• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN ANALISIS KEBIJAKAN REVIEW REGULASI TENTANG INVESTASI DAN EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN ANALISIS KEBIJAKAN REVIEW REGULASI TENTANG INVESTASI DAN EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN ANALISIS KEBIJAKAN

REVIEW REGULASI

TENTANG INVESTASI DAN EKSPOR KOMODITAS

PERTANIAN

Tim Peneliti: Erwidodo Handewi P. Saliem Ening Ariningsih Ashari

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

SEKRETARIAT JENDERAL

KEMENTERIAN PERTANIAN

2018

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan karunia-Nya, sehingga kegiatan analisis kebijakan (anjak) tentang “Review Regulasi tentang Investasi dan Ekspor Komoditas Pertanian” dapat diselesaikan dengan baik. Kajian anjak ini merupakan review dan sintesis dari berbagai produk regulasi terkait dengan investasi dan ekspor, terutama di sektor pertanian. Hasil anjak diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah untuk menarik investasi dan mendorong ekspor komoditas pertanian.

Pemerintah memiliki keinginan yang kuat untuk menjadikan investasi dan ekspor sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Untuk merespons hal tersebut, Kementerian Pertanian telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan investasi dan ekspor beberapa komoditas pertanian. Namun demikian, belum diperoleh informasi tentang langkah-langkah, kebijakan, dan peraturan yang diperlukan dalam melaksanakan dan mencapai target peningkatan ekspor dan investasi tersebut. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk dilakukan review tentang kebijakan dan peraturan di sektor pertanian yang berlaku sampai saat ini terkait investasi dan ekspor produk pertanian.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam memberikan informasi, melaksanakan, dan menyusun kajian anjak ini. Semoga hasil kajian memberikan manfaat khususnya bagi pihak yang menangani investasi dan ekspor dan komoditas pertanian baik di tingkat pusat mauoun di daerah.

Bogor, Desember 2018 Kepala Pusat,

Dr. Abdul Basit

(3)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... iii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Tujuan... 3

BAB II. METODOLOGI... 4

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 5

3.1. Review Kebijakan dan Regulasi Investasi... 5

3.2. Review Kebijakan Investasi dan Ekspor-Impor Pertanian…………..……….. 13 3.3. Review Kebijakan Investasi dan Perdagangan Negara ASEAN... 16 3.3.1. Kebijakan Investasi dan Perdagangan Malaysia... 16

3.3.2. Kebijakan Investasi dan Perdagangan Vietnam... 23

3.3.3. Kebijakan Investasi dan Perdagangan Thailand... 33

3.4. Kinerja Investasi Indonesia di Sektor Pertanian………. 36

3.5. Kinerja Perdagangan dan Ekspor Pertanian Indonesia……….. 43

3.6. Fakta Empiris Kinerja Investasi dan Ekspor Hortikultura………….. 45

3.6.1. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Barat………. 45

3.6.2. Petani dan Eksportir Hortikultura……… 48

3.6.3. PMA dan Produsen Benih Hortikultura………. 51

BAB IV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN……… 56

4.1. Kesimpulan... 56

4.2. Implikasi Kebijakan………... 61

(4)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Realisasi Investasi PMDN dan PMA di Indonesia, 2010-2017 ………….. 36

Tabel 2. Investasi PMDN di sektor pertanian dan industri makanan di Indonesia, 2010-2017... 38

Tabel 3. Realisasi PMA di sektor pertanian dan industri makanan di Indonesia, 2010-2017... 40

Tabel 4. Realisasi Nilai FDI Intra-ASEAN, 2010-2017 ……….. 40

Tabel 5. Realisasi Nilai FDI Dunia ke ASEAN, 2010-2017 ……….. 42

(5)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Konsumsi dan belanja pemerintah selama ini merupakan sumber utama pertumbuhan ekonomi nasional, sementara kontribusi dari investasi dan perdagangan relatif kecil. Pemerintah menyadari bahwa pertumbuhan konsumsi diperkirakan akan melandai dan anggaran pemerintah terbatas untuk merealisasi target pertumbuhan ekonomi. Meskipun telah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, termasuk program pengampunan pajak (tax amnesty), namun belum mencapai target penerimaan untuk mendanai biaya pembangunan. Oleh karenanya, ke depan pemerintah menjadikan investasi dan ekspor sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut disampaikan pimpinan negara dalam Sidang Kabinet terbatas bahwa pemerintah akan menggenjot kinerja investasi dan perdagangan (khususnya ekspor) sebagai sumber pertumbuhan baru perekonomian nasional.

Langkah untuk memacu pertumbuhan investasi telah beberapa kali dilakukan, termasuk melakukan perubahan regulasi investasi di sektor pertanian. Hal ini dilakukan dengan merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI), yakni dengan cara membuka bidang usaha yang sebelumnya tertutup menjadi terbuka dengan persyaratan dan mengurangi atau menghilangkan persyaratan pada bidang usaha semula terbuka dengan persyaratan, termasuk persyaratan batas maksimum kepemilikan modal asing (PMA). Namun, Pemerintah masih tetap mencadangkan bidang-bidang usaha yang terbuka hanya untuk usaha menengah dan kecil dalam negeri (UMKM).

Pemerintah telah bertekad untuk meningkatkan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment-FDI) baik intra-ASEAN maupun dari luar ASEAN. Namun, tekad ini belum sepenuhnya terwujud, terlihat dari besarnya nilai dan laju pertumbuhan investasi asing yang masuk ke Indonesia. Data yang ada menunjukkan bahwa FDI yang masuk ke Indonesia masih di bawah Singapore dan Thailand, bahkan mulai disusul oleh Vietnam. Situasi ini tidak hanya karena kebijakan investasinya yang cenderung tertutup bagi PMA, tetapi juga ada faktor lain yang menghambat masuknya FDI. Relatif rendahnya indeks daya saing global (Global

(6)

2

Competitiveness Index) dan indeks kemudahan berusaha (Ease for Doing Business Index) merupakan indikator penjelas kecilnya realisasi investasi di Indonesia, baik investasi PMA maupun PMDN.

Mengacu kepada indeks kemudahan berusaha dari Bank Dunia (Ease of Doing Business Index) dari 190 negara di tahun 2016, Indonesia menduduki urutan ke-91, jauh di bawah Singapore (2), Malaysia (23), Thailand (46), Brunei (72), Vietnam (82), sedikit di atas Philippines (99). Situasi inilah yang diperkirakan menjadi perhatian serius dan alasan kuat pemerintah untuk terus berbenah menciptakan iklim investasi dan usaha yang kondusif agar lebih berdaya saing dan memacu ekspor khususnya ekspor komoditas pertanian.

Paket kebijakan ekonomi dan langkah deregulasi terus dilakukan pemerintah. Sejak mengawali pemerintahan akhir 2014 sampai 2017, Pemerintahan Presiden Jokowi telah meluncurkan 15 paket kebijakan ekonomi dan yang terbaru pada 16 November 2018 meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi ke-16, yang bertujuan untuk mendorong investasi, memperkuat perekonomian nasional, meningkatkan ekspor dan menekan defisit neraca berjalan.

Langkah pembenahan dan peningkatkan layanan investasi telah dilakukan pemerintah dengan dibentuknya sistem pelayanan terpadu satu atap mulai dari tingkat pusat sampai di tingkat kabupaten. Dalam upaya percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha, pemerintah memandang perlu menerapkan pelayanan Perizinan Investasi dan Berusaha terintegrasi secara elektronik. Atas dasar pertimbangan tersebut, pada tanggal 21 Juni 2018, Presiden RI telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission-OSS).

Di tingkat pusat, langkah ini mulai memperlihatkan dampak positifnya di mana waktu yang dibutuhkan untuk mengurus dan memperoleh izin menjadi jauh lebih cepat, sedangkan untuk langkah untuk meningkatkan koordinasi pusat dan daerah masih terus dilakukan. Presiden, sebagai kepala pemerintahan, telah memerintahkan kepada para Menteri untuk menghapus semua aturan (peraturan Menteri, surat edaran Direktur Jenderal dan petunjuk teknis) yang menghambat dan menggantinya dengan peraturan yang memfasilitasi upaya peningkatkan investasi

(7)

3

dan ekspor di masing-masing sektor yang menjadi tanggung jawabnya. Perintah yang sama diberikan kepada para Kepada Daerah, baik provinsi maupun kabupaten, untuk menghapus semua aturan yang menghambat investasi dan ekspor di wilayah kerjanya.

Menindaklanjuti perintah Presiden tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) telah menyusun rencana peningkatan ekspor beberapa komoditas pertanian. Namun, belum diperoleh informasi tentang langkah-langkah, kebijakan, dan peraturan yang diperlukan dalam melaksanakan dan mencapai target peningkatan ekspor komoditas pertanian. Demikian juga, belum diperoleh informasi tentang langkah-langkah, kebijakan, dan peraturan di lingkup Kementan dalam upaya meningkatkan investasi di sektor pertanian. Oleh karena itu, dipandang perlu untuk dilakukan review tentang kebijakan dan peraturan di sektor pertanian yang berlaku sampai saat ini terkait investasi dan ekspor produk pertanian.

1.2. Tujuan

Kajian ini bertujuan untuk mereview berbagai kebijakan yang tertuang dalam aturan perundangan (UU), peraturan pemerintah, Peraturan Presiden (Perpres), peraturan/keputusan menteri dan aturan lain terkait dengan investasi dan ekspor komoditas pertanian. Secara lebih detail review akan dilakukan terhadap kebijakan dan peraturan investasi dan ekspor di lingkup Kementan. Review juga akan dilakukan terhadap kebijakan investasi dan ekspor pemerintah Malaysia, Vietnam, dan Thailand yang terbukti mampu mengantarkan kedua negara menjadi eksportir komoditas pertanian kelas dunia.

(8)

4

II. METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam kajian ini bersifat deskritif analitis dengan menelaah aturan-aturan yang terkait investasi dan ekspor komoditas pertanian baik yang bersifat mendorong (positif) maupun yang menghambat (negatif) investasi dan ekspor komoditas pertanian. Untuk memperkaya pemahaman terhadap performa dan hambatan investasi juga dilakukan kunjungan ke daerah/lapang di Provinsi Jawa Barat. Kunjungan dimaksudkan sebagai verifikasi sekaligus untuk menghimpun masukan yang konstruktif dari para stakeholder yang terkait dengan kegiatan investasi dan ekspor komoditas pertanian.

Dalam kajian ini dilakukan pendekatan berikut: (i) review kebijakan dan peraturan investasi dan perdagangan (ekspor) komoditas pertanian tahun 2010-2017, (ii) wawancara dengan pelaku usaha/eksportir, dan (iii) Focus Group Discussion (FGD) untuk mendapatkan umpan balik dari hasil review.

(9)

5

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Review Kebijakan dan Regulasi Investasi

Terdapat enam Undang-undang (UU) yang terkait dengan upaya peningkatan investasi di Indonesia, khususnya sektor pertanian baik PMA maupun PMDN. Keenam UU tersebut adalah: (i) UU No 41/1999 jo No. 19/2012 tentang Kehutanan; (ii) UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal; (iii) UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang; (iv) UU No. 39/2014 tentang Perkebunan; (v) UU No. 41/2014 tentang Perubahan atas UU No.18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan; dan (vi) UU No. 13/2010 tentang Hortikultura. Dalam masing-masing UU tersebut terdapat pasal-pasal yang terkait langsung dengan kegiatan investasi sektor pertanian. Penjabaran lebih rinci tentang pasal-pasal yang tertuang dalam UU tersebut diikuti dengan Peraturan Pemerintah dan atau Peraturan Menteri1.

Untuk UU No. 41/1999 jo No. 19/2012 tentang Kehutanan, terdapat tiga peraturan yaitu berupa Peraturan Pemerintah RI dan dua Peraturan Menteri LHK yang mengatur tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan secara parsial melalui tukar-menukar kawasan hutan, dan pelepasan kawasan hutan secara rinci. Di antara tiga peraturan tersebut, terdapat Peraturan Menteri LHK No. P.81/MenLHK/Sekjen/KUM.1/10/2016 tentang Kerjasama Penggunaan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Peraturan ini sebagai acuan kerjasama dalam penyelenggaraan usaha pengembangan tanaman pangan dan ternak yang bertujuan untuk menjamin pencapaian produksi pangan nasional, dengan menerapkan prinsip tata kelola hutan yang baik. Pasal 4 aturan tersebut menyebutkan bahwa jenis komoditas yang dapat diusahakan dalam sistem pengelolaan hutan berkelanjutan dalam kawasan hutan produksi meliputi tebu, padi, jagung, dan sapi.

Untuk UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, terdapat beberapa pasal yang terkait dengan investasi di antaranya adalah Pasal 4 tentang Kebijakan Dasar Penanaman Modal; Pasal 5 tentang Bentuk Badan Usaha dan Kedudukan; Pasal 12 mengenai Bidang Usaha; Pasal 14, 15 dan 16, tentang Hak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Penanam Modal. Sedangkan Pasal 18, 20, 21, dan 22

(10)

6

menyebutkan tentang pemberian fasilitas penanaman modal berupa pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan, keringanan atau pembebasan bea masuk, kemudahan pelayanan dan/atau perizinan untuk memperoleh hak atas tanah, fasilitas keimigrasian, dan fasilitas perizinan impor.

Masih terkait dengan UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal ada Peraturan Presiden No. 44/2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal. Dalam hal ini Pemerintah Indonesia berusaha untuk memperbaiki ketentuan daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal (Daftar Negatif Investasi/DNI).

Daftar Negatif Investasi (DNI), yang diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres), terdiri dari daftar (i) usaha yang tertutup untuk penanaman modal, dan (ii) usaha terbuka dengan persyaratan. Adapun persyaratan yang berlaku mencakup: (a) dicadangkan untuk UMKMK (Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi), (b) kemitraan, (c) Kepemilikan modal asing, (d) Lokasi tertentu, (e) Perizinan khusus, (f) Modal dalam negeri 100%, (g) Kepemilikan modal asing serta lokasi, (h) Perizinan khusus dan kepemilikan modal asing, (i) Modal dalam negeri 100% dan perizinan khusus, (j) Persyaratan kepemilikan modal asing dan/atau lokasi bagi penanam modal dari negara‐negara ASEAN.

Di bidang usaha pertanian, revisi Perpres DNI No. 36/2010 ke Perpres No. 39/2014 tidak mengalami perubahan, kecuali perubahan yang terkait dengan batas maksimal kepemilikan modal asing di bidang usaha hortikultura. Kepemilikan asing untuk usaha hortikultura dari yang semula tidak diatur secara khusus dalam Perpres No. 36/20102 menjadi maksimal 30% dalam Perpres No. 39/2014, sesuai dengan amanat UU No. 13/2010 tentang Hortikultura.

Didorong keinginan pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja, kembali pada tahun 2016, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan investasi dalam bentuk revisi DNI dari Perpres No. 39/2014 menjadi Perpres No. 44/2016. Investasi dalam bidang usaha tanaman pangan pokok dengan luas lebih dari 25 ha tidak lagi memerlukan rekomendasi Menteri Pertanian dengan

2DalamPerpres No 36/2010 bidang usaha hortikultura tidak diatur secara khusus. Jika hortikultura dimasukkan

dalam bidang usaha tanaman pangan lain, maka modal asing maksimal adalah 49%, sedangkan pada Perpres No 39/2014 maksimal kepemilikan asing (sesuai UU Hortikultura No. 13/2010) adalah 30%.

(11)

7

modal asing maksimal tetap sebesar 49%. Rekomendasi Menteri Pertanian juga tidak lagi diperlukan dalam kegiatan investasi di bidang usaha perkebunan dengan luas lebih dari 25 ha, digantikan dengan kewajiban untuk mengembangkan kebun plasma sebesar 20%, dengan maksimum kepemilikan asing masih tetap 95%.

Dampak perubahan kebijakan investasi dalam bentuk revisi DNI, yakni dari Perpres No. 36/2010 menjadi Perpres No. 39/2014 dan yang terakhir Perpres No. 44/2016, telah dievaluasi dari kinerja sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura, mencakup perkembangan investasi dan kinerja perdagangan (ekspor-impor) selama periode 2010-2016 (Erwidodo et al., 2018).

Selain itu, dalam rangka percepatan pelaksanaan berusaha, Pemerintah Indonesia juga menerbitkan Perpres No. 91/2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha. Dalam hal ini, percepatan pelaksanaan berusaha dilakukan dalam dua tahap. Tahap kesatu membentuk Satgas untuk meningkatkan pelayanan, pengawalan, penyelesaian hambatan, penyederhaan, dan pengembangan sistem online dalam rangka percepatan penyelesaian Perizinan Berusaha. Tahap kedua meliputi pelaksanaan reformasi peraturan Perizinan Berusaha dan Penerapan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara elektronik (Online Single Submission/OSS).

Masih dalam kerangka pelaksanaan UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, diterbitkan Peraturan BKPM No. 13 Tahun 2017 tentang Pedoman dan Tatacara Perizinan dan Fasilitas Penanaman Modal. Dalam peraturan BKPM tersebut ditetapkan mengenai kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) dalam rangka percepatan investasi serta tatacara Pendaftaran Penanaman Modal. Dalam hal ini, kewenangan Pemerintah Pusat adalah pemberian Perizinan dan Fasilitas Penanaman Modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi, bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional, yang terkait fungsi pemersatu dan penghubung antarwilayah; dan penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing atau yang berasal dari Pemerintah negara lain.

Dalam upaya percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha, pemerintah memandang perlu menerapkan pelayanan Perizinan Investasi dan Berusaha terintegrasi secara elektronik. Atas dasar pertimbangan tersebut, pada tanggal 21 Juni 2018, Presiden RI telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP)

(12)

8

Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission/OSS). PP No. 24 merupakan milestone komprehensif untuk sinkronisasi regulasi perizinan di pusat dan daerah. Rancang bangun sistem berbasis teknologi informasi ini melakukan interkoneksi dan integrasi sistem pelayanan perizinan yang ada di BKPM/PTSP (SPIPISE), PTSP daerah yang menggunakan sistem SiCantik Kemenkominfo dan sistem dari berbagai Kementerian dan Lembaga penerbit perizinan, termasuk sistem Indonesia Single Window (INSW), Sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM serta Sistem Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri.

Ditegaskan dalam PP No. 24/2018, jenis Perizinan Berusaha terdiri atas: (a) Izin Usaha; dan (b) Izin Komersial atau Operasional. Pemohon Perizinan Berusaha terdiri atas: (a) Pelaku Usaha perseorangan dan (b) Pelaku Usaha non perseorangan. Perizinan Berusaha, menurut PP No. 24/2018 ini, diterbitkan oleh menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya, termasuk Perizinan Berusaha yang kewenangan penerbitannya telah dilimpahkan atau didelegasikan kepada pejabat lainnya.

Pelaksanaan kewenangan penerbitan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud, termasuk penerbitan dokumen lain yang berkaitan dengan Perizinan Berusaha, wajib dilakukan melalui Lembaga OSS (Online Single Submission). Lembaga OSS berdasarkan ketentuan PP ini, untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota menerbitkan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud, dalam bentuk Dokumen Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud disertai dengan Tanda Tangan Elektronik, yang berlaku sah dan mengikat berdasarkan hukum serta merupakan alat bukti yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dapat dicetak.

Secara garis besar, tahapan proses perijinan berusaha dalam PP No. 24/2018 adalah sebagai berikut:

(a) Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran untuk kegiatan berusaha dengan cara mengakses laman OSS. Dalam hal Pelaku Usaha merupakan perseorangan pendaftaran dilakukan dengan cara memasukkan: (i) NIK (Nomor Induk

(13)

9

Kependudukan); (ii) nomor pengesahan akta pendirian atau nomor pendaftaran PT, yayasan/badan usaha yang didirikan oleh yayasan, koperasi, persekutuan komenditer, persekutuan firma, persekutuan perdata; (iii) dasar hukum pembentukan perusahaan umum, perusahaan umum daerah, badan hukum lainnya yang dimiliki oleh negara, lembaga penyiaran publik, atau badan layanan umum.

(b) Setelah mendapatkan akses dalam laman OSS mengisi data yang ditentukan. Dalam hal Pelaku Usaha yang melakukan Pendaftaran sebagaimana dimaksud belum memiliki NPWP, OSS memproses pemberian NPWP.

(c) Selanjutnya, Lembaga OSS menerbitkan NIB (Nomor Induk Berusaha) setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran melalui pengisian data secara lengkap dan mendapatkan NPWP. NIB berbentuk 13 (tiga belas) digit angka acak yang diberi pengaman dan disertai dengan Tanda Tangan Elektronik. NIB merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh Pelaku Usaha untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional, termasuk untuk pemenuhan persyaratan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional. Pada Pasal 26 disebutkan bahwa NIB berlaku juga sebagai: (a) TDP (Tanda Daftar Perusahaan) sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang tanda daftar perusahaan; (b) API (Angka Pengenal Impor) sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan; dan (c) Hak akses kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

(d) Ditegaskan dalam PP ini, Pelaku Usaha yang telah mendapatkan NIB sekaligus terdaftar sebagai peserta jaminan sosial kesehatan dan jaminan sosial ketenagakerjaan. Dalam hal Pelaku Usaha akan mempekerjakan tenaga kerja asing, menurut PP ini, Pelaku Usaha mengajukan pengesahan RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing), dengan mengisi data pada laman OSS. Selanjutnya sistem OSS memproses pengesahan RPTKA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan pengesahan RPTKA itu merupakan izin mempekerjakan tenaga kerja asing.

(e) Menurut PP 24 2018, Izin Usaha wajib dimiliki oleh Pelaku Usaha yang telah mendapatkan NIB, dan Lembaga OSS menerbitkan Izin Usaha berdasarkan

(14)

10

Komitken kepada: (a) Pelaku Usaha yang tidak memerlukan prasarana untuk menjalkan usaha dan/atau kegiatan; dan (b) Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan telah memiliki atau menguasai prasarana sebagaimana dimaksud.

(f) Lembaga OSS menerbitkan Izin Usaha berdasarkan Komitmen kepada Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan tapi belum memiliki atau menguasai prasarana setelah Lembaga OSS menerbitkan: (a) Izin Lokasi; (b) Izin Lokasi Perairan; (c) Izin Lingkungan; dan/atau (d) Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).

(g) Izin Lokasi diterbitkan oleh Lembaga OSS tanpa Komitmen dalam hal: (a) tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan terletak di lokasi yang telah sesuai peruntukannya menurut RDTR dan/atau rencana umum tata ruang kawasan perkotaan; (b) di lokasi kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, serta kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; (c) merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh Pelaku Usaha lain yang telah mendapatkan Izin Lokasi dan akan digunakan oleh Pelaku Usaha; (d) berasal dari otorita atau badan penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan tersebut; (e) diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah berjalan dan letak tanahnya berbatasan dengan lokasi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan; (f) diperlukan untuk melaksanakan rencana Perizinan Berusaha tidak lebih dari: (1) 25 ha (dua puluh lima hektare) untuk usaha dan/atau kegiatan pertanian; (2) 5 ha (lima hektare) untuk pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah; atau (3) 1 ha (satu hektare) untuk usaha dan/atau kegiatan bukan pertanian; atau (g) tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan yang akan dipergunakan untuk proyek strategis nasional.

(h) Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha dapat melakukan kegiatan: (a) pengadaan tanah; (b) perubahan luas lahan; (c) pembangunan bangunan gedung dan pengoperasiannya; (d) pengadaan peralatan atau sarana; (e) pengadaan sumber daya manusia; (f) penyelesaian sertifikasi atau kelaikan; (g) pelayanan uji coba produksi; dan/atau (h) pelaksanaan produksi. Sementara Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha namun belum

(15)

11

menyelesaikan (a) Amdal; dan/atau (b) rencana teknis bangunan gedung, menurut PP ini, belum dapat melakukan kegiatan pembangunan bangunan gedung.

(i) Lembaga OSS menerbitkan Izin Komersial atau Operasional berdasarkan Komitmen untuk memenuhi: (a) standar, sertifikat, dan/atau lisensi; dan/atau (b) pendaftaran barang/jasa sesuai dengan jenis produk dan/atau jasa yang dikomersialkan oleh Pelaku Usah melalui sistem OSS.

(j) Lembaga OSS membatalkan Izin Usaha yang sudah diterbitkan dalam hal Pelaku Usaha tidak menyelesaikan pemenuhan Komitmen dan/atau Izin Komersial atau Operasional. Ditegaskan dalam PP ini, Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional berlaku efektif setelah Pelaku Usaha menyelesaikan Komitmen dan melakukan pembayaran biaya Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemenuhan Komitmen yang diatur dalam PP ini meliputi Izin Lokasi, Izin Lokasi Perairan, Izin Lingkungan, dan/atau Izin Mendirikan Bangunan.

Yang terbaru, pada 16/11/2018, Pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid 16 mencakup pemberian insentif pajak dan relaksasi DNI yang tujuannya untuk mendorong investasi, memperkuat perekonomian nasional, meningkatkan ekspor dan menekan defisit neraca berjalan. Secara garis besar, Paket Kebijakan ke-16 mencakup tiga kebijakan, yakni: (i) perluasan fasilitas libur pajak (tax holiday) ke beberapa bidang usaha baru, (ii) relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang memungkinkan penanaman modal asing (PMA) yang sebelumnya harus bermitra dengan UKM atau koperasi, bisa berjalan tanpa kemitraan dan 100 persen PMA, dan (iii) insentif bagi eksportir di bidang sumberdaya alam untuk memasukan devisa hasil ekspor (DHE) kedalam Sistem Keuangan Indonesia (SKI) (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis dan https://tirto.id/tiga-program-baru-pemerintah).

Dalam siaran Pers, Menko Perekonomian yang didampingi Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Gubernur BI dan Komisaris OJK, menyatakan bahwa Paket Kebijakan Ekonomi 16 akan diikuti dengan revisi dua regulasi, yakni Perpres DNI No. 44/2016 dan Peraturan Meteri Keuangan No. 35/PMK.010/2018, yang hasil revisi akan terbit akhir November 2018. Namun, sampai menjelang akhir Desember 2018,

(16)

12

revisi kedua regulasi tersebut belum terbit karena pro-kons akibat sensitifnya isu investasi asing menjelang Pemilihan Presiden 2019.

Peraturan Menteri Keuangan 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Usaha perlu direvisi karena ada penambahan serta penyederhanaan sektor usaha yang bakal menjadi sasaran perluasan tax holiday. Pemerintah akan menambahkan tiga sektor usaha yang bisa menikmati insentif tax holiday yakni industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan atau kehutanan dan ekonomi digital, sementara beberapa usaha yang disederhanakan ke dalam satu sektor adalah industri komputer dan smartphone.

Perpres No. 44/2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal perlu direvisi karena pemerintah memutuskan akan merelaksasi DNI 54 sektor usaha sehingga terbuka 100% untuk PMA. Beberapa sektor usaha yang akan direlaksasi antara lain yang sebelumnya memiliki persyaratan-persyaratan tertentu terkait PMA, dan beberapa bidang usaha yang sebelumnya mensyaratkan kemitraan dengan UKM jika investasinya dari asing, seperti industri susu, susu kental, kayu, minyak, paku, mur dan baut. Kebijakan ini diambil dalam rangka memperkokoh industri dari hulu ke hilir, termasuk industri pioneer dan UKM.

Revisi DNI tahun ini mencakup relaksasi sebanyak 54 bidang usaha dan 138 bidang usaha yang digabung sehingga terdapat sekitar 392 bidang usaha yang mengalami perubahan pada revisi DNI yang Perpresnya direncanakan terbit dan berlaku menjelang akhir November 2018. Revisi DNI ini merupakan hasil evaluasi dari DNI pada 2016 di mana masih banyak bidang usaha yang sudah dibuka tetapi realisasi investasi masih rendah. Menteri Perindustrian mengungkapkan banyaknya sektor industri yang dicadangkan untuk PMA melalui kemitraan, tetapi realisasi investasinya rendah seperti industri printing dan rajutan, industri susu, susu kental, kayu, minyak, paku, mur dan baut, dibuka untuk kepemilikan 100% PMA (https://finansial.bisnis.com/read/20181116).

Kebijakan pemberian insentif bagi eksportir di bidang sumberdaya alam untuk memasukkan devisa hasil ekspor (DHE) ke dalam Sistem Keuangan Indonesia (SKI) bertujuan untuk membendung meningkatnya defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit-CAD) Indonesia. Para eksportir akan mendapatkan keringanan pajak

(17)

13

final atas bunga deposito yang tinggal di Indonesia dalam bentuk rupiah maupun valas (https://tirto.id/tiga-program-baru-pemerintah).

Sampai laporan anjak ini disusun, revisi Perpres DNI dan PMK tax holiday tersebut di atas belum terbit. Situasi ini akan menimbulkan ketidakpastian yang berdampak negatif terhadap upaya peningkatan investasi dan ekspor.

3.2. Review Kebijakan Investasi dan Ekspor-Impor Pertanian

Uraian berikut ini secara lebih detail membahas kebijakan Kementerian Pertanian dalam meningkatkan investasi dan ekspor komoditas dan produk produk pertanian. Review kebijakan dilakukan selama kurun waktu lima tahun terakhir (2013-2018).

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan, hingga Maret 2018, pihaknya telah melakukan deregulasi terhadap 141 aturan yang dinilai menghambat penanam modal (investor) di bidang sektor pertanian masuk ke dalam negeri dan dalam bulan Maret sebanyak 50 aturan lainnya sedang dalam proses deregulasi, sehingga nantinya sebanyak 191 aturan yang menghambat investasi akan direvisi dan di-deregulasi sehingga menarik minat investors (http://www.industry.co.id).

Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian diatur di dalam Permentan No. 29/Permentan/PP.210/7/2018. Untuk subsektor tanaman pangan, sebagaimana disebutkan pada Bagian Kedua Pasal 21 Ayat (1), izin usaha untuk proses produksi tanaman pangan, pelaku usaha berkomitmen dan sanggup menyampaikan pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan. Dalam ayat dan pasal-pasal selanjutnya tidak dijelaskan kenitraan dengan siapa dan dalam bentuk apa kemitraan tersebut. Hal yang sama juga ditemui pada Bagian Ketiga dan Bagian Keempat masing-masing untuk Izin Usaha Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan, dan Izin Usaha Keterpaduan antara Proses Produksi Tanaman Pangan dan Penanganan Pascapanen.

Bab IX Pasal 35 ayat 2a menyebutkan bahwa Pendaftaran usaha tanaman pangan dilakukan terhadap petani untuk usaha proses produksi dengan skala usaha kurang dari 25 (dua puluh lima) hektare dan/atau menggunakan tenaga kerja tetap kurang dari 10 (sepuluh) orang. Apakah hal ini berarti bahwa seluruh petani tanaman pangan (yang sebagian besar berusaha dengan lahan kurang dari 1 (satu)

(18)

14

hektar, atau rata-rata 0,3 ha juga terkena aturan ini sehingga harus didaftarkan oleh perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan tanaman pangan? Apabila hal ini betul, artinya hal tersebut bisa menjadi database tentang petani tanaman pangan untuk masing-masing komoditas dan jenis usaha by name by address. Namun demikian, apakah hal tersebut dapat dilakukan oleh aparat daerah secara baik menjadi tantangan ke depan.

Bab XII Bagian Ketiga untuk Izin Pemasukan dan Pengeluaran Benih Tanaman Pangan, pada Pasal 40 Ayat (1) bahwa untuk uji adaptasi untuk pelepasan varietas (galur) harus menyampaikan bukti realisasi pemasukan benih sebelumnya. Apakah ini juga berlaku bagi permohonan izin yang baru pertama? Seharusnya poin tersebut diberi catatan lanjutan bagi pemohon izin yang sudah pernah melakukan pemasukan benih.

Bab XIX Bagian Kedua tentang Rekomendasi Ekspor/Impor Beras Tertentu, pada Pasal 66 ayat (1) tidak disebutkan apakah rekomendasi tersebut diberikan kepada eksportir untuk sekali ekspor (satu kali pengiriman) ataukah bisa digunakan untuk beberapa kali pengiriman namun dalam satu volume tertentu sesuai pesanan pembeli di luar negeri. Masih pada Bab tentang rekomendasi ekspor/impor beras tertentu ini, tidak ada persyaratan apakah eksportir/importir yang memohon rekomendasi tersebut harus merupakan eksportir/importir terdaftar, atau diperbolehkan juga bagi eksportir/importir yang baru pertama kali melakukan kegiatan ekspor/impor yang belum terdaftar sebelumnya, karena pada Pasal 65 hanya disebutkan bahwa permohonan rekomendasi ekspor/impor beras tertentu dilakukan oleh badan usaha atau badan hukum.

Untuk subsektor hortikultura, izin usaha hortikultura mencakup izin usaha budidaya hortikultura dan izin usaha perbenihan hortikultura. Adapun permohonan izin usaha hortikultura, sebagaimana diatur dalam pasal 26, dilakukan oleh: (i) pelaku usaha budidaya hortikultura menengah dan besar untuk usaha budidaya hortikultura, dan (ii) perorangan atau badan usaha untuk usaha perbenihan. Pasal 27 menyebutkan bahwa izin usaha hortikultura diberikan melalui tahapan: (a) pemohon menyampaikan permohonan izin usaha melalui OSS, dan (b) pemohon menyampaikan komitmen memenuhi ketentuan persyaratan izin usaha hortikultura.

(19)

15

Komitmen untuk izin usaha budidaya hortikultura berisi kesanggupan menyampaikan: (a) studi kelayakan usaha dan rencana kerja usaha, (b) keterangan analisis mengenai dampak lingkungan dan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (c) pernyataan akan melakukan kemitraan, dan (d) hak guna usaha (Pasal 28). Sementara, komitmen untuk izin usaha perbenihan hortikultura berisi kesanggupan menyampaikan (Pasal 29): (a) keterangan analisis mengenai dampak lingkungan dan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, (b) sertifikat kompetensi produsen oleh perangkat daerah yang melaksanakan sub urusan pengawasan dan sertifikasi benih, (c) pernyataan akan melakukan kemitraan, dan (d) surat penguasaan lahan.

Pasal 30 mewajibkan bahwa pelaku usaha wajib menyampaikan pemenuhan atas komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 melalui Online Single Submission (OSS) paling lambat dua bulan sejak izin usaha hortikultura diberikan. Selanjutnya Direktorat Jenderal Hortikultura, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota melakukan evaluasi paling lama 1 (satu) bulan sejak pemohon menyampaikan pemenuhan atas komitmen dam persyaratannya. Hasil evaluasi dinotifikasikan ke sistem OSS. Izin usaha hortikultura berlaku efektif setelah pelaku usaha dinyatakan memenuhi komitmen sesuai hasil evaluasi Ditjen Hortikultura.

Mencermati isi Permentan No. 29/2018 terkait Peternakan, tampak bahwa untuk mendapatkan izin usaha ataupun izin pemasukan/pemasukan diperlukan komitmen untuk memenuhi persyaratan yang jumlahnya banyak dan sebagian persyaratan tersebut merupakan rekomendasi dari dinas daerah provinsi dan kabupaten/kota (juga keputusan instalasi karantina hewan untuk izin pemasukan/pengeluaran) yang juga memerlukan waktu yang cukup lama untuk pemrosesannya. Juga tampak bahwa OSS hanya digunakan untuk menyampaikan pemenuhan atas komitmen, yang diatur waktunya paling lambat 2 (dua) bulan sejak izin usaha diterbitkan di awal. Jika dihitung maksimal dua bulan untuk pemenuhan komitmen, ditambah satu bulan untuk evaluasi oleh Ditjen PKH, maka maksimal waktu yang diperlukan sejak izin usaha awal diterbitkan hingga izin usaha berlaku efektif mencapai tiga bulan.

(20)

16

3.3. Review Kebijakan Investasi dan Perdagangan di Beberapa Negara ASEAN

3.3.1. Kebijakan Investasi dan Perdagangan Malaysia

Kebijakan umum sektoral di Malaysia, termasuk terkait dengan investasi dan perdagangan, mengacu pada Grand Design kebijakan jangka panjang yang dikenal dengan ‘VISION 2020’ yang menargetkan Malaysia menjadi negara maju berpenghasilan tinggi (US$15.000/kapita) pada tahun 2020. Kebijakan bidang investasi dan perdagangan dirumuskan oleh Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri (Ministry of International Trade and Industry/MITI), yang mengoordinasi beberapa institusi terkait. Institusi yang memegang peran sangat vital adalah Otoritas Pengembangan Investasi Malaysia (Malaysian Investment Development Authority/MIDA) sebagai leader dalam menfasilitasi investasi sektor manufaktur dan jasa. MIDA dibentuk berdasarkan Malaysian Industrial Development Authority Act (MIDA Act). Tugas MIDA adalah mengevaluasi aplikasi proyek di sektor manufaktur dan jasa yang berkaitan dengan lisensi manufaktur; insentif fiskal dan nonfiskal; pos-pos ekspatriat; pembebasan bea masuk atas bahan baku dan komponen; dan pembebasan bea atas mesin dan peralatan untuk sektor pertanian dan sektor jasa terpilih.

MIDA bertanggung jawab mengoordinasikan aplikasi proyek investasi melalui: (1) Gugus tugas khusus investasi (Taskforce on Investment), untuk menyederhanakan program-program perdagangan dan misi investasi, dan menyusun angka-angka investasi di sektor manufaktur dan jasa; (2) Pusat Informasi Bisnis dan Pusat Layanan Konsumen, untuk memfasilitasi permintaan investor terkait dengan kebijakan dan prosedur investasi; (3) Pusat Pelayanan (Advisory Service Center), yang berisi perwakilan dari lembaga pemerintah seperti Bea Cukai pemerintah Malaysia, Departemen Imigrasi, Departemen Tenaga Kerja, Telekom Malaysia Berhad, Tenaga Nasional Berhad, dan Departemen Lingkungan untuk membantu para investor; (4) Unit Imigrasi, untuk menerbitkan visa dan izin kerja untuk ekspatriat dan tanggungan (dependent) di sektor manufaktur dan jasa; (5) Pusat Pelayanan Satu Atap, untuk memfasilitasi pelaksanaan proyek dengan membantu investor dalam memperoleh lisensi, izin, dan persetujuan; (6) Badan Promosi

(21)

17

Investasi di tingkat federal dan negara bagian, dan koridor ekonomi; dan (7) penyediaan informasi secara online.

Selain MIDA, institusi penting lainnya adalah Malaysian External Development Corporation (MATRADE) yang bertanggung jawab dalam pengembangan produk dan promosi ekspor. Sementara itu, Malaysia’s Productivity Corporation (MOPC) bertugas melakukan monitoring terkait peningkatan produktivitas dan daya saing ekonomi nasional. Korporasi lain yang terlibat di antaranya SME Corporation Malaysia, SME Bank, Malaysia Industrial Development Finance, Halal Industry.

Untuk mempermudah investor dalam berbisnis, pemerintah Malaysia telah melakukan reformasi sejak tahun 2007 dengan membentuk sebuah gugus tugas khusus yangi dikenal dengan sebutan “Pemudah” diambil dari bahasa melayu “Pasukan Petugas Khas Pemudahcara Perniagaan”. Posisi “Pemudah” cukup kuat dan strategis karena dapat melaporkan kegiatannya langsung kepada Perdana Menteri. “Pemudah” terdiri atas 23 orang profesional baik, dari pihak pemerintah maupun swasta (PEMUDAH, 2017).

Pemudah meluncurkan Sistem Pendukung Elektronik Perizinan Bisnis (Business Licensing Electronic Support System/BLESS) pada tahun 2008, sebagai pusat layanan satu atap virtual yang memberikan informasi dan membantu perusahaan mengajukan permohonan izin atau izin untuk memulai bisnis yang beroperasi di Malaysia. Jumlah aplikasi lisensi melalui BLESS meningkat lebih dari tiga kali lipat selama tahun 2014-2016.

Pemerintah menerapkan "No Wrong Door Policy”, yang berarti pertanyaan terkait dengan bisnis di Malaysia diteruskan dan dijawab oleh kementerian dan lembaga yang relevan dan kompeten. Berbagai peraturan yang terkait dengan investasi di Malaysia disediakan di website MIDA (http://www.mida.gov.my) dalam berbagai bahasa sehingga memudahkan bagi investor manca negara yang ingin membuka bisnis di Malaysia.

Kegiatan investasi domestik dan asing diatur oleh Undang-Undang Promosi Investasi atau the Promotion of Investment Act (PIA) 1986 dan Undang-Undang Koordinasi Industri atau the Industrial Co-ordination Act (ICA) 1975. PIA menetapkan peraturan tentang keringanan pajak penghasilan badan untuk pendirian dan pengembangan kegiatan ekonomi tertentu di Malaysia serta untuk promosi

(22)

18

ekspor. Sementara, ICA ditujukan untuk menjaga perkembangan dan pertumbuhan sektor manufaktur yang berkelanjutan dan mengharuskan perusahaan manufaktur dengan ukuran/skala tertentu untuk dilisensikan.

Salah satu reformasi yang cukup fundamental dalam beberapa tahun terakhir adalah penyederhanaan sistem pajak. Pajak penjualan dan jasa (sales and service tax/SST) yang dibebankan pada tingkat manufaktur dihapus dan diganti dengan pajak tunggal atau pajak barang dan jasa (goods and service tax/GST). Pemerintah juga berusaha mengurangi waktu dan biaya dengan membangun portal online serta menyederhanakan proses memulai bisnis, pendaftaran properti dan pembayaran pajak.

Upaya yang menonjol lainnya dilakukan adalah modernisasi sistem perizinan bisnis. Hingga tahun 2017, sebanyak 799 lisensi di tingkat persekutuan (Federal) telah ditinjau dan 454 lisensi diantaranya dibuat lebih efisien dan disederhanakan serta 214 lisensi dibuat online dan diakses melalui BLESS/Business Licensing Electronic Support System (WTO Sekretariat Malaysia, 2017).

Malaysia Productivity Corporation (MPC) juga telah melakukan tinjauan terhadap regulasi sektoral untuk mengurangi beban regulasi yang tidak perlu. Aspek yang direview meliputi logistik, profesional medis dan industri konstruksi. Sesuai dengan Cetak Biru Produktivitas Malaysia yang disusun tahun 2017, MPC ditugaskan untuk mengurangi perlakuan nontarif yang menghambat pertumbuhan bisnis untuk meningkatkan sektor logistik.

Bank Ekspor-Impor Malaysia Berhad (MEXIM), diberikan tanggung jawab untuk mempromosikan investasi dan ekspor barang dan jasa dari Malaysia serta memfasilitasi masuknya perusahaan Malaysia ke pasar baru, khususnya ke pasar non-tradisional (MEXIM, 2016). Fasilitas yang ditawarkan oleh MEXIM meliputi fasilitas perbankan konvensional dan Islam (pembiayaan lintas batas, pembiayaan perdagangan, dan jaminan); asuransi dan takaful (asuransi jangka pendek /menengah/panjang). Bank Negara Malaysia (2018) menyebutkan bahwa FDI merupakan sebagai kunci penghela dalam memfasilitasi ekspansi produksi dan lepas dari ketergantungan komoditas atau dari ekonomi berbasis pertanian menuju ekonomi industri berbasis manufaktur yang tangguh.

(23)

19

Regulasi yang mengatur investasi tidak memberikan aturan umum tentang partisipasi asing dalam bisnis lokal. Perusahaan-perusahaan berbadan hukum Malaysia, baik milik warganegara (lokal) maupun asing, berhak mendapatkan insentif jika mereka berinvestasi dalam kegiatan bisnis yang sedang dipromosikan pemerintah. Pemerintah berupaya untuk mengurangi restriksi investasi asing. Pada Januari 2016, restriksi sejumlah usaha subsektor jasa telah dicabut. Ada 45 sub-sektor jasa (seperti layanan medis, pendidikan, dan layanan hukum) yang awalnya dibatasi untuk investasi asing telah dicabut sejak 2009 (WTO Secretariat of Malaysia, 2017). Malaysia telah membebaskan restriksi ekuitas asing pada lembaga pemeringkat kredit/credit rating agencies (tahun 2017) dan perusahaan unit trust management (2014). Saat ini tidak ada pembatasan ekuitas asing di pasar modal kecuali untuk batasan 70% pada bank investasi.

Pembatasan investasi asing diberlakukan pada sektor tertentu seperti perikanan, energi, telekomunikasi, keuangan, dan transportasi. Ekuitas asing untuk perusahaan pembangkit listrik diizinkan hingga 49%, sedangkan untuk distribusi listrik diizinkan hingga 30% saham. Plafon ekuitas asing untuk perusahaan penerbangan domestik sebesar 49%. Partisipasi asing dalam proyek-proyek kemitraan pemeritah-swasta secara umum terbatas hingga maksimum 25% dari total saham. Untuk proyek strategis dan kepentingan nasional, kepemilikan asing harus terdistribusi pada beberapa perusahaan untuk memastikan bahwa tidak ada holding asing tunggal yang memiliki pengaruh dominan terhadap proyek strategis.

Beberapa kebijakan terkait dukungan untuk komunitas etnis Melayu (Bumiputera) berpeluang mempengaruhi FDI. Pertama, akuisisi properti senilai RM 20 juta atau lebih dari Bumiputera dan lembaga pemerintah oleh orang asing atau penduduk Malaysia harus mendapatkan persetujuan dari Unit Perencanaan Ekonomi (Economic Planning Unit/EPU). Kedua, perusahaan milik asing dan perusahaan lokal, dengan operasional yang sebagian besar berbasis di Malaysia dan tercatat di Bursa Efek Malaysia harus mengalokasikan setidaknya 12,5% dari saham publik mereka selama penawaran umum perdana ke investor Bumiputera. Ketiga, hypermarket milik asing harus mempertahankan 30% dari ekuitas Bumiputera, untuk mendorong mitra bisnis lokal untuk menyerap pengetahuan dan keterampilan dari peritel asing.

(24)

20

Institusi yang bertanggung jawab untuk promosi ekspor adalah Malaysian External Trade Development Corporation (MATRADE). Layanan utama dari MATRADE meliputi: (1) pengembangan eksportir, melalui program pelatihan, Export Excellence Awards, dan layanan klien, untuk memperkuat perusahaan Malaysia dalam menghadapi tantangan perdagangan global; (2) promosi ekspor, berupa partisipasi dalam misi perdagangan, misi pemasaran khusus, pameran perdagangan internasional, dan program kemitraan bisnis; (3) informasi perdagangan dan pasar, melalui penyebaran informasi yang tepat waktu dan relevan serta intelijen pasar, untuk menjadikan perusahaan Malaysia memiliki keunggulan kompetitif dalam perdagangan internasional; (4) Penasehat Perdagangan dan Penunjang – yang menyediakan layanan konsultasi umum, pasar dan produk.

MATRADE juga telah menggulirkan program hibah (grant) yang ditujukan kepada eksportir (MATRADE, 2016) yaitu: (1) Hibah Pengembangan Pasar (Market Development Grant/MDG), sebagai fasilitas pendukung keuangan. MDG memberikan hibah hingga RM 200.000 per perusahaan dalam untuk membantu usaha kecil dan menengah (UKM), layanan penyedia, perdagangan dan asosiasi industri, kamar dagang dan badan-badan profesional, untuk melakukan kegiatan promosi ekspor, (2) Dana Layanan Ekspor (Service Export Fund/SEF), yang ditujukan untuk memperluas usaha ke pasar internasional. Bantuan ini dalam bentuk hibah yang dapat diganti (reimburseable grant) dan pinjaman lunak. Untuk periode 2015-2020 besaran bantuan hingga RM 3 juta per perusahaan (hibah) dan RM 5 juta per perusahaan (pinjaman lunak). Pemerintah juga memberikan insentif dalam bentuk pembebasan pajak penghasilan (statutory income tax exemption) kepada eksportir berdasarkan nilai peningkatan ekspor.

Keseriusan pemerintah untuk mendorong ekspor juga diwujudkan dalam bentuk konsesi tarif dan pajak. Ketentuan konsesi tarif diberikan terkait dengan impor bahan baku dan komponen yang digunakan untuk pembuatan produk yang disetujui untuk diekspor. Barang-barang impor yang diekspor kembali dalam waktu 12 bulan dari hari tarif impor dibayar diberikan konsesi hingga 100% sesuai dengan Undang-Undang Bea Cukai 1967.

Untuk meningkatkan transaksi perdagangan Malaysia menetapkan beberapa zonasi bebas. Pada 2017, ada 21 zona industri bebas (FIZs) dan 18 zona komersial

(25)

21

bebas (FCZs) di Malaysia. FIZs dan FCZs dibentuk untuk memfasilitasi operasi perusahaan yang berorientasi ekspor. Bagi perusahaan yang berlokasi di FIZ, untuk mendapatkan manfaat dari bea masuk dan pengurangan pajak harus memenuhi persyaratan berikut: (1) untuk ditempatkan dalam FIZ, perusahaan harus mengekspor setidaknya 80% dari outputnya; perusahaan dapat memperoleh persetujuan dari Komite Investasi Nasional di MITI dan Bea Cukai untuk mengurangi persyaratan kinerja ekspor menjadi 60%; dan (2) perusahaan FIZ memperoleh manfaat dari pembebasan bea masuk jika mereka mencapai 40% dari nilai konten lokal.

Berdasarkan sumber dana investasi, nampak bahwa investasi domestik (domestic direct investment/DDI) masih lebih dominan dibandingkan investasi asing (FDI) yaitu berkisar antara 71,6-80,7% dari total investasi. Persentasi investasi asing dalam kurun waktu 2013-2017 berkisar 19,3-28,4%. Sementara dari sektor ekonomi, terlihat bahwa sektor jasa menempati porsi terbesar yaitu 57,45-67,9% dari total investasi; disusul sektor manufaktur (24,1-40%) dan sektor primer (2,04-9,1%). Bank Negara Malaysia (2018) melaporkan bahwa dalam waktu 16 tahun terakhir, outstanding FDI meningkat 9,9% per tahun yaitu dari RM 129,1 miliar (2001) menjadi RM 565 miliar (2017). Berdasarkan sektor ekonomi, FDI banyak bergerak di sektor manufaktur (41%), diikuti jasa keuangan, perdagangan grosir dan ritel, dan pertambangan masing-masing sebesar 21,3%, 7,2%, dan 6,9%.

Berikut ini kesimpulan dari kebijakan Malaysia dalam meningkatkan investasi dan ekspor yang dapat dijadikan perbandingan dan rujukan:

(1) Keberhasilan Malaysia dalam menarik investor baik domestik (DDI) maupun asing (FDI) serta neraca perdagangan yang selalu surplus mengindikasikan relatif kuat dan efektifnya peran lembaga yang menangani investasi (terutama MIDA) yang bersinergi dan mendapat dukungan penuh dari stakeholder lainnya. Dari aspek regulasi, tidak terlalu banyak aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah untuk mengatur investasi dan perdagangan dan hal ini justru kondusif untuk dunia usaha.

(2) Undang-Undang utama yang mengatur kegiatan investasi domestik dan asing adalah Undang-Undang Promosi Investasi atau the Promotion of Investment Act (PIA) 1986 dan Undang-Undang Koordinasi Industri atau the Industrial

(26)

Co-22

ordination Act (ICA) 1975. PIA mengatur tentang keringanan pajak penghasilan badan, pendirian dan pengembangan kegiatan ekonomi serta promosi ekspor. ICA berisi peraturan untuk menjaga perkembangan dan pertumbuhan sektor manufaktur secara berkelanjutan dan mengharuskan perusahaan manufaktur dengan skala tertentu untuk dilisensikan.

(3) Regim investasi asing sangat liberal di Malaysia. Namun demikian, masih diberlakukan pembatasan investasi asing di pada usaha tertentu pada sektor perikanan, energi, telekomunikasi, keuangan, dan layanan transportasi. Partisipasi asing dalam proyek-proyek strategis kemitraan pemerintah-swasta dibatasi hanya 25% dari modal saham. Di samping itu, ada beberapa kebijakan yang secara khusus mendukung komunitas bumiputera. Hal ini dilakukan dalam kerangka perlindungan dan pemberdayaan UMKM serta penduduk bumiputra. Namun, secara umum pemerintah terus melonggarkan pembatasan investasi asing. Saat ini tidak ada pembatasan ekuitas asing di pasar modal kecuali batas 70% pada bank investasi.

(4) Upaya untuk memberikan kemudahan bisnis bagi para investor terus dilakukan dengan cara modernisasi sistem perizinan bisnis yang dapat diakses secara online. Malaysia Productivity Corporation (MPC) melakukan tinjauan regulasi sektoral untuk mengurangi beban regulasi yang tidak perlu dalam bisnis.

(5) Untuk meningkatkan ekspor, pemerintah meluncurkan program hibah yang disebut Market Development Grant (MDG) serta Service Export Fund (SEF). Selain dalam bentuk hibah, program SEF juga menawarkan pinjaman lunak kepada para pengusaha/ekspotir. Disamping itu, pemerintah memberikan insentif dalam bentuk pembebasan pajak penghasilan kepada eksportir berdasarkan nilai peningkatan ekspor. Lebih lanjut, pemerintah juga memberikan konsesi tarif dan pajak bagi pengusaha yang impor bahan baku tetapi produk yang dihasilkan kemudian diekspor. Malaysia juga telah membangun 21 zona industri bebas (FIZs) dan 18 zona komersial bebas (FCZs). FIZs dan FCZs dibentuk untuk memfasilitasi beroperasinya perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor.

(6) Berbagai upaya yang dilakukan di atas berpengaruh terhadap kinerja investasi dan perdagangan Malaysia. Pada tahun 2018, indeks Ease in Doing Business

(27)

23

(EDB) Malaysia berada di peringkat 24 di antara 190 negara di dunia serta ranking ke-23 Global Competitiveness Report. Di kawasan ASEAN, Malaysia menduduki peringkat 2 (di bawah Singapura) untuk masing-masing kategori indeks. Capaian peringkat tersebut menujukkan bahwa Malaysia memberikan layanan yang cukup mudah bagi investor untuk berbisnis serta memiliki kompetisi usaha yang baik. Dari aspek perdagangan internasional, selama beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya surplus perdagangan baik total maupun untuk sektor pertanian

3.3.2. Kebijakan Investasi dan Perdagangan Vietnam

Setelah reunifikasi pada tahun 1975, Vietnam lebih fokus pada rekonstruksi dan pembangunan ekonomi pascaperang. Kegagalan reformasi ekonomi serta sistem ekonomi yang masih terpusat memaksa Vietnam untuk melakukan reformasi pada tahun 1980-an, tetapi reformasi ini tetap tidak membawa perubahan pada kemajuan ekonomi Vietnam. Kondisi ekonomi yang masih dan semakin terpuruk membuat pemerintah Vietnam mengeluarkan kebijakan reformasi yang lebih besar yang dikenal dengan Doi Moi tahun 1986. Doi Moi merupakan titik balik bagi sejarah perekonomian Vietnam dengan mengubah sistem ekonomi Vietnam menjadi lebih berorientasi pada pasar (market oriented).

Doi Moi merupakan paket kebijakan yang radikal dan komprehensif yang bertujuan untuk menstabilkan dan membuka ekonomi, meningkatkan kebebasan untuk memilih unit-unit ekonomi dan kompetisi sebagai cara untuk mereformasi sistem manajemen ekonomi. Doi Moi berisi beberapa rencana perubahan pembangunan ekonomi Vietnam untuk beberapa tahun ke depan yang bertujuan untuk memodifikasi ekonomi, administrasi yang bersifat desentralisasi, dan membuka Vietnam pada pasar global (Nguyen, 2015). Reformasi itu mencakup 1) liberalisasi harga (prize liberalization); 2) devaluasi secara besar-besaran dan penyatuan mata uang; 3) meningkatkan suku bunga ke tingkat positif secara rill; 4) pengurangan secara substansial subsidi pada sektor BUMN; 5) reformasi pertanian; 6) dorongan untuk sektor privat termasuk FDI (foreign direct investment); dan 7) penghapusan hambatan perdagangan domestik dan menciptakan ekonomi yang lebih terbuka.

(28)

24

Tujuan umum pembangunan pertanian terdapat dalam Master Plan of Production Development of Agriculture to 2020 and a Vision toward 2030, yang disetujui dengan diterbitkannya Keputusan Perdana Menteri No. 124/QD-TTg bulan Februari 2012 dan Resolusi No. 63/NQ-CP bulan Desember 2009. Rencana Induk tersebut menetapkan tujuan produk-produk pertanian yang berbeda-beda, seperti luas tanam, produktivitas, dan produksi, dengan penekanan pada peningkatan produktivitas (melalui penelitian dan pengembangan serta training dan infrastruktur); dan pengembangan pasar (baik domestik maupun ekspor melalui promosi dan pengembangan pasar). Untuk mencapai tujuan pada Rencana Induk tersebut, kebijakan domestik difokuskan pada peningkatan produktivitas dan mereduksi paparan risiko melalui investasi dalam infrastruktur, penelitian dan pengembangan, layanan penyuluhan yang lebih baik, dan akses terhadap kredit yang lebih mudah.

Rencana-rencana yang spesifik produk tertentu juga menetapkan tujuan dan kebijakan umum untuk beberapa komoditas tertentu dan produk-produk pertanian lainnya. Sebagai contoh, rencana baru untuk pengembangan kopi yang disetujui pada bulan Agustus 2012 oleh MARD. Seperti halnya Rencana Induk Pertanian, rencana untuk komoditas kopi menetapkan tujuan peningkatan luas tanam dan produktivitas. Selain memperbaiki infrastruktur, kebijakan pemerintah juga untuk meningkatkan produktivitas melalui peremajaan tanaman yang sudah tua dan mengembangkan penanaman kopi Arabika, serta membantu petani untuk memperoleh sertifikasi dari pihak ketiga untuk produksi berkelanjutan.

Suku bunga untuk pembelian peralatan pertanian dan akuakultur, dan investasi dalam fasilitas penyimpanan dan manufaktur peralatan pertanian disubsidi melalui Keputusan Perdana Menteri No. 63/2010/QD-TTg dan No. 65/2011/QD-TTg. Implementasi keputusan ini tetapkan dalam Surat Edaran Bank Negara No. 22/2012/TT-NHNN yang menyatakan bahwa subsidi suku bunga diberikan 100% untuk jangka waktu dua tahun pertama dan 50% untuk tahun-tahun berikutnya untuk pinjaman yang diberikan oleh bank-bank yang berpartisipasi dalam program ini. Semua bank tersebut merupakan bank milik pemerintah, meliputi the Vietnam Bank for Agriculture and Rural Development (VBARD), the Mekong Housing Bank (MHB), the Bank for Investment and Development of Viet Nam (BIDV), the Vietnam

(29)

25

Bank for Industry and Trade (Vietinbank), dan the Joint-Stock Commercial Bank for Foreign Trade of Vietnam (Vietcombank). Dukungan pemerintah diberikan kepada perusahaan untuk membeli beras yang diperuntukkan sebagai cadangan. Selain itu, Pemerintah menggunakan stok nasional untuk menstabilkan harga. Meskipun Pemerintah Vietnam dapat menetapkan harga maksimum dan/atau minimum, otoritas umumnya menggunakan subsidi harga. Menteri Nguyen Xuan Cuong mengatakan Vietnam telah dan sedang merestrukturisasi sektor pertanian antara 2017 dan 2020 dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan daya saing produk pertanian negara itu dan menciptakan hubungan yang lebih baik antara produksi dan distribusi menuju pembangunan berkelanjutan dan industri pertanian dengan nilai tambah tinggi.

Menurut Foreign Investment Agency of Vietnam (c2011a), menarik penanaman modal asing (FDI) selalu menjadi bagian penting dari urusan ekonomi eksternal Vietnam. Vietnam sudah memiliki banyak keunggulan komparatif dan iklim investasi yang kuat, namun tetap bekerja keras untuk menjadi lebih menarik bagi investor asing. Pemerintah Vietnam melakukannya dengan giat merenovasi iklim bisnis dan investasi, dan dengan mengakui bahwa sektor FDI adalah bagian integral dari ekonomi yang esensial untuk merestrukturisasi ekonomi dan meningkatkan daya saing nasional. Foreign Direct Investment (FDI) yang terus meningkat menjadi salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi Vietnam. Bila dalam sepuluh tahun terakhir Indonesia kalah dalam growth FDI saja, maka pada 2016 net inflows FDI Vietnam sudah melampaui Indonesia (Priyoharto, 2018).

Fakta tersebut menunjukkan bahwa Vietnam telah menjadi tujuan pilihan bagi investor asing. Menurut Nguyen (2014), terdapat beberapa faktor kesuksesan Vietnam dalam menarik investasi asing:

(1) Vietnam telah mengamankan stabilitas sosial-politik. Vietnam juga merupakan negara dengan ekonomi yang paling dinamis. Pertumbuhan ekonomi antara 1991-2010 rata-rata 7,5% per tahun, dan meskipun banyak kesulitan yang dihadapi negara Vietnam antara tahun 2011 dan 2013, pertumbuhan PDB tetap meningkat sebesar 5,6%. Beberapa prakiraan internasional menyatakan bahwa tren tersebut akan terus berlangsung hingga tahun-tahun seterusnya.

(30)

26

(2) Vietnam saat ini berada dalam periode struktur populasi emas – 60% populasinya merupakan usia kerja. Secara geografis, lokasi Vietnam juga strategis pada jantung Asia Timur – rumah bagi sejumlah besar ekonomi vibrant. Selain itu, negara tersebut merupakan ekonomi pasar, negara anggota WTO, dan berpartisipasi dalam berbagai kerangka integrasi ekonomi internasional, termasuk free trade agreements dengan mitra baik di dalam maupun di luar wilayah tersebut. Secara khusus, Vietnam merupakan bagian dari negosiasi Trans-Pacific Partnership. Faktor-faktor tersebut menjelaskan mengapa banyak yang memilih untuk berinvestasi di Vietnam – dan akan menarik lebih banyak lagi investor asing.

(3) Pemerintah Vietnam berkomitmen untuk menciptakan lingkungan usaha yang fair dan menarik untuk investor asing, dan secara konstan memperbaiki kerangka dan institusi legal terkait dengan usaha dan investasi. Pemerintah telah dan sedang bekerja keras merekonstruksi ekonomi dan model pertumbuhannya, serta meningkatkan daya saing nasional.

Mudahnya investasi di Vietnam digambarkan oleh Duta Besar Indonesia untuk Vietnam, di mana proses perizinan tidak seperti di Indonesia yang harus melalui (terpusat) BKPM, melainkan dapat langsung dilayani di lokasi (kawasan industri). Bahkan, Vietnam juga bersedia menyediakan tanah dengan murah dan bahkan gratis untuk industri strategis. Menurut survei World Bank atas kemudahan berusaha, Indonesia yang berada di peringkat 72 total membutuhkan 30 hari kerja untuk memulai usaha, dan terdiri dari 11 prosedur; sedangkan Vietnam yang berada di posisi lebih baik yaitu peringkat 68 membutuhkan 30 hari kerja yang sama, namun hanya terdiri dari 9 prosedur.

Pemerintah Vietnam juga terus merevitalisasi iklim bisnis dan investasinya, melalui tiga "terobosan strategis", yakni: (1) menempatkan lembaga ekonomi pasar dan kerangka hukum; (2) membangun infrastruktur yang maju dan terintegrasi, khususnya transportasi; dan (3) mengembangkan tenaga kerja yang berkualitas. Ketiganya ditargetkan harus diselesaikan pada tahun 2020.

Pentingnya infrastruktur dan kelancaran logistik disadari oleh Vietnam demi menjaga daya tarik investasi. Hal ini terbukti dari skor Logistic Performance Index (LPI) yang dimiliki Vietnam mampu menyaingi Indonesia yang sudah lebih dulu

(31)

27

terjun dalam kancah perdagangan internasional. Meskipun Indonesia masih unggul dalam beberapa kategori seperti customs clearance, kompetensi logistik (customs broker dan transport operator), dan timeliness of shipments in reaching destination, namun Vietnam lebih baik dalam kategori infrastruktur, international shipment, dan ability to track and trace consignments sehingga menempatkannya di peringkat 48 dengan skor 3,15 -- dibanding Indonesia pada posisi 53 dengan nilai 3,08 pada 2014 versi World Bank (Priyoharto, 2018)

Jauh berbeda dengan situasi di Indonesia, Pemerintah Vietnam memandang keberhasilan perusahaan FDI sebagai keberhasilannya sendiri. Dengan demikian, pemerintah berkomitmen untuk memastikan lingkungan sosial-politik yang stabil, melindungi hak dan kepentingan investor yang sah, dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan (enabling environment) bagi perusahaan FDI di negara ini.

Dalam jangka menengah dan panjang, Vietnam terus berupaya menarik dan menggunakan aliran masuk FDI secara efisien untuk memajukan pembangunan sosial-ekonomi. Vietnam menargetkan aliran masuk FDI "berkualitas tinggi", dengan fokus pada proyek-proyek FDI yang menggunakan teknologi canggih dan ramah lingkungan, dan menggunakan sumber daya alam secara berkelanjutan. Pemerintah Vietnam juga menargetkan proyek dengan produk kompetitif yang dapat menjadi bagian dari jaringan produksi dan rantai nilai global.

Menurut Foreign Investment Agency (FIA), insentif investasi (FDI) di Vietnam diberikan dalam bentuk-bentuk berikut: (1) tarif pajak yang lebih rendah untuk seluruh jangka waktu investasi atau sebagian waktu investasi; pembebasan dan pengurangan tarif pajak; (2) pembebasan bea masuk untuk aset tetap; dan (3) pengurangan/pembebasan sewa lahan. Insentif pajak dan kriteria untuk kelayakan pembebasan (tax holiday) dan pengurangan pajak (tax reduction) ditetapkan dalam peraturan CIT, yaitu insentif pajak diberikan kepada proyek-proyek investasi baru berdasarkan sektor-sektor yang didorong, lokasi yang didorong, dan ukuran proyek, sbb:

(1) Sektor-sektor yang didorong oleh Pemerintah Vietnam meliputi pendidikan, perawatan kesehatan, olahraga/budaya, teknologi tinggi, perlindungan lingkungan, penelitian ilmiah, infrastruktur, produksi perangkat lunak, dan energi terbarukan.

(32)

28

(2) Lokasi yang dianjurkan meliputi zona ekonomi dan teknologi tinggi yang memenuhi syarat, zona industri tertentu dan area sosial ekonomi yang sulit. (3) Proyek ekspansi bisnis yang memenuhi persyaratan tertentu juga berhak

mendapatkan insentif CIT. Proyek investasi baru dan proyek ekspansi bisnis tidak termasuk proyek yang didirikan sebagai hasil dari akuisisi atau reorganisasi tertentu.

Tarif CIT istimewa (preferential CIT rates) diberikan mulai 10% hingga 17% sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Terkait dengan pertanian, diberikan tarif CIT 15% dalam 10 tahun yang berlaku untuk pendapatan perusahaan dari pertanian, pembibitan, pemrosesan produk pertanian dan akuakultur di daerah selain daerah tertinggal atau terutama daerah tertinggal. Proyek-proyek manufaktur besar dengan modal investasi sebesar VND6.000 miliar atau lebih yang dicairkan dalam waktu 3 tahun setelah dilisensikan (tidak termasuk yang terkait dengan pembuatan produk yang dikenai pajak penjualan khusus atau yang mengeksploitasi sumber daya mineral) juga dapat memenuhi syarat untuk insentif CIT jika proyek memenuhi salah satu dari kriteria berikut: 1) pendapatan minimum VND10.000 miliar / tahun untuk setidaknya 3 tahun setelah tahun pertama operasi; atau 2) jumlah karyawan lebih dari 3.000 setidaknya 3 tahun setelah tahun pertama operasi.

Pembebasan bea masuk diatur dalam Decree No. 87/2010/ND-CP tanggal 13 Agustus 2010 dari Pemerintah yang merinci sejumlah pasal undang-undang tentang bea impor dan ekspor. Pembebasan bea masuk diberikan pada 11 kategori barang. Paling tidak terdapat dua kategori barang yang terkait langsung dengan bidang pertanian, yaitu:

(1) barang yang diimpor untuk membentuk aset tetap proyek yang termasuk dalam proyek yang didorong dalam Undang-Undang Investasi, termasuk mesin dan peralatan; alat transportasi dan bahan bangunan tertentu yang tidak dapat diproduksi di Vietnam; bahan baku, suku cadang, dll.;

(2) varietas tanaman dan bibit ternak diizinkan untuk diimpor untuk pelaksanaan proyek investasi di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan.

Insentif sewa lahan diatur dalam Peraturan Pemerintah Vietnam No. 46/2014/ND-CP tanggal 15 Mei 2014 tentang pengumpulan biaya sewa lahan dan air permukaan. Dalam peraturan tersebut ditetapkan pembebasan biaya sewa lahan

(33)

29

mulai dari 3 tahun hingga selama jangka waktu proyek, sesuai dengan daftar yang ditetapkan.

Sejak dikeluarkannya Doi Moi pada tahun 1986, Vietnam telah secara konsisten mengejar integrasi ekonomi internasional yang lebih luas dan dalam sebagai upaya untuk mendukung ekonominya, yang telah tertuang dalam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh CPV yang menekankan pentingnya integrasi internasional sebagai alat untuk membangun negara (Le, 2015). Integrasi ini merupakan bagian dari liberalisasi perdagangan yang dilakukan oleh Vietnam.

Liberalisasi perdagangan Vietnam diwujudkan melalui ikut serta secara aktif dalam berbagai rezim perdagangan bebas bilateral maupun multilateral. Vietnam telah bergabung dalam perjanjian perdagangan dengan 60 negara dan telah memiliki hubungan perdagangan dengan 170 negara di dunia. Selain itu, Vietnam juga telah menjadi anggota ASEAN sejak 1995 dan APEC pada 1998. Vietnam juga telah menjadi anggota WTO sejak 11 Januari 2007. Vietnam telah mengimplementasi perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa sejak 1992. Hingga saat ini, Vietnam telah tergabung ke dalam 14 FTA bilateral maupun multilateral dalam kawasan maupun luar kawasan (Pujiastuti, 2015). Kesepakatan perdagangan bebas yang dijalin Vietnam bukan hanya melalui FTA (Free Trade Agreement), namun juga CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) (Idris, 2017). Dengan kesepakatan tersebut, Vietnam mempunyai akses bebas ke Eropa dan Amerika Utara. Selain itu, Vietnam juga menjadi salah satu negara pendiri dari perjanjian kerja sama Trans Pacific Partnership (TPP) (Deny, 2016). Vietnam menganggap bahwa kebijakan luar negeri yang lebih multidirection merupakan upaya untuk memanfaatkan institusi yang ada demi mencapai kepentingan ekonomi sendiri sembari saling ketergantungan secara ekonomi.

Selain keterbukaan terhadap investasi asing, aktifnya negara tersebut dalam perjanjian perdagangan bebas dengan negara lain telah membuat ekspor Vietnam mampu tumbuh dengan baik. Vietnam sudah lebih dulu banyak melakukan perdagangan bebas, sehingga barang-barang Vietnam dikenakan tariff yang lebih kompetitif dibandingkan dengan barang-barang Indonesia. Sebagai contoh, Vietnam sudah mempunyai perjanjian perdagangan bebas dengan EU (Uni Eropa), sehingga dikenakan tarif (bea masuk) 0%, sedangkan Indonesia belum mempunyai

Gambar

Tabel 1. Realisasi Investasi PMDN dan PMA di Indonesia, 2010-2017   Tahun
Tabel 2.  Investasi  PMDN  di  sektor  pertanian  dan  industri  makanan  di  Indonesia,  2010-2017  Bidang Usaha  Investasi PMDN (Rp miliar)  2010  2011  2012  2013  2014  2015  2016  2017  Rata2  2010-2017  Pangan, Horti,  Kebun  8.727  9.367  9.632  6.5
Tabel 3.  Realisasi PMA di sektor pertanian dan industri makanan di Indonesia, 2010- 2010-2017
Tabel 5. Realisasi Nilai FDI Dunia ke ASEAN, 2010-2017
+2

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, manfaat praktis yang dapat diperoleh dari hasil penelitian bagi peneliti sendiri yaitu dapat mengetahui dan membagikan pengetahuan tersebut kepada

pemeriksaan fisik pada dinding dada kanan didapatkan hasil sebagai berikut : gerak napas menurun, sela iga melebar, perkusi redup, suara napas menurun.

Indikator kesebelas, memberikan evaluasi dan tindak lanjut mendapatkan skor 4. Guru sudah memberi skor dan menilai pekerjaan siswa, guru juga memberikan tindak

Pengadilan Negeri Tebing Tinggi pada saat ini dirasa belum memadai, kurang layak untuk digunakan, dan juga perawatan yang dilakukan terhadap sarana dan prasarana yang

Kondisi tersebut berbeda apabila dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu Triwulan II 2013 Kinerja perbankan di Jawa Timur masih terus menunjukkan perkembangan positif dengan

Apa yang dikemukakan oleh Asmoro tentang cepat lenyapnya sebuah kata sehabis diucapkan itu juga dikatakan oleh Ong (1982, p. 33) bahwa dalam tradisi lisan kata tidak pernah

Salah satu sistem kerja otomatis yang dapat diterapkan pada lantai produksi arm stay adalah sistem pemindahan material (material handling) yang dapat menggantikan

Pengertian izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah Pelaku Usaha mendapatkan Izin Usaha dan