• Tidak ada hasil yang ditemukan

Communio sebagai Dasar Ekumenisme Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Communio sebagai Dasar Ekumenisme Indonesia"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

H

lm

1

Surya Awangga B., Thomas. Program Magister Teologi Universitas Sanata Dharma

Communio

sebagai Dasar Ekumenisme

Menurut Walter Kasper

The Church as communio is a message and a promise for the man and the world of today. Through the last council we have been charged to hear this message and to respond to this promise. (Walter Kasper)

1. Riwayat Hidup

Kardinal Walter Kasper dilahirkan di Heidenheim-Brenz, Jerman pada 5 Maret 1933. Ia ditahbiskan sebagai imam Keuskupan Rottenburg-Stuttgart pada 6 April 1957. Selama dua tahun ia menjadi pastor di Paroki Stuttgart. Kasper melanjutkan studi dan memperoleh gelar Doktor Teologi dari Universitas Tübingen. Ia mengajar teologi dogmatik (1964–1970) dan kemudian menjadi dekan fakultas teologi di Münster (1969) dan Tübingen (1970). Dari tahun 1958 hingga 1961 ia menjadi asisten Leo Scheffczyk dan Hans Küng. Pada 17 April 1989 Kasper diangkat menjadi Uskup Rottenburg-Stuttgart. Keuskupannya merupakan keuskupan terbesar keempat di Jerman.

(2)

H

lm

1

seperti Joseph Ratzinger (kemudian Paus Benediktus XVI), Hans Urs von Balthasar, Henri de Lubac, Marc Ouellet, Louis Bouyer dan lain-lain. Kasper menguasai bahasa Jerman, Inggris, dan Italia.

Kasper merupakan anggota Komisi Teologi Internasional, suatu lembaga penasihat Kongregasi bagi Ajaran Iman (Congregatio pro Doctrina Fidei). Ia berkali-kali menjadi utusan resmi Vatikan bagi visitasi tahunan kepada Patriakh Ekumenis di Konstantinopel. Ia pernah memberi kuliah dan konferensi ekumenisme di berbagai negara.

Atas pandangannya yang terbuka dan bersifat merangkul daripada merintangi, Kasper dianggap sangat sesuai dengan corak kepemimpinan Paus Fransiskus. Mingguan Amerika National Catholic Reporter pada Juni 2014 menyebut Kasper sebagai teolognya Paus Fransiskus. Mereka berdua sama-sama dikukuhkan menjadi kardinal pada tahun 2001 oleh Paus Yohanes Paulus II.

2. Karya Ekumenis

Karena keunggulannya untuk memajukan hubungan ekumenis dengan umat Kristen, pada tahun 1979 Kasper terpilih sebagai salah satu teolog Katolik di World Council of Churches' Faith and Order Commission. Komisi ini merupakan forum teologi paling komprehensif yang memuat aneka denominasi sedunia. Pada 1994 ia dipilih menjadi wakil ketua Komisi Internasional untuk Dialog Lutheran dan Katolik. Empat tahun berikutnya, ia ditunjuk sebagai sekretaris Dewan Kepausan untuk Memajukan Persatuan Kristiani (Pontificium Consilium ad Unitatem Christianorum Fovendam). Paus Yohanes Paulus II mengangkat Monseigneur Kasper menjadi Kardinal pada 21 Februari 2001. Sejak 3 Maret 2001, Kasper ditunjuk Paus Yohanes Paulus II menjadi kepala/presiden Dewan Kepausan untuk Memajukan Persatuan Kristiani menggantikan Kardinal Edward Idris Cassidy. Menginjak usia lanjut, mulai 1 Juli 2010 Kasper pensiun dari jabatannya tersebut dan hanya bertindak sebagai presiden emeritus. Sebelas tahun ia berkarya di Dewan Kepausan untuk Memajukan Persatuan Kristiani.

(3)

H

lm

1

Dalam gerakan ekumenisme saat ini, Kasper merupakan tokoh kunci dan referensi pokok dari pihak Katolik di ranah praksis maupun teologis.

3. Communio sebagai Dasar Ekumenisme

Bagi Kasper, tujuan utama gerakan ekumenis adalah membentuk kesatuan Gereja yang kelihatan. Paham kesatuan berarti iman akan Tuhan yang sama dan di dalam Tuhan dan Penebus Yesus Kristus yang sama berhubungan dengan pengakuan akan satu Gereja. Gereja di sini dipahami bukan sebagai realitas sosial manusiawi, melainkan Tubuh Kristus.

Dalam Harvesting the Fruit, diperlihatkan bahwa communio/ koinonia semakin mengemuka sebagai konsep dasar untuk menggambarkan Gereja. Gereja dihubungkan dengan sumber dari communio sendiri yakni Trinitas Bapa, Putra, dan Roh Kudus (LG 4 dan UR 2).1 Umat beriman membutuhkan

kesatuan di antara murid Kristus, sehingga dunia percaya (Yoh 17:21). Kasper mengacu Kej 2:18 bahwa sejak awal manusia membutuhkan persekutuan dengan yang lain. Demikian juga tema penting Konsili Vatikan II adalah communio. Dengan pemahaman komunio-eklesiologis yang lebih luas ini, Gereja Katolik menjadi semakin lebih terbuka terhadap persekutan dengan gereja lain.2

a. Communio: Kata Kunci Teologi Ekumenis Katolik

Communio adalah terjemahan Latin dari kata Yunani “koinōnía (κοινωνία)” yang tidak berarti komunitas melainkan partisipasi (participatio). Kata kerja koinoneo berarti berbagi, berpartisipasi, memiliki secara bersama. Dengan pendekatan bahasa Latin. Communio berasal dari kata kerja Latin com-munire yang berarti arti awalnya menunjuk kepada kepentingan bersama atau milik bersama. Gereja abad pertama memakai kata itu untuk menunjuk persekutuan gereja. Di sana seorang dapat diekskomunikasi (dikeluarkan) dari komunitas Gereja bila melakukan pelanggaran berat. Namun, dengan cepat pula kata communion dihubungkan dengan kesatuan atau persatuan dengan Kristus melalui perjamuan Ekaristi mengikuti Sabda Tuhan Yesus sendiri. Dalam arti ini kisah para Rasul, gereja perdana di Yerusalem menunjukkan koinonia yakni memecah roti dan berdoa bersama (Kis 2:42). Makna teologis koinonia terdapat pada surat-surat Paulus dan Yohanes. Ada rupa-rupa koinonia, yakni dengan Yesus Kristus, dengan Injil, dalam Roh Kudus, dalam iman, penderitaan, dan kemuliaan

1 Kasper, 2009, hlm. 72.

(4)

H

lm

1

hari akhir. Doa Yesus dalam Yoh 17:21-23 merumuskan dasar dan ukuran kesatuan ini yakni communio-persekutuan Bapa dan Putra.3

Secara teologis, basis sakramental communio adalah persekutuan dalam satu baptisan. Karena melalui satu baptisan kita semua dibaptis ke dalam Tubuh Kristus (1 Kor 12:13; cf. Rm 12:4; Gal 3:26-28; Ef 4:3). Baptis adalah sakramen iman. Maka, communio melalui baptisan mensyaratkan dan menyatakan communio dengan iman Gereja yang satu. Menurut Uskup-Martir Siprianus, communio gereja-gereja mengambil inspirasi dari communio Trinitas Bapa, Putra, dan Roh Kudus. Maka, communio berarti ambil bagian dalam misteri Tritunggal Maha Kudus.4

Namun, harus ditanyakan lebih lanjut: partisipasi dalam hal apa? Kasper menegaskan bahwa partisipasi dalam Roh Kudus, dalam hidup baru, dalam kasih, dalam kitab suci, dan paling utama dalam Ekaristi.5

Puncak communio adalah partisipasi dalam ekaristi, εὐχαριστία, (= perjamuan kudus).6 Teks paling

penting mengenai hal ini adalah 1 Kor 10:16f “Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.” Koinonia dalam perjamuan adalah sumber dan tanda koinonia dalam satu tubuh Gereja; satu tubuh ekaristik Kristus adalah sumber dan tanda satu tubuh eklesial Kristus. Selain communio dalam satu baptisan dan ekaristi, communio antara para rasul dan jemaat, segala kepunyaan jemaat perdana, dan usaha Paulus bagi jemaat Yerusalem diletakkan dalam rangka koinonia. Maka communio dengan Tuhan melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus berdampak bagi communio di antara saudara dan khususnya dengan yang menderita. Communio memiliki dimensi teologis – komunal – sosial.

Setelah lama sirna dalam sejarah, kata communio diangkat kembali oleh sekolah Tübingen, khususnya oleh Johann Adam Möhler. Di pihak Protestan, muncul nama seperti Althaus, Bonhoeffer dan Elert yang berupaya mengangkatnya pula. Di kalangan Ortodoks, muncul nama seperti Florovsky dan Chamjakow. Telaah baru mengenai communio diangkat dalam diskusi teologis. Misalnya, dikenal communio vertikal dengan Tuhan dan communio horisontal dengan sesama anggota Gereja dan jemaat.

3 Kasper, 2004, hlm. 54-55. 4 Kasper, 1986, hlm. 105. 5 Ibid, hlm. 106.

6 Istilah ekaristi atau misa identik dengan sebutan Gereja Katolik Roma. Istilah lain untuk

menerangkan itu adalah sinaksis (Yun. synaxis) yang digunakan zaman Patristik hingga abad VI. Sebutan lain adalah “liturgi ilahi” (Gereja Ortodoks Yunani), “komuni suci” (Gereja Anglikan), “misteri-misteri” (Gereja Siria Barat), “Pengudusan atau Oblatio” (Gereja Koptik). Κυριακὸν

δεῖπνον (Kyriakon deipnon) atau perjamuan Tuhan dipakai padaabad-abad pertama (awal 50-an

(5)

H

lm

1

Di dalamnya, terdapat pribadi-pribadi kristiani yang diinkorporasikan ke dalam communio. Sinode luar biasa para Uskup tahun 1985 mendeklarasikan communio sebagai konsep kunci Konsili.7

b. Communio menurut Dokumen Gereja Katolik

Dalam teologi Katolik dikenal eklesiologi communio. Istilah ini dikembangkan dari Dokumen Konsili Vatikan II Lumen Gentium (disingkat LG). Tujuh nomor pertama LG memberi arti kepada eklesiologi communio. Pada nomor 8 kita menemukan di manakah posisi gereja Katolik secara nyata, dan dengannya pertanyaan ekumenis kian melonjak dengan tajam, yaitu dengan rumusan “Gereja itu, yang didunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam (Lat. subsistit in) Gereja katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya, walaupun di luar persekutuan itu pun terdapat banyak unsur pengudusan dan kebenaran, yang merupakan karunia-karunia khas bagi Gereja Kristus dan mendorong ke arah kesatuan katolik.” Penulis draf awal LG, teolog Belgia, G. Phillips, memastikan akan adanya debat panjang seputar kata subsistit in ini. Apakah dengan demikian posisi gereja Katolik Roma semakin lemah?8

Formula subsistit in menggantikan formula sebelumnya, yakni est. Dengan kata est, terdapat identitas ketat antara gereja Katolik dengan gereja Kristus. Bagi dialog ekumenis, hal ini tidak menguntungkan. Dengan kata “gereja Kristus ‘subsistit in / ada di dalam’ gereja Katolik, maka terbuka kesempatan ekumenis yang semakin luas. Secuil kata ini adalah pintu ekumenis dan pada waktu yang sama menjadi hal terpenting dari dialog ekumenis.9

Tafsiran kata subsistit in dan dialog ekumenis membawa kita kepada pengertian Katolik mengenai tujuan ekumenisme dalam communio yang penuh. Bagi Katolik, kesatuan lebih penting daripada jaringan gereja-gereja setempat yang saling menghormati dan yang sama-sama memberitakan ekaristi dan firman. Dengan kata ini, Katolik mau menyatakan bahwa ada kesatuan sejak awal Gereja Katolik degan gereja-gereja lain demi mencapai satu communio penuh dengannya. Namun, kesatuan ini tidak sama dengan keseragaman. Ada kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan.

Salah satu catatan Kasper mengenai paham LG mengenai Gereja bagi communio ekumenis ialah bahwa kata “subsistit” tidak menyelesaikan semua persoalan, tetapi menyediakan dasar bagi dialog ekumenis. Selain itu, communio tidak berarti kembalinya saudara-saudari Kristen yang terpisah dari Katolik ke dalam pangkuan gereja Katolik. Elemen institusional gereja Katolik seperti keuskupan dan takhta Santo Petrus dipahami bukan sebagai hambatan melainkan karunia Roh. Maka, communio gereja lain dengan

(6)

H

lm

1

gereja Katolik tidak serta merta memasukkan mereka ke dalam “sistem” melainkan saling berbagi kekayaan untuk mewujudkan kebersatuan Gereja Yesus Kristus di dalam seluruh Gereja dan komunitas gerejawi.10

c. Communio menurut Gereja-Gereja non-Katolik

Menurut Kasper, salah satu cara memahami gereja lain ialah dengan mempelajari dokumen. Pernyataan resmi ekumenisme gereja lain berguna untuk jalan dialog. Melalui Harvesting the Fruit, kita dibantu mengenal kesejajaran dan ketidaksejajaran paham Katolik dengan gereja lain. Paham dasar mengenai Gereja berdampak besar untuk menjalin communio antar gereja. Teologi Lutheran dan Reformed umumnya menilai gereja didasarkan atas Sabda daripada sakramen dan disebut creatura verbi. Hal ini berbeda dengan paham eklesiologi yang menganggap Gereja “dari bawah, yakni persekutuan anggotanya. Menurut paham Reformasi, Gereja adalah dimana Sabda Allah diwartakan dengan murni dan sakramen dilayani sesuai dengan Injil.11 Bagian ini hanya membatasi diri pada perkara communio

gereja-gereja sebagaimana dinyatakan dalam karya Kasper.

Menurut Gereja Anglikan, communio adalah istilah paling tepat mengekspresikan misteri yang meliputi aneka gambaran gereja menurut Perjanjian Baru. Communio adalah bentuk persekutuan dengan Tuhan dalam Yesus Kristus, melalui kuasa Roh Kudus, dan perwujudan communio dalam Gereja adalah tanda tujuan Allah terpenuhi (ARCIC, 4, 5).12

Dalam tradisi Reformed, melalui berbagi sabda dan sakramen di hadapan Trinitas, gereja menemukan hakikat communio-Nya dan menjadi umat Allah, tubuh Kristus, dan bait Allah. Dengan menemukan communio yang makin tampak, melawan sekat perbedaan, umat Kristiani menanggapi kehendak Tuhan untuk mewujudkan Kerajaan Allah lebih penuh.13

Gereja Methodis mengeluarkan dokumen Towards a Statement on the Church pada tahun 1986 dengan tema dasar koinonia. Dokumen ini menegaskan kesejajaran koinonia mereka dengan communio Katolik, dalam ungkapan “Karena Allah mencintai dunia, ia mengutus Putra dan Roh Kudus untuk membawa kita kepada koinonia dengan-Nya. Ambil bagian dalam hidup Allah, yang tampak dalam perutusan Putra dan Roh Kudus, muncul dalam koinonia yang kelihatan dari para murid Kristus, yaitu Gereja.” Lebih lanjut, dokumen The Grace Given You in Christ (2006) mengupas “saling berbagi

10 Ibid, hlm. 68. 11 Ibid., hlm. 62.

(7)

H

lm

1

rahmat” untuk memperdalam pemahaman. Gereja Methodis sepakat melihat gereja Katolik dengan mata, cinta, dan semangat untuk melihat Kristus, Injil, dan Gereja di dalamnya.14

Dalam wawancara dengan US Catholic Magazine,15 Kasper ditanyai, “Kesatuan gereja macam apa

yang akan ditempuh melalui dialog ekumenis?” Kasper menyatakan bahwa tujuannya bukanlah gereja yang sama (a uniform church). Gereja yang sama bukanlah yang diinginkan gereja-gereja melainkan kesatuan gereja dalam perbedaan yang dapat diperdamaikan (the unity of the one church in reconciled diversity). Jika kita memandang contoh Gereja Timur yang dapat bersekutu dengan Roma, kita dapat melihat model kerjasama yang terus berjalan dalam perbedaan. Kesatuan Gereja lebih dipandang sebagai communio. Tetapi, communio itu muncul dalam bentuk konkret apa? Jika Ekaristi adalah puncak communio, bagaimana umat kristiani ambil bagian dalam iman yang satu, sakramen yang sama, dan pelayanan bersama? Faktanya, iman jelas dapat diungkapkan dengan cara yang berbeda. Jika masih ada yang bersikukuh bagaimana communio dipersempit menjadi penerimaan komuni bersama antar denominasi, kita harus melihat secara teliti dari tiap tradisi.16

Gereja Ortodoks Gereja Protestan Gereja Katolik

dalam komuni Selama Ekaristi, imam mengundang

Roh Kudus dalam

Pembagian Komuni Bahan yang Bahan Sesuai dengan

14 Ibid, hlm. 77.

15 Wawancara Walter Kasper dengan U.S. Catholic Magazine, Oktober 2002, Vol. 67, No. 10, hlm.

18-22. (bdk. http://www.uscatholic.org/ diakses 28 Februari 2015, pukul 8:42).

(8)

H

Mengacu Dokumen Lima atau Baptism, Eucharist and Ministry yang dikeluarkan oleh World Council of Churches (1982), terdapat titik temu pemahaman mengenai Communio Katolik dengan Gereja Kristen.17 WCC merupakan forum bersama bagi dialog dan kerjasama ekuenis dalam rangka kesatuan

(communio) Gereja. Dari keanggotaan, Gereja Katolik bukanlah anggota WCC. Tetapi, Katolik hadir sebagai pengamat dan partner dialog. Kasper pada 1979 terpilih sebagai salah satu teolog Katolik di World Council of Churches' Faith and Order Commission. Ia mengikuti secara saksama perkembangan sidang WCC di Lima, Peru mengenai perumusan BEM. Memang communio-ekaristi adalah titik perbedaan tajam dari gereja-gereja Kristus. Namun hal positif yang muncul dari BEM adalah bahwa ada pernyataan mengenai titik temu bersama mengenai Ekaristi menurut kitab suci. BEM artikel 5 memahami Ekaristi sebagai pengenangan akan wafat dan kebangkitan Kristus. BEM artikel 19 menegaskan Ekaristi sebagai persekutuan hidup Gereja, sekaligus persekutuan di dalam Gereja yang adalah tubuh Kristus. Dalam ekaristilah persekutuan umat Allah dinyatakan secara sepenuhnya.

Lantas, apakah pembicaraan mengenai communio harus selalu terwujud dalam komuni roti dan anggur bersama? Lepas dari hukum kanonik yang menyatakan pembatasan bagi communicatio in sacris (KHK 844), Kasper memberi pemahaman bahwa Ekaristi sebagai puncak tidak boleh menjadi satu-satunya communio Gereja. Memang semua sakramen membangun umat menjadi Tubuh Kristus, baik melalui sabda dan sakramen. Akan tetapi, communio tidak berangkat dari bawah, melainkan sebuah rahmat dan karunia, ambil bagian dalam kebenaran, kehidupan, dan kasih dari Allah melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus melalui sabda dan sakramen. Keinginan menggebu “dari bawah” untuk menerima 17 Thee euchearistic communion withe Cherist wheo nourishees thee life of thee Cheurche is at thee same time

(9)

H

lm

1

sakramen tidak mendatangkan maksud communio itu sendiri. Pemahaman teologis sakramen-lah yang dapat didialogkan. Akan tetapi, kehendak menerima sakramen dengan maksud indiferentisme patut dicegah. BEM 33 menegaskan perlunya dasar teologis yang memadai untuk memaknai makna communio Ekaristi.18 Gereja Katolik Roma melalui Dewan Kepausan untuk Persatuan Kristiani dan

Kongregasi untuk Ajaran Iman menanggapi dokumen BEM secara positif. Namun, Salah satu catatan keberatan atas dokumen BEM dari pihak Katolik ialah ketika berbicara mengenai pelayan (ministry). Churches Respond to BEM yang diterbitkan oleh WCC Publication memuat tanggapan pihak Katolik mengenai BEM, yakni “hasil paling berarti dari gerakan ekumenis.”19 Communio memang menjadi

motivasi dan tujuan ekumenisme, namun tidak sama identik dengan communio dalam wujud berbagi roti yang sama dari meja yang sama.

4. Makna dan Implikasi Communio: Esensi, bukan Struktur

Mengacu paham communio bagi dasar dan kata kunci ekumenisme, Gereja-gereja Kristiani tidak akan menjadi gereja baru atau gereja yang lain, melainkan “Gereja satu”, yang diteruskan sendiri dari Yesus Kristus dalam Roh Kudus. Menurut Kasper, ekumenisme adalah proses multilapis yang mengikutsertakan seluruh Gereja. Di era ini, Kasper memberikan dorongan untuk mencari apa yang sama di berbagai wilayah kehidupan, daripada apa yang berbeda dan patut diperdebatkan (what unites us is much greater than what divides us) dalam semangat communio.20

Memang harus diingat bahwa gerakan Ekumene yang dirintis oleh Gereja Katolik Roma selalu memiliki tujuan kesatuan Gereja yang terlihat (visible unity). Hal ini sedikit banyak sudah terjadi dengan Gereja Ortodoks Timur. Akan tetapi, gerakan ekumene yang sejati tidak bisa disamakan dengan perkumpulan berbagai "denominasi" mengadakan pelayanan ibadat bersama-sama. Jika terjadi, malahan dapat mencederai iman Katolik mengenai Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Communio sejati tidak mengarah kepada suatu relativisme atau indiferentisme agama, melainkan wujud kesatuan dalam Yesus Kristus.

Jika ekumene bermakna communio dengan Kristus dan communio lahiriah berpuncak dalam Ekaristi namun faktanya tidak secara signifikan mengubah penerimaan komuni kudus (intercommunion),

18 Thee increased mutual understanding expressed [in thee present statement] may allow some

cheurchees to attain a greater measure of euchearistic communion among theemselves and so bring closer thee day wheen Cherist’s divided people will be visibly reunited around thee Lord’s Table (BEM 33).

(10)

H

lm

1

apakah lantas communio kehilangan artinya? Rupanya, dengan bicara mengenai communio Kasper mengajak pembaca masuk ke gagasan embrional yang lebih mendalam, yakni ekumenisme rohani.21

Ekumenisme adalah suatu proses spiritual, itulah jantung ekumenisme. Apabila kita membicarakan perbedaan yang dapat dipertemukan, tentu masih tetap ada perbedaan prinsip. Yang tidak dapat diterima dalam kesatuan ini adalah jika ada suatu gereja yang mengajarkan bahwa ajaran resmi gereja lain bertentangan dengan Injil. Inilah dimensi dinamis dialog ekumenis. Bagi orang Katolik, hal ini membantu menemukan diri menjadi Katolik yang penuh. Bagi jemaat Protestan, menghargai paham komuni Katolik akan membantu menemukan menjaga identitas mereka pula.

Kasper dididik dalam suasana ekumenis di Fakultas Teologi Tübingen, Jerman. Ia merasakan benar kesatuan maupun ketidakbersatuan gereja-gereja di fakultasnya dan mengalami kekayaan teologi dari para dosen Protestan dan Katolik. Di kemudian hari, ia menjadi penatua yang harus memberi kesaksian kekatolikan di tengah iklim relasi dengan denominasi lain. Kasper lantas merefleksikan bahwa perpecahan gereja-gereja memang luka yang menganga dan hal ini tidak sesuai dengan kehendak Kristus. Communio bukan merupakan suatu kolektivisme dan solusi terhadap individualisme. Melalui communio, ekumenisme memperoleh gairah untuk melihat Kristus yang hadir pada gereja-gereja. Yang ditunjuk dalam communio gereja-gereja bukanlah strukturnya, melainkan esensinya. Dengan kata lain, communio bermakna rohani sebagai landasan mewujudkan Gereja yang satu.

Kasper menilai bahwa zaman sekarang ini kita sudah kurang memeluk ide besar Konsili Vatikan II, yakni communio fidelium. Inilah tugas para gembala gereja dan para pelayan untuk menegakkan komunikasi dan dialog.22 Communio zaman ini menjadi nyata dalam dialog antargereja. Jika berdebat

mengenai struktur atau tanda yang kelihatan dari karisma Yesus Kristus, orang kristiani tidak akan pernah sampai pada satu persetujuan bersama. Namun, dialog yang melampaui duduk perkara polemik perbedaan menciptakan suatu atmosfer yang membawa kita kepada pertukaran karunia yang memperkaya kedua belah pihak.23 Ketika saling berbagi karunia ini, Gereja menjadi semakin konkret

dan secara penuh menjadi dirinya: mencakup semua una sancta catholica et apostolica ecclesia.24

21 Kata-kata “ekumenisme rohani” tidak berasal dari Kasper melainkan Unitatis Redintegratio, no.

8: “Pertobatan hati dan kesucian hidup itu, disertai doa-doa permohonan perorangan maupun bersama untuk kesatuan umat kristen, harus dipandang sebagai jiwa seluruh gerakan ekumenis, dan memang tepat juga disebut ekumenisme rohani.” Dokumen Konsili Vatikan II, UR 8.

22 Kasper, 1986, hlm. 116. 23 Kasper, 2009, 197.

(11)

H

lm

1

REFERENSI

Daftar Bacaan:

Kasper, Walter. 1986. “Church as Communio”, dalam Communio: International Catholic Review, No. 13, Summer 1986.

Kasper, Walter. 2004. That They May All Be One: The Call to Unity Today. London: Burns & Oates. Kasper, Walter. 2007. A Handbook of Spiritual Ecumenism. NY: New City Press.

Kasper, Walter. 2009. Harvesting the Fruits: Basic Aspects of Christian Faith in Ecumenical Dialogue. London: Continuum.

Luther, Martin. 2009. Katekismus Besar Martin Luther. (terj. Anwar Tjen). Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Martasudjita, Emanuel. 2005. Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral. Yogyakarta: Kanisius.

Dokumen:

Dokumen Konsili Vatikan II, Jakarta: Obor, 2009.

Baptism, Eucharist and Ministry, Geneva: World Council of Churches, 1982.

Website:

http://www.uscatholic.org/

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai lembaga pendidikan modern, madrasah dewasa ini memiliki visi dan misi baru yang lebih modernis daripada era awal kelahirannya, tidak hanya menyiapkan peserta didik

Sumber : Lampiran Hasil Olahan SPSS Karena variabel X1 yaitu variabel disiplin kerja memiliki nilai korelasi parsial tertinggi yaitu sebesar 0,968 dibandingkan dengan

Hal ini dapat dilihat pada analisis data hasil belajar siklus I, setelah dilaksanakan pembelajaran IPA dengan menerapkan pendekatan saintifik berbantuan Project

1. Fokus penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”. Peneliti tidak dapat memanipulasi perilaku mereka yang terlibat dalam

Merujuk pada fakta Indonesia termasuk negara berkembang penerima modal terbesar sejak tahun 1960-an, khususnya di sektor pertambangan minyak dan gas bumi, sehingga

Dalam penerimaan bantuan tersebut memunculkan sikap, tingkah laku yang dipengaruhi oleh dorongan-dorongan dari dalam diri petani, baik faktor sosial seperti umur, tingkat

Berdasarkan data penelitian sebelumnya dapat dilakukan pendekatan desain ulang Teater A dengan menambahkan absorber dan reflektor untuk memperbaiki waktu dengung

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dimana pada konsentrasi Ribavirin 40 ppm ternyata plbs yang bebas CyMV adalah eliminasi yang sempurna sebesar 100% setelah