• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji efek antiinflamasi topikal ekstrak etanol daun majapait (Crescentia cujete L.) pada edema kulit punggung mencit galur swiss terinduksi karagenin.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji efek antiinflamasi topikal ekstrak etanol daun majapait (Crescentia cujete L.) pada edema kulit punggung mencit galur swiss terinduksi karagenin."

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Tumbuhan Majapait (Crescentia cujete L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat berperan sebagai antiinflamasi. Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun majapait memiliki aktifitas sebagai antiinflamasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antiinflamasi topikal, konsentrasi optimum, dan mengetahui persen (%) penghambatan inflamasi dari ekstrak etanol daun C.cujete pada mencit betina galur Swiss menggunakan metode Inflammation-assosiated edema dengan mengukur tebal lipat kulit punggung mencit.

Penelitian ini termasuk eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Tiga puluh ekor hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol negatif karagenin 3%, kelompok kontrol Biocream®, kelompok kontrol positif Hidrokortison Asetat®, kelompok ektrak etanol daun majapait 1,67; 2,5 dan 3,75% b/b. Senyawa uji dioleskan setelah

injeksi karagenin diberikan. Tebal lipatan kulit punggung mencit diukur tiap jam selama 6 jam menggunakan jangka sorong digital kemudian dihitung selisih tebal lipatan kulit punggung tiap mencit, nilai AUC dan persen penghambatan inflamasi. Analisis data menggunakan uji Shapiro-Wilk kemudian dilanjutkan analisis Kruskall-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun C.cujete memiliki efek antiinflamasi topikal. Konsentrasi optimum yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal sebesar 1,67%. Persen (%) penghambatan inflamasi dari ekstrak etanol daun C.cujete pada konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% berturut-turut adalah 83,78; 69,98; dan 78,83%.

(2)

ABSTRACT

Majapait (Crescentia cujete L.) is a plant that has pharmacological effect. From the previous study, flavonoid in majapait leaf (Crescentia cujete L.) has antiinflamation activity. The research purpose were to investigate topical anti-inflammatory effect, optimum concentration, and find out the percent (%) inhibition of inflammation of the ethanol extract of C.cujete leaves using Inflammation-associated edema methods by measuring middorsal skinfold thickness.

This research was purely experimental with completely randomized design direction. Thirty mice were divided into six groups of five animals each. Negatif control group (Karagenin 3%), positive group (Hidrokortison Asetat® 2.5%), Biocream® control group, and group of ethanol extract of C.cujete with a consentration of 1.67; 2.5; and 3.75% b/b. The tested substance will be smeared

after the carrageenan was injected given. Middorsal skin fold thickness of mice was measured every hour for 6 hours used digital Calipers and then calculated the difference in middorsal skin fold thickness of each mice, AUC and percent inhibition of inflammation. Analysis used the Shapiro-Wilk test, continued by Kruskall-Wallis test and Mann-Whitey test.

The result showed that ethanol extract of C.cujete leaves has topical antiinflammatory effect. Optimum concentration showed topical antiinflammatory effect at 1.67%. Inhibiton percentages of the ethanol extract of C.cujete leaves at concentration 1.67; 2.5; and 3.75% were 83.78; 69.98; and 78.83%.respectively.

(3)

UJI EFEK ANTIINFLAMASI TOPIKAL EKSTRAK ETANOL DAUN MAJAPAIT (Crescentia cujete L.) PADA EDEMA KULIT PUNGGUNG

MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Monika Febrianti NIM : 128114077

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

UJI EFEK ANTIINFLAMASI TOPIKAL EKSTRAK ETANOL DAUN MAJAPAIT (Crescentia cujete L.) PADA EDEMA KULIT PUNGGUNG

MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Monika Febrianti NIM : 128114077

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Every Expert Started From A Beginner”

(Anonim)

Whatever you do, work at it with all your heart, as working for the Lord.

(Colossians 3:23)

Kupersembahkan skripsi ini untuk :

Kemuliaan Tuhan Yesus Kristus

Ibu-Bapakku, ungkapan rasa hormat dan baktiku

(8)

v

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat, dan kurnia-Nya yang telah dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Etanol Daun Majapait (Crescentia cujete L.) pada Edema Kulit Punggung Mencit Galur Swiss Terinduksi Karagenin”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyusunan skripsi telah banyak melibatkan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu drh. Sitarina Widyarini, MP. PhD., selaku pembimbing utama atas segala kesabaran dan waktu untuk selalu memotivasi, membimbing, mendukung, dan membantu penulisan dari awal hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku dosen pembimbing kedua atas segala kesabaran untuk membimbing dan membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.

(9)

vi

5. Kedua orang tua, Antonius Pawi dan Elisabet Elis yang selalu memberi motivasi, menjadi semangat dan kekuatan bagi saya, serta selalu mendukung saya dalam bentuk doa dan kasih sayang sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

6. Saudara-saudaraku, Anastasia Eva dan Andreas Saputra yang selalu memberikan doa dan semangat kepada penulis.

7. Nicolaus Pramudya yang selalu menjadi motivasi dan penyemangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman seperjuangan dalam penelitian : Dui Sostales, F.X. Rury Henggar, Kathrin Cinthika, Sinta Atmi Utami, dan Farra Ayu Efrianti atas kebersamaan, kerja sama, bantuan, dan perjuangan selama penelitian ini berlangsung.

9. Sahabat-sahabat penulis, Nova, Sisca, Ope, Iwat, Putri, dan Nonik yang selama ini sebagai tempat untuk berbagi canda, tawa, senang, dan sedih. Terimakasih untuk semangatnya.

10. Teman-teman FKK A angkatan 2012 atas kebersamaan selama ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(10)

vii

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian.

Yogyakarta, 3 Desember 2015

(11)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menaggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 2 Desember 2015 Penulis

(12)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Monika Febrianti

Nomor Mahasiswa : 128114077

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “UJI EFEK

ANTIINFLAMASI TOPIKAL EKSTRAK ETANOL DAUN MAJAPAIT

(Crescentia cujete L.) PADA EDEMA KULIT PUNGGUNG MENCIT GALUR SWISS TERINDUKSI KARAGENIN” beserta perangkat yang

diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 27 Januari 2016

Yang menyatakan,

(13)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan Masalah ... 4

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 7

A. Tanaman Crescentia cujete L. ... 7

1. Taksonomi Tanaman ... 7

2. Sinonim ... 8

3. Nama Daerah ... 8

(14)

xi

5. Morfologi ... 9

6. Kegunaan ... 9

B. Flavonoid ... 10

C. Metode Penyarian ... 12

D. Kulit ... 14

E. Inflamasi ... 17

1. Definisi ... 17

2. Gejala ... 18

3. Mekanisme Inflamasi ... 20

F. Obat Antiinflamasi ... 25

G. Mekanisme Obat Antiinflamasi ... 26

1. Kortikosteroid ... 26

2. OAINS ... 27

H. Metode Pengujian Antiinflamasi ... 29

I. Radikal Bebas dan Antioksidan ... 32

J. Karagenin... 36

K. Hidrokortison Asetat ... 38

L. Biocream® ... 39

M. Landasan Teori ... 39

N. Hipotesis ... 41

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 42

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 42

C. Bahan Penelitian ... 45

D. Alat Penelitian dan Instrumen Penelitian ... 46

E. Tata Cara Penelitian ... 47

(15)

xii

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 53

B. Ekstraksi Etanol Daun Crescentia cujete L. ... 53

C. Penguian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Etanol Daun Crescentia cujete ... 55

D. Uji Pendahuluan ... 57

E. Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Etanol Daun C.cujete ... 58

F. Hasil Pengujian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Etanol Daun C.cujete ... 63

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN ... 77

(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Nilai rata-rata AUC total masing-maisng kelompok

perlakuan ... 64 Tabel II. Rata-rata persen (%) penghambatan inflamasi pada

setiap kelompok perlakuan beserta kontrol dengan

(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman dan daun Crescenti cujete... 7

Gambar 2. Struktur lapisan kulit ... 16

Gambar 3. Mekanisme kortikosteroid dan antiinflamasi nonsteroid sebagai antiinflamasi ... 29

Gambar 4. Patologi radical oxidative stress (ROS) menyebabkan kerusakan sel ... 36

Gambar 5. Pengukuran edema setiap 1 jam hingga 6 jam dari berbagai konsentrasi karagenin secara subkutan ... 57

Gambar 6. Kurva rata-rata selisih tebal lipat kulit punggung mencit dari waktu pengukuran 1 jam hingga 6 jam ... 60

Gambar 7. Diagram batang rata-rata persen (%) penghambatan Inflamasi pada tiap kelompok perlakuan ... 67

Gambar 8. Serbuk daun C.cujete beserta ekstrak etanol C.cujete ... 78

Gambar 9. Ekstrak kental etanol daun C.cujete ... 78

Gambar 10. Ekstrak yang dilarutkan dalam basis biocream® ... 78

Gambar 11. Mencit betina galur Swiss ... 79

Gambar 12. Kulit punggung mencit setelah injeksi karagenin ... 79

Gambar 13. Cara pengukuran edema ... 79

Gambar 14. Karagenin sebagai kontrol negatif... 80

Gambar 15. Hidrokortison asetat 2,5% sebagai kontrol positif ... 80

Gambar 16. Biocream® sebagai kontrol biocream® ... 80

Gambar 17. Alat spuit injeksi... 81

(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Serbuk daun C.cujete sebagai ekstrak etanol

C.cujete ... 78

Lampiran 2. Hewan uji yang digunakan beserta cara pengukuran edema ... 79

Lampiran 3. Kontrol yang digunakan dalam penelitian, alat spuit injeksi, beserta jangka sorong digital ... 80

Lampiran 4. Surat determinasi tanaman C.cujete ... 82

Lampiran 5. Data perhitungan AUC tebal lipat kulit punggung Mencit ... 83

Lampiran 6. Hasil perhitungan Area Under Curve (AUC) ... 85

Lampiran 7. Data perhitungan persen penghambatan inflamasi ... 89

Lampiran 8. Perhitungan persen (%) penghambatan inflamasi ... 91

Lampiran 9. Hasil uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk ... 92

Lampiran 10. Hasil perhitungan rata-rata persen penghambatan Inflamasi (%PI) pada masing-masing kelompok Perlakuan ... 93

Lampiran 11. Hasil pengujian Kruskal-Wallis ... 96

Lampiran 12. Hasil pengujian Mann-Whitney ... 97

(19)

xvi

INTISARI

Tumbuhan Majapait (Crescentia cujete L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat berperan sebagai antiinflamasi. Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun majapait memiliki aktifitas sebagai antiinflamasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antiinflamasi topikal, konsentrasi optimum, dan mengetahui persen (%) penghambatan inflamasi dari ekstrak etanol daun C.cujete pada mencit betina galur Swiss menggunakan metode Inflammation-assosiated edema dengan mengukur tebal lipat kulit punggung mencit.

Penelitian ini termasuk eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Tiga puluh ekor hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol negatif karagenin 3%, kelompok kontrol Biocream®, kelompok kontrol positif Hidrokortison Asetat®, kelompok ektrak etanol daun majapait 1,67; 2,5 dan 3,75% b/b. Senyawa uji dioleskan setelah

injeksi karagenin diberikan. Tebal lipatan kulit punggung mencit diukur tiap jam selama 6 jam menggunakan jangka sorong digital kemudian dihitung selisih tebal lipatan kulit punggung tiap mencit, nilai AUC dan persen penghambatan inflamasi. Analisis data menggunakan uji Shapiro-Wilk kemudian dilanjutkan analisis Kruskall-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun C.cujete memiliki efek antiinflamasi topikal. Konsentrasi optimum yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal sebesar 1,67%. Persen (%) penghambatan inflamasi dari ekstrak etanol daun C.cujete pada konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% berturut-turut adalah 83,78; 69,98; dan 78,83%.

(20)

xvii

ABSTRACT

Majapait (Crescentia cujete L.) is a plant that has pharmacological effect. From the previous study, flavonoid in majapait leaf (Crescentia cujete L.) has antiinflamation activity. The research purpose were to investigate topical anti-inflammatory effect, optimum concentration, and find out the percent (%) inhibition of inflammation of the ethanol extract of C.cujete leaves using Inflammation-associated edema methods by measuring middorsal skinfold thickness.

This research was purely experimental with completely randomized design direction. Thirty mice were divided into six groups of five animals each. Negatif control group (Karagenin 3%), positive group (Hidrokortison Asetat® 2.5%), Biocream® control group, and group of ethanol extract of C.cujete with a consentration of 1.67; 2.5; and 3.75% b/b. The tested substance will be smeared

after the carrageenan was injected given. Middorsal skin fold thickness of mice was measured every hour for 6 hours used digital Calipers and then calculated the difference in middorsal skin fold thickness of each mice, AUC and percent inhibition of inflammation. Analysis used the Shapiro-Wilk test, continued by Kruskall-Wallis test and Mann-Whitey test.

The result showed that ethanol extract of C.cujete leaves has topical antiinflammatory effect. Optimum concentration showed topical antiinflammatory effect at 1.67%. Inhibiton percentages of the ethanol extract of C.cujete leaves at concentration 1.67; 2.5; and 3.75% were 83.78; 69.98; and 78.83%.respectively.

(21)

1

BAB 1

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Inflamasi merupakan suatu respons protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik (Mycek, 2001). Inflamasi dapat menyebabkan keadaan yang menggelisahkan, akan tetapi inflamasi sebenarnya adalah suatu gejala yang menguntungkan, yang hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrotik, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan (Price, 1984). Karena dipandang merugikan, maka inflamasi memerlukan obat untuk mengendalikannya.

Obat antiinflamasi dibagi dalam dua golongan, yaitu golongan kortikosteroid dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Kortikosteroid sebagai antiinflamasi dengan menghambat fosfolipase A2, sedangkan OAINS dengan cara

inhibisi sintesis prostaglandin (Neal, 2005). Akan tetapi, inhibisi sintesis prostaglandin sering menyebabkan gangguan gastrointestinal sehingga cara mengatasi masalah ini dengan mengubah jalur pemberian dari per oral menjadi topikal.

(22)

inflamasi. Selain itu, meminimalkan terjadinya efek samping seperti yang ditimbulkan pada penggunaan obat inflamasi secara oral karena obat tidak melewati first pass metabolism di hati.

Sejalan dengan tren „back to nature‟ yang berkembang pada masyarakat saat ini, penggunaan berbagai tumbuhan serta bahan alam lainnya sebagai alternatif obat terus berkembang semakin besar, baik untuk pengobatan suatu penyakit maupun pemeliharaan kesehatan. Oleh karena itu, muncul banyak penelitian untuk mengembangkan bahan-bahan alam sebagai obat, salah satunya obat anti inflamasi. Tanaman yang dapat dijadikan sebagai salah satu pilihan pengobatan seperti pengobatan inflamasi, yaitu daun majapait (Crescentia cujete) (Wasito, 2011).

Ugbabe, Ayodele, Ajoku, Kunle, Kolo, dan Okogun (2010) melaporkan bahwa kandungan fitokimia dari ekstrak daun C.cujete menunjukkan adanya kandungan flavonoid. Flavonoid berfungsi sebagai antiinflamasi dengan cara menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase yang dapat memberi harapan untuk pengobatan gejala peradangan dan alergi. Selain menunjukkan adanya kandungan flavonoid, daun C.cujete juga menunjukkan kandungan fitokimia lain seperti adanya kandungan fenolik, saponin, tanin, dan terpenoid.

(23)

pelepasan enzim fosfolipase A2 sehingga asam arakhidonat tidak akan dilepaskan.

Apabila asam arakhidonat tidak terbentuk maka akan menghambat sintesis prostaglandin, suatu senyawa mediator inflamasi.

Kusuma, Sulistyo, Susanti, dan Sabikis (2014) melaporkan bahwa ekstrak etanol 96% daun C.cujete dengan dosis 40, 60, dan 80% secara in vivo memiliki aktifitas antiinflamasi yang dibuktikan dengan kemampuan ekstrak etanol daun C.cujete dalam menghentikan pendarahan luar dengan mekanisme membentuk bekuan buatan pada luka. Selain itu mekanisme lain dalam menghentikan pendarahan luar diduga melalui flavonoid dan tanin yang dikandung oleh daun C.cujete yang berperan dalam penghambatan sintesis lokal dan produksi dari prostaglandin I2 vasodilatasi (prostasiklin) sehingga menyebabkan proses kontraksi luka (vasokonstriksi) menjadi lebih cepat.

(24)

kulit mencit dari inflamasi dilihat dari pengurangan edema (inflammation associated edema) pada lipat kulit punggung mencit.

1. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, rumusan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Apakah ekstrak etanol daun Crescentia cujete memiliki efek antiinflamasi topikal pada mencit betina galur Swiss terinduksi karagenin?

b. Berapakah konsentrasi optimum ekstrak etanol daun Crescentia cujete yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal pada mencit betina galur Swiss terinduksi karagenin?

c. Berapa persen (%) penghambatan inflamasi ekstrak etanol daun Crescentia cujete pada mencit betina galur Swiss terinduksi karagenin?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Ugbabe, dkk., (2010) melaporkan bahwa kandungan fitokimia dari C.cujete menunjukkan adanya kandungan flavonoid. Flavonoid berfungsi sebagai antiinflamasi dengan cara menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase. Selain menunjukkan adanya kandungan flavonoid, daun C.cujete juga menunjukkan kandungan fitokimia lain seperti adanya kandungan fenolik, saponin, tanin, dan terpenoid.

(25)

adalah senyawa fenolik, tanin dan flavonoid. Senyawa aktif ini bertindak sebagai antiinflamasi dengan menghambat pelepasan enzim fosfolipase A2 sehingga

menghambat sintesis prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma, dkk., (2014) melaporkan bahwa ekstrak etanol 96% daun C.cujete dengan dosis 40%, 60%, dan 80% secara in vivo memiliki aktifitas antiinflamasi yang dibuktikan dengan kemampuan ekstrak etanol daun C.cujete dalam menghentikan pendarahan luar sehingga dapat memperpendek waktu pendarahan ketika terjadi luka karena adanya kandungan flavonoid dan tanin pada ekstrak etanol daun C.cujete.

Penelitian yang dilakukan oleh Das, dkk., (2014) melaporkan bahwa ekstrak etanol daun C.cujete ditemukan adanya kandungan fitokimia berupa steroid, saponin, tanin, glikosida, terpenoid, dan flavonoid yang memperlihatkan adanya aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH.

Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek antiinflamasi topikal ekstrak etanol daun Crescentia cujete pada mencit yang dilihat dari pengurangan edema (inflammation associated edema) pada lipat kulit punggung mencit setelah diinjeksikan karagenin secara subkutan belum pernah dilaporkan.

3. Manfaat penelitian

(26)

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang penggunaan ekstrak etanol daun Crescentia cujete sebagai antiinflamasi topikal.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum. Untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak etanol daun Crescentia cujete.

2. Tujuan khusus.

a. Untuk mengetahui efek antiinflamasi topikal ekstrak etanol daun Crescentia cujete pada mencit betina galur Swiss terinduksi karagenin.

b. Untuk mengetahui konsentrasi optimum ekstrak etanol daun Crescentia cujete yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal pada mencit betina galur Swiss terinduksi karagenin.

(27)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Crescentia cujete L.

Gambar 1. Tanaman dan daun Crescentia cujete (Direktorat BPTH, 2012).

1. Taksonomi tanaman

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Subdivisi : Angiospermae (Tumbuhan berbiji tertutup) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Scrophulariales Famili : Bignoniaceae Genus : Crescentia

(28)

2. Sinonim

Crescentia acuminata Kunth, C. Arborea Raf., C. Cuneifolia Gardner, C. Fasciculata Miers, C. Plectantha Miers, C. Pumila Raf., dan C. Spathulata Miers (Anonim b, 2014).

3. Nama daerah

Melayu : Tabu kayu

Jawa : Berenuk

Makasar : Bila balanda Ternate : Buah no

Indonesia : Majapait (Direktorat BPTH, 2012). .

4. Penyebaran

(29)

ditanami harus subur, gembur, dan drainase diatur dengan baik (Direktorat BPTH, 2012).

5. Morfologi

Tanaman majapait (C. cujete L.) merupakan pohon perdu yang tingginya dapat mencapai 8 m. Daun dalam berkas berbentuk solet, panjangnya 10-20 cm. Daunnya tunggal, tetapi tidak berbagi menyirip rangkap sampai bercangap menyirip rangkap. Bunganya adalah bunga tunggal atau dalam berkas yang terdiri dari 2-3 bunga, yang muncul pada batang dan cabang, bertangkai, menggantung, panjang lebih kurang 5 cm, berwarna kuning kehijau-hijauan dengan urat berwarna merah. Kelopak bunga mula-mula menutup, kemudian terbelah berbentuk upih atau berbentuk 2-3 taju yang sampai pangkal tidak beraturan, panjang lebih kurang 1 cm. Tabung mahkota bunga membengkok, berbentuk lonceng, berperut dengan lipatan melintang. Benangsari berjumlah 4, dua diantaranya panjang, terdapat sisa-sisa benangsari yang ke-5. Buahnya berbentuk bola, licin, berwarna hijau mengkilat, kulit buah berkayu, keras, diameter 25 cm. Setiap buah berbiji banyak, bentuk biji pipih, terdapat dalam daging buah yang lumat (Steenis, 1992).

6. Kegunaan

(30)

daerah Sumatera, masyarakat sering menggunakan perasan daun berenuk dan tumbukannya untuk mengobati dan menutup luka (Kusuma, 2014).

Buah C.cujete digunakan untuk tempat air dan gayung, daunnya sebagai pakan ternak, tanaman hias taman. Daun C.cujete berkhasiat sebagai obat luka baru dan daging buahnya untuk urus-urus. Untuk obat luka baru dipakai + 10 g daun C.cujete, dicuci dan ditumbuk sampai halus, ditempelkan pada bagian yang luka dan dibalut dengan kain bersih (Direktorat BPTH, 2012).

B. Flavonoid

Flavonoid sering pula disebut bioflavonoid, merupakan kelompok pigmen tanaman yang memberikan perlindungan terhadap serangan radikal bebas yang merusak. Flavonoid merupakan komponen fenol, yaitu bioaktif yang akan mengubah reaksi tubuh terhadap senyawa lain, seperti allergen, virus, dan zat karsinogen (Wirakusumah, 2007). Flavonoid adalah golongan senyawa polifenol yang diketahui memiliki sifat sebagai penangkap radikal bebas, penghambat enzim hidrolisis dan oksidatif, dan bekerja sebagai antiinflamasi (Pourmourad, 2006).

(31)

terjadinya respon inflamasi. Flavonoid terutama bekerja pada endothelium mikrovaskular untuk mengurangi terjadinya hipermeabilitas dan radang. Beberapa senyawa flavonoid dapat menghambat pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membran dengan jalan memblok jalur siklooksigenase. Penghambatan jalur siklooksigenase dapat menimbulkan pengaruh lebih luas karena reaksi siklooksigenase merupakan langkah pertama pada jalur yang menuju ke hormon eikosanoid seperti prostaglandin dan tromboksan ( Fitriyani, 2011).

(32)

penstabil Reactive Oxygen Species (ROS). Efek flavonoid sebagai antioksidan secara tidak langsung juga mendukung efek antiinflamasi flavonoid. Adanya radikal bebas dapat menarik berbagai mediator inflamasi, disini flavonoid dapat menstabilkan Reactive Oxygen Species (ROS) dengan bereaksi dengan senyawa reaktif dari radikal sehingga radikal menjadi inaktif (Hidayati, 2008).

C. Metode Penyarian

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Badan POM RI, 2005).

Proses penarikan zat aktif dalam simplisia nabati atau hewani dapat dilakukan dengan metode maserasi, infundasi, dekoksi, perkolasi, maupun pemerasan simplisia segar. Pemilihan metode dan jenis penyari yang digunakan tergantung dari zat aktif yang akan disari (Badan POM RI, 2013).

(33)

pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada kesetimbangan (Depkes RI, 2000). Prinsip ekstraksi dari metode maserasi adalah adanya gerak kinetik dari pelarut pada suhu ruangan walaupun tanpa adanya pengocokan. Pengocokan dilakukan untuk mempercepat perpindahan zat dari sel tanaman ke dalam pelarut (Hamdani, 2013).

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, kemudian zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986). Selama proses maserasi (biasanya berkisar 2-14 hari) dilakukan pengadukan atau pengocokan dan penggantian pelarut setiap hari. Pengocokan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh permukaan simplisia yang sudah halus. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 150-200C dalam waktu 3 hari sampai bahan-bahan yang larut melarut (Ansel, 1989).

(34)

penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, metanol atau pelarut lain (Badan POM RI, 2013).

Keuntungan dari maserasi adalah dalam pengerjaannya lebih mudah, sederhana, dan peralatannya lebih murah. Sedangkan kekurangannya adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengekstraksi bahan cukup lama, penyarian kurang sempurna, serta pelarut yang digunakan jumlahnya banyak jika harus dilakukan remaserasi (Badan POM RI, 2013).

D. Kulit

Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menutupi seluruh tubuh dan melindungi tubuh dari bahaya yang datang dari luar (Wibowo, 2005). Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, serta bersambung dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit yang di dalamnya terdapat ujung saraf peraba mempunyai banyak fungsi, antara lain membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh dan mempunyai sedikit kemampuan ekskretori, sekretori, dan absorpsi (Pearce, 2006).

(35)

Kulit memiliki kemampuan proteksi karena adanya lapisan lemak subkutan, dermis, epidermis, dan adneksa kulit yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sebagai mekanisme pertahanan non spesifik, kulit bekerja sebagai barier terhadap invasi mikroba, zat kimia, agen fisik, misalnya trauma ringan dan cahaya ultraviolet, serta dehidrasi (Ross and Wilson, 2001).

Kulit melindungi bagian dalam tubuh dengan kemampuan proteksinya terhadap trauma mekanik, misalnya tekanan, gesekan, dan tarikan diperankan oleh serabut elastis yang terdapat pada dermis dan jaringan lemak subkutan. Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Proteksi terhadap mikroorganisme lainnya berupa mantel asam kulit yang dapat mecegah pertumbuhan bakteri di kulit (Latifah, 2007). Lapisan keratin merupakan barier terhadap iritan dan zat sensitisasi, racun sistemik, dan mikroorganisme. Pigmen kulit, melanin, dianggap dapat melindungi kulit terhadap kerusakan akibat efek sinar ultraviolet dan regenerasi sel epidermis yang terjadi secara terus-menerus yang menghalangi kolonisasi kuman dan jamur (Jeyaratnam, 2010).

(36)

tambahan pada kulit (Pearce, 2006). Histologis lapisan kulit dapat dilihat pada gambar 2.

[image:36.595.98.513.172.579.2]

Gambar 2. Struktur lapisan kulit: Lapisan epidermis dan dermis (Brown, 2005).

Pada umumnya, sediaan topikal yang diaplikasikan pada kulit melewati tiga bagian, yaitu permukaan kulit, stratum korneum yang berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat sejumlah unsur pada obat masih berhubungan dengan permukaan kulit namun belum berpenetrasi, dan dermis. Zat aktif pada sediaan topikal akan diserap oleh vaskular kulit pada dermis dan hipodermis kemudian akan memberikan efek. Awalnya, sediaan topikal yang mengandung zat aktif yang telah dioleskan akan melewati permukaan kulit dan tertahan pada stratum korneum, maka sediaan topikal tersebut akan tertahan pada kulit meskipun tergosok atau terkena pakaian (Yanhendri dan Yenny, 2012).

(37)

fase pelepasan zat aktif dari pembawanya dan terserap di pembuluh kapiler pada dermis (Yanhendri dan Yenny, 2012).

E. Inflamasi

1. Definisi

Inflamasi merupakan respon fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan (Baratawidjaja, 2010). Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular di mana cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan di mana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee,1996).

Meskipun ada hubungan antara inflamasi dan infeksi, istilah-istilah ini tidak boleh di anggap sama. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme dan menyebabkan inflamasi, tetapi tidak semua inflamasi disebabkan oleh infeksi (Kee,1996). Selama berlangsungnya fenomena inflamasi banyak mediator kimiawi yang dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT), faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien, autakoid lipid PAF (platelet activating factor), dan prostaglandin (Tanu, 1972). Menurut waktunya, inflamasi dibagi menjadi 2 yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis.

(38)

kimiawi dan termal serta infeksi (Baratawidjaja, 2010). Peradangan akut memiliki tiga komponen utama, yaitu (1) dilatasi pada pembuluh darah dan peningkatan aliran darah sehingga menyebabkan eritema dan hangat, (2) ekstravasasi dan pengendapan cairan dan protein plasma yang menyebabkan terjadinya edema serta (3) emigrasi dan akumulasi leukosit terutama neutrofil di tempat cedera. Pada sebagian besar bentuk peradangan akut, neutrofil mendominasi infiltrat peradangan selama 6 sampai 24 jam pertama kemudian digantikan oleh monosit dalam 24 sampai 48 jam (Kumar, 2005). Penyebab inflamasi akut dapat berupa benda asing yang masuk tubuh, invasi mikroorganisme, trauma, bahan kimia yang berbahaya, faktor fisik dan alergi (Baratawidjaja, 2010).

Inflamasi kronis adalah radang atau inflamasi yang disebabkan oleh jejas atau injury yang berlangsung beberapa minggu, bulan, atau bersifat menetap dan merupakan kelanjutan dari radang akut. Inflamasi kronis disebut juga radang proliferatif karena selalu diikuti dengan terjadinya proliferasi fibroblast atau jaringan ikat (Sander,2003).

2. Gejala

Radang akut adalah respon segera dari tubuh terhadap cedera atau kematian sel. Pada level makroskopik gejala reaksi radang akut yang dapat diamati adalah :

(39)

sebagian saja meregang dengan cepat terisi darah. Keadaan ini dinamakan hiperemia atau kongesti yang menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hiperemia pada awal reaksi peradangan diatur oleh tubuh, baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamin (Price dan Wilson, 1984).

b. Calor (Panas). Calor terjadi bersamaan dengan rubor pada reaksi peradangan akut. Sebenarnya calor atau panas hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 370C yaitu panas tubuh. Daerah peradangan pada kulit lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan ke permukaan daerah yang terkena infeksi lebih banyak daripada daerah yang normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah radang yang jauh di dalam tubuh karena jaringan-jaringan tersebut sudah memiliki inti 370C, dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan (Price dan Wilson, 1984).

(40)

d. Dolor (Nyeri). Rasa sakit atau dolor dapat dihasilkan dari berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson, 1984).

e. Functio laesa (Perubahan Fungsi). Functio laesa atau perubahan fungsi merupakan berkurangnya fungsi dari organ yang mengalami peradangan, akibat terbentuknya metabolit-metabolit yang merugikan oleh sel-sel yang mengalami trauma dan peningkatan temperatur di daerah peradangan untuk reaksi biokimia sehingga fungsi organ menurun (Sander, 2003).

3. Mekanisme inflamasi

Kejadian tingkat molekular atau selular pada inflamasi adalah vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular dan infiltrasi selular. Hal-hal tersebut disebabkan berbagai mediator kimia yang disebarluaskan ke seluruh tubuh dalam bentuk aktif atau tidak aktif (Baratawidjaja, 2010). Mediator kimia yang dilepaskan ketika terjadi peradangan seperti histamin, serotonin, enzim lisosom, prostaglandin, leukotrien, faktor penggiat trombosit (PAF), nitrat oksida, dan sitokin (Kumar, 2005).

(41)

(Kumar,2005). Vasodilatasi meningkatkan persediaan darah untuk mengalirkan lebih banyak molekul dan sel yang diperlukan untuk memerangi antigen yang mencetuskan inflamasi (Baratawidjaja, 2010). Permeabilitas vaskular yang meningkat tidak saja mengakibatkan pemindahan beberapa zat protein yang penting seperti opsonin atau antibodi lain ke tempat pertempuran. Selanjutnya, salah satu dari protein-protein yang bocor ke dalam daerah peradangan adalah fibrinogen, yang secara cepat mengendap untuk membentuk fibrin yang dapat bekerja sebagai suatu penutup atau lem pada luka-luka, dan karena sifat fibrilnya, ia dapat bekerja sebagai sarana bagi migrasi leukosit fagosit dan akhirnya sebagai sarana perbaikan (Price,1984). Dalam beberapa jam leukosit menempel ke sel endotel di daerah inflamasi dan bermigrasi melewati dinding kapiler masuk ke rongga jaringan yang disebut ekstravasasi. Pada pemeriksaan histologik ditemukan cairan edem dan infiltrasi sel leukosit. Berbagai faktor plasma seperti imunoglobulin, komplemen, sistem aktivasi kontak- koagulasi fibrinolitik dan sel-sel inflamasi seperti neutrofil, mastosit, eosinofil, monosit-fagosit, sel-sel endotel dan molekul adhesi, trombosit, limfosit, dan sitokin berinteraksi satu dengan yang lain untuk memulai proses-proses perbaikan jaringan (Baratawidjaja, 2010).

(42)

dari fosfolipid. Turunan asam arakhidonat adalah eikosanoid (prostanoids dan leukotriens). Prostanoids terdiri dari zat-zat prostaglandin (PG) dan tromboksan (TX). Leukotriens terdiri dari zat-zat leukotrien (Rang, 2003). Prostaglandin dan leukotrien bertanggung jawab bagi sebagian besar dari gejala peradangan. Selain itu radikal bebas oksigen yang dihasilkan peroksida juga berperan dalam menimbulkam nyeri yang merupakan salah satu gejala peradangan (Tjay dan Rahardja, 2002).

Ada dua jalan utama sintesis eikosanoid dari asam arakidonat, yaitu : 1. Jalan siklo-oksigenase. Siklooksigenase terdiri dari dua isoenzim, yaitu

COX-1 dan COX-2 (Mycek, 200COX-1). Enzim COX-COX-1 terdapat di kebanyakan jaringan antara lain di pelat-pelat darah, ginjal, dan saluran cerna. Sedangkan, enzim COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat di jaringan tapi dibentuk selama proses peradangan (Tjay dan Rahardja, 2002). Asam arakidonat nantinya akan diubah menjadi prostaglandin dan tromboksan oleh enzim-enzim ini (Mycek, 2001).

(43)

Jalur siklooksigenase yang diaktikan oleh enzim COX-1 dan COX-2 menyebabkan pembentukan prostaglandin. Prostaglandin yang terpenting dalam peradangan yang disintesis melalui jalur ini adalah PGE2, PGD2, PGF2α, PGI2

(Prostasiklin) dan tromboksan (TXA2) yang masing-masing dihasilkan oleh kerja

enzim spesifik pada suatu zat antara dalam jalur siklooksigenase ini. Sebagian dari enzim ini terdistribusi hanya di jaringan tertentu. Contohnya, trombosit mengandung enzim tromboksan sintetase, sehingga produk utama di sel ini adalah TXA2. Di sisi lain, endotel vaskular tidak memiliki tromboksan sintetase,

tetapi mempunyai prostasiklin sintetase, yang menyebabkan terbentuknya prostasiklin (PGI2) (Kumar, 2005).

Melalui jalur siklooksigenase, prostaglandin-D2 (PGD2) merupakan

metabolit utama pada jalur siklooksigenase di sel mast, bersama dengan prostaglandin-E2 (PGE2) dan prostaglandin-F2α (PGF2α) menyebabkan vasodilatasi

dan peningkatan permeabilitas venula pascakapiler sehingga meningkatkan pembentukan edema (Kumar, 2005). PGE2 dan PGF2 berfungsi untuk vasodilatasi

dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh dan membran sinovial yang menyebabkan terjadinya radang dan nyeri. Prostasiklin (PGI2) dibentuk terutama

di dinding pembuluh darah. PGI2 berperan dalam vasodilatasi, anti trombosis atau

inhibitor agregasi trombosit yang paten, dan memperkuat peningkatan permeabilitas dan efek kemotaktik dari mediator lain. Tromboxan (TXA2) yang

(44)

bersinergi dengan vasodiator inflamasi lain seperti histmain dan bradikinin. Aksi kombinasi vasodilator tersebut berperan pada timbulnya kemerahan dan peningkatan aliran darah inflamasi akut (Rang, 2003).

Enzim COX-1 diproduksi sebagai respon terhadap rangsangan peradangan dan juga secara konstitutif diekspresikan oleh sebagian besar jaringan. Sedangkan, enzim COX-2 diproduksi karena enzim ini terinduksi oleh beragam rangsang inflamatorik dan tidak terdapat di sebagian besar jaringan pada keadaan istirahat normal. Perbedaan ini menimbulkan anggapan bahwa COX-1 bertanggung jawab dalam peradangan, tetapi juga memiliki fungsi homeostatis, misalnya keseimbangan cairan dan elektrolit di ginjal dan sitoproteksi di saluran cerna. Sebaliknya, COX-2 merangsang pembentukan prostaglandin yang berperan pada reaksi peradangan (Kumar, 2005).

Jalur lipoksigenase merupakan jalur yang penting untuk membentuk bahan-bahan proinflamasi yang kuat. 5-lipoksigenase adalah enzim metabolit asam arakidonat utama pada neutrofil. Asam 5-hidroperoksiekosatetranoik (5-HPTE) merupakan derivat 5-hidroperoksi asam arakidonat yang tidak stabil dan direduksi menjadi asam 5-hidroksiekosatetraenoik (5-HETE) sebagai kemotaktik bagi neutorif yang kemudian diubah menjadi golongan senyawa yang disebut leukotrien (Kumar, 2005). Leukotrien adalah senyawa sulfidopeptida yang dibentuk sebagai hasil metabolisme asam arakidonat dan merupakan mediator radang dan nyeri. Leukotrien (LT) ini terdiri dari LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE4.

LTC4, LTD4, dan LTE4 terutama dibentuk di granulosit eosinofil yang berfungsi

(45)

permeabilitas, sedangkan LTB4 khusus disintesis di makrofag dan neutrofil

alveolar dan bekerja kemotaktis yaitu menstimulasi migrasi leukosit dengan jalan meningkatkan mobilitas dan fungsinya. Dengan adanya leukotrien ini, sejumlah besar leukosit akan menginvasi daerah peradangan dan mengakibatkan gejala radang juga (Tjay dan Rahardja, 2002).

Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis menggunakan jalur transeluler. Lipoksin A4 dan B4 (LXA4 dan LXB4) dihasilkan

oleh kerja 12-lipooksigenase trombosit pada trombosit LTA4, yang berasal dari

neutrofil. Lipoksin menghambat kemotaktis neutrofil dan perlekatannya pada endotel (Kumar, 2005). Jadi, lipoksin beraksi pada reseptor spesifik pada polimorf untuk menentang aksi LTB4 untuk menyampaikan semacam sinyal untuk

menghentikan beberapa aspek peradangan (Rang, 2003). Aksi lipoksin sebagai antiinflamasi yaitu LXA4 dan LXB4 berfungsi sebagai vasodilatasi, menghambat

kemotaksis neutrofil, dan merangsang perlekatan monosit (Kumar, 2005).

F. Obat Anti Inflamasi

Terapi pasien dengan peradangan melibatkan dua sasaran utama, pertama, meredakan gejala dan mempertahankan fungsi, yang biasanya merupakan keluhan utama pasien; dan kedua, memperlambat atau menghentikan proses yang merusak jaringan (Katzung, 2012).

(46)

nyeri menjadi lebih berkurang (Priyanto, 2010). Berdasarkan cara kerjanya, terdapat dua golongan senyawa yang banyak digunakan sebagai anti inflamasi yaitu kortikosteroid dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) (Neal, 2005).

G. Mekanisme Obat Antiinflamasi

1. Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal yang pembuatan bahan sintetik analognya telah berkembang dengan pesat. Efek utama penggunaan kortikosteroid secara topikal pada epidermis dan dermis ialah efek vasokonstriksi, efek antiinflamasi, dan efek antimitosis (Ardhie, 2004).

Kortikosteroid menekan semua fase respons inflamasi, termasuk pembengkakan dini, kemerahan, nyeri, dan selanjutnya perubahan proliferatif yang tampak pada inflamasi kronis. Kortikosteroid menghambat pembentukan mediator proinflamasi, seperti prostaglandin, leukotrien, dan platelet activating faktor (PAF). Golongan obat ini menghambat fosfolipase A2, enzim yang

bertanggung jawab atas pembebasan asam arakhidonat dari fosfolipid sehingga dapat mengurangi peradangan yang terjadi (Neal, 2005). Efek antiinflamasi kortikosteroid mempengaruhi berbagai sel imunokompeten seperti sel T, makrofag, sel dendritik, eosinofil, neutrofil, dan sel mast, yaitu dengan menyebabkan apoptosis berbagai sel tersebut (Sitompul, 2011).

(47)

Ikatan GK-RG mengakibatkan translokasi kompleks tersebut ke inti sel untuk berikatan dengan sekuens DNA spesifik, yaitu glucocorticoid response elements (GRE). Ikatan GK-RG dengan DNA mengakibatkan aktivasi atau supresi proses transkripsi. Mekanisme GK terjadi melalui aktivasi endothelial nitric oxide synthetase (eNOS) yang menyebabkan lebih banyak pelepasan nitric oxide (NO), suatu mediator anti-inflamasi (Sitompul,2011).

Kelebihan kortikosteroid dibandingkan OAINS yaitu mampu menghambat fosfolipase, sehingga mampu menghambat pembentukan baik dari prostaglandin maupun leukotrien sehingga mampu menekan gejala yang ditimbulkan dari peradangan lebih baik. Akan tetapi, apabila kortikosteroid digunakan pada dosis tinggi dan penggunaan yang lama akan menimbulkan efek samping yang lebih berbahaya dibandingkan NSAID (Tjay dan Rahardja, 2002). 2. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

(48)

menyebabkan gangguan gastrointestinal (dispepsia, mual, gastritis). Efek samping yang paling serius adalah perdarahan gastrointestinal dan perforasi (Neal, 2005).

(49)
[image:49.595.106.505.119.588.2]

Gambar 3. Mekanisme kortikosteroid dan antiinflamasi nonsteroid sebagai antiinflamasi (Tjay dan Rahardja, 2002).

H. Metode Pengujian Antiinflamasi

Aktivitas antiinflamasi dari suatu senyawa dapat diukur dengan beberapa metode. Metode pengujian aktivitas antiinflamasi yaitu :

1. Metode pembentukan edema buatan

(50)

2. Metode eritema ultraviolet

Metode uji aktivitas antiinflamasi yang menggunakan sinar ultraviolet untuk membentuk eritema yang dilakukan pada kulit hewan uji. Hewan uji yang digunakan dicukur bulunya pada bagian kedua sisi dan di bagian belakang. Kemudian, diberi krim penghilang bulu atau dapat menggunakan suspensi dari barium sulfida. Dua puluh menit kemudian, krim penghilang bulu yang diaplikasikan dibersihkan dengan air hangat yang mengalir. Keesokan harinya, dilakukan pemaparan sinar ultraviolet selama 2 menit. Pengukuran eritema dilakukan 2 dan 4 jam setelah pemaparan. Penilaian setelah 2 dan 4 jam memberikan beberapa indikasi durasi efek. Senyawa uji dapat diberikan setengah jam sebelum pemaparan dan setengahnya lagi setelah pemaparan sinar ultraviolet (Vogel, 2002).

3. Metode pembentukan kantong granuloma

Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk di dalam kantong granuloma. Mula-mula benda terbentuk pelet yang terbuat dari kapas yang ditanam di bawah kulit abdomen tikus menembus lapisan linia alba. Respon yang terjadi berupa gejala iritasi, migrasi leukosit, dan makrofag ke tempat radang yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan terbentuklah granuloma (Vogel, 2002).

4. Metode edema telinga pada tikus dan mencit

(51)

kontrol normal. Senyawa yang akan diujikan dilarutkan dalam cairan iritan yang digunakan dengan konsentrasi 0,03 mg/mL sampai 1 mg/mL pada mencit dan pada tikus lebih tinggi 3 sampai 10 kalinya. Empat jam setelah diaplikasikan, hewan uji dikorbankan dengan anastesi. Kedua telinganya diambil dan kemudian langsung ditimbang. Derajat edema diindikasikan dari selisih berat dari telinga kanan dan telinga kiri (Vogel, 2002).

5. Metode iritasi dengan panas

Metode ini berdasarkan pengukuran luas radang dan berat edema yang terbentuk setelah diiritasi dengan panas. Mula-mula hewan diberi zat warna tripan biru yang disuntik secara IV, dimana zat ini akan berikatan dengan albumin plasma. Kemudian pada daerah penyuntikan tersebut dirangsang dengan panas yang cukup tinggi. Panas menyebabkan pembelahan histamin endogen sehingga timbul inflamasi. Zat warna akan keluar dari pembuluh darah yang mengalami dilatasi bersama-sama dengan albumin plasma sehingga jaringan yang meradang kelihatan berwarna. Penilaian derajat inflamasi diketahui dengan mengukur luas radang akibat perembesan zat ke jaringan yang meradang. Pengukuran juga dapat dilakukan dengan menimbang edema yang terbentuk, dimana jaringan yang meradang dipotong kemudian ditimbang (Vogel, 2002).

6. Permeabilitas vaskuler

(52)

permeabilitas vaskuler, sehingga terbentuk edema dari cairan dan protein plasma yang dikeluarkan (Vogel, 2002).

Pengujian dilakukan dengan menginjeksikan senyawa radang secara intrakutan atau subkutan pada kulit. Sembilan puluh menit kemudian, hewan uji dikorbankan dan bagian yang diinjeksikan diambil dan diwarnai dengan Evan’s blue yang dapat meresap untuk mengetahui peningkatan permeabilitas vaskuler. Diameter resapan pewarna Evan’s blue diukur dan dibandingkan antara kelompok kontrol dan kelompok uji dan dinyatakan sebagai persen penghambatan. Kelompok uji yang menunjukkan nilai kurang dari 50% dari kontrol dinyatakan positif memiliki aktivitas penghambatan inflamasi (Vogel, 2002).

7. Metode edema kaki

Uji antiinflamasi dengan menggunakan edema pada kaki tikus atau mencit ini merupakan metode yang umum digunakan. Banyak senyawa radang yang telah digunakan dalam metode ini seperti formaldehida, ragi, dekstran, albumin telur, kaolin, polisakarida sulfat seperti karagenin atau naphthoylheparamine. Edema dibuat dengan menginjeksikan senyawa radang secara intraplantar pada kaki hewan uji kemudian dilakukan pengukuran (Vogel, 2002).

I. Radikal Bebas dan Antioksidan

(53)
(54)

sifatnya yang mudah dioksidasi (menyerahan elektron) sehingga menetralkan sebagian besar radikal bebas yang berlebihan (Sofia, 2005).

Ketika terjadi inflamasi, fosfolipid akan dipecah menjadi asam arakidonat dimana asam arakidonat dibantu oleh enzim siklooksigenase dan lipoksigenase untuk memetabolisme prostaglandin dan leukotrien yang merupakan mediator penting dalam inflamasi (Baratawidjaja, 2010). Selama inflamasi berlangsung, radikal bebas yang berasal dari oksigen akan dikeluarkan ke ruang ekstrasel dari leukosit setelah sel ini terpajan oleh mikroba, kemokin, dan kompleks imun, atau setelah rangsangan fagositik. Rangsangan ini akan melepaskan anion superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), dan radikal

(55)

Peran spesies oksigen reaktif dalam cedera sel adalah dimulai dengan O2

diubah menjadi superoksida (O2-) oleh enzim-enzim oksidatif di retikulum

endoplasma (RE), mitokondria, membran plasma, dan sitosol. O2- diubah menjadi

H2O2 melalui proses dismutasi dan kemudian menjadi OH oleh reaksi Fenton yang

dikatalisis oleh Cu2+/Fe2+. H2O2 juga diperoleh secara langsung dari oksidase di

peroksisom. Kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas pada lemak (peroksidasi), protein, dan DNA menyebabkan berbagai bentuk cedera sel (Kumar, 2005).

(56)
[image:56.595.100.500.258.626.2]

keganasan sel. Ketika terjadi kerusakan sel, sel-sel mengembangkan berbagai mekanisme untuk menyingkirkan radikal bebas dan memperkecil cedera, misalnya serangkaian enzim yang bekerja sebagai penyapu radikal bebas dan menguraikan hidrogen peroksida serta anion superoksida. Enzim-enzim antioksidan utama adalah superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase (Kumar, 2005). Pengaruh ROS pada sel dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Patologi radical oxidative stress (ROS) menyebabkan kerusakan sel (Kumar, 2005).

J. Karagenin

(57)

diisolasi dari ganggang Gigartina pistillata atau Chondrus crispus, yang dapat larut dalam air dingin. Karagenin dipilih untuk menguji obat antiinflamasi karena tidak bersifat antigenik dan tidak menimbulkan efek sistemik (Hidayati, 2008).

Teknik yang paling sering digunakan untuk mengetahui efek antiinflamasi suatu obat adalah pemberian iritan berupa karagenan. Injeksi karagenan akan menyebabkan terbentuknya edema dan inflamasi secara cepat, yaitu mencapai maksimal 3-5 jam setelah pemberian karagenan. Tanda kardinal dari inflamasi yang terjadi akibat injeksi karagenan secara subkutan adalah edema, hiperalgesia, dan eritema. Inflamasi yang diinduksi oleh karagenan ditandai dengan peningkatan rasa sakit, pembengkakan, dan sintesis prostaglandin hingga 4 sampai 5 kali (Utami, 2011).

Mekanisme pembentukan udem oleh karagenin terbagi atas dua tahap. Tahap pertama yaitu disebabkan oleh pelepasan histamin dan serotonin yang dimulai segera setelah diinduksi dan berkurang setelah dua jam. Tahap kedua adalah karena pelepasan bradikinin dan prostaglandin yang dimulai pada akhir tahap pertama dan bertahan pada jam ketiga sampai jam kelima (Suralkar, 2008). Dalam pembentukan edema yang berperan adalah intermediet prostaglandin yang terbentuk melalui biosintesa prostaglandin yang bereaksi dengan jaringan di sekitarnya dan menyebabkan perubahan-perubahan pada pembuluh darah yang merupakan awal mula terjadinya edema (Vinegar, Truax, and Selph, 1976).

(58)

menimbulkan kerusakan jaringan, tidak menimbulkan bekas, serta memberikan respon yang lebih peka terhadap obat antiinflamasi (Vogel, 2002).

K. Hidrokortison Asetat

Hidrokortison Asetat mengandung tidak kurang dari 97,0 % dan tidak lebih dari 102 % C23H32O6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian hidrokortison asetat berupa serbuk hablur, putih atau hampir putih, tidak berbau, rasa tawar, kemudian pahit. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) P dan kloroform serta melebur pada suhu lebur lebih kurang 2200 disertai peruraian (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).

(59)

karena dapat menyebabkan penipisan kulit disertai dengan atrofi epidermis dan dermis, serta purpura akibat erupsi pembuluh darah kecil (Kee, 1996).

L. Biocream®

Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan topikal yang memiliki efek teraupetik, sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah dioleskan, mudah dibersihkan, dan tidak mengiritasi. Selain itu, bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa dan kemudian mudah dilepaskan. Salah satu contoh bahan pembawa berbentuk krim yang sudah jadi, yaitu Biocream®. Biocream® ini bersifat ambifilik artinya berkhasiat sebagai W/O atau O/W (Yanhendri, 2012).

M. Landasan Teori

(60)

inflamasi, yaitu panas (calor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), nyeri (dolor), dan perubahan fungsi (function laesa).

Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arakhidonat. Pada saat terjadi kerusakan pada sel, maka enzim fosfolipase A2 diaktifkan untuk membebaskan asam arakhidonat yang ada

dari fosfolipid. Turunan asam arakhidonat adalah eikosanoid (prostanoids dan leukotriens). Prostanoids terdiri dari zat-zat prostaglandin (PG) dan tromboksan (TX). Leukotriens terdiri dari zat-zat leukotrien. Prostaglandin dan leukotrien bertanggung jawab bagi sebagian besar dari gejala peradangan.

Pendekatan dari ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ugbabe, dkk., (2010) melaporkan bahwa kandungan fitokimia dari ekstrak daun C.cujete menunjukkan adanya kandungan fenolik, saponin, tanin, terpenoid dan flavonoid. Flavonoid berfungsi sebagai antiinflamasi dengan cara menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase. Senyawa aktif dari ekstrak daun C.cujete yang bersifat sebagai antiinflamasi menurut penelitian Parvin, dkk., (2015) adalah fenolik, tanin, dan flavonoid. Senyawa aktif ini bertindak sebagai antiinflamasi dengan menghambat pelepasan enzim fosfolipase A2 sehingga

menghambat sintesis prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi.

(61)

penangkapan radikal bebas terhadap DPPH inilah yang menyebabkan peradangan dapat dihambat sehingga kandungan yang terdapat pada C.cujete diduga memiliki aktifitas antiinflamasi.

Pengujian efek antiinflamasi dari ekstrak etanol daun C.cujete dilakukan dengan menggunakan metode inflammation-assosiated edema (Vetriselvan, 2013) yaitu dengan mengukur edema dari tebal lipat kulit punggung mencit terinduksi karagenin yang terjadi setiap jam selama 6 jam. Apabila terjadi penurunan edema setiap jamnya selama 6 jam setelah pemberian perlakuan maka menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun Crescentia cujete memiliki efek antiinflamasi topikal.

N. Hipotesis

(62)

42

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Peneletian tentang efek antiinflamasi secara topikal dengan menggunakan ekstrak etanol daun C.cujete pada mencit betina galur Swiss merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

a. Variabel utama.

1) Variabel bebas : konsentrasi dari ektrak etanol Crescentia cujete L.

2) Variabel tergantung : tebal edema kulit punggung mencit (mm) b. Variabel pengacau.

1) Variabel pengacau terkendali

a) Subyek uji : mencit betina b) Umur subyek uji : 2-3 bulan c) Berat badan subyek uji : 20–30 g d) Keadaan subyek uji : sehat

(63)

2. Definisi operasional

a. Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh sebagai respon normal terhadap trauma fisik, zat kimia berbahaya atau agen mikrobiologi. Gejalanya meliputi rubor , kalor, dolor,tumor, dan function laesa. Dalam hal ini, yang diamati berupa edema (bengkak).

b. Tebal edema merupakan tebal lipat kulit punggung mencit yang meningkat dari tebal lipat kulit punggung normal setiap 1 jam selama 6 jam setelah diinjeksikan karagenin 3% yang diukur dengan menggunakan jangka sorong digital.

c. Daun C.cujete yang digunakan merupakan daun yang berwarna hijau segar, tidak berlubang, serta tidak terdapat kotoran dari binatang kecil yang didapat dari tanaman milik warga di Gg. Garuda No. 168, Priwulung, Yogyakarta.

d. Ekstrak etanol daun C.cujete adalah ekstrak yang didapatkan dengan cara mengekstraksi simplisia daun C.cujete seberat 15 g yang dilarutkan dalam 100 ml pelarut etanol 70% secara maserasi selama dua hari. Kemudian dengan jumlah pelarut yang sama dilakukan remaserasi selama satu hari, disaring dengan kertas saring dan diuapkan menggunakan oven hingga menjadi ekstrak kental.

(64)

digunakan, dengan satuan g/g (b/b). Konsentrasi ekstrak kental daun C.cujete yang digunakan adalah 1,67; 2,5; dan 3,75 %.

f. Konsentrasi optimum adalah konsentrasi tertinggi dari ekstrak etanol daun C.cujete yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal yang dilihat dari % penghambatan inflamasi yang berbeda bermakna dengan kelompok kontrol negative dan kontrol Biocream®

g. Inflammation-associated edema atau tebal edema merupakan tebal lipat kulit punggung mencit yang meningkat dibandingkan dengan tebal lipat kulit punggung mencit normal setiap 1 jam selama 6 jam setelah diinjeksikan karagenin 3% yang diukur dengan menggunakan jangka sorong digital.

h. Efek antiinflamsi ekstrak etanol daun C.cujete adalah kemampuan ekstrak etanol daun C.cujete untuk mengurangi edema pada kulit punggung mencit akibat injeksi karagenin 3% secara subkutan.

i. Uji antiinflamasi adalah uji yang menggunakan mencit betina galur Swiss sebagai hewan uji yang dibuat radang pada kulit punggung mencit dan diukur ketebalan kulit punggungnya menggunakan jangka sorong digital dan dibandingkan dengan perlakuan topikal ekstrak daun C.cujete.

(65)

k. Injeksi subkutan merupakan injeksi yang dilakukan pada jaringan di bawah kulit pada punggung kulit yang sudah dicukur rambutnya terlebih dahulu.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Hewan uji pada penelitian ini mengunakan mencit betina galur Swiss yang

berumur sekitar 6 – 8 minggu (2-3 bulan) dengan bobot sekitar 20- 30 g dalam kondisi yang sehat yang diperoleh dari Laboratorium Imunologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan uji yang digunakan adalah daun C.cujete yang dipanen pada bulan Juni ketika musim kemarau dan diperoleh dari tanaman milik warga di Gg. Garuda No. 168, Priwulung, Yogyakarta.

3. Inflamatogen yang digunakan adalah Karagenin tipe I (sigma Chemical co.) yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Falkutas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Etanol 70% diperoleh dari PT. Brataco di Jl. Letjend Suprapto No. 70, Ngampilan, Yogyakarta.

5. Larutan fisiologis NaCl 0,9% sebagai pelarut karagenin diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika Falkutas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(66)

7. Biocream® sebagai basis krim diproduksi oleh Meck, diperoleh dari Apotek K-24 di jalan Seturan Raya No.101 A., Catur Tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta.

8. Hidrokortison Asetat® cream sebagai kontrol positif yang mengandung Hidrokortison Asetat 2,5% diproduksi oleh Galenium, diperoleh dari Apotek K-24 di jalan Seturan Raya No.101 A., Catur Tunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta.

9. Veet® cream sebagai perontok bulu diproduksi oleh Reckitt Benckiser, diperoleh dari Alfamart Paingan Sleman.

D. Alat Penelitian dan Instrumen Penelitian

1. Alat ekstraksi :

a. Mesin penyerbuk b. Ayakan no. 40 c. Oven

d. Alat-alat gelas seperti gelas beker, gelas ukur, Erlenmeyer, labu ukur, batang pengaduk, cawan porselin, pipet tetes, dan gelas arloji.

2. Alat induksi dan pengukuran edema kulit punggung mencit dan lain-lain :

a. Gunting b. Stopwach c. Neraca analitik

d. Alat pencukur bulu mencit e. Spuit injeksi 1 ml

(67)

g. Jangka sorong Digital Caliper “Wipro”

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman dilakukan dengan cara mencocokkan ciri-ciri tanaman majapait berdasarkan buku acuan menurut Steenis (1992).

2. Pengumpulan bahan

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain.

3. Pembuatan simplisia

(68)

4. Pembuatan ekstrak etanol daun Crescentia cujete L.

Ekstrak etanol daun C.cujete diperoleh dengan mengambil 15 g serbuk kering daun C.cujete kemudian direndam dalam 100 ml etanol 70% (Das, 2014) pada erlenmeyer bersumbat, selanjutnya dieskstraksi secara maserasi selama dua hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk dan disaring. Selama proses maserasi, dilakukan pengadukan menggunakan batang pengaduk. Setelah 2 hari, didapatkan filtrat dengan cara memisahkan dari endapannya kemudian ampasnya diremaserasi dengan dilarutkan kembali dalam jumlah dan volume pelarut yang sama selama satu hari dan terlindung dari cahaya, selanjutnya disaring untuk mendapatkan filtrat. Hasil dari filtrat maserasi dan filtrat remaserasi disatukan dan dibiarkan selama satu hari kemudian pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan oven hingga didapatkan ekstrak kental dengan bobot tetap.

5. Pembuatan krim ekstrak daun Crescentia cujete L.

(69)

Pembuatan krim ekstrak etanol daun C.cujete 1,67; 2,5 dan 3,75% dibuat dengan menimbang ekstrak etanol daun C.cujete seberat 0,0835; 0,125; dan 0,1875 g kemudian dilarutkan dalam 5 g basis Biocream®.

6. Pembuatan konsentrasi karagenin

Karagenin 1,5; 2; dan 3 % dibuat dengan melarutkan masing-masing 0,375; 0,5; dan 0,75 g karagenin dalam sedikit NaCl fisiologis 0,9% dalam gelas beaker kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, selanjutnya ditambahkan NaCl Fisiologis 0,9% hingga tanda.

7. Orientasi pemberian karagenin

Mencit yang digunakan sebanyak 3 ekor. Mencit dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan konsentrasi karagenin, yaitu kelompok pemberian karagenin 1,5, 2 dan 3 % dengan masing-masing volume pemberian 0,2 mL secara subkutan. Sebelum diinjeksikan karagenin, kulit punggung mencit dicukur terlebih dahulu. Kulit punggung mencit diukur sebelum pemberian karagenin dan setelah pemberian karagenin setiap 1 jam selama 6 jam. Edema pada kulit punggung mencit dari pemberian karagenin yang mengalami peningkatan tebal kulit sebesar 2-3 kali dari tebal awal dipilih sebagai konsentrasi penginduksi inflamasi.

8. Ethical clearance

(70)

9. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 30 ekor mencit betina galur Swis yang berumur sekitar 6-8 minggu (2-3 bulan) dengan bobot sekitar 20- 30 g. Kelompok perlakuan terdiri dari 6 kelompok (kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol Biocream®, kelompok kontrol positif, kelompok

Gambar

Tabel I. Nilai rata-rata AUC total masing-maisng kelompok
Gambar 2.  Struktur lapisan kulit: Lapisan epidermis dan dermis     (Brown, 2005).
Gambar 3. Mekanisme kortikosteroid dan antiinflamasi nonsteroid sebagai antiinflamasi (Tjay dan Rahardja, 2002)
Gambar 4.   Patologi  radical oxidative stress (ROS) menyebabkan kerusakan sel (Kumar, 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

This final project report is written based on the job training that the writer did in SDN 1 Ampel Boyolali, entitled “Effectiveness of using Pictures in teaching

dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH KUALITAS PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN LAYANAN

Hasil penelitian menunjukkan penerimaan diri ketiga subjek mahasiswa tunanetra total yang meliputi tujuh indikator, yaitu: (1) positif terhadap diri, (2)

Selain bersifat universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable). Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang, ia tidak akan berhenti

POS terminal merupakan perkembangan dari cash register yang dapat dihubungkan dengan komputer untuk tujuan pengendalian persediaan (inventory control) dan penjadwalan pemesanan

Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah Bapa di Surga, maka skripsi dengan judul “Relevansi Nilai Informasi Laba dan Nilai Buku Ekuitas Perusahaan Konservatif dan

I t reads the internal latch of the port and brings that data into the CPU. This data is ANDed with the contents of

Menyatakan dengan sesunggguhnya bahwa tugas akhir berjudul “ Peran Internal Public Relations Untuk Menciptakan Lingkungan Kerja Yang Baik di Dalam.. TELKOM Regional III Jawa Barat