• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR PERTANAHA docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR PERTANAHA docx"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

Disusun untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Magister Administrasi Publik

Disusun oleh :

SRI KUSRINI MARUTI

S. 241208005

PROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

ii

KOTA SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI

PROGRAM LARASITA

TESIS

Oleh:

SRI KUSRINI MARUTI

S241208005

Komisi Nama/NIP Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing

Pembimbing I Drs. Sudarmo, M.A., Ph.D ... 30-8-2013 NIP. 19631101 199003 1 002

Pembimbing II Dr. Rina Herlina Haryanti, S.Sos, M.Si……… 28-9-2013 NIP.197911202006042001

Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 4 Oktober 2013

Ketua Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP) Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

(3)

iii

TESIS

Oleh:

SRI KUSRINI MARUTI

S241208005

Tim Penguji :

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. Didik G. Suharto, S.Sos., M.Si ... 22-10- 2013 NIP. 19741107 200312 1 001

Sekretaris Drs. Y. Slamet, M.Sc. Ph.D ... 22-10- 2013 NIP. 194803161976121001

Anggota 1. Drs. Sudarmo, MA, Ph.D ... 22-10-2013 Penguji NIP. 19631101 199003 1 002

2. Dr. Rina Herlina Haryanti, S.Sos, M.Si ... 22-10-2013 NIP.197911202006042001

Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat

pada tanggal 22 Oktober 2013

Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Administrasi Publik

(4)

iv

Alloh SWT, Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Yang selalu Melindungiku dan Menuntunku.

Suamiku tercinta, Drh. Wisnu Dwi Endro Utomo (mas Nunu) Anak-Anakku tersayang :

1. Putri Pramitha Wisnu Wardhani (mbak Put/yayang) 2. Paksi Pramudya Wisnu Wardhana (mas Aci) 3. Prabu Rabindra Wisnu Wardhana (mas Abin) Almamaterku, Universitas Sebelas Maret Surakarta

(5)

v

1. Tesis yang berjudul : “RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR PERTANAHAN KOTA SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM LARASITA “ ini adalah karya penelitian sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author

dan PPs-UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP) UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi Administrasi Publik (MAP) PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, 25 Agustus 2013 Mahasiswa,

(6)

vi

If You Can Dream it, You Can Do it

(Walt Disney)

“Berikan Yang Terbaik Sebelum Meminta Yang Terbaik”

(Rasta Al Banjari)

Genius is One per cent Inspiration and Ninety-nine per cent Perspiration

(Thomas Alva Edison)

(7)

vii

dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis ini sebagai karya akhir dalam Program Pascasarjana, Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis sebagai manusia biasa menyadari bahwa persembahan karya sederhana ini sekedar merupakan penuangan pengetahuan dan ilmu yang sangat sedikit yang diberikan Sang Maha Pencipta kepada penulis, dibandingkan dengan ilmu yang dimilikiNya sebagai Sang Maha Sempurna. Pengetahuan dan ilmu yang sangat sedikit itu, kemudian dituangkan dalam tesis dengan judul

RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR PERTANAHAN KOTA

SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM LARASITA “.

Dalam keterbatasan penulis, bantuan moral dan material kepada penulis selama menyelesaikan tesis ini. Sehubungan hal tersebut, dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan terima kasih pada semua pihak yang membantu penulis sejak mempersiapkan proposal penelitian sampai penulisan tesis ini berakhir. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada;

1. Bapak Drs. Sudarmo, M.A., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP) sekaligus Dosen Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran mengarahkan serta membimbing penulis hingga terselesaikannya tesis ini.

2. Ibu Dr.Rina Herlina Haryanti, S.Sos, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang penuh kebaikan memberikan berbagai masukan, saran dan petunjuk yang sangat bermanfaat untuk perkembangan penulisan tesis ini.

(8)

viii

Magister Administrasi Publik (MAP), yang telah memberikan ilmu dengan penuh kesabaran dan ketulusan, serta banyak membantu kelancaran proses pembuatan tesis ini.

6. Kepala Kantor Pertanahan Kota Salatiga, yang telah memberikan berbagai dukungan, semangat dan perhatian yang begitu besar, kepada penulis selama proses penelitian ini.

7. Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Kantor Pertanahan Kota Salatiga, yang telah memberikan berbagai dukungan, semangat dan perhatian yang begitu besar, serta menyediakan waktu dengan sangat terbuka,sebagai informan pada proses penelitian ini.

8. Seluruh Jajaran Pimpinan beserta Staf Kantor Pertanahan Kota Salatiga dan Tim LARASITA serta seluruh Informan dari stakeholder internal dan

stakeholder eksternal yang dengan segala kebaikan hati memberikan informasi kepada penulis selama proses penelitian.

9. Drh. Wisnu Dwi Endro Utomo beserta anak-anak penulis, atas dukungan sepenuhnya dan setulusnya, baik material maupun spiritual pada setiap detail perjuangan dari seluruh proses studi ini.

10.Kakak-Kakak Kandung penulis, serta Ibu Mertua Penulis, yang telah memberikan dukungan doa dan semangat tiada henti.

11.Seluruh teman-teman Angkatan XII Tahun 2012 Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP); Mbak Umi, Mas Joko, Andy, Hendra, Lewi, Mas Gaguk, Mbak Anis, Mas Kabul, Mas Agung, Lohmi, Agapito, Sisi , Mas Tunggul, Tyas, Catur, Aulia serta Mas Nanok, Mbak Fey, Mas Mudji, Mas Jalu yang telah membantu, mendukung serta memberikan warna dan keceriaan selama proses perkuliahan dari awal sampai akhir.

(9)

ix

dapat memberi manfaat bagi semua yang membacanya, AMIN.

Surakarta, 27 Agustus 2013 Penulis,

(10)

x

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS ISI TESIS ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Kajian Teori... 11

1. Responsivitas ... 11

2. Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan... 14

3. Indikator Pengukuran Responsivitas ... 15

4. Implementasi Kebijakan Program LARASITA ... 18

5. Program LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertpikat Tanah ... 27

B. Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 32

(11)

xi

D. Teknik Penentuan Informan ... 42

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

F. Validitas Data ... 46

G. Teknik Analisis Data ... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Salatiga ... 49

1. Lokasi ... 50

2. Organisasi ... 53

3. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pertanahan Kota Salatiga 55 4. Sumber Daya Manusia ... 59

5. Sarana dan Prasarana ... 62

6. Sumber Dana ... 65

7. Jenis Pelayanan ... 65

B. Hasil Penelitian ... 68

1. Implementasi Program LARASITA Pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga ... 68

2. Implementasi Program LARASITA pada Variabel Komunikasi, Sumber Daya, Sikap dan Struktur Birokrasi 72 a. Komunikasi dalam Program LARASITA ... 72

b. Sumber daya dalam Program LARASITA ... 74

c. Sikap dalam Program LARASITA ... 77

d. Struktur Birokrasi DALAM Program LARASITA .... 79

3. Responsivitas Pelayanan Publik dalam Implementasi Program LARASITA... 82

a. Keluhan Dari Pengguna Jasa ... 83

(12)

xii

C. Pembahasan ... 96

BAB V. PENUTUP ... 108

A. Kesimpulan... 108

B. Implikasi ... 109

C. Saran ... 111

(13)

xiii

Kota Salatiga dalam Implementasi Program LARASITA…..

Tabel 4.1. Luas Wilayah Salatiga Berdasarkan Kecamatan dan

Kelurahan ... 52 Tabel 4.2. Tingkat Kepadatan Penduduk Kelurahan di Kota Salatiga ... 58 Tabel 4.3. Data Pejabat Struktural Kantor Pertanahan Kota Salatiga ... 59 Tabel 4.4. Jumlah PNS Menurut Tingkat Pendidikan Formal ... 61 Tabel 4.5. Pemanfaatan Gedung Kantor….. ... 62 Tabel 4.6. Sarana Kendaraan Dinas Roda 4 dan Kendaraan Roda 2

Kantor Pertanahan Kota Salatiga ... 64 Tabel 4.7. Rekapitulasi Tanah Terdaftar Kantor Pertanahan Kota

Salatiga Dari Tahun 1960 s.d. Tahun 2012 ... 70 Tabel 4.8. Jumlah Sertipikat melalui pelayanan Program LARASITA

Kantor Pertanahan Kota Salatiga Tahun 2010 – 2013 ... 71 Tabel 4.9. Matrik Tingkat Efektifitas Implementasi Program LARASITA

(14)

xiv

ABSTRAK

Berdasarkan Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 18 Tahun 2009, tanggal 11 Mei 2009 tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, maka Kantor Pertanahan Kota Salatiga mengimplementasikan Program LARASITA. Program LARASITA dimaksudkan untuk menyediakan jasa layanan sertipikasi tanah kepada masyarakat Kota Salatiga melalui sistem mobil keliling dengan cara jemput bola ke kelurahan-kelurahan. Program ini bertujuan untuk : meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan bagi masyarakat, mempercepat legalisasi aset tanah masyarakat, mengurangi praktik percaloan, megurangi sengketa konflik pertanahan dan menyambungkan program BPN-RI dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Dalam implementasi Program LARASITA dibutuhkan Responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga bagi masyarakat pengguna layanan. Hal ini akan memberikan kontribusi positif bagi penilaian kinerja , sehingga mendukung peningkatan akuntabilitas pelayanan publik di bidang pertanahan. Penelitian ini bertujuan menganalisis responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam Implementasi Program LARASITA. Sedangkan indikator responsivitas pelayanan publik yang dipakai adalah : (1) terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir; (2) sikap aparat birokrat dalam merespon keluhan dari pengguna jasa; (3) penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan di masa mendatang; (4) berbagai tindakan aparat birokrat untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa; serta (5 ) penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam system pelayanan yang berlaku.

Hasil akhir penelitian ini dapat diketahui bahwa Kantor Pertanahan Kota Salatiga cukup responsif kepada masyarakat dalam memberikan pelayanan melalui implementasi Program LARASITA. Ditunjukan dengan dua indikator responsivitas yaitu bahwa masih adanya keluhan dalam pelayanan yang diberikan oleh Kantor Pertanahan Kota Salatiga dan pengguna jasa belum ditempatkan dalam sistem pelayanan Program LARASITA. Sedangkan tiga indikator lainnya sudah menunjukan bahwa pelayanan Kantor Pertanahan responsif.

(15)

xv Sebelas Maret University.

ABSTRACT

Considering the Chairman of BPN-RI‟s Regulation Number 18 of 2009, on May 11, 2009 about LARASITA of the Republic of Indonesia‟s National Land Affairs Agency, the Salatiga City‟s Land Affairs Office implements LARASITA Program. LARASITA program was intended to provide land certification service to the people of Salatiga City through mobile system and “picking–the-ball-up” method to the kelurahans. This program aims: to improve the service quality of land affairs for the society, to facilitate the legalization of public land asset, to mitigate the scalping practice, to mitigate the land affairs conflict and to attribute the BPN-RI program to the aspiration developing within the society.

In the implementation of LARASITA Program, the responsiveness was needed in the service of Salatiga City‟s Land Affairs Office for the service user society. It would contribute positively to the performance assessment, thereby supporting the improvement of public service accountability in land affairs sector.

This study aimed to analyze the responsiveness of Salatiga City Land Affairs Office‟s service in the implementation of LARASITA Program. Meanwhile, the indicators of public service responsiveness employed were: (1) whether or not there is grievance among the service users in one last year; (2) the attitude of bureaucrat apparatus in responding to the grievance of service users; (3) the utilization of service users‟ grievance as a reference for the improvement of service organization in the future; (4) the bureaucrat apparatus‟s varying actions to give the service user the service satisfaction; as well as (5) the placement of service user into the enacted service system by the bureaucracy apparatus.

The final result of research showed that the Land Affairs Office of Salatiga City was sufficiently responsive to the society in providing service through the implementation of LARASITA program. It could be seen from two indicators of responsiveness: that there were still some grievances with the service given by Salatiga City‟s Land Affairs Office and the service user had not been placed yet into LARASITA Program service system. Meanwhile other three indicators had indicated that the service of Land Affairs Office had been responsive.

Keywords: Responsiveness, Implementation, LARASITA, Salatiga City

(16)

1

A. Latar Belakang Masalah

Esensi tanah dalam bidang ekonomi, pertanian, dan sebagai obyek hukum adalah lahan, yang mencakup semua sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan di bawah, pada, maupun di atas permukaan suatu bidang geografis. Dalam bahasa sehari-hari, orang menyamakan lahan dengan "tanah". Dalam kenyataannya, lahan tidak selalu berupa tanah, karena dapat mencakup pula kolam, rawa, danau, atau bahkan lautan. Sesuai dengan batasannya, kandungan mineral di bawah permukaan lahan atau lokasi orbit geostasioner di atas suatu permukaan lahan juga menjadi bagian dari lahan dan ini menentukan nilai ekonominya.

Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, dan permukiman terus membutuhkan lahan yang semakin luas. Pertambahan penduduk di pusat kota dan tuntutan kehidupan baik aspek sosial, politik, budaya pada akhirnya akan membutuhkan fasilitas dan utilitas seperti permukiman, pendidikan, kesehatan dan sarana umum lainnya membutuhkan lahan untuk keberlangsungannya. Kepastian hukum atas status lahan-lahan tersebut, menjadi hal yang sangat penting. Untuk itu legalisasi aset publik berupa tanah (lahan) yang sudah dikuasai publik harus dilakukan, yaitu dengan pensertipikatan tanah.

(17)

berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa yang di maksud dengan pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Adapaun tujuan dari pendaftaran tanah tersebut, yaitu;

1. Untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah, suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. 2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan diberikan sertipikat hak atas tanah.

(18)

Kelurahan Kumpulrejo Kecamatan Argomulyo. Pihak yang berkonflik adalah Pemerintah Kota Salatiga sebagai yang memiliki wewenang untuk membuat kebijakan bagi publik, PT. Rumeksa Mekaring Sabda sebagai pemegang hak guna usaha dan Yayasan Universitas Islam Salatiga yang menuntut keadilan untuk diberikan hak pakai dari sebagian luas tanah yang telah bersertifikat hak guna usaha tersebut dari Pemerintah Kota. Konflik yang sempat membuat Kota Salatiga menghangat ini telah selesai karena pihak pengugat mencabut gugatannya karena alasan-alasan tertentu. Konflik pertanahan tersebut bisa jadi disebabkan karena kinerja organisasi publik Kantor Pertanahan yang rendah, sehingga terjadi kesalahan administrasi dalam proses pensertipikatan tanah.

(19)

Rendahnya kinerja organisasi publik akan menghambat pelaksanaan program. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Titien Indarwati Subroto (2008) mahasiswa Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Administrasi dari Universitas Diponegoro Semarang, dapat diketahui bahwa pada Kantor Pertanahan Kota Semarang dengan indikasi, kemampuan kerja dan motivasi rendah. Dari hasil analisis yang dilakukannya diketahui bahwa dari uji korelasi dengan rumus Kendall Tau diperoleh angka 0,217 kemampuan pegawai berkorelasi positif terhadap kinerja organisasi dan sangat significant terhadap kinerja. Jika kemampuan pegawai ditingkatkan maka akan meningkatkan kinerja.

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat mengakibatkan tuntutan pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat menjadi semakin meningkat, terutama kepada institusi birokrasi. Keluhan masyarakat terhadap kurangnya kualitas pelayanan merupakan salah satu indikator yang menunjukkan belum memadainya kinerja organisasi publik. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat tersebut merupakan tantangan bagi organisasi publik dalam hal ini Kantor Pertanahan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik serta untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Untuk itu organisasi publik perlu menerapkan strategi peningkatan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan- kebutuhan masyarakat yang menghendaki kualitas pelayanan.

(20)

disebut LARASITA, tertuang dalam Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 18 Tahun 2009 tanggal 11 Mei 2009 tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Pelaksanaan Program LARASITA dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia sebagai Kantor Pertanahan yang bergerak (mobile service), yang mendekatkan layanan pertanahan terhadap masyarakat, sehingga masyarakat dapat melakukan pengurusan sertipikat tanahnya dengan lebih mudah, lebih cepat dan tanpa perantara.

Kegiatan operasional Program LARASITA adalah menggunakan kendaraan mobil dan motor dengan dilengkapi seperangkat Tehnologi Informasi (IT), yang dapat menghubungkan secara "On Line" pelayanan pertanahan dari mobil LARASITA dengan server KKP (Komputerisasi Kantor Pertanahan), dengan demikian warga masyarakat pengguna layanan tidak perlu datang ke Kantor Pertanahan (statis), cukup dilayani di lokasi masing-masing yang dikunjungi oleh mobil LARASITA, sesuai jadwal kunjungan yang telah ditetapkan.

(21)

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, sehingga mendukung akuntabilitas pelayanan publik di bidang pertanahan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu Megawati (2013:90) dapat diketahui bahwa Program LARASITA yang diimplementasikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo tidak efektif. Program LARASITA di Kebupaten Sidoharjo Provinsi Jawa Timur, mencakup 21 Kelurahan/Desa, salah satunya Kelurahan Kalitengah. Implementasi Program LARASITA di Kelurahan Kalitengah telah melayani sebanyak 301 sertipikat warga. Pada proses implementasi, masih terdapat kendala-kedala yang dihadapi terkait faktor komunikasi, faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya peralatan, dan faktor disposisi. Ditinjau dari segi responsivitas pada faktor komunikasi, informasi yang diberikan oleh tim LARASITA kurang efektif dan hanya dilakukan sekali sehingga baik warga maupun petugas LARASITA kurang memahami pelengkapan berkas persyaratan LARASITA. faktor komunikasi kurang memenuhi kriteria responsivitas.

(22)

sumber daya dan peningkatan kinerja organisasi publik yang ada tidak sebanding dengan perkembangan kebutuhan tersebut. Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menurut paradigma good governance, bisa terwujud jika pemerintahan diselenggarakan secara transparan, responsif, partisipatif, taat hukum (rule of law), sesuai konsensus, non diskriminasi, akuntabel, serta memiliki visi yang strategis.

Kedua, kajian ini menarik untuk diangkat karena adanya “Kelompok

Kontra LARASITA” terhadap Program LARASITA. Sikap dari kelompok masyarakat ini adalah sinis dan mempunyai keragu-raguan terhadap Program LARASITA. Di kalangan " Kelompok Kontra LARASITA" beranggapan bahwa pengadaan mobil dan motor LARASITA bagi daerah-daerah di perkotaan atau kota-kota besar, adalah suatu "pemborosan" atau "tidak tepat sasaran" atau setidak-tidaknya "kurang efektif " dalam memberikan pelayanan pertanahan bagi masyarakat.

Dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa. Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu penelitian ini berjudul : Responsivitas Pelayanan Kantor

(23)

B. Rumusan Masalah

Meningkatnya tuntutan pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat, terutama kepada institusi atau organisasi pelayanan publik. Keluhan masyarakat terhadap kurangnya kualitas pelayanan merupakan salah satu indikator yang menunjukkan rendahnya kinerja organisasi pelayanan publik. Hal itu merupakan tantangan bagi organisasi pelayanan publik untuk mewujudkan responsivitas sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik serta untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Kantor Pertanahan Kota Salatiga sebagai, organisasi pelayanan publik menerapkan strategi peningkatan kualitas pelayanan pertanahan, melalui Program LARASITA, untuk memberikan keadilan bagi masyarakat dalam pengurusan sertipikat tanah secara cepat, mudah, transparan dan tanpa perantara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Dari rumusan masalah di atas maka dapat diajukan research question

sebagai berikut, Bagaimana responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam implementasi Program LARASITA. Sedangkan sub research question yang akan dijawab adalah merupakan indikator-indikator dari responsivitas sebagai berikut :

1) Bagaimanakah pendapat dari pengguna jasa terhadap Program

LARASITA apakah ada keluhan, selama satu tahun terakhir ? “

2) Bagaimanakah sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari

(24)

3) Bagaimanakah penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi

bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan di masa mendatang?

4) Bagaimanakah tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan

pelayanan kepada pengguna jasa ?”

5) “Bagaimanakah penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam

sistem pelayanan yang berlaku ?“

C. Tujuan Penelitian.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam implementasi Program LARASITA , dengan indikator-indikator : 1) Terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir; 2) Sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari pengguna jasa; 3) Penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan di masa mendatang; 4) Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa; serta 5) Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku.

D. Manfaat Penelitian.

1. Manfaat Teoritis

(25)

2. Manfaat praktis

 Bagi Universitas Sebelas Maret Surakarta, menjadi bahan referensi bagi

penelitian selanjutnya serta melengkapi kajian tentang responsivitas organisasi pelayanan publik.

 Bagi Kantor Pertanahan Kota Salatiga, memberikan sumbangan pemikiran

berupa masukan-masukan yang berguna untuk perbaikan dalam mengimplemetasikan Program LARASITA selanjutnya.

 Bagi warga masyarakat Kota Salatiga memberikan informasi mengenai

(26)

11

A. Kajian Teori 1. Responsivitas

Agus Dwiyanto (1995 : 1-2) mengemukakan ada lima konsep yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yaitu produktivitas (pruductivity),kualitas pelayanan (service quality), responsivitas (responsiveness), responsibilitas (responsibility), dan akuntabilitas (accountability). Responsivitas menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penilaian responsivitas bersumber pada data organisasi dan masyarakat, data organisasi dipakai untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program organisasi, Sedangkan data masyarakat pengguna jasa diperlukan untuk mengidentifikasi

demand dan kebutuhan masyarakat.

Menurut Zeitmal Parasuraman & Berry, dalam buku Delivering Quality Service (1990) yang dikutip oleh James, A.F & Mona (1994 :190) mengemukaan bahwa responsivitas merupakan salah satu instrument yang cukup penting dalam mengukur kinerja suatu organisasi, termasuk di dalamnya adalah organisasi publik. Dari pengukuran kinerja tersebut akan diketahui juga kualitas layanan yang diberikan, sebagaimana disampaikan “service quality is a complecs topic, as seen by the need for a definition containing five deminsions :tengibel, reability,

(27)

kompleks, hal itu dilihat dari keinginan untuk mendefinisikan lima demensi yaitu ketampakan fisik (tengibel), rebilitas (reability), daya tanggap/responsivitas

(responsiveness), kepercayaan (assurance) and ikut merasakan (empaty)”

Selanjutnya dikemukakan pengertian responsivitas menurut Zeitmal Parasuraman & Berry, dalam buku Delivering Quality Service (1990) yang dikutip oleh James,A.F & Mona, (1994 : 190) adalah sebagai berikut :

Responsiveness, the willingness to help costumers and to provide prompt service. Keeping costumers waiting, particularly for no apparent reason, creates unnecessary negative perception of quality. In the event of a service failure, the ability recover quickly with professionalism can create very positive perception of quality.

Responsivitas / daya tanggap adalah kerelaan atau kemauan karyawan untuk membantu konsumen dan menyelenggarakan pelayanan secara cepat dan tepat. Membuat konsumen menunggu, khususnya untuk alasan yang tidak jelas akan menimbulkan persepsi negative yang tidak perlu, terhadap kualitas. Kegagalan dan mengembalikan persepsi positif terhadap pelayanan.

Menurut Agus Dwiyanto, dkk (2006 : 62) Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa.

(28)

masyarakat. Responsivitas dimasukkan dalam salah satu indikator kinerja, karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dan kebutuhan masyarakat.

Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat (Dilulio, 1994 yang dikutip oleh Agus Dwiyanto, dkk , 2006 : 62)

“ Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya

memiliki kinerja yang jelek juga “ (Osborne & Plastrik, 1997 yang dikutip oleh Agus Dwiyanto, 2006 : 62)

(29)

2. Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan

Konsep responsivitas merupakan pertanggung jawaban dari sisi yang menerima pelayanan atau masyarakat. Seberapa jauh mereka melihat administrator negara atau birokrasi publik dalam hal ini Kantor Pertanahan bersikap sangat tanggap terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan dan aspirasi mereka. Responsivitas pelayanan menggambarkan kualitas interaksi antara administrasi publik dengan klien. Hal ini berarti responsivitas dapat dilihat dari sejauh mana kebutuhan, masalah, tuntutan dan aspirasi klien dapat dipuaskan dalam bingkai kebijakan, komprehensivitas, assesibilitas administrasi. Terbukanya administrasi terhadap keterlibatan klien dalam pengambilan keputusan.

Pemerintah pada hakekatnya adalah pelayan kepada masyarakat dan menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. ( Rasyid, dikutip oleh Widodo, 2007 : 269)

(30)

kebijakan dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki, secara tepat dan dapat menjawab apa yang menjadi kepentingan publik. (Widodo, 2007 : 272)

Dengan demikian Kantor Pertanahan sebagai birokrasi publik, dapat dikatakan bertanggungjawab jika mereka dinilai mempunyai responsivitas atau daya tanggap yang tinggi terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan dan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Kantor Pertanahan cepat memahami apa yang menjadi tuntutan publik dan berusaha semaksimal mungkin memenuhinya. Dapat menangkap masalah yang dihadapi oleh publik dan berusaha untuk mencari jalan keluar atau solusi yang baik. Disamping itu, Kantor Pertanahan juga tidak suka menunda-nunda waktu dan memperpanjang jalur pelayanan. Dengan kata lain mengutamakan prosedur tetapi tidak mengabaikan substansi yang ada. Parameter dalam indikator responsivitas organisasi, yang meliputi: kemampuan mengenali kebutuhan dan aspirasi masyarakat, khususnya pengguna layanan; dan daya tanggap serta kemampuan organisasi mengembangkan program-program pelayanan sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayaninya.

3. Indikator Pengukuran Responsivitas

(31)

Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik sering kali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan yang diselenggarakan oleh pasar, dengan pengguna jasa yang memiliki pilihan sumber pelayanan, penggunaan pelayanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap pemberi layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan pelayanan oleh publik sering tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepuasannya terhadap pelayanan. (Dwiyanto, 2006 : 49)

Pengembangan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan sebagai lembaga penyedia layanan juga didasarkan dari kebutuhan dan umpan balik dari masyarakat selaku pengguna jasa layanan publik tersebut. Hal ini mengacu pada paradigma The New Public Service maupun pemahaman

Good Governance, sebagaimana pengertian responsivitas yang diungkapkan oleh Agus Dwiyanto (2006) di bawah ini :

Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda, memprioritaskan pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Selanjutnya, ( Dwiyanto, 2006 : 62)

(32)

mendatang; 4) Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa; serta 5) Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku.

Dalam penelitian ini, indikator-indikator dari Responsivitas menurut Agus Dwiyanto tersebut di atas, digunakan untuk mengukur responsivitas pelayanan dalam implementasi Program LARASITA pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Hal itu dikarenakan indikator responsivitas dari Agus Dwiyanto, lengkap dan relevan dengan materi pembahasan dari objek atau masalah yang diteliti, sehingga mengarahkan peneliti agar lebih fokus terhadap variabel-variabel yang dikaji melalui penelitian ini, sebagaimana pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Indikator Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan Kota

Salatiga dalam implementasi Program LARASITA.

No. Indikator

1. Terdapat tidaknya keluhan

(33)

(1) (2) (3) (4) (5)

oleh aparat birokrasi dalam

sistem pelayanan yang

4. Implementasi Kebijakan Program LARASITA

Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi, maka tidak akan banyak berarti. Berikut ini disampaikan beberapa pengertian implementasi menurut para ahli.

Pengertian pelaksanaan kebijakan, dikemukakan oleh Syukur Abdullah (1987: 10), adalah :

(34)

Adapun definisi Pelaksanaan (Implementasi) menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier (1983; 61) sebagaimana yang dikutip dalam buku Leo Agustino (2006;139), yaitu :

“Pelaksanaan (implementasi) kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yangingin dibatasi, menyebutkan secara tegas tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”.

Van Meter dan Van Horn (Budi Winarno, 2002; 102) membatasi pelaksanaan (Implementasi) sebagai :

“Tindakan-tindakan yang dilakukan individu-individu (kelompok-kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarhakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya”.

Elmore (1978) juga mengidentifikasikan komposisi utama dalam implementasi yang efektif sebagai berikut.

(35)

sanksi sosial yang cukup untuk menahan bawahan bertanggung jawab atas kinerja mereka. Kegagalan implementasi, menurut definisi, penyimpangan perencanaan, spesifikasi dan kontrol).

Secara lebih rinci, Scott Fritzen mengidentifikasikan masalah dalam implementasi dalam 6 hal diantaranya policy design, inter-organizational communication and enforcement activities, characteristics of the implementing agencies/disposition of implementers, implementation outputs and outcomes/impacts, policy learning, dan action environment (Fritzen, 2003:6-7).

Lebih lanjut Fritzen menjelaskan mengenai kerangka konseptual untuk mengidentifikasi kendala implementasi sebagai berikut.

The conceptual framework presented here is a way of structuring inquiry into observed implementation patterns of a particular

policy. It incoporates some elements of both classically “top

-down” and “bottom up” approaches. The framework can be used

to identify specific implementation constraints (as the top- down model stresses), but focuses much attention onto the institutional environment at the local level and the dynamic impacts (often unpredicted) of implementation.

(Kerangka konseptual yang disajikan di sini adalah cara penataan penyelidikan pola pelaksanaan diamati kebijakan tertentu. Ini terdiri dari beberapa kedua unsur pendekatan klasik yaitu " top-down" dan “bottom up”. Kerangka ini dapat digunakan untuk

mengidentifikasi kendala implementasi spesifik (sebagai model

top-down tekanan), tetapi berfokus banyak perhatian ke lingkungan kelembagaan di tingkat lokal dan dampak dinamis (sering terjadi ketidakpastian implementasi).

(36)

Dalam bukunya yang berjudul Implementing Public Policy yang diterbitkan tahun 1980, Edwards III menyatakan bahwa proses implementasi sebagai :

“…the state of policy making between the establishment of a

policy (such as the passage of a legislative act, the issuing of an executive order, the handing down of a judicial decision, or the promulgation of a regulatory rule) and the consequences of the

policy for the peple whom it effect.” (Edwards, 1980 : 1)

(....pembuatan kebijakan adalah antara pendirian kebijakan (seperti tindakan legislasi, eksekusi, dan keputusan yudisial) dan konsekuensi kebijakan bagi masyarakat terdampak)

Implementasi menurut Edwards, diartikan sebagai tahapan dalam proses kebijaksanaan yang berada diantara tahapan penyusunan kebijaksanaan dan hasil atau konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan itu (output, outcome). Yang termasuk aktivitas implementasi menurutnya adalah perencanaan, pendanaan, pengorganisasian, pengangkatan dan pemecatan karyawan, negosiasi dan lain-lain.

George Edwards III (1980), menjelaskan tentang implementasi sebagai : “... the key issue of policy is the lack of attention toward public

policy’s implementation,it is stated strongly that without an

effective implementation, the decision of policymakers will not be successfully carried out. Hence, Edward suggested to put attention toward four key issues: communication, resource, disposition of

attitudes, and bureaucratic structures.” (Nugroho, 2012:191)

(37)

Keempat variabel tersebut adalah komunikasi, sumberdaya, disposisi atau sikap pelaksana, dan struktur birokrasi, yang keseluruhannya saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan implementasi.

a. Komunikasi. Ada tiga hal dalam komunikasi ini yang perlu mendapatkan

perhatian, yaitu transmisi, kejelasan, dan konsistensi.

1) Transmisi. Sebuah kebijakan yang akan diimplementasikan harus disalurkan pada pejabat yang akan melaksanakannya. Seringkali masalah transmisi terjadi manakala pelaksana tidak menyetujui kebijakan (disposisi) tersebut dengan mendistorsikan perintah kebijakan atau bahkan menutup komunikasi yang diperlukan. Masalah transmisi juga terjadi manakala kebijakan yang akan diimplementasikan harus melalui struktur birokrasi yang berlapis atau karena tidak tersedianya saluran komunikasi yang memadai (sumberdaya).

2) Kejelasan (Clarity). Kejelasan tujuan dan cara yang akan digunakan dalam sebuah kebijakan merupakan hal yang mutlak agar dapat diimplementasikan sebagaimana yang telah diputuskan. Namun hal tersebut tidak selalu terjadi. Ada berbagai alasan yang menyebabkan sebuah kebijakan tidak dirumuskan secara jelas, diantaranya adalah sebagai berikut :

(38)

b) adanya opisisi dari masyarakat atas kebijakan tersebut;

c) kebutuhan mencapai konsensus antara tujuan yang saling bersaing saat merumuskan kebijakan tersebut;

d) kebijakan baru yang para perumusnya belum terlalu menguasai masalah (tentang ini sering dikatakan sebagai upaya untuk menghindar dari tanggung jawab);

e) biasanya terjadi pada kebijakan yang menyangkut aturan hukum. 3) Konsistensi. Implementasi yang efektif selain membutuhkan komunikasi

yang jelas, juga yang konsisten. Proses transmisi yang baik namun dengan perintah yang tidak konsisten akan menyebabkan membingungkan pelaksana. Banyak hal yang bisa menyebabkan arah kebijakan menjadi tidak konsisten seperti beberapa hal berikut.

a) kompleksitas kebijakan yang harus dilaksanakan;

b) kesulitan yang biasa muncul saat memulai implementasi sebuah kebijakan baru;

c) kebijakan memiliki beragam tujuan dan sasaran, aau kadang karena bertentangan dengan kebijakan yang lain;

d) banyaknya pengaruh berbagai kelompok kepentingan atas isu yang dibawa oleh kebijakan tersebut.

b. Sumberdaya. Sumberdaya yang diperlukan dalam implementasi menurut

Edwards III adalah :

(39)

2) Informasi.Informasi berbeda dengan komunikasi. Yang diperlukan di sini adalah informasi yang terkait dengan bagaimana melaksanakan kebijakan tersebut (Juklak-Juknis) serta, dan data yang terkait dengan kebijakan yang akan dilaksanakan;

3) Kewenangan. Kewenangan yang dibutuhkan dan harus tersedia bagi implementor sangat bervariasi tergantung pada kebijakan apa yang harus dilaksanakan. Kewenangan tersebut dapat berwujud: membawa kasus ke meja hijau; menyediakan barang dan jasa; kewenangan untuk memperoleh dan menggunakan dana, staf, kewenangan untuk meminta kerjasama dengan badan pemerintah yang lain.

4) Fasilitas. Kendati implementor telah memiliki jumlah staf yang memadai, telah memahami apa yang diharapkan darinya dan apa yang harus dilaksanakan, juga telah memperoleh kewenangan yang diperlukan untuk mengimplementasikan kebijakan, namun tanpa fasilitas fisik yang memadai, implementasi juga tidak akan efektif. Fasilitas fisik ini beragam tergantung pada kebutuhan kebijakan : ruang kantor, komputer.

c. Disposisi. Disposisi adalah sikap dan komitmen dari pelaksana terhadap

(40)

1) Kognisi yaitu seberapa jauh pemahaman pelaksanaan terhadap kebijakan. Pemahaman terhadap tujuan kebijakan sangatlah penting bagi aparat pelaksana lebih-lebih apabila sistem nilai yang mempengaruhi sikapnya berbeda dengan sistem nilai pembuat kebijakan, maka implementasi kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif. Ketidakmampuan administratif dari pelaksana kebijakan yaitu ketidakmampuan dalam menanggapi kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan yang disampaikan oleh masyarakat dapat menyebabkan pelaksanaan suatu program tidak efektif.

2) Arahan dan tanggapan pelaksanaan, hal ini meliputi bagaimana penerimaan, ketidakberpihakan maupun penolakan pelaksana dalam menyikapi kebijaksanaan.

3) Intensitas respon atau tanggapan pelaksana. Karakter dari pelaksana akan mempengaruhi tindakan-tindakan pelaksana dalam mengimplementasikan kebijakan karena pelaksana adalah individu yang tidak mungkin bebas dari kepercayaan, aspirasi dan kepentingan pribadi yang ingin mereka capai. Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan terdapat suatu kemungkinan dari pelaksana untuk membelokkan apa yang sudah ditentukan demi kepentingan pribadinya, sehingga dengan sikap pelaksana tersebut dapat menjauhkan tujuan dari kebijakan sebenarnya.

d. Struktur birokrasi. Struktur Birokrasi adalah mekanisme kerja yang dibentuk

untuk mengelola pelaksanaan sebuah kebijakan. Ia menekankan perlu adanya

(41)

diantara para pelaksana, terlebih jika pelaksanaan program melibatkan lebih dari satu institusi. Ia juga mengingatkan bahwa adakalanya fragmentasi diperlukan manakala implementasi kebijakan memerlukan banyak program dan melibatkan banyak institusi untuk mencapai tujuannya.

Kajian dalam penelitian ini mengaplikasikan teori implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh Edwards III. Teori ini dipakai karena konstruksi teoritik Edwards III didorong oleh 2 pertanyaan terkait faktor yang mendukung keberhasilan kebijakan dan yang menghambat keberhasilan kebijakan. Entry point

yang dipakai oleh Edwards III memiliki relevansi langsung dengan rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini.

Berdasarkan teori implementasi Edwards III, implementasi Program LARASITA dapat dianalisis dalam konstruksi sebagai berikut :

Variabel komunikasi mencakup ; 1) keterbukaan informasi tentang kebijakan. 2) akurasi penyedia layanan Program LARASITA dalam memberi kemudahan publik untuk melakukan interaksi baik internal maupun eksternal. 3) Pelaksanaan komunikasi berdasarkan TUPOKSI. 4) Kejelasan informasi sehingga dapat meminimalisir terjadinya perbedaan persepsi. 5) keakuratan penyampaian kebijakan sehingga bisa dijalankan secara bertanggung jawab.

(42)

LARASITA sesuai kemanfaatannya. Pengelolaan sumber daya dalam Program LARASITA secara tepat guna serta renstra sumber daya dan laporannya.

Variabel disposisi/sikap mencakup; 1) kesiapan untuk melakukan evaluasi baik internal maupun eksternal. 2) akurasi kewenangan sehingga tidak menciptakan overlapping yang dapat membingungkan publik. 3) perilaku menjunjung tinggi kewenangan. 4) pemahaman terhadap TUPOKSI sehingga bisa melaksanakan program dan kegiatan secara bertanggung jawab.

Variabel struktur brokrasi mencakup : 1) Tersampaikannya informasi tentang SOP kepada publik seluas-luasnya sebagai acuan bagi terjadinya interaksi antara birokrasi dengan publik. 2) Akurasi pelaksanaan SOP sehingga program dan kegiatan dapat berjalan sesuai dengan alur yang ada dan dapat memperlancar pelaksanaan program dan kegiatan. 3) Penempatan TUPOKSI sebagai baseline

penyusunan SOP sebagai acuan pelaksanaan program dan kegiatan. 4) Kejelasan SOP sehingga dapat meminimalisir kerancuan-kerancuan dalam pelaksanaan program dan kegiatan. Dan 5) Renstra, laporan evaluasi diri, dan laporan akuntabilitas.

5. Program LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertipikat Tanah)

(43)

dari Badan Pertanahan Nasional. Adapun yang menjadi fokus dari program ini adalah memberikan kepastian hukum dalam proses sertipikasi tanah serta memberi kemudahan layanan bagi masyarakat, sekaligus memotong mata rantai pengurusan sertipikat tanah dan meminimalisir biaya pengurusan.

LARASITA dibangun dan dikembangkan untuk mewujudnyatakan amanat pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Undang-Undang Pokok Agraria serta seluruh peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Pengembangan LARASITA berangkat dari kehendak dan motivasi untuk mendekatkan Badan Pertanahan Nasional dengan masyarakat, sekaligus mengubah paradigma pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BPN dari menunggu atau pasif menjadi aktif atau proaktif (Pendahuluan Undang-Undang No.18 Tahun 2009 Tentang LARASITA BPN-RI).

(44)

LARASITA juga merupakan layanan sistem front office mobile secara online dengan kantor pertanahan setempat, sehingga seluruh proses pelayanan dari mobil/sepeda motor LARASITA saat itu juga langsung terdata di Kantor Pertanahan. Penerbitan Sertipikat tanah yang dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan, berdasarkan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 60 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria mengenai pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, penyajian, pemeliharaan data fisik, data yuridis dalam bentuk peta, daftar mengenai bidang –bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun. Termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, hak millik atas satuan rumah susun dan hak-hak tertentu yang membebaninya (Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Dalam Pasal 3 PP No.24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, adapun yang menjadi tujuan pendaftaran tanah adalah sebagai berikut :

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yan bersangkutan.

(45)

c. Untuk terselenggarakannya tertib administrasi pertanahan. Dalam rangka pembangunan di bidang pertanahan maka pemerintah telah menetapkan suatu kebijaksanaan khusus yang dikenal dengan istilah Sapta Tertib Pertanahan yang meliputi :

1) Tertib Administrasi 2) Tertib Anggaran 3) Tertib Perlengkapan 4) Tertib Perkantoran 5) Tertib Kepegawaian 6) Tertib disiplin diri 7) Tertib moral

Berdasarkan Sapta Tertib Pertanahan di atas, berarti BPN di sini memiliki fungsi melaksanakan pengurusan hak-hak atas tanah dalam rangka memelihara tertib administrasi pertanahan. Dimana Tertib Administrasi Pertanahan juga merupakan salah satu dari tujuan pendaftaran tanah. Dalam hubungan LARASITA dengan pelaksanaan Sapta Tertib Pertanahan tersebut maka segala sesuatu yang menyangkut bidang pertanahan harus diselesaikan melalui prosedur hukum yang berlaku bukan diselesaikan dengan mempergunakan kekerasan ataupun mempergunakan kekuasaan.

(46)

kewenangan yang diperlukan guna kelancaran pelaksanaan di lapangan. Dengan demikian LARASITA menjadi mekanisme untuk:

1) Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional (reforma agraria);

2) Melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;

3) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar;

4) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasi bermasalah;

5) Memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin diselesaikan di lapangan;

6) Menyambungkan program BPN RI dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat;

7) Meningkatkan dan mempercepat legalisasi aset tanah.

Manfaat LARASITA

a. Memberikan pelayanan sertipikasi tanah kepada masyarakat lebih dekat. Mengurangi beban biaya masyarakat atau biaya menjadi lebih ringan. b. Masyarakat bisa dilayani langsung petugas BPN tanpa harus datang ke

Kantor Pertanahan setempat.

(47)

Jenis Pelayanan LARASITA

a. Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali . b. Pengakuan dan Penegasan Hak Sporadik . c. Pemecahan Sertipikat .

d. Pemisahan Sertipikat . e. Penggabungan Sertipikat . f. Pengembalian Batas.

g. Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah.

h. Pengukuran Ulang dan Pemetaan Bidang Tanah. i. Peralihan Hak – Hibah.

j. Peraliahn Hak – Jual Beli.

k. Peralihan Hak – Pembagian Hak Bersama. l. Peralihan Hak – Pewarisan.

m. Peralihan Hak – Tukar Menukar.

n. Peralihan Hak Dari Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik. o. Salinah Warkah / Peta / Surat Ukur.

p. Sertipikat Wakaf Untuk Tanah Terdaftar.

B. Penelitian-Penelitian Terdahulu

(48)

pemerintah dengan penerima manfaat kebijakan. Artinya apabila isi kebijakan yang dikeluarkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat penerima kebijakan maka kebijakan itu dianggap berhasil. Gusnadi menemukan bahwa Program LARASITA cocok, untuk diimplementasikan di daerah-daerah pelosok di Makasar, masyarakat penerima manfaat secara antusias ikut berpartisipasi dalam kepengurusan sertipikat melalui Program LARASITA . Artinya secara umum Program LARASITA bisa dikatakan berhasil, namun masyarakat penerima manfaat yang masih terkendala dengan ketidakjelasan syarat dan prosedur pengurusan sertipikat tanah.

Putri Endah Annafi (2011) mengkaji tentang kualitas pelayanan sertipikasi tanah melalui LARASITA, pada Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas pelayanan sertipikasi tanah melalui LARASITA adalah ideal. Hal itu dapat disimpulkan dari perhitungan ServQual

yang menunjukan selisih skor perceived dan skor expectation adalah positif, yang berarti kualitas pelayanan ideal.

(49)

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, tesis ini berupaya untuk melakukan kajian khusus tentang responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam mengimplementasikan Program LARASITA. Menggunakan lima indikator responsivitas yaitu ; ada tidaknya keluhan dari pengguna layanan, sikap aparat petugas pelayanan Kantor Pertanahan, dalam merespon keluhan pengguna jasa, referensi perbaikan, tindakan aparat Kantor Pertanahan, penempatan pengguna jasa dalam sistem pelayanan.

Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Supadno (2010) mahasiswa S2 program studi Magister Administrasi Publik Universitas Gajah Mada Yogyakarta, diperoleh gambaran tentang Implementasi Program Layanan Rakyat untuk Sertipikasi Tanah (Larasita) di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahwa implementasi program Larasita dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman belum sesuai dengan Peraturan yang berlaku.

(50)

Persepsi PPAT terhadap LARASITA adalah adalah kurang merepon walaupun mempunyai persepsi baik (positif) terhadap LARASITA.

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, tesis ini berupaya untuk melakukan kajian khusus tentang responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam mengimplementasikan Program LARASITA. Menggunakan lima indikator responsivitas yaitu ; ada tidaknya keluhan dari pengguna layanan, sikap aparat petugas pelayanan Kantor Pertanahan, dalam merespon keluhan pengguna jasa, referensi perbaikan, tindakan aparat Kantor Pertanahan, penempatan pengguna jasa dalam sistem pelayanan.

C. Kerangka Pikir

(51)

digunakan sebagai jaminan dalam membuka akses pada lembaga-lembaga keuangan sebagai modal usaha.

(52)

Bagan Alur Kerangka Pikir

IMPLEMENTASI PROGRAM LARASITA

KANTOR PERTANAHAN KOTA SALATIGA Petugas Pelayanan /

APARAT KANTOR PERTANAHAN

RESPONSIVITAS PELAYANAN PUBLIK Indikator (Agus Dwiyanto)

1. Keluhan dari pengguna layanan. 2. Sikap aparat petugas pelayanan Kantor

Pertanahan, dalam merespon keluhan pengguna jasa.

3 .Referensi Perbaikan.

4.Tindakan Aparat Kantor Pertanahan.

5.Penempatan pengguna jasa dalam sis-tem pelayanan

Tujuan program

(53)

38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif. Menurut Arikunto (2010 : 117) penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bersifat memaparkan atau menggambarkan suatu hal dengan tujuan untuk menyelidiki keadaan atau kondisi yang terjadi pada obyek atau wilayah penelitian tanpa adanya campur tangan dari pihak peneliti misalnya dengan menambah, mengubah atau mengadakan manipulasi terhadap obyek penelitian.

Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif memberikan gambaran secara sistematis terhadap obyek yang akan diteliti. Penelitian deskriptif pada umumnya digunakan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai karakteristik atau faktor-faktor tertentu. Menurut Faisal (1993 : 20), pengertian penelitian deskriptif adalah sebagai berikut :

”Penelitian deskriptif (Deskriptif Research), yang biasa disebut juga penelitian taksonomik (”Taksonomik Research”),

(54)

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa pada intinya penelitian ini tidak melihat ada tidaknya jalinan hubungan antar variabel secara kuantitatif, juga tidak melakukan pengujian hipotesis, namun hanya menggambarkan dan melakukan analisa kualitatif.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Salatiga dengan melihat Program LARASITA yang dilaksanakan oleh BPN RI (Kantor Pertanahan Kota Salatiga) Jl. Imam Bonjol 42, Kota Salatiga. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja, yang disesuaikan dengan judul dan permasalahan yang diteliti. Adapun alasan atau pertimbangan mengapa memilih lokasi penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian mengenai pelayanan publik merupakan issu yang cukup penting dan strategis, terutama dalam rangka mendukung terciptanya pelayanan yang aspiratif dan mempunyai daya tanggap yang tinggi. Kota Salatiga sebagai tempat penelitian, karena dari data yang ada, didapatkan bahwa jumlah layanan sertipikasi setiap bulannya relatif kecil dibandingkan dengan kota-kota lain di Propinsi Jawa Tengah. Sehingga perlu diteliti, apakah hal tersebut di atas disebabkan karena kurangnya responsivitas pelayanan pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

(55)

terhadap obyek penelitian, sehingga dapat memperoleh data atau informasinyang dapat dipertanggungjawabkan.

3. Kota Salatiga merupakan wilayah kerja penulis, sehingga proses penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

C. Data dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan melalui wawancara secara langsung ataupun dengan bantuan media-media komunikasi, seperti telepon. Sumber data primer atau informan dari penelitian ini adalah pejabat/pimpinan program maupun staf di Kantor Pertanahan Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah. Adapun pejabat/perencana yang dimaksud antara lain adalah Kepala Kantor Pertanahan Kota Salatiga, Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan, dan Kepala Sub Seksi Pemberdayaan Masyarakat .

(56)

Selain itu, Selain itu data primer juga diperoleh dari masyarakat Kota Salatiga yang menjadi lokasi penelitian. Data primer dari masyarakat bersumber pada Kepala Kelurahan, Perangkat Kelurahan dan masyarakat pengguna layanan Program LARASITA. Kelompok masyarakat Kota Salatiga sebagai pengguna layanan publik dari Program LARASITA, diambil pendapatnya sebagai data pendukung terhadap kegiatan proses layanan publik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

2. Data Sekunder

Adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu dengan mengutip sumber-sumber sekunder melalui dokumen, buku-buku, arsip, hasil penelitian, dan peraturan perundangan. Dalam penelitian ini data sekunder yang diambil adalah sebagai berikut :

a. Data Profil Kantor Pertanahan Kota Salatiga Tahun 2013. b. Data Profil Kota Salatiga Tahun 2012.

c. Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga. d. Peta Wilayah Kota Salatiga.

e. Data Tanah yang sudah terdaftar (bersertipikat) di Kota Salatiga.

f. Data tentang BMN (Barang Milik Negara) pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

(57)

h. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia No. 18 Tahun 2009 Tentang LARASITA Badan Pertanahan Republik Indonesia.

i. Lampiran Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia No. 18 Tahun 2009.

j. Foto-Foto Kegiatan Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

D. Teknik Penentuan Informan

Organisasi / institusi yang akan dilakukan penelitian adalah Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Informan internal (responden aparatur) , adalah seluruh aparat birokrat yang terlibat dalam Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Dalam penelitian ini penulis menggunakan cara pengambilan sampel dengan Snowball Sampling. Snowball Sampling ialah penarikan sampel bertahap yang makin lama jumlah respondennya semakin bertambah besar (Slamet, 2011:63).

(58)

Seksi Pengendalian Pertanahan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dan Petugas Tim Program LARASITA.

Informan eksternal (responden masyarakat), yaitu kelompok masyarakat Kota Salatiga yang telah mendapatkan pelayanan Program LARASITA. Dalam penelitian ini penentuan informan eksternal, menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling, yaitu memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap (HB Sutopo, 2002:56).

E. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan para informan sebagai data primer dan tulisan atau dokumen-dokumen yang mendukung pernyataan informan. Hal ini sebagaimana dinyatakan Lofland (Moleong, 2000:112) bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain- lain.

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut.

(59)

proses implementasi Program LARASITA. Meliputi variabel implementasi sebagai berikut :

a. Komunikasi : antar para implementor internal (koordinasi) antar seksi pelaksana Program LARASITA pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Antara implementor dengan kelompok sasaran (masyarakat pengguna jasa layanan).

b. Sumber daya : sumberdaya manusia pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga, pendanaan , peralatan dan tehnologi serta metode yang digunakan.

c. Sikap aparat birokrat dalam mengimplementasikan Program LARASITA.

d. Struktur Birokrasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga.

2. Wawancara Mendalam. Wawancara mendalam merupakan salah satu cara mendapatkan informasi dengan bertanya langsung kepada informan. Hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi, yaitu pewawancara, responden, topik penelitian dan situasi wawancara (Irawati Singarimbun dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989:192).

(60)

Pemberdayaan Masyarakat, Kepala Sub Seksi Pengendalian Pertanahan dan petugas Tim LARASITA. Jumlah informan internal yang diwawancari sebanyak 6 (enam orang). Wawancara dilakukan pada tanggal 29 Juli 2013 jam 08.00 WIB sampai dengan selesai. Karakteristik dari informan internal adalah terbuka, komunikatif serta mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi yaitu sarjana S1.

Wawancara juga dilakukan kepada informan eksternal (masyarakat penerima layanan Program LARASITA). Dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan untuk dijawab. Daftar pertanyaan dibuat terlebih dahulu dan dijadikan pedoman dalam melakukan wawancara. Dibutuhkan teknik-teknik wawancara yang baik guna mendapatkan jawaban yang sesuai dengan kenyataan di lapangan. Metode ini cukup efektif dan efisien, apabila teknik wawancara yang dikembangkan sangat baik.

Jumlah informal yang diwawancari sejumlah 5 (lima) orang merupakan perwakilan dari masing-masing kecamatan yang berjumlah 4 (empat) di Kota Salatiga. Yaitu Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Sidomukti, Kecamatan Argomulyo masing-masing 1 (satu) orang dan Kecamatan Tingkir 2 (dua) orang. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 30 s.d 31 Juli 2013. Karakteristik dari informan eksternal adalah sangat komunikatif dan kooperatif serta mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi yaitu sarjana S1.

(61)

kegiatan, evaluasi program, maupun jenis dokumentasi lainnya. Hal-hal yang didokumentasikan adalah kegiatan selama pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga melalui Program LARASITA.

F.Validitas data

Teknik pemeriksaan validitas data yang digunakan yaitu dengan menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam proses trianggulasi data yang dilakukan adalah dengan trianggulasi sumber. Sumber data terdiri dari informan internal yaitu aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga akan diperoleh data perihal layanan publik yang diberikan kepada masyarakat dan bagaimanakah menyikapi keluhan dari masyarakat. Sedangkan dari kelompok masyarakat pengguna layanan akan diperoleh data atau informasi tentang aspek pelayanan publik yang diberikan oleh petugas Kantor Pertanahan Kota Salatiga dan bagaimanakah penilaian masyarakat tentang penyikapan yang diberikan. Dari dua sumber data tersebut diharapkan diperoleh data dan informasi yang saling mendukung dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam teknik triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Triangulasi dapat diperoleh dengan cara :

(62)

2. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

3. Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen.

4. Membandingkan apa yang dikatakan orang sepanjang waktu dengan situasi pengamatan/penelitian.

5. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangannya (Lexy J. Moleong, 1998:178).

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif dari Miles and Huberman. Dalam model ini ada tiga komponen yaitu pengumpulan data, reduksi data, dan penyajian data. Aktifitas penarikan kesimpulan berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus.

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul

dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama kegiatan penelitian berlangsung di lapangan. Bahkan sebelum data benar-benar terkumpul, antisipasi akan adanya reduksi data sudah nampak. Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi berikutnya yaitu membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat pemilihan data, menulis memo. Reduksi data ini berlanjut terus sesudah penelitian data di lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.

(63)

penggunaan penyajian data tidaklah terpisah dari analisisnya. Ia merupakan bagian dari analisis. Selanjutnya adalah penarikan kesimpulan, penarikan kesimpulan adalah hanya sebagian dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung, yaitu dengan cara merefleksikan kembali apa yang telah kembali ditemukan serta bertukar pikiran dengan teman sejawat untuk memperoleh kebenaran “intersubyektif” (Slamet,

Gambar

Tabel 2.1. Indikator Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan     Kota
Tabel 4.1 Luas Wilayah Salatiga Berdasarkan Kecamatan dan  Kelurahan
Tabel 4.2 Tingkat Kepadatan Penduduk Kelurahan di Kota Salatiga
Tabel 4.3. Data Pejabat Struktural Kantor Pertanahan Kota Salatiga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan gambar 9 hal ini tidak sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi kadar air nilai pengembangan semakin rendah, kemungkinan disebabkan keadaan air pada tanah

Perbaikan kinerja organisasi dapat dilakukan dengan (1) memaksimalkan penyerapan anggaran dengan mendanai kegiatan yang belum berjalan seperti kunjungan tenaga

Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari interpretasi tuturan dalam suatu bahasa yang berhubungan dengan konteks yang

The UP and UP-UN-Ov strategies recorded the same results, suggesting that at every round of rule refinement, UP features exist and therefore, only rules without negation are

Keberadaan Kantong Semar (Nepenthes spp) Hasil penelitian di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak, menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis Nepenthes

Sebaiknya pembahasan mengenai nikah siri tidak hanya dilakukan oleh kalangan tertentu saja namun akan lebih baik apabila disosialisasikan pada masyarakat baik-buruknya dan

Analisis spasial wilayah potensial PKL menghasilkan peta tingkat wilayah potensial yang tersebar sepanjang Jalan Dr.Radjiman berdasarkan aksesibilitas lokasi dan

[r]