• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa SMP Negeri 1 Bawen Kabupaten Semarang Melalui Konseling Kelompok T1 132007083 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa SMP Negeri 1 Bawen Kabupaten Semarang Melalui Konseling Kelompok T1 132007083 BAB I"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu aspek kepribadian yang sangat penting bagi individu

adalah kemandirian. Seseorang dalam menjalani kehidupan ini tidak pernah

lepas dari cobaan dan tantangan. Individu yang memiliki kemandirian tinggi

relatif mampu menghadapi segala permasalahan karena tidak bergantung

pada orang lain, berusaha menghadapi dan memecahkan masalah yang ada.

Mandiri atau sering juga disebut berdiri di atas kaki sendiri merupakan

kemampuan seseorang untuk tidak bergantung pada orang lain serta

bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Kemandirian dalam konteks

individu tentu memiliki aspek yang lebih luas dari sekedar aspek fisik.

Menurut Sumahamijaya et al (2003), kemandirian berasal dari kata mandiri

yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada

orang lain, tapi menggunakan kekuatan sendiri. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1996), kemandirian diartikan sebagai keadaan dapat

berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Kemandirian merupakan

kemampuan siswa dalam mewujudkan kehendak atau keinginannya secara

nyata tanpa bergantung dengan orang lain, dalam hal ini siswa mampu

melakukan belajar sendiri, dapat menentukan belajar yang efektif, dan

(2)

dalam Tahar (2005), menjelaskan bahwa tujuan jangka panjang pendidikan

adalah mengembangkan kemandirian belajar siswa. Kemandirian itu

mencakup tiga aspek, yaitu kemandirian moral, kemandirian intelektual, dan

kemandirian sebagai salah satu tujuan pendidikan.

Dalam proses pembelajaran setiap siswa diarahkan agar menjadi

peserta didik yang mandiri, dan untuk menjadi mandiri. Seorang individu

harus belajar, sehingga dapat dicapai suatu kemandirian belajar. Di dalam

perkembangannya kemandirian muncul sebagai hasil proses belajar dan

pengalaman itu sendiri dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya

lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Keadaan mandiri akan muncul

apabila seseorang belajar, dan sebaliknya kemandirian tidak akan muncul

dengan sendirinya apabila seseorang tidak mau belajar. Kemandirian belajar

adalah aktifitas belajar yang didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri

dan tanggung jawab sendiri tanpa bantuan orang lain serta mampu

mempertanggung jawabkan tindakannya. Siswa dapat memiliki kemandirian

belajar jika memiliki ciri-ciri diantaranya mampu berfikir kritis, kreatif dan

inovatif, tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain, tidak merasa

rendah diri, terus bekerja dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan serta

mampu mempertanggung jawabkan tindakannya sendiri, (Thoha, 1996).

Sedangkan menurut Hoshi (2001, dalam Slameto, 2002) dalam kemandirian

belajar siswa bertanggung jawab atas pembuatan keputusan yang berkaitan

dengan proses belajarnya dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan

(3)

Dalam proses pemandirian diri siswa guru hanya berfungsi sebagai

fasilitator, yaitu guru hanya sebagai pembimbing, misalnya membantu siswa

untuk memecahkan suatu masalah bila siswa tersebut menemui kesulitan

dalam kemandirian belajar (Benson, 2008). Karena itu guru Bimbingan dan

Konseling sekolah mempunyai peran penting dalam pembentukan

kemandirian belajar siswa, yaitu melalui layanan bimbingan dan konseling

yang membantu individu untuk menjadi insan yang mandiri. Salah satunya

adalah layanan konseling kelompok (behavioral). Menurut Prayitno (1999)

konseling kelompok adalah layanan yang menggunakan dinamika kelompok

sebagai media kegiatannya, apabila dinamika kelompok dikembangkan dan di

manfaatkan secara efektif dalam layanan ini diharapkan tujuan yang ingin

dicapai akan tercapai yakni kemandirian belajar siswa. Dengan kata lain

layanan konseling kelompok bermanfaat dalam proses pembentukkan

kemandirian belajar siswa.

Menurut Corey (1993) konseling behavioral merupakan bentuk

tertentu dari modivikasi perilaku. Walaupun perubahan perilaku berhubungan

dengan penggunaan umum asumsi-asumsi, konsep dan teknik yang

berhubungan dengan perilaku yang mengendalikan, mengubah atau

memodifikasi perilaku, konseling behavioral secara khusus mencoba

menghapus perilaku yang salah dan membantu konseli untuk memperoleh

ketrampilan baru serta terdapat terapi behavioral yang menekankan dimensi

kognitif manusia dan berbagai macam metode yang diorintesikan pada

(4)

Hansen (dalam Rasjidan, 1994) merumuskan pengertian konseling

behavioral cenderung lebih dekat dengan teori belajar. Konseling adalah

situasi belajar yang khusus. Semua perubahan perilaku konseli sebagai hasil

proses konseling merupakan hasil langsung penerapan prinsip belajar yang

sama dengan prinsip belajar di luar suasana konseling. Proses konseling

berurusan langsung dengan bagaiaman menerapkan prinsip-prinsip belajar.

Nawangsih (2007), meneliti “Keefektifan Konseling Kelompok

dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Kelas V SD 1 Tanjungrejo

[image:4.595.97.516.189.643.2]

Kudus Tahun Pelajaran 2006/2007”. Hasil uji regresi diperoleh t hitung > t

tabel adalah 15,168 > 2,101 yang berarti ada pengaruh yang signifikan antara

pemanfaatan hasil layanan bimbingan belajar terhadap kemandirian siswa

kelas V SD 1 Tanjungrejo Kudus. Aristiani (2006) meneliti tentang

“Keefektifan Layanan Konseling Kelompok dalam Meningkatkan

Kemandirian Belajar Siswa kelas X SMA Negeri 15 Semarang Tahun

Pelajaran 2005/2006.” Analisis data yang digunakan untuk membuktikan

hipotesis adalah uji Wilcoxon diperoleh nilai Zhitung sebesar 4,286, setelah

dikonsultasikan dengan nilai Ztabel pada taraf signifikansi 5% didapat Ztabel

1,96. Dengan demikian nilai Zhitung 4,286 > Ztabel 1,96, yang menunjukkan

bahwa layanan Konseling kelompok efektif dalam meningkatkan

kemandirian belajar siswa X SMA Negeri 15 Semarang Tahun Pelajaran

(5)

Untuk memperoleh data awal mengenai kemandirian belajar,

penulis membagikan skala sikap kemandirian belajar siswa kepada siswa

kelas VIII H SMP N 1 Bawen Kabupaten Semarang, yang hasilnya sebagai

[image:5.595.94.519.210.595.2]

berikut :

Tabel 1.1

Tabel hasil skala sikap kemandirian belajar di Kelas VIII H

No. Kategori Frekuensi Persen

1. Sangat rendah 5 18,52%

2. Rendah 6 22,22%

3. Sedang 5 18,52%

4. Tinggi 6 22,22%

5. Sangat tinggi 5 18,22%

Total 27 100%

Hasil dari penyebaran skala sikap kemandirian belajar siswa diketahui

bahwa 5 siswa 18,22% berkategori sangat tinggi dan 6 siswa 22,22% yang

berkategori tinggi. Sedangkan 16 siswa lain berada pada kategori sedang, 6

siswa 22,22% berkategori rendah dan 5 siswa 18,22% sangat rendah. Dari

hasil tersebut disimpulkan kemandirian belajar siswa perlu ditingkatkan

(6)

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka penulis tertarik

untuk mengadakan penelitian dengan judul ”Meningkatkan Kemandirian

Belajar Siswa SMP Negeri 1 Bawen Kabupaten Semarang Melalui Konseling

Kelompok”.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah layanan konseling kelompok (behavioral) secara signifikan

dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa kelas VIII H SMP N 1 Bawen

Kabupaten Semarang?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui signifikan layanan konseling kelompok

(behavioral) dalam meningkatkan kemandirian belajar siswa kelas VIII H

SMP N 1 Bawen Kabupaten Semarang.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1.4.1.1 Memberi sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan,

khususnya berkaitan dengan masalah kemandirian belajar.

1.4.1.2 Sebagai pertimbangan penelitian yang sejenis di masa yang

(7)

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi orang tua siswa sebagai bahan masukan untuk lebih

memperkuat kemandirian pada anaknya

1.4.2.2 Bagi para guru sebagai pertimbangan tentang pentingnya

mengupayakan konseling kelompok (behavioral) kepada

siswanya agar tercapai kemandirian belajar pada siswa secara

optimal.

1.4.2.3 Bagi para siswa dapat menambah pengetahuan tentang

bimbingan belajar sehingga mereka mampu mencapai pribadi

yang mandiri dalam belajarnya.

1.4.2.4 Dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dan bahan acuan

bagi peneliti yang sejenis di masa yang akan datang.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori, berisi tentang teori yang melandasi yaitu berisi

tentang kemandirian,

faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian, aspek-aspek

kemandirian, pengertian kemandirian belajar, pengertian konseling

kelompok, tujuan konseling kelompok, proses konseling kelompok,

(8)

konseling kelompok dan hipotesis, pengertian konseling behavioral

Bab III Metodologi Penelitian, berisi tentang jenis penelitian, subjek

penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data dan uji coba

instrumen dan teknik analisis data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang hasil penelitian dan

pembahasan penelitian.

Gambar

tabel adalah 15,168 > 2,101 yang berarti ada pengaruh yang signifikan antara
Tabel 1.1Tabel hasil skala sikap kemandirian belajar di Kelas VIII H

Referensi

Dokumen terkait

Dosen – dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling UKSW yang telah bersedia memberikan ilmunya sehingga penulis mampu mengaplikasikan layanan bimbingan dan

Konselor bertindak pemimpin kelompok, membuka pertemuan memberikan salam dan doa. Sebelum pemimpin melanjutkan ke pembahasan selanjutnya, pemimpin bertanya tentang perkembangan

Teknik bimbingan kelompok yang akan digunakan adalah bermain peran ( role play ). Diharapkan melalui penelitian tindakan kelas kemandirian belajar mahasiswa melalui

Layanan yang akan diberikan adalah bimbingan pribadi dan sosial melalui konseling individu, layanan yang diberikan juga adalah layanan konseling individu karena

Yang sesuai dengan kebutuhan siswa tunagrahita ringan misalnya layanan bimbingan pribadi social untuk membantu mengatasi kemandirian pada siswa tunagrahita ringan,

Meningkatkan motivasi belajar anak dengan menggunakan layanan konseling kelompok gestalt pada anak kelas VII SMP Negeri 2 Semarang. Disertasi tidak

7 hasil bahwa ada peningkatan motivasi belajar setelah diadakan layanan konseling. kelompok

Selanjutnya bagi dosen progam studi Bimbingan Konseling UKSW, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam menyelenggarakan program layanan bimbingan belajar