• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 1 Arsitektur Tradisional Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 1 Arsitektur Tradisional Karo"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 1

Arsitektur Tradisional Karo

1.1. Profil

Karo adalah salah Suku Bangsa asli yang mendiami Pesisir Timur (Ooskust) Sumatera atau bekas wilayah Kresidenan Sumatera Timur, Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar di Sumatera Utara. Nama suku ini juga dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo.

Suku Karo juga sering disebut suku Batak Karo. Hal ini dikarenakan banyaknya marga, kekerabatan, kepercayaan, dan geografis domisilinya yang dikelilingi etnis-etnis yang dikatakan Batak. Orang Karo menyebut dirinya Kalak Teba atau Kalak Karo, orang diluar Karo dan tidak mengenal Karo-lah yang kemudian memanggil mereka Batak Karo.

Secara garis keturunan orang Karo bukanlah orang Batak, karena Karo sudah ada sejak sebelum Si Raja Batak yang muncul sekitar abad ke 13 Masehi.

Walaupun masih perlu dilakaukan penelitian lebih lanjut, Brahma Putra dalam bukunya, "Karo dari Zaman ke Zaman" mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama "Pa Lagan". Dari nama raja tersebut dilihat bahwa nama tersebut berasal dari nama orang Karo. (Darwan Prinst, SH :2004)

Sedangkan berdasarkan solidaritas, teritorial, dan geografis maka Karo termasuk ke dalam Batak.

Untuk wilayah Batak Karo, Kabupaten Karo merupakan bagian dari wilayah Batak Karo yang disebut Taneh Karo. Wilayah Taneh Karo meliputi bagian yang lebih luas,

(2)

Bangun Purba, Kecamatan Galang, Kecamatan Gunung Meriah, Kecamatan Sibolangit, Kecamatan Pancur Batu, Kecamatan Namo Rambe, Kecamatan Sunggal, Kecamatan Kuta Limbaru, Kecamatan STM Hilir, Kecamatan Hamparan Perak, Kecamatan Tanjung Morawa, Kecamatan Sibiru-biru, Kecamatan STM Hulu, dan Kabupaten Langkat. Kabupaten Aceh Tenggara meliputi Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga), Kecamatan Simpang Simadam. Kabupaten Dairi meliputi Kecamatan Taneh Pinem, Kecamatan Tiga Lingga dan Kecamatan Gunung Sitember lalau juga termasuk Kota Binjai.

1.2. Aspek Budaya

Karena suku ini berasal dari suatu suku yang sudah ada dari zaman dahulu maka mereka memiliki budaya yang berbeda, orang Karo memiliki bahasa dan aksaranya sendiri, suku ini juga memiliki system penanggalan dan penghitungan waktu sendiri.

Suku Batak Karo ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo atau Cakap Karo dan memiliki aksara karo. Aksara Karo ini adalah aksara kuno yang dipergunakan oleh masyarakat Karo, akan tetapi pada saat ini penggunaannya sangat terbatas sekali bahkan hampir tidak pernah digunakan lagi.guna melengkapi cara penulisan perlu dilengkapi dengan anak huruf seperti o= ketolongen, x= sikurun, ketelengen dan pemantek.

Orang Karo memiliki nama-nama tanggal hari dan bulan serta pembagian waktu, demikian juga dengan nama dari arah mata angin. Nama-nama hari dari Suku Karo ada banyak kemiripan dengan kata-kata dalam bahasa sansekerta. Setiap hari dari tanggal memiliki makna atau pengertian tertentu. Oleh karena itu jika akan melakukan suatu hal yang besar, misalnya pergi ke tempat yang jauh, berperang atau yang lainnya mereka akan meminta saran dari dukun atau tetua desa untuk memilihkan hari yang baik.

Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.

Satu rumah siwaluh jabu digunakan oleh 8 keluarga. Keluarga sebagai pemimpin rumah yang paling utama dalam adatterletak di sisi kiri bagian depan. Setiap keluarga yang menempati rumah tersebut memiliki dapur atau perapiannya sendiri. Pada setiap dapur atau

(3)

perapian ditaruh lima batu yang selain berfungsi sebagai penahan panas agar panas tidak menjalar ke kayu juga sebagai penanda kerukunan 5 klan keluarga. Seorang anak laki-laki yang berumur lebih dar 14 tahun dan belum menikah, ia tidak diperboleh tidur di dalam rumah siwaluh jabu, pemuda ini harus tidur di Jambur lain yang digunakan sebagai lumbung.

1.3. Aspek Fisik Spasial

Rumah adat Suku Karo dikenal dengan nama siwaluh jabu, dinamakan demikian karena berasal dari kata waluh dan jabu (waluh artinya delapan dan jabu artinya keluarga/bagian utama rumah/ruang utama). Pada waktu dahulu kala bangunan panggung ini digunakan sebagai tempat tinggal bagi masyarakat (tinggal bersama dalam satu rumah).

Rumah adat Karo mempunyai ciri dan bentuk yang unik, pada bagian dalam bangunan berupa ruangan sangat besar tanpa ada tembok ataupun sekat yang membatasi

(4)

ruang dan tidak memiliki kamar-kamar. Pada bagian lantai di tengah menghubungkan pintu barat dan timur memiliki ketinggian yang berbeda dengan kanan dan kirinya. Area ini digunakan sebagai jalur sirkulasi untuk orang yang berada di dalam rumah. Area sirkulasi diberikan pembeda dengan memberikan beda ketinggian.

Rumah siwaluh jabu berupa rumah panggung dengan ketinggian sekitar 2 meter dari atas tanah yang ditopang oleh tiang yang umumnya berjumlah 16 tiang kayu dengan ukuran yang besar. Pada rumah ini terdapat pintu pada sisi barat dan selatan, pada bagian depan pintu memiliki teras atau semacam serambi yang terbuat dari bambu yang disebut ture. Serambi ini biasanya digunakan sebagai tempat bertenun, menganyam tikar atau bekerja, pada malam hari ture ini berfungsi sebagai trmpat untuk bertemunya pemuda dan pemudi.

Penutup atap rumah menggunakan ijuk, pada bagian atap rumah terdapat anyaman bamboo berbentuk segitiga yang disebut ayo-ayo. Pada bagian puncak ayo-ayo terdapat tanduk dengan tengkorak kepala kerbau yang menunduk ke bawah. Tanduk kerbau ini dipercaya oleh masyarakat dapat menolak bala.

(5)
(6)

Bab. 2

Analisis Antara Fisik Spasial dan Budaya

a. Dinding

Dinding brupa bidang yang dimiringkan, dimana pada dinding terdapat pula pintu masuk yang berada di barat dan timur dan 8 buah jendela. Dinding dari bangunan ini juga memiliki fungsi untuk menopang perpanjangan atap paling dasar.

Pada dinding banguann yang miring diikat dengan tali yang terbuat dari tali ijuk atau rotan dan membentuk jajaran cicak yang memiliki kepala yang saling bertolak belakang. Ornamen ini menggambarkan bahwa semua orang yang tinggal memiliki peranan yang sama dan sikap saling menghormati privasi masing-masing individu yang berada di rumah tersebut.

b. Pintu dan Jendela

Pintu dan jendela terletak pada dinding miring. Pintu berjumlah 2 buah, berada di sisi barat dan timur dari rumah tersebut. Sedangkan jendela berjumlah 8 buah. Sebuah pintu memiliki 2 daun pintu sedangkan jendela memiliki 1 daun jendela. Pada bagian pintu dan

(7)

jendela biasanya diberi ukiran-ukiran dan ornament. Ornamen tersebut merupakan gambaran jati diri, kebersatuan keluarga, dan permohonan.

c. Atap

Bagian terendah dari lapisan atap yang pertaama, pada bagian pangkalnya ditanami tanaman yang menjalar pada semua dindingyang berfungsi sebagai penahan hujan deras.

Fungsi dari ujung atap yang menojol adalah unutk mengeluarkan asap yang berasal dari tungku dapur karena dapur sudah berada di bagian dalam rumah.

Pinggiran atap pada semu sisi dibuat sama pada semua sisi. Bentuk dari bagian tepi atap rumah ini memiliki makna bahwa setiap keluarga yang tinggal di situ memiliki tujuan yang sama.

Pada ujung atap juga terdapat Gavel yang diberi hiasan oleh pemilik rumah, setiap hiasan yang terpasang menggambarkan sifat dari pemilik rumah.

(8)

Bab. 3

Kesimpulan

Dari perbandingan di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa suatu bentuk bangunan memiliki bentuk atau peletakan benda yang tidak biasa karena ia memiliki tujuan baik itu fungsional maupun fungsi secara adat istiadat. Seperti contohnya dalam kasus rumah adat batak karo ini, pada bagian dapur dimana terdapat 5 batu yang menggambarkan keeratan 5 klan keluarga tetapi jug adifungsikan sebagai isolator panas.

(9)

Bab. 4

Daftar Pusaka

Edited : James J. Fox , “Inside Astronesian Houses, Perspectives on domestic designs

for living”.

Dr. Geoff Kushnik, 2010,“Bobliographic of Work on The Karo Batak of North Sumatra, Indonesia” ginjanews.blogspot.com Wikipedia.com kita-kalak-karo.blogspot.com f.pelamonia.blogspot.com yohanberntwen.blogspot.com www.joshuaproject.net

Referensi

Dokumen terkait

SMP/MTs dan SMA/MA peserta PPDB online mengumumkan dan menyatakan kemampuan daya tampungnya yang meliputi kuota/ kapasitas jumlah perserta didik baru yang akan diterima

Desain penelitian pada penelitian ini adalah jenis penelitian metode kuantitatif, penelitian metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang

The objectives of this study were to evaluate vegetative growth and root storage of cassava applied by micro nutrient fertilizer, to compare root storage of yield treated by

ceramah sebagai metode utama dan sering dilakukan. Gaya mengajar guru yang sering digunakan oleh guru di SMP Negeri 8 Palu adalah gaya mengajar klasik. Gaya mengajar ini

“ Dato Karama ” tahun 1645 M-1709 M, dengan menggunakan perahu layar bersama rombongannya berjumlah lima puluh orang beserta keluarganya. 2) Dato Karama dalam berdakwah

Ubaidillatul Fahmi & Hadi Sunaryo 73 Berdasarkan hasil pengujian normalitas data menggunakan uji Kolmogorov Smirnov seperti pada Tabel 3 tersebut, maka dapat

secara umum angka malaria turun. Di Meras penularan terjadi sepanjang tahun meskipun tidak terlihat pola khusus sedangkan di Tingkulu Lembah angka malaria sangat

Kaitannya dengan penelitian ini adalah fokus utamanya adalah Pengelolaan Unit Usaha Perhotelan Dalam Pengembangan Kompetensi Siswa, oleh karena itu, untuk