BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamur Merang
Menurut Rossi (2011), jamur merang (volvariella volvacea) adalah salah
satu spesies jamur pangan yang banyak dibudayakan di Asia Timur dan Asia
Tenggara yang beriklim tropis atau subtropis. Sebutan jamur merang berasal dari
bahasa Tionghoa căogū (Hanzi). Adapun kedudukan jamur merang dalam
taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :
Sinonim : Volvaria volvacea, Agriucus volvaceus, Amanita virgata, atau
Vaginata virgata atau kulat jeuramoe (aceh)
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Kelas : Homobasidiomycetes
Ordo : Agaricales
Famili : Pluteaceae
Genus : Volvariella
Spesies : Volvariella volvacea
Jamur merang yang masih muda berbentuk bulat telur, berwarna cokelat
gelap hingga abu-abu dan dilindungi selubung sedangkan jamur merang dewasa,
tudung berkembang seperti cawan berwarna cokelat tua keabu-abuan dengan
bagian batang berwarna cokelat muda. Jamur merang yang dijual untuk keperluan
konsumsi adalah jamur yang masih muda yang tudungnya belum berkembang
Jamur merang berguna bagi penderita diabetes dan penyakit kekurangan
darah, bahkan dapat mengobati kanker. Jamur merang juga merupakan sumber
dari beberapa macam enzim, terutama tripsin yang berperan penting untuk
memproses pencernaan. Jamur merang dapat juga dijadikan sebagai makanan
pelindung karena kandungan vitamin B-kompleks yang lengkap, termasuk
riboflavin, serta memiliki asam amino essensial yang cukup lengkap (Rossi,
2011).
Menurut (Aditya dan Desi, 2012), jamur merang mengandung protein
yang cukup tinggi, yaitu 5 - 26,49%, karbohidrat 8,7%, serat 13,40%, serta
mengandung berbagai macam mineral seperti Na, Ca, Mg, Fe dan Cu. Jamur
merang juga mengandung senyawa volvatoksin atau flamutoksin yang berperan
dalam memacu kerja jantung. Selain itu jamur merang mengandung antibiotik
yang berguna untuk mencegah anemia, kanker, dan menurunkan tekanan darah
tinggi.
2.2 Jamur Tiram
Menurut Rossi (2011), taksonomi tumbuhan jamur tiram dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Sinonim : Shimeji (Jepang), abalon mushroom atau oyster mushroom
(Eropa atau Amerika), dan supa liat (Jawa Barat)
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycetes
Kelas : Homobasidiomycetes
Ordo : Agaricales
Familia : Tricholomataceaea
Genus : Pleurotus
Jamur tiram adalah jamur pangan dengan tudung berbentuk setengah
lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung dan berwarna
putih hingga krem. Jamur tiram mempunyai tudung yang berubah dari hitam,
abu-abu, cokelat, hingga putih dengan permukaan yang hampir licin dengan diameter
5-20 cm. Tepi tudung mulus sedikit berlekuk. Spora berbentuk batang 8-11 x
3-4µm. Miselium berwarna putih dan bisa tumbuh dengan cepat (Rossi, 2011).
Berikut adalah uraian kandungan nutrisi jamur tiram yang bersumber dari
Departemen Salin, Kementerian Industri Thailand (Rossi, 2011) (Tabel 1).
Tabel 1. kandungan nutrisi jamur tiram per 100 gram
Kandungan Jumlah
Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting
dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun
fungsi tubuh secara berlainan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan
mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam
jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari
100 mg sehari. Yang termasuk mineral makro antara lain: natrium, klorida,
kalium, kalsium fosfor, dan magnesium, sedangkan yang termasuk mineral mikro
Secara tidak langsung, mineral sangat berperan dalam proses
pertumbuhan. Peran mineral dalam tubuh kita berkaitan satu sama lainnya, dan
kekurangan atau kelebihan salah satu mineral akan berpengaruh terhadap kerja
mineral lainnya (Pudjiadi, 2000).
2.3.1 Besi
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat didalam tubuh
manusia dan hewan. Besi mempunyai beberapa fungsi essensial didalam tubuh:
sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut
elektrolit di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam
jaringan tubuh (Almatsier, 2004).
Pada orang dewasa normal, terdapat 4-5 g besi, 75% berada dalam bentuk
hemoglobin (2,5 g), mioglobin (0,15 g), enzim heme, dan enzim nonheme.
Sisanya disimpan sebagai ferritin dan hemosiderin dalam limfa, sumsum tulang,
dan sel hepatik parenkrim (Eastwood, 2003).
Tubuh sangat efisiensi dalam penggunaan besi. Sebelum diabsorpsi,
didalam lambung besi dibebaskan dari ikatan organik seperti protein. Sebagian
besar besi dalam bentuk feri direduksi menjadi bentuk fero. Hal ini terjadi dalam
suasana asam di dalam lambung dengan adanya HCL dan vitamin C yang terdapat
di dalam makanan. Absorpsi terutama terjadi di bagian atas usus halus
(duodenum) dengan alat angkut protein khusus (Almatsier, 2004).
Kebutuhan tubuh untuk unsur besi sehari adalah 8,7 mg bagi pria dan 14,8
mg bagi wanita. Kebutuhan besi selama pertumbuhan meningkat sampai kurang
Kekurangan darah atau anemia adalah salah satu keadaan kronis dimana
kadar hemoglobin dan atau jumlah eritrosit berkurang. Penyebab paling umum
dari anemia adalah kekurangan besi untuk sintesa hemoglobin (Tjay dan Kirana,
2007).
2.3.2 kalsium
Kalisum merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh,
yaitu 1,5 - 2% dari berat orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Dari
jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama
dalam bentuk hidroksiapatit selebihnya kalsium tersebar luas di dalam tubuh.
Absorrpsi kalsium terutama terjadi dibagian atas usus halus yaitu duodenum.
Peningkatan kebutuhan kalsium terjadi pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan
menyusui (Almatsier, 2004).
Mineral kalsium dibutuhkan untuk perkembangan tulang. Jumlah yang
dianjurkan per hari untuk anak-anak sebesar 500 mg, remaja 600-700 mg, dan
dewasa sebesar 800 mg (Almatsier, 2004).
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua
orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun akan kehilangan kalsium dari
tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Ini yang dinamakan
osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan sehari-hari. Osteoporosis lebih
banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki dan lebih banyak pada orang kulit
2.4. Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometer serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar
oleh atom-atom netral, dan sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar
ultraviolet (Gandjar dan Rohman, 2007).
Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif
unsur-unsur mineral dalam jumlah kecil dan sangat kecil. Cara analisis ini memberikan
kadar total unsur mineral dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk
molekul mineral dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis mineral
sekecil apapun karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang
dari 1 ppm), pelaksanaanya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Gandjar
dan Rohman, 2007).
Metode spektrofotometri serapan atom berprinsip pada absorpsi cahaya
oleh atom. Atom-atom menyerap pada cahaya panjang gelombang tertentu,
tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai
cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik
suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih
banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke
tingkat eksitasi (Khopkar, 2008).
Bagian instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai
berikut:
a. Sumber Radiasi
Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hollow
suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan
mineral tertentu (Gandjar dan Rohman, 2007).
b. Tempat Sampel
Analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan
dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan
utuh. Alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya,
yaitu:
1. Dengan Nyala (Flame)
Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk
uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala
tergantung pada gas yang digunakan, misalnya gas asetilen-udara suhunya
sebesar 2200oC. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala
yang paling banyak digunakan . Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan
pembakar, sedangkan udara sebagai pengoksidasi (Gandjar dan Rohman,
2007).
2. Tanpa Nyala (Flameless)
Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil
sedikit (hanya beberapa µl), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian
tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan
listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis
berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu
sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses
penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Gandjar
c. Monokromator
Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum
sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian
banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Gandjar dan Rohman,
2007).
d. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman (Gandjar dan Rohman, 2007).
e. Amplifier
Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima
dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (Readout) (Gandjar dan
Rohman, 2007).
f. Readout
Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau kurva yang
menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.4.1 Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom
Gangguan-gangguan (interference) pada Spektrofotmetri Serapan Atom
adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang
dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan
konsentrasinya dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Secara luas dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni interferensi spektral dan interferensi
Interferensi spektral disebabkan karena adanya absorpsi antara spesies
pengganggu dan spesies yang diukur. Interferansi kimia disebabkan adanya reaksi
kimia selama atomisasi, sehingga mengubah sifat absorpsi (Khopkar, 2008).
2.5 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.
Menurut Harmita (2004), beberapa parameter analisis yang harus
dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut
a. Kecermatan
Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan
dengan dua cara, yaitu:
- Metode simulasi
Metode simulasi (spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni
kedalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu
campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar
analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya).
- Metode penambahan baku
Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan
metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit
yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang
dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan
kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang
ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali.
b. Keseksamaan (presisi)
Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau
koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan
derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara
berulamg untuk sampel yang homogen.
c. Selektivitas (spesifisitas)
Seleksivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan yang hanya
mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain
yang ada di dalam sampel.
d. Linearitas dan rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika,
menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit
dalam sampel.
e. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of quantitation)
Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi