i
TINDAK TUTUR ILOKUSI DEKLARATIF PARA GURU DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR PADA SISWA KELAS X SMK YOS SUDARSO REMBANG
(KAJIAN PRAGMATIK)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh
Elisabet Riski Titasari NIM: 131224020
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2017
ii
iv
MOTO
***Tuhan tak selalu memberi apa yang kita mau, tetapi Dia selalu memberi apa yang kita butuhkan. Sekalipun berawal dengan kegagalan, ada keberhasilan luar
biasa yang sudah Dia rencanakan.*** (Elisabet Riski Titasari)
***Segala perkara dapat ku tanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.***
(Filipi 4:13)
***Belajarlah dari air, dari celah dan retakan gunung. Menderu deras dari kawah uap. Namun mengalir dengan tenang di sungai. Sesuatu yang kosong berbunyi nyaring. Sesuatu yang penuh tidak berbunyi, yang bodoh seperti tempayan yang
berisi separuh, yang bijaksana seperti kolam dalam yang tenang.*** (Sutta Nipata:720-721)
***Tuhan tak akan mengubah nasibmu, jika kamu sendiri tak mau mengubahnya.***
(Bhagavadgita Sloka ke-3)
v
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur serta ucapan terima kasih, skripsi ini saya persembahkan kepada Bapa di Surga, yang selalu melindungi dengan curahan roh kudus. Untuk keluarga tercinta, Alm. Bapak Ephraim Maria Dwi Tristanto yang menjadi motivasi dalam penulisan skripsi, Ibu Paulina Rita Punto Dewi yang selalu memberi semangat dan motivasi serta dengan setia tanpa lelah menjadi tempat mencurahkan segala kegelisahan, kakak dan adik Yosep Yogi Prasetyo Jati, Thomas Bagas Kukuh Santoso, dan Brigita Ratih Purwandari yang telah setia mengingatkan penulis akan kewajiban dalam menyelesaikan skripsi, serta selalu mengingatkan penulis ketika mulai malas dalam mengerjakan skripsi ini.
vi
viii
ABSTRAK
Titasari, Elisabet Riski.2017. Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif Para Guru dalam
Interaksi Belajar Mengajar pada Siswa Kelas X SMK Yos Sudarso Rembang. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia,
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur ilokusi deklaratif para guru ketika interaksi belajar mengajar, mendeskripsikan makna pragmatis, dan mendeskripsikan ciri-ciri tindak tutur ilokusi deklaratif. Sasaran utama dalam penelitian ini adalah para guru yang sedang melakukan kegiatan interaksi belajar mengajar di kelas X SMK Yos Sudarso Rembang. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan tujuan untuk mendapatkan deskripsi objektif tentang tuturan guru dalam interaksi belajar mengajar di kelas X SMK Yos Sudarso Rembang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap, teknik observasi, dan teknik wawancara. Teknik pengumpulan data tersebut digunakan peneliti untuk memperoleh data yang lengkap mengenai tindak tutur ilokusi deklaratif. Peneliti melakukan analisis data meliputi empat tahap: identifikasi, klasifikasi, interpretasi, dan pelaporan.
Hasil dari penelitian ini ditemukan 96 tuturan yang memiliki tujuh jenis tindak tutur ilokusi deklaratif: 32 tindak tutur deklaratif jenis ‘memutuskan’, 34 tindak tutur deklaratif jenis ‘mengesahkan’, 15 tindak tutur deklaratif jenis ‘penamaan’, 3 tindak tutur deklaratif jenis ‘menghukum’, 6 tindak tutur deklaratif jenis ‘melarang, 4 tindak tutur deklaratif jenis ‘berpasrah, dan 2 tindak tutur deklaratif jenis ‘mengangkat’. Adapaun makna pragmatik yang ditemukan dengan rincian 35 makna ‘mengarahkan’, 15 makna ‘menguatkan’, 4 makna ‘suruhan’, 25 makna ‘meyakinkan’, 1 makna ‘persilaan’, 12 makna ‘mengingatkan’, 1 makna ‘ajakan’, dan 3 makna ‘larangan’. Setiap tindak tutur tentunya memiliki ciri atau kekhasan yang menjadi pembeda. Setelah melakukan analisis, ditemukan beberapa ciri atau kekhasan dari tindak tutur ilokusi deklaratif, yakni: (a) tuturan deklaratif memiliki sifat performatif, (b) setiap tuturan deklaratif disertai tindakan fisik, dan (c) setiap ujaran deklaratif selalu memiliki makna penting sesuai dengan konteks yang mendasari.
Hasil penelitian membuktikan bahwa untuk memahami makna maupun maksud dari suatu tuturan, penutur dan mitra tutur harus memahami konteks situasi yang mendasari tuturan tersebut. Pemahaman konteks situasi sangat berpengaruh ketika terjadi peristiwa tutur. Pentingnya pemahaman konteks situasi tuturan dari pihak penutur maupun mitra tutur dapat mengurangi adanya salah tafsir dari maksud tuturan.
Kata kunci: tindak tutur ilokusi deklaratif, jenis ilokusi deklaratif, makna
pragmatik
ix
ABSTRACT
Titasari, Elisabet Riski.2017. Teacher’s Declarative Illocutionary Speech Act in The Teaching and Learning Process toward The Student of Class X SMK Yos Sudarso Rembang. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language
Literary Education Study Program, Department of Language Education and Arts, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.
This research attempts to describe kinds of teacher’s declarative illocutionary speech act in teaching and learning process, to describe pragmatic meaning, and describe the characteristic of declarative illocutionary speech act. The main objective of this research are teachers doing teaching and learning process in class X SMK Yos Sudarso Rembang. The kind of this reseacrh is qualitative descriptive research and to find description of teracher’s speech in teaching and learning process objectivly in class X SMK Yos Sudarso Rembang. The method of collecting the data used in this research is uninvolved conversation observation technique, observation, and interview. Those method used to find the complete data of declarative illocutionary speech act. The data analysis consist of four phases: identification, classification, interpretation, and report.
The result of this research finds 96 speech consist thing seven kind declarative illocutionary speech act: 32 declarative illocutionary speech act ‘decision’, 34 declarative illocutionary speech act ‘validity’, 15 declarative illocutionary speech act ‘naming’, 3 declarative illocutionary speech act ‘ sentencing’, 6 declarative illocutionary speech act ‘prohibitive’, 4 declarative illocutionary ‘resigning’, and 2 declarative illocutionary speech act ‘appointing’. More over the pragmatic meaning a found in this research are 35 directional meaning, 15 strenghten meaning, 4 order meaning, 25 convinsing meaning, 1 permission meaning, 12 reminded meaning, 1 invitation meaning, and 3 prohibition meaning. The analysis also find the spesific characteristic of declarative illocutionary speech act: (a) performative declarative speech, (b) physical a declarative speech, and (c) each declarative speech has the signifikan meaning based on the context.
The result of the research show the necessity of understanding the context underlying the situation of the speech before understanding the speech meaning. The meaning of the speech can be found if the speaker and hearer understand the context based on the situation happened. The important of understanding the context of situation from the speaker or the hearer can reduce mis interpretation.
Key word: declarative illocutionary speech act, type of declarative illocutinary,
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Yang Mahakuasa atas berkat dan rahmat-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif Para Guru dalam Interaksi Belajar Mengajar pada Siswa Kelas X SMK Yos Sudarso Rembang. Penelitian ini disusun demi menelaah dan mengkaji jenis-jenis tindak tutur ilokusi deklaratif, makna atas tuturan para guru ketika sedang mengajar di kelas X SMK Yos Sudarso Rembang, serta ciri-ciri tindak tutur ilokusi deklaratif. Maka dari itu, penulis memecahkan atau menjawab permasalahan tersebut dengan melakukan penelitian menggunakan ilmu pragmatik sebagai dasar untuk menganalisis tuturan-tuturan para guru yang dicurigai mengandung tindak tutur ilokusi deklaratif. Skripsi ini dapat terselesaikan berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing tunggal, atas kesabaran dalam membimbing serta bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberi solusi dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen triangulaor yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengoreksi dan memberi masukan terhadap data-data penelitian penulis.
5. Para dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberi banyak ilmu mengenai bahasa dan sastra Indonesia, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
MOTO ...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN…...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS...vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vii
ABSTRAK...viii ABSTRACT...ix KATA PENGANTAR...x DAFTAR ISI...xii BAB I PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1 1.2 Rumusan Masalah...4 1.3 Tujuan Penelitian ...5 1.4 Definisi Istilah ...5 1.5 Manfaat Penelitian...7 1.6 Sistematika Penyajian ...7
BAB II KAJIAN PUSTAKA...9
2.1 Penelitian Terdahulu...9
2.2 Landasan Teori...13
2.2.1 Pragmatik...13
2.2.2 Konteks...15
2.2.3 Tindak Tutur...17
2.2.4 Tindak Tutur Ilokusi...19 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2.2.5 Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif...21
2.3 Kerangka Berpikir...23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...26
3.1 Jenis Penelitian...26
3.2 Sumber Data dan Data...27
3.3 Teknik Pengumpulan Data...28
3.3.1 Teknik Simak Bebas Libat Cakap...28
3.3.2 Teknik Observasi...29
3.3.3 Teknik Wawancara...29
3.4 Instrumen Penelitian...30
3.5 Teknik Analisis Data...31
3.6 Triangulasi...32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...33
4.1 Deskripsi Data...33
4.2 Hasil Analisis Data...34
4.2.1 Jenis Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif Para Guru dalam Interaksi Belajar Mengajar pada Siswa Kelas X SMK Yos Sudarso Rembang...37
4.2.1.1 Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif ‘Penamaan’...38
4.2.1.2 Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif ‘Menghukum’...42
4.2.1.3 Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif ‘Melarang’...45
4.2.1.4 Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif ‘Mengangkat’...48
4.2.1.5 Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif ‘Memutuskan’...50
4.2.1.6 Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif ‘Mengesahkan’...53
4.2.2 Makna Pragmatik Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif Para Guru dalam Interaksi Belajar Mengajar pada Siswa Kelas X SMK Yos Sudarso Rembang…...56
4.2.2.1 Makna Pragmatik ‘Mengarahkan’...56
xiv
4.2.2.3 Makna Pragmatik ‘Suruhan’...60
4.2.2.4 Makna Pragmatik ‘Meyakinkan’...62
4.2.2.5 Makna Pragmatik ‘Persilaan’...63
4.2.2.6 Makna Pragmatik ‘Mengingatkan’...65
4.2.2.7 Makna Pragmatik ‘Ajakan’...67
4.2.2.8 Makna Pragmatik ‘Larangan’...69
4.2.3 Ciri-ciri Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif...71
4.2.3.1 Tuturan deklaratif memiliki sifat performatif...71
4.2.3.2 Setiap tuturan deklaratif disertai tindakan fisik...73
4.2.3.3 Setiap ujaran deklaratif selalu memiliki makna penting sesuai dengan konteks yang mendasari...74
4.3 Pembahasan...75
4.3.1 Jenis Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif Para Guru dalam Interaksi Belajar Mengajar pada Siswa Kelas X SMK Yos Sudarso Rembang...76
4.3.2 Makna Pragmatis Tindak Tutur Ilokusi Dekalratif Para Guru dalam Interkasi Belajar Mengajar pada Siswa Kelas X SMK Yos Sudarso Rembang...78
4.3.3 Ciri-ciri Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif...80
BAB V PENUTUP...83 5.1 Simpulan...83 5.2 Saran...85 DAFTAR PUSTAKA...86 BIODATA PENULIS………...……..89 LAMPIRAN...90
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan manusia. Dengan berkomunikasi, seseorang bisa mendapatkan informasi, menyampaikan pendapat, maupun menyampaikan informasi. Manusia melakukan komunikasi sebagai salah satu bentuk interaksi terhadap sesama. Manusia saling berkomunikasi menggunakan bahasa. Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan manusia untuk bertutur kata. Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi juga bermacam-macam, menggunakan bahasa Indonesia, bahasa asing, maupun bahasa daerah. Melalui bahasa, manusia dapat saling berkomunikasi untuk saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Di dalam komunikasi, dapat diasumsi bahwa seorang penutur mengartikulasi tuturan dengan maksud untuk menginformasikan sesuatu kepada mitra tuturannya, dan mengharap mitra tuturnya (pendengar) dapat memahami apa yang hendak disampaikan. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah lepas dari berbagai hal yang berhubungan dengan tuturan. Suatu tuturan yang mengandung tindakan disebut tindak tutur. Tindak tutur adalah kegiatan yang menggunakan media bahasa sebagai sarana dasar untuk mengungkapkan ide, saran atau pendapat dan perasaan yang diungkapkan secara lisan. Tindak tutur dapat didefinisikan sebagai unit terkecil dari aktivitas percakapan yang dapat dikatakan memiliki fungsi,
2
seperti melaporkan, menyatakan, memperingatkan, mengarahkan, menyarankan, menyajikan, mengkritik, dan meminta. Searle (melalui Rahardi, 2008: 35-36) menyatakan bahwa dalam praktiknya terdapat tiga macam tindak tutur antara lain tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusi. Searle pun membagi tindak tutur ilokusi ke dalam lima macam bentuk tuturan, yakni asertif, ekspresif, direktif, komisif, dan deklarasi. Kelima macam tuturan ini memiliki fungsi tuturan yang berbeda-beda. Tuturan yang terjadi dalam sebuah interaksi berbahasa memiliki bermacam-macam makna maupun maksud yang ingin disampaikan. Berkenaan dengan bermacam-macam maksud tersebut, Leech (1993:19-20) menyatakan bahwa ada empat aspek dalam tindak tutur, yakni: (a) penutur dan mitra tutur, (b) konteks tuturan, (c) tujuan tuturan, (d) tindak tutur sebagai bentuk tindak atau aktivitas , dan (e) tuturan sebagai produk tindak verbal.
Dalam interaksi belajar mengajar tentunya banyak terjadi tindak tutur dari siswa maupun guru. Ketika proses interaksi belajar mengajar, siswa dan guru saling berkomunikasi. Tuturan yang terjadi di dalam kelas khususnya ketika interaksi belajar mengajar berlangsung ada berbagai macam seperti tuturan melarang, memerintah, bertanya dan tuturan yang bersifat pernyataan. Tindak tutur yang menjadi daya tarik peneliti tindak tutur ilokusi deklaratif. Tindak tutur ilokusi deklaratif adalah tuturan yang isi tuturannya berhubungan dengan hal nyata yang sedang terjadi. Tindak tutur ilokusi deklaratif yang terjadi di setiap sekolah tentunya berbeda-beda, hal itu terjadi karena konteks yang mendasari sebuah tuturan. Tindak tutur dalam percakapan guru dan siswa menggunakan aneka strategi tuturan yang berbeda-beda. Berkaitan dengan aneka strategi tutur
yang digunakan dalam percakapan tersebut, Purwo (1984:14) menjelaskan bahwa penciptaan strategi-strategi dalam memproduksi tuturan tersebut ada kalanya penutur harus mengucapkan sesuatu yang berbeda dengan yang dimaksudkannya dengan tujuan tertentu, ujaran yang disampaikan bermakna implisit. Dengan demikian setiap tuturan seseorang memiliki fungsi tuturan yang berbeda-beda.
SMK Yos Sudarso Rembang memiliki sejumlah siswa dan guru dengan bekal komunikasi yang berbeda-beda. Hal itu terjadi karena latar belakang dari pihak guru maupun latar belakang dari pihak siswa. Siswa dengan latar belakang pedesaan tentu saja cara berkomunikasinya berbeda dengan siswa yang memiliki latar belakang perkotaan. Latar belakang yang berbeda itulah yang menyebabkan respons terhadap tuturan guru berbeda pula. Selain latar belakang tempat tinggal, latar belakang usia juga mempengaruhi siswa ketika merespons tuturan guru, terutama pada kelas X yang masih terbawa sikap anak-anak karena baru saja meninggalkan bangku SMP. Munculnya tindak tutur ilokusi deklaratif dalam tuturan guru ketika interaksi belajar mengajar dipengaruhi dari kondisi atau situasi kelas yang mendukung tuturan deklaratif itu terjadi. Selain karena kondisi kelas, materi yang sedang diajarkan guru juga berpengaruh dalam munculnya tuturan yang bersifat deklaratif. Pada dasarnya, dalam interaksi belajar mengajar peran guru tidak terlepas dari usaha membimbing siswa supaya mampu memiliki kepribadian yang baik di dalam kegiatan belajar mengajar maupun di luar kegiatan belajar mengajar.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian lebih lanjut terhadap tindak tutur deklaratif. Peneliti akan mengkaji tuturan
4
khususnya tindak tutur ilokusi deklaratif para guru dalam interaksi belajar mengajar pada siswa kelas X SMK Yos Sudarso Rembang. Peneliti ingin mengetahui seberapa banyak jenis tindak tutur ilokusi deklaratif yang terdapat dalam tuturan para guru ketika berinteraksi dengan siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan, penelitian ini akan membahas bagaimana tindak tutur ilokusi deklaratif para guru dalam interaksi belajar mengajar pada siswa kelas X SMK Yos Sudarso Rembang? Ditinjau dari rumusan masalah tersebut, ada beberapa sub masalah yang akan diteliti, yakni:
a. Jenis-jenis tindak tutur ilokusi deklaratif seperti apakah yang sering muncul dalam tuturan guru ketika interaksi belajar mengajar di kelas X SMK Yos Sudarso Rembang?
b. Bagaimana makna pragmatis tindak tutur ilokusi deklaratif dalam tuturan guru pada saat interaksi belajar mengajar di kelas X SMK Yos Sudarso Rembang?
c. Bagaimana ciri-ciri tindak tutur ilokusi deklaratif yang terdapat dalam tuturan guru ketika interaksi belajar mengajar di kelas X SMK Yos Sudarso Rembang berlangsung?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan tindak tutur ilokusi deklaratif para guru dalam interaksi belajar mengajar pada siswa kelas X SMK Yos Sudarso Rembang. Adapun tujuan penelitian dari sub masalah adalah sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan jenis-jenis tuturan guru yang dicurigai mengandung tindak tutur ilokusi deklaratif pada saat interaksi belajar mengajar di kelas X SMK Yos Sudarso Rembang.
b. Mendeskripsikan makna pragmatis tindak tutur ilokusi deklaratif yang terdapat dalam tuturan guru pada saat interaksi belajar mengajar di kelas X SMK Yos Sudarso Rembang.
c. Mendeskripsikan ciri-ciri tindak tutur ilokusi deklaratif sesuai dengan jenis tindak tutur deklaratif yang terdapat dalam tuturan guru ketika interaksi belajar mengajar di kelas X SMK Yos Sudarso Rembang berlangsung.
1.4 Definisi Istilah
a. Pragmatik
Yule (2006:3) menegaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca.
6
b. Konteks
Kridalaksana (2011:134) mengartikan konteks adalah (1) aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait mengait dengan ujaran tertentu, (2) pengetahuan yang sama-sama dimiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham apa yang dimaksud pembicara.
c. Tindak Tutur
Cummings (2007:362) mengatakan tindak tutur merupakan fenomena pragmatik penyelidikan linguistik klinis yang sangat menonjol.
d. Tindak Tutur Ilokusi
Leech (1993:21) menjelaskan bahwa tindak tutur ilokusi dalam komunikasi yang berorientasi pada tujuan atau meneliti makna sebuah tuturan merupakan usaha untuk merenkonstruksi tindakan apa yang menjadi tujuan penutur ketika ia memproduksi tuturannya.
e. Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif
Yule (2006:92) mengatakan bahwa deklaratif merupakan jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. Yule memberikan contoh tuturan deklarasi dalam konteks menghukum yaitu : Jury Foreman, “We find the defendant guity (kami nyatakan terdakwa bersalah). PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: a. Manfaat Teoritis:
Secara teoritis, penelitian ini dapat digunakan untuk memahami bidang kajian pragmatik, khususnya tindak tutur ilokusi deklaratif. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian yang lain. b. Manfaat Praktis :
Secara praktis, penelitian ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai jenis, makna pragmatis, dan ciri-ciri tindak tutur ilokusi deklaratif. Selain itu dalam pembelajaran bahasa, penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan mengenai pemahaman sebuah tuturan, sehingga mitra tutur atau pendengar dapat memahami maksud sebuah tuturan yang mengandung tindak tutur deklaratif.
1.6 Sistematika Penyajian
Sistematika penulisan penelitian ini terdiri atas lima bab. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pembaca di dalam memahami penelitian ini. Bab satu adalah bab pendahuluan. Bab ini mengulas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, identifikasi masalah, manfaat penelitian, batasan, dan sistematika penyajian. Bab dua adalah kajian pustaka. Bab ini berisi penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian peneliti saat ini. Dan kerangka teoretis yaitu teori-teori yang berkaitan langsung dengan penulisan penelitian ini.
8
Bab tiga adalah metodologi penelitian. Bab ini membahas seputar pendekatan penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan trianggulansi data. Bab empat adalah deskripsi data, hasil penelitian, dan pembahasan. Peneliti akan menyajikan deskripsi data, hasil penelitian, dan pembahasan. Deskripsi data dan analisis data akan diuraikan peneliti secara mendalam supaya memudahkan pembaca. Bab lima terdapat kesimpulan dan saran. Bab ini akan berisi tentang kesimpulan dari penelitian yang dibahas oleh peneliti serta terdapat saran atau masukan untuk masalah penelitian yang dapat membantu penelitian selanjutnya. Setelah kelima bab tersebut selesai, peneliti memberikan halaman untuk daftar pustaka. Selain itu peneliti juga mencantumkan lampiran berupa kumpulan data yang ditemukan peneliti selama berada di lapangan.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini secara khusus akan menguraikan penelitian terdahulu yang relevan, landasan teori, dan kerangka berpikir. Khusus untuk bagian kedua yaitu landasan teori, akan diuraikan mengenai (a) kajian pragmatik, (b) konteks, (c) tindak tutur, (d) tindak tutur ilokusi, dan (e) tindak tutur ilokusi deklaratif.
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai tindak tutur deklaratif memang sudah pernah ada yang melakukan sebelumnya. Namun kajian secara khusus mengenai penelitian tindak tutur deklaratif dalam interaksi belajar mengajar belum ada yang melakukan. Peneleliti mencantumkan dua penelitian terdahulu yang relevan dalam penelitian ini.
Pertama, penelitian Eli Hidayat (2014) dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam skripsinya yang berjudul Tindak Tutur Deklaratif Dalam Wacana Khotbah Jumat Bahasa Sunda Di Masjid Baiturrahman Desa Bener Kecamatan Majenang Kabupaten Cilacap. Peneliti berusaha menganalisis dan menguraikan tindak tutur deklaratif yang terdapat dalam wacana khotbah Jumat bahasa Sunda yang terjadi di masjid Baiturrahman. Objek yang menjadi fokus penelitian tersebut adalah: (1) bentuk tindak tutur deklaratif dalam wacana khotbah Jumat bahasa Sunda, (2) fungsi tindak tutur deklaratif dalam wacana khotbah Jumat bahasa Sunda.
10
Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah metode simak. Peneliti menyimak secara langsung penggunaan bahasa yang digunakan dalam khotbah Jumat bahasa Sunda di masjid Baiturrahman. Adapun teknik lain yang digunakan peneliti untuk memperoleh data yang berkualitas, yakni teknik catat dan dokumentasi. Metode analisis data yang digunakan peneliti adalah metode padan intralingual dan metode padan ekstralingual. Adapun langkah – langkah yang digunakan peneliti dalam melakukan analisis data, yakni: (a) transkripsi data yaitu pada tahap transkripsi data, penulis mentranskripsi data yang berasal dari tuturan khatib ke dalam Bahasa Indonesia. Selanjutnya diklasifikasikan ke dalam bagan atau tabel data. Setiap tabel data tersebut sudah mempunyai klasifikasi atau macam-macam tuturan deklaratif. (b) Pemaparan hasil analisis data, dalam memaparan hasil analisis menggunakan analisis secara formal yaitu pemaparan dengan menggunakan perumusan kata-kata biasa.
Hasil dari penelitian mengenai tindak tutur deklaratif dalam wacana khotbah jumat bahasa Sunda yaitu peneliti berhasil menemukan bentuk tindak tutur deklaratif yang menurut Searle dibedakan menjadi lima, yakni: memutuskan, membatalkan, melarang, mengijinkan, dan memberikan maaf atau mengampuni. Serta mampu mengungkapkan fungsi tindak tutur deklaratif khususnya dalam wacana khotbah Jumat bahasa Sunda. Penelitian tersebut mengacu pada teori Leech, maka fungsi dari tindak tutur yang ia ungkapkan dalam penelitian tindak tutur pada wacan khotbah Jumat bahasa Sunda terbagi menjadi empat fungsi, yakni: (1) fungsi kompetitif, (2) fungsi menyenangkan, (3) fungsi bekerja sama, dan (4) bertentangan.
Kedua, penelitian dari Juang Rizki Faznur, Hasnah Faizah, dan Charlina (2016) dari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Riau dalam jurnal penelitian yang berjudul Perbandingan tuturan Deklaratif Bermakna Imperatif Dalam Novel Tebusan Darah dengan Hempasan Gelombang. Peneliti berusaha menganalisis perbandingan tuturan deklaratif bermakna imperatif dalam novel. Objek yang menjadi fokus penelitian adalah mengkaji tuturan deklaratif bermakna imperatif yang terdapat dari dua novel yang memiliki latar belakang sama namun memiliki waktu atau generasi yang berbeda. Para peneliti ingin menganalisis apakah tuturan deklarartif bermakna imperatif pada angkatan pertama berbeda dengan angkatan sekarang, atau tidak terjadi pergeseran bahasa dalam hal tuturan deklarartif bermakna imperatif.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi, yakni peneliti mengamati secara langsung isi cerita novel dan mengamati setiap kalimat dan dialog yang terdapat pada novel tersebut. Dalam penelitian ini, data-data diambil dari dalam novel yang mengandung wujud tuturan deklaratif bermakna imperatif. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis atau menguraikan data yang diperoleh (kata-kata, gambar, perilaku) tidak dituangkan dalam bentuk bilangan atau angka statistik, melainkan tetap dalam bentuk kualitatif yang memiliki arti lebih kaya dari sekadar angka atau frekuensi. Dengan menggunakan metode tersebut, peneliti menjabarkan hasil temuannya mengenai perbandingan tuturan deklaratif bermakna imperatif dalam novel Tebusan Darah dengan Hempasan Gelombang.
12
Hasil dari penelitian mengenai perbandingan tuturan deklaratif bermakna imperatif dalam novel Tebusan Darah dengan Hempasan Gelombang, peneliti berhasil mengetahui perbandingan tuturan deklaratif bermakna imperatif. Penggunaan perbandingan tuturan deklaratif bermakna imperatif dalam novel Tebusan Darah karya Soeman dengan novel Hempasan Gelombang karya Taufik Ikram Jamil. Terbagi menjadi enam, yaitu suruhan, ajakan, permohonan, persilaan, larangan, dan permintaan.
Dua penelitian terdahulu yang ditemukan peneliti memiliki fokus penelitian yang berbeda. Penelitian terdahulu yang pertama fokus penelitiannya adalah penggunaan tindak tutur deklaratif dalam wacana, sedangkan fokus penelitian terdahulu yang kedua adalah perbandingan tuturan deklaratif bermakna imperatif yang terdapat di antara novel Tebusan Darah dengan Hempasan Gelombang. Keduanya memang memiliki dasar yang sama yakni tindak tutur ilokusi deklaratif, hanya saja terdapat perbedaan dalam fokus penelitian. Keterkaitan dengan penelitian yang sekarang adalah sama-sama mengenai tindak tutur ilokusi deklaratif. Berdasarkan tinjauan penelitian terdahulu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian serupa, yakni mengenai tindak tutur ilokusi deklaratif. Namun, fokus penelitian yang digunakan adalah tuturan para guru ketika berinteraksi dalam kegiatan belajar mengajar.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya mengenai tindak tutur ilokusi deklaratif dengan menggunakan teknik penelitian yang berbeda. Sumber data dari penelitian ini adalah para guru yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas X SMK Yos Sudarso
Rembang. Sementara itu, data dari penelitian ini adalah tuturan para guru yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar di SMK Yos Sudarso Rembang. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menemukan jenis-jenis tindak tutur ilokusi deklaratif, makna pragmatis, serta ciri-ciri tindak tutur ilokusi deklaratif yang terdapat pada tuturan para guru. Dengan demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, terutama pada teknik dan fokus permasalahan.
2.2 Landasan Teori
Landasan teori merupakan pisau analisis yang harus diketahui peneliti sebelum melakukan penelitian. Dalam landasan teori akan dijabarkan atau dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan atau berkaitan dengan penelitian yang dilakukan peneliti dan menjadi acuan dalam penelitian Tindak Tutur Ilokusi Deklaratif Para Guru Dalam Interaksi Belajar Mengajar Pada Siswa Kelas X SMK Yos Sudarso Rembang. Penulisan penelitian ini didukung oleh teori-teori yang menurut peneliti sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan sehingga dapat menjadi acuan penelitian.
2.2.1 Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations). Levinson (1983:24) menegaskan bahwa Pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pengguna bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai (pragmatics is the study of the ability of language users to pair sentences with the contexs in which they would be appropriate). Levinson (melalui Nadar, 2009:5) juga menegaskan bahwa pragmatik merupakan suatu istilah yang mengesankan bahwa sesuatu yang sangat
14
khusus dan teknis sedang menjadi objek pembicaraan, padahal istilah tersebut tidak mempunyai arti yang jelas. Pada dasarnya pragmatik merupakan kajian yang menghubungkan antara bahasa dan konteks yang terkodifikasi dalam struktur bahasa. Dalam pragmatik makna diberi definisi dalam hubungannya dengan penutur atau pemakai bahasa (Leech 1993:8). Leech juga menekankan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations).
Yule (2006:3) menegaskan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca. Oleh karena itu, studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis - analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya (penutur) daripada tentang makna setiap kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pada dasarnya pragmatik memang bidang studi yang mengkaji makna dalam situasi ujar. Leech (1993:53) memberi penegasan mengenai makna dalam pragmatik, makna yang digunakan dalam pragmatik merupakan suatu maksud refleksif, yaitu suatu maksud yang hanya dapat dicapai bila maksud tersebut diketahui oleh penutur. Pragmatik merupakan telaah penggunaan bahasa untuk menuangkan maksud dalam tindak komunkasi sesuai dengan konteks dan keadaan pembicaraan. Pragmatik menelaah bentuk bahasa dengan mempertimbangkan satuan-satuan yang ‘menyertai’ sebuah ujaran: konteks lingual (co-text) maupun konteks ekstralingual: tujuan, situasi, partisipan, dan lain sebagainya (Bagus 2014:14). Pragmatik dapat dimanfaatkan setiap penutur untuk memahami maksud lawan tutur. Penutur dan lawan tutur dapat memanfaatkan pengetahuan atas
pengalaman bersama untuk memperoleh kemudahan dalam berinteraksi. Pragmatik mengkaji makna dalam situasi ujar, oleh karena itu penutur tidak dapat membuat pernyataan-pernyataan pragmatis mengenai apa yang terjadi dalam pikiran seseorang.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa pragmatik tidak dapat dilepaskan dari bahasa dan konteks. Fokus dalam pragmatik adalah hubungan antara bahasa dan konteks. Dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji penutur untuk mengetahui kesesuaian antara ujaran dengan konteks ujaran, sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancar serta tidak terjadi kesalahan dalam penafsiran. Perlu diketahui bahwa kemampuan berbahasa yang baik tidak hanya terletak pada kesesuaian aturan gramatikalnya saja, tetapi juga pada aturan pragmatik. Pragmatik menganalisis fungsi kalimat dalam komunikasi, dan kalimat itu harus kita anggap sebagai ‘ujaran’. Pragmatik juga mempelajari hubungan konsep (pengertian atau maksud) dengan tanda.
2.2.2 Konteks
Konteks tidak bisa dipisahkan dari kajian pragmatik, karena konteks merupakan aspek penting dalam kajian pragmatik. Setiap pembicaraan mengenai pragmatik pasti akan disertai pula pembahasan mengenai konteks. Peran konteks situasi tuturan juga diungkapkan oleh Malinowski (melalui Verschueren 1998:75) yang mengatakan bahwa persis seperti dalam kenyataan bahasa lisan atau tulisan, sebuah kata tanpa konteks linguistik hanyalah isapan jempol belaka dan tidak berarti apa-apa, jadi dengan kenyataan lidah yang lisan, ujaran itu tidak berarti tanpa konteks situasi (exactly as in the reality of spoken or written languages, a
16
word without linguistic context is a mere figment and stands for nothing by itself, so in the reality of a spoken living tongue, the utterance has no meaning except in the context of situation). Malinowski menganggap bahwa sebuah bahasa tanpa konteks diibaratkan sebagai isapan jempol belaka, yang artinya tidak memiliki arti.
Malinowski (melalui Pateda, 1988:104) menambahkan bahwa untuk memahami ujaran harus memahami konteks situasi, dengan memperhatikan konteks situasi, sehingga aspek-aspek bermakna linguistik maupun nonlinguistik dapat dikorelasikan. Kridalaksana (2011:134) mengungkapkan pengertian konteks adalah (a) aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait mengait dengan ujaran tertentu, (b) pengetahuan yang sama-sama memiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham apa yang dimaksud pembicara. Kridalaksana (melalui Bagus, 2014:94) menyatakan bahwa konteks adalah latar belakang pemahaman yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur sehingga lawan tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang dimaksud oleh penutur pada waktu membuat tuturan tertentu. Cummings (2007:5) juga menjelaskan bahwa kita tidak dapat mendapatkan definisi yang lengkap bila konteksnya tidak disebutkan. Dalam bukunya, Cummings mengatakan bahwa gagasan tentang konteks berada di luar pengejawantahannya yang jelas seperti latar fisik tempat dihasilkannya suatu ujaran yang mencakup faktor-faktor linguistik, sosial, dan epistemis. Pierce dan Beekam (melalui Cummings, 2007:363) mengkaji pengaruh konteks linguistik dan ekstra-linguistik terhadap pemahaman konstruktif aktif yang dapat dibalik.
Konteks merupakan seperangkat pemikiran dan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh penutur dan mitra tutur dalam membangun suatu komunikasi. Kesinambungan suatu percakapan atau pembicaraan tergantung oleh latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh penutur maupun mitra tutur. Peran penting konteks dalam pragmatik ditekankan oleh Wijaya (melalui Nadar, 2009:4) yang menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji makna yang terikat konteks. Dalam suatu tindak tutur, penutur dan mitra tutur harus paham mengenai konteks selama tuturan. Hal ini perlu diketahui agar tidak terjadi salah tafsir antara tuturan penutur dan penangkapan maksud dari mitra tutur.
Berdasarkan pendapat mengenai konteks di atas, dapat disimpulkan bahwa konteks merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari tuturan, baik lisan maupun tulisan. Untuk memahami makna dan maksud dari sebuah tuturan, penutur maupun mitra tutur harus memahami konteks yang mendasari terjadinya suatu tuturan. Apabila penutur dan mitra tutur tidak memahami konteks suatu tuturan, maka maksud dari tuturan tersebut tidak akan dipahami. Oleh karena itu, penutur dan mitra tutur harus sama-sama saling mengetahui konteks tuturan, sehingga apa yang disampaikan penutur dapat diterima dengan baik oleh mitra tutur.
2.2.3 Tindak Tutur
Tindakan – tindakan yang ditampilkan lewat tuturan biasanya disebut tindak tutur (Yule, 2006:82). Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam mengahadapi situasi tertentu (Chaer & Agustina, 2004: 50). Austin
18
(melalui Rusminto, 2010:22) mengemukakan bahwa aktivitas bertutur tidak hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas dasar tuturan itu. Tindak tutur merupakan tuturan yang didalamnya terdapat tindakan. Dengan mengucapkan sesuatu, penutur juga melakukan sesuatu. Austin (1962:12) menegaskan mengenai tindak tutur bahwa di dalam mengatakan sesuatu, kita juga melakukan sesuatu “(in which to say something is to do something or in which by saying or in saying something we are doing something). Menurut Austin, dalam menyampaikan sesuatu, penutur juga melakukan tindakan melalui ujaran yang disampaikannya. Pendapat Austin ini didukung oleh Searle (melalui Rusminto, 2010:22) dengan mengatakan bahwa unit terkecil komunikasi bukanlah kalimat, melainkan tindakan tertentu, seperti membuat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan permintaan. Jika dalam peristiwa tutur lebih dilihat pada tujuan peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Cummings (2007:362) mengatakan tindak tutur sebagai fenomena pragmatik penyelidikan linguistik klinis yang sangat menonjol.
Searle (melalui Rahardi, 2008: 35-36) juga menyatakan bahwa dalam praktiknya terdapat tiga macam tindak tutur antara lain tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusi. Tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu. Dalam lokusioner tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan oleh si penutur. Tindak ilokusioner adalah tindak
melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula. Tindakan perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengaruh (effect) kepada mitra tutur.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah suatu tuturan yang memiliki maksud tertentu yang diungkapkan dengan suatu tindakan. Tindak tutur yang memiliki maksud tertentu tersebut tidak dapat dipisahkan dari konsep situasi tutur. Konsep tersebut memperjelas pengertian tindak tutur sebagai suatu tindakan yang menghasilkan tuturan sebagai produk tindak tutur. Tindak tutur didasarkan pada hubungan tuturan dengan tindakan yang dilakukan oleh penutur kepada mitra tuturnya dalam berkomunikasi. Artinya, tuturan baru bermakna jika direalisasikan dalam tindakan komunikasi nyata.
2.2.4 Tindak Tutur Ilokusi
Lyons (1997:730) mengatakan bahwa tindak ilokusi adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam mengatakan sesuatu seperti membuat janji, membuat pernyataan, mengeluarkan perintah atau permintaan, memberikan nama, dan lain sebagainya. Austin (1962:142) menegaskan bahwa tindak ilouksi adalah tindakan dalam mengatakan sesuatu. Maksud dari tindak dalam mengatakan sesuatu adalah sesuatu yang mengandung tanggung jawab penutur untuk melaksanakan sesuatu sehubungan dengan isi ujarannya. Rohmadi (2004:31) mengungkapkan bahwa tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu, disebut juga the act of doing something. Searle (melalui Rahardi, 2008:36) menjelaskan tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi
20
tertentu pula. Tuturan perutku ‘perutku lapar’ diucapkan penutur bukan semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan mitra tutur bahwa pada saat dituturkannya tuturan tersebut, penutur sedang merasa lapar. Namun lebih dari itu, penutur menginginkan mitra tutur melakukan tindakan tertentu, misalnya mitra tutur mengambilkan makanan.
Leech (1993:21) menjelaskan bahwa tindak tutur ilokusi dalam komunikasi yang berorientasi pada tujuan atau meneliti makna sebuah tuturan merupakan usaha untuk merekonstruksi tindakan apa yang menjadi tujuan penutur ketika ia memproduksi tuturannya. Leech menegaskan bahwa tuturan ilokusi memiliki maksud dan tujuan penutur. Mitra tutur diajak untuk membayangkan apa yang dimaksudkan penutur melalui ekspresi bahasanya. Selanjutnya, Searle (melalui Rahardi, 2008:36) menggolongkan tindak tutur ilokusi itu ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif. Kelima macam bentuk tuturan yang menunjukkan fungsi itu dapat dirangkum sebagai berikut: Asertif (assertives), yakni bentuk tuturan yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan (stating), menyarankan (suggesting), menbual (boasting), mengeluh (complaining), dan mengklaim (claiming). Direktif (directives), yakni bentuk tuturan yang dimaksudkan penuturannya untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan tindakan, misalnya, memesan (orderin), memerintah (commanding), memohon (requesting), menasehati (advising), dan merekomendasi (recommending). Ekspresif (expressives), adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu
keadaan, misalnya berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating), meminta maaf (pardoning), menyalahkan (blambing), memuji (praising), berbelasungkawa (condoling). Komisif (commissives), yakni bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran, misalnya berjanji (promising), bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering). Deklarasi (declarations), yaitu bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya berpasrah (resigning), memecat (dismissing), membaptis (chistening), memberi nama (naming), mengangkat (appointing), mengucilkan (excommicating), dan menghukum (sentencing).
Pendapat para ahli mengenai tindak tutur ilokusi di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur ilokusi merupakan suatu tuturan yang memiliki sifat pernyataan, tawaran, penjelasan, maupun fungsi komunikatif bahasa lainnya. Tindak tutur ilokusi melakukan suatu tindakan dengan mengatakan sesuatu. Pada tindak tutur ilokusi, penutur menyatakan sesuatu dengan menggunakan suatu daya yang khas, yang membuat si penutur bertindak sesuai dengan apa yang dituturkanya. Tindakan ini mengandung makna yang berhubungan dengan fungsi sosial. Maksudnya adalah penutur tidak hanya menyampaikan informasi kepada mitra tutur, melainkan dalam tuturannya penutur mampu mempengaruhi mitra tutur untuk melakukan suatu tindakan yang dimaksudkan oleh penutur.
2.2.5 Tindak Tutur Ilokusi Jenis Deklaratif
Tindak tutur deklaratif merupakan bentuk tuturan yang berisi tentang pernyataan ringkas dan padat. Searle (melalui Leech, 2993:165) mengatakan bahwa tindakan-tindakan deklaratif merupakan kategori tindak ujar yang sangat
22
khusus, karena tindakan-tindakan ini biasanya dilakukan oleh seseorang yang dalam sebuah kerangka acuan kelembagaan diberi wewenang untuk melakukannya. Dengan kata lain, penutur yang mengucapkan tuturan deklarasi menggunakan bahasa hanya sebatas sebagai tanda lahiriah bahwa suatu tindakan (sosial, keagamaan, hukum) telah dilaksanakan. Bentuk tutur deklaratif atau deklarasi merupakan bentuk tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataannya, misalnya berpasrah (resigning), memecat (dismissing), membaptis (christening), memberi nama (naming), mengangkat (appointing), mengucilkan (excommunicating), dan menghukum (sentencing) (Rahardi, 2003:73). Dalam bahasa Indonesia, kalimat deklaratif memiliki maksud ingin menyampaikan sesuatu kepada mitra tutur. Suatu yang diberitakan kepada mitra tutur itu merupakan ungkapan suatu kejadian. Rahardi (2008:75) mengatakan bahwa kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia dapat merupakan tuturan langsung dan dapat pula merupakan tuturan tidak langsung. Yule (2006:92) mengatakan bahwa deklaratif merupakan jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. Yule memberikan contoh tuturan deklarasi dalam konteks menghukum yaitu : Jury Foreman, “We find the defendant guity (kami nyatakan terdakwa bersalah).”
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa deklaratif memiliki definisi pernyataan yang bersifat ringkas dan jelas. Tindak tutur deklaratif memiliki pengertian segala tindak tutur yang berisi sebuah pernyataan. Tindak tutur deklaratif merupakan bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataannya. Tindak tutur deklaratif merupakan bagian dari tindak ilokusioner dan merupakan bagian dalam kajian pragmatik. Tuturan yang
mengandung deklaratif hanya meminta pendengar atau yang mendengar kalimat itu untuk menaruh perhatian saja, tidak usah melakukan apa-apa sebab maksud si pengujar hanya untuk memberitahukan saja, karena pada dasarnya deklaratif adalah pernyataan.
2.3 Kerangka Berpikir
Penelitian mengenai tindak tutur deklaratif para guru dalam interaksi belajar mengajar pada siswa kelas X SMK Yos Sudarso Rembang memiliki kerangka berpikir. Kerangka berpikir digunakan sebagai fondasi dalam suatu pemikiran dari seluruh proses penelitian yang akan dilakukan. Tujuan dari kerangka berpikir adalah memudahkan peneliti dalam menjelaskan alur penelitian tindak tutur deklaratif para guru dalam interaksi belajar mengajar siswa kelas X SMK Yos Sudarso Rembang. Dalam kerangka berpikir ini, peneliti akan berusaha membahas permasalahan yang diangkat, yakni jenis beserta ciri tindak tutur deklaratif dan makna pragmatis yang terkandung dalam tuturan guru yang dicurigai mengandung tindak tutur deklaratif. Pembahasan masalah tersebut akan dijelaskan dengan konsep, teori, dan metode yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Peneliti menggunkaan teori pragmatik sebagai pisau analisis dalam penelitian. Permsalahan dalam penelitian ini adalah tindak tutur deklaratif para guru yang merupakan bentuk ujaran, maka peneliti berpkir bahwa teori pragmatik sangat tepat digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian. Komponen penting dalam teori pragmatik yang menjadi fokus peneliti adalah tindak tutur ilokusi deklaratif. Penelitian ini menggunakan menggunakan metode penelitian
24
kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode yang menghasilkan data deskriptif dalam bentuk lisan maupun tertulis. Peneliti memberi gambaran menyeluruh mengenai data penelitian berdasarkan proses pengumpulan data dan analisis data. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi dan mengumpulkan data-data untuk menjawab permasalahan penelitian yang diangkat. Data yang telah terkumpul dari sumber data akan diproses melalui analisis data. Analisis data merupakan penelusuran melalui catatan-catatan maupun temuan-temuan yang diperoleh peneliti. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah didapatkan dari berbagai sumber. Analisis data merupakan cara peneliti mengolah data terkumpul guna menjawab permasalahan dalam penelitian.
Dari kegiatan pengumpulan data dan analisis data, peneliti berupaya untuk menuliskan hasil penelitian tersebut. Hasil penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai peneliti dalam penelitiannya. Dalam hasil penelitian, peneliti menguraikan secara runtut proses penelitian yang kemudian mendeskripsikan secara singkat dalam butir-butir yang spesifik. Secara ringkas, alur penelitian ini adalah sebagai berikut:
Skema 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian
TINDAK TUTUR
TUTURAN PARA GURU DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR PADA SISWA KELAS X SMK YOS SUDARSO REMBANG
JENIS-JENIS TINDAK TUTUR DEKLARATIF MAKNA PRAGMATIS TINDAK TUTUR DEKLARATUIF CIRI-CIRI TINDAK TUTUR DEKLARATIF TINDAK TUTUR ILOKUSI
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif jenis deskriptif dengan tujuan untuk mendapatkan deskripsi objektif tentang tuturan guru dalam interaksi belajar mengajar di kelas X SMK Yos Sudarso Rembang. Menurut Nazir (2013:43) metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa yang akan datang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada. Selanjutnya, metode penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis,faktual, dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang sedang diteliti sesuai dengan sifat alamiah data itu sendiri (Sukmadinata, 2009:72). Penelitian dengan pendekatan kualitatif menekankan analisis proses dari proses berpikir secara induktif yang berkaitan dengan dinamika hubungan antarfenomena yang diamati, dan senantiasa menggunakan logika ilmiah. Moleong (2007: 6) mengungkapkan penelitian kualitatif sebagai suatu jenis penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian secara holistic, dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks yang alamiah, serta memanfaatkan berbagai metode
ilmiah. Penelitian kualitatif menggunakan data-data alamiah untuk menerangkan gejala atau fenomena secara menyeluruh. Penelitian kualitatif dilakukan pada objek yang alamiah, yaitu objek yang berkembang adanya dan tidak dimanipulasi peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi kehadiran pada objek tersebut. Gunawan (2013:80) menegaskan bahwa penelitian kualitatif bertujuan mengembangkan konsep sensitivitas pada masalah yang dihadapi, menerangkan realitas yang berkaitan dengan penelusuran teori dari bawah (grounded theory) dan mengembangkan pemahaman akan satu atau lebih dari fenomena yang dihadapi.
3.2 Sumber Data dan Data
Sumber data adalah letak atau tempat ditemukannya data yang hendak diteliti. Dalam penelitian, sumber data harus jelas supaya dapat memperoleh data yang valid dan akurat. Penelitian ini sumber data yang digunakan adalah tuturan para guru SMK Yos Sudarso Rembang yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas X.
Data merupakan hasil capaian yang nantinya akan diolah untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diangkat oleh peneliti. Moleong (2007:157) mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif memiliki data utama berupa kata-kata atau bahasa, sedangkan data pendukungnya berupa dokumen. Data yang digunakan peneliti adalah tuturan guru yang dicurigai mengandung ilokusi deklaratif.
28
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam sebuah penelitian, data merupakan fakta atau keterangan mengenai sesuatu yang dapat digunakan untuk menyusun informasi. Setiap data atau fakta yang dikumpulkan harus bisa memberikan gambaran maupun keterangan yang jelas. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti berupaya untuk memilih teknik pengumpulan data yang tepat supaya bisa memperoleh data yang tepat. Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti untuk memperoleh data yang akan dikupas, guna menjawab permasalahan dalam penelitian.
3.3.1 Teknik Simak Bebas Libat Cakap
Teknik ini merupakan teknik penjaringan data yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa tanpa ikut berpartisipasi dalam proses pembicaraan. Dengan menggunakan teknik ini, peneliti tidak melibatkan diri secara langsung untuk pembentukan calon data. Namun dalam teknik ini peneliti hanya sebagai pengamat calon data yang terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan.
Dalam teknik simak bebas libat cakap ini, peneliti menggunakan alat perekam untuk merekam pembicaraan atau merekam informasi yang ada di lapangan. Rekaman merupakan cara pengumpulan data yang dapat menghasilkan data-data lengkap. Dengan merekam kejadian di lapangan, maka peneliti tidak akan kehilangan data sedikitpun. Selain itu, dengan merekam peneliti akan memperoleh data yang lengkap dan bukan sekadar perkiraan. Rekaman yang
diambil adalah rekaman suara ketika guru bertutur di dalam kelas pada saat interaksi belajar mengajar berlangsung.
3.3.2 Teknik Observasi
Penelitian ini berlangsung melalui proses pengamatan atau observasi yang dilakukan secara langsung oleh peneliti untuk mendapatkan informasi tentang tindak tutur deklaratif para guru dengan cara mengamati, melihat, mencatat selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Teknik penelitian obeservasi berarti peneliti melihat dan mendengarkan apa yang dilakukan dan dikatakan atau diperbincangkan para responden dalam aktivitasnya. Untuk melengkapi cara memperoleh data yang lengkap penulis mempergunakan metode observasi, yaitu mengamati, mencari data dari beberapa fakta mengenai hal yang ada hubungannya dengan permasalahan. Observasi adalah satu pengamatan yang sistematis terhadap suatu kegiatan, dimana alat indera sebagai alat yang utama. Peneliti menggunakan jenis observasi pastisipasi pasif. Dalam hal ini, peneliti datang di lokasi penelitian. Observasi merupakan teknik yang langsung dapat digunakan untuk memperoleh data dari berbagai aspek tingkah laku. Teknik ini peneliti terapkan untuk mendapatkan kejelasan dan memberikan keyakinan tentang data yang perlu untuk dilaporkan. Dengan menggunakan teknik observasi, data yang diraih lebih dapat dipercaya, selain itu data yang dikumpulkan lebih efektif dan efisien.
3.3.3 Teknik Wawancara
Esterberg (melalui Sugiyono, 2012:231) mengatakan wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
30
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam stautu topik tertentu. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data wawancara untuk menggali informasi dari lapangan secara mendalam. Dengan melakukan wawancara, peneliti akan mengetahui lebih dalam mengenai situasi maupun fenomena yang terjadi. Proses wawancara akan dilakukan peneliti bersamaan ketika peneliti melakukan observasi. Jenis wawancara yang dipilih peneliti dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur (Structured Interview). Wawancara terstruktur digunakan peneliti untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan. Dalam wawancara jenis ini, peneliti telah menyiapkan instrumen pertanyaan yang nantinya akan membantu peneliti dalam mendapatkan data yang akurat.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat ukur yang digunakan peneliti dalam memperoleh data atau fakta. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen penelitian berupa Human Instrument. Human Instrument merupakan instrumen penelitian atau alat penelitian yang melibatkan manusia atau peneliti itu sendiri. Dalam hal ini peneliti sebagai instrumen dalam penelitian kualitatif berbekal teori pragmatik dan teori tindak tutur. Dengan menggunakan manusia sebagai instrumen, kenyataan yang terjadi di lapangan dapat dipahami dan disadari serta dapat secara langsung mengetahui faktor yang merugikan maupun menguntungkan di lapangan serta mampu mengatasinya.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan penelusuran melalui catatan-catatan maupun temuan-temuan yang diperoleh peneliti. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah didapatkan dari berbagai sumber. Analisis kualitatif berbeda dengan kuantitatif yang cara analisis dilakukan setelah data terkumpul semua, tetapi analisis kualitatif dilakukan sepanjang penelitian dari awal hingga akhir. Hal ini dilakukan karena penelitian kualitatif mendapat data yang membutuhkan analisis sejak awal penelitian. Bahkan hasil analisis awal akan menentukan proses penelitian selanjutnya.
Proses analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada 4 tahap yang meliputi identifikasi, klasifikasi, interpretasi, dan pelaporan. Pertama, tahap identifikasi, pada tahap ini peneliti akan mengidentifikasi semua tuturan ketika interaksi belajar mengajar berlangsung yang dicurigai mengandung tindak tutur deklaratif. Selain itu, pada proses identifikasi ini, peneliti akan mengidentifikasi tuturan tersebut berdasarkan jenis-jenis tindak tutur deklaratif. Kedua, tahap klasifikasi, pada tahap ini peneliti akan mengklasifikasikan atau mengelompokkan tuturan yang diperoleh berdasarkan jenis-jenis tindak tutur deklaratif. Ketiga, tahap interpretasi, pada tahap interpretasi atau tahap penafsiran, peneliti akan menafsirkan data atau fakta yang diperoleh. Dari data atau fakta yang telah diperoleh itu, peneliti akan menetapkan makna-makna yang terdapat pada data atau fakta yang telah peneliti temukan dalam lapangan. Keempat, tahap pelaporan setelah menyelesaikan tahap identifikasi, klasifikasi, dan interpretasi, peneliti akan melaporkan hasil temuan atau penelitiannya dalam bentuk deskriptif.
32
3.6 Triangulasi
Untuk menguji keabsahaan data yang telah dikumpulkan, peneliti akan melakukan teknik triangulasi data. Data yang sudah terkumpul merupakan modal awal yang sangat berharga dalam penelitian, dari data terkumpul akan dilakukan analisis yang digunakan sebagai bahan masukan untuk penarikan kesimpulan, melihat begitu besarnya posisi data maka keabsahan data yang terkumpul menjadi sangat vital. Data yang salah akan menghasilkan kesimpulan yang salah pula, demikian sebaliknya, data yang sah (valid/kredibel) akan menghasilkan kesimpulan hasil penelitian yang benar. Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan data didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan berisi tentang deskripsi data, hasil analisis data, serta pembahasan. Deskripsi data yang diperoleh merupakan deskripsi berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan membuat klasifikasi data berdasarkan kategori dan jenis tindak tutur ilokusi deklaratif para guru. Pada bagian analisis data akan dipaparkan secara singkat beberapa bentuk analisis data yang telah dicantumkan dalam lampiran. Sedangkan pada bagian pembahasan berisi tentang uraian jawaban atas pertanyaan yang terdapat dalam rumusan masalah.
4.1 Deskripsi Data
Pelaksanaan penelitian dilakukan di SMK Yos Sudarso Rembang yang beralamat di Jalan P. Diponegoro No.95 Rembang, Jawa Tengah. Sumber data dari penelitian ini adalah tuturan para guru SMK Yos Sudarso Rembang saat proses interaksi belajar mengajar di kelas X, sedangkan datanya adalah yang dicurigai mengandung tindak tutur ilokusi deklaratif. Penelitian dilakukan di masing-masing jurusan kelas X SMK Yos Sudarso Rembang, yang terdiri dari jurusan Multimedia (2 perempuan, 17 laki), Akuntansi (9 perempuan, 1 laki-laki), Administrasi Perkantoran (13 perempuan, 4 laki-laki-laki), dan Farmasi (10 perempuan, 2 laki-laki). Fokus penelitian ini berupa tuturan ilokusi deklaratif para guru ketika kegiatan belajar mengajar di kelas X SMK Yos Sudarso Rembang berlangsung. Data yang berhasil dikumpulkan ada 96 data. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi, menyimak ketika
34
guru dan siswa sedang melakukan kegiatan belajar mengajar, serta wawancara dengan beberapa guru.
Pengambilan data melalui teknik observasi, wawancara, dan simak bebas libat cakap mulai dilaksanakan pada tanggal 29 Maret 2017. Hasil dari penelitian tersebut ditemukan tujuh jenis tindak tutur ilokusi deklaratif. Ketujuh jenis tersebut adalah 32 tindak tutur ilokusi deklaratif ‘memutuskan’, 34 tindak tutur ilokusi deklaratif ‘mengesahkan’, 15 tindak tutur ilokusi deklaratif ‘penamaan’, 3 tindak tutur ilokusi deklaratif ‘menghukum’, 6 tindak tutur ilokusi deklaratif ‘melarang’, 4 tindak tutur ilokusi deklaratif ‘berpasrah’, dan 2 tindak tutur ilokusi deklaratif ‘mengangkat’. Selain itu, ditemukan pula delapan jenis makna pragmatik tindak tutur ilokusi deklaratif. Delapan makna pragmatik tersebut adalah 35 mengarahkan, 15 menguatkan, 4 suruhan, 25 meyakinkan, 1 persilaan, 12 mengingatkan, 1 ajakan, dan 3 larangan.
Data dari penelitian ini telah melalui tahap triangulasi. Triangulasi data dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 9 Juni 2017. Triangulasi data dilakukan oleh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yaitu Dr. B. Widharyanto,M.Pd. Berdasarkan hasil triangulasi, terdapat 6 dari 96 data yang tidak disetujui oleh dosen triangulator (dapat dilihat pada lampiran).
4.2 Hasil Analisis Data
Analisis data yang peneliti gunakan sejalan dengan pandangan Bloomfield (melalui Pateda, 1998:37) dalam analisis bahasa yang bersifat behavioristic antimentalist. Berdasarkan pandangan behaviorisme, harus memperhatikan tingkah laku manusia yang dapat ditangkap oleh alat indera. Kaitannya dengan penelitian ini adalah tindak tutur ilokusi deklaratif para guru ketika interkasi belajar mengajar dengan para siswa. Peneliti memperhatikan tuturan-tuturan guru dan mencermati bahasa-bahasa simbol atau bahasa tubuh penutur yang mengisyaratkan suatu maksud tuturan untuk mitra tutur.
Tindak tutur ilokusi deklaratif merupakan bentuk tindak tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataannya. Artinya, apa yang dituturkan oleh penutur merupakan gambaran dari keadaan yang sebenarnya. Tanggapan yang diharapkan timbul dari mitra tutur dapat berupa verbal maupun nonverbal yang mengisyaratkan sebuah tindakan atau respons dari tuturan penutur. Tindakan dari mitra tutur akan terjadi apabila mitra tutur memahami maksud dari tuturan penutur. Sehubungan dengan maksud tuturan penutur, perlu dilakukan identifikasi berdasarkan konteks tuturan. Konteks menjadi peran penting dalam menafsirkan maksud penutur, karena konteks merupakan latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki penutur maupun mitra tutur.
Setiap tuturan tentunya memiliki makna maupun maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur. Makna tuturan dapat dikethaui berdasarkan konteks situasi tuturan yang sedang terjadi. Penutur dan mitra tutur harus saling
36
memahami konteks tuturan, hal ini bertujuan supaya tidak terjadi salah tafsir antara maksud tuturan penutur dengan respon mitra tutur.
Pemahaman konteks menurut Kridalaksana (2011:134) adalah (a) aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang kait mengait dengan ujaran tertentu, (b) pengetahuan yang sama-sama dimiliki pembicara dan pendengar sehingga pendengar paham apa yang dimaksud pembicara. Setiap tuturan yang diucapkan guru ketika interaksi belajar mengajar berlangsung tentunya memiliki makna dan maksud yang baik untuk para siswa. Informasi yang disampaikan dalam sebuah tuturan guru, mengandung pesan yang harus dilaksanakan oleh siswa. Pesan yang disampaikan tersebut sesuai dengan situasi dan latar belakang pengetahuan yang telah dimiliki oleh penutur maupun mitra tutur, sehingga tuturan tersebut dapat dipahami oleh mitra tutur. Misalnya tuturan guru mata pelajaran Kewaeganegaraan yang sedang mengajar di kelas X Administrasi Perkantoran SMK Yos Sudarso Rembang, berikut ini :
“TKI itu adalah orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Siapapun yang bekerja di luar negeri sebagai apapun itu, selalu disebut sebagai TKI.”
Tuturan tersebut memiliki dua konteks, yakni konteks fisik dan konteks asumsi atau latar belakang pengetahuan yang sama. Pertama, konteks fisik dalam tuturan tersebut adalah seorang guru yang sedang mengajar mata pelajaran kewarganegaraan di kelas X Administrasi Perkantoran yang memiliki 17 siswa (13 perempuan, 4 laki-laki). Pada saat tuturan ini terjadi, guru sedang menerangkan materi kepada para siswa tentang warga Negara. Kedua, konteks asumsi atau latar belakang pengetahuan bersama dalam tuturan tersebut adalah