GAYA HIDUP KAUM URBAN DALAM IKLAN 3
(THREE)
(Analisis Semiotika Roland Barthes terhadap Iklan Operator Selluler 3
(Three) Versi Indie+ “Jadi Orang Gede Menyenangkan, Tapi Susah
Dijalani”)
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Hubungan Masyarakat Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh:
Resti Septriana Putri NIM 6662101202
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
LEMBAR MOTTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan) kerjakan dengan sesungguhnya (urusan) yang lain dan
hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.
(QS. Al-insyiroh:6-8)
“Dan, cukuplah Rabb-mu menjadi Pemberi Petunjuk dan Penolong”
(QS. Al-Furqon: 31)
“Ketika kita sudah Ikhtiar dan Tawakal dengan maksimal Insya Allah Gusti Allah
akan selalu memberi jalan yang terbaik untuk hamba-hambanya yang sabar”.
(Suprapto, SE)
“Tidak ada perjuangan yang berakhir sia-sia, kegagalan adalah keberhasilan
yang tertunda, maka bersabarlah”.
(Resti Septriana Putri)
LEMBAR PERSEMBAHAN
Dengan Rahmat dan Ridho Allah yang maha kuasa, ku berucap Syukur hanya
kepada Allah SWT, skripsi ini dapat terselesaikan tanpa ada kendala yang cukup
berarti.
Kupersembahkan karya ini untuk :
Ibuku tercinta (Kathryn Kristiani), yang senantiasa memberikan semangat dan
doa yang luar biasa sehingga begitu banyak kemudahan yang aku dapatkan
dalam menyelesaikan tugas ini
Kakakku tercinta (Wulan Astarina Dewi) yang selalu mengajarkan untuk menjadi
sosok yang pemberani, mandiri, yang memiliki prinsip kuat dalam kehidupan.
Adikku tersayang (Nurul Anggraini), yang senantiasa memberikan semangat dan
menghilangkan rasa jenuh dengan kisah hari-hari yang menyenangkan.
Sheila Ambarwati, sahabat terbaikku dan teman seperjuangan konsentasi humas
2010 untuk semua canda tawa, keluh kesah, semangat, dan kebersamaan kita
ABSTRAK
Resti Septriana Putri. 6662101202. SKRIPSI. GAYA HIDUP KAUM URBAN DALAM IKLAN 3 (Analisis Semiotika Terhadap Iklan Operator Selluler 3 (Three) Versi Indie+ “Jadi Orang Gede Menyenangkan, Tapi Susah Dijalani). Program Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2012.
Saat ini iklan telah tumbuh sebagai industri kreatif yang tidak hanya memiliki nilai jual suatu produk atau jasa. Selain bersifat persuasif, iklan televisi juga merupakan bentuk komunikasi massa yang mengandung banyak tanda yang menampilkan realitas sosial tertentu, di mana khalayak dapat melakukan interpretasi makna yang ada dalam iklan. Tanda-tanda itu antara lain terdiri dari tanda verbal (judul, jargon, dan naskah iklan) dan tanda nonverbal (visualisasi, ilustrasi, dan sinematik). Iklan Operator Selluler 3 (Three) adalah salah satu iklan televisi yang tanda dan maknanya mengarah pada suatu realitas sosial, yaitu realitas sosial gaya hidup kaum urban. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menemukan dan mengungkapkan tentang: (1) Makna denotasi dan konotasi yang terdapat dalam iklan 3 versi Indie+, (2) Mitos yang dibangun melalui sistem tanda dalam 3 versi Indie+. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode semiotika dari Roland Barthes. Melalui metode semiotika, tanda verbal dan nonverbal dalam iklan dapat dianalisis melalui kombinasi petanda dan penandanya, lalu dianalisis berdasarkan tataran denotatif dan konotatif, sehingga peneliti menemukan mitos-mitos yang menyertainya. Subjek penelitian mengambil iklan televisi operator selluler 3 versi Indie+ yang ditayangkan pada tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklan 3 mencitrakan mitos dan ideologi yang ada dalam gaya hidup urban, dimana profesi, bahasa, dan kekayaan materi mengkonotasikan status, kelas, dan prestise
masyarakat urban. Serta perilaku masyarakat urban yang selalu mengikuti gaya hidup modern yang mengarah pada konsumerisme, materialisme, dan hedonisme yang diukur sebagai kebahagiaan hidup. Semua itu berakhir pada satu tujuan, yaitu eksistensi diri sebagai masyarakat modern yang seutuhnya. Disisi lain, gaya hidup kaum urban merupakan dilema yang melanda kelas sosial tertentu. Maksudnya disini adalah kelas menengah bawah masyarkat perkotaan, karena tidak hanya kaum elit saja yang menjadi bagian dari gaya hidup kaum urban mengingat gaya hidup kini bukan lagi lintas kelas, melainkan kebebasan yang menjadi hak golongan atau kelas manapun, tidak terkecuali golongan menengah ke bawah. Itulah yang terjadi pada masyarakat modern yang menjadi korban dari penjajahan dominasi barat serta industri kapitalis terhadap negara dunia ketiga.
ABSTRACT
Resti Septriana Putri. 6662101202. THESIS. URBAN LIFESTYLE IN 3 Commercial Ads (Semiotics Analysis of Roland Barthes to 3 (Three) Commercial Ads Indie+ Version “Jadi Orang Gede Menyenangkan, Tapi Susah Dijalani). Communication Science. Faculty of Social and Politics Science. Sultan Ageng Tirtayasa University. 2012.
Currently, there are so many advertising grow as creative industries and not only selling-product oriented. Television advertising not only about a persuasive message, but also a form of mass communication contains a lot of signs that show a certain social reality, in which audience can interpret the meaning that contained in the ad. The following signs are verbal signs (titles, jargon, ad copy) and nonverbal signs (visualization, illustration, cinematic). 3 (Three) commercial ads Indie+ version is one of the television commercials which its signs and its meaning reflects a social reality, specifically the social reality of urban lifestyle. The main objective of this research is to discover and reveal about: (1) The meaning of denotation and connotation contained in advertisements Indie + 3 version, (2) Myths are built through the system of signs in 3 (Three) commercial ads Indie+ version. The approach in this study is qualitative method of Roland Barthes semiotics. Through the method of semiotics, verbal and nonverbal signs in advertisements can be analyzed through a combination of signifier, and analyzed by denotative and connotative level, so that researchers can discover the hidden meaning and the following myths in the message. The subject of research taking a television commercial ads of provider 3 (Three) Indie+ version which is aired in 2011. The results showed that 3 (Three) commercial ads Indie+ version represents myths and ideologies that exist in the urban lifestyle. Where the urban society opinion that profession, language, and material can elevate status, class, and someone prestige. More, urban society behavior always follow the modern lifestyle that leads to consumerism, materialism, and hedonism which is measured as the joy of life. All that thing is ended in one goal, where urban society want the existence of a whole modern society. On the other side, urban lifestyle is a dilemma that struck a particular social class, like the lower middle class urban society. Because not only the elite who can become a part of the urban lifestyle, considering the lifestyle is no longer a cross-class, but a human rights of freedom, even the lower middle class. That's what happens now in modern society who are the victims of western collonialiation and capitalist industry to the third world countries.
i KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb.
Segala Puji dan Syukur hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segalanya,hingga dapat terselesaikannya skripsi ini yang berjudul Gaya Hidup Kaum Urban Dalam Iklan 3 (Analisis Semiotika Roland Barthes Terhadap Iklan Operator Selluler Versi Indie+ “Jadi Orang Gede Menyenangkan, Tapi Susah Dijalani) ini. Sesungguhnya hidayah itu adalah hidayah-Mu, rahmat itu adalah rahmat-Mu, keindahan itu adalah keindahan-Mu, kekuatan itu adalah kekuatan-Mu, kekuasaan itu adalah kekuasaan-Mu dan pemeliharaan itu adalah pemeliharaan-Mu. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh pendidikan tingkat Strata Satu Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.
Di dalam proses penyusunan, penulis berterima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.pd. selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M. Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
ii selama menyelesaikan sarjana Ilmu Komunikasi, serta masukan, kesabaran, ilmu dan bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Teguh Iman Prasetya, SE, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II, terima kasih telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, serta saran untuk menyempurnakan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan staff Program Studi Ilmu Komunikasi, staff Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dan staff Perpustakaan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Serta bagi seluruh pihak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil, yang tidak tercantum dalam halaman ini, hanya ucapan terima kasih yang bisa penulis sampaikan, semoga Allah membalas kebaikan kalian.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun yang dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya di masa mendatang. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk para pembaca terutama untuk penelitian serupa di masa mendatang.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Serang, Oktober 2014
iii DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PERSETUJUAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 10
1.3 Identifikasi Masalah ... 10
1.4 Tujuan Penelitian ... 11
1.5 Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1 Ilmu Komunikasi ... 13
2.2 Konsep Gaya Hidup ... 16
2.3 Masyarakat Perkotaan Dalam Kajian Sosiologi Perkotaan ... 19
2.4 Budaya Populer ... 23
2.5 Periklanan ... 27
2.6 Ilmu Semiotika ... 33
2.7 Konsep Semiotika Roland Barthes ... 35
2.7.1 Denotasi dan Konotasi ... 38
2.7.2 Mitos ... 42
2.8 Analisis Pesan Iklan Menurut Pemikiran Barthes ... 44
iv
3.8 Teknik Keabsahan Penelitian ... 63
3.9 Jadwal Penelitian ... 65
3.10 Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian ... 65
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67
4.1 Profil Perusahaan 3 (Three) ... 67
4.2 Karakteristik Data ... 69
4.3 Hasil Analisis dan Interpretasi Data ... 69
4.3.1 Pembahasan 1 ... 70
4.4 Kecerdikan Produk dalam Memanfaatkan Realitas Sosial Sebagai Bentuk Persuasif Iklan ... 102
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Model Kajian Semiotik Berdasar Unsur Denotasi dan Konotasi ... 41
Tabel 2.2 Kode Sinematik ... 46
Tabel 2.3 Tinjauan Perbandingan Penelitian Terdahulu ... 52
Tabel 3.1 Unit Analisis Penelitian ... 60
Tabel 4.1 Penerapan Peta Tanda Roland Barthes Pada Scene 1 ... 71
Tabel 4.2 Penerapan Peta Tanda Roland Barthes Pada Scene 2 ... 75
Tabel 4.3 Penerapan Peta Tanda Roland Barthes Pada Scene 3 ... ... 81
Tabel 4.4 Penerapan Peta Tanda Roland Barthes Pada Scene 4 ... 85
Tabel 4.5 Penerapan Peta Tanda Roland Barthes Pada Scene 5 ... ... 90
Tabel 4.6 Penerapan Peta Tanda Roland Barthes Pada Scene 6 ... ... 95
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes... 39
Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir ... 48
Gambar 4.1 Potongan Scene 1 ... 70
Gambar 4.2 Potongan Scene 2 ... 75
Gambar 4.3 Potongan Scene 3 ... 81
Gambar 4.4 Potongan Scene 4 ... 85
Gambar 4.5 Potongan Scene 5 ... 90
Gambar 4.6 Potongan Scene 6 ... 95
Gambar 4.7 Potongan Scene 7 ... 98
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan kreatifitas iklan televisi berhubungan erat dengan
kompetisi antara pengiklanan dan pertumbuhan media sebagai sarana beriklan.
Kini perkembangan media massa dengan realitas kehidupan terutama televisi
dengan segala tampilannya menjadi semakin menarik. Saat ini televisi telah
menjadi bagian dari kebudayaan audiovisual baru dan merupakan medium
yang paling kuat pengaruhnya dalam membentuk sikap dan kepribadian baru
masyarakat luas.
Saat ini iklan yang biasa-biasa saja sudah tidak banyak mendapatkan
reaksi yang baik dari khalayak, sehingga menyulitkan bagi iklan untuk
menarik perhatian khalayak untuk melangkah ke tahap berikutnya. Berangkat
dar hal itulah para pengiklan harus mampu membuat khalayak tetap bertahan
menyaksikan iklan dari awal sampai akhir dengan kemasan iklan yang
menarik. Efek visual sangat penting untuk meningkatkan rangsangan
terhadap pesan yang disampaikan. Kesempatan awal yang diraih dari sebuah
penyajian iklan harus memunculkan sebuah skenario dengan daya rangsang
yang sangat tinggi sehingga perhatian khalayak dapat terpaku pada iklan dari
awal sampai akhir.1
1
Soemanagara, Rd. 2008. Strategic Marketing Communication (Konsep Strategis dan Terapan).
2 Sebagai salah satu bentuk komunikasi massa, iklan televisi merupakan
sebuah pesan yang kini semakin beragam strategi penyajiannya sebab iklan
televisi tidak hanya pesan yang berwujud kata-kata (audio), namun juga
dengan gambar-gambar yang mendukung kata-kata tersebut (visual). Pesan
yang diciptakan muncul dalam bentuk verbal dan visual yang menyatu dalam
konsep total antara kata-kata dan visual.2 Pada akhirnya tampilan pesan iklan
yang menarik dapat mempengaruhi khalayak untuk membeli produk yang
dipasarkan. Strategi kreatif dari sisi internal dalam proses penciptaan
komunikasi pemasaran memegang kunci penting dalam keberhasilan suatu
produk atau jasa.3
Jika ditinjau berdasarkan ilmu komunikasi massa, iklan mengandung
tanda-tanda komunikatif dimana agensi periklanan sebagai komunikator dan
audiens sebagai komunikan. Lewat tanda-tanda itulah suatu pesan iklan
menjadi bermakna. Tanda-tanda itu antara lain terdiri dari tanda verbal (judul,
jargon, dan naskah iklan) dan tanda nonverbal (visualisasi, ilustrasi, tipografi,
dan sinematik), sehingga iklan tidak hanya merupakan jalur promosi namun
juga sebuah jalur penyampaian pesan akan tanda dan lambang yang memiliki
interpretasi tertentu.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada dasarnya tanda atau
lambang yang digunakan dalam iklan terdiri atas dua jenis, yaitu yang verbal
dan nonverbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal; lambang yang
2
J. Thomas Russel; and W. Ronald Lane. 2006. Kleppner’s Advertising Procedure, 14th edition.
Prentice Hall, New Jersey. h. 470. 3
A. Jerome Jewler, and Bonnie L Drewniany. 2004. Creative Strategy in Advertising. Wadsworth
3 nonverbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan, yang tidak
secara khusus meniru rupa atas bentuk realitas. Disinilah pengiklan dapat
mengemas sebuah pesan yang mewakili suatu realitas sosial tertentu dan
realitas sosial itu sendiri harus berkaitan dengan karakteristik produk yang
dipasarkan.
Iklan televisi banyak menampilkan realitas sosial, di mana khalayak
melakukan interpretasi makna yang ada dalam suatu pesan iklan televisi.
Meskipun proses interpretasi menghasilkan makna yang berbeda-beda karena
karena khalayak berasal dari ruang dan kelompok sosial yang berbeda-beda
ruang dan kelompok sosialnya, namun di satu sisi iklan televisi sudah pasti
berusaha menyampaikan pesan dengan bahasa yang universal karena pada
dasarnya tujuan utama iklan adalah untuk mempengaruhi keputusan khalayak
itu sendiri.
Saat ini perkembangan iklan cenderung mengarah pada sales
entertainment yaitu iklan yang tidak hanya berorientasi pada peningkatan
penjualan tetapi juga memperhatikan unsur hiburan atau sesuatu yang mampu
menggelitik perhatian konsumen. Iklan semacam ini merupakan bentuk iklan
simbolik, yaitu iklan yang menggunakan bahasa dan simbol-simbol tertentu
dan menggunakan makna-makna tertentu yang hanya bisa dipahami oleh
kalangan-kalangan tertentu.4 Hal ini berkaitan dengan penentukan segmentasi
pasar yang disesuaikan dengan karakteristik produk yang ditawarkan,
4
4 sehingga kemungkinan terjadinya kegagalan komunikasi periklanan dapat
dihindari.
Di satu sisi, realitas iklan dapat menjadi representasi realitas sosial,
artinya iklan mengacu atau memiliki referensi pada realitas yang dialami di
kehidupan masyarakat. Di sisi lain iklan juga mampu mengkonstruksi apa
yang dianggap sebagai realitas oleh masyarakat melalui penciptaan citra dan
makna yang tidak selalu memiliki rujukan pada realitas sosial. Di antara
kedua pendapat tersebut ada juga yang memiliki anggapan bahwa iklan
memiliki ruang realitasnya sendiri. Bahwa pada saat yang sama iklan
mencerminkan realitas sosial sekaligus menyajikan permainan citra, makna
rekaan pada masyarakat.
Penelitian ini membahas tentang makna gaya hidup kaum urban dalam
sebuah iklan yang dianalisis melalui metode dan teori semiotika Roland
Barthes. Barthes memberikan sebuah pemikiran tentang mitos-mitos yang
terdapat pada iklan atau budaya massa kontemporer, salah satunya iklan.
Disini iklan menyimpan beragam ideologi tergantung tujuannya dalam
melakukan transmisi pesan. Iklan yang dianalisis merupakan iklan yang
muncul pada tahun 2011 dimana iklan tersebut adalah iklan jasa layanan
telekomunikasi atau lebih dikenal dengan operator selluler bernama karena
penyajiannya yang unik sekaligus persuasif.
Iklan operator selluler 3 (Three) menyajikan sebuah pesan yang isinya
mewakili realitas sosial yang ada di masyarakat, yaitu realitas sosial gaya
5 perhatian khalayak dan menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Iklan
tersebut menggambarkan potret gaya hidup populer kaum urban, dengan
menampilan anak-anak sebagai bintang utama iklan tersebut serta ilustrasi
dan visualialisi pesan yang terasa nyata dan membawa khalayak masuk ke
dalam dunia yang digambarkan dalam iklan tersebut.
Konsep gaya hidup kaum urban pada iklan operator selluler 3 (Three)
versi Indie+ merujuk pada definisi gaya hidup yang dikemukakan oleh Kotler
(2002:192), gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang
diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup juga dapat
didefinisikan sebagai suatu frame of reference atau kerangka acuan yang
dipakai seseorang dalam bertingkah laku, dimana individu tersebut berusaha
membuat seluruh aspek kehidupannya berhubungan dalam suatu pola
tertentu, dan mengatur strategi begaimana ia ingin dipersepsikan oleh orang
lain.5
Berkaitan dengan pendapat Kotler tersebut, gaya hidup kaum urban
merupakan suatu fenomena pergeseran budaya ketimuran yang mulai berganti
dengan budaya barat sebagai dampak dari proses modernisasi belakangan ini.
Fenomena tersebut berdampak pada perubahan aktivitas, minat, dan opini
masyarakat urban itu sendiri. Meskipun hal-hal yang masih bersifat
tradisional dimasyarakat menjadi filter atau penyaring ketat masih
menyebabkan sulitnya masuk budaya tertentu, namun ternyata proses
5
Kurnia Wijayanti. 2004. Fenomena Pusat Kebugaran dalam Perkembangan Kota (Studi Kasus:
6 peleburan budaya barat telah terjadi secara perlahan-lahan dengan masyarakat
dalam jangka waktu yang cukup lama dan telah menciptakan pergeseran
budaya yang saat ini sedang terjadi.
Diantara bagian dari gaya hidup kaum urban yang digambarkan dalam
iklan operator selluler 3 (Three) versi Indie+ adalah gaya hidup modern yang
lekat dengan mitos kesenangan hidup serta pemuasan akan produk-produk
konsumsi yang ditawarkan kapitalis yang melanda kehidupan orang dewasa.
Disinilah terjadi false need, dimana sesuatu yang sebenarnya tidak kita
butuhkan atau hanya berupa keinginan berubah menjadi kebutuhan yang
harus dipenuhi. Sebuah produk mendoktrin, memanipulasi, menyebarkan
kesadaran palsu yang menjadi gaya hidup (way of life).6 Aktivitas, minat, dan
opini masyarakat urban yang digambarkan dalam iklan tersebut meliputi
trend “ngopi” di kafe mahal, “nongkrong” di Mall, berpenampilan “eksmud”
(eksekutif muda), kebiasaan hangout, lebih suka berbicara bahasa inggris
karena berpikir dengan berbicara bahasa inggris dapat meningkatkan gengsi
seseorang, serta kebiasaan-kebiasaan lain yang tanpa kita sadari mewakili
realitas sosial gaya hidup modern masyarakat urban.
Fenomena gaya hidup kaum urban seperti yang digambarkan dalam
iklan operator selluler 3 (Three) versi Indie+ menimpa sebagian besar
masyarakat perkotaan, yang pada awalnya menjunjung tinggi adat dan tradisi
ketimuran, kini perlahan-lahan beradaptasi dengan gaya hidup yang modern
sejalan dengan masuknya era modernisasi. Contoh sederhana dari pergesaran
6
7 gaya hidup ketimuran menjadi gaya hidup kaum urban yang sedang
berlangsung saat ini adalah penampilan fisik masyarakat yang pada awalnya
berestetika, kini berganti dengan penampilan glamour. Jika dibandingkan,
sepuluh tahun yang lalu menggunakan baju minim merupakan hal yang masih
dianggap tabu sekarang telah menjadi hal yang lumrah dan malah menjadi
trend fashion yang digemari oleh masyarakat perkotaan.
Gaya hidup kaum urban yang meliputi masyarakat perkotaan berkaitan
dengan bagaimana seseorang ingin dipersepsikan oleh orang lain disekitarnya
terutama orang-orang yang dianggap berpengaruh di kehidupannya, sehingga
gaya hidup tergolong berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di
mata orang lain, yang pada akhirnya berkaitan dengan status sosial yang
dicerminkan seseorang. Menurut Susanne K. Langer, salah satu kebutuhan
pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang.
Simbol-simbol ini digunakan untuk merefleksikan status dan gaya hidup yang
dianut, yang sangat berpengaruh dalam perilaku konsumsi pemakainya.7
Meskipun setiap individu berhak untuk menentukan gaya hidup yang
diinginkan, namun faktor lingkungan seringkali menuntut seseorang untuk
mengikuti gaya hidup setempat agar mendapat pengakuan di masyarakat
setempat itu sendiri. Misalnya, jika seseorang tinggal di lingkungan yang
masih menjunjung tinggi adat ketimuran seperti masyarakat pedesaan, maka
gaya hidup yang dipilih sebaiknya mengikuti gaya hidup setempat yang
masih mengikuti budaya ketimuran. Sedangkan jika seseorang tinggal di
7
8 lingkungan perkotaan, maka seseorang akan berusaha untuk mengikuti gaya
hidup perkotaan yaitu gaya hidup modern yang identik dengan kesenangan
hidup belaka.
Iklan yang berdurasi kurang lebih satu menit ini mengarahkan pemirsa
atau khalayak untuk mencitrakan dan membangun makna dari representasi
fisik berupa penampilan dan perilaku masyarakat urban yang digambarkan
dalam aspek verbal dan nonverbal dalam iklan tersebut. Berkaitan dengan
banyaknya tanda dalam sebuah pesan iklan televisi, semiotika merupakan
metode yang tepat untuk menganalisis pesan berdasarkan penanda dan
petanda yang ada di dalamnya.
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Iklan operator
selluler 3 (Three) versi Indie+ adalah salah satu iklan yang di dalamnya
terdapat penanda dan petanda yang menghasilkan suatu makna yang mewakili
realitas sosial tertentu. Dalam hal ini makna yang dimaksud adalah realitas
gaya hidup kaum urban yang dicitrakan melalui penanda yang ditandai
dengan aspek audio dan petanda ditandai dengan aspek visual pesan. Dalam
memaknai penanda dan petanda, semiotika Roland Barthes adalah metode
yang telah banyak digunakan untuk mengkaji suatu pesan dalam bentuk
gambar bergerak seperti iklan dan film.
Pemaknaan penanda dan petanda menurut analisis semiotika Roland
Barthes yaitu pada tahap pemaknaan yang terdiri dari makna denotasi,
konotasi, dan mitos. Aspek audio dan visual iklan operator selluler 3 (Three)
9 dua tingkatan makna yaitu makna denotatif dan konotatif, pemaknaan
konotatif itulah yang akan mengarah pada mitos-mitos yang ada dalam gaya
hidup kaum urban.
Sebagaimana Barthes mengatakan bahwa mitos adalah suatu tipe
wicara, bukan kata tetapi ‘sesuatu’.8 Mitos memuat sesuatu yang bersifat
ideologis namun, tidak dapat dirasa. Menurut Althusser, ideologi merupakan
sistem representasi yang membentuk subjek dan tidak dapat dilepaskan dari
relasi kuasa.9 Representasi ditampilkan lewat citra-citra dan fungsinya
sebagai pemosisian subjek dalam realitas sosial.
Berkaitan dengan penjabaran di atas, peneliti tertarik untuk
menganalisis pesan iklan berdasarkan analisis semiotika Roland Barthes,
yaitu dengan menganalisis aspek audio berupa kata-kata (penanda) dalam
iklan dan aspek visual berupa scene (petanda) yang mendukung isi pesan di
dalam iklan tersebut yang mewakili realitas sosial gaya hidup modern kaum
urban, sehingga dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas,
maka peneliti memberi judul penelitian ini Gaya Hidup Kaum Urban
dalam Iklan 3 (Analisis Semiotika Roland Barthes Terhadap Iklan
Operator Selluler 3 (Three) Versi Indie+ “Jadi orang gede
menyenangkan, tapi susah untuk dijalani”)
8
Roland Barthes. 2009. Mitologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana. h. 151.
9
10 2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat mengenai latar belakang diatas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana makna gaya hidup kaum urban dalam iklan operator
selluler 3 (Three) versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah
untuk dijalani” jika dikaji berdasarkan teori semiotika Roland Barthes?
3. Identifikasi Masalah
Berkaitan dengan rumusan masalah yang telah ditentukan, adapun
identifikasi masalah yang akan menjadi fokus penelitian ini, diantaranya:
1. Bagaimana penanda yang ada dalam iklan operator selluler 3 (Three)
versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah dijalani”?
2. Bagaimana petanda yang ada dalam iklan operator selluler 3 (Three)
versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah dijalani”?
3. Bagaimana makna denotasi yang terkandung iklan operator selluler 3
(Three) versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah
dijalani”?
4. Bagaimana makna konotasi yang terkandung iklan operator selluler 3
(Three) versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah
dijalani”?
5. Bagaimana mitos yang terkandung iklan operator selluler 3 (Three)
11 4. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti sesuai dengan identifikasi
masalah yang diuraikan di atas diantaranya:
1. Untuk mengetahui penanda yang ada dalam iklan operator selluler 3
(Three) versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah
dijalani”?
2. Untuk mengetahui petanda yang ada dalam iklan operator selluler 3
(Three) versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah
dijalani”?
3. Untuk mengungkap dan menganalisis makna denotatif dalam iklan
operator selluler 3 (Three) versi Indie+ “Jadi orang gede
menyenangkan, tapi susah dijalani”?
4. Untuk mengungkap dan menganalisis makna konotatif dalam iklan
operator selluler 3 (Three) versi Indie+ “Jadi orang gede
menyenangkan, tapi susah dijalani”?
5. Untuk mengungkap mitos dalam iklan operator selluler 3 (Three)
versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah dijalani”?
5. Manfaat Penelitian
Terdapat dua manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu :
1.Manfaat Teoritis
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan secara
12 bermasyarakat dalam sebuah iklan, yaitu gaya hidup kaum urban. Dalam
kaitannya dengan penelitian ini, analisis pesan iklan dengan
mengaplikasikan teori semiotika Roland Barthes berdasarkan penanda dan
petanda yang terkandung dalam aspek verbal (dialog) dan nonverbal
(ilustrasi dan visualisasi) iklan operator selluler 3 (Three) versi Indie+ akan
menunjukkan sejauh apa teori semiotika berkontribusi dalam proses
pemaknaan suatu pesan media massa, terutama iklan yang tidak hanya
sebatas pesan persuasif, namun juga pesan yang mengandung banyak tanda
didalamnya.
2.Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Perguruan Tinggi
untuk menambah pengetahuan dan sebagai salah satu referensi dalam karya
ilmiah khususnya mengenai permasalahan fenomena mengenai gaya hidup
kaum urban yang tercermin dalam sebuah iklan televisi. Selain itu,
penelitian ini beguna untuk masyarakat sebagai tambahan sumber informasi
dan wawasan agar dapat dapat bersikap arif serta bijaksana dalam
menyikapi pengaruh isi pesan dalam sebuah iklan dari media masa seperti
televisi. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai masukan bagi agensi
periklanan mengenai strategi dan pendekatan yang tepat dalam
mengiklankan suatu produk agar dapat diterima dengan baik dalam setiap
segmentasi yang dituju terutama untuk agensi periklanan pada perusahaan
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam suatu penelitian teori berperan untuk mendorong pemecahan suatu
permasalahan dengan jelas dan sistematis. Hal ini sangat berkaitan erat dengan
pengertian teori yakni serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan
proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan antar konsep.10
Berdasarkan pemaparan di atas penulis memahami bahwa teori adalah
himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang saling berhubungan
tentang suatu fenomena. Teori-teori yang digunakan peneliti sebagai acuan
penelitian berakar dari payung ilmu komunikasi, sehingga peneliti merumuskan
teori relevan yang digunakan dalam penulisan ini sebagai berikut.
2.1 Ilmu Komunikasi
Sebagai satu corak khas (karakteristik) penelitian dalam bidang ilmu
komunikasi, kajian bentuk-bentuk pesan media massa (analisis isi, analisis
wacana hingga analisis semiotika) merupakan salah satu kajian yang cukup
banyak dilakukan dalam pengembangan ilmu komunikasi itu sendiri.
Komunikasi adalah suatu hal yang mesti terjadi dan tak dapat dihindari
dalam hubungan sosial kita sebagaimana dalam aksiomanya we can`t not to
communication. Di mana dalam proses komunikasi, lambang, simbol atau
10
14 tanda (signs) menjadi faktor penting dalam pertukaran makna pesan atau
maksud berkomunikasi. Penyampaian informasi di media massa juga
merupakan salah satu bentuk komunikasi satu arah, yang melibatkan audiens
sebagai penerima pesan atau komunikan. Iklan operator selluler 3 (Three)
adalah salah satu bentuk komunikasi massa dimana pengiklan menjadi
komunikator dan masyarakat menjadi komunikannya, sedangkan televisi
adalah medium penyampaian pesan yang dimaksud.
Berbeda dengan iklan-iklan yang secara langsung mempersuasif
khalayak untuk membeli produknya, iklan operator selluler 3 (Three) versi
Indie+ adalah iklan yang temanya berkaitan dengan realitas sosial gaya hidup
modern sebagai pesan iklan yang dikaitkan dengan produk bernama Indie+.
Pesan yang disampaikan tentunya menggunakan seluruh tanda verbal (judul,
jargon, dan naskah iklan) dan tanda nonverbal (visualisasi, ilustrasi, tipografi,
dan sinematik) menjadi pesan yang merefleksikan realitas sosial tertentu yaitu
gaya hidup modern kaum urban.
Iklan televisi merupakan salah satu bentuk komunikasi massa yang
disalurkan oleh media. Lasswell (1948/1960) mencatat ada 3 fungsi media
massa: pengamatan lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam masyarakat
untuk merespons lingkungan, dan penyampaian warisan masyarakat dari satu
generasi ke generasi selanjutnya. Selain ketiga fungsi ini, Wright (1959)
menambahkan fungsi keempat, yaitu hiburan.11 Berkaitan dengan nilai-nilai
serta ideologi mengenai gaya hidup modern kaum urban yang tercermin
11
Werner J. Severin, dan James W. Tankard, Jr. 2011. Teori Komunikasi: Sejarah. Metode, dan
15 dalam iklan operator selluler 3 (Three) versi Indie+, iklan tersebut berarti
memiliki fungsi penyampaian warisan sosial melalui media massa.
Penyampaian warisan sosial merupakan suatu fungsi dimana media
menyampaikan informasi, nilai, dan norma dari satu generasi ke generasi
berikutnya atau dari anggota masyarakat ke kaum pendatang. Dengan cara
ini, mereka bertujuan untuk meningkatkan kesatuan masyarakat dengan cara
memperluas dasar pengalaman mereka.12
Agar komunikasi efektif, dalam arti terjadi kesamaan berpikir antara
pengirim pesan dengan penerima pesan, maka pengirim harus menggunakan
stimuli yang dapat dimengerti oleh penerima pesan. Dengan kata lain dalam
menerjemahkan gagasan yang ingin disampaikan, pengirim pesan harus
menggunakan tanda-tanda yang diketahui oleh bidang pengalaman (field of
experience) kedua belah pihak. Semakin besar pertemuan bidang pengalaman
antara pengirim dan penerima pesan, maka semakin besar kemungkinan
pesan akan diterjemahkan secara tepat untuk penerima pesan, dengan kata
lain semakin besar kemungkinan terjadinya komunikasi yang efektif.
Memahami bahasa dan seperangkat tanda dalam suatu pesan menjadi
sesuatu yang mutlak untuk menemukan makna dari suatu pesan. Dalam hal
ini iklan operator selluler 3 (Three) melibatkan bidang pengalaman (field of
experience) khalayak untuk dapat memahami informasi serta nilai-nilai dalam
pesan iklan yang berkaitan dengan realitas sosial gaya hidup masyarakat masa
kini. Masyarakat indonesia yang sebagian besar kini telah menjadi
12
16 masyarakat modern tentunya dapat memahami makna yang tersirat dalam
iklan melalui naskah iklan yang terasa nyata dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Sebagaimana definisi komunikasi yang dikemukakan oleh Raymond
S. Ross “komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih, dan
mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar
membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang
dimaksudkan komunikator”.
Berbekal dari definisi komunikasi yang paling populer dari Harold
Lasswell, yakni “Who says what in which channel to whom and with what
effects”, yakni komunikator (who), pesan (what), media atau sarana
(channel), komunikan (whom), dan pengaruh atau akibat (effect), analisis
iklan televisi yang merupakan salah satu teks media berdasarkan kajian
semiotika merupakan sebuah paket penelitian yang lengkap dalam penelitian
ilmu komunikasi karena tidak hanya melibatkan konsep Lasswell, namun
juga bagaimana tanda-tanda (signs) berkontribusi dalam proses komunikasi
massa. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan unsur pesan dari konsep
5W+1H Lasswell yaitu isi pesan dalam iklan operator selluler 3 (Three) versi
Indie+, sehingga diharapkan penelitian akan mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya.
2.2 Konsep Gaya Hidup
Gaya hidup menurut Kotler (2002) adalah pola hidup seseorang di
17 menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Gaya hidup juga menunjukkan bagaimana orang hidup,
bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu
dalam kehidupannya, juga dapat dilihat dari aktivitas sehari-harinya dan
minat apa yang menjadi kebutuhan dalam hidupnya.
Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan
berinteraksi di dunia. Menurut Assael (1984), gaya hidup adalah “A mode of
living that is identified by how people spend their time (activities), what they
consider important in their environment (interest), and what they think of
themselves and the world around them (opinions)”.
Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu
orang dengan orang lainnya. Pola-pola kehidupan sosial yang khusus pada
akhirnya seingkali disederhanakan dengan istilah budaya dikarenakan sifanya
yang seringkali mengakar. Salah satu faktor yang mempengaruhi gaya hidup
seseorang adalah faktor lingkungan, misalnya ketika seseorang berinteraksi
dengan kelompok sosial tertentu, seperti kelompok sosial kelas atas yang
selalu berpakaian serba mahal dan ber merk, makan di restoran yang mewah
dan berbelanja di Mall, maka ketika kita bergaul dengan kelompok tersebut,
kita akan mudah terbawa arus dan mengikuti gaya hidup mereka.13 Sementara
itu, gaya hidup tergantung pada bentuk-bentuk kultural, tata krama, cara
menggunakan barang-barang, tempat dan waktu tertentu yang merupakan
karakteristik suatu kelompok. Seseorang dalam sebuah kelompok masyarakat
13
Bagong Suyanto. 2013. Sosiologi Ekonomi: Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat
18 akan dinilai mempunyai selera hidup yang tinggi ketika mampu
memanfaatkan waktu luang dengan nyaman, nyaman disini bisa
diidentifikasikan sebagai suatu ruang komsumsi yang cenderung materialis.
Menurut Pilliang (2003) gaya hidup adalah cara manusia konsumer
mengaktualisasikan dirinya lewat semiotisasi kehidupan. Semiotisasi
kehidupan tersebut merupakan suatu tanda-tanda dan kode-kode dimana
diwujudkan dalam bentuk waktu, uang dan barang. Didalam dunia
konsumerisme, apapun dapat dikontruksi sebagai bagian dari gaya hidup,
selama ia dapat dirubah menjadi citra, tanda dan gaya. Sejalan dengan
pendapat A.B Susanto (1998) bahwa gaya hidup adalah cara seseorang
mengkonsumsi waktu dan uangnya untuk mengaktualisasikan dirinya.
Chaney juga memahami gaya hidup sebagai proses aktualisasi diri
dimana para aktor secara refleksif terkait dengan bagaimana mereka harus
hidup dalam suatu konteks interdependensi global.14 Dari berbagai pendapat
mengenai gaya hidup, konsep gaya hidup yang dipakai dalam penelitian ini
adalah cara seseorang mengaktualisasikan diri serta menampilkan identitas
dirinya lewat penggunaan waktu, uang dan barang.
Pesan dalam iklan operator selluler 3 (Three) versi Indie+
menggambarkan tentang realitas sosial gaya hidup modern kaum urban yang
secara disadari atau tidak disadari menimpa hampir seluruh masyarakat
perkotaan dari berbagai kalangan, terutama orang-orang atau kelompok yang
mengikuti arus modernisasi atau menerima proses modernisasi itu sendiri.
14
19 Iklan tersebut menggambarkan bagaimana masyarakat perkotaan
menghabiskan uang dan waktunya, contohnya karyawan kantoran yang
menyukai kebiasaan “ngopi” di kafe mahal, bagaimana sebagian besar
masyarakat perkotaan kini lebih senang menggunakan bahasa asing ketika
berkomunikasi, juga bagaimana seseorang agar tidak dipandang kurang
pergaulan atau ketinggalan zaman.
Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) menyatakan bahwa terdapat dua
faktor yang mempengaruhi gaya hidup, yaitu dari dalam diri individu
(internal) dan luar (eksternal).15 Faktor internal diantaranya meliputi sikap,
pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri yaitu bagaimana
individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek,
motif dimana jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu besar,
maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah kepada gaya
hidup hedonis, dan persepsi. Sedangkan faktor eksternal meliputi kelompok
referensi, keluarga, kelas sosial dimana hierarki kelas sosial masyarakat
menentukan pilihan gaya hidup, kebudayaan. Hal-hal tersebut yang pada
akhirnya akan membentuk perilaku, minat, dan opini seseorang yang
merefleksikan suatu gaya hidup tertentu di kehidupan bermasyarakat.
2.3 Konsep Masyarakat Urban dalam Kajian Sosiologi Perkotaan
Sosiologi perkotaan merupakan salah satu kajian sosiologis mengenai
kota-kota, seperti perilaku masyarakat kota, pola interaksi masyarakat kota,
15
20 hubungan sosial masyarakat kota, problematika dalam masyarakat kota dan
lain-lain.
Kota merupakan salah satu tempat tinggal manusia. Pengertian kota
adalah lokasi dimana terdapat kemungkinan adanya suatu lingkungan
kehidupan yang beraneka ragam dan gaya hidup yang berbeda-beda. Dalam
kamus Merriam Webster, city atau kota diartikan sebagai ”an inhabited place
of greater size, population, orimportance than a town or village”.16
Menurut Moore (1988 : 65) ”masyarakat adalah sekelompok orang
yang hidup ditempat yang sama, berpemerintahan yang sama, dan
mempunyai kebudayaan dan sejarah yang umumnya turun temurun”.
Soerjono Soekanto mengatakan “masyarakat perkotaan atau urban
community adalah masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya.
Tekanan pengertian “kota” terletak pada sifat serta ciri kehidupan yang
berbeda dengan masyarakat pedesaan”.17
Masyarakat perkotaan yang mana kita ketahui itu selalu identik dengan
sifat yang individual, matrealistis, penuh kemewahan,di kelilingi
gedung-gedung yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik
yang besar.18
Menurut ahli Geografi Indonesia, Prof. Bintarto (1984:36), “kota dapat
diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai
dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis,
16
Arthur Gallion & Simon Eisner. 1975. The Urban Pattern. h. 3
17
Soerjono Soekanto. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. h. 138
18
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi : Pemahaman Fakta Dan Gejala
21 atau dapat pula diartikan sebagai benteng budaya yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemutusan penduduk
yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan
materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.”
Seperti yang kita ketahui, masyarakat perkotaan atau urban kerap kali
tak lepas dari aktivitas yang mengarah kepada nilai-nilai konsumerisme,
hedonisme, dan materialisme dimana hal tersebut seperti menjadi tradisi dari
pola hidup yang lebih banyak mencari kesenangan, seperti lebih banyak
menghabiskan waktu di luar rumah, lebih banyak bermain, selalu ingin
menjadi pusat perhatian, senang pada keramaian kota, senang membeli
barang mahal yang disenanginya dan menghabiskan uang untuk mendapatkan
suatu hal yang kecil dan dibayarkan dalam jumlah besar, karena perilaku
tersebut dianggap akan mencerminkan prestise yang tinggi di mata
masyarakat sekitarnya.
Secara fisik kota dinampakkan dengan adanya gedung-gedung yang
menjulang tinggi, hiruk pikuknya kendaraan, pabrik, kemacetan, kesibukan
warga masyarakatnya, persaingan yang tinggi, polusinya, dan sebagainya.
Alasan itulah yang melandasi masyarakat perkotaan dikategorikan sebagai
masyarakat modern.19
Tidak selamanya pula masyarakat kota dikatakan sebagai masyarakat
yang modern. Karena yang di maksud sebagai masyarakat yang modern
dalam bahasan ini adalah kelompok masyarakat yang berada di daerah
19
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi : Pemahaman Fakta Dan Gejala
22 keramaian dan lebih mudah mengalami perubahan atau pengaruh dari
kehidupan masyarakt perkotaan. Sedangkan disisi lain ini masih ada
masyarakatnya yang tertinggal, termasuk masalah informasi dan tekhnologi.20
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat
pedesaan dengan masyarakat perkotaan. Sebenarnya perbedaan tersebut tidak
mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana karena dalam
masyarakat modern, seberapapun kecilnya desa, pasti ada pengaruh-pengaruh
dari kota. Pembedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat
perkotaan, pada hakikatnya bersifat gradual. Agak sulit untuk memberikan
batasan yang dimaksudkan dengan perkotaan karena adanya hubungan
konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan
urbanisme.21
Masyarakat urban menurut peneliti dari Sosiologi UI, dapat
distratifikasikan dalam lima strata, yaitu lapisan elite, lapisan menengah,
lapisan peralihan, lapisan bawah, dan lapisan terendah. Lapisan Elite Kota
adalah lapisan teratas yang mempunyai penghasilan tinggi, generasi mudanya
memiliki gaya hidup kosmopolit, mempunyai akses informasi dan politik
yang sangat besar, serta mobilitas lintas negara yang tinggi. Di bawahnya
terdapat lapisan menengah yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi
walaupun secara finansial lebih rendah dari lapisan elit.22
20
Ibid. h. 856
21
Soerjono Soekanto. “Sosiologi Suatu Pengantar”. Jakarta : Rajawali Pers. 2009. h. 52
22
Himawan Wijanarko, Gaya Hidup dalam (dimuat dalam Majalah Trust)
23 Dalam masyarakat urban yang pluralistik, status sosial ini dengan
mudah dapat dimanipulasi. Tidak mudah melacak apakah status sosial sesuai
dengan kelas sosialnya atau tidak. Seseorang mempunyai pilihan apakah dia
ingin memproyeksikan diri sesuai dengan kelas sosialnya, lebih tinggi atau
justru bersikap low profile. Kelas sosial yang sama memang menghasilkan
gaya hidup tertentu, tetapi dalam rentang yang sangat lebar. Sehingga
melahirkan variasi gaya hidup dalam kelas sosial yang sama.
Pada masyarakat urban yang membentuk konstruksi gaya hidup urban
saat ini telah memunculkan konsumerisme yang menghasilkan kebutuhan
palsu dan membangun bentuk dari kontrol sosial gaya hidup. Gaya hidup
urban merupakan ciri sebuah dunia modern. Maksudnya adalah siapa pun
masyarakat yang hidup sebagai masyarakat modern akan menggunakan
gagasan tentang gaya hidup modern untuk menggambarkan tindakannya
sendiri maupun orang lain. Alex Inkeles mengemukakan bahwa ada
sikap-sikap tertentu yang menandai manusia dalam setiap masyarakat modern. Dan
di antara sikap-sikap ini, ada kecenderungan menerima gagasan-gagasan baru
serta mencoba metode-metode baru.23
2.4Budaya Populer
Untuk membahas pengertian “budaya populer” ada baiknya kita
pahami dulu tentang kata “budaya”, dan selanjutnya tentang “pop”.
23
24 Selanjutnya untuk mendefinisikan budaya pop kita perlu mengkombinasikan
dua istilah yaitu ”budaya” dan ”populer”.
Menurut William, budaya berarti pandangan hidup tertentu dari
masyarakat , periode, atau kelompok tertentu.24 Sedangkan kata ”pop”
diambil dari kata ”populer”. Terhadap istilah ini Williams memberikan empat
makna yakni: (1) banyak disukai orang; (2) jenis kerja rendahan; (3) karya
yang dilakukan untuk menyenangkan orang; (4) budaya yang memang dibuat
oleh orang untuk dirinya sendiri.25 Kemudian untuk mendefinisikan budaya
pop kita perlu mengkombinasikan dua istilah yaitu ”budaya” dan ”populer”.
Dengan demikian jika berbicara tentang budaya pop, berarti
menggabungkan makna budaya dan pop di atas. Makna mengenai pandangan
hidup tertentu memungkinkan kita untuk berbicara tentang praktik-praktik
gaya hidup seperti budaya “nongkrong”, kegemaran bahasa inggris,
menjamurnya tren kafe dan fast food resto mendekati contoh-contoh budaya
populer. Semua hal ini dapat disebut sebagai budaya-budaya yang hidup
sebagai praktik-praktik budaya.
Kebudayaan popular berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat
dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu seperti mega
bintang, kendaraan pribadi, fashion, model rumah, perawatan tubuh, dan
sebagainya. Menurut Ben Agger Sebuah budaya yang akan masuk dunia
hiburan maka budaya itu umumnya menempatkan unsure popular sebagai
24
Raymond Williams. 1983. Pop Culture. London: Fontana. h. 90
25
25 unsure utamanya. Budaya itu akan memperoleh kekuatannya manakala media
massa digunakan sebagai penyebaran pengaruh di masyarakat.26
Budaya pop (singkatan dari budaya populer) disebut juga budaya massa
karena kontennya diproduksi secara massif untuk tujuan komersialisasi.
Ciri-ciri budaya pop antara lain: sangat dipengaruhi oleh media dan pasar,
kontennya bersifat universal namun cepat punah dan tergantikan, dan
orientasi produksi secara massal. Menurut McQuail, wujud budaya pop
beraneka macam, misalnya: bahasa, tekhnologi, busana, musik, dan tata
cara/perilaku. Serta, objek sasaran budaya ini adalah para pemuda.27
Storey juga menyebutkan budaya pop adalah budaya yang berasal dari
“rakyat”. Budaya pop adalah budaya otentik “rakyat”. Budaya pop seperti
halnya budaya daerah merupakan budaya dari rakyat untuk rakyat. Budaya
populer, atau budaya pop, adalah budaya rakyat yang berlaku di masyarakat
manapun. Isi dari budaya pop ditentukan oleh interaksi sehari-hari, kebutuhan
dan keinginan, dan waktu kebudayaan yang membentuk patokan dalam
kehidupan sehari-hari.28
Sosiolog Prancis, Pierre Bourdieau pernah mengatakan bahwa
perbedaan budaya seringkali dimanfaatkan untuk memperlebar dan
memelihara perbedaan kelas. ”Selera” misalnya, bisa disebut sebagai sebuah
kategori ideologis yang difungsikan sebagai ciri ”kelas” (pemakaian istilah
”kelas” dalam hal ini diposisikan dalam arti ganda, yaitu kategori sosial
26
Bungin, Burhan. 2009. Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Kencana. h. 100.
27
Denis McQuail. 1996. Teori Komunikasi Massa: Suatu pengantar. Jakarta: Erlangga. h. 36.
28
John Storey. 2004. Teori Budaya dan Budaya Pop Memetakan Lanskap
26 ekonomi dan tingkat kualitas tertentu). Bourdieu menyebut satu contoh.
”konsumsi budaya”. Baginya konsumsi budaya sudah ditentukan, sadar dan
disengaja, atau tidak untuk tujuan memenuhi fungsi sosial pengabsahan
perbedaan sosial.29
Menurut Richard Malthy, budaya pop memberi ruang bagi ”eskapisme
yang bukan hanya lari dari, atau ke tempat tertentu, tetapi suatu pelarian dari
utopia kita sendiri”.30 Dalam hal ini, praktik budaya seperti nongkrong” di
kafe, pergi ke bioskop, serta perilaku konsumsi lainnya bisa dikatakan
berfungsi layaknya sebuah mimpi. Mereka mengartikulasikan dalam bentuk
yang tersamar secara kolektif dan menghegemoni, dimana mereka ada dalam
kondisi menekan dan tertekan, serta keinginan dan harapan yang
dimotivasikan oleh kebutuhan akan status sosial tertentu.
Seperti halnya merujuk pada pemikiran Herbert Marcuse dalam
bukunya One Dimensional Man bahwa kebanyakan kebutuhan yang
ditawarkan untuk rileks, bersenang-senang untuk berperilaku dan
mengkonsumsi sesuai dengan iklan adalah termasuk kebutuhan palsu.
Kebutuhan-kebutuhan palsu ini merupakan tuntutan sosial yang
perwujudannya berupa nilai-nilai dalam relasi sosial seperti status sosial,
prestise, eksistensi, dan citra, yang dinyatakan melalui berbagai komoditas
yang diperoleh dengan jalan konsumerisme.31
29 Pierre Bourdieu. 1984. Distintion: A Social Critique of the Judgment of Taste, terjemahan
Richard Nice. Cambridge. MA: Harvard University Press. h. 5. 30
Richard Maltby. 1989. “Introduction” dalam Dreams for Sale: Popular Culture in the 20th
Century, disunting oleh Richard Malthy, London: Routledge. h. 14. 31
27 Proses membuat budaya, menurut Fiske, merupakan perjuangan kelas.
Bertentangan dengan kritik yang sering diajukan orang bahwa budaya pop tak
lain dari –eksploitasi komersial yang kapitalistik atau “budaya massa”, Fiske
berpendapat bahwa pop tercipta sebagai hasil perlawanan terhadap dan
pengelakan dari kekuatan-kekuatan ideologis dan budaya dominan.
“kesenangan –kesenangan pop pasti selalu merupakan
kesenangan-kesenangan kaum tertindas; kesenangan-kesenangan-kesenangan-kesenangan itu pasti mengandung
unsur-unsur oposisi, mengelak, skandal, menghina, vulgar, dan menentang.
Kesenangan-kesenangan yang ditawarkan oleh konfromitas ideologis sifatnya
patuh dan hegemonis; dan jelas bukanlah kesenangan pop dan bertentangan
dengannya”.32
2.5 Periklanan
Peran media sangat penting karena menampilkan sebuah cara dalam
memandang realita. Media massa mempunyai kekuatan dan merupakan suatu
alat kekuasaan yang efektif untuk menarik perhatian umum secara langsung,
membujuk opini dan kepercayaan publik ataupun mempengaruhi perilaku.
Karena media massa memiliki peluang yang sangat besar dalam
mempengaruhi makna, maka media sesungguhnya memainkan peran khusus
dalam mempengaruhi budaya tertentu melalui penyebaran informasi melalui
banyak bentuk penyajian pesan, salah satunya iklan.
32
28 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia iklan dapat diartikan sebagai
berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik
pada barang dan jasa yang ditawarkan.33 Dalam literatur pemasaran, iklan
atau advertising didefinisikan sebagai kegiatan berpromosi (barang atau jasa)
lewat media massa.34
Menurut Bovee, iklan adalah suatu proses komunikasi, proses
pemasaran, proses sosial dan ekonomi, proses public relations, atau proses
informasi dan persuasi yang kesemuanya bergantung dari cara memandang
kita.35
Dari definisi diatas, terdapat beberapa komponen utama dalam sebuah
iklan yakni mendorong dan membujuk. Dengan kata lain, sebuah iklan harus
memiliki sifat persuasi. Jadi, pada kesimpulannya pengertian iklan secara
sederhana adalah upaya promosi untuk memasarkan produk atau jasa untuk
dibeli oleh konsumen.
Sebagai media komunikasi komersial, iklan seperti wahana bagi
produsen untuk membangun kesadaran dan mempengaruhi perilaku calon
konsumen agar bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan. Iklan
dirancang sedemikian rupa agar mampu menarik kesadaran akan informasi
yang disampaikan, sehingga terjadi perubahan sikap atau tindakan dari calon
konsumennya yang diharapkan oleh para produsen (pengiklan) yang sifatnya
mencari keuntungan.
33 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2005), Cet. Ke-3, hal. 421. 34
Wahyu Wibowo. 2003. Sihir Iklan “Format Komunikasi Mondial dalam Kehidupan Urban
Kosmopolit”. Jakarta: Gramedia. h. 5. 35
29 Bila dikaji berdasarkan jenis, tujuan, manfaat, dan strategi periklanan,
nyatanya iklan tidak hanya berkenaan dengan kata “promosi” namun juga
bagaimana iklan menjadi salah satu bentuk komunikasi massa yang di
dalamnya menyimpan banyak tanda yang berkaitan dengan realitas sosial di
kehidupan bermasyarakat.
Sikap skeptis khalayak terhadap iklan membuat para pengiklan kini
perlu menciptakan sebuah iklan dengan tampilan yang unik, mencolok, dan
menggugah perasaan ingin tahu khalayak. Minimal iklan bisa menarik
khalayak untuk sekedar menyentuh aspek alam bawah sadar mereka, tanpa
harus mengubah keinginan konsumen untuk membeli atau memiliki produk
yang diiklankan tersebut. Tentunya hal tersebut terkait dengan bentuk
tampilan iklan.
Dalam tampilan iklan yang muncul di berbagai media tersebut terdapat
berbagai macam tanda yang dibuat oleh pengiklan dalam usahanya untuk
menarik minat khalayak. Berbagai macam tanda itulah yang hendak dikaji
dalam sebuah kasus tampilan iklan melalui pendekatan semiotika.
Iklan berusaha untuk mempengaruhi perhatian, menciptakan hasrat, dan
menstimulasi kegiatan yang berujung pada pembelian produk dan jasa seperti
yang diiklankan. Iklan bukan hanya menawarkan barang, namun juga
seksualitas, keindahan, kemudaan, kemodernan, kebahagiaan, kesuksesan,
status dan kemewahan (Wilson, 1989 : 263), yang kesemuanya ini pada
30 Suatu hal bisa diangkat menjadi iklan dengan berdasarkan pada suatu
referensi atau rujukan sosial, karena khalayak dianggap tidak mampu
memahami iklan jika tidak memiliki referensi sosial. Iklan yang tidak
memiliki rujukan sosial dapat diabaikan oleh khalayak. Apalagi jika iklan
tersebut tidak dikemas secara apik dan menarik. Namun apabila sebuah pesan
iklan (tema yang diangkat) memiliki konteks dalam kehidupan sosial
sehari-hari dan pengemasan iklannya juga menarik, maka hampir bisa dipastikan
iklan tersebut akan melekat di benak khalayak, minimal orang tahu dan
mudah untuk mengingat iklan tersebut.
Pesan dalam iklan operator selluler 3 (Three) versi Indie+ yang
mengangkat realitas sosial gaya hidup kaum urban sebagai pesan iklan
dengan penyajian yang unik (dengan menggunakan anak-anak sebagai
bintang iklan) bermaksud untuk membuat khalayak tetap tertarik untuk
menyaksikan iklan dari awal sampai akhir sebab iklan operator selluler 3
(Three) versi Indie+ cukup berbeda dalam menunjukkan sisi promosinya
yang tidak terlalu eksplisit, dimana kebanyakan iklan secara terang-terangan
mempromosikan produknya. Hal itu justru menjadi poin tambahan agar
khalayak dapat mengingat iklan tersebut dengan baik, iklan yang mudah
diingat tentunya akan memudahkan khalayak untuk mengingat ciri khas suatu
produk.
Dalam desainnya, karakter produk atau jasa harus benar-benar mewujud
dalam pesan komunikasi yang diciptakan. Pesan kemudian dikirim kepada
31 Maka dalam hal ini kekuatan pesan sangat ditentukan oleh creative strategy
secara terpadu.36
Iklan operator selluler 3 (Three) versi indie+ adalah salah satu iklan
yang menggunakan strategi kreatif dalam memasarkan produknya. Jika
dahulu para pengiklan secara langsung mempromosikan produknya dengan
kalimat-kalimat yang mempersuasif khalayak, maka iklan operator selluler 3
(Three) telah mendorong industri periklanan untuk semakin mampu
mengembangkan minat khalayak untuk menyaksikan iklan di televisi dalam
kemasan yang apik dan cerdas karena iklan yang hanya menggunakan kalimat
“ayo beli” kini sudah tidak lagi mampu mempengaruhi ketertarikan khalayak
terhadap sebuah produk.
Disinilah iklan menjadi salah satu bentuk komunikasi massa yang
menyajikan banyak tanda yang merefleksikan sebuah realitas sosial tertentu.
Dalam konteks penelitian ini, iklan operator selluler 3 (Three) dipahami
sebagai teks media yang di dalamnya terdapat banyak tanda, dan semiotika
merupakan salah satu pendekatan dalam menelaah sesuatu yang berhubungan
dengan tanda, maka analisis semiotika dianggap mampu menguraikan dan
menemukan makna di balik tanda yang ada dalam sebuah iklan baik tanda
verbal maupun nonverbal.
Analisis semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal
yang tersembunyi di balik sebuah tanda yang ada dalam berbagai teks media.
Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna
36
Tom Altstiel dan Jean Grow. 2006. Advertising Strategy: Creative Tactics from the Outside/In.
32 tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari
berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada.37
Wernick (1991) melihat iklan sebagai promosi budaya, dan iklan sebetulnya
merupakan sarana ekspresi simbolik budaya. Iklan dapat menjadi wacana
dalam masyarakat, karena iklan bermain dalam dunia tanda dan bahasa. Imaji
menjadi mimpi yang ingin ditawarkan.38
Semua tanda yang ada di dalam iklan operator selluler 3 (Three) indie+
tentunya memiliki makna tersembunyi, yang secara tidak langsung merujuk
pada suatu makna tertentu. Anak-anak sebagai bintang iklan yang
melambangkan mitos tertentu, serta jargon iklan “jadi orang gede
menyenangkan, tapi susah dijalani” pada iklan merupakan salah satu kode
pesan yang maknanya perlu dirasakan sendiri oleh khalayak sebagai
pengguna tanda. Slogan tersebut memberikan kode akan makna yang
dimaksud dalam pesan iklan, yang menggambarkan tentang dua sisi dari
kehidupan modern masyarakat saat ini. Disatu sisi gaya hidup modern
memberikan kepuasan tersendiri bagi seseorang, disisi lain gaya hidup
modern nyatanya tidak sepenuhnya menguntungkan bagi kaum urban itu
sendiri.
Iklan sebagai salah satu isi media pada hakikatnya adalah hasil
konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan
bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa
37
Rachmat Kriyantono. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. h.262. 38
Andrew Wernick. 1991. Promotional Culture: Advertising, Ideology and Symbolic Expression.
33 menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang
realitas tersebut. Akibatnya, media massa mempunyai peluang yang sangat
besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas
yang dikonstruksikannya.39
2.6 Ilmu Semiotika
Ilmu yang mempelajari tanda disebut semiotika. Semiotika berasal dari
bahasa Yunani: semeion, yang berarti tanda. Dalam pandangan Piliang,
penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam berbagai cabang
keilmuan, hal ini dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang
berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata lain, bahasa
dapat dijadikan dasar dalam berbagai wacana sosial. “Berdasarkan pandangan
semiotika, bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena
bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. Hal ini
dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri.”40
Secara lengkap, semiotika dapat dijelaskan pula sebagai ilmu yang
mempelajari tentang tanda, berfungsinya tanda, dan produksi makna. Tanda
dapat memiliki arti yang berbeda pada diri setiap orang dengan orang lain.
Seperti menurut Van Zoest dalam Piliang, segala sesuatu yang dapat diamati
atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas
39
Alex Sobur. 2009. Analisis Teks Media: Suatu pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. h. 88.
40
Yasraf Amir Piliang. 2004. PosRealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika.