• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Penginderaan Jauh untuk Perkotaan

Pemetaan untuk wilayah perkotaan masih perlu dilakukan untuk pemantauan perkembangan wilayah yang terus bertambah. Teknologi penginderaan jauh sudah banyak dilakukan disaat ini dengan bermacam metode dan juga pengaplikasian dalam hal pemetaan. Berbagai jenis metode dan alat untuk menganalisa terhadap informasi yang didapatkan dengan memakai perlengkapan/alat yang tanpa kontak langsung dengan objek. Perlengkapan/alat yang dimaksud yaitu pengindera ataupun sensor. Pada biasanya sensor dibawa oleh wahana yang berbentuk pesawat, balon udara, satelit ataupun tipe jenis wahana lainnya. Hasil perekaman oleh perlengkapan/alat yang dibawa oleh wahana tersebut untuk selanjutnya disebut sebagai data penginderaan jauh (Thomas, 2013). Metode penginderaan jauh merupakan hasil dari pengukuran serta pengambilan data spasial berdasarkan dari perekaman sensor untuk perangkat kamera udara, scanner, atau radar. Hasil yang dimaksudkan dari hasil perekaman tersebut adalah citra.

Teknologi dari penginderaan jauh dapat untuk digunakan sebagai pemetaan kota dengan skala area yang luas serta jangka waktu yang diambilnya relatif dapat untuk dijadikan pemantauan. Penginderaan jarak jauh merupakan suatu alat yang semakin penting untuk dilakukan pemetaan serta memantau sumberdaya alam di wilayah seluruh dunia. Hal ini bahwa penginderaan mampu untuk meningkatkan visibilitas serta pemahaman data penginderaan jauh secara umum. Informasi penginderaan jauh memiliki peranan yang paling penting didalam ekstraksi informasi penggunaan area lahan perkotaan. Ekstraksi data terkait lahan perkotaan secara visual dari segi mutu untuk area permukiman (Farizki dan Anurogo, 2017). Penggunaan dari citra penginderaan jauh yang merepresentasikan gambaran objek sebagaimana aslinya, memungkinkan bisa untuk mendapatkan informasi mengenai area permukiman perkotaan serta pola spasial secara cepat serta objektif (Treman, 2012). Tentang hal tersebut penting, dikarenakan wilayah perkotaan sebagai daerah pusat aktivitas secara wujud akan lebih cepat tumbuh dibandingkan wilayah di pedesaan.

(2)

10

Terdapat sebagian data kualitas permukiman yang bisa diperoleh dengan menggunakan citra penginderaan jauh seperti kepadatan permukiman, posisi bangunan, lebar jalan, lokasi permukiman, kondisi masuk jalan, serta pohon pelindung (Farizki dan Anurogo, 2017). Menggunakan ekstraksi indeks lahan terbangun bertujuan untuk mengklasifikasi area lahan perkotaan dimulai oleh riset Zha (2003) dengan membagikan data termasuk ekstraksi otomatis area terbangun dengan memakai citra sistem pasif Landsat TM. Citra Landsat menggunakan panjang gelombang SWIR yang menghasilkan ekstraksi lahan terbangun, sebaliknya untuk citra dengan resolusi tinggi semacam Worldview tidak memiliki panjang gelombang SWIR, sehingga dibutuhkan kajian lebih lanjut mengenai peranan untuk tiap-tiap band untuk ekstraksi area lahan terbangun (Kumar dkk., 2012). Berikut merupakan skema proses umum dan elemen yang digunakan dalam perekaman melalui sistem penginderaan jauh pasif dapat disajikan pada Gambar II.1.

Gambar II.1 Sistem Penginderaan Jauh Pasif Sumber dimodifikasi dari Yusuf (2018)

Hasil ekstraksi kepadatan bangunan juga dapat dilakukan menggunakan penginderaan jauh pasif yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan ke objek yang berada di permukaan bumi dan dipantulkan kembali ke objek sensor, yang dipantulkan berupa emisi dan hamburan yang terdapat di atmosfer kemudian ditangkap pada stasiun bumi untuk memperoleh data dan dilakukan analisis data citra. Hal tersebut telah disajikan pada Gambar II.1. Didapatkan pada penelitian sebelumnya Hidayati, dkk (2018) pada citra

(3)

worldview-11

2 memiliki perbedaan yang beragam karena bentuk fisik area wilayah perkotaan. Hasil dari ekstraksi area terbangun untuk proses PCA (Principle Component Analysis) yang dipakai yaitu dengan kombinasi menggunakan NIR 1, PC2-NIR 2, PC3-Red Edge, dan PC4-PC2-NIR1. Proses dari penggabungan tersebut menghasilkan citra Worldview-2 yang menggunakan PCA untuk meringkas informasi dari delapan band menghasilkan delapan band yang masing-masing tidak berkorelasi (Nichol dan Wong, 2009).

II.2 Satelit Suomi NPP (National Polar – Orbiting Partnership)

Satelit Soumi National Polar-Orbiting Partnership (NPP) diterbangkan pada tanggal 27 Oktober 2011, serta mengorbit polar sun-synchronous dengan ketinggian sekitar 824 km dari permukaan bumi dengan melintasi ekuator (equator crossing). Satelit S-NPP membawa 5 sensor didalamnya yaitu Visible Infrared Imager Radiometer Suite (VIIRS), Cross-track Infrared Sounder (CrIS), Advanced Technology Microwave Sounder (ATMS), Ozone Mapping and Profiler Suite (OMPS), dan Cloud and Earth Radiant Energy System (CERES), pada sensor tersebut terdapat juga konfigurasi satelit S-NPP disajikan dalam Gambar II.2 berikut ini (Handayani dan Setiyadi, 2003).

Gambar II.2 Konfigurasi Satelit Suomi NPP (NASA, 2013)

Soumi NPP-VIIRS merupakan radiometer yang digunakan untuk mendapatkan citra visibel dan infrared objek di permukaan bumi, atmosfer, dan laut (Handayani, 2003). Salah satu satelit dari Suomi NPP-VIIRS membawa sensor VIIRS terdiri dari 22 band dengan liputan band spektral sebesar 0,412 μm hingga

(4)

12

12 μm. Dari 22 band spektral berbeda y dimiliki sensor VIIRS, 16 band merupakan band resolusi sedang (M-band) yang memiliki resolusi spasial 750 m di nadir, enam band lainnya terdiri dari lima band resolusi pencitraan (I-band), yang memiliki resolusi spasial 375 meter pada titik nadir, dan satu band pankromatik siang/malam (Day Night Band (DNB)) dengan resolusi spasial 750 meter. Berikut merupakan karakteristik dari tiap masing–masing band pada citra VIIRS pada Tabel II.1.

Tabel II.1 Karakteristik Teknis Masing - Masing Band Dari Sensor VIIRS

Sumber : (NASA, 2013)

II.2.1 VIIRS (Visible Infrared Imager Radiometer Suite)

VIIRS merupakan salah satu sensor satelit Soumi NPP generasi terkini yaitu No. VIIRS Band Central VIIRS Wavelength (𝛍𝐦) Band-width (𝛍𝐦) Wavelenght Range (𝛍𝐦) Band Explanation Spatial Resolutio n (m) @ Nadir Band Gain Primary appli - cation 1. M1 0,412 0,02 0,402 - 0,422 Visible/ reflevtive 750 m High low Ocean color, Aerosols 2. M2 0,445 0,018 0,436 – 0,454 High low Ocean color, Aerosols 3. M3 0,488 0,02 0,478 – 0,488 High low Ocean color, Aerosols 4. M4 0,555 0,02 0,545 – 0,565 High low Ocean color, Aerosols 5. M5(B) 0,672 0,02 0,662 – 0,682 High low Ocean color, Aerosols 6. M6 0,746 0,015 0,739 – 0,754 Near IR single Atmospheric, Correction 7. M7(G) 0,865 0,039 0,846 – 0,885 High low Ocean color, Aerosols 8. M8 1,24 0,020 1,23 – 1,25 Short wave IR

Single Clond particle size

9. M9 1,38 0,015 1,371 – 1,386 Single Cirrus particle size

10. M10(R) 1,61 0,06 1,58 – 1,64 Single Snow fraction

11. M11 2,25 0,05 2,23 – 2,28 Single Clouds/aerosol

12. M12 3,79 0,18 3,61 – 3,79

Medium-Wave IR

Single Sea surface temperature (SST) 13. M13 4,05 0,155 3,97 – 4,13 Single SST, fire detection 14. M14 8,55 0.3 8.4 – 8.7 Longwave IR High low Cloud-top properties 15. M15 10.76 1.0 10.26 – 11,26 Single SST 16. M16 12.01 0.95 11.54 – 12.49 Single SST 17. DNB 0.7 0.4 0.5 – 0.9 Visible/ Reflective 750 m across full scan Single Imagery 18. Imaging1/ 11(B) 0.640 0.08 0.6 – 0.68 Near IR 375 m Single Visible Imagery/NDVI 19. Imaging2/ 12(G) 0.865 0.039 0.85 – 0.88 Shortwave IR Single Land Imagery/NDVI 20. Imaging3/ 13(R) 1.61 0.06 1.58 – 1.64 Single Binary snow/ice, map 21. Imaging4/ 14 3.74 0.38 3.55 – 3.93 Medium wave IR

Single Imagery cloud

22. Imaging4/ 15 11.45 1.9 10.5 – 12.4 Longwave IR Single Imagery cloud

(5)

13

seri satelit pemantauan Bumi (EOS / Earth Observing System) kepunyaan Amerika Serikat. Sensor satelit VIIRS diluncurkan bertepatan pada tanggal 28 Oktober 2011 (Hamzah R dkk., 2016). Sensor VIIRS memiliki 22 band dengan liputan band spektral sebesar 0,412 μm sampai 12 μm. Dari 22 band tersebut spektral berbeda yang digunakan oleh sensor VIIRS, 16 band menggambarkan band dengan resolusi tengah (M- band) yang mempunyai resolusi spasial 750 meter di nadir, 6 band yang lain terdapat 5 band resolusi pencitraan (I-band), yang mempunyai resolusi spasial 375 meter di titik nadir, serta satu band pankromatik siang/malam (Day Night Band/ DNB) dengan resolusi spasial 750 meter. Secara universal sensor satelit VIIRS mempunyai kemiripan dengan sensor Moderate Resolution Imaging Spectroradiometers (MODIS) yang ada pada satelit Terra serta Aqua yang dikala ini sudah beroperasi, tetapi mempunyai perbandingan dalam perihal lebar cakupan lebih besar sebesar (+3040 km) serta memiliki spasial lebih bagus (Hamzah R dkk., 2016).

Data citra yang digunakan memiliki cakupan wilayah perekaman sebesar 3000 km dengan spectrum panjang gelombang yang digunakan berada diantara 0,5– 0,9μm. Sehingga citra VIIRS mempunyai kapabilitas dengan mendeteksi adanya titik api serta cahaya di malam hari terutama menggunakan band VNIR. Selanjutnya resolusi radiometrik yang dihasilkan oleh citra VIIRS ini sebesar 14 bit serta mampu untuk mendeteksi batas cahaya (Afrizal dkk., 2016). Citra VIIRS mendapatkan panjang gelombang sinar hijau sampai infrared serta memanfaatkan filter untuk memantau dari cahaya redup serupa lampu kota, cahaya api, sinar aurora, kebakaran serta pantulan cahaya bulan. Dalam citra satelit VIIRS, untuk sinar aurora, kebakaran serta sinar semu (dampak pembiasan, pantulan dsb) sudah dihilangkan buat lebih menunjukkan sinar lampu penerangan misalnya kawasan perkotaan ataupun kawasan yang lain (google, 2018). Sedangkan untuk wilayah penelitian di Pulau Sumatra untuk menganalisis perkembangan dari citra VIIRS dan juga hasil yang didapatkan dengan nilai intensitas cahaya yang terdapat di Pulau Sumatra dengan mengandalkan berkas cahaya malam.

Hasil yang diperoleh dari citra VIIRS ini akan nantinya untuk dilakukan pengecekkan dengan data citra yang beresolusi lebih baik dibandingkan dengan citra VIIRS. Selanjutnya dilihat hubungan komparatif antara citra VIIRS dan juga

(6)

14

citra Landsat 8 yang akan digunakan untuk pengecekkan hasil yang didapatkannya. Dalam penelitian ini menggunakan data citra VIIRS berupa data 6 bulan dan juga data citra VIIRS 12 bulan, data tersebut untuk mengantisipasi dari citra yang tertutup oleh awan ataupun dengan faktor alam lainnya. Berikut merupakan kenampakan hasil dari perekaman citra VIIRS untuk wilayah di Pulau Sumatra yang disajikan pada Gambar II.3.

Gambar II.3 Citra VIIRS di Pulau Sumatra (google, 2021)

Suomi-NPP dapat melewati jalur titik yang sama dalam dua kali dalam satu hari pada sekitar pukul 01.30 WIB dini hari dan 13.30 WIB siang hari untuk waktu perekaman satelit. Waktu perekaman dengan menyesuaikan untuk rentang dari pengambilan jalur di titik atau lokasi yang sama. Sistem satelit Soumi NPP memberikan para periset untuk menganalisis dari pengaruh seperti atmosfer, darat, dan laut saat malam hari. Sehingga mudah untuk mengenali dari lampu-lampu cahaya kota yang menunjukkan dari pusat-pusat area yang memiliki populasi padat, yang bersumber dari kegiatan manusia di daratan. Pada kawasan perairan contohnya untuk sumber energy dari perikanan tangkap dapat diidentifikasi terdapatnya kegiatan nelayan dengan menggunakan lampu-lampu dari cahaya kapal untuk proses dari penangkap ikan di laut (NASA, 2013).

II.2.2 Pre-Processing Day Night Band Citra VIIRS

Sensor VIIRS mempunyai tingkatan kepekaan terhadap sinar nampak sampai inframerah dengan mempunyai panjang gelombang 500 hingga 900 nm (Gaol dkk.,

(7)

15

2019). Hasil yang diperoleh dari nilai intensitas dengan menggunakan citra VIIRS dalam mendeteksi objek cahaya lampu pada malam hari (tampilan malam) dimungkinkan terdapatnya day night band. Band day night band (DNB) berfungsi untuk mendeteksi lampu dan juga sinar dari pantulan cahaya malam hari yang terletak di area sektor kota-kota besar di Pulau Sumatra. Proses pendeteksian sinar rendah pada malam hari, citra VIIRS mengumpulkan informasi pencitraan dalam cahaya Nampak untuk mendeteksi awan cahaya bulan (Elvidge dkk., 2015). Selanjutnya Day Night Band melangsungkan proses dari pendeteksian dengan adanya awan cahaya yang terdapat pada permukaan bumi (Gaol dkk., 2019).

Data Day Night Band (DNB) memiliki besaran dalam unit pancaran cahaya sinar sebesar nanoWatts/cm-2.sr. Hasil besaran tersebut untuk kemudian dilipat gandakan hasil pancaran dari band Day Night Band (DNB) sebesar satu miliyar nanoWatts. Hal tersebut dilakukan agar bentuk visualisasi pencahayaan yang dihasilkan oleh citra VIIRS dapat dengan mudah untuk dilakukan dengan penganalisisan oleh penglihatan manusia (Elvidge dkk., 2015). Pre-processing selanjutnya data Day Night Band dengan mengandalkan logaritma yang digunakan hasil peningkatan kontras cahaya yang diterima dari pancaran (DNB). Adanya dengan logaritma tersebut untuk mendeteksi dari adanya kebisingan/noise berupa cahaya petir ataupun lainnya dengan merata-ratakan dalam indeks band day night band. Data yang terdapat noise tersebut dilakukan filter dengan meratakan tingkat dari kebisingan (gangguan) yang terjadi di seluruh swath menggunakan adaptive weiner Filter (Gaol dkk., 2019). Oleh karena itu biasanya untuk data hasil dari perekaman citra VIIRS tidak bisa digunakan secara langsung, akan tetapi harus melewati proses filter data.

II.2.3 Pemanfaatan Citra VIIRS

Satelit Suomi NPP secara universal dirancang untuk memperbarui kualitas dari pemantauan area global serta mengenali dinamika keadaan atmosfer, awan, lautan, vegetasi, serta keadaan es di permukaan bumi. Penggunaan informasi VIIRS dapat bisa dimanfaatkan dalam pengamatan pergantian cuaca global, keadaan ozone di atmosfer dan temperatur permukaan laut serta daratan, memantauan keadaan susunan es di darat serta di laut, serta memantau musibah alam semacam: Erupsi gunung api, kebakaran lahan, kekeringan, dan keberadaan badai serta angin topan

(8)

16

(Hamzah R dkk., 2016). ). Selanjutnya dengan penjelasan sebelumnya pemanfaatan citra VIIRS buat mengetahui objek sinar lampu di permukaan bumi pada malam hari, dimungkinkan oleh terdapatnya Day Night Band. Adapun untuk riset sebelumnya William Stefanov (2012) ialah seorang ilmuwan di kantor program Stasiun Luar Angkasa Internasional (NASA) ialah seseorang ilmuwan di kantor program Stasiun Luar Angkasa Internasional (NASA) menjelaskan jika pencitraan malam hari membagikan pemikiran mengenai bumi serta seluruh wujud kegiatan yang didalamnya. Pencahayaan kota merupakan fasilitas yang sangat baik buat melacak perkembangan perkotaan serta pinggiran kota, yang jadi masukan untuk perencanaan buat pemakaian energi buat di daerah perkotaan, kondisi temperatur di perkotaan, serta buat menginisialisasi model cuaca (NASA, 2013).

Data informasi VIIRS bisa diperoleh dari web formal dari NOAA, serta pula bisa didapatkan dari Google Earth Engine. Salah satu tipe informasi VIIRS dalam Google Earth Engine ialah informasi VIIRS Nighttime Day/Night Band Composites Version 1 yang mempunyai 2 band ialah nilai sinar rata- rata (avg_rad) serta jumlah total pengamatan (cf_cvg) dengan resolusi 15 arc seconds. Informasi VIIRS ditaruh dalam waktu tiap bulan, terdapat banyak zona ataupun daerah di dunia yang tidak memperoleh cakupan informasi bermutu baik di bulan-bulan tertentu, disebabkan daerah cakupan tidak terbebas dari kendala ataupun noise yang diakibatkan oleh cuaca. Cuaca tersebut bisa diakibatkan dari tutupan awan paling utama di wilayah tropis ataupun sebab penerangan matahari, semacam yang terjalin pada daerah kutub di bulan-bulan waktu kondisi saat panas.

Data yang dihasilkan berupa grafik nighttime dari nilai reflektan cahaya malam yang mengindikasikan waktu dan juga wilayah perekaman objek. Grafik nighttime terdiri dari nilai band average radiance (avg_rad), dan nilai band cloud free coverage (cf_cvg). Nilai band average radiance (avg_rad) menunjukkan dari nighttime reflectance, sedangkan untuk nilai band cloud free coverage menunjukkan jumlah pengamatan data yang dilakukan dalam pada proses perekaman satelit.

II.3 Citra Landsat 8

Citra Landsat 8 ialah salah satu citra yang memiliki resolusi spasial 30 meter x 30 meter (kecuali band inframerah thermal), dan merekam dalam 7 band spectral.

(9)

17

Beberapa band citra satelit landsat sensitif terhadap respon maupun asumsi spektral objek pada julat panjang gelombang tertentu, yang kemudian yang menyebabkan nilai piksel pada berbagai band spectral beberapa termasuk nilai spektral yang bermacam-macam. Adanya berbagai jenis spektral pada masing-masing band termasuk salah satu kelebihan dari citra Landsat, sebab dengan memadukan berbagai band tersebut dapat diperoleh citra baru. Bersumber pada citra satelit band hijau dan inframerah tengah, dapat untuk diturunkan informasi kerapatan vegetasi (USGS, 2017).

Citra Landsat 8 yang digunakan merupakan Citra Landsat 8 berjenis Surface Reflectance Tier 1 yang termasuk kedalam dataset dengan reflektansi permukaan yang telah difilter terhadap pengaruh atmosfer menggunakan sensor Landsat 8 OLI/ TIRS (Octarina dkk., 2019). Citra ini berisi 5 band yaitu inframerah dekat (VNIR) serta 2 band inframerah gelombang pendek (SWIR) yang diproses menghasilkan reflektansi permukaan orthorektifikasi, serta 2 band inframerah termal (TIR) yang diolah menjadi temperatur kecerahan orthorektifikasi (Octarina dkk., 2019). Thermal Infrared Sensor (TIRS) merupakan sensor pada citra Landsat 8 yang memakai bidang fokus dengan mengandalkan panjang dari detektor fotosensitif. Sensor TIRS yang memiliki rentang pemakaian desain 3 tahun, dengan mengumpulkan informasi perekaman untuk 2 band termal yang memiliki resolusi spasial 100 meter sepanjang 190 km (Octarina dkk., 2019).

II.4 Normalized Difference Bare Index (NDBI)

NDBI merupakan indeks untuk mengetahui seberapa banyak wilayah studi yang ditutupi oleh lahan terbangun. Algoritma indeks NDBI memproses dengan menggunakan data gelombang inframerah tengah dan inframerah dekat (NIR), yakni band 4 serta band 5 digunakan di citra Landsat 5 TM dan juga band 5 serta band 6 pada citra Landsat 8 OLI (Handayani dkk., 2017). Indeks memberikan nilai angka spectral NDBI berkisar 0,1 – 0,3. Secara umum indeks mendekati 1 artinya daerah permukiman tinggi atau kerapatan bangunan tinggi.

Algoritma NDBI atau (Normalized Difference Bare Index) akan lebih mempusatkan pada wilayah perkotaan atau kawasan terbangun serta lebih cenderung pemantulan sinyal gelombang yang lebih tinggi untuk area Shortwave Infrared (SWIR).

(10)

18

Algoritma NDBI dapat dilihat pada Persamaan II.1 berikut.

NDBI = (MIR+NIR)(MIR-NIR)...II.1 Keterangan :

MIR : Mid infrared (Band 6) NIR : Near infrared (Band 5)

Skala NDBI memiliki rentang -1 sampai 1, adapun untuk nilai 1 ini menunjukkan daerah yang mengindikasi dari area lahan terbangun (permukiman), nilai 0 menunjukkan keadaan sangat jarang permukiman, dan nilai -1 menunjukkan daerah bukan permukiman. Adapun klasifikasinya yaitu tersaji dalam Tabel II.2 sebagai berikut (Huda, 2018).

Fdffjnffdccc Sumber : (Sari, 2018)

Indeks NDBI dalam pengaplikasiannya menggunakan karakteristik dari band SWIR dan band NIR. Hal ini dikarenakan band near infrared (NIR) merupakan reflektasi di area lahan terbuka serta lahan terbangun paling rendah dan band ini dapat menunjukkan kandungan air didalam tanaman dan tanah. (Entezari dkk., 2019). Adapun untuk band short wavelength infrared (SWIR) bisa mencerminkan kandungan kelembaban untuk penggunaan tanah serta dapat berfungsi dalam membedakan tanaman tanah dan bangunan dengan baik.

II.5 Enhanced Vegetation Index (EVI)

Penentuan indeks vegetasi digunakan dalam mengamati keterbatasan indeks NDVI telah berkembang dengan mengandalkan sensitivitas gelombang vegetasi yang lebih baik. Indeks vegetasi merupakan hasil dari tingkat kehijauan (greenness) kanopi vegetasi, komposit dari klorofil daun, luas daun, struktur serta tutupan kanopi vegetasi (Ferreira dkk., 2003). Sedangkan untuk daerah-daerah dengan biomassa yang tinggi, untuk memperoleh dari tingkat kehijauan tanaman

Tabel II.2 Klasifikasi objek indeks NDBI

Kelas Nilai NDBI Tingkat Kerapatan

1 -1 – 0 Non Pemukiman 2 0 – 0,1 Pemukiman Jarang 3 0,1 – 0,2 Pemukiman Rapat

(11)

19

menggunakan pengaruh dari gelombang permukaan tanah serta sinyal kanopi, dan mengurangi pengaruh dari kondisi atmosfer untuk nilai indeks vegetasi dari penambahan informasi (Lonita dkk., 2015).

Indeks EVI lebih responsif didalam penentuan variasi struktur kanopi, antara lain seperti Leaf Area Index (LAI), jenis kanopi, fisiogonomi tanaman, serta arsitektur kanopi. Adapun indeks Enhanced Vegetation Index (EVI) dapat dihitung dengan menggunakan formula yang ditunjukkan pada Persamaan II.2 sebagai berikut.

EVI = (1+L) nir - red

(nir+C1red -C2blue+L) ……….……….II.2

Keterangan :

L : Faktor kalibrasi dari efek kanopi dan tanah (bernilai 1) C1 red C2 blue : Koefisien aerosol masing–masing bernilai 6,0 dan 7,5 nir : Nilai spectral near infrared

red : Nilai spectral saluran merah

II.6 Parameter Indeks Perkotaan menggunakan indeks Build Up Indeks

Parameter indeks yang digunakan saat ini sedang dikembangan dengan menggunakan indeks Build Up Index, indeks tersebut merupakan hasil pengembangan dari perbedaan hasil nilai indeks Normalized Difference Bare Index (NDBI) dan nilai indeks Enhanced Vegetation Index (EVI) (As-syakur dkk., 2012). Metode berbasis indeks yang terbangun (Build Up) telah terbukti menjadi teknik yang efektif untuk ekstraksi wilayah perkotaan, karena kesederhanaannya, penerapannya yang mudah, dan kecepatannya (Aldiviezo dkk., 2018).

Hingga saat ini beberapa indeks telah diusulkan dalam literatur untuk dikerjakan dengan sesuai data resolusi spasial. Adapun untuk nilai dari reflektansi dari daerah terbangun atau mendominasi dengan adanya bangunan diatasnya teridentifikasi dengan panjang gelombang sensor yang lebih panjang gelombang inframerah dekat. Panjang gelombang inframerah dekat yang sesuai dengan band 4 di Landsat ETM+ dan band 5 di SWIR, untuk nantinya dikaitkan dengan tingkat kontras yang tinggi untuk mendeteksi area terbangun dan lahan kosong (As-syakur dkk., 2012; Ukhnaa dkk., 2019).

(12)

20

Menurut penelitian Xu (2019), penggunaan lahan di perkotaan dikelompokkan ke dalam tiga kategori seperti lahan terbangun, vegetasi, dan perairan. Berdasarkan ketiga komponen tersebut, tiga indeks tematik, indeks perbedaan ternormalisasi dengan indeks (NDBI), indeks vegetasi yang disesuaikan tanah (SAVI) dan indeks perbedaan air termodifikasi yang dinormalisasi (Xu, 2019). Pengkelasan indeks tersebut mewakili tiga kelas penggunaan lahan, yang telah disebutkan sebelumnya menggunakan tiga kategori objek yang termasuk ke dalam pengkelasan objek indeks BUI. Berikut merupakan pengkelasan ketiga objek tersebut dapat disajikan pada Tabel II.3.

Tabel II.3 Pengkelasan objek indeks BUI

Kategori Objek

Lahan terbangun Rumah, bangunan, jalan beraspal dan permukaan terbuka Vegetasi Pohon, kebun, dan hutan

Tubuh air Laut, danau, sungai, dan muara Sumber : (Xu, 2019)

Ditunjukkan hasil dari Tabel II.3, pengelompokan tersebut sangat efektif untuk mendeteksi lahan terbangun untuk wilayah perkotaan. Metode tersebut yang sebelumnya telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya untuk melakukan modifikasi dari pengembangan antara indeks NDWI dengan indeks SAVI. Metode Modified Normalized Difference Water Index (MNDWI) merupakan hasil bentuk modifikasi dari indeks air perbedaan normal Normalized Difference Water Index NDWI. Gelombang MIR adalah band infra merah tengah seperti Thematic Mapper (TM) 5, Gelombang NIR adalah band inframerah dekat seperti TM 4, band merah seperti TM 3 dan Hijau adalah band hijau seperti TM 2. Faktor koreksi mulai dari 0 untuk kerapatan tanaman yang sangat tinggi hingga 1 untuk kerapatan tanaman yang sangat rendah.

Penggunaan SAVI untuk menggantikan dari indeks NDVI karena indeks SAVI memiliki sensitif yang tinggi dibandingkan dengan indeks NDVI dalam mendeteksi vegetasi di area yang tertutup tumbuhan rendah seperti perkotaan. SAVI bisa mendeteksi di wilayah dengan tutupan tanaman rendah sebesar 15%, sedangkan indeks NDVI hanya bisa secara efektif bekerja di wilayah tutupan tanaman dengan besaran nilai di atas 30% (Bashit dkk., 2020). Dari penelitian

(13)

21

sebelumnya ini, dapat peneliti jadikan sebagai landasan untuk perkembangan perkotaan dengan hasil modifikasi dengan menggunakan indeks Build Up Index, indeks tersebut merupakan hasil pengembangan dari perbedaan hasil nilai indeks Normalized Difference Bare Index (NDBI) dan nilai indeks Enhanced Vegetation Index (EVI). Berikut merupakan algoritma indeks yang digunakan untuk pengindentifikasian dari wilayah perkotaan pada Persamaan II.3 sebagai berikut. BUI = ((MIR + NIR)(MIR - NIR) ) –

(

(1+L) (nir+Cnir - red

1 red-C2blue+L)

)…….………II.3

Keterangan :

MIR : Mid infrared (Band 6) NIR : Near infrared (Band 5)

L : Faktor kalibrasi dari efek kanopi dan tanah (bernilai 1) C1 red C2 blue : Koefisien aerosol masing–masing bernilai 6,0 dan 7,5 nir : Nilai spectral near infrared

red : Nilai spectral saluran merah

II.7 Nilai Ambang Batas (Threshold)

Nilai threshold digunakan sebagai salah satu teknik segmentasi yang umum untuk dipakai untuk memisahkan objek dengan latar belakang atau wilayah yang memiliki kerentanan teksturnya berbeda. Sedana (2000) menjelaskan teknik dari thresholding ini lebih mempermudah pengkelasan, adapun dalam penelitiannya dipakai untuk mendeteksi dari perbedaan objek yang ada, seperti objek pemukiman dan non permukiman. Dengan menggunakan beberapa indeks yang dipakai untuk menentukkan objek permukiman dalam penelitian ini yaitu indeks NDWI, indeks EVI, indeks BUI, indeks NDBI dan average radiance. Nilai threshold yang akan dilakukan perhitungan untuk selanjutnya menentukan wilayah poligon permukiman yang optimal yang berdasarkan nilai ambang batas dan ambang bawah atau disimbolkan dengan menggunakan (±k). Adapun rumusnya di dalam persamaan II.8 sebagai berikut.

Ambang batas = (Nilai data yang didapatkan

Jumlah data ) ± k x standar deviasi….……(II.8)

Penentuan nilai dari ambang batas digunakan dalam perhitungan masing- masing wilayah di kawasan perkotaan di Pulau Sumatra. Penentuan nilai ambang

(14)

22

batas sebelumnya dilakukan dengan mencari nilai batas atas serta batas bawah. Adapun dalam penelitian ini mencari nilai tersebut untuk mendapatkan klasifikasi area perkotaan dengan indeks build up index yang optimal. Hasil nilai yang didapatkan untuk mencari dari nilai ±k (atas/bawah) dilakukan dengan hasil nilai yang didapatkan dibagi dengan jumlah data. Nilai tersebut dilakukan penjumlahan ataupun pengurangan dengan hasil standar deviasi untuk menghasilkan ambang atas serta ambang bawah. Kemudian rentang nilai ambang atas dan ambang bawah digunakan untuk menentukan nilai yang sesuai dalam penentuan hasil klasifikasi indeks build up index. Untuk itu penentuan dari threshold nilai dari hasil rentang batas atas dan batas bawah selanjutnya dikalikan dengan standar deviasi. Hasil tersebut dengan penentuan dari rentang nilai yang dihasilkan untuk digunakan dalam pengklasifikasian indeks tutupan lahan dengan menggunakan citra Landsat 8. Nilai ambang batas (threshold) merupakan cara yang efektif dalam menentukan rentang besaran nilai untuk indeks tutupan lahan. Oleh karena itu proses penentuan nilai yang optimal dengan threshold merepresentasikan dari besaran nilai untuk penentuan luasan objek/pengklasifikasian tutupan lahan dengan menggunakan Landsat 8. Adapun proses tersebut dilakukan pengekstrakan dengan ketentuan wilayah yang memiliki tingkat pemukiman rendah, sedang, dan tinggi, dengan tujuan untuk menentukkan nilai threshold yang sesuai dengan keadaan wilayah dari masing–masing daerah perkotaan di Pulau Sumatra.

II.8 Resampling citra

Proses resampling citra diperlukan agar posisi dari proses transformasi dari nilai input. Resampling citra yakni suatu proses penentuan kembali nilai piksel berhubungan dengan koordinat baru setelah transformasi koordinat. Prosesnya dilakukan dengan transformasi dari suatu sistem koordinat ke suatu sistem koordinat yang lain (Purwadhi, 2001). Terdapat 3 tipe tata cara melakukan resampling citra, untuk memposisikan dari pemakaian dengan interpolasi, ialah dilakukan dengan metode nearest neighbor (tetangga terdekat), interpolasi bilinear, serta interpolasi cubic convolution. Dalam riset ini, tata cara resampling yang digunakan merupakan interpolasi cubic convolution. Berikut ialah uraian dari tiap- tiap tata cara resampling citra.

(15)

23

II.8.1 Nearest Neighbor

Metode ini merupakan metode dengan interpolasi tetangga terdekat yang menggunakan algoritma yang paling sederhana dibandingkan dengan metode yang lain (Ardhanareswari, 2009). Hasil dari interpolasi yang diberikan pada sesuatu titik merupakan sama dengan bagian titik sampel yang dipakai/masukan terdekat dengan titik yang diinterpolasi. Tata cara ini mempunyai keunggulan yakni perhitungan sampel serta menjauhi pengubahan nilai piksel. Ditunjukkan untuk Gambar II.4 bahwa citra 4x4 piksel ingin diperbesar menjadi 8x8 piksel, oleh karena itu ukuran citra diperbesar terlebih dahulu kemudian pengisian mengikuti nilai awal.

Gambar II.4 Perubahan citra 4x4 piksel menjadi 8x8 piksel (McLeod, 2007) Metode ini dihasilkan perubahan ukuran citra ditunjukkan untuk Gambar II.4 perubahan ukuran hasil dari metode nearest neighbor tergolong termasuk interpolasi yang termudah dibandingkan dengan metode-metode yang lain. Adapun untuk konsep yang digunakan pada metode ini untuk interpolasi yaitu dimensi citra diperbesar terlebih dahulu setelah itu pengisian mencontohi nilai awal. Perubahan dari piksel berupa merah di pojok kiri atas mempunyai kerenggangan piksel berbentuk 3 buah piksel berupa gelap. Kemudian piksel warna gelap diisi dengan piksel warna di ketiga piksel tetangganya (McLeod, 2007)

II.8.2 Interpolasi Bilinear

Metode ini merupakan metode dengan teknik resampling yang hasil dari nilai piksel baru dengan posisi yang berbeda, dengan perhitungan mempertimbangkan dari empat nilai piksel pada posisi semula/awal dengan lokasi terdekat (Wibowo, 2014). Hasil dari interpolasi ini memberikan proses registrasi citra menggunakan dua persamaan linier, dihasilkan proses interpolasi dilakukan dengan

(16)

24

memperhitungkan efek yang dihasilkan dari distribusi tingkat keabuan piksel tetangga atau perkiraan rata-rata dibanding dengan empat piksel dalam proses interpolasi. Ditunjukkan untuk Gambar II.5 bahwa perubahan ukuran dari empat titik mempertimbangan dari jarak yang terbaik dengan menggunakan metode sebelumnya (nearest).

Gambar II.5 Perubahan pixel ukuran 4 titik jarak tertentu (Purwadhi, 2001) Metode ini dihasilkan perubahan ukuran citra ditunjukkan untuk Gambar II.5 perubahan interpolasi dibandingkan dengan metode sebelumnya (Nearest Neighbor) pada interpolasi bilinear menghasilkan hasil kotak-kotak tiap pixel (Wibowo, 2014). Konsep dari interpolasi ini menghasilkan secara spasial lebih akurat dikarenakan titik interpolasi yang dihasilkan mempertimbangkan dari empat titik ukuran jarak tertentu.

II.8.3 Interpolasi cubic convolution

Metode ini merupakan metode dengan teknik resampling yang menggunakan enam belas pixel tetangga terdekat dari sebuah titik (nilai keabuan sebuah pixel) untuk selanjutnya merubahnya menjadi nilai keabuan baru.

Gambar II.6 Ilustrasi pixel 4x4 bicubic (Purwadhi, 2001)

Ditunjukkan hasil Gambar II.6 fungsi berbentuk kubik yang menghasilkan fungsi untuk bobot 16 piksel masukan, posisi dari piksel-piksel yang berada tidak dekat dengan (xr, yr) menghasilkan pembobotan secara eksponensial jika

(17)

25

dibandingkan dengan piksel yang berada lebih dekat dengan (xr, yr). Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa nilai rata-rata hasil 16 titik, dengan menyesuaikan untuk jarak yang terbaik (xr, yr). Berikut ditunjukkan pada Gambar II.7 merupakan hasil interpolasi cubic convolution dengan menggunakan perubahan ukuran pixel dengan ukuran 16 titik dengan jarak tertentu (yang optimal).

Gambar II.7 Perubahan pixel ukuran 16 titik jarak tertentu (Purwadhi, 2001) Konsep yang dihasilkan pada Gambar II.7 dari metode interpolasi ini yaitu kumpulan hasil 16 piksel dengan matrik 4×4 array, setelah itu memulai proses perhitungan dari perataan dibuat dari hasil nilai informasi citra keluaran. Menggunakan suatu pendekatan kubik diaplikasikan kepada 16 nilai piksel terdekat dari nilai informasi citra masukan. Interpolasi ini hasil keluaran berupa ukuran 4x4 yang menghasilkan keluaran lebih sesuai dibandingkan dengan metode resampling lainnya.

II.9 Analisis Korelasi Pearson

Analisis korelasi merupakan metode statistik yang berguna untuk mengetahui kekuatan hubungan antara dua variabel. Uji Korelasi ini digunakan untuk mendapatkan kekuatan hubungan antara korelasi kedua variabel atau mengetahui derajat hubungan antara kedua variabel (Prastyono, 2018). Analisis untuk korelasi memiliki studi perihal ketergantungan salah satu dependen (terikat) dengan salah satu ataupun lebih variabel. independent (penjelas/bebas) (Wibowo, 2000). Korelasi pearson dapat bernilai positif. (+) dan juga bernilai negatif. (-). Adapun angka menunjukkan berkorelasi positif berarti memiliki hubungan bersifat searah. Searah dimaksudkan jika variabel bebas mengalami laju kenaikan yang semakin tinggi, maka akan diikuti dengan variabel terikat maka akan menjadi besar. Jika menghasilkan angka negatif artinya hubungan bersifat tidak searah. Tidak searah dimaksudkan jika nilai variabel bebas mengalami laju kenaikan yang semakin

(18)

26

tinggi, untuk itu tidak diikuti dengan variabel terikat yang makin semakin kecil. Rentang nilai yang dihasilkan besar hubungan dari korelasi Pearson bernilai antara 0-1 untuk rentang nilai didapatkan memiliki arti dari masing-masing besaran nilai yang berbeda, dengan menyesuaikan nilai yang dihasilkan yang dapat ditunjukkan pada Tabel II.4. Menurut riset dari Sugiyono (2012) menentukan hasil koefisien korelasi dengan metode analisis korelasi pearson. product moment dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

r

xy =

n ∑ XiYi - ( ∑ Xi)( ∑ Yi)

√{n ∑ Xi2-(∑ Xi)2} -√ {n ∑ Yi2-(∑ Yi)2}

...II.7

Keterangan :

r : Korelasi antara variabel Xi dan variabel Yi n : Jumlah data

Xi : Jumlah variabel Xi Yi : Jumlah variabel Yi

Dalam menginterpretasi hasil nilai koefisien korelasi untuk mendapatkan hasil dari hubungan kedua variabel, oleh sebab itu dapat digunakan pedoman dari interpretasi koefisien korelasi seperti yang dapat disajikan Tabel II.4

Tabel II.4 Pedoman interpretasi koefisien korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 Sangat Rendah 0,20 - 0,399 Rendah 0,40 - 0,599 Sedang 0,60 - 0,799 Kuat 0,80 - 1,000 Sangat Kuat Sumber : (Sugiyono, 2012)

Dengan menggunakan koefisien korelasi ini dimaksudkan menyesuaikan dengan data yang akan dilakukan pengujian dengan besar hubungan dari kedua variabel. Hal tersebut dapat ditinjau dengan dilihat dari arah hubungan nilai yang dihasilkan koefisien korelasi dan juga dilihat besar hubungan yang didapatkan untuk kedua variabel tersebut.

Gambar

Gambar II.1 Sistem Penginderaan Jauh Pasif  Sumber dimodifikasi dari Yusuf (2018)
Gambar II.2 Konfigurasi Satelit Suomi NPP (NASA, 2013)
Tabel II.1 Karakteristik Teknis Masing - Masing Band Dari Sensor VIIRS
Gambar II.3  Citra VIIRS di Pulau Sumatra (google, 2021)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis separabilitas, jumlah kelas tutupan lahan di Kabupaten Ciamis yang dapat dibedakan dengan cukup baik secara nilai digital menggunakan citra Landsat 8

Berdasarkan interpretasi citra visual menggunakan citra Landsat 8 OLI dan pengamatan langsung di lapangan, terdapat delapan kategori tutupan lahan yang ditemukan

Citra Landsat 8 OLI yang telah dilakukan perubahan nilai piksel ke reflektan, kemudian dibuat transformasi indeks yaitu Transformasi Indeks Lahan Terbangun (NDBI)

Perbandingan luas tutupan lahan yang dihasilkan dari citra Landsat 7 ETM+ dengan citra ALOS PALSAR hasil klasifikasi menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing (

Berdasarkan analisis separabilitas, jumlah kelas tutupan lahan di Kabupaten Ciamis yang dapat dibedakan dengan cukup baik secara nilai digital menggunakan citra Landsat 8

Tutupan lahan hasil klasifikasi citra Landsat 8 di Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari 9 kelas tutupan lahan yaitu awan, bayangan awan, hutan, hutan tanaman rakyat,

Secara prinsip, citra dapat dibagi menjadi tiga jenis yang dibedakan berdasarkan nilai piksel dari masing-masing citra, yaitu citra biner (citra monokrom), citra berskala

Agar suatu citra dapat diolah dengan komputer digital, maka citra harus direpresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit melalui proses digitalisasi