• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji antiinflamasi topikal ekstrak milk Thistle® pada edema punggung mencit betina terinduksi karagenin.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji antiinflamasi topikal ekstrak milk Thistle® pada edema punggung mencit betina terinduksi karagenin."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

berbahaya atau agen mikrobiologi dengan respon berupa rubor, calor, dolor, dan tumor. Milk Thistle diketahui memiliki banyak efek farmakologis, salah satunya adalah sebagai antiinflamasi baik pada inflamasi akut maupun inflamasi kronis. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji efek antiinflamasi sediaan topikal, mengukur persen penghambatan inflamasi ekstrak Milk Thistle® sebagai agen antiinflamasi pada kulit punggung mencit betina galur Swiss yang terinduksi karagenin.

Penelitian ini termasuk dalam ekperimental murni rancangan acak lengkap pola searah yang dilakukan pada mencit berumur 6-8 minggu dengan berat badan 20-25 gram. Hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif karagenin 3%, kelompok kontrol positif Hydrocortisone® 2,5%, kontrol basis Biocream®, dan kelompok perlakuan krim ekstrak Milk Thistle® 1,67; 2,5; 3,75% B/B. Krim dioleskan setelah punggung hewan uji diinduksi karagenin, kemudian tiap jam dilakukan pengukuran tebal lipatan kulit punggung hewan uji selama 6 jam pengamatan. Data tebal lipatan kulit dianalisis menggunakan uji Shapiro-Wilk dilanjutkan dengan analisis Kruskall-Wallis dan Post hoc Mann-Whitney.

Persen penghambatan inflamasi (%PI) ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% secara berurutan adalah 74,70; 80,31; dan 81,98%. Konsentrasi 3,75% menunjukkan efek antiinflamasi topikal terbesar. Dengan demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa ektrak Milk Thistle® memiliki efek antiinflamasi topikal terhadap edema kulit punggung mencit terinduksi karagenin.

(2)

trauma, hazardous chemicals or microbiological agent, with a response in the form of rubor, calor, dolor and tumor. Milk thistle was known to have many pharmacological effects, one of which is as anti-inflammatory in both acute and chronic inflammation. The aim of this study is to examine the anti-inflammatory effects topical preparations, measuring the percent inhibition of inflammation (% PI) Milk thistle® extract as an anti-inflammatory agent in the back skin of female Swiss strain mice induced by carageenan. The method used is inflammation-associated oedema by measuring back skin fold thickness of mice.

This study is included in a purely experimental study one way randomized design that is performed on 6-8 weeks, 20-25 grams mice. Test animals were divided into 6 groups, the negative control group carageenan 3%, the positive control group Hydrocortisone®, the base control group Biocream® and treatment group the extract of Milk Thistle® cream 1.67; 2.5%; 3.75% b/b. Ethanol extract of Milk Thistle® applied after back of test animals was induced by 0,2 ml of 3% carageenan, then every hour middorsal skin folds thickness was measured over 6 hour observation. Skin folds thickness data were analyzed using the Shapiro-Wilk test continued with Kruskal-Wallis analysis and Post hoc Mann-Whitney.

Percent inhibition of inflammation (%PI) extract of Milk Thistle® from the concentration 1.67; 2.5; and 3.75% w/w respectively was 74.70; 80.31; dan 81.98%. The 3.75% concentration showed the greatest topical anti-inflammatory effect. Based on linear regression between log concentration of Milk Thistle® extract. The results above showed that extract of Milk Thistle® has topical anti-inflammatory effect of mice back skin oedema induced by carrageenan.

(3)

i

UJI ANTIINFLAMASI TOPIKAL EKSTRAK MILK THISTLE® PADA EDEMA PUNGGUNG MENCIT BETINA TERINDUKSI KARAGENIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

oleh :

Farra Ayu Efariyanti

NIM : 128114066

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Jangan berfikir terlalu rumit, semua yang hebat selalu

dimulai dari yang sederhana tapi tulus”

(7)
(8)
(9)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, dan

penyertaan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penelitian dan

penulisan skripsi yang berjudul “Uji Antiinflamasi Topikal Ekstrak Milk Thistle®

pada Edema Punggung Mencit Betina Terinduksi Karagenin”. Skripsi ini disusun

untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

(S.Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyusunan skripsi ini banyak melibatkan berbagai pihak baik secara

langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu drh. Sitarina Widyarini, MP, Ph.D., selaku pembimbing utama atas

bimbingan, waktu, kesabaran, motivasi, dukungan, dan pengarahan serta

masukan bagi penulis selama proses penelitian dan penyusunan skripsi

berlangsung.

2. Prof. Dr.C.J.Soegihardjo, Apt. selaku pembimbing pendamping atas segala

dukungan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis dalam proses

penelitian.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka M.Si dan Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt,

selaku dosen penguji skripsi atas bantuan dan masukan kepada penulis demi

(10)

viii

4. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin dalam

penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.

5. Pak Heru, Pak Kayat, dan Pak Andri serta semua staf laboratorium Farmasi

yang telah bersedia membantu penulis dalam penelitian di laboratorium

selama penelitian berlangsung.

6. Kedua Orang tua, Fadillah Zaman Ali dan Ely Wati yang selalu memberikan

semangat, kasih sayang, doa, dan dukungan baik secara materi maupun

non-materi sehingga penulis tetap bersemangat dalam penusunan skripsi ini.

7. Adik tercinta, Marsha Orlanda Fadillah Zaman Ali yang selalu memberikan

motivasi serta dukungan selama proses penyusunan skripsi ini.

8. Ryan Vreedriik Siregar yang selalu mendukung, memotivasi, menyemangati,

dan mendoakan yang terbaik untuk penulis.

9. Teman-teman satu kelompok penelitian, Kathrin, Dui, Rury, dan Monika atas

bantuan, kebersamaan, kerja sama, dan suka duka selama penelitian

berlangsung.

10.Sahabat-sahabatku Dikna, Tiara, Rivo, Valentina, Ci Shiro yang telah

menemani dengan canda, tawa, senang, dan sedih bersama.

11.Teman-teman angkatan 2012 terutama FSM-B dan FKK-A atas

kebersamaannya selama ini.

12.Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang turut

(11)

ix

Penulis menyadari bahwa laporan akhir skripsi yang disusun oleh penulis

masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Untuk itu, penulis mohon

maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam laporan akhir

skripsi ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat

(12)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

(13)

xi

5. Kandungan kimia Milk Thistle ... 8

B. Kulit ... 10

BAB III. METODE PENELITIAN ... 19

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 19

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 19

1. Variabel Penelitian ... 19

2. Definisi Operasional ... 19

C. Bahan Penelitian ... 21

D. Alat Penelitian ... 22

(14)

xii

mencit... 22

2. Tata Cara Penelitian ... 22

1. Pembuatan konsentrasi karagenin ... 22

2. Orientasi pemberian karagenin ... 22

3. Pembuatan krim ekstrak Milk Thistle® 1,67; 2,5; dan 3,75% ... 23

4. Penyiapan Hewan Uji ... 23

5. Pengujian dengan Krim ekstrak Milk Thistle® ... 24

3. Tata Cara Hasil Analisis ... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

A. Determinasi Tanaman ... 28

B. Uji Pendahuluan Karagenin ... 28

C. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Milk Thistle® ... 30

D. Rata-rata AUC Total dan Persen Penghambatan Inflamasi (%PI) Ekstrak Milk Thistle® Secara Topikal ... 32

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

A. Kesimpulan ... 39

B. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN ... 43

(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rata-rata AUC total tiap kelompok perlakuan ... 32

Tabel 2. Rata-rata persen penghambatan inflamasi (%PI) tiap kelompok

(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman dan biji Milk Thistle ... 6

Gambar 2. Struktur kandungan Milk Thistle berturut-turut Silibin (1), Silicristin (2), Silidianin (3) ... 9

Gambar 3. Struktur komponen utama tanaman Milk Thistle ... 10

Gambar 4. Perubahan asam arakidonat dan perannya dalam inflamasi, serta target aksi obat-obat antiinflamasi ... 15

Gambar 5. Skema jalannya penelitian ... 25

Gambar 6. Kurva rata-rata tebal lipat kulit hasil uji pendahuluan karagenin 1,5; 2: dan 3% ... 29

Gambar 7. Kurva rata-rata selisih tebal lipat kulit punggung mencit pada jam ke-0 hingga jam ke-6 ... 32

Gambar 8. Diagram batang persen penghambatan inflamasi (%PI) masing-masing kelompok perlakuan ... 35

Gambar 9. Bagan aktivitas, mekanisme, dan efek anti-inflamasi flovonoid dalam proses inflamasi ... 38

Gambar 10. Serbuk buah Milk Thistle® ... 46

Gambar 11. Ekstrak yang dicampurkan dalam basis Biocream® ... 46

Gambar 12. Serbuk Karagenin ... 46

Gambar 13. Mencit betina galur swiss ... 47

Gambar 14. Kulit punggung mencit setelah pencukuran ... 47

(17)

xv

Gambar 16. Krim Hydrocortisone® yang mengandung 2,5% hidrokortison

asetat sebagai kontrol positif ... 48

Gambar 17. Alat spuit injeksi ... 48

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sertifikat analisis dari NATUREX (Ultimate Botanical

Benefits) ... 44

Lampiran 2. Surat Ethical Clirens ... 45

Lampiran 3. Serbuk ekstrak Milk Thistle® beserta ekstrak dalam basis

Biocream® ... 46 Lampiran 4. Hewan uji yang digunakan beserta cara pengukuran edema ... 47

Lampiran 5. Kontrol yang digunakan dalam penelitian ... 47

Lampiran 6. Alat spuit injeksi beserta jangka sorong digital yang digunakan.. 48

Lampiran 7. Tebal lipat kulit pada uji pendahuluan karagenin ... 49

Lampiran 8. Data AUC dan rata-rata AUC ... 49

Lampiran 9. Kurva rata-rata selisi tebal lipat kulit punggung mencit pada

jam ke-0 hingga jam ke-6 ... 51

Lampiran 10. Rata-rata AUC total tiap kelompok perlakuan ... 52

Lampiran 11. Data perhitungan persen penghambatan inflamasi (%PI) ... 52

Lampiran 12. Rata-rata persen penghambatan inflamasi (%PI) tiap kelompok

perlakuan dan hasil uji analisis Mann-Whitney ... 54

(19)

xvii

INTISARI

Inflamasi merupakan respon normal pertahanan tubuh terhadap trauma fisik, zat kimia berbahaya atau agen mikrobiologi dengan respon berupa rubor, calor, dolor, dan tumor. Milk Thistle diketahui memiliki banyak efek farmakologis, salah satunya adalah sebagai antiinflamasi baik pada inflamasi akut maupun inflamasi kronis. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji efek antiinflamasi sediaan topikal, mengukur persen penghambatan inflamasi ekstrak Milk Thistle® sebagai agen antiinflamasi pada kulit punggung mencit betina galur Swiss yang terinduksi karagenin.

Penelitian ini termasuk dalam ekperimental murni rancangan acak lengkap pola searah yang dilakukan pada mencit berumur 6-8 minggu dengan berat badan 20-25 gram. Hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif karagenin 3%, kelompok kontrol positif Hydrocortisone® 2,5%, kontrol basis Biocream®, dan kelompok perlakuan krim ekstrak Milk Thistle® 1,67; 2,5; 3,75% B/B. Krim dioleskan setelah punggung hewan uji diinduksi karagenin, kemudian tiap jam dilakukan pengukuran tebal lipatan kulit punggung hewan uji selama 6 jam pengamatan. Data tebal lipatan kulit dianalisis menggunakan uji Shapiro-Wilk dilanjutkan dengan analisis Kruskall-Wallis dan Post hoc Mann-Whitney.

Persen penghambatan inflamasi (%PI) ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% secara berurutan adalah 74,70; 80,31; dan 81,98%. Konsentrasi 3,75% menunjukkan efek antiinflamasi topikal terbesar. Dengan demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa ektrak Milk Thistle® memiliki efek antiinflamasi topikal terhadap edema kulit punggung mencit terinduksi karagenin.

(20)

xviii

ABSTRACT

Inflammation was a normal response of the body's defense system against physical trauma, hazardous chemicals or microbiological agent, with a response in the form of rubor, calor, dolor and tumor. Milk thistle was known to have many pharmacological effects, one of which is as anti-inflammatory in both acute and chronic inflammation. The aim of this study is to examine the anti-inflammatory effects topical preparations, measuring the percent inhibition of inflammation (% PI) Milk thistle® extract as an anti-inflammatory agent in the back skin of female Swiss strain mice induced by carageenan. The method used is inflammation-associated oedema by measuring back skin fold thickness of mice.

This study is included in a purely experimental study one way randomized design that is performed on 6-8 weeks, 20-25 grams mice. Test animals were divided into 6 groups, the negative control group carageenan 3%, the positive control group Hydrocortisone®, the base control group Biocream® and treatment group the extract of Milk Thistle® cream 1.67; 2.5%; 3.75% b/b. Ethanol extract of Milk Thistle® applied after back of test animals was induced by 0,2 ml of 3% carageenan, then every hour middorsal skin folds thickness was measured over 6 hour observation. Skin folds thickness data were analyzed using the Shapiro-Wilk test continued with Kruskal-Wallis analysis and Post hoc Mann-Whitney.

Percent inhibition of inflammation (%PI) extract of Milk Thistle® from the concentration 1.67; 2.5; and 3.75% w/w respectively was 74.70; 80.31; dan 81.98%. The 3.75% concentration showed the greatest topical anti-inflammatory effect. Based on linear regression between log concentration of Milk Thistle® extract. The results above showed that extract of Milk Thistle® has topical anti-inflammatory effect of mice back skin oedema induced by carrageenan.

(21)

1

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan

yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat

mikrobiologi. Inflamasi dapat juga diartikan sebagai usaha tubuh untuk

mengaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan,

dan mengatur perbaikan jaringan. Tanda-tanda inflamasi adalah kemerahan,

bengkak, panas, nyeri, dan hilangnya fungsi (Mycek, Harvey, dan Champe, 2001).

Inflamasi pada umumnya dibagi dalam tiga fase yaitu : peradangan akut,

respon imun dan peradangan kronis. Peradangan akut adalah respon awal dari

luka jaringan, yang diperantai oleh pelepasan autokoid dan biasanya mendahului

perkembangan respons imun. Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai

dua tujuan utama, yaitu: meringankan rasa nyeri, yang sering kali gejala awal

yang terlihat dan keluhan utama yang terus menerus dari pasien. Selain itu juga

memperlambat atau membatasi proses kerusakan jaringan (Martini, Lim, dan

Yule, 2009).

Penderita inflamasi melakukan banyak cara pengobatan agar mengurangi

atau bahkan mengobati rasa yang dianggap kurang nyaman akibat inflamasi yang

terjadi, diantaranya adalah pemberian obat antiinflamasi non steroid (AINS)

secara per oral. Namun, untuk penggunaan obat antiinflamasi golongan non

(22)

mengiritasi lambung dikarenakan ketidakselektifan terhadap enzim silooksigenase

(COX). Hampir semua obat AINS bekerja pada kedua isoform dari enzim

siklooksigenase sehingga senyawa proteksi lambung yang seharusnya dihasilkan

oleh enzim siklooksigenase-1 (COX-1) dihambat pembentukannya (Schror and

Meyer, 2000). Oleh karena itu, satu hal yang perlu diperhatikan yaitu dengan

mengubah jalur pemberian obat secara per oral menjadi pemberian secara topikal

karena pemberian secara topikal dianggap lebih mudah, cepat, mengurangi first

pass effect dan lebih praktis sebagai pertolongan pertama dalam mengatasi peradangan dibandingkan dengan pemberian obat-obat golongan AINS yang

diberikan secara oral (Ganiswarna, 1995).

Banyak tanaman yang dapat digunakan untuk mencegah maupun

mengobati berbagai macam penyakit. Namun, banyak pula masyarakat yang

belum mengetahui bahkan mengenal manfaat dari suatu tanaman yang mampu

mengurangi bahkan mengobati suatu penyakit, misalnya inflamasi atau

peradangan yang sering terjadi dimasyarakat. Oleh karena itu, penelitian tanaman

yang memiliki kandungan sebagai antiinflamasi mulai dikembangkan untuk

menambah informasi terkait khasiat dari suatu tanaman.

Silybum marianum (milk thistle) merupakan tanaman tahunan atau dua tahunan di Eropa dan juga ditemukan di beberapa bagian Amerika Serikat.

Tumbuh ditanah berbatu dengan ketinggian tiga sampai sepuluh kaki. batang

berdiri tegak, daun berduri (Bisset, 1994).

Penelitian yang dilakukan oleh Balian, Ahmad, dan Zafar (2006)

(23)

tikus betina galur wistar dengan berat 150-200 g dan perlakuan dilakukan dengan

dosis 100mg/kg dan dengan rute oral, kemudian dibandingkan dengan efek

antiiflamasi yang terdapat pada ekstrak daun kalus dengan dosis dan rute

pemberian yang sama. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah efek

antiinflamasi yang dihasilkan oleh ekstrak daun S. marianum lebih besar

dibandingkan dengan ekstrak daun kalus.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian mengenai efek anti-inflamasi

topikal ekstrak Milk Thistle® terhadap edema punggung mencit terinduksi

karagenin 3% menarik untuk dilakukan dan penting untuk menambahkan

informasi baru yang dapat berguna untuk masyarakat.

1. Rumusan masalah

a. Apakah ekstrak Milk Thistle® memiliki efek antiinflamasi topikal pada

edema kulit punggung mencit betina yang diinduksi karagenin?

b. Berapakah persen penghambatan inflamasi ekstrak Milk Thistle® sebagai

agen antiinflamasi terhadap edema kulit punggung mencit betina?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang dilakukan Dixit, Baboota, Kohli, Ahmad, dan Ali (2009)

melaporkan bahwa Biji milk thistle dan ekstrak silymarin yang terkandung

dalam biji milk thistle yang memberikan efek inflamasi dan anti reumatik.

Dalam kandungan milk thistle terdapat komponen antioksidan yang cukup

(24)

pro-inflamasi. Silymarin dan silibinin menghambat proses inflamasi dengan

menghambat migrasi neutrofil dan sel Kuppfer. Silymarin dan silibin juga

menghambat pembentukan mediator inflamasi yaitu prostaglandin dan

leukotrien utama (dengan menghambat jalur 5-lipoxigenase) dan pelepasan

histamin dari basofil.

Dehmlow, Erhard, dan De Groot (1996) melaporkan bahwa efek silybin

yang terkandung pada buah milk thistle menghambat sintesis leukotrien B4

dengan konsentrasi (IC50 15umol /Ll) pada sel Kupffer tikus. Namun tidak

berpengaruh pada pembentukan prostaglandin E2 konsentrasi 100 umol /Ll.

Pada uji in vitro leukosit polimorfonuklear manusia silybin mempunyai

aktivitas anti - inflamasi dengan menghambat pembentukan hidrogen

peroksida.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian dapat menambah informasi dan pengetahuan mengenai

efek antiinflamasi ekstrak Milk Thistle® yang diberikan secara topikal.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai fungsi ekstrak Milk Thistle® sebagai agen antiinflamasi

(25)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi yang

terdapat pada ekstrak Milk Thistle® secara topikal.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui aktivitas efek antiinflamasi topikal ekstrak Milk Thistle® pada

edema punggung mencit betina yang terinduksi karagenin.

b. Mengetahui persen (%) penghambatan inflamasi dari ekstrak Milk Thistle®

(26)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Milk Thistle

Gambar 1. Tanaman dan Biji Milk Thistle (Lee and Liu, 2003)

1. Klasifikasi tanaman

Domain : Eukaryota

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridaeplantae

Phylum : Tracheophyta

Class : Magnoliopsida

Subclass : Asteridae

Superorder : Asteranae

Order : Asterales

(27)

Genus : Silibum

Species : S. marianum

Botanical name : Silybum marianum ( L. ) Gaertn

(Kumar Tekeshwar, Yogesh, Shiv, Arvind, dan Tripathi, 2011).

2. Nama daerah

Belanda : Mariendistel, Vrouwendistel

Inggris : thistle Kudus, thistle Lady, thistle Susu

Perancis : Artichautsauvage, Chardon marie

Jerman : Feedistel, Mariendistel, Silberdistel

Yunani : Silybon

Italia : Cardodel latte, Cardomariano

Malta : thistle Blessed

Rumania : Armurariu

Rusia : Ostropestro

Spanyol : Cardolechal, Cardolechero

Swedia : Sempertin

(Anonim b, 2015)

3. Deskripsi tanaman

Tanaman Milk Thistle merupakan tanaman yang mempunyai akar tunggang

dan terkadang berserat. Memiliki tinggi batang 20-150 cm, sedikit berbulu halus

dan di bagian atasnya bercabang. Daunnya besar, berwarna putih berurat, berbulu

(28)

dan bulat, dan setiap pucuk batang atau cabang memiliki satu bunga, sedangkan

pada bagian buah memiliki kulit yang keras dan kering dengan panjang 6-8 mm

dan umumnya berwarna coklat (Kumar, dkk., 2011).

4. Kegunaan

Milk thistle merupakan tanaman obat yang umumnya dikenal sebagai Milk-thistle, atau thistle St. Mary. ekstrak yang dilaporkan memiliki hepatoprotektif,

antioksidan, antikanker, antiinflamasi dan antidiabetes ini berisi flavonolignan

Silymarin, yang merupakan prinsip bioaktif yang penting memiliki antikanker,

antiinflamasi, antioksidan, dan efek imunomodulator (Balian, Ahmad, dan Zafar,

2006).

5. Kandungan kimia

Kandungan kimia utama Milk Thistle termasuk flavolignans (silymarin),

tyramine, histamin, asam linoleat gamma, minyak esensial, lendir, dan prinsip

pahit. Buah kering Milk Thistle mengandung kompleks flavonoid yang dikenal

sebagai silymarin - konstituen bertanggung jawab atas manfaat kesehatan dari

tanaman. Ekstrak utama Milk Thistle, silymarin (4% sampai 6% di buah matang),

terdiri dari beberapa flavonolignans polifenol. Komponen utama (60%) adalah

silybin (juga dikenal sebagai silibinin atau silybinin), dan juga yang paling aktif secara biologis; komponen lainnya termasuk silichristin (juga dikenal sebagai

silychristin, silycristine atau silicristin), stimulan metabolik, dan silydianin (gambar 2.). Silymarin ditemukan dalam konsentrasi tertinggi dalam buah

(29)

1 2 3

Gambar 2. Struktur kandungan buah Milk thistle berturut-turut silibin (1), silicristin (2), silidianin (3) (Tittel dan Wagner, 1978). Penelitian yang dilakukan oleh Lee and Liu (2003) juga menyatakan bahwa

ditemukan Komponen utama dari silymarin adalah silybin A, B silybin,

isosilybin A, B isosilybin, silychristin A, B dan silychristin silydianin (Gambar

3.). Enam senyawa pertama terdapat campuran sebagai molar yang sama sebagai

diastereoisomer trans. Diastereomer ini memiliki spektrum 1H dan 13C NMR.

Ditemukan juga beberapa senyawa kimia lainnya dari buah Milk thistle

diantaranya adalah dehydrosilybin, desoxysilychristin, desoxysilydianin,

(30)

Gambar 3. Struktur komponen utama tanaman Milk thistle (Lee and Liu, 2003)

B. Kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,

merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Secara embriologis kulit

berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang

merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang

berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan

(31)

Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain

menjalin kelangsungan hidup secara umum, yaitu sebagai fungsi proteksi dimana

kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis ataupun mekanik,

misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan

iritasi. Kulit juga penting sebagai mekanisme pertahanan non spesifik yang

bertindak sebagai penghalang terhadap invasi oleh mikroba, bahan kimia, agen

fisik seperti trauma ringan maupun sinar ultraviolet (Ross and Wilson, 2001).

Adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut jaringan

penunjang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Kulit juga

berfungsi sebagai proteksi rangsangan kimia karena sifat stratum korneum yang

impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air. Kulit juga berperan dalam

fungsi absorbsi, fungsi pengatur panas, fungsi eksresi, fungsi keratinasi, serta

fungsi pembentukan vitamin D (Syaifuddin, 2006).

Pada orang dewasa luas permukaan kulit sekitar 1,5 sampai 2 m2. Kulit

dilengkapi dengan kelenjar, rambut maupun kuku. Kulit memiliki dua lapisan

utama yaitu lapisan epidermis dan lapisan dermis serta diantara kulit dan struktur

yang mendasari kulit terdapat lapisan lemak subkutan (Ross and Wilson, 2001).

C.Inflamasi

Menurut Baratawidjaja dan Rengganis (2012), Inflamasi merupakan

respon fisiologis terhadap kerusakan jaringan akibat berbagai rangsangan yang

merugikan, baik rangsangan kimia maupun mekanis. ketika proses inflamasi

(32)

darah putih (leukosit), dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera

jaringan atau infeksi.

Pada proses inflamasi terjadi reaksi vaskular, sehingga cairan,

elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia terkumpul pada

tempat yang cedera untuk menetralkan dan menghilangkan agen-agen berbahaya

serta untuk memperbaiki jaringan yang rusak (Pearce, 2009). Tanda-tanda

inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler,

dan migrasi leukosit ke daerah inflamasi.

Mekanisme inflamasi sangat dipengaruhi oleh senyawa dan mediator

yang dihasilkan oleh asam arakidonat. Apabila membran sel mengalami

kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim

fosfolipase kemudian diaktifkan untuk mengubah fosfolipid yang terdapat di

membran sel tersebut menjadi asam arakidonat. Asam arakidonat dapat

dimetabolisme dalam dua jalur yaitu jalur siklooksigenase dan jalur

lipooksigenase (Wilmana, 1995). Kerusakan sel inilah yang pada umunya dapat

memicu proses terjadinya pembebasan asam arakidonat. Asam arakidonat ini

merupakan suatu asam lemak 20-karbon yang merupakan prekursor dari

prostaglandin.

Metabolit asam arakidonat yang disebut eikosanoid dapat

dimetabolisme melalui beberapa jalur diantaranya yaitu :

a. Melalui asam lemak siklooksigenase (COX). Siklooksigenasi (COX)

(33)

inilah yang nantinya akan mengubah asam arakidonat menjadi

prostaglandin dan tromboksan.

b. Melalui lipooksigenase, beberapa lipooksiganenase dapat bekerja pada

asam arakidonat untuk membentuk 5-HPETE, 12-HPETE yang merupakan

turunan peroksidasi tidak stabil yang dikonversi menjadi turunan

hidroksilasi yang sesuai atau menjadi leukotrien atau lipoksin, tergantung

pada jaringan (Mycek, Harvey, dan Champe, 2001).

Dalam jalur siklooksigenase akan dihasilkan prostaglandin D2 (PGD2), prostaglandin E2 (PGE2), prostaglandin F2α (PGF2α), prostasiklin (PGI2) dan

tromboksan A2 (TXA2). Produk-produk yang dihasilkan tersebut berasal dari prostaglandin H2 (PGH2) yang dipengaruhi oleh kerja enzim yang spesifik. PGH2 sangat tidak stabil, merupakan prekursor hasil akhir biologi aktif jalur

siklooksigenase. Beberapa enzim mempunyai distribusi jaringan tertentu.

Misalnya trombosit mengandung enzim tromboksan sintetase sehingga produk

utamanya adalah TXA2. TXA2 merupakan agen agregasi trombosit yang kuat dan vasokontriktor (Kumar, dkk., 2005).

Prostaglandin E2 (PGE2) merupakan hiperalgesik yang dapat menyebabkan kulit sensitif terhadap rangsangan yang menyakitkan. Prostagandin

D2 (PGD2) merupakan trombosit utama dari jalur siklooksigenase pada sel mast,

bersama dengan PGE2 dan PGF2α yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan meningkatakan permeabilitas venula postcapillary sehingga berpotensi terjadinya

pembentukan edema. Siklooksigenas-1 (COX-1) diproduksi sebagai respon

(34)

tetap dan tidak dipengaruhi oleh stimulus. Siklooksigenase-1 (COX-1) berperan

normal dalam tubuh untuk menghasilkan prostaglandin yang dibutuhkan oleh

tubu dan bertanggung jawab untuk memproduksi prostaglandin yang terlibat

dalam peradangan serta menjaga fungsi homeostatis seperti keseimbangan cairan

dan elektrolit di ginjal maupun sebagai sitoproteksi pada saluran cerna. Selain

prostaglandin, COX-1 juga mengkatalis pembentukan tromboksan A2 (TXA2) yang

dapat meningkatkan agregasi platelet dan menimbulkan vasokontriksi.

Sebaliknya, COX-2 bersifat indusibel, dimana keberadaannya dipengaruhi oleh

adanya stimulus. Siklooksigenase (COX-2) merangsang produkai prostaglandin

(PGI2) yang terlibat dalam proses peradangan. Selain menghasilkan

prostaglandin, COX-2 juga menghasilkan pembentukan prostasiklin yang dapat

menurunkan agregasi platelet (Kumar, dkk., 2005). Peran asam arakhidonat

(35)

Gambar 4. Perubahan asam arakhidonat dan perannya dalam inflamasi, serta target aksi obat-obat antiinflamasi (Kumar, dkk., 2005)

D. Antiinflamasi (Obat)

Obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (AINS) umumnya mengacu pada

obat yang menekan inflamasi seperti steroid, namun tanpa efek samping steroid.

Berbeda dengan steroid yang bekerja untuk mencegah pembentukan asam

arakhidonat pada membran sel, obat AINS secara umum tidak menghambat

biosintesis leukotrien, yang diketahui ikut berperan dalam inflamasi (Wilmana,

1995).

Mekanisme penghambatan inflamasi dari golongan obat kortikosteroid

yaitu dengan cara mengurangi aktivitas fosfolipase A2 dan meningkatkan lipooksigenase serta mengurangi terbentuknya leukotrin sehingga dapat

(36)

golongan obat NSAID yaitu dengan cara mengikat siklooksigenase (COX).

Siklooksigenase (COX) berfungsi mengkonversi asam arakidonat menjadi

prostaglandin, tromboksan, dan postasiklin yang akan merangsang timbulnya

tanda-tanda inflamasi. Dengan dihambatnya COX tersebut oleh golongan obat

NSAID maka dapat mengurangi bahkan menghilangkan tanda-tanda inflamasi

(Priyanto, 2010).

E. Karagenin

Karagenin adalah suatu turunan dari polisakarida yang di dalam tubuh

dekenali sebagai suatu benda asing yang dapat menginduksi terjadinya inflamasi

melalui berbagai macam mekanisme. Pada jaringan ikat, fosfolipid membran sel

mast akan dirangsang oleh karagenin untuk menghasilkan asam arakidonat yang

dibantu dengan enzim fofolipase A2 yang nantinya akan menghasilkan berbagai

macam mediator-mediator inflamasi dengan bantuan dari Reactive Oxygen

Species (ROS) (Walidah, 2014).

Mekanisme dari induksi karagenin yang dapat menyebabkan inflamasi

terhadap dua tahap yaitu pada tahap pertama terkait dengan pelepasan histamin,

serotonin dan bradikinin. Mediator-mediator tersebut yang pertama kali

terdeteksi pada fase awal. Tahap kedua disebabkan karena kelebihan produksi

prostaglandin pada jaringan dan berhubungan juga dengan pelepasan bradikinin,

(37)

F. Biocream®

sediaan obat topikal merupakan sediaan obat yang mengandung dua

komponen dasar, yaitu zat pembawa dan zat aktif. Zat aktif merupakan

komponen bahan topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa

merupakan bagian inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat

yang membawa bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa ini

mudah untuk dioleskan, mudah debersihkan serta tidak mengiritasi. Salah satu

bahan pembawa yang dapat digunakan misalnya biocream®. biocream® bersifat ambifilik berkhasiat sebagai W/O atau O/W (yahendri dan yenny, 2012).

Biocream merupakan system emulsi yang stabil dengan distribusi lemak

dan air yang merata. Biocream® menggabungkan sifat-sifat emulsi minyak dalam air atau emulsi air dalam minyak. Biocream dapat dicampur dengan air, zat-zat

yang larut dalam air, lemak, maupun zat-zat yang larut dalam lemak, tanpa

mengganggu stabilitasnya, sehingga sangat sesuai dengan kondisi fisiologis kulit

dan tidak mengandung zat-zat alergen (Ikatan Apoteker Indonesia, 2012).

G. Landasan teori

Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi peradangan local pada jaringan

tehadap infeksi atau cidera yang melibatkan lebih banyak mediator disbanding

respon imun yang didapat. Tetapi apabila respon inflamasi ini tidak dikontrol

dapat menyebabkan penyakit akut dan kronis lanjutan, seperti asma dan

rheumatoid arthritis. Gejala dari inflamasi antara lain rubor, calor, tumor, dolor,

(38)

Terapi farmakologi yang sering diberikan untuk mengatasi inflamasi

adalah dengan pemberian obat NSAID. Obat golongan ini memiliki mekanisme

menghambat COX-1 dan COX-2 sehingga mediator inflamasi prostaglandin tidak

terbentuk. adanya efek samping obat tradisional atau obat herbal sering kali

menjadi pilihan utama dalam menangani inflamasi. salah satunya adalah Milk

Thistle.

Silymarin merupakan kandungan utama dari Milk Thistle di mana

silymarin tersebut dapat juga berperan dalam efek anti inflamasi. Pada Certificate of Analysis (COA) disebutkan bahwa kandungan silymarin yang terdapat pada

ekstrak yaitu sebesar >80 %.

Pengujian aktivitas antiinflamasi secara topikal dilakukan dengan

pengukuran tebal kulit punggung mencit yang telah terinduksi karagenin yang

dilakukan setiap jam selama enam jam. Adanya penurunan edema pada kelompok

perlakuan ekstrak Milk Thistle® dibandingkan dengan kelompok kontrol karagenin menunjukkan bahwa ekstrak Milk Thistle® memiliki efek antiinflamasi topikal.

H. Hipotesis

Ekstrak Milk Thistle® memiliki aktivitas antiinflamasi yang ditunjukkan

dengan berkurangnya tebal edema kulit punggung mencit yang terinduksi

(39)

19

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang efek antiinflamasi topikal ekstrak Milk Thistle® pada mencit betina galur Swiss merupakan jenis penelitian eksperimental murni

dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Oprasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel utama

1) Variabel bebas : konsentrasi ekstrak Milk Thistle®

2) Variabel tergantung : tebal edema kulit punggung mencit

b. Variabel pengacau :

1) Variabel pengacau terkendali

a) Subyek uji : mencit betina galur Swiss

b) Umur : 2-3 bulan

c) Berat badan : 20-25 gram

d) Keadaan subyek : sehat

2) Variabel pengacau tak terkendali : kondisi patofisiologi mencit

yang digunakan dalam penelitian.

2. Definisi operasional

a. Konsentrasi ekstrak Milk Thistle® berupa sejumlah berat ekstrak

(40)

digunakan dengan satuan g/g (b/b). Konsentrasi yang digunakan

yaitu 1,67; 2,5; dan 3,75%.

b. Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap adanya benda asing.

Respon inflamasi berupa merah, nyeri, bengkak, perubahan fungsi,

dan panas. Dalam hal ini, yang diamati berupa edema pada kulit

punggung mencit.

c. Tebal edema merupakan tebal lipat kulit punggung mencit yang

meningkat dari tebal lipat kulit punggung normal setiap 1 jam

selama 6 jam setelah diinjeksikan karagenin 3% yang diukur

dengan menggunakan jangka sorong digital.

d. Efek antiinflamasi adalah kemampuan suatu zat uji (ekstrak Milk

Thistle®) dalam mengurangi edema pada kulit punggung mencit akibat injeksi karagenin 3% secara subkutan.

e. Uji antiinflamasi adalah uji yang menggunakan mencit betina galur

Swiss sebagai hewan uji yang diradangkan pada kulit punggung

mencit dan diukur ketebalan lipat kulit punggungnya (reaksi edema

yang terjadi) mengunakan jangka sorong digital dan dibandingkan

dengan perlakuan topikal ekstrak Milk Thistle®

f. Pemberian topikal adalah pemberian seri konsentrasi ekstrak Milk

Thistle® dengan cara mengoleskannya pada kulit punggung mencit setelah diinjeksikan dengan karagenin 3%.

g. Konsentrasi optimum adalah konsentrasi tertinggi dari ekstrak Milk

(41)

dari % penghambatan inflamasi yang berbeda bermakna dengan

kelompok kontrol negatif dan kontrol Biocream®.

h. Injeksi subkutan adalah injeksi yang dilakukan pada jaringan

dibawah kulit punggung mencit.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Hewan uji : mencit betinaa galur Swiss, dengan umur 2-3 bulan, berat

badan 20-30 gram yang diperoleh dari Laboratorium Imunologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan uji : ekstrak Milk Thistle® diperoleh dari NATUREX

3. Zat Inflamatogen : Karagenin tipe 1 (Sigma Chemical Co) yang

diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas

Farmasi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

4. NaCl fisiologi 0,9% sebagai pelarut karagenin diperoleh dari

Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

5. Biocream® yang diproduksi oleh Merck diperoleh dari Apotek K-24 jalan Seturan Raya 101 A Catur Tunggal, Yogyakarta.

(42)

D. Alat atau Instrument penelitian Alat-alat yang digunakan dalam ini terdiri dari :

1. Alat induksi dan pengukuran edema kulit punggung mencit dan

lain-lain

a. Neraca analitik

b. Alat pencukur bulu mencit

c. Spuit injeksi 1 ml

d. Stopwatch

e. Jangka sorong Digital Caliper “Wipro”

f. Mortir dan stamper

E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan konsentrasi karagenin

Karagenin 1,5 ;2 ; dan 3% dibuat dengan melarutkan

masing-masing 0,375 ; 0,5 ; 0,75g karagenin dalam sedikit NaCl fisiologis

0,9% dalam gelas beaker kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25

ml, selanjutnya ditambahkan NaCl fisiologis 0,9% hingga tanda.

2. Orientasi pemberian karagenin

Mencit yang digunakan sebanyak 3 ekor. Mencit dibagi menjadi 3

kelompok berdasarkan konsentrasi karagenin, yaitu kelompok

pemberian karagenin 1,5, 2, dan 3 % dengan masing-masing volume

pemberian 0,2 ml secara subkutan. Sebelum diinjeksikan karagenin,

(43)

diukur sebelum pemberian karagenin dan sesudah pemeberian

karagenin setiap 1 jam selama 6 jam. Edema pada kulit punggung

mencit dari pemberian karagenin yang mengalami peningkatan tebal

kulit sebesar 2-3 kali dari tebal awal dipilih sebagai konsentrasi

penginduksi karagenin.

3. Pembuatan krim ekstrak Milk Thistle® 1,67; 2,5; dan 3,75%

Ekstrak Milk Thistle® 1,67; 2,5; dan 3,75% dibuat dengan

menimbang ekstrak Milk Thistle® seberat 0,835; 0,125; dan 0,1875 g

dilarutkan dalam 5 g basis Biocream.

4. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 33 ekor mencit betina galur

Swiss, umur 2-3 bulan, berat badan 20-25 g. Hewan uji dibagi secara

acak menjadi dua kelompok, kelompok untuk pra-studi sebanyak 3

ekor mencit dan kelompok perlakuan terdiri dari enam kelompok

perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif,

kelompok kontol Biocream, kelompok tiga seri konsentarasi ekstrak

Milk Thistle® (1,67; 2,5; dan 3,75%) dan masing-masing kelompok terdiri 5 ekor mencit. Penelitian dengan menggunakan hewan uji ini

telah mendapatkan Medical and Health Research Ethics Committe

(MHREC) Facultas Kedokteran Universitaas Gadjah Mada dengan Ref

(44)

5. Pengujian dengan krim ekstrak Milk Thistle®

Sebanyak 30 ekor mencit betina dibagi secara acak menjadi enam

kelompok perlakuan. Kelompok 1 (kontrol negatif), kelompok 2

(kontrol biocream®), kelompok 3 (kontrol positif), kelompok 4

(ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 1,67%), kelompok 5

(ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 2,5%), dan kelompok 6

(ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 3,75%) dengan

masing-mnasing 5 ekor mencit, dicukur bulu pada bagian punggungnya dan

dibiarkan selama satu hari kemudian diinjeksikan dengan karagenin

dengan konsentrasi 3% dan diukur edema yang muncul dengan jangka

sorong setiap 6 jam.

Mencit kelompok 1 hanya diinjeksikan dengan karagenin, mencit

kelompok 2 dioleskan dengan biocream® (basis ekstrak), mencit

kelompok 3 dioleskan dengan hidrokortison asetat 2,5% sedangkan

mencit kelompok 4, 5, dan 6 dioleskan dengan tiga peringkat seri

konsentrasi ekstrak Milk Thistle® serta dilihat penghambahtan imflamasinya dengan mengukur edema yang mengempis dengan

jangka sorong setiap jam selama 6 jam. Masing-masing dari ekstrak

Milk Thistle® dengan tiga seri konsetrasi (1,67; 2,5; 3,75%) dan krim hidrokortison asetat 2,5% ditimbang seberat 0,1 gram dan dioleskan

pada area suntikan karagenin. Skema jalannya penelitian dapat dilihat

(45)

Gambar 5. Skema jalannya penelitian

Keterangan :

Kel. 1 : injeksi karagenin 3%

Kel. 2 : injeksi karagenin + diolesi hidrokortison asetat 2,5%

Kel. 3 : injeksi karagenin + diolesi basis ekstrak (Biocream®)

Kel. 4 : injeksi karagenin + diolesi ekstrak Milk Thistle® 1,67%

Kel. 5 : injeksi karagenin + diolesi ekstrak Milk Thistle® 2,5%

Kel. 6 : injeksi karagenin + diolesi ekstrak Milk Thistle® 3,75%

Dihitung selisih edema kulit punggung mencit yang terinduksi karagenin dengan kulit normal mencit yang

tidak terinduksi karagenin enam kelompok

Mencit diinjeksikan dengan larutan karagenin 3% secara subkutan pada

Diukur kulit normal mencit sebelum diinjeksi dengan karagenin

selama 1,5% dengan jangka sorong digital

Masing-masing mencit terlebih dahulu dicukur bulu punggung

mencit

(46)

F. Tata Cara Analisis Hasil

1. Analisis hasil dilakukan dengan mengukur ketebalan edema kulit

punggung mencit yang diukur menggunakan jangka sorong digital.

2. Nilai selisih edema tiap jam diukur dan dihitung nilai AUC total

masing-masing perlakuan dengan rumus :

Keterangan :

AUC0-6 = area di bawah kurva dari jam ke-0 sampai jam ke-6 (cm 2

.jam) = luas area pigmentase pada jam ke-(n-1)(cm2)

= luas area pigmentase pada jam ke-n (cm2)

= jam ke-n (jam)

= jam ke-(n-1) (jam)

(Ikawati, Supardjan, dan Asmara, 2007).

3. Menghitung presentase penghambatan inflamasi

x 100%

Keterangan :

= rata-rata kontrol negatif (mm.jam)

= masing-masing mencit pada kelompok yang diberi senyawa uji dengan konsentrasi sebesar n (mm.jam)

(Ikawati, Supardjan, dan Asmara, 2007).

4. Analisis hasil

Hasil data yang diperoleh dianalisis dengan Shapiro-Wilk untuk

melihat distribusi data normal atau tidak, apabila data terdistribusi dengan

normal maka dilanjutkan dengan analisis Anova satu arah dengan taraf

kepercayaan 95% sedangkan apabila tidak terdistribusi dengan normal

(47)

normal dan uji Mann-Whitney untuk data yang terdistribusi tidak normal.

Analisis ini untuk mengetahui apakah perbedaan yang ditemukan berbeda

bermakna atau berbeda tidak bermakna, apabila diperoleh dengan nilai

p<0,005 maka diartikan perbedaan bermakna secara statistik dan jika

diperoleh nilai p>0,005 diartikan perbedaan tersebut tidak bermakna

(48)

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Pendahuluan Karagenin

Uji pendahuluan dilakukan sebelum dilakukan pengujian efek

antiinflamasi ekstrak Milk Thistle®. tujuan dari uji pendahuluan ini adalah untuk mengetahui konsentrasi karagenin yang paling optimal dalam menginduksi

inflamasi dan menyebabkan edema. Uji pendahuluan ini meliputi penetapan

konsentrasi karagenin yang digunakan dan penetapan rute pemberian injeksi

karagenin secara subkutan. Uji pendahuluan dimulai dengan melakukan orientasi

penetapan konsentrasi karagenin. Pada penelitian ini digunakan 3 konsentrasi

karagenin yaitu 1,5; 2; dan 3%. Pengujian dilakukan dengan menginjeksikan 0,2

mL karagenin dari masing-masing konsentrasi pada kulit punggung mencit secara

sub kutan. Mencit yang digunakan pada tiap konsentrasi adalah satu ekor. Setelah

karagenin diinjeksikan, dilakukan pengukuran tebal lipat kulit punggung mencit

tiap satu jam selama enam jam. Tebal lipat kulit rata-rata yang diperoleh dari

(49)

Gambar 6. Kurva rata-rata tebal lipat kulit hasil uji pendahuluan karagenin 1,5; 2; dan 3 %.

Peningkatan 2 sampai 3 kali tebal lipat kulit pada saat penelitian

menunjukkan bahwa pada konsentrasi karagenin tersebut adalah konsentrasi yang

baik (Harijadi, 2009). Pada konsentrasi 1,5% terjadi peningkatan tebal lipat kulit

sebesar 1,17 kali yakni pada jam pertama dari 0,35 mm menjadi 0,41; sedangkan

pada jam ke-2 peningkatan tebal lipat kulit yang terjadi sebesar 4,1 kali yakni

dari 0,35 menjadi 1,46 mm. Pada konsentrasi 2% terjadi terjadi peningkatan tebal

lipat kulit sebesar 2,3 kali, dari 1,27 mm menjadi 2,94 mm, tetapi edema yang

terbentuk tidak cukup bagus dan tidak terlihat jelas serta pada jam ke dua terjadi

penurunan yang drastis atau tidak konstan. pada konsentrasi 3% terjadi

peningkatan sebesar 4,5 kali dari 0,75 mm menjadi 3,39 mm. berdasarkan hasil

yang didapatkan maka peneliti menggunakan konsentrasi karagenin 3%,

(50)

paling maksimal dan pada konsentrasi karagenin 3% edema yang terbentuk

sampai jam ke enam relatif tetap.

B. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Milk Thistle®

Penelitian efek antiinflamasi ekstrak Milk Thistle® ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak Milk Thistle® memiliki efek antiinflamasi topikal,

mengetahui konsentrasi optimum ekstrak Milk Thistle® yang menunjukkan adanya

efek antiinflamasi topikal, serta mengetahui persen penghambatan inflamasi

ekstrak Milk Thistle® terhadap mencit betina galur Swiss. Adanya efek antiinflamasi topikal ditandai dengan adanya penurunan tebal lipat kulit pada

punggung mencit yang menunjukkan edema setelah diinjeksi karagenin dengan

konsentrasi 3% dengan secara subkutan akibat pemberian ekstrak Milk Thistle®

secara topikal.

Metode yang digunakan dalam pengukuran efek antiinflamasi topikal ini

adalah metode inflammation-associated oedema. Konsentrasi ekstrak Milk

Thistle® digunakan adalah 1,67; 2,5; dan 3,75%. Konsentrasi kontrol positif Hydrocortisone® yang digunakan mengandung hidrokortison asetat 2,5%, pada konsentrasi ini digunakan sebagai acuan konsentrasi krim ekstrak Milk Thistle®.

berdasarkan konsentrasi tersebut dilakukan penurunan dan peningkatan dosis

dengan cara dikali dan dibagi dengan nilai 1,50. Tujuan digunakannya 3

konsentrasi krim ekstrak Milk Thistle® ini adalah untuk melihat apakah pada

(51)

berapa dihasilkan efek antiinflamasi yang paling optimum atau sebanding dengan

kontrol positif Hydrocortisone®.

Masing-masing konsentrasi ekstrak Milk Thistle®,krim Hydrocortisone® 2,5% sebagai kontrol positif, dan biocream® sebagai kontrol negatif dioleskan secara merata pada kulit punggung mencit yang telah diinjeksi 0,2 mL karagenin

3%. Selanjutnya dilakukan pengamatan dan pengukuran tebal lipat kulit pada jam

ke-0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 menggunakan jangka sorong digital. Penurunan tebal

lipat kulit diukur dengan menghitung selisih antara tebal lipat kulit tengah

punggung (middorsal skinfold thickness) sebelum diinjeksi karagenin (jam ke-0)

dengan tebal lipat kulit setelah diinjeksi pada jam ke-1, 2, 3, 4, 5, dan 6 (Lampiran

8). jam pertama terjadi peningkatan tebal lipat kulit pada semua kelompok

perlakuan. Menurut Singh, dkk., (2014) pada jam pertama setelah injeksi

karagenin akan terjadi peningkatan edema karena karagenin akan menginduksi

cedera sel sehingga sel tersebut akan melepaskan mediator yang seperti histamin,

serotonin, dan bradikinin, serta produksi prostaglandin berlebih dalam jaringan.

Mediator-mediator itulah yang nantinya akan memicu terjadinya inflamasi dan

munculnya edema. Profil rata-rata selisih tebal lipat kulit punggung mencit dapat

(52)

Gambar 7. kurva rata-rata selisih tebal lipat kulit punggung mencit pada jam ke-0 hingga jam ke-6

Keterangan:

Kontrol positif : krim Hydrocortisone® Konsentrasi 1,67% : ekstrak Milk Thistle® 1,67% Konsentrasi 2,5% : ekstrak Milk Thistle® 2,5% Konsentrasi 3,75% : ekstrak Milk Thistle® 3,75%

C. Rata-rata Nilai AUC Total dan Persen Penghambatan Inflamasi (%PI) Ekstrak Milk Thistle® Secara Topikal

Data selisih lipat kulit yang didapatkan dilanjutnya dengan penghitungan

AUC dan AUC rata-rata dari tiap kelompok perlakuan. Hasil rata-rata AUC dari

tiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata AUC total tiap kelompok perlakuan

Kelompok Rata-rata AUC total ± SE (mm.jam) Kontrol Karagenin 11,59 ± 2,49

(53)

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata AUC kelompok kontrol

karagenin dengan nilai 11,59 ± 2,49 (mm.jam) jauh lebih besar apabila

dibandingkan dengan kontrol Hydrocortisone® 2,5% dan kelompok ekstrak Milk

Thistle® 1,67; 2,5; dan 3,75%, hal ini menunjukkan bahwa karagenin 3% benar dapat menginduksi edema, ditandai dengan peningkatan tebal lipat kulit. Fungsi

dari kontrol Biocream® adalah untuk melihat ada tidaknya efek antiinflamasi pada Biocream® yang digunakan sebagi base cream ekstrak S. marianum. Terdapat kedekatan nilai rata-rata AUC antara kelompok kontrol Biocream® dengan kontrol

karagenin, hal ini menunjukkan bahwa Biocream® tidak memiliki efek antiinflamasi yang bermakna. Pada kelompok kontrol positif Hydrocortisone®

2,5% terlihat penurunan tebal lipat kulit yang signifikan bila dibandingkan dengan

kontrol karagenin dan Biocream®. Hal tersebut menunjukkan bahwa Hydrocortisone® 2,5% benar memiliki kemampuan sebagai agen antiinflamasi.

Hydrocortisone® yang mengandung 2,5% hidrokortison asetat ini dipilih sebagai kontrol positif karena merupakan obat antiinflamasi golongan kortikosteroid yang

bekerja dengan menghambat aktivitas forfolipase A2, sehingga tidak terbentuk asam arakhidonat yang dapat memicu inflamasi. Selain itu pemilihan juga

didasarkan pada produk obat antiinflamasi topikal yang beredar di pasaran. Pada

kelompok ekstrak Milk Thistle® konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75%, penurunan rata-rata AUC terjadi bersamaan dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak Milk

Thistle®.

Data AUC yang diperoleh selanjutnya digunakan dalam perhitungan

(54)

selisih antara rata-rata AUC kontrol karagenin dengan total nilai AUC kelompok

uji dibagi dengan rata-rata AUC kontrol karagenin, perhitungan % PI dapat dilihat

pada lampiran 11. Rata-rata persen penghambatan inflamasi dari tiap kelompok

perlakuan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata persen penghambatan inflamasi (% PI) tiap kelompok perlakuan dan hasil uji analisis Mann-Whitney

Kelompok Mean %PI ± SE I II III IV V VI

Kelompok I : kontrol karagenin Kelompok II : kontrol Biocream®

Kelompok III : kontrol positif Hydrocortisone® Kelompok IV : konsentrasi Milk Thistle® 1,67% Kelompok V : konsentrasi Milk Thistle® 2,5% Kelompok VI : konsentrasi Milk Thistle® 3,75% B : berbeda bermakna (p<0,05) TB : berbeda tidak bermakna (p>0,05)

Selanjutnya nilai % PI diuji dengan analisis analisis data (Lampiran 3).

Pertama-tama dilakukan uji distribusi data menggunakan uji Saphiro-Wilk. Hasil

menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal (p<0,05), oleh sebab itu

dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis untuk melihat adanya perbedaan antar

kelompok perlakuan. Hasil uji Kruskal-Wallis (p<0,05) menunjukkan bahwa

paling tidak terdapat perbedaan indeks Brinkman antara dua kelompok perlakuan.

Untuk melihat perbedaan yang ada maka dilanjutkan analisis post hoc

(55)

bermakna ditunjukkan dengan nilai p<0,05 sedangkan pada perbedaan tidak

bermakna p>0,05.

Gambar 8. Diagram batang persen penghambatan inflamasi (% PI) masing-masing kelompok perlakuan

Pada gambar 8 menunjukkan bahwa %PI kelompok karagenin dan kontrol

Biocream® berbeda tidak bermakna, hal ini dapat diartikan bahwa kontrol Biocream® tidak memiliki efek antiinflamasi. Standard error (SE) pada kelompok kontrol karagenin dan kontrol Biocream® cukup besar yaitu 21,50% dan 25,36%.

Nilai SE tersebut menunjukkan bahwa nilai %PI dari tiap-tiap hewan uji pada

kelompok kontrol karagenin dan kontrol Biocream® memiliki variansi yang cukup

besar. Namun walaupun begitu hasil penelitian tetap dapat digunakan karena

(56)

Kelompok kontrol karagenin dibandingkan dengan ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% berbeda bermakna, hal ini dapat

diartikan bahwa pada ketiga konsentrasi ekstrak Milk Thistle® mempunyai efek

penghambatan inflamasi. Pada kelompok kontrol karagenin dibandingkan dengan

kelompok kontrol positif Hydrocortisone® hasil yang didapatkan adalah berbeda

bermakna, hal ini dapat diartikan bahwa kelompok kontrol positif

Hydrocortisone® benar mempunyai kemampuan sebagai antiinflamasi. Selanjutnya, kelompok kontrol biocream® dibandingkan dengan kontrol positif

Hydrocortisone® dan kelompok ekstrak Milk Thistle® konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% yaitu berbeda bermakna (P>0,05), dimana hal ini dapat diartikan bahwa

kelompok biocream® tidak memiliki efek sebagai antiinflamasi dan didukung dengan nilai %PI sebesar -12,61%. Kelompok kontrol positif Hydrocortisone® dibandingkan dengan ketiga konsentrasi ekstrak Milk Thistle® menunjukkan

perbedaan yang tidak bermakna, dimana hal ini menunjukkan bahwa ketiga

konsentrasi ekstrak Milk Thistle® memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi

yang sebanding dengan kontrol positif Hydrocortisone®. Perbedaan tidak bermakna secara statistik juga ditunjukkan pada kelompok ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% dimana ini artinya adalah bahwa ketiga

konsentrasi ekstrak Milk Thistle® memiliki efek sebagai antiinflamasi yang sama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui konsentrasi

(57)

diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi dibawah 1,67%

yang dapat dihasilkan sebagai antiinflamasi.

Pada penelitian ini ditujukan sebagai skrining awal untuk mengetahui ada

tidaknya efek antiinflamasi dari ekstrak Milk thistle®. Dari hasil yang didapatkan ekstrak Milk thistle® menunjukkan adanya efek antiinflamasi yang dibuktikan dengan nilai %PI berturut-turut sebesar 74,70; 80,31; dan 81,98% dari konsentrasi

ekstrak 1,67; 2,5; dan 3,75%.

Ekstrak Milk thistle® dapat menimbulkan efek antiinflamasi salah satunya

dikarenakan Milk thistle® mengandung senyawa flavonoid (Anita dan Miruthula, 2014). Dalam respon inflamasi, flavonoid menghambat terjadinya inflamasi

melalui dua jalur yaitu lipooksigenase dan siklooksigenase. Pada jalur

lipooksigenase flavonoid menghambat pelepasan mediator-mediator inflamasi,

sedangkan pada jalur siklooksigenasi flavonoid menghambat pelepasan asam

(58)

Gambar 9. Bagan aktivitas, mekanisme, dan efek anti-inflamasi flavonoid dalam proses inflamasi (Lafuente, dkk., 2009)

Menurut Lafuente, Guillamon, Villares, Rostagno, dan Martinez (2009)

selain menghambat pelepasan mediator inflamasi dan menghambat pelepasan

asam arakhidonat, flavonoid juga memiliki aktivitas antioksidan yang akan

menangkap radikal bebas, menghambat produksi ROS sehingga jumlah radikal

bebas dan peroksidasi lipid penyebab inflamasi akan menurun. Selain itu

flavanois juga dapat memodulasi aktivitas enzimatik dan proses sekretori

sehingga terjadi penurunan aktivasi sel inflamasi. Aktivitas, mekanisme dan efek

(59)

39

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Ekstrak Milk Thistle® memiliki efek antiinflamasi topikal pada punggung

mencit yang terinduksi karagenin.

2. Persen penghambatan inflamasi (%PI) dari ekstrak Milk Thistle® konsentrasi

1,67; 2,5; dan 3,75% secara berturut-turut adalah 51,87; 61,58; dan 75,94%.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut untuk mengetahui konsentrasi ekstrak Milk Thistle® dibawah 1,67%

(60)

40

DAFTAR PUSTAKA Anonim., 2015, IPB Biodeversity- IPBiotics,

http://apps.cs.ipb.ac.id/ipbiotics/user/organism/detail/detailorganismeobat.p

hp, diakses tanggal 18 Maret 2015.

Balian, S., Ahmad, R. Zafar., 2006, Antiinflammatory Activity of Leaf and Leaf Callus of Silybum Marianum (L.) Gaertn. In Albino Rats, Indian Journal Pharmacology,38(3), 213-214.

Baratawidjaja, K.G., Rengganis, I., 2012, Imunologi Dasar, Edisi Ke-10, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, p. 259.

Bisset, N., 1994, Herbal Drugs and Pharmaceuticals, CRC Press, London, pp. 121-123.

Cheung, C. W., Gibbons, N., Johnson, D. W., Nicol, D. L., 2010, Silibinin-a promising new treatment for cancer. Anti-cancer Agents in Medicinal Chemistry, 10, 186-95.

Dehmlow, C., Erhard, J., De Groot, H., 1996, Inhibition of Kupffer cell functions as an explanation for the hepatoprotective properties of silibinin. Hepatology, 23(4), 749-754.

Dixit, N., Baboota, S., Kohli, K., Ahmad, S., Ali, J., 2009, Silymarin: A review of Pharmacological Aspects and Bioavailability Enhancement Approaches, Indian Journal Pharmacology, 39(4), 172-179.

Ganiswarna., 1995, Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 3,6.

Harijadi., 2009, Radang/Inflamasi, http:medicine.uii.ac.id/, diaksespadatanggal 20 Oktober 2015.

Ikatan Apoteker Indonesia., 2012, Informasi Sediaan Obat, Vol. 47, PT. ISFI, Jakarta, hal. 367.

(61)

Tekeshwar, K., Larokar, Y. K., Iyer, S. K., Kumar, A., 2011, Phytochemistry and Pharmacological Activities of Silybummarianum: A Review, International Journal Pharmacology PhytopharmacolResearch, 1(3), 124-133.

Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., 2005, Pathologic Basis of Disease, 7th ed, Elsevier Saunders, Philadelphia, pp. 48, 70-73.

Lafuente, A. G., Guillamon, E., Villares, A., Rostagno, M. A., Martinez, J. A., 2009, Flavonoids as Anti-Inflammatory Agents: Implication in Cancer and Cardiovascular Disease, Inflammation Research, 58(9), 537-552.

Lee, D.Y.W., Liu, Y., 2003, Molecular structure and stereochemistry of silybin A, silybin B, isosilybin A, and isosilybin B, isolated from Silybum marianum (Milk thistle), Journal of Natural Products, 66(9), 1171-1174.

Martini, F.H., Lim, Y.Y., Yule, C.M., 2009, Evaluation of Antioxidant, Antibacterial and Anti-tyrosinase Activities of Four Silybum marianum Species, 114, 549-599.

Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C., 2001, Farmakologi : Ulasan Bergambar, Edisi II, Widya Medika, Jakarta, hal. 404.

Pearce, E.C., 2009, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 290-297.

Priyanto., 2010, Farmakologi Dasar, edisi II, Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi, Jakarta, hal. 118-120.

Ross, and Wilson., 2001, Anatomy and Physiology In Healthand Illness, 9th ed, Churchill Livingstone, London, pp. 362-363.

Schror, K., and Meyer, K.J., 2000, Cyclooxygenase-2 Inhibition and Side-effects of Non-steroidal Antiinflammatory Drugs in the Gastrointestinal Tract, Current Medicinal Chemistry, 7(11), 1121-1129.

Singh, S., Kaur, M., Singh, A., and Kumar, B., 2014, Pharmacological Evaluation of Non-steroidal Antiinflammatory Drugs in the Gastrointestinal Tract, Current Medicinal Chemistry, 7, 1121-1129.

(62)

Tittel, G., Wagner, H., 1978, High-performance Liquid Chromatographic Separation of Silymarin and Their Determination in Raw Extracts of Silybum marianum Geartn, Journal of Chromatography, 135 (2), 499-501.

Walidah, C., 2014, Uji Efek Amtiinflamasi Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados Secara In Vivo, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Wilmana, P.F., 1995, Analgesik Anti-inflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai, dalam Ganiswara, S.G.(Editor), Farmakologi dan Terapi, edisi V, Bagian Farmakologi-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 207.

Winarsi, H., 2007, Antioksidan Alami dan Radikal Bebas, Kanisius, Yogyakarta, hal.186.

(63)
(64)
(65)
(66)

Lampiran 3. Serbuk Milk Thistle® beserta ekstrak dalam basis Biocream®

Gambar 10. Serbuk Milk Thistle®

Gambar 11. Ekstrak yang dilarutkan dalam basis Biocream®

(67)

Lampiran 4. Hewan uji yang digunakan beserta cara pengukuran edema

Gambar 13. Mencit betina galur Swiss

Gambar 14. Kulit punggung mencit setelah pencukuran

Lampiran 5. Kontrol yang digunakan dalam penelitian

(68)

Gambar 16. Krim Hydrocortisone® yang mengandung 2,5% hidrokortison asetat

sebagai kontrol positif

Lampiran 6. Alat spuit injeksi beserta jangka sorong digital yang digunakan

Gambar 17. Alat spuit injeksi

(69)

Lampiran 7. Tebal lipat kulit pada uji pendahuluan karagenin

Jam ke- Karagenin 1,5% Karagenin 2% Karagenin 3%

0 0.35 1.27 0.75

Lampiran 8. Data AUC dan rata-rata AUC

(70)

KontrolPositif

Ekstrak Milk Thistle® 1,67%

Jam ke- 1 2 3 4 5

Ekstrak Milk Thistle® 2,50%

(71)

Ekstrak Milk Thistle® 3,75%

Jam ke- 1 2 3 4 5

0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 0,11 0,08 0,28 0,16 0,17 2 0,34 0,25 0,76 0,47 0,38 3 0,40 0,32 0,90 0,49 0,39 4 0,32 0,25 0,82 0,35 0,32 5 0,27 0,18 0,72 0,29 0,23 6 0,20 0,11 0,56 0,22 0,16 total AUC 1,63 1,18 4,025 1,97 1,64

Rata-rata AUC ± SE 2,09 ± 0,34

Lampiran 9. Kurva rata-rata selisih tebal lipat kulit punggung mencit pada jam

ke-0 hingga jam ke-6

Keterangan:

Gambar

Tabel 2. Rata-rata persen penghambatan inflamasi (%PI) tiap kelompok
Gambar 18. Alat jangka sorong digital ...........................................................
Gambar 1. Tanaman dan Biji Milk Thistle (Lee and Liu, 2003)
Gambar 2. Struktur kandungan buah Milk thistle berturut-turut silibin (1), silicristin (2), silidianin (3) (Tittel dan Wagner, 1978)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tri wardhana Kesuma : Uji Efek Antiinflamasi Sediaan Topikal Ekstrak Etanol Dan Etil Asetat Rimpang Tumbuhan Kunyit (Curcuma domestica Val.) Terhadap Mencit, 2009. Dasar salep

Infusa daun songgolangit memiliki efek antiinflamasi dalam menurunkan volume udema dari kaki mencit yang terinduksi karagenin 3%.. Dosis infusa daun songgolangit yang dapat

Apakah ekstrak etanol daun trengguli ( Cassia fistula L.) memiliki efek antiinflamasi topikal pada edema kulit punggung mencit betina galur Swiss yang

Pada kelompok ekstrak etanol daun C.cujete dengan konsentrasi 1,67% menunjukkan perbedaan yang tidak berbeda bermakna secara statistik (p&gt;0,05) terhadap kelompok

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektivitas Tween-60 sebagai enhancer dalam sediaan patch topikal antiinflamasi ekstrak etanol kencur terhadap jumlah makrofag

rubiginosa terbukti memiliki efek antiinflamasi topikal yang menunjukkan adanya penghambatan inflamasi dan penurunan jumlah sel neutrofil pada kulit punggung mencit

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak hanya kandungan flavonoid di dalam buah ciplukan matang saja yang dapat dimanfaatkan sebagai agen antiinflamasi, namun

Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa pada kelompok infusa kulit dosis 667,5; 1335; dan 2670 mg/kg BB memiliki persen potensi relatif daya antiinflamasi yang