• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAYA HIDUP KAUM URBAN DALAM IKLAN 3 (THREE) (Analisis Semiotika Roland Barthes terhadap Iklan Operator Selluler 3 (Three) Versi Indie+ “Jadi Orang Gede Menyenangkan, Tapi Susah Dijalani”) - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "GAYA HIDUP KAUM URBAN DALAM IKLAN 3 (THREE) (Analisis Semiotika Roland Barthes terhadap Iklan Operator Selluler 3 (Three) Versi Indie+ “Jadi Orang Gede Menyenangkan, Tapi Susah Dijalani”) - FISIP Untirta Repository"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA HIDUP KAUM URBAN DALAM IKLAN 3

(THREE)

(Analisis Semiotika Roland Barthes terhadap Iklan Operator Selluler 3

(Three) Versi Indie+ “Jadi Orang Gede Menyenangkan, Tapi Susah

Dijalani”)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Hubungan Masyarakat Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh:

Resti Septriana Putri NIM 6662101202

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)
(3)
(4)
(5)

LEMBAR MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah

selesai (dari suatu urusan) kerjakan dengan sesungguhnya (urusan) yang lain dan

hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”.

(QS. Al-insyiroh:6-8)

“Dan, cukuplah Rabb-mu menjadi Pemberi Petunjuk dan Penolong”

(QS. Al-Furqon: 31)

“Ketika kita sudah Ikhtiar dan Tawakal dengan maksimal Insya Allah Gusti Allah

akan selalu memberi jalan yang terbaik untuk hamba-hambanya yang sabar”.

(Suprapto, SE)

“Tidak ada perjuangan yang berakhir sia-sia, kegagalan adalah keberhasilan

yang tertunda, maka bersabarlah”.

(Resti Septriana Putri)

(6)

LEMBAR PERSEMBAHAN

Dengan Rahmat dan Ridho Allah yang maha kuasa, ku berucap Syukur hanya

kepada Allah SWT, skripsi ini dapat terselesaikan tanpa ada kendala yang cukup

berarti.

Kupersembahkan karya ini untuk :

Ibuku tercinta (Kathryn Kristiani), yang senantiasa memberikan semangat dan

doa yang luar biasa sehingga begitu banyak kemudahan yang aku dapatkan

dalam menyelesaikan tugas ini

Kakakku tercinta (Wulan Astarina Dewi) yang selalu mengajarkan untuk menjadi

sosok yang pemberani, mandiri, yang memiliki prinsip kuat dalam kehidupan.

Adikku tersayang (Nurul Anggraini), yang senantiasa memberikan semangat dan

menghilangkan rasa jenuh dengan kisah hari-hari yang menyenangkan.

Sheila Ambarwati, sahabat terbaikku dan teman seperjuangan konsentasi humas

2010 untuk semua canda tawa, keluh kesah, semangat, dan kebersamaan kita

(7)

ABSTRAK

Resti Septriana Putri. 6662101202. SKRIPSI. GAYA HIDUP KAUM URBAN DALAM IKLAN 3 (Analisis Semiotika Terhadap Iklan Operator Selluler 3 (Three) Versi Indie+ “Jadi Orang Gede Menyenangkan, Tapi Susah Dijalani). Program Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2012.

Saat ini iklan telah tumbuh sebagai industri kreatif yang tidak hanya memiliki nilai jual suatu produk atau jasa. Selain bersifat persuasif, iklan televisi juga merupakan bentuk komunikasi massa yang mengandung banyak tanda yang menampilkan realitas sosial tertentu, di mana khalayak dapat melakukan interpretasi makna yang ada dalam iklan. Tanda-tanda itu antara lain terdiri dari tanda verbal (judul, jargon, dan naskah iklan) dan tanda nonverbal (visualisasi, ilustrasi, dan sinematik). Iklan Operator Selluler 3 (Three) adalah salah satu iklan televisi yang tanda dan maknanya mengarah pada suatu realitas sosial, yaitu realitas sosial gaya hidup kaum urban. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menemukan dan mengungkapkan tentang: (1) Makna denotasi dan konotasi yang terdapat dalam iklan 3 versi Indie+, (2) Mitos yang dibangun melalui sistem tanda dalam 3 versi Indie+. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode semiotika dari Roland Barthes. Melalui metode semiotika, tanda verbal dan nonverbal dalam iklan dapat dianalisis melalui kombinasi petanda dan penandanya, lalu dianalisis berdasarkan tataran denotatif dan konotatif, sehingga peneliti menemukan mitos-mitos yang menyertainya. Subjek penelitian mengambil iklan televisi operator selluler 3 versi Indie+ yang ditayangkan pada tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklan 3 mencitrakan mitos dan ideologi yang ada dalam gaya hidup urban, dimana profesi, bahasa, dan kekayaan materi mengkonotasikan status, kelas, dan prestise

masyarakat urban. Serta perilaku masyarakat urban yang selalu mengikuti gaya hidup modern yang mengarah pada konsumerisme, materialisme, dan hedonisme yang diukur sebagai kebahagiaan hidup. Semua itu berakhir pada satu tujuan, yaitu eksistensi diri sebagai masyarakat modern yang seutuhnya. Disisi lain, gaya hidup kaum urban merupakan dilema yang melanda kelas sosial tertentu. Maksudnya disini adalah kelas menengah bawah masyarkat perkotaan, karena tidak hanya kaum elit saja yang menjadi bagian dari gaya hidup kaum urban mengingat gaya hidup kini bukan lagi lintas kelas, melainkan kebebasan yang menjadi hak golongan atau kelas manapun, tidak terkecuali golongan menengah ke bawah. Itulah yang terjadi pada masyarakat modern yang menjadi korban dari penjajahan dominasi barat serta industri kapitalis terhadap negara dunia ketiga.

(8)

ABSTRACT

Resti Septriana Putri. 6662101202. THESIS. URBAN LIFESTYLE IN 3 Commercial Ads (Semiotics Analysis of Roland Barthes to 3 (Three) Commercial Ads Indie+ Version “Jadi Orang Gede Menyenangkan, Tapi Susah Dijalani). Communication Science. Faculty of Social and Politics Science. Sultan Ageng Tirtayasa University. 2012.

Currently, there are so many advertising grow as creative industries and not only selling-product oriented. Television advertising not only about a persuasive message, but also a form of mass communication contains a lot of signs that show a certain social reality, in which audience can interpret the meaning that contained in the ad. The following signs are verbal signs (titles, jargon, ad copy) and nonverbal signs (visualization, illustration, cinematic). 3 (Three) commercial ads Indie+ version is one of the television commercials which its signs and its meaning reflects a social reality, specifically the social reality of urban lifestyle. The main objective of this research is to discover and reveal about: (1) The meaning of denotation and connotation contained in advertisements Indie + 3 version, (2) Myths are built through the system of signs in 3 (Three) commercial ads Indie+ version. The approach in this study is qualitative method of Roland Barthes semiotics. Through the method of semiotics, verbal and nonverbal signs in advertisements can be analyzed through a combination of signifier, and analyzed by denotative and connotative level, so that researchers can discover the hidden meaning and the following myths in the message. The subject of research taking a television commercial ads of provider 3 (Three) Indie+ version which is aired in 2011. The results showed that 3 (Three) commercial ads Indie+ version represents myths and ideologies that exist in the urban lifestyle. Where the urban society opinion that profession, language, and material can elevate status, class, and someone prestige. More, urban society behavior always follow the modern lifestyle that leads to consumerism, materialism, and hedonism which is measured as the joy of life. All that thing is ended in one goal, where urban society want the existence of a whole modern society. On the other side, urban lifestyle is a dilemma that struck a particular social class, like the lower middle class urban society. Because not only the elite who can become a part of the urban lifestyle, considering the lifestyle is no longer a cross-class, but a human rights of freedom, even the lower middle class. That's what happens now in modern society who are the victims of western collonialiation and capitalist industry to the third world countries.

(9)

i KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Segala Puji dan Syukur hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segalanya,hingga dapat terselesaikannya skripsi ini yang berjudul Gaya Hidup Kaum Urban Dalam Iklan 3 (Analisis Semiotika Roland Barthes Terhadap Iklan Operator Selluler Versi Indie+ “Jadi Orang Gede Menyenangkan, Tapi Susah Dijalani) ini. Sesungguhnya hidayah itu adalah hidayah-Mu, rahmat itu adalah rahmat-Mu, keindahan itu adalah keindahan-Mu, kekuatan itu adalah kekuatan-Mu, kekuasaan itu adalah kekuasaan-Mu dan pemeliharaan itu adalah pemeliharaan-Mu. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh pendidikan tingkat Strata Satu Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.

Di dalam proses penyusunan, penulis berterima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.pd. selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Dr. Agus Sjafari, M. Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

(10)

ii selama menyelesaikan sarjana Ilmu Komunikasi, serta masukan, kesabaran, ilmu dan bimbingannya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Teguh Iman Prasetya, SE, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II, terima kasih telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, serta saran untuk menyempurnakan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan staff Program Studi Ilmu Komunikasi, staff Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dan staff Perpustakaan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Serta bagi seluruh pihak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil, yang tidak tercantum dalam halaman ini, hanya ucapan terima kasih yang bisa penulis sampaikan, semoga Allah membalas kebaikan kalian.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun yang dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya di masa mendatang. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk para pembaca terutama untuk penelitian serupa di masa mendatang.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Serang, Oktober 2014

(11)

iii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

LEMBAR PERSETUJUAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Identifikasi Masalah ... 10

1.4 Tujuan Penelitian ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Ilmu Komunikasi ... 13

2.2 Konsep Gaya Hidup ... 16

2.3 Masyarakat Perkotaan Dalam Kajian Sosiologi Perkotaan ... 19

2.4 Budaya Populer ... 23

2.5 Periklanan ... 27

2.6 Ilmu Semiotika ... 33

2.7 Konsep Semiotika Roland Barthes ... 35

2.7.1 Denotasi dan Konotasi ... 38

2.7.2 Mitos ... 42

2.8 Analisis Pesan Iklan Menurut Pemikiran Barthes ... 44

(12)

iv

3.8 Teknik Keabsahan Penelitian ... 63

3.9 Jadwal Penelitian ... 65

3.10 Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian ... 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

4.1 Profil Perusahaan 3 (Three) ... 67

4.2 Karakteristik Data ... 69

4.3 Hasil Analisis dan Interpretasi Data ... 69

4.3.1 Pembahasan 1 ... 70

4.4 Kecerdikan Produk dalam Memanfaatkan Realitas Sosial Sebagai Bentuk Persuasif Iklan ... 102

(13)

v

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Model Kajian Semiotik Berdasar Unsur Denotasi dan Konotasi ... 41

Tabel 2.2 Kode Sinematik ... 46

Tabel 2.3 Tinjauan Perbandingan Penelitian Terdahulu ... 52

Tabel 3.1 Unit Analisis Penelitian ... 60

Tabel 4.1 Penerapan Peta Tanda Roland Barthes Pada Scene 1 ... 71

Tabel 4.2 Penerapan Peta Tanda Roland Barthes Pada Scene 2 ... 75

Tabel 4.3 Penerapan Peta Tanda Roland Barthes Pada Scene 3 ... ... 81

Tabel 4.4 Penerapan Peta Tanda Roland Barthes Pada Scene 4 ... 85

Tabel 4.5 Penerapan Peta Tanda Roland Barthes Pada Scene 5 ... ... 90

Tabel 4.6 Penerapan Peta Tanda Roland Barthes Pada Scene 6 ... ... 95

(14)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes... 39

Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir ... 48

Gambar 4.1 Potongan Scene 1 ... 70

Gambar 4.2 Potongan Scene 2 ... 75

Gambar 4.3 Potongan Scene 3 ... 81

Gambar 4.4 Potongan Scene 4 ... 85

Gambar 4.5 Potongan Scene 5 ... 90

Gambar 4.6 Potongan Scene 6 ... 95

Gambar 4.7 Potongan Scene 7 ... 98

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan kreatifitas iklan televisi berhubungan erat dengan

kompetisi antara pengiklanan dan pertumbuhan media sebagai sarana beriklan.

Kini perkembangan media massa dengan realitas kehidupan terutama televisi

dengan segala tampilannya menjadi semakin menarik. Saat ini televisi telah

menjadi bagian dari kebudayaan audiovisual baru dan merupakan medium

yang paling kuat pengaruhnya dalam membentuk sikap dan kepribadian baru

masyarakat luas.

Saat ini iklan yang biasa-biasa saja sudah tidak banyak mendapatkan

reaksi yang baik dari khalayak, sehingga menyulitkan bagi iklan untuk

menarik perhatian khalayak untuk melangkah ke tahap berikutnya. Berangkat

dar hal itulah para pengiklan harus mampu membuat khalayak tetap bertahan

menyaksikan iklan dari awal sampai akhir dengan kemasan iklan yang

menarik. Efek visual sangat penting untuk meningkatkan rangsangan

terhadap pesan yang disampaikan. Kesempatan awal yang diraih dari sebuah

penyajian iklan harus memunculkan sebuah skenario dengan daya rangsang

yang sangat tinggi sehingga perhatian khalayak dapat terpaku pada iklan dari

awal sampai akhir.1

1

Soemanagara, Rd. 2008. Strategic Marketing Communication (Konsep Strategis dan Terapan).

(16)

2 Sebagai salah satu bentuk komunikasi massa, iklan televisi merupakan

sebuah pesan yang kini semakin beragam strategi penyajiannya sebab iklan

televisi tidak hanya pesan yang berwujud kata-kata (audio), namun juga

dengan gambar-gambar yang mendukung kata-kata tersebut (visual). Pesan

yang diciptakan muncul dalam bentuk verbal dan visual yang menyatu dalam

konsep total antara kata-kata dan visual.2 Pada akhirnya tampilan pesan iklan

yang menarik dapat mempengaruhi khalayak untuk membeli produk yang

dipasarkan. Strategi kreatif dari sisi internal dalam proses penciptaan

komunikasi pemasaran memegang kunci penting dalam keberhasilan suatu

produk atau jasa.3

Jika ditinjau berdasarkan ilmu komunikasi massa, iklan mengandung

tanda-tanda komunikatif dimana agensi periklanan sebagai komunikator dan

audiens sebagai komunikan. Lewat tanda-tanda itulah suatu pesan iklan

menjadi bermakna. Tanda-tanda itu antara lain terdiri dari tanda verbal (judul,

jargon, dan naskah iklan) dan tanda nonverbal (visualisasi, ilustrasi, tipografi,

dan sinematik), sehingga iklan tidak hanya merupakan jalur promosi namun

juga sebuah jalur penyampaian pesan akan tanda dan lambang yang memiliki

interpretasi tertentu.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada dasarnya tanda atau

lambang yang digunakan dalam iklan terdiri atas dua jenis, yaitu yang verbal

dan nonverbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal; lambang yang

2

J. Thomas Russel; and W. Ronald Lane. 2006. Kleppner’s Advertising Procedure, 14th edition.

Prentice Hall, New Jersey. h. 470. 3

A. Jerome Jewler, and Bonnie L Drewniany. 2004. Creative Strategy in Advertising. Wadsworth

(17)

3 nonverbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan, yang tidak

secara khusus meniru rupa atas bentuk realitas. Disinilah pengiklan dapat

mengemas sebuah pesan yang mewakili suatu realitas sosial tertentu dan

realitas sosial itu sendiri harus berkaitan dengan karakteristik produk yang

dipasarkan.

Iklan televisi banyak menampilkan realitas sosial, di mana khalayak

melakukan interpretasi makna yang ada dalam suatu pesan iklan televisi.

Meskipun proses interpretasi menghasilkan makna yang berbeda-beda karena

karena khalayak berasal dari ruang dan kelompok sosial yang berbeda-beda

ruang dan kelompok sosialnya, namun di satu sisi iklan televisi sudah pasti

berusaha menyampaikan pesan dengan bahasa yang universal karena pada

dasarnya tujuan utama iklan adalah untuk mempengaruhi keputusan khalayak

itu sendiri.

Saat ini perkembangan iklan cenderung mengarah pada sales

entertainment yaitu iklan yang tidak hanya berorientasi pada peningkatan

penjualan tetapi juga memperhatikan unsur hiburan atau sesuatu yang mampu

menggelitik perhatian konsumen. Iklan semacam ini merupakan bentuk iklan

simbolik, yaitu iklan yang menggunakan bahasa dan simbol-simbol tertentu

dan menggunakan makna-makna tertentu yang hanya bisa dipahami oleh

kalangan-kalangan tertentu.4 Hal ini berkaitan dengan penentukan segmentasi

pasar yang disesuaikan dengan karakteristik produk yang ditawarkan,

4

(18)

4 sehingga kemungkinan terjadinya kegagalan komunikasi periklanan dapat

dihindari.

Di satu sisi, realitas iklan dapat menjadi representasi realitas sosial,

artinya iklan mengacu atau memiliki referensi pada realitas yang dialami di

kehidupan masyarakat. Di sisi lain iklan juga mampu mengkonstruksi apa

yang dianggap sebagai realitas oleh masyarakat melalui penciptaan citra dan

makna yang tidak selalu memiliki rujukan pada realitas sosial. Di antara

kedua pendapat tersebut ada juga yang memiliki anggapan bahwa iklan

memiliki ruang realitasnya sendiri. Bahwa pada saat yang sama iklan

mencerminkan realitas sosial sekaligus menyajikan permainan citra, makna

rekaan pada masyarakat.

Penelitian ini membahas tentang makna gaya hidup kaum urban dalam

sebuah iklan yang dianalisis melalui metode dan teori semiotika Roland

Barthes. Barthes memberikan sebuah pemikiran tentang mitos-mitos yang

terdapat pada iklan atau budaya massa kontemporer, salah satunya iklan.

Disini iklan menyimpan beragam ideologi tergantung tujuannya dalam

melakukan transmisi pesan. Iklan yang dianalisis merupakan iklan yang

muncul pada tahun 2011 dimana iklan tersebut adalah iklan jasa layanan

telekomunikasi atau lebih dikenal dengan operator selluler bernama karena

penyajiannya yang unik sekaligus persuasif.

Iklan operator selluler 3 (Three) menyajikan sebuah pesan yang isinya

mewakili realitas sosial yang ada di masyarakat, yaitu realitas sosial gaya

(19)

5 perhatian khalayak dan menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Iklan

tersebut menggambarkan potret gaya hidup populer kaum urban, dengan

menampilan anak-anak sebagai bintang utama iklan tersebut serta ilustrasi

dan visualialisi pesan yang terasa nyata dan membawa khalayak masuk ke

dalam dunia yang digambarkan dalam iklan tersebut.

Konsep gaya hidup kaum urban pada iklan operator selluler 3 (Three)

versi Indie+ merujuk pada definisi gaya hidup yang dikemukakan oleh Kotler

(2002:192), gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang

diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup juga dapat

didefinisikan sebagai suatu frame of reference atau kerangka acuan yang

dipakai seseorang dalam bertingkah laku, dimana individu tersebut berusaha

membuat seluruh aspek kehidupannya berhubungan dalam suatu pola

tertentu, dan mengatur strategi begaimana ia ingin dipersepsikan oleh orang

lain.5

Berkaitan dengan pendapat Kotler tersebut, gaya hidup kaum urban

merupakan suatu fenomena pergeseran budaya ketimuran yang mulai berganti

dengan budaya barat sebagai dampak dari proses modernisasi belakangan ini.

Fenomena tersebut berdampak pada perubahan aktivitas, minat, dan opini

masyarakat urban itu sendiri. Meskipun hal-hal yang masih bersifat

tradisional dimasyarakat menjadi filter atau penyaring ketat masih

menyebabkan sulitnya masuk budaya tertentu, namun ternyata proses

5

Kurnia Wijayanti. 2004. Fenomena Pusat Kebugaran dalam Perkembangan Kota (Studi Kasus:

(20)

6 peleburan budaya barat telah terjadi secara perlahan-lahan dengan masyarakat

dalam jangka waktu yang cukup lama dan telah menciptakan pergeseran

budaya yang saat ini sedang terjadi.

Diantara bagian dari gaya hidup kaum urban yang digambarkan dalam

iklan operator selluler 3 (Three) versi Indie+ adalah gaya hidup modern yang

lekat dengan mitos kesenangan hidup serta pemuasan akan produk-produk

konsumsi yang ditawarkan kapitalis yang melanda kehidupan orang dewasa.

Disinilah terjadi false need, dimana sesuatu yang sebenarnya tidak kita

butuhkan atau hanya berupa keinginan berubah menjadi kebutuhan yang

harus dipenuhi. Sebuah produk mendoktrin, memanipulasi, menyebarkan

kesadaran palsu yang menjadi gaya hidup (way of life).6 Aktivitas, minat, dan

opini masyarakat urban yang digambarkan dalam iklan tersebut meliputi

trend “ngopi” di kafe mahal, “nongkrong” di Mall, berpenampilan “eksmud”

(eksekutif muda), kebiasaan hangout, lebih suka berbicara bahasa inggris

karena berpikir dengan berbicara bahasa inggris dapat meningkatkan gengsi

seseorang, serta kebiasaan-kebiasaan lain yang tanpa kita sadari mewakili

realitas sosial gaya hidup modern masyarakat urban.

Fenomena gaya hidup kaum urban seperti yang digambarkan dalam

iklan operator selluler 3 (Three) versi Indie+ menimpa sebagian besar

masyarakat perkotaan, yang pada awalnya menjunjung tinggi adat dan tradisi

ketimuran, kini perlahan-lahan beradaptasi dengan gaya hidup yang modern

sejalan dengan masuknya era modernisasi. Contoh sederhana dari pergesaran

6

(21)

7 gaya hidup ketimuran menjadi gaya hidup kaum urban yang sedang

berlangsung saat ini adalah penampilan fisik masyarakat yang pada awalnya

berestetika, kini berganti dengan penampilan glamour. Jika dibandingkan,

sepuluh tahun yang lalu menggunakan baju minim merupakan hal yang masih

dianggap tabu sekarang telah menjadi hal yang lumrah dan malah menjadi

trend fashion yang digemari oleh masyarakat perkotaan.

Gaya hidup kaum urban yang meliputi masyarakat perkotaan berkaitan

dengan bagaimana seseorang ingin dipersepsikan oleh orang lain disekitarnya

terutama orang-orang yang dianggap berpengaruh di kehidupannya, sehingga

gaya hidup tergolong berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di

mata orang lain, yang pada akhirnya berkaitan dengan status sosial yang

dicerminkan seseorang. Menurut Susanne K. Langer, salah satu kebutuhan

pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang.

Simbol-simbol ini digunakan untuk merefleksikan status dan gaya hidup yang

dianut, yang sangat berpengaruh dalam perilaku konsumsi pemakainya.7

Meskipun setiap individu berhak untuk menentukan gaya hidup yang

diinginkan, namun faktor lingkungan seringkali menuntut seseorang untuk

mengikuti gaya hidup setempat agar mendapat pengakuan di masyarakat

setempat itu sendiri. Misalnya, jika seseorang tinggal di lingkungan yang

masih menjunjung tinggi adat ketimuran seperti masyarakat pedesaan, maka

gaya hidup yang dipilih sebaiknya mengikuti gaya hidup setempat yang

masih mengikuti budaya ketimuran. Sedangkan jika seseorang tinggal di

7

(22)

8 lingkungan perkotaan, maka seseorang akan berusaha untuk mengikuti gaya

hidup perkotaan yaitu gaya hidup modern yang identik dengan kesenangan

hidup belaka.

Iklan yang berdurasi kurang lebih satu menit ini mengarahkan pemirsa

atau khalayak untuk mencitrakan dan membangun makna dari representasi

fisik berupa penampilan dan perilaku masyarakat urban yang digambarkan

dalam aspek verbal dan nonverbal dalam iklan tersebut. Berkaitan dengan

banyaknya tanda dalam sebuah pesan iklan televisi, semiotika merupakan

metode yang tepat untuk menganalisis pesan berdasarkan penanda dan

petanda yang ada di dalamnya.

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Iklan operator

selluler 3 (Three) versi Indie+ adalah salah satu iklan yang di dalamnya

terdapat penanda dan petanda yang menghasilkan suatu makna yang mewakili

realitas sosial tertentu. Dalam hal ini makna yang dimaksud adalah realitas

gaya hidup kaum urban yang dicitrakan melalui penanda yang ditandai

dengan aspek audio dan petanda ditandai dengan aspek visual pesan. Dalam

memaknai penanda dan petanda, semiotika Roland Barthes adalah metode

yang telah banyak digunakan untuk mengkaji suatu pesan dalam bentuk

gambar bergerak seperti iklan dan film.

Pemaknaan penanda dan petanda menurut analisis semiotika Roland

Barthes yaitu pada tahap pemaknaan yang terdiri dari makna denotasi,

konotasi, dan mitos. Aspek audio dan visual iklan operator selluler 3 (Three)

(23)

9 dua tingkatan makna yaitu makna denotatif dan konotatif, pemaknaan

konotatif itulah yang akan mengarah pada mitos-mitos yang ada dalam gaya

hidup kaum urban.

Sebagaimana Barthes mengatakan bahwa mitos adalah suatu tipe

wicara, bukan kata tetapi ‘sesuatu’.8 Mitos memuat sesuatu yang bersifat

ideologis namun, tidak dapat dirasa. Menurut Althusser, ideologi merupakan

sistem representasi yang membentuk subjek dan tidak dapat dilepaskan dari

relasi kuasa.9 Representasi ditampilkan lewat citra-citra dan fungsinya

sebagai pemosisian subjek dalam realitas sosial.

Berkaitan dengan penjabaran di atas, peneliti tertarik untuk

menganalisis pesan iklan berdasarkan analisis semiotika Roland Barthes,

yaitu dengan menganalisis aspek audio berupa kata-kata (penanda) dalam

iklan dan aspek visual berupa scene (petanda) yang mendukung isi pesan di

dalam iklan tersebut yang mewakili realitas sosial gaya hidup modern kaum

urban, sehingga dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas,

maka peneliti memberi judul penelitian ini Gaya Hidup Kaum Urban

dalam Iklan 3 (Analisis Semiotika Roland Barthes Terhadap Iklan

Operator Selluler 3 (Three) Versi Indie+ “Jadi orang gede

menyenangkan, tapi susah untuk dijalani”)

8

Roland Barthes. 2009. Mitologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana. h. 151.

9

(24)

10 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian singkat mengenai latar belakang diatas, maka

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana makna gaya hidup kaum urban dalam iklan operator

selluler 3 (Three) versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah

untuk dijalani” jika dikaji berdasarkan teori semiotika Roland Barthes?

3. Identifikasi Masalah

Berkaitan dengan rumusan masalah yang telah ditentukan, adapun

identifikasi masalah yang akan menjadi fokus penelitian ini, diantaranya:

1. Bagaimana penanda yang ada dalam iklan operator selluler 3 (Three)

versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah dijalani”?

2. Bagaimana petanda yang ada dalam iklan operator selluler 3 (Three)

versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah dijalani”?

3. Bagaimana makna denotasi yang terkandung iklan operator selluler 3

(Three) versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah

dijalani”?

4. Bagaimana makna konotasi yang terkandung iklan operator selluler 3

(Three) versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah

dijalani”?

5. Bagaimana mitos yang terkandung iklan operator selluler 3 (Three)

(25)

11 4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti sesuai dengan identifikasi

masalah yang diuraikan di atas diantaranya:

1. Untuk mengetahui penanda yang ada dalam iklan operator selluler 3

(Three) versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah

dijalani”?

2. Untuk mengetahui petanda yang ada dalam iklan operator selluler 3

(Three) versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah

dijalani”?

3. Untuk mengungkap dan menganalisis makna denotatif dalam iklan

operator selluler 3 (Three) versi Indie+ “Jadi orang gede

menyenangkan, tapi susah dijalani”?

4. Untuk mengungkap dan menganalisis makna konotatif dalam iklan

operator selluler 3 (Three) versi Indie+ “Jadi orang gede

menyenangkan, tapi susah dijalani”?

5. Untuk mengungkap mitos dalam iklan operator selluler 3 (Three)

versi Indie+ “Jadi orang gede menyenangkan, tapi susah dijalani”?

5. Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, yaitu :

1.Manfaat Teoritis

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan secara

(26)

12 bermasyarakat dalam sebuah iklan, yaitu gaya hidup kaum urban. Dalam

kaitannya dengan penelitian ini, analisis pesan iklan dengan

mengaplikasikan teori semiotika Roland Barthes berdasarkan penanda dan

petanda yang terkandung dalam aspek verbal (dialog) dan nonverbal

(ilustrasi dan visualisasi) iklan operator selluler 3 (Three) versi Indie+ akan

menunjukkan sejauh apa teori semiotika berkontribusi dalam proses

pemaknaan suatu pesan media massa, terutama iklan yang tidak hanya

sebatas pesan persuasif, namun juga pesan yang mengandung banyak tanda

didalamnya.

2.Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Perguruan Tinggi

untuk menambah pengetahuan dan sebagai salah satu referensi dalam karya

ilmiah khususnya mengenai permasalahan fenomena mengenai gaya hidup

kaum urban yang tercermin dalam sebuah iklan televisi. Selain itu,

penelitian ini beguna untuk masyarakat sebagai tambahan sumber informasi

dan wawasan agar dapat dapat bersikap arif serta bijaksana dalam

menyikapi pengaruh isi pesan dalam sebuah iklan dari media masa seperti

televisi. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai masukan bagi agensi

periklanan mengenai strategi dan pendekatan yang tepat dalam

mengiklankan suatu produk agar dapat diterima dengan baik dalam setiap

segmentasi yang dituju terutama untuk agensi periklanan pada perusahaan

(27)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam suatu penelitian teori berperan untuk mendorong pemecahan suatu

permasalahan dengan jelas dan sistematis. Hal ini sangat berkaitan erat dengan

pengertian teori yakni serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan

proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

merumuskan antar konsep.10

Berdasarkan pemaparan di atas penulis memahami bahwa teori adalah

himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang saling berhubungan

tentang suatu fenomena. Teori-teori yang digunakan peneliti sebagai acuan

penelitian berakar dari payung ilmu komunikasi, sehingga peneliti merumuskan

teori relevan yang digunakan dalam penulisan ini sebagai berikut.

2.1 Ilmu Komunikasi

Sebagai satu corak khas (karakteristik) penelitian dalam bidang ilmu

komunikasi, kajian bentuk-bentuk pesan media massa (analisis isi, analisis

wacana hingga analisis semiotika) merupakan salah satu kajian yang cukup

banyak dilakukan dalam pengembangan ilmu komunikasi itu sendiri.

Komunikasi adalah suatu hal yang mesti terjadi dan tak dapat dihindari

dalam hubungan sosial kita sebagaimana dalam aksiomanya we can`t not to

communication. Di mana dalam proses komunikasi, lambang, simbol atau

10

(28)

14 tanda (signs) menjadi faktor penting dalam pertukaran makna pesan atau

maksud berkomunikasi. Penyampaian informasi di media massa juga

merupakan salah satu bentuk komunikasi satu arah, yang melibatkan audiens

sebagai penerima pesan atau komunikan. Iklan operator selluler 3 (Three)

adalah salah satu bentuk komunikasi massa dimana pengiklan menjadi

komunikator dan masyarakat menjadi komunikannya, sedangkan televisi

adalah medium penyampaian pesan yang dimaksud.

Berbeda dengan iklan-iklan yang secara langsung mempersuasif

khalayak untuk membeli produknya, iklan operator selluler 3 (Three) versi

Indie+ adalah iklan yang temanya berkaitan dengan realitas sosial gaya hidup

modern sebagai pesan iklan yang dikaitkan dengan produk bernama Indie+.

Pesan yang disampaikan tentunya menggunakan seluruh tanda verbal (judul,

jargon, dan naskah iklan) dan tanda nonverbal (visualisasi, ilustrasi, tipografi,

dan sinematik) menjadi pesan yang merefleksikan realitas sosial tertentu yaitu

gaya hidup modern kaum urban.

Iklan televisi merupakan salah satu bentuk komunikasi massa yang

disalurkan oleh media. Lasswell (1948/1960) mencatat ada 3 fungsi media

massa: pengamatan lingkungan, korelasi bagian-bagian dalam masyarakat

untuk merespons lingkungan, dan penyampaian warisan masyarakat dari satu

generasi ke generasi selanjutnya. Selain ketiga fungsi ini, Wright (1959)

menambahkan fungsi keempat, yaitu hiburan.11 Berkaitan dengan nilai-nilai

serta ideologi mengenai gaya hidup modern kaum urban yang tercermin

11

Werner J. Severin, dan James W. Tankard, Jr. 2011. Teori Komunikasi: Sejarah. Metode, dan

(29)

15 dalam iklan operator selluler 3 (Three) versi Indie+, iklan tersebut berarti

memiliki fungsi penyampaian warisan sosial melalui media massa.

Penyampaian warisan sosial merupakan suatu fungsi dimana media

menyampaikan informasi, nilai, dan norma dari satu generasi ke generasi

berikutnya atau dari anggota masyarakat ke kaum pendatang. Dengan cara

ini, mereka bertujuan untuk meningkatkan kesatuan masyarakat dengan cara

memperluas dasar pengalaman mereka.12

Agar komunikasi efektif, dalam arti terjadi kesamaan berpikir antara

pengirim pesan dengan penerima pesan, maka pengirim harus menggunakan

stimuli yang dapat dimengerti oleh penerima pesan. Dengan kata lain dalam

menerjemahkan gagasan yang ingin disampaikan, pengirim pesan harus

menggunakan tanda-tanda yang diketahui oleh bidang pengalaman (field of

experience) kedua belah pihak. Semakin besar pertemuan bidang pengalaman

antara pengirim dan penerima pesan, maka semakin besar kemungkinan

pesan akan diterjemahkan secara tepat untuk penerima pesan, dengan kata

lain semakin besar kemungkinan terjadinya komunikasi yang efektif.

Memahami bahasa dan seperangkat tanda dalam suatu pesan menjadi

sesuatu yang mutlak untuk menemukan makna dari suatu pesan. Dalam hal

ini iklan operator selluler 3 (Three) melibatkan bidang pengalaman (field of

experience) khalayak untuk dapat memahami informasi serta nilai-nilai dalam

pesan iklan yang berkaitan dengan realitas sosial gaya hidup masyarakat masa

kini. Masyarakat indonesia yang sebagian besar kini telah menjadi

12

(30)

16 masyarakat modern tentunya dapat memahami makna yang tersirat dalam

iklan melalui naskah iklan yang terasa nyata dalam kehidupan sehari-hari

mereka. Sebagaimana definisi komunikasi yang dikemukakan oleh Raymond

S. Ross “komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih, dan

mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar

membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang

dimaksudkan komunikator”.

Berbekal dari definisi komunikasi yang paling populer dari Harold

Lasswell, yakni “Who says what in which channel to whom and with what

effects”, yakni komunikator (who), pesan (what), media atau sarana

(channel), komunikan (whom), dan pengaruh atau akibat (effect), analisis

iklan televisi yang merupakan salah satu teks media berdasarkan kajian

semiotika merupakan sebuah paket penelitian yang lengkap dalam penelitian

ilmu komunikasi karena tidak hanya melibatkan konsep Lasswell, namun

juga bagaimana tanda-tanda (signs) berkontribusi dalam proses komunikasi

massa. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan unsur pesan dari konsep

5W+1H Lasswell yaitu isi pesan dalam iklan operator selluler 3 (Three) versi

Indie+, sehingga diharapkan penelitian akan mencapai tujuan yang telah

ditentukan sebelumnya.

2.2 Konsep Gaya Hidup

Gaya hidup menurut Kotler (2002) adalah pola hidup seseorang di

(31)

17 menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan

lingkungannya. Gaya hidup juga menunjukkan bagaimana orang hidup,

bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu

dalam kehidupannya, juga dapat dilihat dari aktivitas sehari-harinya dan

minat apa yang menjadi kebutuhan dalam hidupnya.

Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan

berinteraksi di dunia. Menurut Assael (1984), gaya hidup adalah “A mode of

living that is identified by how people spend their time (activities), what they

consider important in their environment (interest), and what they think of

themselves and the world around them (opinions)”.

Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu

orang dengan orang lainnya. Pola-pola kehidupan sosial yang khusus pada

akhirnya seingkali disederhanakan dengan istilah budaya dikarenakan sifanya

yang seringkali mengakar. Salah satu faktor yang mempengaruhi gaya hidup

seseorang adalah faktor lingkungan, misalnya ketika seseorang berinteraksi

dengan kelompok sosial tertentu, seperti kelompok sosial kelas atas yang

selalu berpakaian serba mahal dan ber merk, makan di restoran yang mewah

dan berbelanja di Mall, maka ketika kita bergaul dengan kelompok tersebut,

kita akan mudah terbawa arus dan mengikuti gaya hidup mereka.13 Sementara

itu, gaya hidup tergantung pada bentuk-bentuk kultural, tata krama, cara

menggunakan barang-barang, tempat dan waktu tertentu yang merupakan

karakteristik suatu kelompok. Seseorang dalam sebuah kelompok masyarakat

13

Bagong Suyanto. 2013. Sosiologi Ekonomi: Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat

(32)

18 akan dinilai mempunyai selera hidup yang tinggi ketika mampu

memanfaatkan waktu luang dengan nyaman, nyaman disini bisa

diidentifikasikan sebagai suatu ruang komsumsi yang cenderung materialis.

Menurut Pilliang (2003) gaya hidup adalah cara manusia konsumer

mengaktualisasikan dirinya lewat semiotisasi kehidupan. Semiotisasi

kehidupan tersebut merupakan suatu tanda-tanda dan kode-kode dimana

diwujudkan dalam bentuk waktu, uang dan barang. Didalam dunia

konsumerisme, apapun dapat dikontruksi sebagai bagian dari gaya hidup,

selama ia dapat dirubah menjadi citra, tanda dan gaya. Sejalan dengan

pendapat A.B Susanto (1998) bahwa gaya hidup adalah cara seseorang

mengkonsumsi waktu dan uangnya untuk mengaktualisasikan dirinya.

Chaney juga memahami gaya hidup sebagai proses aktualisasi diri

dimana para aktor secara refleksif terkait dengan bagaimana mereka harus

hidup dalam suatu konteks interdependensi global.14 Dari berbagai pendapat

mengenai gaya hidup, konsep gaya hidup yang dipakai dalam penelitian ini

adalah cara seseorang mengaktualisasikan diri serta menampilkan identitas

dirinya lewat penggunaan waktu, uang dan barang.

Pesan dalam iklan operator selluler 3 (Three) versi Indie+

menggambarkan tentang realitas sosial gaya hidup modern kaum urban yang

secara disadari atau tidak disadari menimpa hampir seluruh masyarakat

perkotaan dari berbagai kalangan, terutama orang-orang atau kelompok yang

mengikuti arus modernisasi atau menerima proses modernisasi itu sendiri.

14

(33)

19 Iklan tersebut menggambarkan bagaimana masyarakat perkotaan

menghabiskan uang dan waktunya, contohnya karyawan kantoran yang

menyukai kebiasaan “ngopi” di kafe mahal, bagaimana sebagian besar

masyarakat perkotaan kini lebih senang menggunakan bahasa asing ketika

berkomunikasi, juga bagaimana seseorang agar tidak dipandang kurang

pergaulan atau ketinggalan zaman.

Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) menyatakan bahwa terdapat dua

faktor yang mempengaruhi gaya hidup, yaitu dari dalam diri individu

(internal) dan luar (eksternal).15 Faktor internal diantaranya meliputi sikap,

pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri yaitu bagaimana

individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek,

motif dimana jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu besar,

maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah kepada gaya

hidup hedonis, dan persepsi. Sedangkan faktor eksternal meliputi kelompok

referensi, keluarga, kelas sosial dimana hierarki kelas sosial masyarakat

menentukan pilihan gaya hidup, kebudayaan. Hal-hal tersebut yang pada

akhirnya akan membentuk perilaku, minat, dan opini seseorang yang

merefleksikan suatu gaya hidup tertentu di kehidupan bermasyarakat.

2.3 Konsep Masyarakat Urban dalam Kajian Sosiologi Perkotaan

Sosiologi perkotaan merupakan salah satu kajian sosiologis mengenai

kota-kota, seperti perilaku masyarakat kota, pola interaksi masyarakat kota,

15

(34)

20 hubungan sosial masyarakat kota, problematika dalam masyarakat kota dan

lain-lain.

Kota merupakan salah satu tempat tinggal manusia. Pengertian kota

adalah lokasi dimana terdapat kemungkinan adanya suatu lingkungan

kehidupan yang beraneka ragam dan gaya hidup yang berbeda-beda. Dalam

kamus Merriam Webster, city atau kota diartikan sebagai ”an inhabited place

of greater size, population, orimportance than a town or village”.16

Menurut Moore (1988 : 65) ”masyarakat adalah sekelompok orang

yang hidup ditempat yang sama, berpemerintahan yang sama, dan

mempunyai kebudayaan dan sejarah yang umumnya turun temurun”.

Soerjono Soekanto mengatakan “masyarakat perkotaan atau urban

community adalah masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah penduduknya.

Tekanan pengertian “kota” terletak pada sifat serta ciri kehidupan yang

berbeda dengan masyarakat pedesaan”.17

Masyarakat perkotaan yang mana kita ketahui itu selalu identik dengan

sifat yang individual, matrealistis, penuh kemewahan,di kelilingi

gedung-gedung yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik

yang besar.18

Menurut ahli Geografi Indonesia, Prof. Bintarto (1984:36), “kota dapat

diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai

dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis,

16

Arthur Gallion & Simon Eisner. 1975. The Urban Pattern. h. 3

17

Soerjono Soekanto. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. h. 138

18

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi : Pemahaman Fakta Dan Gejala

(35)

21 atau dapat pula diartikan sebagai benteng budaya yang ditimbulkan oleh

unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemutusan penduduk

yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan

materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.”

Seperti yang kita ketahui, masyarakat perkotaan atau urban kerap kali

tak lepas dari aktivitas yang mengarah kepada nilai-nilai konsumerisme,

hedonisme, dan materialisme dimana hal tersebut seperti menjadi tradisi dari

pola hidup yang lebih banyak mencari kesenangan, seperti lebih banyak

menghabiskan waktu di luar rumah, lebih banyak bermain, selalu ingin

menjadi pusat perhatian, senang pada keramaian kota, senang membeli

barang mahal yang disenanginya dan menghabiskan uang untuk mendapatkan

suatu hal yang kecil dan dibayarkan dalam jumlah besar, karena perilaku

tersebut dianggap akan mencerminkan prestise yang tinggi di mata

masyarakat sekitarnya.

Secara fisik kota dinampakkan dengan adanya gedung-gedung yang

menjulang tinggi, hiruk pikuknya kendaraan, pabrik, kemacetan, kesibukan

warga masyarakatnya, persaingan yang tinggi, polusinya, dan sebagainya.

Alasan itulah yang melandasi masyarakat perkotaan dikategorikan sebagai

masyarakat modern.19

Tidak selamanya pula masyarakat kota dikatakan sebagai masyarakat

yang modern. Karena yang di maksud sebagai masyarakat yang modern

dalam bahasan ini adalah kelompok masyarakat yang berada di daerah

19

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi : Pemahaman Fakta Dan Gejala

(36)

22 keramaian dan lebih mudah mengalami perubahan atau pengaruh dari

kehidupan masyarakt perkotaan. Sedangkan disisi lain ini masih ada

masyarakatnya yang tertinggal, termasuk masalah informasi dan tekhnologi.20

Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat

pedesaan dengan masyarakat perkotaan. Sebenarnya perbedaan tersebut tidak

mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana karena dalam

masyarakat modern, seberapapun kecilnya desa, pasti ada pengaruh-pengaruh

dari kota. Pembedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat

perkotaan, pada hakikatnya bersifat gradual. Agak sulit untuk memberikan

batasan yang dimaksudkan dengan perkotaan karena adanya hubungan

konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan

urbanisme.21

Masyarakat urban menurut peneliti dari Sosiologi UI, dapat

distratifikasikan dalam lima strata, yaitu lapisan elite, lapisan menengah,

lapisan peralihan, lapisan bawah, dan lapisan terendah. Lapisan Elite Kota

adalah lapisan teratas yang mempunyai penghasilan tinggi, generasi mudanya

memiliki gaya hidup kosmopolit, mempunyai akses informasi dan politik

yang sangat besar, serta mobilitas lintas negara yang tinggi. Di bawahnya

terdapat lapisan menengah yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi

walaupun secara finansial lebih rendah dari lapisan elit.22

20

Ibid. h. 856

21

Soerjono Soekanto. “Sosiologi Suatu Pengantar”. Jakarta : Rajawali Pers. 2009. h. 52

22

Himawan Wijanarko, Gaya Hidup dalam (dimuat dalam Majalah Trust)

(37)

23 Dalam masyarakat urban yang pluralistik, status sosial ini dengan

mudah dapat dimanipulasi. Tidak mudah melacak apakah status sosial sesuai

dengan kelas sosialnya atau tidak. Seseorang mempunyai pilihan apakah dia

ingin memproyeksikan diri sesuai dengan kelas sosialnya, lebih tinggi atau

justru bersikap low profile. Kelas sosial yang sama memang menghasilkan

gaya hidup tertentu, tetapi dalam rentang yang sangat lebar. Sehingga

melahirkan variasi gaya hidup dalam kelas sosial yang sama.

Pada masyarakat urban yang membentuk konstruksi gaya hidup urban

saat ini telah memunculkan konsumerisme yang menghasilkan kebutuhan

palsu dan membangun bentuk dari kontrol sosial gaya hidup. Gaya hidup

urban merupakan ciri sebuah dunia modern. Maksudnya adalah siapa pun

masyarakat yang hidup sebagai masyarakat modern akan menggunakan

gagasan tentang gaya hidup modern untuk menggambarkan tindakannya

sendiri maupun orang lain. Alex Inkeles mengemukakan bahwa ada

sikap-sikap tertentu yang menandai manusia dalam setiap masyarakat modern. Dan

di antara sikap-sikap ini, ada kecenderungan menerima gagasan-gagasan baru

serta mencoba metode-metode baru.23

2.4Budaya Populer

Untuk membahas pengertian “budaya populer” ada baiknya kita

pahami dulu tentang kata “budaya”, dan selanjutnya tentang “pop”.

23

(38)

24 Selanjutnya untuk mendefinisikan budaya pop kita perlu mengkombinasikan

dua istilah yaitu ”budaya” dan ”populer”.

Menurut William, budaya berarti pandangan hidup tertentu dari

masyarakat , periode, atau kelompok tertentu.24 Sedangkan kata ”pop”

diambil dari kata ”populer”. Terhadap istilah ini Williams memberikan empat

makna yakni: (1) banyak disukai orang; (2) jenis kerja rendahan; (3) karya

yang dilakukan untuk menyenangkan orang; (4) budaya yang memang dibuat

oleh orang untuk dirinya sendiri.25 Kemudian untuk mendefinisikan budaya

pop kita perlu mengkombinasikan dua istilah yaitu ”budaya” dan ”populer”.

Dengan demikian jika berbicara tentang budaya pop, berarti

menggabungkan makna budaya dan pop di atas. Makna mengenai pandangan

hidup tertentu memungkinkan kita untuk berbicara tentang praktik-praktik

gaya hidup seperti budaya “nongkrong”, kegemaran bahasa inggris,

menjamurnya tren kafe dan fast food resto mendekati contoh-contoh budaya

populer. Semua hal ini dapat disebut sebagai budaya-budaya yang hidup

sebagai praktik-praktik budaya.

Kebudayaan popular berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat

dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu seperti mega

bintang, kendaraan pribadi, fashion, model rumah, perawatan tubuh, dan

sebagainya. Menurut Ben Agger Sebuah budaya yang akan masuk dunia

hiburan maka budaya itu umumnya menempatkan unsure popular sebagai

24

Raymond Williams. 1983. Pop Culture. London: Fontana. h. 90

25

(39)

25 unsure utamanya. Budaya itu akan memperoleh kekuatannya manakala media

massa digunakan sebagai penyebaran pengaruh di masyarakat.26

Budaya pop (singkatan dari budaya populer) disebut juga budaya massa

karena kontennya diproduksi secara massif untuk tujuan komersialisasi.

Ciri-ciri budaya pop antara lain: sangat dipengaruhi oleh media dan pasar,

kontennya bersifat universal namun cepat punah dan tergantikan, dan

orientasi produksi secara massal. Menurut McQuail, wujud budaya pop

beraneka macam, misalnya: bahasa, tekhnologi, busana, musik, dan tata

cara/perilaku. Serta, objek sasaran budaya ini adalah para pemuda.27

Storey juga menyebutkan budaya pop adalah budaya yang berasal dari

“rakyat”. Budaya pop adalah budaya otentik “rakyat”. Budaya pop seperti

halnya budaya daerah merupakan budaya dari rakyat untuk rakyat. Budaya

populer, atau budaya pop, adalah budaya rakyat yang berlaku di masyarakat

manapun. Isi dari budaya pop ditentukan oleh interaksi sehari-hari, kebutuhan

dan keinginan, dan waktu kebudayaan yang membentuk patokan dalam

kehidupan sehari-hari.28

Sosiolog Prancis, Pierre Bourdieau pernah mengatakan bahwa

perbedaan budaya seringkali dimanfaatkan untuk memperlebar dan

memelihara perbedaan kelas. ”Selera” misalnya, bisa disebut sebagai sebuah

kategori ideologis yang difungsikan sebagai ciri ”kelas” (pemakaian istilah

”kelas” dalam hal ini diposisikan dalam arti ganda, yaitu kategori sosial

26

Bungin, Burhan. 2009. Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Kencana. h. 100.

27

Denis McQuail. 1996. Teori Komunikasi Massa: Suatu pengantar. Jakarta: Erlangga. h. 36.

28

John Storey. 2004. Teori Budaya dan Budaya Pop Memetakan Lanskap

(40)

26 ekonomi dan tingkat kualitas tertentu). Bourdieu menyebut satu contoh.

”konsumsi budaya”. Baginya konsumsi budaya sudah ditentukan, sadar dan

disengaja, atau tidak untuk tujuan memenuhi fungsi sosial pengabsahan

perbedaan sosial.29

Menurut Richard Malthy, budaya pop memberi ruang bagi ”eskapisme

yang bukan hanya lari dari, atau ke tempat tertentu, tetapi suatu pelarian dari

utopia kita sendiri”.30 Dalam hal ini, praktik budaya seperti nongkrong” di

kafe, pergi ke bioskop, serta perilaku konsumsi lainnya bisa dikatakan

berfungsi layaknya sebuah mimpi. Mereka mengartikulasikan dalam bentuk

yang tersamar secara kolektif dan menghegemoni, dimana mereka ada dalam

kondisi menekan dan tertekan, serta keinginan dan harapan yang

dimotivasikan oleh kebutuhan akan status sosial tertentu.

Seperti halnya merujuk pada pemikiran Herbert Marcuse dalam

bukunya One Dimensional Man bahwa kebanyakan kebutuhan yang

ditawarkan untuk rileks, bersenang-senang untuk berperilaku dan

mengkonsumsi sesuai dengan iklan adalah termasuk kebutuhan palsu.

Kebutuhan-kebutuhan palsu ini merupakan tuntutan sosial yang

perwujudannya berupa nilai-nilai dalam relasi sosial seperti status sosial,

prestise, eksistensi, dan citra, yang dinyatakan melalui berbagai komoditas

yang diperoleh dengan jalan konsumerisme.31

29 Pierre Bourdieu. 1984. Distintion: A Social Critique of the Judgment of Taste, terjemahan

Richard Nice. Cambridge. MA: Harvard University Press. h. 5. 30

Richard Maltby. 1989. “Introduction” dalam Dreams for Sale: Popular Culture in the 20th

Century, disunting oleh Richard Malthy, London: Routledge. h. 14. 31

(41)

27 Proses membuat budaya, menurut Fiske, merupakan perjuangan kelas.

Bertentangan dengan kritik yang sering diajukan orang bahwa budaya pop tak

lain dari –eksploitasi komersial yang kapitalistik atau “budaya massa”, Fiske

berpendapat bahwa pop tercipta sebagai hasil perlawanan terhadap dan

pengelakan dari kekuatan-kekuatan ideologis dan budaya dominan.

“kesenangan –kesenangan pop pasti selalu merupakan

kesenangan-kesenangan kaum tertindas; kesenangan-kesenangan-kesenangan-kesenangan itu pasti mengandung

unsur-unsur oposisi, mengelak, skandal, menghina, vulgar, dan menentang.

Kesenangan-kesenangan yang ditawarkan oleh konfromitas ideologis sifatnya

patuh dan hegemonis; dan jelas bukanlah kesenangan pop dan bertentangan

dengannya”.32

2.5 Periklanan

Peran media sangat penting karena menampilkan sebuah cara dalam

memandang realita. Media massa mempunyai kekuatan dan merupakan suatu

alat kekuasaan yang efektif untuk menarik perhatian umum secara langsung,

membujuk opini dan kepercayaan publik ataupun mempengaruhi perilaku.

Karena media massa memiliki peluang yang sangat besar dalam

mempengaruhi makna, maka media sesungguhnya memainkan peran khusus

dalam mempengaruhi budaya tertentu melalui penyebaran informasi melalui

banyak bentuk penyajian pesan, salah satunya iklan.

32

(42)

28 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia iklan dapat diartikan sebagai

berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik

pada barang dan jasa yang ditawarkan.33 Dalam literatur pemasaran, iklan

atau advertising didefinisikan sebagai kegiatan berpromosi (barang atau jasa)

lewat media massa.34

Menurut Bovee, iklan adalah suatu proses komunikasi, proses

pemasaran, proses sosial dan ekonomi, proses public relations, atau proses

informasi dan persuasi yang kesemuanya bergantung dari cara memandang

kita.35

Dari definisi diatas, terdapat beberapa komponen utama dalam sebuah

iklan yakni mendorong dan membujuk. Dengan kata lain, sebuah iklan harus

memiliki sifat persuasi. Jadi, pada kesimpulannya pengertian iklan secara

sederhana adalah upaya promosi untuk memasarkan produk atau jasa untuk

dibeli oleh konsumen.

Sebagai media komunikasi komersial, iklan seperti wahana bagi

produsen untuk membangun kesadaran dan mempengaruhi perilaku calon

konsumen agar bertindak sesuai dengan pesan yang disampaikan. Iklan

dirancang sedemikian rupa agar mampu menarik kesadaran akan informasi

yang disampaikan, sehingga terjadi perubahan sikap atau tindakan dari calon

konsumennya yang diharapkan oleh para produsen (pengiklan) yang sifatnya

mencari keuntungan.

33 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

2005), Cet. Ke-3, hal. 421. 34

Wahyu Wibowo. 2003. Sihir Iklan “Format Komunikasi Mondial dalam Kehidupan Urban

Kosmopolit”. Jakarta: Gramedia. h. 5. 35

(43)

29 Bila dikaji berdasarkan jenis, tujuan, manfaat, dan strategi periklanan,

nyatanya iklan tidak hanya berkenaan dengan kata “promosi” namun juga

bagaimana iklan menjadi salah satu bentuk komunikasi massa yang di

dalamnya menyimpan banyak tanda yang berkaitan dengan realitas sosial di

kehidupan bermasyarakat.

Sikap skeptis khalayak terhadap iklan membuat para pengiklan kini

perlu menciptakan sebuah iklan dengan tampilan yang unik, mencolok, dan

menggugah perasaan ingin tahu khalayak. Minimal iklan bisa menarik

khalayak untuk sekedar menyentuh aspek alam bawah sadar mereka, tanpa

harus mengubah keinginan konsumen untuk membeli atau memiliki produk

yang diiklankan tersebut. Tentunya hal tersebut terkait dengan bentuk

tampilan iklan.

Dalam tampilan iklan yang muncul di berbagai media tersebut terdapat

berbagai macam tanda yang dibuat oleh pengiklan dalam usahanya untuk

menarik minat khalayak. Berbagai macam tanda itulah yang hendak dikaji

dalam sebuah kasus tampilan iklan melalui pendekatan semiotika.

Iklan berusaha untuk mempengaruhi perhatian, menciptakan hasrat, dan

menstimulasi kegiatan yang berujung pada pembelian produk dan jasa seperti

yang diiklankan. Iklan bukan hanya menawarkan barang, namun juga

seksualitas, keindahan, kemudaan, kemodernan, kebahagiaan, kesuksesan,

status dan kemewahan (Wilson, 1989 : 263), yang kesemuanya ini pada

(44)

30 Suatu hal bisa diangkat menjadi iklan dengan berdasarkan pada suatu

referensi atau rujukan sosial, karena khalayak dianggap tidak mampu

memahami iklan jika tidak memiliki referensi sosial. Iklan yang tidak

memiliki rujukan sosial dapat diabaikan oleh khalayak. Apalagi jika iklan

tersebut tidak dikemas secara apik dan menarik. Namun apabila sebuah pesan

iklan (tema yang diangkat) memiliki konteks dalam kehidupan sosial

sehari-hari dan pengemasan iklannya juga menarik, maka hampir bisa dipastikan

iklan tersebut akan melekat di benak khalayak, minimal orang tahu dan

mudah untuk mengingat iklan tersebut.

Pesan dalam iklan operator selluler 3 (Three) versi Indie+ yang

mengangkat realitas sosial gaya hidup kaum urban sebagai pesan iklan

dengan penyajian yang unik (dengan menggunakan anak-anak sebagai

bintang iklan) bermaksud untuk membuat khalayak tetap tertarik untuk

menyaksikan iklan dari awal sampai akhir sebab iklan operator selluler 3

(Three) versi Indie+ cukup berbeda dalam menunjukkan sisi promosinya

yang tidak terlalu eksplisit, dimana kebanyakan iklan secara terang-terangan

mempromosikan produknya. Hal itu justru menjadi poin tambahan agar

khalayak dapat mengingat iklan tersebut dengan baik, iklan yang mudah

diingat tentunya akan memudahkan khalayak untuk mengingat ciri khas suatu

produk.

Dalam desainnya, karakter produk atau jasa harus benar-benar mewujud

dalam pesan komunikasi yang diciptakan. Pesan kemudian dikirim kepada

(45)

31 Maka dalam hal ini kekuatan pesan sangat ditentukan oleh creative strategy

secara terpadu.36

Iklan operator selluler 3 (Three) versi indie+ adalah salah satu iklan

yang menggunakan strategi kreatif dalam memasarkan produknya. Jika

dahulu para pengiklan secara langsung mempromosikan produknya dengan

kalimat-kalimat yang mempersuasif khalayak, maka iklan operator selluler 3

(Three) telah mendorong industri periklanan untuk semakin mampu

mengembangkan minat khalayak untuk menyaksikan iklan di televisi dalam

kemasan yang apik dan cerdas karena iklan yang hanya menggunakan kalimat

“ayo beli” kini sudah tidak lagi mampu mempengaruhi ketertarikan khalayak

terhadap sebuah produk.

Disinilah iklan menjadi salah satu bentuk komunikasi massa yang

menyajikan banyak tanda yang merefleksikan sebuah realitas sosial tertentu.

Dalam konteks penelitian ini, iklan operator selluler 3 (Three) dipahami

sebagai teks media yang di dalamnya terdapat banyak tanda, dan semiotika

merupakan salah satu pendekatan dalam menelaah sesuatu yang berhubungan

dengan tanda, maka analisis semiotika dianggap mampu menguraikan dan

menemukan makna di balik tanda yang ada dalam sebuah iklan baik tanda

verbal maupun nonverbal.

Analisis semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal

yang tersembunyi di balik sebuah tanda yang ada dalam berbagai teks media.

Karena sistem tanda sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna

36

Tom Altstiel dan Jean Grow. 2006. Advertising Strategy: Creative Tactics from the Outside/In.

(46)

32 tanda tersebut. Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari

berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada.37

Wernick (1991) melihat iklan sebagai promosi budaya, dan iklan sebetulnya

merupakan sarana ekspresi simbolik budaya. Iklan dapat menjadi wacana

dalam masyarakat, karena iklan bermain dalam dunia tanda dan bahasa. Imaji

menjadi mimpi yang ingin ditawarkan.38

Semua tanda yang ada di dalam iklan operator selluler 3 (Three) indie+

tentunya memiliki makna tersembunyi, yang secara tidak langsung merujuk

pada suatu makna tertentu. Anak-anak sebagai bintang iklan yang

melambangkan mitos tertentu, serta jargon iklan “jadi orang gede

menyenangkan, tapi susah dijalani” pada iklan merupakan salah satu kode

pesan yang maknanya perlu dirasakan sendiri oleh khalayak sebagai

pengguna tanda. Slogan tersebut memberikan kode akan makna yang

dimaksud dalam pesan iklan, yang menggambarkan tentang dua sisi dari

kehidupan modern masyarakat saat ini. Disatu sisi gaya hidup modern

memberikan kepuasan tersendiri bagi seseorang, disisi lain gaya hidup

modern nyatanya tidak sepenuhnya menguntungkan bagi kaum urban itu

sendiri.

Iklan sebagai salah satu isi media pada hakikatnya adalah hasil

konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan

bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa

37

Rachmat Kriyantono. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group. h.262. 38

Andrew Wernick. 1991. Promotional Culture: Advertising, Ideology and Symbolic Expression.

(47)

33 menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang

realitas tersebut. Akibatnya, media massa mempunyai peluang yang sangat

besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas

yang dikonstruksikannya.39

2.6 Ilmu Semiotika

Ilmu yang mempelajari tanda disebut semiotika. Semiotika berasal dari

bahasa Yunani: semeion, yang berarti tanda. Dalam pandangan Piliang,

penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam berbagai cabang

keilmuan, hal ini dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang

berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata lain, bahasa

dapat dijadikan dasar dalam berbagai wacana sosial. “Berdasarkan pandangan

semiotika, bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena

bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. Hal ini

dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri.”40

Secara lengkap, semiotika dapat dijelaskan pula sebagai ilmu yang

mempelajari tentang tanda, berfungsinya tanda, dan produksi makna. Tanda

dapat memiliki arti yang berbeda pada diri setiap orang dengan orang lain.

Seperti menurut Van Zoest dalam Piliang, segala sesuatu yang dapat diamati

atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas

39

Alex Sobur. 2009. Analisis Teks Media: Suatu pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya. h. 88.

40

Yasraf Amir Piliang. 2004. PosRealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika.

Gambar

Tabel di atas menjelaskan bahwa suatu obyek memiliki makna
Tabel 2.2       Kode Sinematik
Tabel 3.1 Unit Analisis Penelitian
Gambar di atas adalah potongan scene yang berada pada posisi,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pokja Pengadaan Jasa Konstruksi dan Konsultansi serta Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Lainnya melalui Kantor Layanan Pengadaan Barang / Jasa Kota Banjar akan menyelenggarakan

Puji syukur dan ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum yang berjudul

Gambar 4.Kontur model sintetikinterval 2mV Pada Gambar 4 menampilkan kontur hasil model awal dengan range potensial listrik yang dihasilkan dari model awal berkisar

Menentukan ungkapan untuk melengkapi dialog yang terkait dengan kegiatan yang sedang berlangsung/ suatu rencana..

Mengetahui apa saja yang menjadi penghambat Mahasiswa Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Indonesia yang sedang menyusun skripsi dalam menggunakan

The purpose of this research is to find out, how the oil-palm plantation development policies implemented and the impact to the indigenous people community in Batanghari Regency,

Pengaruh Kepemilikan Managerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Hutang, Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen, Jurnal Bisnis dan Akuntansi

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Akhir yang telah saya buat dengan judul “SISTEM PEMBATAS KAPASITAS PARKIR KENDARAAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM