• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL 15 ISLAM DAN WAWASAN KEINDONESIAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODUL 15 ISLAM DAN WAWASAN KEINDONESIAAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL 15

ISLAM DAN WAWASAN KEINDONESIAAN

Amir Syamsudin dan Marzuki

PENDAHULUAN

Para mahasiswa muslim yang berdomisili di Indonesia tentu merasakan betapa nikmatnya hidup di Indonesia, negara demokratis yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Bahkan jumlah penduduk muslim di Indonesia merupakaan yang paling banyak di dunia. Jika dibandingkan dengan umat Islam di negara-negara lain, umat Islam di Indonesia memiliki tradisi keislaman yang sangat berbeda. Dasar negara Pancasila dan konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 ikut mewarnai kehidupan umat Islam di Indonesia, terutama dalam pengamalan muamalah sehari-hari. Di sinilah pentingnya para penganut Islam di Indonesia, khususnya para mahasiswa muslim, memiliki pemahaman yang benar tentang Islam sekaligus wawasan keindonesiaan (kebangsaan). Dengan pemahaman seperti ini, para mahasiswa akan mampu mengamalkan Islam dengan baik dan benar tanpa harus berhadapan atau bertentangan dengan peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia.

Umat Islam Indonesia setiap hari selalu melaksanakan ibadah dan muamalah sesuai dengan ajaran Islam dan sekaligus tidak melanggar aturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam hal ibadah, terutama pada aturan-aturan pokoknya, siapa pun harus mengikuti aturan Islam yang baku (mahdlah) yang tatacaranya sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Hanya dalam hal-hal yang tidak pokok (ghairu mahdlah), seperti instrumen dan sarana-prasarana ibadah tidak selalu harus seperti yang dicontohkan Nabi, misalnya dalam hal pakaian untuk salat. Sedangkan dalam hal muamalah, seperti pernikahan, kewarisan, ekonomi, politik, dan hubungan antarnegara, umat Islam Indonesia tidak harus mengikuti ketentuan yang sama seperti yang dipraktikkan di negara-negara Islam, misalnya ketentuan yang ada di Saudi Arabia dan negara-negara Islam lainnya. Tidak ada aturan yang baku dalam hal muamalah seperti halnya dalam hal ibadah, sehingga dalam hal muamalah ini umat Islam Indonesia memiliki keleluasaan untuk mengembangkannya disesuaikan dengan kebiasaan atau tradisi yang ada di Indonesia, selama tidak bertentangan denan Alquran dan hadis.

Islam dan wawasan keindonesiaan merupakan hasil dialog panjang para pendiri bangsa Indonesia. Dialog ini terkadang berisi perdebatan sengit karena menyangkut prinsip hidup berbangsa dan bernegara, tetapi terkadang berisi lelucon yang menginspirasi untuk berubah ke arah yang lebih baik. Materi Islam dan wawasan keindonesiaan ini meliputi fakta bahwa bangsa dan negara Indonesia beragam, baik secara sosiologis, antropologis, maupun kultural. Kehadiran pendatang asing untuk berdagang dan asimilasi budaya sebagai dampak iringannya, serta kehadiran agama yang dibawa para pedagang asing mempengaruhi sikap, gagasan, maupun perbuatan penduduk asli yang terlibat di dalamnya. Buah dari interaksi sosial melalui jalur perdagangan internasional yaitu kesadaran identitas kebangsaan di antara saudara-saudara asing yang berlomba meraup untung dari hasil bumi Indonesia. Namun, ketika kesadaran identitas kebangsaan itu mengkristal, nampaklah kebutuhan akan prinsip dasar hidup berbangsa dan bernegara yang melayani dan melindungi keanekaragaman agama, budaya, dan suku dari penduduk Indonesia.

(2)

Tujuan dari kajian tentang Islam dan Wawasan Keindonesiaan ini yaitu agar para mahasiswa memiliki pemahaman yang baik tentang Islam dalam berbagai ajarannya sekaligus wawasan keindonesiaan yang terkait erat dengan ajaran Islam. Melalui modul ini para mahasiswa memiliki wawasan yang benar tentang Islam dan persoalan kebangsaan sehingga memiliki kesadaran akan hadirnya Islam sebagai agama yang rahmatan lil’alamin bagi bangsa dan negara Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya. Dengan kajian ini diharapkan mahasiswa juga memiliki sikap, moral, etika, dan karakter keagamaan (Islam) dan kebangsaan yang sinergis yang dapat dijadikan bekal untuk mengarungi kehidupan yang harmonis di Indonesia.

Untuk memberikan pemahaman yang benar tentang ibadah, modul ini akan membahas tentang:

1. Islam dan Keindonesiaan

2. Islam, Demokrasi Pancasila, dan Wawasan Keindonesiaan

Untuk mengkaji dua masalah pokok di atas, modul ini dibagi menjadi dua kegiatan belajar, yakni Kegiatan Belajar 1 tentang Islam dan Keindonesiaan, dan Kegiatan Belajar 2 tentang Islam, Demokrasi Pancasila, dan Wawasan Keindonesiaan.

Agar Anda dapat mempelajari modul ini dengan baik, ikutilah petunjuk berikut ini: 1. Bacalah secermat mungkin setiap kegiatan belajar pada Modul ini hingga Anda

memahami semua informasi dan pengetahuan yang disajikan!

2. Agar Anda dapat mendalami modul ini, kaitkan apa yang sudah Anda pahami dan sudah Anda praktikkan sehari-hari dengan apa yang akan Anda pelajari dalam modul ini!

3. Anda juga dapat mengaitkan apa yang Anda pelajari dalam modul ini dengan apa yang dipahami dan dipraktikkan oleh umat Islam Indonesia pada umumnya!

4. Yang paling penting, setelah Anda mempelajari modul ini diharapkan Anda dapat hidup harmonis di Indonesia berdampingan dengan sesama umat Islam khususnya dan dengan umat beragama lain pada umumnya.

Mahasiswa juga dapat membaca dan mengkaji lebih dalam tentang masalah Islam dan wawasan keindonesiaan melalui berbagai sumber, terutama buku-buku dan artikel-artikel khusus tentang hubungan Islam dengan masalah kebangsaan (keindonesiaan) agar pemahaman Anda tentang Islam dan Indonesia tidak salah. Dan yang lebih penting lagi dengan pemahaman yang benar tentang Islam dan wawasan keindonesiaan, Anda akan memiliki kesadaran yang tinggi untuk menjadi muslim yang nasionalis sekaligus warga negara Indonesia yang agamis.

(3)

PETA KONSEP

KEGIATAN BELAJAR 1: ISLAM DAN KEINDONESIAAN

Memulai uraian modul ini, akan dijelaskan terlebih dahulu Islam dan Indonesia yang juga disebut Nusantara. Karena begitu pentingnya Islam di Indonesia dan pentingnya Indonesia bagi Islam, maka muncul istilah Islam Indonesia yang sekarang lebih populer dengan istilah Islam Nusantara. Untuk dapat memahami hubungan Islam dan Indonesia serta Islam Nusantara dengan baik, silakan Anda juga membaca tulisan para ahli tentang Islam dan Indonesia dan mencermati ayat-ayat Alquran atau hadis-hadis Nabi saw. yang terkait dengan masalah kebangsaan. Ikuti uraian berikut dengan cermat dan lakukan refleksi setiap menemukan konsep dasar tentang Islam dan masalah kebangsaan sehingga dapat menjadi dasar dalam pembentukan karakter Anda sehari-hari!

A. Memahami Istilah Islam Nusantara

Di awal uraian ini terlebih dahulu dijelaskan makna kata “nusantara”. Nusantara adalah istilah yang menggambarkan wilayah kepulauan dari Sumatera hingga Papua. Kata ini berasal dari manuskrip berbahasa Jawa sekitar abad ke-12 Masehi sampai ke-16 Masehi sebagai konsep Negara Majapahit. Sementara dalam literatur berbahasa Inggris abad ke-19 Masehi, Nusantara merujuk pada kepulauan Melayu. Ki Hajar Dewantoro, memakai istilah ini pada abad 20-an sebagai salah satu rekomendasi untuk nama suatu wilayah Hindia Belanda. Karena kepulauan tersebut mayoritas berada di wilayah negara Indonesia, maka Nusantara biasanya disinonimkan dengan Indonesia. Istilah ini kemudian secara konstitusional dikukuhkan dengan Ketatapan MPR No. IV/MPR/1973, tentang Garis Besar Haluan Negara Bab II Sub E (Luthfi, 2016:3).

Pengakuan akan adanya Islam Nusantara sekarang ini memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengelolaan bangsa dan negara Indonesia yang sarat dengan keberagaman. Hal ini dapat dilihar dari jumlah penduduk Indonesia yang sekarang ini (2018) lebih dari 250 juta, atau tepatnya 270.054.853 (BPS, 2018). Keberagaman ini juga dilihat dari jumlah suku bangsa yang ada di Indonesia, yakni 714 suku bangsa, 500-an bahasa, ribuan tradisi budaya, serta 6 agama resmi dan ratusan aliran kepercayaan. Islam Nusantara mampu memposisikan

ISLAM DAN WAWASAN

KEINDONESIAAN

ISLAM DAN

KEINDONESIAAN

ISLAM, DEMOKRASI

PANCASILA, DAN WAWASAN

(4)

diri sebagai kekuatan yang mampu mengintegrasikan dan mempertahankan keutuhan bangsa Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika.

Islam Nusantara sebenarnya merupakan sebuah identitas Islam dengan berbagai nilainya yang diimplementasikan di bumi Nusantara yang telah lama mengakar dan dipraktikkan oleh rakyat Indonesa dalam kurun waktu yang sangat lama. Salah satu ciri Islam Nusantara yaitu kesantunan dan kesopanan dalam beragama dan penyebaran agama di tengah-tengah masyarakat. Agama Islam disebarkan oleh para ulama yang memiliki wawasan keislaman yang mendalam sekaligus wawasan kebangsaan yang benar, sehingga Islam yang diajarkan adalah Islam yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan.

Islam Nusantara mengedepankan ajaran-ajaran Islam yang moderat yang penuh dengan nilai-nilai toleransi. Islam Nusantara adalah Islam yang hidup dalam keragaman, Islam yang menjunjung tinggi hak-hak perempuan, hak asasi manusia, dan hak bagi pemeluk agama selain Islam. Islam Nusantara dapat menjadi model bagi bangsa lain untuk mengambil nilai-nilai positif di wilayahnya masing-masing (Salim, 2018: iii).

Indonesia adalah salah satu negara besar sejajar dengan negara-negara besar lainnya di muka bumi. Indonesia telah dikaruniai oleh Allah Swt. dengan limpahan karunia dan kenikmatan yang melimpah dan beragam. Bentangan luas wilayah dari Sabang sampai Merauke, dengan luas daratan sepanjang 1.922.570 Km2 dan luas perairan 3.257.483 Km2,

yakni terletak di antara 6° LU sampai 11° LS dan 95° BT sampai 141° BT. Kebesaran Indonesia dapat dilihat dari jumlah pulau yang dimilikinya, yakni sekitar 17.000 pulau, atau tepatnya 17.504 (Prasetya, 2017) . Posisi Indonesia terletak di antara dua benua, yakni Benua Asia dan Benua Australia, dan di antara dua samudera, yakni Samudera India dan Samudera Pasifik. Dengan kondisi geografi seperti ini posisi Indonesia kemudian dikenal sebagai posisi silang (cross position). Letak geografis ini sangat strategis untuk Indonesia, sebab tidak hanya kondisi alam yang mempengaruhi kehidupan penduduknya, tetapi juga lintas benua dan samudera ini berpengaruh terhadap tradisi dan kebudayaan yang beragam, misalnya dalam bidang seni, bahasa, peradaban, dan agama dengan keanekaragaman suku yang dimiliki.

Kondisi agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia juga sangat beragam. Ada enam agama resmi yang diakui di Indonesia, yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Islam yang merupakan agama mayoritas di Indonesia hadir dalam bentuk Islam yang rahmatan lil’alamin, yakni Islam yang menunjunjung tinggi nilai kedamaian dan kerahmatan bagi manusia dan alam semesta yang jauh dari kekerasan dan kebiadaban. Islam Indonesia lahir dan berkembang selaras dengan kondisi budaya dan tradisi Nusantara yang sudah berabad-abad lamanya ada dan mengakar, sehingga Islam di Indonesia dikenal dengan istilah Islam Nusantara.

Islam Nusantara telah memberikan warna dan corak keberagamaan masyarakat Indonesia yang khas yang mengidentikkan diri dengan praktik-praktik dan sikap keberagamaan yang linier dengan karakter dan budaya keindonesiaan. Kekhasan Islam Nusantara seperti ini menjadikan Islam mudah dipahami dan dapat diterima oleh masyarakat Indonesia secara masif. Prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), dan tasamuh (tenggang rasa) dengan tidak mengeliminasi kultur dan fakta sosial keindonesiaan menjadikan Islam Nusantara tampil dengan wajah yang damai, santun, dan toleran. Islam Nusantara dengan prinsip-prinsip pokoknya yang toleran dan penuh kerahmatan itu

(5)

sesungguhnya ingin menyampaikan pesan bahwa Islam yang dianut masyarakat Indonesia secara sosio-kultural tidak selalu harus identik atau sama persis dengan Islam yang dianut oleh masyarakat Arab tempat Islam dilahirkan (Amin, 2018: v).

B. Keragaman Negara Indonesia

Bumi Indonesia adalah hamparan tanah, pasir, bebatuan, air yang berbentuk dataran, perbukitan, lembah, pegunungan, baik itu di darat maupun di laut. Posisi bumi Indonesia berada di antara daratan benua Asia dan Australia serta di antara lautan Samudra Pasifik dan Hindia. Bumi Indonesia berbatasan darat langsung dengan Malaysia di pulau Kalimantan, Papua Nugini di pulau Papua, dan Timor Leste di pulau Timor. Bumi Indonesia juga berbatasan laut langsung dengan India, Singapura, Filipina, dan Austalia. Di atas sudah dijelaskan beberapa bukti kekayaan dan keberagaman Indonesia yang tentu masih bisa diungkap yang lebih dari data tersebut.

Indonesia memiliki sejarah panjang sejak abad ke-4 Masehi sampai abad ke-21 ini. Penduduk Indonesia telah berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain melalui perdagangan international. Berdirinya kerajaan Sriwijaya di Palembang pada abad ke-7 Masehi sekaligus menandai kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting pada zaman itu. Kerajaan Sriwijaya tercatat pernah menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan bangsa Tiongkok, India, dan Arab. Kerajaan Hindu/Buddha mulai tumbuh awal abad ke-4 Masehi sampai dengan abad ke-13 Masehi di kepulauan Nusantara dengan transaksi perdagangan yang saling menguntungkan di antara bangsa-bangsa dunia. Pada abad ke-8 Masehi sampai dengan abad ke-16 Masehi berdatanganlah para pedagang muslim dan para ulama muslim dari gurun Arabia untuk berdagang di wilayah kerajaan Hindu/Buddha yang telah ada di kepulauan Nusantara. Pada abad ke-15 Masehi sampai dengan abad ke-20 Masehi berdatangan pula para pedagang Eropa untuk berdagang dan berburu rempah-rempah Maluku pada masa penjelajahan samudera. Dinamika perdagangan bangsa-bangsa tersebut saling mempengaruhi cara berpikir, bertindak, bahkan beragama di antara masing-masing pedagang serta penduduk lokal yang menjadi konsumen dan/atau produsen barang dan jasa pada zamannya. Buah dari interaksi perdagangan tersebut yaitu kesadaran tentang identitas kebangsaan Indonesia yang berbeda dari para pendatang Eropa, India, atau Arab.

Embrio kesadaran identitas keindonesiaan ini mengembang dan menguat menjadi gerakan politik untuk memerdekakan diri dari para pendatang yang menguasai sumber ekonomi bumi Indonesia. Momentum kesadaran identitas ini diawali dengan sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928 yang terus bergulir membesar menjadi peristiwa sejarah proklamasi kemerdekaan bumi Indonesia setelah Perang Dunia II usai, yaitu 17 Agustus 1945. Pascakemerdekaan, bumi Indonesia terbentang memanjang dari ujung barat Sabang sampai ujung timur Merauke dengan penduduk asli bangsa Austronesia dan Melanesia yang beragam bahasa, kebudayaan, dan agama yang diyakininya (Suryadinata, Nurvidya, & Ananta, 2003). Keadaan sosiologis-kultural penduduk bumi Indonesia dirumuskan dalam semboyan “Bhinneka tunggal Ika”, yaitu beragam suku, agama, budaya tetapi tetap satu bumi keindonesiaan.

(6)

C. Hubungan Antara Islam dan Indonesia

Hubungan antara Islam dan Indonesia dapat dipahami sejak masuknya Islam di Nusantara yang kemudian bernama Indonesia. Sejarah Islam di Nusantara mengalami perkembangan seiring dengan sejarah perkembangan Islam di berbagai wilayah di Nusantara. Perkembangan Islam di Nusantara lebih terlihat lagi sejak berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara yang dimulai dari Kerajaan Samudera Pasai di Pulau Sumatera. Selanjutnya kerajaan-kerajaan Islam tumbuh dan berkembang di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau lainnya di wilayah Nusantara. Sejaran panjang tumbuh dan berkembangnya Islam dalam bingkai kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara menggambarkan hubungan yang begitu kuat antara Islam dan Indonesia.

Cukup banyak sejarawan dan para ahli yang menulis sejarah dan historiografi Islam di Nusantara dengan berbagai variasinya. Di antara mereka yaitu Tun Seri Lanang, Raja Ali Haji, Rosenthal, Hamka, Tengku Said, dan Hoesein Djajadiningrat (Multazam, 2018:121-125). Dari catatan mereka tentang sejarah Islam di Indonesia dapat dipahami bahwa Islam di Indonesia memiliki kekhasan dibandingkan dengan Islam di negara lain, terutama negara-negara di semenanjung Arabia. Tidak bisa dipungkiri bahwa Islam yang berasal dari Arab tampil agak berbeda di Indonesia dalam kehidupan sehari-hari dalam berinteraksi sosial, bahkan dalam hal-hal yang bernuansa ritual keislaman. Dengan demikian, tampilnya Islam di Indonesia seperti sekarang yang “berbeda” dengan Islam di negeri asalnya (Arab) mengindikasikan begitu eratnya hubungan Islam dengan Indonesia yang diwarnai oleh nilai-nilai keindonesiaan yang sopan, toleran, dan harmonis.

Hubungan kedekatan dan keeratan antara Islam dan Indonesia dapat dilihat dalam berbagai kajian. Islam masuk ke Indonesia dengana tujuan mengislamkan masyarakat Indonesia. Islam dengan nilai-nilainya yang universal mempengaruhi masyarakat Indonesia dalam bersikap dan berperilaku sehari-hari. Dalam hubungan ini, budaya yang dibawa Islam untuk memengaruhi Nusantara berupa sistem nilai substantif atau universal, teologi, dan ritual ibadah yang sifatnya pasti. Sementara budaya Islam yang bersifat fisik — dalam pengertian sosiologis — seperti cara berpakaian, berjilbab, dan nada membaca Alquran (langgam) dianggap sebagai budaya Arab yang tidak perlu dibawa ke Nusantara.

Islam memiliki budaya fisik-sosiologis yang memiliki karakteristik ke-Arab-an yang dapat digabung dengan budaya lokal, sehingga memunculkan budaya baru. Misalnya, lembaga pendidikan pesantren dan tulisan pegon (gabungan dari budaya tulisan Arab dengan bahasa Nusantara). Selanjutnya, Islam dan budaya lokal seimbang dalam wilayah nilai-nilai universal. Islam Nusantara hendak mewujudkan budaya dan peradaban baru dunia yang berbasis pada nilai-nilai luhur dan universal keislaman dan keindonesiaan (kenusantaraan). Dalam Islam Nusantaara ini, nilai Islam dan kenusantaraan sejajar, sehingga keduanya menghasilkan peradaban baru. Islam juga dainilai sejajar dalam wilayah teologis (sistem kepercayaan) dan peribadatan dengan budaya lokal, tetapi di antara keduanya tidak ada saling sapa melainkan saling menghormati atau toleran. Hal ini dibuktikan dengan adanya UUD 1945 dan Pancasila yang dijadikan sebagai dasar negara Indonesia. Pada akhirnya, budaya lokal di Nusantara memengaruhi Islam dalam praktik di tengah masyarakat.

Budaya Indonesia sebagai “tuan rumah”aktif dalam menjaga, memberi tempat, dan membina Islam agar tidak berbenturan. Ini menunjukkan bahwa ketika masuk dalam budaya

(7)

lokal, Islam diletakkan dalam posisi tertentu sehingga tidak memengaruhi unsur-unsur budaya Nusantara. Ibarat rumah, Islam hanya diperbolehkan masuk ke kamar tertentu tetapi dilarang masuk kamar lain (Luthfi, 2016: 8-9). Inilah yang menjadi kekuatan Islam Nusantara yang sangat berbeda dengan Islam di negara-negara lain yang tidak didukung oleh kekuatan budaya dan nilai-nilai lokal dan kebangsaan. Dengan relasi yang sangat kuat dan sinergis inilah Islam di Indonesia bisa eksis dan terus berkembang dengan peradaban khas Indonesia yang menjadikan Islam di Indonesia menjadi model baru dalam percaturan Islam di tengah masyarakat dunia.

RANGKUMAN

1. Indonesia adalah negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia.

2. Nusantara adalah istilah yang menggambarkan wilayah kepulauan dari Sumatera hingga Papua.

3. Islam Nusantara adalah sebuah identitas Islam dengan berbagai nilainya yang diimplementasikan di bumi Nusantara yang telah lama mengakar dan dipraktikkan oleh rakyat Indonesa dalam kurun waktu yang sangat lama.

4. Islam Nusantara mengedepankan ajaran-ajaran Islam yang moderat yang penuh dengan nilai-nilai toleransi.

5. Islam Nusantara adalah Islam yang hidup dalam keragaman, Islam yang menjunjung tinggi hak-hak perempuan, hak asasi manusia, dan hak bagi pemeluk agama selain Islam. 6. Islam Nusantara telah memberikan warna dan corak keberagamaan masyarakat Indonesia yang khas yang mengidentikkan diri dengan praktik-praktik dan sikap keberagamaan yang linier dengan karakter dan budaya keindonesiaan.

7. Kekhasan Islam Nusantara seperti ini menjadikan Islam mudah dipahami dan dapat diterima oleh masyarakat Indonesia secara masif.

8. Indonesia adalah negara yang sarat dengan keberagaman yang meliputi keragaman suku bangsa, bahasa, warna kulit, tradisi, agama, seni budaya lokal, adat istiadat, dan lain sebagainya.

9. Islam dan Indonesia memiliki hubungan yang sangat erat. Hubungan kedekatan dan keeratan antara Islam dan Indonesia dapat dilihat dalam berbagai aspek kajian.

(8)

KEGIATAN BELAJAR 2: ISLAM, DEMOKRASI PANCASILA, DAN WAWASAN KEINDONESIAAN

Para mahasiswa! Setelah Anda memelajari hubungan Islam dengan Indonesia dan konsep Islam Nusantara dengan berbagai aspeknya, berikut ini Anda diajak untuk mengkaji Islam di Indonesia dikaitkan dengan berkembangnya demokrasi Pancasila yang mewarnai wawasan keindonesiaan masyarakat muslim di Indonesia. Uraian tentang Islam, Demokrasi Pancasila, dan wawasan keindonesiaa ini menjadi sangat penting untuk diikuti dan dikaji mengingat mulai banyaknya sikap dan perilaku keberagamaan di kalangan umat Islam yang kurang sinergis dengan nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai kearifan lokal di Indonesia. Dengan memahami topik ini, Anda akan mampu bersikap dan berperilaku yang benar sebagai muslim Indonesia yang menjunjung tinggi nilai Islam yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai-nilai-nilai kearifan lokal di Indonesia. Ikuti uraian berikut dengan cermat dan lakukan refleksi setiap menemukan uraian keterkaitan Islam dengan Pancasila sehingga dapat menjadi dasar dalam pembentukan karakter bangsa Anda sehari-hari!

A. Pancasila Pemersatu Bangsa dan Menyatukan Perbedaan

Perumusan dasar negara merupakan hasil dinamika berpikir para pendiri bangsa yang melihat perbedaan sebagai rahmat yang harus dikelola dengan adil supaya tidak jadi bencana. Ada lebih kurang sebelas versi rumusan Pancasila sejak pertama dicetuskan sampai bentuk final yang disepakati bersama. Rumusan pertama disampaikan secara lisan dan tulisan oleh Mr. Muhammad Yamin pada sidang BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945. Isi dasar negara itu meliputi kebangsaan, kemanusiaan, ketuhanan, kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat (Bahar, 1992).

Rumusan kedua disampaikan oleh Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945. Isi dasar negara meliputi persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, dan keadilan rakyat. Rumusan ketiga disampaikan oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Isi dasar negara meliputi nasionalisme, perikemanusiaan, demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan. Rumusan keempat disusun oleh Panitia Sembilan untuk menyelaraskan hubungan antara negara dan agama serta hasil kesepakatan tersebut lebih popular dengan sebutan “Piagam Jakarta”. Isi dasar negara meliputi ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakayatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan kelima hasil kesepakatan rapat pleno BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945 yang membahas dan merevisi Piagam Jakarta menjadi dasar negara atas dasar ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Revisinya hanya menghilangkan kata “serta” pada kalimat terakhir Piagam Jakarta.

Rumusan keenam adalah hasil musyawarah PPKI yang bersidang pada tanggal 18 Agustus 1945. Kesepakatan yang pokok yaitu penggantian kata “Ketuhanan, dengan

(9)

kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan kata “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai win-win solution atas keberatan dari perwakilan Indonesia bagian timur untuk mencantumkan kata tersebut dalam dasar negara. Kebesaran jiwa para tokoh muslim seperti Mohammad Hasan, Kasman Singodimedjo, Ki Bagus Hadi Kusumo, dan Mohammad Hatta untuk mencoret tujuh kata pada sila ketuhanan dan menggantinya dengan “Yang Maha Esa” merupakan ijtihad politik untuk menyatukan perbedaan dalam satu bumi Indonesia. Rumusan ketujuh sampai dengan kesebelas tidak ada perbedaan yang berarti dengan rumusan keenam, kecuali pernik-pernik kecil rumusan Pancasila dalam kalimat singkat atau kalimat lengkap.

B. Makna Islam dan Nilai Pancasila

Islam berasal dari kata dasar “salima” (salima-yaslamu-salam) yang berarti damai. Dari kata dasar itu kemudian muncul kata “aslama” (aslama-yuslimu-islaman) yang berarti mendamaikan, menyejahterakan, tunduk, atau patuh (Munawwir, 1997). Islam sebagai ajaran Tuhan adalah sikap, gagasan, dan perbuatan tunduk patuh pada kehendak Allah secara suka rela. Indikator keislaman ialah memberi manfaat bagi orang lain, sekecil apa pun. Menjaga lisan dari menyakiti hati orang lain, menjaga telunjuk dari mengirim berita palsu di media sosial, menjaga diri dari mengambil hak milik orang lain, berbagi sesuatu dengan orang lain yang membutuhkan, bertegur sapa dengan orang yang dikenal maupun asing, memperlakukan orang lain seperti atau sama dengan standar dirinya, tidak memberi beban pekerjaan kepada para pekerjanya melebihi batas kemampuan, menjaga kepercayaan orang lain, berbicara apa adanya, berlomba secara fair play, dan menepati janji merupakan indikator dari keislaman (Bukhori, 2008: Nomor 33, 32, 29, 17, 12, 11, dan 9).

Nilai-nilai Pancasila meliputi ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial. Nilai ketuhanan dapat dimaknai ketaatan pada ajaran agama masing-masing yang ada dan dianut bangsa Indonesia. Seorang muslim mengamalkan nilai ketuhanan dengan cara mengamalkan ajaran keislamanannya dalam kehidupan sehari-hari, demikian juga dengan warga negara Indoneisa yang beragama Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Berdasarkan indikator keislaman dari hadis Nabi di atas, juga seorang muslim pasti prokemanusiaan, mengutamakan perdamaian, mendahulukan musyawarah dalam menyelesaikan perselisihan, dan berlaku adil terhadap siapa pun.

Mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang bersumber dari ajaran Islam merupakan bentuk ketaatan kepada Tuhan. Nilai-nilai Pancasila yang bersumber dari ajaran Islam di antaranya kejujuran dalam berkata dan bertindak, disiplin dalam mencapai tujuan, bertanggung jawab atas kontrak pekerjaan yang diberikan pihak lain, santun terhadap sesama, peduli pada penderitaan orang lain, dan percaya diri dalam memilih jalan menuju tujuan yang dicita-citakan.

Jujur adalah sikap dapat dipercaya, berbicara sesuai kenyataan, kesetiaan pada janji, teguh menjalankan kewajiban, dan memberikan kesaksian terhadap kenyataan (Izutsu, 1993:107). Menurut Lickona (1991:45-46) jujur adalah cara untuk menunjukkan perbuatan peduli kepada orang lain. Hubungan sosial, harapan sosial, perilaku yang diterima atau ditolak secara sosial merupakan pintu masuk tumbuhnya kesadaran pada manusia tentang jujur atau dusta. Misalnya tidak menipu atau membohongi orang lain, tidak curang ketika bekerja sama dengan orang lain, dan tidak mencuri hak milik orang lain merupakan perilaku

(10)

peduli kepada orang lain sekaligus memunculkan kesadaran tentang perbedaan antara jujur dan dusta atau perbedaan antara mimpi dan kenyataan.

Jujur sama dengan kata “sidq” dalam bahasa Arab. Ada dua dimensi kejujuran dalam konteks kebahasaan, yaitu kejujuran yang bersifat objektif dan kejujuran yang bersifat subjektif (Izutsu, 1993:107, 116-122). Kejujuran objektif terjadi ketika kenyataan menampakkan kebenaran yang belum diungkapkan dalam bahasa (haqq). Kejujuran subjektif terjadi ketika bahasa mampu menggambarkan kenyataan sama persis dengan kenyataan yang digambarkannya (sidq).

Jujur berarti tindakan seseorang yang sesuai jati dirinya (Amin, 1988:214). Bohong berarti tindakan seseorang yang sesuai jati diri orang lain. Bersikap jujur ibarat tiang bendera yang tertancap kokoh di tanah, sedangkan bersikap bohong ibarat bendera yang berkibar sesuai arah angin (Suseno, 1993:142-143). Bersikap jujur kepada orang lain memiliki dua makna, yaitu terbuka kepada pikiran orang lain sesuai jati dirinya sendiri dan memperlakukan orang lain berdasarkan standar yang sama seperti memperlakukan dirinya sendiri (Park & Petersen, 2003:21). Menurut Schiller & Bryant (2002:60-61) jujur memiliki dua arah sasaran, yaitu orang lain dan diri sendiri. Jujur kepada orang lain maksudnya tidak membohongi orang lain dan memperlakukan orang lain secara adil. Jujur kepada diri sendiri maksudnya berpegang teguh pada nilai-nilai sosial yang bersifat universal ketika berinteraksi sosial dengan orang lain.

Disiplin adalah kemampuan seseorang untuk mengurus dirinya sendiri tanpa paksaan orang lain (Suseno, 1991:117; Mill, 1996:110-115). Ada tiga cara menanamkan kedisiplinan menurut Franz Magnis-Suseno (1993: 37-39), yaitu melalui paksaan atau ancaman fisik, melalui tekanan psikis, dan melalui pewajiban atau pelarangan. Paksaan fisik atau tekanan psikis hanya cocok untuk mendisiplinkan hewan, sedangkan untuk mendisiplinkan manusia hanya cocok melalui pewajiban dan pelarangan. Karena melalui pewajiban dan pelarangan, martabat seseorang tetap dihormati dan ditantang untuk tahu diri tentang hak dan kewajibannya sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat. Apabila seseorang berdisiplin diri dengan mentaati tertib sosial maka akan memperolah penghargaan, sebaliknya jika seseorang tidak menaati tertib sosial maka akan memperoleh hukuman. Peserta didik akan memperoleh hukuman jika melanggar aturan dan peserta didik akan memperoleh penghargaan berupa pujian atau hadiah atau yang sejenis jika melaksanakan aturan.

Menurut Watson (2008:179) untuk mengembangkan disiplin pada diri siswa diperlukan empat syarat kondisional yang harus dipenuhi oleh guru. Pertama, hubungan guru dan siswa diusahakan bersifat hangat, bersahabat, dan saling mempercayai satu sama lain. Kedua, siswa merasakan suasana pembelajaran dalam kelas bersifat adil sehingga setiap siswa mempunyai hak yang sama untuk memenuhi kebutuhan belajar, bebas beraktivitas, dan merasa terlibat untuk bertanggungjawab menciptakan suasana pembelajaran guna mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Ketiga, setiap siswa memperoleh kesempatan yang sama untuk mendiskusikan dan memperbaharui pemahaman terhadap nilai moral dan bagaimana cara menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Keempat, guru berusaha menggunakan teknik manajemen pengawasan yang bersifat proaktif dan reaktif untuk mengarahkan siswa pada tindakan yang mengandung nilai prososial bahkan jika dapat tidak meleset dari tujuan pembelajaran.

(11)

Perbedaan antara pendekatan tradisional dan pendekatan perkembangan untuk menanamkan disiplin bersumber dari empat aspek, yaitu pandangan tentang siswa, tujuan, metode, dan sumber daya (Watson, 2008:198). Pertama, pandangan tentang pendorong siswa belajar. Pendekatan tradisional berlandaskan pemikiran bahwa siswa belajar sangat dipengaruhi oleh minat pribadinya. Pendekatan perkembangan berdasarkan pemikiran bahwa siswa belajar secara ektrinsic dipengaruhi oleh hubungan yang saling memperhatikan satu sama lain dan lingkungan yang hangat dan bersahabat.

Kedua, tujuan pembelajaran disiplin. Pendekatan tradisional bertujuan menciptakan pengawasan yang efisien untuk memperoleh hasil belajar siswa yang maksimal. Pendekatan perkembangan bertujuan menciptakan kelompok yang peduli satu sama lain dan mendukung pengembangan nilai-nilai sosial.

Ketiga, metode pembelajaran disiplin. Pendekatan tradisional menggunakan metode pemberian hadiah, imbalan, atau hukuman. Pendekatan perkembangan menggunakan metode hubungan yang saling percaya satu sama lain, penjelasan, diskusi, refleksi, mengingatkan, mengajarkan kemampuan mengendalikan aspek sosial-emosional, berempati terhadap musibah, dan perbaikan terhadap kesalahan yang dilakukan.

Keempat, sumber daya dalam melakukan pengawasan terhadap siswa. Pendekatan tradisional memposisikan guru menjadi penegak aturan sehingga tidak ada satu siswa pun yang melanggar aturan. Pendekatan perkembangan memosisikan guru menjadi teman bagi siswa yang saling bekerjasama atas dasar saling percaya satu sama lain, membangun hubungan yang saling peduli satu sama lain, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar atas dorongannya sendiri.

Disiplin dapat diartikan juga kemampuan manusia mengenali, mengatur, dan mengendalikan perilakunya secara sehat dengan menggunakan dukungan orang dewasa, terutama dalam situasi darurat. Kemampuan ini meliputi pengendalian emosi positive seperti kesenangan dan kegembiraan dan emosi negative, seperti kesedihan, kemarahan, dan kekhawatiran. Disiplin terkait erat dengan kesiapan belajar dan semua kemampuan yang diperoleh dari belajar. Manusia mengembangkan kemampuan merencanakan kegiatan, memilih strategi kegiatan, memilah tanggapan yang tidak sesui situasi, menolak hadiah, mengendalikan serta mengatur jalannya kegiatan, menaruh perhatian dalam waktu yang lama, dan bekerjasama dengan teman sebaya.

Tanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk memberikan penjelasan atas perbuatan yang telah dilakukan atau pernyataan yang telah diucapkannya (Suseno, 1993:40-41). Ada tiga istilah kunci yang erat sekali dengan tanggung jawab, yaitu kewajiban, kemungkinan digugat, dan penghargaan atau hukuman (Bagus, 1996:1066-1067). Kewajiban maksudnya seseorang melakukan tindakan terhadap orang lain karena tindakan itu seharusnya dilakukan untuk kebaikan suatu masyarakat. Kemungkinan digugat maksudnya seseorang yang lalai atau salah dalam melakukan kewajiban sehingga perbuatannya menyebabkan kerugian bagi orang lain dapat dituntut ganti rugi secara setimpal. Penghargaan atau hukuman maksudnya seseorang yang mengerjakan kewajiban yang seharusnya secara benar maka akan memperoleh penghargaan, sebaliknya seseorang yang mengerjakan kewajiban yang seharusnya secara lalai atau salah maka akan memperoleh hukuman. Ketiga istilah di atas berdasarkan anggapan bahwa: pertama, perilaku manusia disebabkan oleh motivasi pelakunya; kedua, motivasi tersebut dapat dikondisikan, di

(12)

antaranya melalui pengharagaan dan hukuman; serta ketiga motivasi tersebut seharusnya dikondisikan.

Menurut Bertens (1994:125-126), tanggung jawab memiliki dua komponen, yaitu seseorang bertindak menjadi penyebab suatu peristiwa dan tindakan tersebut dilakukan secara bebas atau tidak dipaksa. Tanggung jawab berarti kemampuan memberikan jawaban atas setiap perkataan yang diucapkan atau perbuatan yang dilakukan (Lickona, 1993:44). Tanggung jawab juga dapat dimaknai tindakan seseorang sesuai kewajiban yang seharusnya dilakukan terhadap diri, masyarakat dan lingkungannya (Kemdiknas, 2011). Tanggung jawab meliputi tiga dimensi, yaitu tanggung jawab kepada orang lain, tanggung jawab bagi eksistensi diri, dan tanggung jawab terhadap peran sosial di masyarakat yang diampunya (Albertus, 2012:197).

Tanggung jawab menggambarkan dua hal, yaitu pandangan terhadap diri sendiri secara positif, dan kemampuan dapat diandalkan (competence). Kemampuan dapat diandalkan adalah kemampuan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya yang meliputi kesehatan fisik, keterampilan motorik, kemampuan kognitif-bahasa, keterampilan berbicara, kemampuan menyerap informasi dan memberikan umpan balik, bekerja sama dan bersikap empati dengan teman sebaya, semangat, dan hubungan santun dengan orang tua dan orang dewasa lainnya. Namun tanggung jawab hanya dapat dituntut jika memenuhi syarat tertentu seperti pengetahuan dan kemampuan bertindak secara bebas (Shihab, 1999:257).

Ada dua jenis tanggung jawab, yaitu tanggung jawab secara langsung dan tidak langsung. Tanggung jawab langsung adalah dampak perbuatan langsung disaksikan oleh pelaku. Contoh seseorang menyebarkan kunci jawaban ujian nasional sekolah dasar dan menengah via pesan singkat dengan sengaja agar mendapat sejumlah imbalan material dari para penerima jasa “baik”nya, maka dampak perbuatan tersebut langsung ditanggung pelakunya. Tanggung jawab tidak langsung adalah dampak perbuatan yang dihasilkan hewan yang berada dalam pengawasan pemiliknya atau anak kecil yang masih di bawah asuhan orang tuanya atau orang lain yang masih di bawah pengawasan pimpinannya. Contoh anak kecil main korek api untuk membakar sampah kering di pinggir sawah yang penuh gabah kering sehingga terjadi kebakaran. Anak kecil tersebut belum saatnya bertanggungjawab atas perbuatannya, karena yang bertanggungjawab adalah orang tua dari anak tersebut yang telah lalai mengawasi anaknya.

Santun adalah perbuatan hormat dalam bentuk perkataan atau perbuatan atau bahasa tubuh/isyarat kepada orang tua, kerabat dekat, guru, teman sebaya, anak yatim dan orang yang membutuhkan bantuan (Izutsu, 1993:246). Penghormatan kepada orang lain dalam bentuk perkataan meliputi ucapan terima kasih jika diberi sesuatu oleh orang lain, menyatakan pujian terhadap karya orang lain, memohon maaf jika melakukan kekeliruan yang merugikan orang lain, dan bertegur sapa dengan orang yang dikenal maupun orang asing. Penghormatan kepada orang lain dalam bentuk perbuatan meliputi santun dalam berpakaian, makan-minum, dan berjalan/berkendaraan. Penghormatan kepada orang lain dalam bentuk bahasa tubuh/isyarat meliputi anggukan kepala, senyum, isyarat mata, dan gerakan anggota tubuh lainnya (Miskawaih, 1994:74-81).

Nilai santun itu penting karena dapat membentuk kepribadian seseorang, misalnya orang yang mengidolakan tokoh tertentu, maka perilakunya akan diinspirasi oleh sang tokoh tersebut sehingga menjadi wataknya sendiri. Lingkup kesantunan terdiri dari santun

(13)

terhadap diri sendiri, keluarga, teman, hewan, tumbuhan, dan lingkungan secara luas (Schiller & Bryant, 2002:120-123).

Peduli adalah perbuatan yang menunjukkan penghargaan kepada kualitas seseorang atau sesuatu (Lickona, 1991:43). Perbuatan peduli berlandaskan aturan emas “siapa yang menolong orang lain sama dengan menolong dirinya sendiri” atau dalam rumusan lain “bertindaklah kepada orang lain seperti kamu menghendaki mereka bertindak demikian kepadamu” (Feldman, 1985:237; Schopenhauer, 1997:190). Kepedulian dapat juga diartikan seseorang merasa senasib sepenanggungan dengan orang lain, sehingga tidak ada seorang pun yang menderita atau dijadikan korban untuk keberadaan orang lain (Suseno, 1991:118-119).

Cakupan peduli meliputi peduli kepada diri sendiri, peduli kepada orang lain, dan peduli kepada semua ciptaan Tuhan. Peduli kepada diri sendiri meliputi mengingat dan memahami emosi diri sendiri, memahami alasan dan situasi untuk merasakan seperti yang dirasakan orang lain, mengingat dan menamai emosi orang lain, mengingat kekuatan perasaan dan menasehati diri dengan perasaan positif, mengetahui kebutuhan orang lain dan nilai-nilai sosial yang dipakainya, memiliki pemahaman diri yang akurat, yakin pada ketangguhan diri, dan memiliki semangat keagamaan. Peduli kepada orang lain meliputi menghargai keanekaragaman, menunjukkan penghormatan kepada orang lain, mendengarkan pembicaraan orang lain secara cermat dan tepat, mengembangkan rasa empati dan kepekaan terhadap perasaan orang lain, serta memahami sudut pandang, titik pijak, dan perasaan orang lain (Elias, Parker, & Kash, 2007:171). Peduli kepada semua ciptaan Tuhan meliputi merawat dan melestarikan semua ciptaan Tuhan (Shihab, 1999:257).

Sasaran dari kepedulian adalah munculnya kebaikan untuk semua orang (Miskawaih, 1994:140-141). Murah hati atau dermawan adalah contoh perbuatan peduli kepada orang lain (Izutsu, 1993:91-100). Memberikan harta yang dimiliki kepada orang lain tanpa menerlantarkan dan mengabaikan kebutuhan pokok diri sendiri dan keluarga adalah kedermawanan. Merawat tanaman adalah contoh peduli kepada ciptaan Tuhan, dan merawat tubuh dengan cara mandi misalnya juga merupakan contoh peduli kepada diri sendiri.

Kebajikan yang terkandung dalam sifat dermawan adalah murah hati, mementingkan orang lain, rela berkorban, berbakti, pemaaf, dan tangan terbuka untuk menolong siapapun (Miskawaih, 1994:48-49). Murah hati adalah kemampuan seseorang untuk memberikan sebagian harta atau keahlian kerja yang dimilikinya guna kemanfaatan orang banyak. Mementingkan orang lain adalah kemampuan seseorang untuk menahan keinginan mengambil haknya dan secara sukarela hak tersebut diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan. Rela berkorban, berbakti, pemaaf, dan tangan terbuka untuk menolong siapaun adalah kemampuan seseorang untuk membantu orang lain yang sedang susah secara fisik maupun mental dan pemberian bantuan tersebut dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan senang hati. Dengan demikian, orang yang peduli seharusnya memiliki sifat dermawan.

Percaya diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya memiliki kemampuan untuk mencapai tujuan yang diharapkan melalui kekuatannya sendiri (Catalano, Hawkins, & Toumbourou, 2008:464). Menurut Schiller & Bryant (2002:76-77) percaya diri adalah kemampuan seseorang untuk mempertimbangkan pilihan-pilihan dan membuat keputusan untuk memilih satu pilihan secara bebas dan sadar. Percaya diri berfungsi sebagai penyedia

(14)

kekuatan penting yang mempengaruhi motivasi dan tindakan manusia. Percaya diri terbentuk melalui proses tindakan yang berakar dari motivasi, kognisi dan afeksi (Bandura, 1989:1175). Percaya diri diwujudkan dalam bentuk perilaku menerima kenyataan diri apa adanya, tahu apa yang diinginkan, percaya pada gagasannya, dan mengambil posisi sesuai keyakinannya jika berhadapan dengan pendapat yang berbeda.

Ada dua unsur kekuatan mental yang membentuk percaya diri, yaitu keberanian dan kesabaran. Keberanian adalah kemampuan mengendalikan ketakutan dan tidak lemah dalam menghadapi bahaya atau ujian atau tantangan atau godaan dalam mencapai tujuan (Bagus, 1996:417). Kesabaran adalah keteguhan hati untuk bertahan dalam menghadapi bahaya atau ujian atau tantangan atau godaan dalam mencapai tujuan (Izutsu, 1993:100-104, 122-124).

Manusia Indonesia yang mengamalkan agamanya dengan tulus, mesti akan memiliki sikap dan perbuatan produktif seperti jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian untuk mengisi kemerdekaan Indonesia, cukup dengan mengamalkan ajaran agama masing-masing dengan tulus dan tekun dalam bingkai bumi “Bhinneka Tunggal Ika” Indonesia. Sebagai seorang muslim yang sekaligus warga negara Indonesia, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari menjadi suatu keniscayaan. Menjadi muslim yang baik tidak harus menjauhkan diri dari nilai-nilai Pancasila yang menjadi ciri keindonesiaan, akan tetapai muslim yang baik adalah muslim yang dapat mengamalkan ajaran keislamannya yang benar yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila yang menjadi falsafah negara Indonesia.

RANGKUMAN

1. Indonesia ditakdirkan untuk dihuni oleh penduduk yang beragam agama, budaya, dan suku. Perbedaan dapat menjadi kebaikan, jika dikelola dengan adil dan objektif. Karena penduduk Indonesia heterogen, maka diperlukan kesadaran identitas diri yang sama meskipun berbeda-beda agama, budaya, dan suku. Pancasila merupakan ijtihad politik untuk menyatukan kesamaan identitas di antara banyaknya pernik perbedaan.

2. Pancasila mengakomodasi untuk tumbuh suburnya kebebasan beragama sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Menjadi seorang muslim tidak harus menjadi anti-Pancasila, karena Pancasila merupakan rumah bagi dinamika perbedaan. Kejujuran, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri merupakan asas untuk hidup rukun dan damai di atas sekam perbedaan.

3. Ada lebih kurang sebelas versi rumusan Pancasila sejak pertama dicetuskan sampai bentuk final yang disepakati bersama. Rumusan keenam merupakan hasil musyawarah PPKI yang bersidang pada tanggal 18 Agustus 1945. Kesepakatan yang pokok yaitu penggantian kata “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan kata “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai win-win solution atas keberatan dari perwakilan Indonesia bagian timur untuk mencantumkan kata tersebut dalam dasar negara.

4. Mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang bersumber dari ajaran Islam merupakan bentuk ketaatan kepada Tuhan. Nilai-nilai Pancasila yang bersumber dari ajaran Islam di antaranya kejujuran dalam berkata dan bertindak, disiplin dalam mencapai tujuan, bertanggung jawab atas kontrak pekerjaan yang diberikan pihak lain, santun terhadap

(15)

sesama, peduli pada penderitaan orang lain, dan percaya diri dalam memilih jalan menuju tujuan yang dicita-citakan.

5. Manusia Indonesia yang mengamalkan agamanya dengan tulus, mesti akan memiliki sikap dan perbuatan produktif seperti jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Albertus, D.K. (2012). Pendidikan karakter utuh dan menyeluruh. Yogyakarta: Kanisius.

Al-Buchory, Abi Abdillah Muhammad ibn Isma’il. (online). Shahih bukhary (versi elektronik). http://id.lidwa.com/app/.

Amin, A. (1988). Etika Ilmu Akhlak. (Terjemahan Ma’ruf Amin). Jakarta: Bulan Bintang. Amin, K. . (2018). Kata Sambutan Direktur Jenderal Pendidikan Islam. Dalam Suwendi dkk

(ed.). Ensiklopedi Islam Nusantara: Edisi Budaya. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Ditjen Pendis Kemenag RI.

Bagus, L. (1996). Kamus filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bahar, S. (ed). (1992). Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei - 19 Agustus 1945. Jakarta: Sekretariat Negara.

Bandura, A. (1989). Human agency in social cognitive theory. American Psychologist, 14, 1175-1184.

Bertens, K. (1994). Etika. Jakarta: Gramedia.

BPS. (2018). Biro Pusat Statistik. Jakarta. Retrieved from bps.go.id.

Catalano, R.F., Hawkins, J.D. & Toumbourou, J.W. (2008). Positive youth development in the united states: History, efficacy, and links to moral and character education. Dalam Nucci, L.P. & Narvaez, D. (Eds.). Handbook of moral and character education (hlm. 459-483). New York: Routledge, Taylor & Francis Group.

Elias, M.J., Parker, S.J., Kash, V.M. (2007). Social-emotional learning and character and moral education in children: Synergy or fundamental divergence in our schools? Journal of research in character education. 5(2). Hal. 167-181.

Feldman, R.S. (1985). Social psychology: Theories, research, and applications. New York: Mc-Graw-Hill Book company.

Izutsu, T. (1993). Konsep-konsep etika religious dalam alquran. (Terjemahan Agus Fahri Husein, dkk.). Yogyakarta: Tiara Wacana.

(16)

Lickona, T. (1991). Educating for character: How our schools can teach respect and responsibility. New York: Bantam Books.

Luthfi, K. M. (2016). Islam Nusantara: Relasi Islam dan Budaya Lokal. Shahih, 1(1), 1-12. Mill, J.S. (1996). On liberty. (Terjemahan Alex Lanur). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Miskawaih, A.A.A.I. (1994). Menuju kesempurnaan akhlak. (Terjemahan Helmi Hidayat & Ilyas

Hasan). Bandung: Mizan. (Terbit dalam edisi bahasa Inggris pada 1968 dengan judul The refinement of character dan merupakan terjemahan dari teks asli berbahasa Arab Tahdzib al-akhlak).

Munawwir, Ahmad Warson. (1997). Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif.

Park, N. & Peterson, C. (2003). The value in action inventory of character strengths for youth. Washington, DC: Manuel D. and Rhoda Mayerson Foundation.

Prasetya, E. (2017). Dari 17.504 Pulau di Indonesia, 16.056 telah diverifikasi PBB. Merdeka. Salim, A. (2018). Kata Pengantar Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam. Dalam

Suwendi dkk (ed.). Ensiklopedi Islam Nusantara: Edisi Budaya. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Ditjen Pendis Kemenag RI.

Schiller, P. & Bryant, T. (2002). 16 Moral dasar bagi anak. (Terjemahan Susi Sensusi). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Schopenhauer, A. (1997). Menembus selubung sang maya. Dalam Franz Magnis-Suseno (Eds.). 13 Model pendekatan etika. Yogyakarta: Kanisius.

Shihab, M. Q. (1999). Wawasan alquran: Tafsir maudhu’I atas pelbagai persoalan umat. Bandung: Mizan.

Suryadinata, L., Nurvidya, E., & Ananta, A. (2003). Indonesia’s Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape.

Suseno, F. M. (1991). Etika politik: Prinsip-prinsip moral dasar kenegaraan modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

---. (1993). Etika dasar: Masalah-masalah pokok filsafat moral. Yogyakarta: Kanisius. Watson, M. (2008). Developmental discipline and moral education. Dalam Nucci, L.P. &

Narvaez, D. (Eds.). Handbook of moral and character education (hlm. 175-203). New York: Routledge, Taylor & Francis Group.

(17)

GLOSARIUM

Ibadah adalah bagian dari syariah Islam yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (hablun minallah).

Ibadah ghairu mahdlah adalah ibadah yang bersifat umum yang tidak ditentukan aturannya oleh Allah dan Rasulullah sehingga manusia yang menentukannya sendiri.

Ibadah ghairu mahdlah adalah ibadah yang bersifat umum yang tidak ditentukan aturannya oleh Allah dan Rasulullah sehingga manusia yang menentukannya sendiri.

Ibadah mahdlah adalah ibadah khusus yang sudah ditentukan aturannya oleh Allah dan Rasulullah.

Ibadah mahdlah adalah ibadah khusus yang sudah ditentukan aturannya oleh Allah dan Rasulullah.

Islam Nusantara adalah sebuah identitas Islam dengan berbagai nilainya yang diimplementasikan di bumi Nusantara yang telah lama mengakar dan dipraktikkan oleh rakyat Indonesa dalam kurun waktu yang sangat lama

Muamalah adalah bagian dari syariah Islam yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hablun minannas).

Nusantara adalah istilah yang menggambarkan wilayah kepulauan dari Sumatera hingga Papua.

Prinsip tasamuh adalah prinsip keagamaan yang menjunjung tinggi nilai toleransi atau tenggang rasa.

Prinsip tawasuth adalah prinsip keagamaan yang menjunjung tinggi nilai pertengahan (moderat).

Prinsip tawazun adalah prinsip keagamaan yang menjunjung tinggi nilai keseimbangan. Rahmatan lil’alamin berarti memberikan kasih sayang terhadap seluruh umat manusia di

dunia ini.

Ulama adalah orang-orang yang mengetahui berbagai macam ilmu secara mendalam dan dapat memberitahukannya kepada orang lain.

Referensi

Dokumen terkait

Adapula permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan tersebuta adalah kesulitan dalam perhitungan stok barang dalam cakupan yang besar sehingga sering terjadi

Serangan ini dapat diatasi dengan memberlakukan memory limit, compile time limit dan output limit sehingga apabila sebuah source code memakan memori, waktu kompilasi, atau

Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan

Sisanya (88%) adalah pikiran bawah sadar (unconscious) yang masih dapat dimaksimalkan untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik, menampilkan kemampuan terbaik setiap saat

Hamdani Harahap selaku Pembantu Dekan III FISIP USU mengusulkan untuk membuat UKM dimana nantinya hanya ada dan boleh satu UKM saja yang membuat kegiatan dan

tersebut, penelitian ini diberi judul : Analisis Pengaruh Citra Merek dan Kepuasan Konsumen Terhadap Loyalitas Konsumen Kecap Manis ABC (Studi Kasus Terhadap Pengguna

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan peneliti tentang pemahaman perawat tentang penerapanRJPdipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu umur, pendidikan,

Selain itu, penyebaran komponen nutrisi pada setiap bagian biji jagung beragam, sehingga bagi industri pangan dapat memilih varietas bahan baku dan prosesing