diri secara optimal, dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan secara dinamis dan konstrukstif.
2.3.4. Keunggulan Bimbingan Klasikal
Keunggulan bimbingan klasikal berdasarkan pendapat Siwabessy dan Hastoeti, (2008) sebagai berikut:
18
2. Bimbingan klasikal membuka peluang untuk siswa secara serempak mempunyai pengalaman belajar yang sama dan seragam.
3. Bimbingan klasikal memberikan kesempatan bagi siswa-siswa untuk mengimproviasasi kemampuan kreativitasnya dan sportivitasnya apabila mampu memanagement kelas dengan baik.
4. Bimbingan klasikal memungkinkan para siswa saling memahami, menilai, mengomentari dengan jujur dan tulus sesuai pengarahan konselor.
5. Bimbingan klasikal membantu siswa membina sikap asertif yang sangat diperlukan siswa dalam kehidupan mereka di masa mendatang. 6. Bimbingan klasikal akan memberikan peluang bagi siswa untuk belajar
bertoleransi siswa dalam memahami dan mengenal, menerima dan dapat mengarahkan diri secara positif apabila konselor mampu mengolah kelas dengan baik.
7. Bimbingan klasikal memberikan kesempatan bagi guru/konselor mengenal bakat-bakat khusus siswa observasi kelas, antara lain kepemimpinan, seni, olah raga, dan managerial.
19
9. Dalam bimbingan klasikal konselor menggunakan metode-metode pembelajaran yang bervariasi, menarik dan menyenangkan dan dapat dinikmati oleh siswa bersama-sama.
10. Metode belajar konsektual yang digunakan guru/konselor dalam bimbingan klasikal memungkinkan siswa akan belajar dari pengalaman diri sendiri bukan dari pemberian orang. Kemampuan pengetahuan dan keterampilan mereka semakin diperluas sehingga siswa mengetahui apa yang dimaksudkan dengan belajar, bagaimana belajar, dan apa kegunaan dari pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Melalui berbagai kelebihan dalam bimbingan klasikal ini akan membantu para guru/konselor di sekolah untuk memanfaatkan bimbingan klasikal secara efektif untuk membantu para siswa dalam menghadapi hal-hal yang penting dan dapat menyelesaikan tugas perkembangan secara maksimal.
2.3.5. Bimbingan Klasikal Memiliki Kelemahan
Menurut Siwabessy dan Hastoeti (2008) Kelemahan Bimbingan Klasikal adalah sebagai berkut :
20
2. Kreativitas Guru Bimbingan dan Konseling untuk menyusun program dan pengembangan materi bimbingan klasikal kurang.
3. Tidak ada paket panduan bimbingan klasikal. 4. Keterbatasan media elektronik.
5. Keterampilan dasar mengajar kurang memadai.
2.3.6 Layanan pribadi-sosial
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli menurut Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal (2007).
adalah sebagai berikut:
1. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/ Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
2. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing. 3. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif
21
4. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain. 6. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat.
7. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.
8. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
9. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
10. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
22
2.3.7 Metode pendekatan kelompok antara lain :
1. Grup proses yang membantu anggota kelompok untuk memelihara dan mengembangkan identitasnya dan pengaruh terhadap anggota lain. 2. Bimbingan kelompok yang memberikan informasai kepada
sekelompok anak dengan tujuan agar para siswa dapat mengambil keputusan dan bertingkah laku bijaksana, informasi dapat berupa informasi sosial, agama, moral, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. 3. Konseling kelompok yang memberikan bantuan kepada sekelompok
siswa agar mereka mampu memecahkan masalah-masalah pribadinya dan mengembangkan hidup pribadinya melalaui kelompok ini.
4. Konsultasi kelompok keluarga, yang memberikan bantuan anggota keluarga khususnya anak agar mereka dapat mengembangkan interaksi dan komunikasi sesama anggota keluarga, mengurangi percekcokan keluarga mengembangkan kesadaran mereka akan peranan dan pengaruh tingkah laku mereka terhadap anggota keluarga sendiri dan menjelaskan peranan dan harapan setiap anggota keluarga.
23
6. Sensitivity Training yang membantu para anggotanya untuk
berkembang dan untuk memahami dengan lebih jelas nilai- nilai hidup serta peka dalam menerima dirinya dan orang lain serta perkembangan pribadi secara utuh.
7. Encounter Group yang menekankan perkembangan pribadi melalui perluasan kesadaran, ekspolasi intrapsikis dan masalah interpersonal serta mengendurkan hambatan-hambatan.
8. Marathon Group yang merupakan aktifitas kelompok yang bertemu secara terus menerus (maraton) dimana setiap anggota menjelajahi pandagannya sendiri dan orang lain, hubungannya dengan orang-orang yang berarti dalam hidupnya dan bagaimana cara bereaksi terhadap pengalaman-pengalaman negatif seperti takut, iri, prasangka, dan tidak setuju terhadap pandangan orang lain. (Hernisiaada, 2011)
2.4 Pengembangan Model
24
dalam Darmawan, (2006) hasilkan suatu produk para praktisi tinggal mengimplementasikan hasil penelitian ke dalam aktivitas pendidikan.
Penelitian pengembangan dicirikan oleh: (1) penelitian berdasarkan pada produk yang khas berdasarkan pengembangan, yang mengandung makna dimasukkannya bukti-bukti empiris mengenali kualitas pengembangan itu, (2) dihasilkan dari suatu metodologi tertentu untuk mendesain dan mengevaluasi produk pengembangan
Ada dua jenis penelitian pengembangan, yaitu: (1) studi yang menghasilkan produk spesifik dan desain program, pengembangan atau proyek evaluasi (riset yang didasarkan pada pengembangan merupakan program atau produk inovatif). (2) penelitian itu merupakan studi terhadap proses desain pengembangan atau proses evaluasi. Alat atau model-model yang bertujuan menghasilkan pengetahuan cara mendesain, mengembangkan atau mengevaluasi. Menurut Rickey, (1996) dalam Darmawan, (2006), produk yang dihasilkan melalui penelitian ini dapat beruba metode, teknologi, kebijakkan, model.
2.4.1 Model Bimbingan Literasi Media Televisi
25
layanan bimbingan dan konseling terhadap siswa. Sebagai wujud nyata, maka program kegiatan yang dikemas dalam satuan layanan disesuaikan dengan kebutuhan siswa-siswa. Komponen-Komponen dalam Satlan adalah:
1. Judul/spesifik layanan
2. Bidang bimbingan mencangkup seluruh upaya yang meliputi bimbingan pribadi-sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir (Akhamad Sudrajat, 2008).
3. Jenis layanan berupa layanan orientasi, layanan informasi, layanan konten, layanan penempatan dan penyaluran, layanan konseling perorangan, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok, konsultasi, mediasi (Akhamad Sudrajat, 2008).
4. Fungsi layanan berupa fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharan dan pengembangan (Prayitno & Erman Amti, 2004).
5. Tujuan yang ingn dicapai, merupakan sasaran yang akan dicapai dalam pembelajaran, tujuan tersebut berisi rumusan kompetensi yang diharapkan yang dikuasai oleh siswa (Winkel dan Sri Hastuti, 2006).
26
7. Uraian Kegiatan Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti(Eksplorasi, Elaborasi, Konfirmasi) dan kegiatan penutup (BSNP, 2007).
8. Materi, merupakan isi atau subtansi bahan yang akan diajarkan, yang menunjang pengusaan kompetensiyang menjadi tujuan pembelajaran. Materi pembelajaran ini hanya memuat garis-garis besar bahan ajaran yang merupakan rincian dari topik pembelajran (Sukmadinata, 2007).
9. Metode yang digunakan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa (BSNP, 2007).
10. Alokasi waktu, yaitu waktu yang ditentukan sesuai dengan keperluan untuk mencapai tujuan layanan (BSNP, 2007).
11. Penyelenggara layanan adalah guru bimbingan konseling (Winkel dan Sri Hastuti, 2006).
12. Alat dan perlengkapan, alat bantu pembelajaran yang digunakan untuk membantu memperjelas atau mempermudah penguasaan materi atau kompetensi yang ingin dicapai. Media yang digunakan dalam bimbingan menggunakan Microsoft Power Point yang akan dibuat untuk melengkapi satlan (Winkel dan Sri Hastuti, 2006).
27
14. Rencana Penilaian, dapat berupa penilaian segera (Laiseg) yang berikan setelah kegiatan selesai, penilaian jangka pendek (Laijapen), penilaian jangka panjang (Laijapang), observasi, penilaian proses (Wibowo, 1997 dalam Agricola, 2010).
2.5. Hasil Penelitian Literasi Media
Andayani (1997) melakukan penelitian terhadap beberapa film kartun Jepang, seperti Sailor Moon, Dragon Ball, dan Magic Knight Ray Earth. Ia menemukan bahwa film tersebut banyak mengandung adegan antisosial (58,4%) daripada adegan prososial 41,6%). Hal ini sungguh ironis, karena film tersebut bertemakan kepahlawanan. Studi ini menemukan bahwa kategori perlakuan antisosial yang paling sering muncul berturut-turut adalah berkata kasar (38,56%), mencelakakan 28,46%), dan pengejekan (11,44%). Sementara itu, katagori prososial, perilaku yang kerapkali muncul adalah kehangatan (17,16%), kesopanan (16,05%), empati (13,43%), dan nasihat 13,06%).
28
Pengaruh iklan, promosi dan sponsor rokok sangat hebat dan menyebabkan kenaikan perokok anak dan remaja yang sangat cepat pada berbagai tingkat umur. Pada kelompok umur 15-19 tahun, prevalensi perokok meningkat dari 7,1% (1995) menjadi 12,7% (2001) dan 17,3% (2004) atau naik 144% selama tahun 1995-2004. Dari tahun 2001-2004 prevalensi perempuan perokok meningkat 9,5 lipat dari 0,2% menjadi 1,9%. Pada tahun yang sama peningkatan perokok pemula anak usia 5-9 tahun meningkat hampir 5 kali lipat, dari 0,4% menjadi 1,8%.