INTISARI
Inflamasi adalah peradangan lokal pada jaringan terhadap infeksi atau cedera dan yang melibatkan banyak mediator. Respon inflamasi berupa rubor,
kalor, dolor, tumor, dan function laesa. Tanaman trengguli (Cassia fistula L.) diketahui memiliki banyak efek farmakologis, diantaranya dapat digunakan sebagai antiinflamasi, pada inflamasi akut maupun inflamasi kronis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efek antiinflamasi topikal dan melihat jumlah sel-sel neutrofil dan penghambatan ekspresi COX-2 pada ekstrak etanol daun Cassia fistula L. pada kulit punggung mencit terinduksi karagenin 3%.
Penelitian tentang efek antiinflamasi secara topikal dengan menggunakan ekstrak etanol daun Cassia fistula L. pada mencit, merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah. Hewan uji dibagi menjadi enam kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif karagenin 3%, kelompok kontrol positif Hidrokortison asetat® 2,5%, kontrol Biocream®, dan kelompok perlakuan ekstak daun trengguli (Cassia fistula L.) 1,67;
2,5%; dan 3,75% B/B. Hewan uji dikorbankan dengan dislokasi servikal setelah 24 jam untuk diambil bagian kulit mencit yang terdapat edema, kemudian dimasukkan dalam larutan fiksatif 10%. Dilakukan pengecatan dengan HE dan imunohistokimia antibody COX-2. Efek antiinflamasi daun trengguli dilihat dari pengurangan jumlah neutrofil dan persen penekanan ekspresi COX-2 pada daerah sub kutan punggung mencit yang terinduksi karagenin 3%. Data yang diperoleh kemudian diuji statistika dengan menggunakan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian efek antiinflamasi ekstrak etanol daun Cassia fistula L. menunjukkan jumlah sel neutrofil yang bermigrasi sebesar 70,44 ± 5,04; 55,84 ± 4,97; dan 43,28 ± 3,89. Konsentrasi yang cukup tinggi menunjukkan adanya efek antiinflamasi dari adanya migrasi neutrofil sebesar 3,75%. Persen penghambatan penekanan ekspresi COX-2 pada konsentrasi 1,67; 2,5%; dan 3,75% secara berturut-turut adalah 14,54; 18,05; dan 14,76%, sedangkan pada kontrol negatif persen penghambatan penekanan ekspresi COX-2 sebesar 1,44%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun Cassia fistula L. memiliki efek antiinflamasi topikal dan mekanisme dari ekstrak etanol daun Cassia fistula L. diduga melalui penghambatan migrasi sel neutrofil dan penghambatan ekspresi COX-2 pada daerah sub kutan yang diinduksi dengan karagenin 3%.
ABSTRACT
Inflammation is a inflammatory in tissues to infection or injury and that involves a lot of mediators. Inflammatory response such as rubor, calor, dolor, tumor, and function laesa. Trengguli (Cassia fistula L.) has been known to have pharmacological effects, which can be used as anti-inflammatory, in acute inflammation and chronic inflammation. The purpose of this study was to test the effect of topical anti-inflammatory and see the amount of neutrophils cells and inhibition of expression of COX-2 in the ethanol extract of Cassia fistula L. the back skin of mice induced carrageenin 3%.
This study on topical anti-inflammatory effect by using the ethanol extract of the leaves of Cassia fistula L. in mice, is a kind of purely experimental study with completely randomized design direction. Animals were divided into 6 groups: negative control group carrageenin 3%, positive control group Hidrokortison asetat® 2,5%, control Biocream®, and the ethanol extract treatment group trengguli (Cassia fistula L.) 1.67; 2.5%; 3.75% B/B. Animalss test were sacrificed by cervical dislocation after 24 hours to take the skin of mice contained edema, then included in a solution of fixative 10%. HE and immunohistochemical staining with antibodies COX-2. Antiinflammatory effect of trengguli seen from a reduction in the expression of neutrophils and percent suppression of expression of COX-2 e in the sub-cutaneous at the back skin of mice induced carrageenin 3%. The data obtained were then tested using a statistical confidence level of 95%.
Result of the study of anti-inflammatory effects of ethanol extract of Cassia fistula L. the number of neutrophils migration in this study amounted to 70.44 ± 5.04; 55.84 ± 4.97; and 43.28 ± 3.89. The optimum concentration which in the neutrophil migration of 3.75%. Percent inhibition of suppression of expression COX-2 at a concentration of 1.67; 2.5%; 3.75% respectively was 14.54; 18.05; and 14.76%, while in the negative control percent inhibition of COX-2 expression of 1.44%. Result of the study showed that the Cassia fistula L. ethanol extract has topical anti-inflammatory effects anda mechanism of ethanol extract of Cassia fistula L. estimated by inhibition of neutrophils cell migration and inhibition of expression of COX-2 In the sub cutaneous induced by carrageenan 3%.
UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN TRENGGULI (Cassia fistula L.) SECARA TOPIKAL TERHADAP NEUTROFIL DAN
SIKLOOKSIGENASE-2 (COX-2) PADA MENCIT TERINDUKSI KARAGENIN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Rury Henggar Tyas Utami NIM : 128114164
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
UJI EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL DAUN TRENGGULI (Cassia fistula L.) SECARA TOPIKAL TERHADAP NEUTROFIL DAN
SIKLOOKSIGENASE-2 (COX-2) PADA MENCIT TERINDUKSI KARAGENIN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Rury Henggar Tyas Utami NIM : 128114164
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“I believe in prayer. It is the best way draw strength from heaven” –
Josephine Baker
“Don’t pray for an easy life, pray for strength to endure a difficult one” –Bruce Lee
vii
PRAKATA
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Daun Trengguli (Cassia fistula L.) Secara
Topikal Terhadap Neutrofil Dan Siklooksigenase-2 (COX-2) Pada Mencit
Terinduksi Karagenin” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Pada proses penyusunan skripsi dari awal hingga akhir penulis tidak lepas
dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, mengucapkan banyak teriakasih kepada:
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt, selaku dekan fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu drh. Sitarina Widyarini, MP., Ph.D., selaku Pembimbing Utama skripsi yang
dengan sabar selalu mendukung, memotivasi, membimbing, dan memberikan
masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. C. J Soegihardjo, Apt., selaku Pembimbing Pendamping skripsi
ini atas dukungan dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyusun
skripsi ini.
4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Penguji yang memberikan
viii
5. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Penguji yang memberikan
saran dan kritik yang membangun hingga skripsi ini tersusun dengan baik.
6. Ibu Agustina Setyawati, M.Si., Apt, selaku Kepala Penanggung Jawab
Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
telah memberikan izin kepada peneliti untuk menggunakan sarana dan prasarana
berupa laboratorium dan alat-alatnya untuk kepentingan penelitian ini.
7. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Program Kreatifitas
Mahasiswa dalam bidang pengabdian masyarakat (PKM-M) yang dengan sabar
telah membimbing, memotivasi, dan memberikan masukan kepada penulis
selama menjalani proses kegiatan PKM-M sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas pengabdian masyarakat dalam bentuk PKM-M.
8. Bapak Jeffry Julianus, M.Sc, selaku Dosen Pembibing Akademik (DPA) yang
telah memberikan dukungan dan masukan dari awal masa perkuliahan hingga
dalam proses penyusunan skripsi, sehingga penulis berhasil menyelesaikan
skripdi dan memperoleh gelar sarjana strata satu.
9. Staf laboratorium farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, atas segala bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan
penelitian di laboratorium farmasi.
10.Keluarga yang terkasih, terutama kepada Ibu dan Bapak, yang selalu
memberikan semangat, kasih saying, doa dan dukungan baik secara materi
maupun non-materi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
ix
11.Saudaraku khususnya Cecilia Tri Artha Prahastiningrum, A.Md, yang selalu
memberikan motivasi, doa, dan semangat kepada penulis hingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
12.Sahabat-sahabatku, Thomas Haryo Pambudi, S.Kom, Yustina Dwi Ratnawati,
Anthony Felix, S.Farm., Apt, Amelya Christina, dan Fitri Gandamana, yang
selalu memberikan dukungan, motivasi, semangat, doa, kritik, saran, dan
perhatian juga inspirasi kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi.
13.Alexander Dista, yang telah memberikan dukungan, semangat, motivasi, doa,
kritik, saran, dan perhatian kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi
hingga selesai.
14.Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta dan juga teman-teman dari fakultas lain, untuk
kebersamaannya yang dilalui penulis dari awal masa perkuliahan hingga
sekarang.
15.Teman, sahabat seperjuangan, dan keluarga di FSM D dan FKK B 2012 yang
telah menjadi motivasi, memberikan dukungan, doa, dan perhatian kepada
penulis dalam proses penyusunan skripsi dan kebersamaan selama masa
perkuliahan di Fakultas Farmasi, yang telah memberikan berbagai pengalaman
berharga.
16.Teman-teman seperjuangan dalam penelitian efek antiinflamasi : Kathrin Dian
Cintika, Dui Sostales, Monika Febrianti, Farra Ayu Efariyanti, dan Sinta Atmi
Utami, atas bantuan, kerjasama, perjuangan serta suka dan duka yang dialami
x
17.Keluarga baru “Keluarga Cemara” Maria Angelika Suhadi, Natalia Putri
Arumsari, Bonifasia Anna Carisa, Cyndi Yulanda Putri, Rahayu Triwanti, Lucia
Ida Ayu Kristiana, Sona Karisnata Inriano, Novita, Lusia Christin Setiawati,
Lucia Joice, Patricia Yosepha Jelarut, Satrio Budi Utomo, Kresensia Trisna
Hasrat, Yeni Mardiati, Veronika, Siti Sisca, Aditya Lela, Nanda Tia, Cinthya
Anggarini, Penina Kurnia Ully dan Monalisa Mangkoan untuk perhatian,
semangat, dorongan, motivasi, kebersamaan, dan doa, yang diberikan juga
sebagai tempat penulis untuk menumpahkan segala cerita baik suka maupun
duka dan terima kasih untuk setiap canda tawa, senyuman dan pelukan yang
telah diberikan kepada penulis.
18.Kelompok PKM-M PENGANTEN ; Andriana Cindy Salim, Hastyamida Shepa
Silvia, Rosalia Stefani Making, dan Andre Sofiyan, yang telah memberikan
pengalaman yang berharga, kerja sama dalam menjalankan PKM-M, dan
kebersamaannya sehingga program PKM-M dapat berjalan dengan baik dan
membawa hasil yang baik bagi masyarakat.
19.Kos Putri Aditara, khusunya bagi ; Vicky Wijoyo, Suzan, Cresentia Claresta,
Patricia Valentina Hendriana, Ira Felisia, Ira Yoshida, Lidwina Florentiana
Sindoro, Cia cia dan Tria Noviana, untuk segala bantuan, motivasi, kritik, saran,
doa, dan kebersamaan dalam suka maupun duka.
20.Semua pihak yang tidak bias disebutkan satu per satu oleh penulis sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna termasuk
xi
ketidaksempurnaan yang ada dalam penyusunan skripsi ini. Maka penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun sehingga dapat membuat
karya ini menjadi lebih baik.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini akan memberikan manfaat dalam
bidang kefarmasian, bermanfaat bagi pembaca, dan perkembangan ilmu
pengetahuan.
Yogyakarta, November 2015
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
INTISARI ... xxii
ABSTRACT ... xxiii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Rumusan masalah... 4
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 6
B. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan umum ... 6
xiii
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Tanaman Cassia fistula L. ... 7
1. Taksonomi tanaman ... 7
2. Nama daerah ... 8
3. Morfologi ... 8
4. Kegunaan ... 9
5. Kandungan kimia ... 9
B. Metode Penyarian ... 11
C. Metode Uji Daya Antiinflamasi ... 11
D. Kulit ... 14
E. Inflamasi ... 17
1. Definisi ... 17
2. Gejala ... 21
3. Mekanisme ... 23
F. Antiinflamasi ... 28
G. Karagenin ... 29
H. Biocream® ... 30
I. Hidrokortison Asetat ... 31
J. Landasan Teori ... 31
K. Hipotesis ... 31
BAB III. METODE PENELITIAN ... 34
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 34
xiv
2. Skala Variabel ... 35
3. Definisi Operasional ... 35
C. Bahan Penelitian ... 36
D. Alat Penelitian dan Instrumen Penelitian ... 38
E. Tata Cara Penelitian ... 39
1. Determinasi tanaman ... 39
2. Pengumpulan bahan ... 39
3. Pembuatan simplisia ... 39
4. Pembuatan ekstrak etanol daun Cassia fistula L. ... 40
5. Penentuan dosis konsentrasi dan pembuatan krim ekstrak daun Cassia fistula L. ... 40
6. Ethical Clearence ... 41
7. Penyiapan Hewan Uji ... 41
8. Pembuatan larutan Karagenin ... 42
9. Pengujian ekstrak etanol daun Cassia fistula L. ... 42
10.Pengambilan kulit punggung mencit ... 42
F. Analisis Hasil ... 43
1. Hasil Pengujian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Etanol Daun Cassia fistula L. Dalam Pengurangan Jumlah Sel Neutrofil ... 43
2. Hasil Persen (%) Penghambatan Pengujian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Etanol Daun Cassia fistula L. Dalam Eksppresi COX-2 ... 44
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45
A. Hasil Determinasi Daun Cassia fistula L. ... 45
B. Pembuatan Serbuk Daun Cassia fistula L. ... 46
C. Ekstrak Etanol Daun Cassia fistula L. ... 46
xv
E. Pengujian Efek Antiinflamasi Ekstrak tanol Daun Cassia fistula L. ... 50
F. Hasil Pengujian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Etanol Daun Cassia fistula L. Pada Jumlah sel Neutrofil ... 52
G. Hasil Pengujian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Etanol Daun Cassia fistula L. Dalam Eksppresi COX-2 ... 59
H. Pembahasan Umum ... 67
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
LAMPIRAN ... 77
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil rerata jumlah sel neutrofil pada setiap perlakuan ... 53
Tabel 2. Hasil uji Scheffe aktivitas efek antiinflamasi pada mencit setelah pemberian ekstrak etanol daun Cassia fistula L. secara topikal ... 57
Tabel 3. Rerata persen penghambatan inflamasi dalam penekanan COX-2 pada
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman Cassia fistula L. ... 7
Gambar 2. Struktur kandungan tanaman Cassia fistula L. kelas utama pada flavonoid ... 10
Gambar 3. Struktur kulit manusia ... 15
Gambar 4. Manifestasi lokal pada peradangan akut ... 19
Gambar 5. Manifestasi lokal pada peradangan kronis ... 19
Gambar 6. Komponen respon peradangan akut dan kronik ... 20
Gambar 7. Skema kejadian setelah terjadi inflamasi……….21
Gambar 8. Metabolit asam arakidonat dalam proses inflamasi dan target dari beberapa obat antiinflamasi ... 25
Gambar 9. Diagram mediator inflamasi dan target obat antiinflamasi ... 29
Gambar 10. Kurva grafik peningkatan tebal lipat kulit selama enam jam ... 49
Gambar 11. Mikrofotografi kulit normal tanpa perlakuan dan kulit setelah diberikan perlakuan menunjukkan adanya inflamasi pada daerah subkutan dan neutrofil (Pengecatan HE pembesaran 200x dan 400x) ... 55
xviii
Gambar 13a. Ekspresi protein COX-2 pada neutrofil (pengecatan
imunohistokimia antibody COX-2 pembesaran 400x dan 1000x) . 59
Gambar 13b. Mikrofotografi kulit normal tanpa perlakuan dan setelah diberikan
perlakuan menunjukkan adanya inflamasi pada daerah sub kutan dan
ekspresi COX-2 (Pengecatan imunohistokimia antibody COX-2
pembesaran 200x dan 400x) ... 61
Gambar 14. Diagram persen penghambatan inflamasi dengan penekanan ekspresi COX-2 antar tiap kelompok perlakuan beserta kontrol ... 62
Gambar 15. Mekanisme aksi dari golongan steroid ... 64
Gambar 16. Jalur target dari senyawa flavonoid pada mediator-mediator pro-inflamasi ... 69
Gambar 17. Mencit betina galur Swiss ... 78
Gambar 18. Kulit punggung mencit setelah dilakukan pencukuran ... 78
Gambar 19. Kulit punggung mencit terinduksi karagenin ... 79
Gambar 20. Kulit punggung mencit yang diberi ekstrak etanol daun Cassia fistula L. ... 79
Gambar 21. Pemotongan kulit punggung mencit ... 80
Gambar 22. Pengawetan kulit mencit dengan formalin 10% ... 80
Gambar 23. Biocream® (kontrol Biocream®) dan basis ekstrak ... 81
xix
positif ... 81
Gambar 25. Serbuk karagenin yang digunakan dalam penelitian ... 82
Gambar 26. Ekstrak yang dilarutkan dalam basis Biocream® ... 82
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ... 78
Lampiran 2. Pemotongan kulit untuk histopatologi ... 80
Lampiran 3. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ... 81
Lampiran 4. Hasil determinasi tanaman Cassia fistula L. ... 84 Lampiran 5. Surat ethical clearance penelitian ... 85
Lampiran 6. Data tebal lipat kulit dalam uji pendahuluan karagenin ... 86
Lampiran 7. Data rata-rata perhitungan jumlah neutrofil ... 87
Lampiran 8. Data rerata persen penghambatan inflamasi dalam penekanan
COX-2 ... 89
Lampiran 9. Hasil analisis statistik perhitungan rata-rata jumlah sel-sel neutrofil
pada masing-masing ... 95
Lampiran 10. Hasil analis statistik uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk ... 98
Lampiran 11. Hasil pengujian ANOVA ... 99 Lampiran 12. Hasil pengujian uji Post-Hoct dengan uji Scheffe ... 100 Lampiran 13. Perhitungan persen penghambatan inflamasi ekspresi
COX-2 ... 103
xxi
Lampiran 15. Hasil perhitungan rata-rata persen penghambatan inflamasi
penekanan ekspresi COX-2 pada masing-masing
perlakuan ... 105
Lampiran 16. Hasil pengujian Kruskal-Wallis ... 107
xxii
INTISARI
Inflamasi adalah peradangan lokal pada jaringan terhadap infeksi atau cedera dan yang melibatkan banyak mediator. Respon inflamasi berupa rubor,
kalor, dolor, tumor, dan function laesa. Tanaman trengguli (Cassia fistula L.) diketahui memiliki banyak efek farmakologis, diantaranya dapat digunakan sebagai antiinflamasi, pada inflamasi akut maupun inflamasi kronis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji efek antiinflamasi topikal dan melihat jumlah sel-sel neutrofil dan penghambatan ekspresi COX-2 pada ekstrak etanol daun Cassia fistula L. pada kulit punggung mencit terinduksi karagenin 3%.
Penelitian tentang efek antiinflamasi secara topikal dengan menggunakan ekstrak etanol daun Cassia fistula L. pada mencit, merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah. Hewan uji dibagi menjadi enam kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif karagenin 3%, kelompok kontrol positif Hidrokortison asetat® 2,5%, kontrol Biocream®, dan kelompok perlakuan ekstak daun trengguli (Cassia fistula L.) 1,67;
2,5%; dan 3,75% B/B. Hewan uji dikorbankan dengan dislokasi servikal setelah 24 jam untuk diambil bagian kulit mencit yang terdapat edema, kemudian dimasukkan dalam larutan fiksatif 10%. Dilakukan pengecatan dengan HE dan imunohistokimia antibody COX-2. Efek antiinflamasi daun trengguli dilihat dari pengurangan jumlah neutrofil dan persen penekanan ekspresi COX-2 pada daerah sub kutan punggung mencit yang terinduksi karagenin 3%. Data yang diperoleh kemudian diuji statistika dengan menggunakan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian efek antiinflamasi ekstrak etanol daun Cassia fistula L. menunjukkan jumlah sel neutrofil yang bermigrasi sebesar 70,44 ± 5,04; 55,84 ± 4,97; dan 43,28 ± 3,89. Konsentrasi yang cukup tinggi menunjukkan adanya efek antiinflamasi dari adanya migrasi neutrofil sebesar 3,75%. Persen penghambatan penekanan ekspresi COX-2 pada konsentrasi 1,67; 2,5%; dan 3,75% secara berturut-turut adalah 14,54; 18,05; dan 14,76%, sedangkan pada kontrol negatif persen penghambatan penekanan ekspresi COX-2 sebesar 1,44%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun Cassia fistula L. memiliki efek antiinflamasi topikal dan mekanisme dari ekstrak etanol daun Cassia fistula L. diduga melalui penghambatan migrasi sel neutrofil dan penghambatan ekspresi COX-2 pada daerah sub kutan yang diinduksi dengan karagenin 3%.
xxiii
ABSTRACT
Inflammation is a inflammatory in tissues to infection or injury and that involves a lot of mediators. Inflammatory response such as rubor, calor, dolor, tumor, and function laesa. Trengguli (Cassia fistula L.) has been known to have pharmacological effects, which can be used as anti-inflammatory, in acute inflammation and chronic inflammation. The purpose of this study was to test the effect of topical anti-inflammatory and see the amount of neutrophils cells and inhibition of expression of COX-2 in the ethanol extract of Cassia fistula L. the back skin of mice induced carrageenin 3%.
This study on topical anti-inflammatory effect by using the ethanol extract of the leaves of Cassia fistula L. in mice, is a kind of purely experimental study with completely randomized design direction. Animals were divided into 6 groups: negative control group carrageenin 3%, positive control group Hidrokortison asetat® 2,5%, control Biocream®, and the ethanol extract treatment group trengguli (Cassia fistula L.) 1.67; 2.5%; 3.75% B/B. Animalss test were sacrificed by cervical dislocation after 24 hours to take the skin of mice contained edema, then included in a solution of fixative 10%. HE and immunohistochemical staining with antibodies COX-2. Antiinflammatory effect of trengguli seen from a reduction in the expression of neutrophils and percent suppression of expression of COX-2 e in the sub-cutaneous at the back skin of mice induced carrageenin 3%. The data obtained were then tested using a statistical confidence level of 95%.
Result of the study of anti-inflammatory effects of ethanol extract of Cassia fistula L. the number of neutrophils migration in this study amounted to 70.44 ± 5.04; 55.84 ± 4.97; and 43.28 ± 3.89. The optimum concentration which in the neutrophil migration of 3.75%. Percent inhibition of suppression of expression COX-2 at a concentration of 1.67; 2.5%; 3.75% respectively was 14.54; 18.05; and 14.76%, while in the negative control percent inhibition of COX-2 expression of 1.44%. Result of the study showed that the Cassia fistula L. ethanol extract has topical anti-inflammatory effects anda mechanism of ethanol extract of Cassia fistula L. estimated by inhibition of neutrophils cell migration and inhibition of expression of COX-2 In the sub cutaneous induced by carrageenan 3%.
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi peradangan lokal pada jaringan
terhadap infeksi atau cedera dan yang melibatkan lebih banyak mediator dibanding
respon imun yang didapat. Inflamasi merupakan respon fisiologis terhadap berbagai
rangsangan seperti infeksi dan cedera pada jaringan. Inflamasi dapat terjadi secara
lokal, sistemik, akut dan kronis yang dapat menimbulkan kelainan paofisiologis
(Karnen dan Iris, 2012). Proses inflamasi akan melepaskan mediator kimia selama
proses inflamasi. Salah satu diantara adalah prostaglandin, yang telah berhasil
diisolasi dari eksudat pada tempat inflamasi. Respon tersebut penting, untuk
memungkinkan tubuh bertahan selama infeksi atau cedera dan mempertahankan
homeostasis jaringan saat kondisi berbahaya (Hayes dan Kee, 1996).
Pada era zaman sekarang, masyarakat memiliki banyak cara untuk
mengobati atau mengurangi kondisi inflamasi yaitu salah satu cara dengan
memberikan atau mengkonsumsi obat secara topikal maupun per oral. Pemberian
secara topikal untuk keadaan inflamasi merupakan pertolongan pertama yang
dilakukan dengan cara mengoleskan obat pada bagian yang mengalami inflamasi.
Obat yang digunkan untuk inflamasi adalah golongan obat nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) dan golongan kortikosteroid. Tetapi, untuk golongan NSAID memiliki efek yang buruk untuk gastrointestinal (GI), dapat menyebabkan
cyclooxygenase (COX) dan golongan kortikosteroid mengurangi fosfolipase A2 dan
mengikat enzim lipogenase, dan mengikat enzim lipogenase (Endro, 2012).
Penggunaan obat antiinflamasi secara per oral efek terapi yang dihasilkan lebih
lama. Untuk mengatasi efek tersebut maka jalur pemberian obat antiinflamasi
diberikan secara topikal. Pemberian secara topikal lebih aman dan lebih mudah
daripada pemberian secara per oral, sehingga akan mengurangi efek samping yang
ditimbulkan dengan pemberian secara per oral dan pemberian secara topikal efek
terapi yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan dengan per oral.
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman
tanaman yang dapat digunakan sebagai obat herbal, salah satunya adalah tanaman
Cassia fistula L. Efek ekstrak Cassia fistula L, memiliki khasiat-khasiat, beberapa diantaranya. Penelitian Ilavarasan, Moni, dan Subramanian (2005) melaporkan
bahwa aktivitas antiinflamasi dan aktivitas antioksidan dalam ekstrak etanol dari
kulit batang Cassia fistula L. yang dilakukan pada tikus albino galur Wistar, dengan metode edema kaki yang disuntikan karagenin 1% dengan volume 0,1 mL ke dalam
jaringan sublantar pada kaki belakang tikus. Dilaporkan memiliki efek
antiinflamasi yang signifikan dalam dua tipe inflamasi, yaitu inflamasi akut dan
kronis. Ekstrak kulit batang Trengguli (Cassia fistula L.) dilaporkan dapat menghambat peroksidasi lipid yang dipicu oleh CCl4 dan FeSO4 dalam hati dan
ginjal tikus. Ekstrak tersebut juga menunjukkan aktivitas antioksidan terhadap
DPPH, nitric oxyde, and hydroxyl pada pengujian in vitro.
400 mg/kg secara per oral, dengan menggunakan model injeksi intraperitonial pada
mencit yang diinduksi asam asetat 1%. Penelitian Guata et al., (2009) penelitian ini melaporkan bahwa terdapat aktivitas antiinflamasi dari ekstrak air akar Cassia sieberiana dengan dosis pemberian 30, 100, 300 mg/kg secara oral pada mencit galur Swiss yang diinduksi karagenin 1% pada telapak kaki belakang mencit. Penelitian Kanakam, et al., (2013) melaporkan bahwa ekstrak daun Cassia occidentalis Linn. memiliki aktivitas antiinflamasi dan analgetik. Dengan dosis pemberian ekstrak sebesar 200 mg/kg dan 400 mg/kg pada masing-masing
perlakuan. Uji antiinflamasi dilakukan dengan menggunakan metode induksi
sublantar kaki tikus dengan karagenin 1%.
Berdasarkan penelitian Khan, et al., (2012) melaporkan bahwa ekstrak etanol 80% daun Cassia fistula L. memiliki aktivitas antioksidan yang besar diantara pelarut lain. Senyawa yang menunjukkan aktivitas antioksidan salah
satunya adalah flavonoid. Berdasarkan penelitian Kim, Son, Chang, dan Kang
(2004) flavonoid merupakan senyawa antioksidan yang memiliki mekanisme dalam
menghambat sel-sel peradangan seperi, neutrofil dan ekspresi COX-2 yang banyak
diekspresikan pada jenis-jenis sel peradangan. Neutrofil akan mendominasi
peradangan pada 24 jam pertama, kemudian digantikan oleh monosit setelah 24 jam
hingga 48 jam. Siklooksigenase-2 (COX-2) merupakan enzim yang terinduksi oleh
beragam rangsangan inflamatorik dan tidak terdapat pada sebagian jaringan pada
keadaan normal, COX-2 merangsang pembentukan prostaglandin (PG) yang
berperan dalam reaksi peradangan (Kumar, Abbas, dan Fausto, 2005). Adapun
karena itu, dalam penelitian peran sel neutrofil dan COX-2 dijadikan sebagai
parameter yaitu, dengan melihat jumlah migrasi sel neutrofil dan ekspresi dari
COX-2.
Berdasarkan dari penelitian tersebut metode perlakuan ekstrak yang
digunakan adalah per oral. Pada penelitian ini akan diaplikasikan ekstrak etanol
daun Cassia fistula L. secara topikal sebagai antiinflamasi pada model kulit punggung mencit yang diinduksi karagenin 3%. Parameter yang diamati adalah
jumlah neutrofil dan ekspresi pada siklooksigenase-2 (COX-2) pada kulit punggung
mencit yang diinduksi karagenin dan diberikan dengan ekstrak etanol daun Cassia fistula L.
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, rumusan permasalahan yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah :
a. Apakah dalam ekstrak etanol daun trengguli (Cassia fistula L.) memiliki aktifitas antiinflamasi topikal terhadap jumlah neutrofil dan ekspresi
siklooksigenase-2 (COX-2) pada mencit?
b. Bagaimana mekanisme aktifitas antiinflamasi ekstrak etanol daun trengguli
(Cassia fistula L.) pada mencit yang diinduksi karagenin 3%?
2. Keaslian penelitian
Penelitian Gobianand, Vivekanandan, dan Mohan (2010) melaporkan
bahwa senyawa flavonoid memiliki aktivitas antiinflamsi dan antipiretik dalam
pemberian secara per oral, aktivitas antiinflamasi secara signifikan menghambat
inflamasi dengan model sublantar pada kedua kaki belakang tikus yang telah
diinduksi karagenin 1% dengan pada dosis 750 mg kg/bb pemberian ekstrak etanol
250 – 500 mg kg/bb juga dilaporkan dapat mengurangi demam karena induksi
polysaccharide typhoid vaccine (TAB vaccine).
Mali, Hivrale, Bandawane dan Chaudhauri (2012) melaporkan bahwa
ekstrak air, metanol, hydroalcoholic, etil asetat daun Cassia auriculata, masing-masing dosis pemberian 250 dan 500 mg/kg dan diberikan satu jam sebelum
diinduksi karagenin. Memiliki aktivitas antiinflamasi yang dilakukan dengan model
edema kaki yang diinduksi karagenin pada jaringan sub lantar pada bagian kaki
belakang tikus. Penelitian Sermakkani dan Thangapandian (2013) melaporkan
bahwa pada ekstrak metanol daun Cassia italica dengan dosis 250, 500, 750 mg/kgBB menunjukkan adanya aktivitas antiinflamasi yang diberikan satu jam
sebelum induksi karagenin.
Sejauh pengamatan penulis berdasarkan uraian diatas, penelitian tentang
efek antiinflamasi topikal ekstrak etanol daun Cassia fistula L. pada mencit yang terinduksi karegenin 3% secara subkutan dan dilakukan pengamatan secara
kualitatif histopatologis kulit mencit (pengecatan hematoksilin eosin (HE) dan
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang efek
antiinflamasi ekstrak daun tanaman trengguli (Cassia fistula L.) secara topikal.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pembuktian efek antiinflamasi dari ekstrak daun trengguli (Cassia fistula
L.) sehingga dapat dijadikan alternatif untuk menggobati inflamasi.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum. Untuk mengetahui aktifitas antiinflamasi yang terdapat pada
ekstrak etanol daun Cassia fistula L. 2. Tujuan Khusus.
a. Untuk mengetahui aktifitas antiinflamasi topikal pada ekstrak etanol daun
Cassia fistula L. terhadap jumlah neutrofil dan ekspresi COX-2 pada mencit.
b. Untuk mengetahui mekanisme aktifitas antiinflamasi ekstrak etanol daun
7
BAB II
PENELAHAAN PUSTAKA
[image:33.595.100.513.170.722.2]A. Tanaman Cassia fistula L.
Gambar 1. Tanaman Cassia fistula L. 1. Taksonomi tanaman
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/ dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae (Suku polong-polongan)
Subfamili : Caesalpinaceae
Genus : Cassia
Spesies : Cassia fistula L.
2. Nama daerah
Aceh : Bak biraktha
Timor : Babuni daun besar, nain-nain
Dayak : Tilai
Sunda : Bobondelan, bondel, tanggoli, tranguli
Jawa : Trengguli, tenguli, tangguli, klohor, peyok, klohur
Madura : Kalobur, Klobor
Bali : Tangguli
Sumba : Ketoka, konjur
Flores : Klowang
Alor : Kikili,ladau
Makasar : Kayu raja
Bugis : Pong raja
Rote : Bubuni sela
Ambon : Papa pauno
(IPB, 2015)
3. Morfologi
Tanaman Cassia fistula L. dapat dilihat pada gambar 1, merupakan bentuk pohon tinggi yang mencapai 10-20 m, bentuk batang berkayu bulat bercabang,
dengan batang yang lurus. Daun memiliki panjang 30-40 cm, 3-8 pasang dan
berbentuk bulat telur. Panjang daun setiap lembarnya 3,5-9cm. Memiliki warna
berbentuk persegi panjang dan bagian ujungnya tumpul. Daun mahkota panjang
2-3,5 cm. 3 tangkai sari yang terbawah membentuk S, lebih panjang dari pada lainnya.
Bakal buah bertangkai. Polongan menggantung, diatas tanda bekas mahkota
bertangkai, bulat silindris, hitam, oleh karna sekatan yang melintang dibagi dalam
ruang-ruang yang berbiji 1, 20-45 kali 1,5 cm, tidak membuka. Biji melintang,
40-100 (Steenis, Hoed, Bloembergen, dan Eyma, 1992).
4. Kegunaan
Bagian – bagian dari tanaman Cassia Fistula L. dapat digunakan atau berkhasiat untuk terapi berbagai macam penyakit, dari rebusan isi buahnya
berkhasiat untuk sembelit dan obat wasir, sedangkan daunnya sebagai obat kudis,
sembelit, pencahar dan obat malaria. Penelitian yang sudah dilakukan pada bagian
tumbuhan Cassia fistula, misalnya ekstrak metanol kulit batang yang berpotensi untuk chemopreventive, mempunyai aktivitas antiinflamasi dan antioksidan.
ekstrak metanol daun mempunyai aktivitas sebagai larvasida, ovisida, dan repelen
nyamuk Aedes aegypti. Ekstrak metanol biji mempunyai aktivitas antitumor, antirematik. Sedangkan dari ekstrak bunga mempunyai aktivitas antioksidan. pada
akar terdapat senyawa flavonoid glikosida yang mempunyai aktivitas antifungi
(Hermien, 2014).
5. Kandungan kimia
nonacontanoic dan heptacosanoic acid, anthraquinone, tannin, oxyanthraquinone, dan volatile oils. Dan juga dalam tanaman ini terdapat kandungan flavonoids,
biflavonoids, rhein, rhein glucoside, sennoside A dan B, chrysophanol, dan isoflavon (Thirumal, Srimanthula, dan Kishore, 2012). Struktur beberapa flavonoid
[image:36.595.98.498.215.662.2]dapat dilihat pada gambar 2:
B. Metode Penyarian
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan
senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Ekstrak adalah sediaan
kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani
menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak
kering harus mudah digerus atau dihancurkan menjadi serbuk. Pelarut yang
digunakan sebagai penyari seperti; air, etanol dan campuran air etanol (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
C. Metode Uji Daya Antiinflamasi
Proses inflamasi dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, seperti agen
infeksi, interaksi antigen dengan antibodi, bahan kimia, cedera termal atau mekanis.
Respon inflamasi disertai tanda-tanda klinis eritema, edema, hiperalgesia dan nyeri.
Respon inflamasi terjadi dengan tiga tahap yang berbeda dan mekanisme yang
berbeda :
a. Fase akut ditandai dengan adanya vasodilatasi lokal dan peningkatan
permeabilitas kapiler
c. Fase poliferasi kronis ditandai dengan terjadi degenerasi jaringan dan fibrosis
Berdasarkan fase diatas, terdapat beberapa metode yang telah dikembangkan
untuk menguji daya antiinflamasi akut dan sub akut secara in vivo: a. Permeabilitas vaskuler
Pengujian dengan metode permeabilitas vaskuler digunakan untuk
mengevaluasi aktivitas penghambatan suatu obat terhadap peningkatan
permeabilitas pembuluh darah yang disebabkan oleh mediator inflamasi (zat
radang). Mediator inflamasi seperti histamine, prostaglandin, dan leukotriens.
Sehingga, hal ini akan menyebabkan terjadinya pelebaran arteriol, venula dan
permeabilitas pembuluh darah meningkat, dan terbentuk edema dari cairan dan
protein plasma yang dikeluarkan (Vogel, 2008).
Pengujian dilakukan dengan cara menginjeksi senyawa radang secara
intravena. Sembilan puluh menit setelah hewan uji diinjeksi, kemudian hewan uji
dikorbankan dan pada bagian yang diinjeksi diambil untuk diberikan perwarnaan
dengan Evans’s blue yang fungsinya untuk memberikaan tanda agar dapat
mengetahui peningkatan permeabilitas vaskuler. Diameter resapan dari pewarnaan
Evan’s blue diukur dalam dua arah tegak lurus dan nilai rata-rata semua area yang
diinjeksi dihitung. Dibandingkan antara kelompok control dan kelompok uji,
dinyatakan sebagai persen penghambatan. Kelompok uji yang menunjukkan nilai
kurang dari 50% dari control dinyatakan positif memiliki aktivitas antiinflamasi
b. Eritema Ultraviolet
Merupakan metode uji aktivitas antiinflamasi dengan menggunakan sinar
ultraviolet untuk membentuk eritema pada kulit hewan uji. Hewan uji yang akan
digunakan dicukur terlebih dahulu pada kedua bagian sisi (kiri dan kanan) dan
bagian belakang. Diberikan krim penghilang bulu, dapat mengunakan barium
sulfat. Dua puluh menit kemudian, krim penghilang bulu yang telah dioleskan pada
hewan uji dibersihkan dengan air hangat atau mengalir. Pada hari berikutnya,
setengah senyawa yang akan diujikan (senyawa antiinflamasi) diberikan tiga puluh
menit sebelum dilakukan paparan sinar ultraviolet. Setelah pemaparan sinar
ultraviolet selama dua menit, diberikan lagi setengah dari senyawa uji yang telah
diberikan sebelumnya. Pengukuran eritema dilakukan dua dan empat jam setelah
paparan sinar ultraviolet pada hewan uji. Karena pada jam kedua dan keempat
setelah paparan baru memberikan efek (Vogel, 2008).
c. Edema telinga dengan induksi oxazolone pada mencit
Pada metode ini hewan uji diberikan 2% oxazolone
(4-ethoxymethylene-2-fenil-2-oxazolin-5-one) yang dilarutkan dalam aseton. Hewan uji diaplikasikan
anestesi halotan 0,1 ml pada bagian kulit perut yang telah dicukur atau 0,01 ml pada
bagian kedua telinga bawah . hewan uji dibiarkan selama delapan hari, kemudian
diaplikasikan oxazolone 0,01 ml dengan konsentrasi 2% pada bagian dalam telinga
kanan, dan telinga kiri digunakan sebagai kontrol. Setalah 24 jam akan terjadi
peradangan, kemudian hewan uji dikorbankan dengan anestesi. Kedua telinga
diambil dan ditimbang. Perbedaan dari berat kedua telinga merupakan indikator
d. Edema telapak kaki
Metode ini dapat digunakan untuk melihat aktivitas antiinflamasi suatu
senyawa. Biasanya senyawa yang digunakan untuk menginduksi terjadinya
inflamsi seperti, agen iritasi ragi, formaldehid, dekstran, dan karagenin. Untuk
melihat efeknya dapat diukur dengan beberapa cara yaitu, dilakukan pembedahan
pada sendi talocrural dan ditimbang.
Pengujian dilakukan dengan cara, terlebih dahulu hewan uji dipuasakan.
Kemudian diberikan 5 ml air (kontrol) dan diberikan senyawa uji yang telah
dilarutkan atau dijadikan suspens dalam volume yang sama (perlakuan). Setelah 30
menit, hewan uji diberikan injeksi subkutan 0,05 ml dari konsentrasi 1% karagenin
pada bagian telapak belakang kaki hewan uji (Vogel, 2008).
D. Kulit
Kulit merupakan lapisan atau jaringan yang ada pada tubuh yang menutupi
seluruh tubuh dan melindungi tubuh dari bahaya luar (Wibowo, 2008). Merupakan
massa jaringan yang terbesar pada tubuh dan fungsi lain dari kulit adalah
menginsulasi struktur-struktur yang berasa di bawah kulit dan juga dapat berfungsi
sebagai cadangan kalori. Kulit terdiri atas tiga lapisan yang masing-masing tersusun
dari berbagai jenis sel dan fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan kulit
tersebut adalah epidermis, dermis dan subkutis (Corwin, 2008). Salah satu sel saraf
yang ada di dalam kulit adalah terdapat ujung saraf peraba yang memiliki banyak
tubuh dan sebagai ekskretori, sekretori dan absorpsi (Pearce, 2009). Struktur kulit
[image:41.595.103.501.169.549.2]dapat dilihat pada gambar 3:
Gambar 3. Struktur kulit manusia (Waugh dan Grant, 2001).
Lapisan epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah
lapisan sel yang disusun atas dua lapisan yaitu lapisan tanduk dan selapis zona
geminalis. Lapisan tanduk berada pada lapisan paling luar, dan tersusun tiga lapisan
sel yang membentuk epidermis, yaitu stratum korneum, stratum lusidum, dan
stratum granulosum. Sedangkan zona germinalis terletak di bawah lapisan tanduk
dan terdiri atas dua lapisan epitel, yaitu sel berduri dan sel basal (Pearce, 2009).
Pada lapisan epidermis mengandung reseptor sensorik untuk suhu, sentuhan,
getaran dan nyeri. Komponen utama dalam epidermis adalah protein kreatinin yang
dihasilkan oleh sel keratinosit yang dapat mencegah hilangnya air dari dalam tubuh
dan melindungi epidermis dari iritan dan mikroorganisme penyebab infeksi dan
Lapisan dermis adalah lapisan yang tersusun atas fibrus dan jaringan ikat
yang elastis dan pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi
pembuluh darah kapiler (Pearce, 2009). Di sini juga terdapat kelenjar keringat dan
kelenjar minyak (glandula sebacea) (Price, 1982) dan juga terdapat pembuluh darah yang menyuplai makanan dan oksigen pada dermis dan epidermis, dan
membuang produk-produk sisa. Selain pembuluh darah dalam dermis juga terdapat
pembuluh limfe dan folikel rambut. Dermis terletak tepat dibawah epidermis, yang
tersusun dari serabut-serabut kolagen dan elastin tersusun secara acak sehingga
menyebabkan dermis terenggang dan memiliki daya tahan (Corwin, 2008).
Lapisan subkutis pada kulit merupakan lapisan yang terletak dibawah dermis
(lapisan paling dalam). Pada lapisan ini terdiri atas lemak dan jaringan ikat dan
berfungsi sebagai peredam kejut dan insulator panas. Fungsi dari lapisan subkutis
adalah sebagai tempat penyimpanan kalori selain lemak dan dapat dipecah menjadi
sumber energi apabila diperlukan (Corwin, 2008).
Kulit dapat mengalami cedera yang disebabkan karena zat kimia atau
mikroorganisme, sehingga dapat menimbulkan infeksi (Pearce, 2009). Pada kulit
terdapat kondisi, edema dan dermatitis kedua istilah yang identik dalam
menggambarkan kondisi inflamasi yang dapat bersifat akut atau kronis. Dalam
dermatitis akut terdapat kemerahan, pembengkakan dan eksudasi dari cairan serosa
biasanya disertai dengan rasa gatal pada kulit. Hal ini sering diikuti oleh adanya
krusta dan scaling. Jika kondisi menjadi kronis, kulit akan menebal dan dapat
menjadi kasar (Waugh dan Grant, 2001). Krusta adalah akumulasi eksudat serurosa
ini dapat terjadi karena adanya kontak langsung dengan iritan misalnya, kosmetik,
sabun, detergen, asam kuat atau alkali, dan bahan kimia toksik (Waugh dan Grant,
2001). Dapat juga terjadi pruritus yang parah pada bagian kulit yang terpapar akan
zat toksik. Pruritus merupakan rasa gatal pada kulit, dapat terjadi sebagai respon
primer terhadap iritan yang menyebabkan peradangan. Pruritus primer terjadi
akibat pelepasan histamin dalam proses inflamasi. Pruritus sekunder dapat timbul
apabila ada suatu kelainan pada sistemik, karena pada pruritus sistemik toksin
metabolik tertimbun di cairan intertisium di bawah kulit (Corwin, 2008). Kulit yang
menglami cedera atau kerusakan akan melalui serangkaian proses penyembuhan
atau regenerasi jaringan yang rusak (Pearce, 2009).
E. Inflamasi
1. Definisi
Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi peradangan lokal pada jaringan
terhadap infeksi atau cedera dan yang melibatkan lebih banyak mediator dibanding
respon imun yang didapat. Inflamasi merupakan respon fisiologis terhadap berbagai
rangsangan seperti infeksi dan cedera pada jaringan. Inflamasi dapat terjadi secara
lokal, sistemik, akut dan kronis yang menimbulkan kelainan paofisiologis (Karnen
dan Iris, 2012). Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak
organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat
perbaikan jaringan. Inflamasi terjadi karena ada pelepasan mediator kimiawi dari
jaringan yang rusak dan migrasi sel (Mycek, Harvey, dan Champe, 2001). Proses
diantara adalah prostaglandin, yang telah berhasil diisolasi dari eksudat pada tempat
inflamasi (Hayes dan Kee, 1996).
Tanpa terjadinya peradangan (inflamasi), infeksi akan terus berkembang,
luka tidak akan pernah sembuh, dan organ yang cidera dapat menjadi luka yang
terus bernanah. Akan tetapi, peradangan dan perbaikan juga dapat merugikan,
misalnya seperti reumatoid arthritis, aterosklerosis, fibrosis paru, dan reaksi
hipersensitivitas terhadap gigitan serangga, obat, dan toksin yang dapat mengancam
nyawa. Perbaikan oleh fibrosis dapat menyebabkan terbentuknya jaringan parut
yang menimbulkan kecacatan pada jaringan (Kumar, dkk, 2005).
Peradangan atau inflamasi dibagi menjadi pola akut dan kronik.
Peradangan akut memiliki awalan yang cepat dengan hitungan detik atau menit dan
berlangsung relatif singkat, dalam beberapa menit, jam, atau hari. Peradangan akut
adalah suatu respon cepat terhadap agen yang merugikan dan berfungsi untuk
menyalurkan mediator-mediator pertahanan leukosit dan protein plasma ke tempat
yang cedera. Karakteristik utama pada peradangan akut adalah adanya eksudasi
cairan dan protein plasma (edema) dan emigrasi leukosit terutama neutrofil (Kumar,
dkk, 2005).
Pada peradangan akut terdapat tiga komponen, yaitu perubahan kapiler
pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan aliran darah, perubahan strutural
mikrovaskular yang memungkinkan pengeluaran protein plasma dan leukosit dari
sirkulasi darah, dan emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi, akumulasi terdapat di
Manifestasi dari peradangan akut yang menunjukkan terjadinya inflamasi dapat
dilihat pada gambar 4:
[image:45.595.101.513.165.706.2]
Gambar 4. Manisfestasi lokal pada peradangan akut (Kumar, dkk, 2005).
Sedangkan peradangan kronik berlangsung lebih lama dan secara
histologi ditandai dengan adanya limfosit dan makrofag, proliferasi pembuluh
darah, fibrosis, dan nekrosis jaringan (Kumar, Abbas, dan Fausto, 2005).
Manifestasi dari peradangan kronik dapat dilihat pada gambar 5:
Reaksi vaskular dan selular pada peradangan (inflamasi) akut dan kronik
diperantarai oleh mediator-mediator kimiawi yang berasal dari protein plasma atau
sel dan diproduksi sebagai respon terhadap atau diaktifkan oleh rangsangan
peradangan. Respon inflamasi terdiri atas dua komponen utama, yaitu reaksi
vaskular dan reaksi selular. Pada respon tersebut banyak jaringan dan sel yang
terlibat dalam reaksi ini, termasuk cairan dan protein plasma, sel dalam darah,
pembuluh darah, serta konstituen selular dan ekstraselular dari jaringan ikat.
Komponen yang terdapat dalam respon inflamasi dapat dilihat pada gambar 6:
Gambar 6. Komponen respon peradangan akut dan kronik (Kumar, dkk, 2005).
Pada inflamasi atau peradangan akan terjadi migrasineutrofil dari sirkulasi
darah yang mendominasi infiltrat peradangan pada 24 jam pertama dan digantikan
[image:46.595.100.502.261.593.2]Gambar 7. Skema kejadian setelah terjadi reaksi inflamasi (Kumar, dkk, 2005).
Proses Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh sebagai
respon normal terhadap trauma fisik, zat kimia berbahaya atau agen mikrobiologi.
Adapun respon yang umumnya muncul meliputi rubor (kemerahan), kalor (panas),
dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan) (Corwin, 2008) dan functio laesa
(hilangnya fungsi) (Price dan Wilson, 1982).
2. Gejala
Tanda-tanda utama respon inflamasi yang umumnya adalah rubor
(kemerahan), kalor (panas), dolor (nyeri), tumor (pembengkakan) dan functio laesa
[image:47.595.100.511.113.537.2]a. Rubor (kemerahan)
Rubor atau kemerahan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah
berkumpul pada daerah jaringan yang cedera akibat adanya pelepasan mediator
kimiawi tubuh, seperti kinin, prostaglandin dan histamin.
Histamin akan mendilatasi arteriol (Hayes dan Kee, 1996). Maka arteriol
yang mensuplai darah menjadi melebar, lebih banyak darah mengalir kedalam
mikrosirkulasi lokal. Sehingga, pembuluh kapiler yang sebelumnya kosong,
dengan cepat akan terisi darah. Keadaan disebut dengan hiperemia atau
kongesti, yang menyebabkan warna merah pada bagian yang cedera karena
peradangan akut. Hiperemia timbul pada permulaan reaksi peradangan yang
diatur oleh tubuh baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui
pengeluaran zat seperti histamin (Price dan Wilson, 1982).
b. Kalor (panas)
Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya
pengumpulan darah yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus
(Hayes dan Kee, 1996). Reaksi peradangan pada permukaan badan, yang dalam
keadaan normal lebih dingin dari 370C suhu didalam tubuh. Karena terdapat
lebih banyak darah yang disalurkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah
yang terkena, sehingga daerah inflamasi pada kulit menjadi panas dibanding
dengan sekelilingnya (Price dan Wilson, 1982).
c. Dolor (nyeri)
Disebabkan oleh adanya pembengkaan dan pelepasan mediator-mediator
perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf, dan pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat
kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf sehingga menimbulkan rasa
nyeri pada jaringan yang cedera (Price dan Wilson, 1982).
d. Tumor (pembengkakan)
Tumor atau pembengkaan terjadi karena kinin mendilatasi arteriol
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler (Price dan Wilson, 1982).
Plasma merembes ke dalam jaringan interstisial pada tempat jaringan yang
cedera (Hayes dan Kee, 1996). Pada keadaan awal reaksi peradangan eksudat
adalah cair. Cairan eksudat akan timbul dengan cepat dalam luka yang melepuh
dari kulit. Kemudian, sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah
dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Price dan Wilson, 1982).
e. Functio laesa (hilangnya fungsi)
Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat
jaringan yang cedera dan karena adanya rasa nyeri (dolor), yang mengurangi
mobilitas pada daerah jaringan yang terjadi inflamasi (Hayes dan Wilson,
1996).
3. Mekanisme inflamasi
Mekanisme inflamasi terjadi karena ada pelepasan mediator kimiawi dari
jaringan yang rusak dan migrasi sel (Mycek, dkk, 2001). Pada proses inflamasi akan
melepaskan mediator kimia selama proses inflamasi. Salah satu diantara adalah
prostaglandin, yang telah berhasil diisolasi dari eksudat pada tempat inflamasi
prostaglandin terdapat pula histamin, bradikinin (peptida kecil) dan interleukin-1
(peptida besar) (Mycek, dkk, 2001).
Reaksi peradangan akut dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, misal
infeksi (bakteri, virus, parasit), trauma, agen fisik dan kimiawi, nekrosis jaringan,
benda asing, atau reaksi imun. Setiap stimulus tersebut dapat memicu terjadinya
reaksi peradangan (Kumar, dkk, 2005). Adanya kejadian vaskular merupakan
dilatasi awal dari arteriola kecil, sehingga aliran darah meningkat yang diikuti
dengan perlambatan dan kemudian aliran darah berhenti dan terjadi peningkatan
permeabilitas venula post capillary dengan adanya eksudasi cairan. Vasodilatasi yang disebabkan oleh mediator termasuk histamin, prostaglandin (PG) E2 dan PGI2
(prostasiklin) yang dihasilkan oleh interaksi mikroorganisme dengan jaringan,
beberapa di antaranya bertindak bersama-sama dengan sitokin untuk meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah (Rang, Dale, Ritter, dan Flower, 2007).
Apabila terdapat rangsangan secara mekanik, fisik maupun kimia akan
memicu keluarnya asam arakidonat (AA). Asam arakidonat adalah suatu asam
lemak tidak jenuh ganda yang mengandung 20 karbon (asam eikosatetranoat
5,8,11,14-) dan berasal dari makanan atau dari konversi asam lemak esensial asam linoleat. AA dibebaskan dari fosfolipid membran melalui kerja fosfolipase sel. Metabolit AA yang disebut eikosanoid, eikosanoid berikatan dengan reseptor (yang berikatan dengan protein G) di banyak jenis sel dan dapat memperantarai hampir
semua tahap peradangan. Peran metabolit asam arakidonat pada proses inflamasi
Ada dua jalan utama untuk metabolit asam arakidonat yang disebut
[image:51.595.103.522.172.563.2]dengan eikosanoid dapat dimetabolisme dengan:
Gambar 8. Metabolit asam arakidonat dalam proses inflamasi dan target dari beberapa obat antiinflamasi (Kumar, dkk, 2005).
a. Jalur siklo-oksigenase
Semua eikosanoid berstruktur cincin sehingga, prostaglandin, tromboksan dn prostasiklin, disintesis melalui jalur siko-oksigenase. Jalur
siklo-oksigenase diaktifkan oleh dua enzim, yang pertama bersifat ada dimana-mana dan
pembentuk, sedangkan yang kedua diinduksi dalam respon terhadap rangsangan
inflamasi (Mycek, dkk, 2001).
Prostaglandin dibagi menjadi seri-seri yang didasarkan pada gambaran
struktural dan memiliki kode huruf dan angka yang berbeda, yaitu PGD, PGE, PGF,
PGD2, PGF2α, PGI2 (prostasiklin), dan TXA2 (trombosan) yang dihasilkan dari
kerja enzim spesifik pada suatu zat dalam jalur siklooksigenase. Akan tetapi,
sebagian dari enzim ini terdistribusi hanya pada jaringan tertentu, misal trombosit
mengandung enzim tromboksan sintetase, yang menghasilkan TXA2 yang
merupakan produk utama pada sel ini. TXA2 adalah suatu zat yang menggumpalkan
trombosit dan sebagai vasokontriktor yang poten dan bersifat tidak stabil. Akan
tetapi, pada endotel vaskular tidak terdapat trombosan sintetase, tetapi memiliki
protasiklin sintetase, yang memicu terbentuknya prostasklin (PGI2) dan produknya
akhirnya yang stabil PGF1α. Prostasklin adalah vasodilator, inhibitor agregasi
trombosit yang paten, dan juga meningkatkan permeabilitas dan efek kemotaktik
dari mediator lain (Kumar, dkk, 2005).
Prostaglandin juga berperan dalam patogenesis nyeri dan demam.
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki sifat hiperalgesik, yang dapat menyebabkan kulit
menjadi hipersensitif terhadap rangsangan nyeri dan meningkatkan rasa nyeri.
PGD2 merupakan metabolit utama yang dihasilkan pada jalur siklooksigenase pada
sel mast, bersama dengan PGE2 dan PGF2α yang terdistribusi lebih luas, yang
menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas venula post kapiler
sehingga terbentuk edema. Siklooksigenase-1 (COX-1) diproduksi sebagai respon
terhadap rangsangan peradangan dan juga diekspresikan oleh sebagian besar
jaringan. COX-1 bertanggung jawab dalam pembentukan prostaglandin, yang
berperan pada peradangan, akan tetapi memiliki fungsi homeostatis. Sedangkan
COX-2, merupakan enzim yang terinduksi oleh beragam rangsang inflamatorik dan
pembentukan prostaglandin yang berperan dalam reaksi peradangan (Kumar, dkk,
2005).
b. Jalur lipo-oksigenase
Produk-produk awal dihasilkan oleh tiga lipoksigenase yang berbeda,
yang terdapat hanya di beberapa jenis sel (Kumar, dkk, 2005). Beberapa
lipoksigenase dapat bekerja pada asam arakidonat untuk membentuk 5-HPETE,
12-HPETE, dan 15-12-HPETE, yang merupakan turunan peroksidasi tidak stabil yang
dikonversi menjadi turunan hidroksilasi yang sesuai (HETES), atau menjadi
leukotrien atau lipoksin, yang tergantung pada jaringan (Mycek, Harvey, dan
Champe, 2001). 5-lipoksigenase (5-LO) merupakan enzim predominan di neutrofil.
Produk utama yang dihasilkan, yakni 5-HPETE yang bersifat kemotaktik bagi
neutrofil, diubah menjadi suatu famili senyawa yang secara kolektif disebut
leukotrien. Leukotrien B4 adalah suatu zat kemoktaktik kuat dan aktivator respon
fungsinal neutrofil, seperti agregasi dan perlekatan leukosit pada endotel venula,
pembentukan radikal bebas oksigen, dan pelepasan enzim-enzim lisosom. Produk
dari 5-HPETE adalah Leukotrien C4, D4, dan E4, mengandung sisteinil yang
menyebabkan terjadinya vasokontriksi, bronkospasme, dan peningkatan
permeabilitas vaskular.
Lipoksin merupakan produk yang dihasilkan dari jalur lipoksigenase,
yang berupa produk bioaktif yang dihasilkan dari AA, melalui mekanisme
biosintesis transelular. Efek utama dari lipoksin adalah menghambat rekrutmen
leukosit dan komponen-komponen selular peradangan. Lipoksin juga menghambat
neutrofil akan menghasilkan zat antara dalam sintesis lipoksin, zat-zat tersebut
diubah oleh trombosit yang berinteraksi dengan leukosit menjadi lipoksin. Lipoksin
A4 dan B4 dihasilkan dari 12-lipoksigenase trombosit pada LTA4 yang berasal dari
neutrofil (Kumar, dkk, 2005).
F. Antiinflamasi
Obat antiinflamasi Non steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)
bekerja dengan menghambat enzyme siklooksigenase dan prostaglandin. Obat
NSAIDs pada generasi pertama bekerja pada COX-1 dan COX-2, dan lebih
dominan dalam menghambat COX-1. NSAIDs akan menurunkan produksi
vasodilator prostaglandin (PGE2 dan PGI2), sehingga menurunkan vasodilatasi,
menurunkan edema serta rasa nyeri yang terjadi. Akan tetapi, NSAIDs memiliki
efek jangka panjang yaitu pada saluran pencernaan yang dapat mengiritasi
lambung. Efek samping tersebut diakibatkan karena adanya penghambatan pada
COX-1. Enzim COX-1 bertanggungjawab dalam produksi prostaglandin yang
secara normal akan menghambat sekresi asam lambung. Sedangkan, NSAIDs yang
selektif menghambat COX-2, menghasilkan efek samping pada gastro intestinal
lebih rendah karena hanya terekspresi pada sel inflamasi. Mekanisme NSAIDs
selektif memiliki penghambatan yang poten pada COX-2, sehingga akan enurunkan
pembentukan PGI2 yang merupakan penghambat agregasi platelet (Endro, 2012).
Selain obat golongan NSAIDs, untuk inflamasi dapat digunakan juga obat
golongan steroid seperti kortikosteroid. Mekanisme dari golongan obat ini adalah
menurunkan permeabilitas kapiler (Dipiro, 2008). Kortikosteroid merupakan
antiinflamasi yang identik dengan kortisol, hormone steroid pada manusia yang
disentesis dan di ekskresi oleh korteks adrenal. Efek dari antiinflamasi
kortikosteroid mempengaruhi berbagai sel imunokompeten seperti sel T, makrofag,
sel dendritic, eosinofil, neutrofil, dan sel mast, dengan cara menghambat respon
inflamasi yang menyebabkan apoptosis (Sitompul, 2011). Mekanisme aksi target
golongan obat steroid dan NSAIDs dapat dilihat pada gambar 9.
[image:55.595.103.500.273.612.2]
Gambar 9. Diagram mediator inflamasi dan target obat antiinflamasi (Rang, dkk, 2007).
G. Karagenin
Karagenin adalah senyawa rantai polisakarida rantai panjang yang
mengandung ester sulfat yang digunakan sebagai stimulus atau penginduksi
inflamasi kronis, akan tetapi kemudian digunakan untuk menguji antiinflamasi akut
Karagenin adalah polisakarida sulfat yang diperoleh dari rumput laut, yang
secara luas digunakan sebagai penginduksi agen inflamasi, yang menunjukkan
tanda-tanda dan gejala inflamasi yang dapat dinilai sebagai peningkatan ketebalan
kaki pada tikus sebagai akibat dari peningkatan peradangan (edema) dan
peningkatan perembesan vaskular, diketahui sensitif terhadap siklooksigenase
(COX) inhibitor (Sermakkani dan Thangapandian, 2013). Karena karagenin
mampu menginduksi reaksi antiinflamasi yang bersifat akut, non imun dan juga
dapat diamati dengan baik serta mempunyai reprodusibilitas yang cukup tinggi
(Morris, 2003).
Mekanisme kerja karagenin adalah merangsang terjadinya udem dengan cara
melepaskan mediator-mediator inflamasi yaitu histamin, serotonin, dan kinin pada
jam pertama, sedangkan pada jam kedua dan ketiga mediator-mediator inflamasi
yang dilepaskan adalah prostaglandin dan lisosom (Sharma et al., 2009).
H. Biocream®
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), 1995,
krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Digunakan untuk
sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair, diformulasi
sebagai emulsi air dalam minyak atau emulsi minyak dalam air.
Biocream merupakan sediaan obat topikal adalah yang mengandung dua
komponen dasar, yaitu zat pembawa (vehikulum) yang merupakan bagian inaktif
membawa bahan aktif agar dapat berkontak dengan kulit, dan zat aktif merupakan
komponen bahan topikal yang memiliki efek terapi. Biocream merupakan satu
bahan pembawa untuk sediaan topikal yang berbentuk krim dan memiliki sifat
amfibilik yang artinya berkhasiat sebagai W/O atau O/W (Yanhenri dan Yenny,
2012).
I. Hidrokortison Asetat
Hidrokortison asetat adalah golongan kortikosteroid yang mempunyai daya
kerja sebagai antialergi dan antiradang. Efek terapi yang dihasilkan oleh
kortikosteroid topikal golongan rendah, yaitu vasokontriksi, penurunan
permeabilitas membran, dan penekanan aktivitas mitosis respon imun (Carlos,
2013). Hidrokortison mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari
102,0% C23H32O6 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian dari
sedian ini adalah berbentuk serbuk hablur, berwarna putih, dan tidak memiliki bau
atau tidak berbau. Dapat melebur atau meleleh dan mengalami peruraian pada suhu
2000C (Depkes RI, 1995).
Krim hidrokortison asetat adalah hidrokortison asetat dalam dasar krim yang
sesuai, mengandung hidrokortison asetat, C23H32O6 tidak kurang dari 90% dan tidak
lebih dari 110% dari jumlah yang tertera pada etiket (Depkes RI, 1995).
J. Landasan Teori
Inflamasi adalah reaksi peradangan lokal pada jaringan terhadap infeksi atau
cedera dan yang melibatkan lebih banyak mediator dibanding respon imun yang
seperti infeksi dan cedera pada jaringan (Karnen dan Iris, 2012). Proses Inflamasi
merupakan mekanisme pertahanan tubuh sebagai respon normal terhadap trauma
fisik, zat kimia berbahaya atau agen mikrobiologi (Corwin, 2008). Tanda-tanda
utama respon inflamasi yang umumnya muncul meliputi rubor (kemerahan), kalor
(panas), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan) (Hayes dan Kee, 1996). Mekanisme inflamasi terjadi karena adanya pelepasan mediator-mediator inflamasi
dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Pada proses inflamasi asam arakidonat
bertanggung jawab dalam produksi mediator-mediator inflamasi. Mediator yang
spesifik dalam inflamasi adalah prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan yang
merupakan metabolit dihasilkan dari jalur siklooksigenase pada sel mast,
sedangkan leukotriene dan lipoksin merupakan metabolit yang dihasilkan dari
melalui jalur lipooksigenase.
Dalam tanaman daun Cassia fistula L. terdapat kandungan flavonoid sehingga terdapat aktivitas antiinflamasi dan antioksidan. Pada peneletian Felix,
(2013) Cassia fistula L. menunjukkan bahwa memiliki aktivitas antioksidan, penelitian dilakukan dengan cara menggunakan radikal 1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil
(DPPH). Aktivitas antiinflamasi pada flavonoid dengan cara menghambat
pembentukan asam arakidonat sehingga produksi mediator inflamasi dari jalur
lipooksigenase dan siklooksigense juga terhambat, dan juga flavonoid dapat
menangkap radikal bebas, sehingga pembentukan asam arakidonat yang dipicu oleh
radikal bebas juga terhambat. Flavonoid dapat menangkap radikal bebas, karena
Pada penelitian Sermakkani dan Thangapandian (2009) Cassia italica
memiliki kandungan flavonoid. Flavonoid diketahui memiliki