• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DARI MASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DARI MASA"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW.

MAKALAH

Disusun dan Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Matakuliah: Sejarah Pendidikan Islam Dosen Pengampu: Kholid Mawardi, S.Ag., M.Hum.

Disusun Oleh Kelompok 1 :

Hana Margi Widadi (1423305059) Ngafiatu Imroatun D. R. (1423305160) Rifqi Nur Amalia (1423305076)

Riqma (1423305078)

Saeful Ridlo A (1423305079)

Umi Rofiqoh (1423305087)

PROGRAM STUDI PENDIDIKABN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sejarah pendidikan Islam pada hakikatnya tidak lepas dari sejarah Islam. Sejarah Islam merupakan sejarah suatu bangsa yang tidak lepas dari pendidikan Islamnya. Sejarah pendidikan Islam adalah cerita yang tersusun dan sistematis dari satu periode ke periode berikutnya, dari usaha dan rekayasa manusia dalam mencerdaskan dirinya dan masyarakat sekitar, mengembangkan potensinya, terutama mewariskan kecerdasan dan potensi tersebut kepada generasi selanjutnya, untuk melestarikan tradisi budayanya sesuai nilai normatif Islam yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadits. Pandangan dan sikap keilmuan di zaman Nabi Muhammad yang memposisikan ilmu secara pararel tersebut itu menyebabkan explorasi terhadap ilmu selain "ilmu agama" sudah mulai dilakukan meskipun dalam kadar yang sangat sederhana.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pembinaan Islam pada masa Nabi Muhammad? 2. Bagaimana ilmu pengetahuan pada masa Nabi Muhammad?

3. Apa saja metode pembelajaran yang digunakan pada masa Nabi Muhammad?

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pendidikan Islam pada masa Rosulullah

Masa tersebut berlangsung sejak nabi Muhammad SAW. menerima wahyu dan menerima pengangkatan menjadi Rosul, sampai lengkap dan sempurnanya ajaran Islam menjadi warisan budaya umat Islam. Bangsa Arab adalah keturunan Ibrahim dari anaknya Ismail, oleh karena pada hakikatnya kebudayaan Arab yang dihadapi nabi Muhammad adalah warisan budaya Ibrahim, maka tentunya masih terdapat unsur-unsur ajaran Islam yang telah dibudayakan oleh Ibrahim dan Ismail kedalamnya. Intisari warisan Ibrahim dengan ka’bah sebagai pusatnya adalah ajaran tauhid. Dan nabi Muhammad memulai tugasnya dengan membersihkan tauhid ini dari syirik dan penyembahan terhadap berhala. Intisari ajaran tauhid yang dibawa oleh nabi Muhammad adalah untuk mengadakan pembedahan terhadap warisan Ibrahim yang telah banyak menyimpang dan ini terlukiskan dalam surat Al-Fatihah yang merupakan intisari dari seluruh wahyu Allah. Dengan demikian pelaksanaan pendidikan Islam pada masa nabi Muhammad berdasarkan petunjuk dan bimbingan dari Allah.

Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam pada zaman Nabi dapat dibedakan menjadi dua tahap yaitu tahap Mekkah dan tahap Madinah.

1. Pelaksanaan pendidikan Islam di Mekkah

Nabi Muhammad mulai menerima wahyu dari Allah sebagai petunjuk dan instruksi untuk melakukan tugasnya sewaktu beliau mencapai umur 40 tahun. Perintah dan petunjuk tersebut pertama-tama tertuju pada nabi tentang apa yang harus ia lakukan baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap umatnya. Itulah petunjuk awal kepada nabi Muhammad SAW agar beliau memberikan peringatan kepada umatnya. Kemudian bahan/materi pendidikan tersebut diturunkan secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit. Setiap kali menerima wahyu, segera ia sampaikan kepada umatnya.

(4)

dari Tuhan di gua Hira. Disana pula nabi dilantik menjadi pendidik bagi umatnya.

Beliau mulai mendidik keluarga dekatnya secara sembunyi-sembunyi. Kemudian ia muncul dengan seruannya kepada sahabat karib yang telaha lama bergaul dengannya. Dan secara berangsur-angsur ajakan tersebut disampaikan lebih luas tetapi masih terbatas kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy saja. Keadaan tersebut berlangsung sekitar 3 tahun yang akhirnya turun dan perintah dari Allah , agar nabi memberikan pendidikan dan seruannya secara terbuka. Dengan turunnya perintah tersebut, nabi mulai memberikan pengajaran kepada umatnya secara terbuka dan lebih meluas, bukan hanya lingkungan kaum keluarga dikalangan penduduk Mekkah, tetapi juga ke luar Mekkah.

a. Pendidikan tauhid dalam teori dan praktek

Pelaksanaan praktek pendidikan tauhid tersebut diberikan oleh nabi Muhammad kepada umatnya dengan cara yang sangat bijaksana dengan menuntun akal pikiran untuk mendapatkan dan menerima tauhid yang diajarkan dan sekaligus memberikan contoh bagaimana pelaksanaan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pengajaran Al-Quran di Makkah

(5)

menuliskan baik-baik. Pada permulaan turunya Al-Qur’an nabi mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi. Mereka berkumpul di suatu rumah untuk membaca dan memahami kandungan setiap ayat di dalam Al-Qur’an.

2. Pelaksanaan pendidikan di Madinah

Hijrah dari Mekah ke Madinah bukan hanya sekedar berpindah dan menghindarkan diri dari tekanan dan ancaman dari kaum kafir Quraisy, tetapi juga mengandung maksud tertentu untuk mengatur potensi dan menyusun kekuatan dalam menghadapi tantangan yang lebih lanjut. Kemudian akan terbentuknya warisan mutiara tauhid yang disempurnakan oleh nabi Muhammad SAW. melalui wahyu Alloh SWT. Pendidikan Madinah pada hakekatnya adalah merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Mekah yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar ajaran tauhid dapat dijiwai, sehingga tingkah laku sosial politiknya merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut. Wahyu secara beruntun selama Nabi di dalam mengajarkan Al-Qur’an adalah menganjurkan pengikutnya untuk menghafal dan menulis ayat yang sebagaimana diajarkanya. Beliau sering mengadakan pengulangan-pengulangan dalam pembacaan Al-Qur’an yaitu dalam sholat, pidatho dll.

Demikian segala kegiatan dilaksanakan oleh nabi bersama umat dalam rangka pendidikan sosial politik, selalu dalam bimbingan dan petunjuk langsung dari wahyu-wahyu.

a) Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru menuju satu kesatuan sosial politik.

(6)

b) Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan

Pelaksanaan praktek pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan di antaranya pendidikan ukhuwah antar kaum muslimin, pendidikan kesejahteraan dan lain-lain.

c) Pendidikan anak dalam Islam

Diantaranya pendidikan Islam terhadap anak, diantaranya; tauhid, sholat, adab, sopan santun dalam keluarga dll.

d) Pendidikan ha dakwah Islam

Dalam Islam ada prinsip laa ikhrooha fid diina (tidak ada paksaan dalam agama) dan lakum diinukum waliyadiina (bagimu agamamu dan bagiku agamaku)1.

B. Ilmu pengetahuan pada masa Nabi Muhammad SAW

Pada masa Islam pertama kali diturunkan, Bangsa Arab dikenal dengan julukan “Kaum Jahiliyyah”. Sedikit sekali Bangsa Arab yang mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaikan sehingga hidup mereka lebih mengikuti hawa nafsu, berpecah belah, saling memerangi, wanita tidak ada harganya, yang kuat menguasai yang lemah dan berlaku hukum rimba. Menghadapi kenyataan ini nabi Muhammad diutus untuk memperbaiki akhlak, menghargai, dan mengangkat harkat ilmu pengetahuan dan orang-orang yang berilmu. Nabi Muhammad merupakan pendidikan utama dan terutama dalam dunia pendidikan di masa itu.

Hasil pendidikan periode nabi Muhammad terlihat dari peserta-pesertanya (para sahabatnya) yang luar biasa. Teori dan prinsip dasar yang berkaitan dengan prinsip dasar yang berkaitan dengan pola-pola pendidikan dan interaksi sosial yang lain di laksanakan dalam setiap pendidikan islam. Pada kerangka ini Zainal Efendi Hasibuan mendeskripsikan secara gamblang dampak dari pendidikan nabi Muhammad bahwa “kurikulum pendidikan islam pada masa Rosululloh baik di Makkah maupun Madinah adalah Al-Qur’an, yang Alloh wahyukan sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa

(7)

yang dialami umat Islam saat itu. Karena itu, dalam prakteknya tidak saja logis dan rasional juga secara fitrah dan pragmatis. Hasil dari cara yang demikian itu dapat dilihat dari sikap rohani dan mental pengikutnya yang dipancarkan didalam sikap hidup yang bermental dan semangat yang tangguh, tabah, sabar, tetapi aktif dalam masalah yang dihadapinya. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya ternyata mereka ini merupakan kader inti mubaligh dan pendidik pewaris nabi yang brilian dan militan dalam menghadapi segala tantangan dan cobaan.

C. Sistem Pembelajaran pada Masa Nabi Muhammad

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan nabi Muhammad tersebut juga disokong kepiawaian nabi Muhammad dalam menggunakan metode pembelajaran untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan peserta didik.

Diantara metode yang diterapkan nabi adalah:

Metode yang digunakan oleh nabi Muhammad sangat efektif sebab selain elastisitas penerapan metode pembelajaran nabi Muhammad merupakan sosok yang memiliki akhlak terpuji, nabi mendapat gelar atau julukan “Al-Amin”. Keserasian antara metode pembelajaran dan kepribadian agung nabi Muhammad menjadi pembelajaran fase awal ini sangat efektif2.

D. Lembaga Pendidikan masa Nabi Muhammad

Lembaga pendidikan merupakan suatu wadah berprosesnya suatu komponen pendidikan secara berkesinambungan dalam mencapai tujuan pendidikan islam yang sem purna. Lembaga pendidikan pada masa nabi Muhammad adalah sebagai berikut:

2 Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011), hlm.

(8)

1. Kuttab

Kuttab/maktab berasal dari kata dasar yang sama yaitu katab yang artinya menulis. Maka kattab/maktab adalah tempat menulis atau tempat dimana dilangsungkannya kegiatan tulis menulis. Kuttab merupakan tempat dipakai oleh komunitas muslim sebagai lembaga pendidikan dasar, atau tempat pengajaran anak-anak. Lembaga kuttab ini masih berkutat disekitar mengenalkan anak dengan ilmu baca dan menulis Al- Qur’an serta prinsip-prinsip ajaran Islam.

2. Masjid

Ketika nabi dan para sahabatnya hijrah ke Madinah, salah satu program pertama yang dilakukan nabi Muhammad adalah bangun masjid. Selain menjadi tempat ibadah, Masjid juga digunakan sebagai institusi pendidikan. Di Masjid umat muslim mempelajari agama Islam bersama nabi Muhammad jika terdapat persoalan diantara mereka tentang ajaran Islam, maka nabi Muhammad menjadi tumpuan pertanyaan mereka. Peserta kajian dalam masjid adalah orang dewasa karena diberikan kepada orang banyak, dan tujuan utamanya untuk pengajaran Al-Qur'an dan ajaran agama bukan ketrampilan baca tulis.

3. Majlis Muhadharoh

Majelis Muhadharoh adalah salah satu lembaga yang berjasa dalam pendidikan umat Islam, kegiatan yang dilaksanakan dalam majelis Muhadharoh adalah membahas isu-isu moral dan kontroversi-kontroversi mengenai masalah teologi, bahasa, filsafat, tafsir dan lainya. Adu argumentasi yang berlangsung dalam majelis Muhadharoh sangat demokratis yang dilandasi dengan semangat hormat-menghormati sesama lawan pendapat. Lembaga ini diikuti oleh orang dewasa karena pada umumnya hanya orang dewasa yang melakukan perdebatan atau adu argumentasi.

4. Maktabah (perpustakaan)

(9)

prasarana-prasarana yang mendukung. Perpustakaan pada masa itu tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku tetapi juga sebagai majlis kajian keilmuan yang berbentuk beberapa guru.

5. Madrasah

Madrasah dikatakan sebagai lembaga pendidikan Islam "par Exelence", lembaga pendidikan yang sangat menonjol dalam dunia pendidikan Islam. Pada realitanya madrasah sebagai lanjutan dari lembaga pendidikan masjid. Dalam kajian materi madrasah menonjolkan kajian pendidikan hukum sebagai kajian utamanya dengan metode-metode pengajaran dan menawarkan bidang studi yang telah berkembang. Metode ini melibatkan penyalinan manuskrip, menghafal, dan keterlibatan dalam diskusi. Sebuah madrasah adalah bangunan yang dihunakan untuk mengajar dan tempat tinggal bagi guru dan murid yang pada umumnya dilengkapi dengan sebuah perpustakaan3.

3Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011), hlm.

(10)

BAB III PENUTUP

A. Simpulan

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :

1. Pendidikan Islam pada masa Rosululloh memiliki landasan dasar wahyu pertama yang berbunyi "iqro" yang artinya "bacalah", hafalan, mencatat dan menulis.

2. Pendidikan pada masa Rosululloh menggunakan kurikulum Al-Qur'an yang Alloh wahyukan sesuai dengan kondisi umat Islam pada saat itu.

3. Metode yang digunakan pada masa Rosululloh yaitu metode ceramah, dialog, diskusi atau tanya jawab, metode diskusi (untuk mengambil keputusan), metode demonstrasi dan metode experimen.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Muhammad Rusli.2013. Rosululloh Sang Pendidik. Jakarta: AMP

Press.

Baharuddin.2011. Dikotomi Pendidikan Islam. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

(12)

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHULAFAUR RASYIDIN

MAKALAH

Disusun dan Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Matakuliah: Sejarah Pendidikan Islam Dosen Pengampu: Kholid Mawardi, S.Ag., M.Hum.

Disusun Oleh Kelompok 2 :

Aprilliani Zulaikha (1423305046)

Ajeng Tria Permatasari (1423305051)

Farida Umu Ma’sifah (1423305057)

Nur Mustangin (1423305075)

PROGRAM STUDI PENDIDIKABN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehadiran Rasulullah SAW, dalam kehidupan lampau merupakan suatu anugerah dari Allah. Hal itu terjadi dikarenakan, Ia hadir membawa perubahan terhadap perkembangan masyarakat pada waktu itu. Baik merubah akhlak, ketauhidan, maupun dalam pendidikannya.

Berbicara tentang pendidikan pada masa Rasulullah SAW, tentunya kita semua tahu bahwa beliau ialah panutan bagi seluruh umat manusia di dunia ini. Baik dari segi keilmuannya maupun dari segi tingkah lakunya, beliau memang sudah dicetak sedemikian rupa oleh Allah SWT. Adapun salah satu metode mendidik ala Rasulullah yang paling populer yaitu dengan cara mencontohkan keteladanan, dan itu cukup efektif dalam mengajarkan agama Islam.

Namun sayangnya, setelah Rasulullah SAW wafat di Madinah pada usia 63 tahun, terjadi kebingungan bagi para sahabat untuk melanjutkan kepemimpinan dari beliau. Hal itu terjadi karena Rasul tidak menetapkan calon penggantinya, serta tidak pula menetapkan prosedur atau tata cara pemilihannya, sehingga terjadi goncangan dalam proses pemilihan kepemimpinan ini4.

Setelah melalui beberapa proses yang cukup rumit maka terbentuklah pemimpin baru. Adapun lebih lanjutnya lagi yaitu terbentuklah empat orang khalifah yang meneruskan kepemimpinan Rasul, dan itu sering disebut dengan Khulafaur Rasyidin. Yang termasuk kedalam Khulafaur Rasyidin yaitu, khalifah Abu Bakar, Umar bin Khotob, Usman, dan Ali bin Abi Tholib. Dari keempat khalifah tersebut memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda, dan mereka memiliki sumbangsih yang cukup besar dalam pendidikan Islam sendiri.

4 Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2014),

(14)

Adapun hal tersebut akan dibahas dalam makalah ini dengan judul “Pendidikan Masa Khulafaur Rasyidin.” Baik dari segi sumbangsihnya bagi pendidikan Islam maupun dari segi kepemimpinannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat menarik rumasan masalah berupa:

1. Apa definisi dari Khulafaur Rasyidin?

2. Bagaimana sumbangsih dari setiap khalifah yang termasuk dalam Khulafaur Rasyidin bagi pendidikan Islam?

C. Tujuan Kepenulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat mengetahui tujuan dari kepenulisan makalah ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui definisi dari Khulafaur Rasyidin.

(15)

BAB II PEMBAHASAN A. Latar Belakang Sosial

Secara harfiah kata khalifah berasal dari kata khalf yang berarti wakil, pengganti, dan penguasa. Selanjutnya muncul istilah khilafah yang dapat diartikan sebagai institusi politik Islam, yang bersinonim dengan kata “imamah” yang berarti pemerintahan.

Oleh sebab itu maka Ibn Khaldun berpendapat, bahwa khilafah adalah tanggung jawab umum yang sesuai dengan tujuan syara’ (hukum Islam) yang bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat5. Pada

hakikatnya, khilafah merupakan pengganti fungsi pembuat syara, yakni Nabi Muhammad SAW, dalam urusan agama dan urusan politik keduniaan. Selanjutnya Ibn Khaldun mengatakan bahwa khilafah juga merupakan sinonim istilah imamah, yakni kepemimpinan menyeluruh yang berakiatan dengan urusan agama dan urusan dunia sebagai pengganti fungsi Rasulullah SAW.

Selanjutnya muncul istilah khalifah dan bentuk jamaknya khulafa’ atau khalaif yang berarti orang yang menggantikan kedudukan orang lain; dan seseorang yang mengambil alih tempat orang lain sesudahnya dalam berbagai persoalan. Khalifah bisa juga berarti al-Sultan al-A’zam (kekuasan paling besar atau paling tinggi).

Adapun kata al-Rasyidun secara harfiah berasal dari kata rasyada yang artinya cerdas, jujur, dan amanah. Dari kata rasyada kemudian berubah menjadi kata benda atau kata nama rasyid dan jamaknya rasyidun yang berarti orang yang cerdas, jujur, dan amanah. Dengan demikian, secara sederhana Khulafaur Rasyidun adalah para pimpinan yang menggantikan kedudukan pimpinan sebelumnya dan menunjukkan sikap yang cerdas, jujur, dan amanah. Selain itu, khalifah dapat pula diartikan pimpinan yang diangkat sesudah Nabi Muhammad SAW wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintihan.

(16)

Di dalam sejarah Khulafaur Rasyidun digunakan untuk para pimpinan setelah wafatnya Rasulullah SAW. Mereka itu adalah Abu Bakar yang memerintahkan selama 2 tahun, Umar Ibn Khattab yang memerintah selama 10 tahun (13 SD 23 H/634-644 M), Usman Ibn Affan yang memerintah selama 12 tahun (644-655 M), dan Ali Ibn Abi Thalib yang memerintah selama 6 tahun.

Dan jika dipetakan pada masa Khulafaur Rasyidin ada beberapa tempat pendidikan, yaitu6:

1. Mekkah

Guru pertama di Mekkah adalah Muaz bin Jabbal yang mengajarkan Al Qur’an dan hadits. beliau adalah seorang ahli fiqih dan Al Qur’an.

4. Kuffah

6 Baharudin, dkk., Dikotomi Pendidikan Islam, Cet. II., (Bandung: PT. Remaja Rosda

(17)

c. Abu Dhardha (Damsyik) 6. Mesir

Sahabat yang mendirikan Madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Amru bin Ash (ahli hadits).

B. Pendidikan Islam pada Masa Khilafah Abu Bakar

Setelah meninggalnya nabi Muhammad, maka terjadi kebingungan diantara para sahabat untuk melanjutkan kepemimpinan beliau. Kemudian melalui proses pemilihan oleh sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshor maka dipilihlah Abu Bakar sebagai penerus kepemimpinan beliau.

Adapun pola pendidikan Abu Bakar As-Shidiq, masih seperti pada zaman nabi Muhammad, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya sendiri. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dll7.

1. Keimanan yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah ialah Allah.

2. Pendidikan Akhlak seperti adab masuk rumah orang lain, sopan santun bertetangga, bergaul dengan masyarakat.

3. Kesehatan seperti tentang kebersihan, gerak gerik dalam sholat merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.

C. Pendidikan Islam pada Masa Khilafah Umar bin Khotob

Setelah Abu Bakar wafat karena sakit, ke-Khalifahanya digantikan oleh tangan kanannya yaitu Umar bin Khattab. Umar bin Khattab diangkat menjadi Khalifah melalui proses musyawarah Abu Bakar sebelum ia meninggal dan para sahabat. Cara yang dilakukan oleh Abu Bakar ini ternyata dapat diterima oleh masyarakat dan mereka segera memberi bai’at kepada Umar bin Khattab.

Masa pemerintahan Umar cukup lama, yakni digunakan untuk memperluas wilayah Islam dan melakukan berbagai program pembangunan.

(18)

Wilayah kekuasaan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syiria, Persia, dan Mesir. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab juga dilakukan usaha pembagian administrasi negara yaitu dengan membagi wilayah ke dalam bentuk provinsi, yang mencakup provinsi Mekkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Selain itu Umar juga membentuk beberapa departemen, pengaturan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah, mendirikan lembaga pengadilan, membentuk jabatan pekerjaan umum, mendirikan Bait al-Mal, mencetak mata uang. 8

Dilihat dari sisi kurikulumnya, pada masa Khalifah Umar bin Khattab ialah belajar tentang membaca dan menulis al-Qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Pendidikan pada masa Umar bin Khattab juga lebih menekankan pada pengajaran bahasa Arab. Orang yang baru masuk Islam di daerah kekuasaanya diharuskan belajar bahasa Arab terlebih dahulu jika ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam.

Beberapa keistimewaan Umar bin Khattab dengan kreatifitas dan kecerdasanya dalam berfikir adalah:

1. Kekhawatiran Umar bin Khattab atas keutuhan al-Qur’an akibat banyaknya penghafal al-Qur’an yang gugur di medan perang. Untuk itu ia mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar untuk membukukan al-Qur’an yang waktu itu merupakan catatan-catatan dan hafalan pribadi sahabat. Keduanya memerintahkan Zayd bin Tsabit untuk untuk mengemban amanat tersebut.9

2. Di antara Khulafa’ al-Rasyidin, yang membangun peradaban Islam adalah Umar bin Khattab. Ia memperluas wilayah ke tiga arah, ke utara menuju wilayah Syiria, yang ke arah barat menuju Mesir, dan yang ke arah timur ke arah Irak.

3. Umar bin Khattab mampu menghadapi masalah-masalah baru yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni pada masa nabi Muhammad dan Abu Bakar. Umar bin Khattab melakukan beberapa ijtihad yakni menetapkan

8 Abudin Nata, Sejarah Pendidikan …, hlm. 114.

9 Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits, Cet II,

(19)

hukum tentang masalah-masalah yang baru seperti memotong tangan pencuri dan memperbaharui organisasi negara.

D. Pendidikan pada Masa Khilafah Usman bin Affan

Setelah pemerintahan Umar yang berlangsung selama 10 tahun akhirnya Umar bin Khattab meninggal dunia karena dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’luah atas perintah Ka’ab bin Ahbar. Sebelum meninggal Umar telah membentuk tim 6 yang terdiri dari Usman, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqas, dan Abdurrahman bin ‘Auf. Setelah Umar meninggal tim yang enam orang ini bermusyawarah untuk memilih Khalifah yang baru. 10

Hasil dari enam orang yang bermusyawarah untuk memilih Khalifah yang baru yakni Khalifah selanjutnya diganti oleh Utsman bin Affan. Ia adalah seorang yang lemah lembut dan termasuk saudagar kaya yang sangat pemurah memberikan kekayaanya untuk kepentingan umat Islam.

Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan pada masa Usman ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, akan tetapi ada sedikit perubahan dalam pendidikan Islam. Utsman bin Affan membuat kebijakan yakni membolehkan sahabat-sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Nabi meninggalkan kota Madinah, hal tersebut tidak diperbolehkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Kebijakan yang dilakukan Usman tersebut sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah lain.

Walaupun perkembangan pendidikan pada masa Utsman bin Affan tetap, sebab perkembanganya sama dengan perkembangan pendidikan pada masa pemerintahan sebelumnya, akan tetapi ada salah satu usaha Utsman bin Affan yang berpengaruh besar bagi perkembangan Islam, yaitu pengkodifikasian tulisan ayat-ayat al-Qur’an yang berserakan. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh dialek dalam membaca Al-Qur’an yang berbeda disetiap daerah dan provinsi

(20)

mereka yang beragam, hal tersebut yang menimbulkan mereka membaca Qur’an dengan dialeknya secara spontan dan menyebabkan pembacaan Al-Qur’an yang mereka bawakan berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan huruf-huruf Al-Qur’an yang menimbulkan perselisihan antar umat Islam itu sendiri. Kemudian Utsman bin Affan memerintahkan untuk membentuk tim pengkodifikasian al-Qur’an yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist. 11

Tujuan dari pengkodifikasian Al-Qur’an pada masa pemerintahan Utsman bin Affan adalah menyatukan kaum muslim pada satu macam mushaf yang seragam ejaan dan tulisanya. Menyatukan bacaan, meskipun pada kenyataanya masih ada perbedaan cara membaca akan tetapi hal tersebut tidak berlawanan dengan ejaan mushaf Utsmani. Menyatukan tata tertib susunan surah-surah, menurut tata tertib urut.12

Masa pemerintahan Utsman yang berlangsung selama 12 tahun yang penuh dengan konflik dan fitnah yang membawa kematiannya. Dikalangan umat Islam muncul perasaan tidak puas dan kecewa, karena Utsman cenderung memperkerjakan orang-orang dari kalangan kerabatnya yang kurang profesional, dan banyak menyerahkan kekuasaan kepada orang-orang yang tidak cakap. Pada akhirnya Utsman tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas dalam kesalahan bawahannya. Lalu di tahun 35 H atau 655 Masehi Utsman bin Affan meninggal dunia karena dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa kepadanya.13

E. Pendidikan Islam pada Masa Khilafah Ali bin Abi Tholib

Ali bin Abi Tholib adalah putra dari paman nabi Muhammad SAW sendiri yang di asuh oleh nabi Muhammad. Pada kepemimpinan Ali, umat

11 Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits,

(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm. 140.

12Sharegatwid. Blogspot. Com/2012/10/sejarah-pengkodifikasian-al-qur’an.html?m=1,

diunduh pada tanggal 21 Maret 2016.

(21)

Islam diguncang oleh perang saudara yang disebabkan karena kesalah pahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Kholifah ketiga (Utsman bin Affan). Perang tersebut di namakan perang Jamal karena pada waktu perang Aisyah mengendarai Unta sebagai kendaraan perangnya.

Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah, sehingga masa kekuasaan Kholifah Ali bin Abi Tholib tidak pernah mendapat ketenangan dan kedamaian, misalnya dalam kericuhan politik pada masa pemerintahan Ali bin Abi Tholib berkuasa, kegiatan pendidikan mendapat hambatan dan gangguan yang sangat tinggi. Jadi, pemerintahan Ali bin Abi Tholib tidak memfokuskan kegiatan pemerintahannya pada peningkatan pendidikan. Tetapi, memfokuskan untuk meneruskan pada masa pemerintahan nabi Muhammad SAW yaitu pengajaran baca tulis dan ajaran Islam yang bersumber pada Al- Quran dan Hadits.14

(22)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka penulis makalah dapat menarik kesimpulan bahwa:

1. Khulafaur Rasyidun adalah para pimpinan yang menggantikan kedudukan pimpinan Rasulullah SAW dan menunjukkan sikap yang cerdas, jujur, dan amanah.

2. Pada masa Khilafah Abu Bakar pendidikan Islam lebih mengarah kepada pembentukkan akhlak peserta didik.

3. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab ialah belajar tentang membaca dan menulis Al-Qur’an dan menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Pendidikan pada masa Umar bin Khattab juga lebih menekankan pada pengajaran bahasa Arab.

4. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan pengkodifikasian tulisan ayat-ayat al-Qur’an yang berserakan. Adapun pendidikan Islam hanya meneruskan yang sudah ada.

5. Pada masa Khalifah Ali bin Abi Tholib tidak memfokuskan kegiatan pemerintahannya pada peningkatan pendidikan. Tetapi, memfokuskan untuk meneruskan pada masa pemerintahan nabi Muhammad SAW yaitu pengajaran baca tulis dan doktrin Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan Hadits.

B. Saran

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Baharudin, dkk. 2011. Dikotomi Pendididkan Islam. PT. Remaja Rosdakarya.

Hasbi, As-Syiddqy Teungku Muhammad. 2009. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits.

PT. Pustaka Rizki Putra.

Nata, Abudin.2014. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Sharegatwid.blogspot.com/2012/10/sejarah-pengkodifikasian-al-qur’an.html?m=1

(24)

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI BANI UMAYYAH

MAKALAH

Disusun dan Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Matakuliah: Sejarah Pendidikan Islam Dosen Pengampu: Kholid Mawardi, S.Ag., M.Hum.

Disusun Oleh Kelompok 3 :

Agustiani Rohmawati (1423305050)

Imron Syafa’at (1423305062)

Nadhifatul Khusna (1423305070)

Sefi Khasanah (1423305083)

PROGRAM STUDI PENDIDIKABN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

(25)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib, maka lahirlah kekuasaan Bani Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses musyawarah. Hal ini berbeda dengan masa setelah Khulafaur Rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang dimulai pada masa Dinasti Umayyah.

Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan berbentuk feodal (penguasaan tanah, daerah, wilayah, atau turun temurun). Untuk mempertahankan kekuasaan khalifah berani bersikap otoriter, adanya unsur kekerasaan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khalifah. Bani Umayyah berkuasa kurang lebih 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. Sementara sistem pendidikan masih sama ketika Rasul dan Khulafaur Rasyidin, yaitu kuttab yang pelaksanaannya berpusat di masjid.

Berdasarkan hal tersebut, pemakalah bermaksud untuk menyusun makalah yang berjudul “Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah”. Penyusunan makalah ini diharapkan agar kita bisa mengetahui dan memahami secara mendalam tentang Dinasti Umayyah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah berupa:

1. Bagaimana situasi politik, sosial, dan keagamaan pada masa Dinasti Umayyah?

(26)

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat mengetahui tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui situasi politik, sosial, dan kegamaan pada masa Dinasti Umayyah.

(27)

BAB II PEMBAHASAN

A. Situasi Politik, Sosial, dan Keagamaan

Kekhalifahan Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan pada tahun 41 H dan berakhir pada tahun 132 H. Dengan demikian, Bani Umayyah berkuasa kurang lebih 91 tahun. Para ahli sejarah umumnya mencatat, bahwa proses berdirinya kekhalifahan Bani Umayyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak melalui pemilihan yang demokratis berdasarkan suara terbanyak. Nama-nama khalifah Bani Umayyah yang tergolong menonjol adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-668 M), Abd bin Malik bin Marwan (685-705 M), al-Walid bin Abd al-Malik (705-715 M), Umar bin Abd al-Aziz (717-720 M), dan Hisyam bin Abd al-Malik (724-743 M).15

Masa kekhalifahan Bani Umayyah banyak diisi dengan program-program besar, mendasar, dan strategis, juga banyak melahirkan golongan dan aliran dalam Islam, serta perkembangan ilmu agama, ilmu umum, kebudayaan, dan peradaban.

Di antara program besar, mendasar dan strategis di zaman Bani Umayyah adalah perluasan wilayah Islam. Di zaman Muawiyah Tunisia bisa ditaklukan. Di sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke Sungai Axus dan Afghanistan hingga ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium dan Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana, dan Samarkhand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punyab sampai ke Maltan.

15 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Ed. 1. Cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.

(28)

Selanjutnya ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman al-Walid ibn al-Malik. Sejarah mencatat, bahwa masa pemerintahan al-Malik adalah masa ketentraman, kemakmuran, ketertiban, dan kebahagiaan. Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, Benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Maroko dapat ditundukkan, Tariq bin Ziyad memimpin pasukan Islam menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar. Tentara Spanyol dapat dikalahkan, dan dengan demikian ibu kota Spanyol, Kordova dengan cepat dapat dikuasai, dan diikuti dengan kota-kota lain seperti Seville, Elvira, dan Toledo. Di zaman Umar bin Abd al-Aziz, perluasan wilayah dilanjutkan ke Perancis melalui pegunungan Piranee, di bawah komandan Abd, al-Rahman Ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Politiers, dan terus ke Tours. Namun dalam peperangan yang terjadi di kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.

Melalui berbagai keberhasilan ekspansi tersebut, maka wilayah kekuasaan Islam di zaman Bani Umayyah, di samping Jazirah Arabia dan sekitarnya, juga telah menjangkau Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Irak, Asia Kecil, Persia, Afghanistan, Pakistan, Turkemenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah. Dalam aspek fisik dan politik, Muawiyah memindahkan ibu kota daulah Amawiyah ke Damaskus, suatu kota tua di negeri Syam yang sudah banyak peninggalan kebudayaan sebelumnya. Di dalam daerah kekuasaannya ada kota-kota sebagai pusat kebudayaan, seperti Yunani Iskandariyah, Antiokia, Harran dan Yundeshapur.16

Di bidang sosial dan pembangunan, Bani Umayyah berhasil mendirikan berbagai bangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan

16 Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdkarya, 2011), hlm.

(29)

bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang qadli adalah seorang spesialis di bidangnya. Abd Al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak mata uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Selanjutnya di zaman al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan panti-panti untuk orang cacat yang para petugasnya digaji oleh negara. Selain itu, al-Walid juga membangun jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan derah lainnya, pabrik, gedung pemerintahan, dan masjid yang megah.

Salah satu dari aspek kebudayaan yang dimajukan adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Pada masa Bani Umayyah, sesuai dengan kebutuhan zaman, mulai tertuju pada ilmu-ilmu yang diwariskan oleh bangsa-bangsa sebelum Islam. Seperti di kota-kota pusat kebudayaan misalnya, kemajuan sudah terjadi sebelumnya oleh ilmuwan-ilmuwan Yahudi, Nasrani dan Zoroaster. Ilmuwan-ilmuwan ini setelah masuk Islam masih tetap memelihara ilmu-ilmu peninggalan Yahudi dan mendapat perlindungan. Bahkan, diantara mereka ada yang mendapat jabatan tinggi di Istana khalifah. Ada yang menjadi dokter pribadi, bendaharawan atau wazir. Sehingga, kehadiran mereka mempengaruhi perkembangan ilmu para pewaris tahta khalifah berikutnya, seperti Khalid ibn Yazid, cucu Muawiyah yang tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia menyediakan harta untuk menyuruh para sarjana Yunani yang bermukim di Mesir untuk menerjemahkan buku-buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa Arab dan itu menjadi terjemahan pertama dalam sejarah.17

Dalam bidang keagamaan, pada masa Bani Umayyah ditandai dengan munculnya berbagai aliran keagamaan yang bercorak politik ideologis. Mereka itu antara lain golongan Syi’ah, Khawarij dengan berbagai sektenya: Azariqah,

(30)

Najdat Aziriyah, Ibadiyah, Ajaridah dan Shafariyah, golongan Mu’tazilah, Maturidiyah, Asy’ariyah, Qadariyah, dan Jabariyah. Berbagai aliran dan golongan keagamaan ini terkadang melakukan gerakan dan pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah. Dengan terbunuhnya Husein di Karbala, perlawanan orang-orang Syi’ah tidak pernah padam. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi’ah. Yang terkenal di antaranya pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Selain itu, terdapat pula gerakan Abdullah bin Zubair. Ia membina gerakan oposisinya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh.

Selain gerakan di atas, gerakan anarkhis yang dilancarkan kelompok Khawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan daerah kekuasaan di wilayah timur yang meliputi kota di sekitar Asia Tengah dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukan Spanyol.18

Situasi politik, sosial, dan keagamaan mulai membaik terjadi pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abd. al-Aziz (717-720). Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik dari pada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, Umar ibn Abd al-Aziz dapat dikatakan berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah. Dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperringan, dan kedudukan Mawali (umat Islam yang bukan keturunan Arab, berasal dari Persia, dan Armenia), disejajarkan dengan Muslim Arab.

18 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), hlm.

(31)

B. Keadaan Pendidikan

1. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran19

Visi pendidikan pada masa Bani Umayyah secara eksplisit tidak dijumpai. Namun dari berbagai petunjuk bisa diketahui bahwa visinya adalah unggul dalam ilmu agama dan umum sejalan dengan kebutuhan zaman dan masing-masing wilayah Islam.

Adapun misinya antara lain:

a. Menyelenggarakan pendidikan agama dan umum secara seimbang. b. Melakukan penataan kelembagaan dan aspek-aspek pendidikan Islam. c. Memberikan pelayanan pendidikan pada seluruh wilayah Islam secara

adil dan merata.

d. Memberdayakan masyarakat agar dapat memecahkan masalahnya sesuai dengan kemampuan sendiri.

Adapun tujuannya adalah menghasilkan sumber daya manusia yang unggul secara seimbang dalam ilmu agama dan umum serta mampu menerapkannya bagi kemajuan wilayah Islam.

Sedangkan sasarannya adalah seluruh umat atau warga yang terdapat diseluruh wilayah kekuasaan Islam sebagai dasar bagi dirinya dalam membangun masa depan yang lebih baik.

2. Kurikulum

Kurikulum pada masa dinasti Umayyah meliputi: a. Ilmu agama: Al-Qur’an, Hadits, dan fiqih.

b. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu sebagai ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan riwayat.

c. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa nahwu, sharaf, dan lain-lain.

19 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Ed. 1. Cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.

(32)

d. Filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia , astronomi, ilmu hitung, ilmu kedokteran, dan ilmu yang berhubungan dengan hal tersebut.

3. Kelembagaan

Lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang pada zaman Bani Umayyah, selain Masjid, Kuttab, dan Rumah sebagaimana yang telah ada sebelumnya juga ditambah dengan lembaga pendidikan Istana, Badiah, Perpustakaan, dan al-Bimaritsan.20

a. Istana

Pendidikan di Istana bukan saja mengajarkan ilmu pengetahuan umum, melainkan juga mengajarkan tentang kecerdasan, jiwa, dan raga anak.

b. Badiah

Secara harfiah Badiah artinya dusun Badui di Padang Sahara yang di dalam terdapat bahasa Arab yang masih fasih dan murni sesuai kaidah bahasa Arab. Melalui pendidikan di Badiah ini, maka bahasa Arab dapat sampai ke Irak, Syria, Mesir, Lebanon, Libia, Tunisia dan sekitarnya. Dengan demikian, maka banyak para penguasa yang mengirim anaknya untuk belajar bahasa Arab ke Badiah, bahkan para ulama seperti al-Khalil ibn Ahmad (160 H atau 776 M).

c. Perpustakaan

Perpustakaan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahiuan serat kegiatan penelitian dan penulisan karya ilmiah. Pada pendidikan dan pengajaran yang berbasis penelitian, perpustakaan memegang peranan yang sangat penting. Ia menjadi jantung sebuah lembaga pendidikan. Perpustakaan selanjutnya tidak hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan buku, melainkan juga untuk melakukan kegiatan belajar mengajar.

(33)

d. Al-Bimaristan

Al-Bimaristan adalah rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta berfungsi sebagai tempat melakukan magang dan penelitian bagi calon dokter. Pada masa sekarang al-Bimaristan dikenal sebagai rumah sakit pendidikan. Al-Walid ibn Abd al-Malik memberikan perhatian pada Bimaristan. Ia dirikan Bimaristan itu di Damaskus pada tahun 884 M. Konsep rumah sakit ini yang akhirnya membedakan antara peradaban Islam dengan peradaban manusia sebelum Islam datang. Sebelum Islam datang dan mencapai masa kejayaannya, dunia ternyata belum mengenal konsep rumah sakit, seperti saat ini. Bangsa Yunani, misalnya, merawat orang-orang yang sakit di petirahan yang berdekatan dengan kuil untuk disembuhkan pendeta. Proses pengobatannya pun lebih bersifat mistis yang terdiri dari sembahyang dan berkorban untuk dewa penyembuhan bernama Aescalapius.21

4. Pendidikan

Pendidik adalah seorang yang tugasnya selain mentransfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai kepada peserta didik, juga menumbuhkan, membina dan mengembangkan bakat, minat, dan segenap potensi yang dimiliki peserta didik, sehingga menjadi aktual dan terberdayakan secara optimal. Pendidik di Istana adalah orang-orang yang memiliki berbagai keahlian, yakni pendidik ilmu agama (Al-Qur’an, Al-Hadis, dan Fikih) yang terdiri dari para ulama, pendidik ilmu bahasa yang terdiri dari para ahli bahasa, dan pendidik bidang ketrampilan. Pendidikan di Istana selanjutnya dikenal dengan nama al-Muaddib. Pendidik di badiah adalah para ahli bahasa dan sastra. pendidik di perpustakaan adalah para penulis buku dan para penerjemah. Adapun pendidik di al-Bimaritsan adalah para dokter dan tenaga medis.22

21 Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdkarya, 2011), hlm.

145.

22 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Ed. 1. Cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.

(34)

5. Sarana dan prasarana

Sarana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mendukung terlaksananya berbagai kegiatan. Dalam hal pendidikan sarana yang dibutuhkan antara lain: gedung sekolah, perpustakaan, tempat praktikum, peralatan belajar mengajar, dan lain-lain. Adapun yang termasuk prasarana adalah: halaman masjid, lapangan olahraga, tempat parkir, dan lain-lain. Belum dijumpai informasi tentang keberadaan sarana prasarana pendidikan pada zaman Bani Umayyah seperti yang disebutkan ini. Namun dapat diduga sarana prasarana pendidikan tersebut telah ada, walaupun bentuk dan jenisnya sama. Sarana prasarana pendidikan tersebut berada pada berbagai lembaga pendidikan yang ada pada zaman Bani Umayyah sebagaimana tersebut di atas yaitu, sarana prasarana yanga ada di Istana, Badiah, Perpustakaan, dan al-Bimaritsan. 6. Pembiayaan

Pembiayaan pendidikan diartikan sebagai usaha menyediakan sumber dana, sistem pengelolaan dan penggunaannya untuk berbagai kegiatan, termasuk pendidikan. Pembiayaan diperlukan untuk mengadakan atau membeli segala hal yang dibutuhkan seperti membangun gedung sekolah, gedung perpustakaan, gedung pimpinan, dan lain-lain. Walaupun belum dijumpai informasi sejarah yang pasti dan meyakinkan tentang biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berlangsung di Istana, Badiah, Perpustakaan, al-Bimaristan, di samping yang diselenggarakan di Kuttab, dan Masjid, jelas membutuhkan pembiayaan. Karena tidak mungkin kegiatan pendidikan tersebut dapat berjalan tanpa pembiayaan.

7. Pengelolaan

(35)

kurikulum, proses belajar mengajar, hasil pembelajaran, kinerja para guru dan staf, pelayanan administrasi pendidikan, dan respon masyarakat.

Pengelolaan kegiatan pendidikan pada masa Bani Umayyah dilakukan secara desentralisasi, yakni pemerintah menyerahkan pengelolaan pendidikan kepada kebijakan masing-masing gubernur di provinsi. Adapun pemerintah pusat hanya menetapkan kebijakan yang bersifat umum saja, misalnya kebijakan tentang perlunya program Arabisasi di zaman Khalifah Abd. al-Malik ibn Marwan. Guna melaksanakan program ini, maka di masing-masing provinsi menyelenggarakan program tersebut sesuai dengan kebijakannya.

8. Lulusan

Para lulusan pendidikan dapat diartikan mereka yang telah tamat mengikuti pendidikan pada jenjang tertentu yang selanjutnya mendapat gelar atau sebutan yang menunjukkan keahliannya, dan memiliki otoritas atau kepercayaan untuk mengajarkan ilmunya. Para lulusan di zaman Bani Umayyah ini terdiri dari para tabi’in, yaitu mereka yang hidup dan berguru kepada para sahabat Nabi, atau generasi kedua sahabat. Dengan demikian, hubungan mereka dengan Rasulullah terletak pada hubungan mission, gagasan, cita-cita, dan semangat, dan bukan pada hubungan persahabatan atau perkawanan.23

(36)

BAB III PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Situasi yang terjadi pada masa Dinasti Umayyah antara lain:

a. Situasi Politik

Dinasti Umayyah berdiri pada tahun 41 H dan berakhir pada tahun132 H dipimpin oleh Muawiyah bin Abi Sofyan membuat Islam berkembang hingga Eropa dan Afrika. Para ahli sejarah umumnya mencatat, bahwa proses berdirinya kekhalifahan Bani Umayyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak melalui pemilihan yang demokratis berdasarkan suara terbanyak.

b. Situasi Sosial

Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Selain itu, Bani Umayyah mengganti mata uang daerah yang dikuasainya dengan mata uang baru dan memberlakukan penggunaan bahasa Arab di semua daerah kekuasaan Bani Umayyah. c. Situasi Keagamaan

Dalam bidang keagamaan, pada masa Bani Umayyah ditandai dengan munculnya berbagai aliran keagamaan yang bercorak politik ideologis. Mereka itu antara lain golongan Syi’ah, Khawarij dengan berbagai sektenya: Azariqah, Najdat Aziriyah, Ibadiyah, Ajaridah dan Shafariyah, golongan Mu’tazilah, Maturidiyah, Asy’ariyah, Qadariyah, dan Jabariyah.

2. Pendidikan pada masa Dinasti Umayyah

(37)

peningkatan ilmu agama dan umum. Lembaga-lembaga yang dibuat oleh Dinasti Umayyah antara lain: Istana, Badiah, al-Bimaritsan, dan Perpustakaan.

Pengelolaan pendidikan dapat diartikan sebagai kegiatan merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), melaksanakan (actualing), mengawasi (controling), membina (supervising), dan menilai (evaluating) hal-hal yang berkaitan dengan seluruh aspek pendidikan: kurikulum, proses belajar mengajar, hasil pembelajaran, kinerja para guru dan staf, pelayanan administrasi pendidikan, dan respon masyarakat.

B. Saran

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin. 2011. Dikotomi Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nata, Abuddin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

(39)

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA DINASTI BANI ABBASYIAH

MAKALAH

Disusun dan Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Matakuliah: Sejarah Pendidikan Islam Dosen Pengampu: Kholid Mawardi, S.Ag., M.Hum.

Disusun Oleh Kelompok 4 :

Naeni Fitriana (1423305072)

Sandra Yuliani (1423305081)

Sari Hikmawati (1423305082)

Untung Setyo A. (1423305088)

PROGRAM STUDI PENDIDIKABN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH JURUSAN PENDIDIKAN MADRASAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO

(40)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam mengalami kemajuan pesat dalam bidang pendidikan yaitu pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan puncak perkembangan pendidikan Islam di dunia. Pusat perkembangan terdapat dalam bidang pendidikan agama dan bidang pendidikan umum beserta tokoh-tokoh yang berperan dalam perkembangan pendidikan tersebut.

Pendidikan Islam berkembang pesat pada masa Bani Abbasyiyah yaitu pada masa pemerintahan Harun Rasyid. Pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid, pendidikan Islam sangat berkembang pesat sehingga banyak ilmu-ilmu baru yang sampai saat ini terus dikembangkan, misalnya dalam ilmu umum diantaranya bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika, dan lain-lain. Juga dalam ilmu agama diantaranya tafsir, kalam, tasawuf, dan lain-lain.

Pada saat itu, mayoritas umat Muslim sudah bisa membaca, menulis, dan dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan baik. Pada masa ini murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah.Pendidikan di tingkat dasar ini diselenggarakan di Masjid, dimana al-Quran merupakan buku teks wajib. Pada tingkat pendidikan menengah diberikan penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah diajarkan pada tingkat pendidikan dasar. Selanjutnya pada tingkat universitas sudah diberikan spesialisasi, pendalaman dan analisa.

Dalam makalah ini akan membahas mengenai kemajuan-kemajuan pendidikan yang dicapai pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dituliskan rumusan masalah sebagai berikut:

(41)

2. Apa saja lembaga-lembaga dan kurikulum pendidikan pada masa Bani Abbasiyah?

3. Bagaimana kemajuan pendidikan Islam pada masa Bani Abbasiyah? 4. Apa tujuan, metode, dan materi pendidikan pada masa Bani Abbasiyah? 5. Siapa saja tokoh-tokoh atau ilmuwan pada masa Bani Abbasiyah?

C. Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka dapat diperoleh tujuan dari penulisan rumusan masalah tersebut, sebagai berikut: 1. Untuk menjelaskan sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah.

2. Untuk mengetahui lembaga-lembaga dan kurikulum pendidikan pada masa Bani Abbasiyah.

3. Untuk menjelaskan kemajuan pendidikan Islam pada masa Bani Abbasiyah. 4. Untuk mengetahui tujuan, metode, dan materi pendidikan pada masa Bani

Abbasiyah.

(42)

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah

Dinasti Bani Abbassiyah terbentuk melalui proses perebutan kekuasaan dari Bani Umayyah. Dengan dasar pemikiran bahwa kekuasaan harus berasal dari keturunan yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW, maka Abu al-Abbas al-Saffah yang masih ada hubungan kekerabatan dengan Nabi yang didukung oleh seorang panglima yaitu, Abu Muslim al-Khurasani serta berbagai kelompok pemberontak, seperti kaum Syiah, oposisi pimpinan al-Mukhtar dan lainnya, berhasil mengalahkan khalifah Bani Umayyah terakhir, yaitu Khalifah Marwan II pada tahun 750 M. /132 H.

Dinasti Abbasiyah tergolong yang paling lama berkuasa, yaitu mulai dari Abu al-Abbas Assafah di tahun 750 M sampai dengn Al-Mu’tashim di tahun 1258 M. Dalam waktu selama lebih dari lima abad tersebut kepemimpinan dinasti Abbasiyah dipegang oleh lebih dari 37 khalifah. Namun dari 37 orang khalifah Bani Abbas tersebut ada lima khalifah yang paling terkenal, yitu Abu Abbas Saffah, Abu Ja’far Mansur, Mahdi, Harun Rasyid, dan al-Ma’mun24.

Masa kedaulatan Abbasiyah berlangsung selama 508 tahun, sebuah rentang sejarah yang cukup lama dalam sebuah peradaban. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode25, yaitu:

1) Periode I (132 H./750 M.-232 H./847 M.), masa pengaruh Persia pertama. 2) Periode II (232 H./847 M.-334 H./945 M.), masa pengaruh Turki pertama. 3) Periode III (334 H./945 M.-447 H./1055 M.), masa kekuasaan dinasti

Buwaih, masa pengaruh Persia kedua.

4) Periode IV (447 H./1055 M.-590 H./1194 M.), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk, pengaruh Turki kedua.

24Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm. 49. 25 Baharuddin, dkk., Dikotomi Pendidikan Islam, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011),

(43)

5) Periode V (590 H./1194 M.-656 H./1258 M.), masa kebebasan dari pengaruh dinasti lain.

Puncak pencapaian kemajuan peradaban Islam pada dinasti Abbasiyah terjadi pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid (786 M.-809 M.). Kekayaan yang dimiliki khalifah Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Makmun digunakan untuk kepentingan sosial seperti: lembaga pendidikan, kesehatan, rumah sakit, pendidikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasan. Al-makmun khalifah yang cinta kepada ilmu dan banyak mendirikan sekolah26.

B. Lembaga-Lembaga Pendidikan Pada Masa Bani Abbasiyah

Sebelum timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat non fomal.Lembaga-lembaga ini berkembang terus dan bahkan bersamaan dengannya tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk lembaga pendidikan non formal yang semakin luas. Diantara lembaga-lembaga pendidikan Islam yang becorak non formal tersebut adalah27:

1) Kuttab Sebagai Lembaga Pendidikan Dasar

Kuttab atau maktab berasal dari kata dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis.Jadi kataba adalah tempat belajar menulis. Sebelum datangnya Islam Kuttab telah ada di negeri Arab, walaupun belum banyak dikenal.28

Inti pokok pendidikan di Kuttab pada mulanya adalah membaca dan menulis, karena masih terbatasnya lembaga Kuttab sebelum Islam. Maka ketika Islam lahir baru 17 orang penduduk Makkah yang pandai membaca dan menulis. Kemudian pada akhirnya, pada abad pertama Hijriyah mulailah timbul jenis Kuttab, yang disamping memberikan pelajaran menulis dan membaca, juga mengajarkan membaca al-Qur’an dan

pokok-26Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 46.

27Zuhairi Muchtarom, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 89.

(44)

pokok ajaran Islam. Pada mulanya, Kuttab jenis ini, merupakan pemindahan dari pengajaran al-Qur’an yang berlangsung di Masjid, yang sifatnya umum. Diantara penduduk Makkah yang mula-mula belajar menulis huruf Arab di Kuttab ialah Sufyan ibnu Umayyah ibnu Abdu Syams dan Abu Qais Ibnu Abdi manaf ibnu Zuhroh ibnu Kilab.

2) Pendidikan Rendah di Istana

Corak pendidikan anak-anak di Istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di Kuttab-kuttab, pada umumnya di Istana para orang tua siswa (para pembesar istana) yang membuat rencana pembelajaran selaras dengan anaknya dan tujuan yang ingin dicapai orang tuanya. Rencana pelajaran untuk pendidikan di Istana pada garis besarnya sama dengan pelajaran pada Kuttab-kuttab hanya sedikit ditambah dan dikurangi sesuai dengan kehendak orang tua mereka29.

Guru yang mengajar di Istana disebut Muaddib.Kata muaddib berasal dari kata adab yang berarti budi pekerti atau meriwayatkan. Guru pendidikan di Istana disebut Muaddib karena berfungsi mendidik budi pekerti dan mewariskan kecerdasan dan pengetahuan-pengetahuan orang-orang terdahulu kepada anak-anak pejabat30.

3) Rumah-Rumah Para Ulama’ (Ahli Ilmu Pengetahuan)

Walaupun sebenarnya, rumah bukanlah merupakan tempat yang baik untuk tempat memberikan pelajaran namun pada zaman kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, banyak juga rumah-rumah para ulama’ dan ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini disebabkan karena ulama’ dan ahli yang bersangkutan yang tidak mungkin memberikan pelajaran di masjid, sedangkan pelajar banyak yang berminat untuk mempelajari ilmu pengetahuan daripadanya.

(45)

Diantara rumah ulama’ terkenal yang menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Gazali, Ali ibnu Muhammad Al-Fasihi, Ya’kub Ibni Killis, Wazir khalifah Al-Aziz Billah Al-fatimy, dan lain-lainnya.

4) Toko-toko kitab

Pada permulaan masa Dinasti Abbasiyah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam sudah tumbuh dan berkembang dan diikuti oleh penulisan kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, maka berdirilah toko-toko kitab.

5) Perpustakaan

Para ulama’dan sarjana dari berbagai macam keahlian, pada umumnya menulis buku dalam bidangnya masing-masing dan selanjutnya untuk diajarkan atau disampaikan kepada para penuntut ilmu. Bahkan para ulama’dan sarjana tersebut memberikan kesempatan kepada para penuntut ilmu untuk belajar diperpustakaan pribadi mereka.

Pada masa itu dibangunlah perpustakaan-perpustakaan di negeri-negeri Islam. Bangunan-bangunan ini dilengkapi dengan kamar-kamar dan ruang-ruang yang banyak untuk bermacam-macam keperluan.

Perpustakaan-perpustakaan pada masa ini banyak yang dihasilkan oleh pemerintah atau merupakan wakaf dari para ulama dan sarjana. Baitul Hikmah di Baghdad yang didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid, adalah salah satu contoh dari perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi buku-buku islam dan bahasa Arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu, dan berbagai buku terjemahan dari bahasa-bahasa Yunani, Persia, India, dan Aramy31.

Baitul hikmah di Baghdad yang didirikan khalifah Al-Rasyid adalah merupakan salah satu contoh dari perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa Arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang pada masa itu.32 Perpustakaan pada

(46)

masa itu lebih merupakan sebuah universitas karena disamping terdapat kitab-kitab, disana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.33

6) Masjid

Pada masa Bani Abbas dan masa perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang didirikan oleh para pengusaha pada umumnya di lengkapi dengan berbagai macam sarana dan fasilitas untuk pendidikan.34

Di dunia Islam, di zaman Dinasti Abbasiyah masjid-masjid berkembang dengan pesatnya. Di Kota Baghdad saja ada 30.000 masjid, di Kota Iskandaria 12.000 masjid, Damaskus 500 masjid. Masjid-masjid tersebut telah berubah fungsi, tidak hanya untuk tempat beribadah juga dipakai tempat kegiatan sosial kemasyarakatan. Materi pelajaran yang diajarkan di masjid tidak hanya terbatas kepada ilmu-ilmu naqliyah saja, tetapi juga mencakup ilmu-ilmu ‘Aqliyah35.

Fungsi masjid pada masa Abbasiyah umumnya dilengkapi dengan berbagai macam sarana dan fasilitas untuk pendidikan. Tempat pendidikan anak-anak, tempat-tempat untuk pengajian dari ulama-ulama yang merupakan kelompok-kelompok halaqah, tempat untuk berdiskusi dan munazarah dalam berbagai ilmu pengetahuan, dan juga dilengkapi dengan ruangan perpustakaan dengan buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai macam ilmu yang cukup banyak.

7) Madrasah

Dalam sejarah, madrasah ini mulai muncul di zaman khalifah Bani Abbas, sebagai kelanjutan dari pendidikan yang dilaksanakan di masjid dan tempat lainnya. Minat masyarakat untuk mempelajari ilmu di Halaqah yang ada di masjid makin meningkat dari tahun ke tahun, dsan menimbulkan kegaduhan akibat dari suara para pengajar dan siswa yang berdiskusi dan lainnya yang mengganggu kekhusukan shalat. Selain itu, berdirinya madrasah ini juga karena ilmu pengetahuan dan berbagai keterampilan semakin berkembang, dan untuk mengajarkannya diperlukan guru yang

(47)

banyak, peralatan belajar mengajar yang lebih lengkap, serta pengaturan administrasi yang lebih tertib. Selain itu, madrasah juga didirikan dengan tujuan untuk memasyarakatkan ajaran atau paham keagamaan dan ideologi tertentu.

8) Al-Ribath

Secara harfiah al-ribath berarti ikatan yang mudah di buka. Sedangkan dalam arti yang umum, al ribath adalah tempat untuk melakukan latihan, bimbingan, dan pengajran bagi calon sufi. Di dalam al-ribath tersebut terdapat beberapa ketentuan atau komponen yang terkait dengan pendidikan tasawuf, misalnya komponen guru yang terdiri dari syekh (guru besar), mursyid (guru utama), mu’id (asisten guru), dan mufid (fasilitator). Murid pada al-ribath dibagi sesuai dengan tingkatannya, mulai dari ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah. Adapun bagi yang lulus diberikan pengakuan berupa ijazah36.

C. Kurikulum Pendidikan Pada Masa Abbasiyah

Kurikulum yang dikembangkan dalam pendidikan Islam saat itu, yaitu:

1. Kurikulum pendidikan tingkat dasar terdiri dari: pelajaran membaca, menulis, tata bahasa, hadist, prinsip-prinsip dasar Matematika dan pelajaran syair. Ada juga yang menambahnya dengan mata pelajaran nahwu dan cerita-cerita. Ada juga kurikulum yang dikembangkan sebatas menghafal Al-Quran dan mengkaji dasar-dasar pokok agama.

2. Kurikulum pendidikan menengah terdiri dari: lanjutan dari tingkat dasar hanya ditambah dengan ilmu nahwu, ilmu pasti, mantiq, tarikh, ilmu-ilmu alam, musik.Di samping itu, ada terdapat mata pelajaran yang bersifat kejuruan. Misalnya untuk menjadi juru tulis dikantor-kantor. Selain dari belajar bahasa, murid disini harus belajar surat menyurat, pidato, diskusi, berdebat, serta tulisan indah.

3. Kurikulum pada pendidikan tinggi. Pada pendidikan tinggi, kurikulum sejalan dengan fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk

36Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Perdana Media Group,

(48)

memperdalam masalah agama, menyiarkan dan mempertahankannya. Akan tetapi bukan berarti pada saat itu, yang diajarkan hanya seputar agama, karena ilmu yang erat kaitannya dengan agama seperti bahasa, sejarah, tafsir dan hadis juga diajarkan.37

D. Kemajuan Pendidikan IslamPada Masa Bani Abbasiyah

Pada masa Abbasiyah banyak kemajuan-kemajuan dalam bidang pendidikan diantaranya yaitu:

1. Kemajuan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Bani Abbas

Dibidang ilmu pengetahuan masaAbbasiyah mencatat dimulainya sistemasi beberapa cabang keilmuan seperti Tafsir, Hadits, dan Fiqh. Khususnya sejak tahun 143 H. para ulama mulai menyusun buku dalam bentuknya yang sistematis baik dibidang ilmu tafsir, hadits, maupun ilmu fiqh.

Diantara ulama tersebut yang terkenal adalah Ibnu Juraij (w.150 H.) yang menulis kumpulan hadisnya di Mekah, Malik Ibn Anas (w.171 H.) yang menulis al muwatta` nya di Madinah, Al Awza`I di wilayah Syam, Ibn Abi Urubah dan Hammad Ibn salamah di Basrah, Ma`mar di Yaman, Sufyan Al Tsauri di Kufah, Muhamad Ibn Ishaq (w.175 H.) yang menulis buku sejarah (Al Maghazi) Al Layts Ibn Sa`ad (w.175 H.) serta Abu Hanifah.

Perkembangan ilmu pengetahuan ini jika ditilik dari penggolongan ilmu ke dalam ilmunaqli(ilmu yang berhubungan dengan agama Islam dan bersumber dari wahyu; al-Qur’an dan Hadis) dan ilmu aqli (ilmu yang didasarkan pada pemikiran akal atau rasio), maka perkembangan keilmuan di masa daulah Abbasiyah diantaranya38:

b. Ilmu Tafsir

Al Quran adalah sumber utama dalam agama Islam. oleh karena itu semua perilaku umat Islam harus berdasarkan kepadanya, hanya saja tidak

(49)

semua bangsa Arab memahami arti yang terkandung di dalamnya. Maka bangunlah para sahabat untuk menafsirkan, ada dua cara penafsiran, yaitu: 1. Tafsir bi al ma`tsur, yaitu penafsiran Al-Quran berdasarkan sanad

meliputi al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan al-Hadits.Ahli tafsir bi al ma`tsur dipelopori oleh As Subdi (w.127 H.), Muqatil bin Sulaiman (w.150 H.), dan Muhamad Ishaq

2. Tafsir bi ar ra`yi, yaitu penafsiran Al-Qur’an dengan mempergunakan akal dengan memperluas pemahaman yang terkandung didalamnya. Tafsir bi ar ra`yi banyak dipelopori oleh golongan Mu`tazilah.Mereka yang terkenal antara lain Abu Bakar al Asham (w.240 H.), Abu Muslim al Asfahani (w.522 H.) dan Ibnu Jarwi al Asadi (w.387 H.).39

c. Ilmu Hadits

Hadis adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Karena kedudukannya itu, maka setiap Muslim selalu berusaha untuk menjaga dan melestarikannya. Pada masa Abbasiyah, kegiatan pengkodifikasian atau pembukuan hadits dilakukan dengan giat sebagai kelanjutan dari usaha para ulama sebelumnya. Sejarah penulisan hadis-hadis Nabi memunculkan tokoh-tokoh seperti Ibn Juraij, Malik ibn Anas, juga Rabi` ibn Sabib (w.160 H.) dan ibn Al Mubarak (w.181 H.).

Selanjutnya pada awal-awal abad ketiga, muncul kecenderungan baru penulisan hadits Nabi dalam bentuk musnad. Di antara tokoh yang menulis musnad, antara lain Ahmad ibn Hanbal, Ubaydullah ibn Musa al `Absy al Kufi, Musaddad ibn Musarhad al Basri, Asad ibn Musa al Amawi dan Nu’aim ibn Hammad al Khuza’i, perkembangan penulisan hadits berikutnya, masih pada era Abbasiyah, yaitu mulai pada pertengahan abad ketiga, muncul tren baru yang bisa dikatakan sebagai generasi terbaik sejarah penulisan hadits, yaitu munculnya kecenderungan penulisan hadits yang di dahului oleh tahapan penelitian dan pemisahan hadits-hadits sahih dari yang dha’if sebagaimana dilakukan oleh al Bukhari (w.256 H.), Muslim (w.261 H.), Ibn Majah (w.273 H.), Abu Dawud (w.275 H.), Al Tirmidzi

(50)

(w.279 H.), serta Al Nasa’I (w.303 H.), yang karya-karya haditsnya dikenal dengan sebutan Kutubu Al- Sittah.

d. Ilmu Kalam

Lahirnya ilmu kalam karena dua faktor: pertama, untuk membela Islam dengan bersenjatakan filsafat. Kedua, karena semua masalah termasuk masalah agama telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu. Diantara tokoh ilmu kalam yaitu: wasil bin Atha’, Baqilani, Asy’ary, Ghazali, Sajastani dan lain-lain.

e. Ilmu Fiqh

Ilmu Fiqh pada zaman ini juga mencatat sejarah penting, dimana para tokoh yang disebut sebagai empat imam mazhab fiqh hidup pada era tersebut, yaitu Abu Hanifah (w.150 H), Malik ibn Anas (w.179 H), Al Shafi’I (w.204 H), dan Ahmad ibn Hanbal (w.241 H). Dari sini memunculkan dua aliran yang berbeda dalam metode pengambilan hukum, yaitu ahli hadits dan ahli ra`yi. Ahli hadits dalam pengambilan hukum, menggunakan metode yang dipakai adalah mengutamakan hadits-hadits nabi sebagai rujukan dalam Istinbat al ahkam. Pemuka aliran ini adalah Imam Malik dengan pengikutnya, pengikut imam Syafi’i, pengikut Sufyan, dan pengikut Imam Hanbali.Sedangkan ahli ra’yi adalah aliran yang memepergunakan akal dan fikiran dalam menggali hukum.Pemuka aliran ini adalah Abu Hanifah dan teman-temannya fuqaha dari Iraq40.

f. Ilmu Tasawuf

Ilmu tasawuf yaitu ilmu syariat. Inti ajarannya ialah tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan atau menjauhkan diri dari kesenangan dan perhiasan dunia. Dalam sejarahnya sebelum muncul aliran tasawuf, terlebih dulu muncul aliran zuhud. Aliran ini muncul pada akhir abad I dan permulaan abad II H., sebagai reaksi terhadap hidup mewah khalifah dan keluarga serta pembesar-pembesar Negara sebagai akibat kejayaan yang diperoleh setelah Islam meluas ke Syria, Mesir, Mesopotamia, dan Persia. Aliran zuhud mulai nyata kelihatan

Referensi

Dokumen terkait

Bilal bin Rabbah adalah seorang hamba sahaya yang berasal dari Abessinia (Ethiopia). Dia dibeli oleh Umayah bin Khalaf, salah seorang pemuka kaum kafir Quraisy

UJI PUBLIK.. Nabi Muhammad Saw. dalam melaksanakan dakwahnya mendapatkan tekanan dari kaum Kafir Quraisy. Tekanan yang dimaksud, antara lain Nabi Muhammad Saw. dibujuk

Hanya dalam 2 minggu Rasulullah saw dan para Sahabat keluar dari Madinah menuju Hamra’ul Asad ini telah mampu membalas dan mengusir kafir Quraisy lari terbirit-birit ke Makkah, dan

Umar juga menghapus pajak terhadap kaum muslimin, mengurangi beban pajak yang berasal dari Kaum Nasrani, membuat takaran dan timbangan yang adil, membasmi cukai, pajak, dan

Jumlah nilai = nilai pengisian centang + kolom contoh peristiwa. Jika peserta didik dapat menuliskan tentang tanggapan orang kafir Quraisy atas hijrah nabi dengan lengkap

 Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya mendapatkan perlawanan dan tekanan yang sangat berat dari kaum kafir Quraisy Mekkah dan orang-orang Yahudidalam

Q.S An-Nisa: 135.19 Adapun nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam piagam madinah adalah sebagai berikut: Pasal 2: Kaum Muhajirin dan Quraisy tetap mempunyai hak asli former

Secara historikal anime juga memiliki perkembangan yang sangat pesat dari tahun ke tahun, ini yang menjadi pemicu besar sehingga anime itu bukan cuma sekedar hiburan belaka tetapi sudah