berbahaya atau agen mikrobiologi dengan respon berupa rubor, calor, dolor, dan tumor. Milk Thistle diketahui memiliki banyak efek farmakologis, salah satunya adalah sebagai antiinflamasi baik pada inflamasi akut maupun inflamasi kronis. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji efek antiinflamasi sediaan topikal, mengukur persen penghambatan inflamasi ekstrak Milk Thistle® sebagai agen antiinflamasi pada kulit punggung mencit betina galur Swiss yang terinduksi karagenin.
Penelitian ini termasuk dalam ekperimental murni rancangan acak lengkap pola searah yang dilakukan pada mencit berumur 6-8 minggu dengan berat badan 20-25 gram. Hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif karagenin 3%, kelompok kontrol positif Hydrocortisone® 2,5%, kontrol basis Biocream®, dan kelompok perlakuan krim ekstrak Milk Thistle® 1,67; 2,5; 3,75% B/B. Krim dioleskan setelah punggung hewan uji diinduksi karagenin, kemudian tiap jam dilakukan pengukuran tebal lipatan kulit punggung hewan uji selama 6 jam pengamatan. Data tebal lipatan kulit dianalisis menggunakan uji Shapiro-Wilk dilanjutkan dengan analisis Kruskall-Wallis dan Post hoc Mann-Whitney.
Persen penghambatan inflamasi (%PI) ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% secara berurutan adalah 74,70; 80,31; dan 81,98%. Konsentrasi 3,75% menunjukkan efek antiinflamasi topikal terbesar. Dengan demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa ektrak Milk Thistle® memiliki efek antiinflamasi topikal terhadap edema kulit punggung mencit terinduksi karagenin.
trauma, hazardous chemicals or microbiological agent, with a response in the form of rubor, calor, dolor and tumor. Milk thistle was known to have many pharmacological effects, one of which is as anti-inflammatory in both acute and chronic inflammation. The aim of this study is to examine the anti-inflammatory effects topical preparations, measuring the percent inhibition of inflammation (% PI) Milk thistle® extract as an anti-inflammatory agent in the back skin of female Swiss strain mice induced by carageenan. The method used is inflammation-associated oedema by measuring back skin fold thickness of mice.
This study is included in a purely experimental study one way randomized design that is performed on 6-8 weeks, 20-25 grams mice. Test animals were divided into 6 groups, the negative control group carageenan 3%, the positive control group Hydrocortisone®, the base control group Biocream® and treatment group the extract of Milk Thistle® cream 1.67; 2.5%; 3.75% b/b. Ethanol extract of Milk Thistle® applied after back of test animals was induced by 0,2 ml of 3% carageenan, then every hour middorsal skin folds thickness was measured over 6 hour observation. Skin folds thickness data were analyzed using the Shapiro-Wilk test continued with Kruskal-Wallis analysis and Post hoc Mann-Whitney.
Percent inhibition of inflammation (%PI) extract of Milk Thistle® from the concentration 1.67; 2.5; and 3.75% w/w respectively was 74.70; 80.31; dan 81.98%. The 3.75% concentration showed the greatest topical anti-inflammatory effect. Based on linear regression between log concentration of Milk Thistle® extract. The results above showed that extract of Milk Thistle® has topical anti-inflammatory effect of mice back skin oedema induced by carrageenan.
i
UJI ANTIINFLAMASI TOPIKAL EKSTRAK MILK THISTLE® PADA EDEMA PUNGGUNG MENCIT BETINA TERINDUKSI KARAGENIN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
oleh :
Farra Ayu Efariyanti
NIM : 128114066
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Jangan berfikir terlalu rumit, semua yang hebat selalu
dimulai dari yang sederhana tapi tulus”
vii
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat, rahmat, dan
penyertaan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penelitian dan
penulisan skripsi yang berjudul “Uji Antiinflamasi Topikal Ekstrak Milk Thistle®
pada Edema Punggung Mencit Betina Terinduksi Karagenin”. Skripsi ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S.Farm) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penyusunan skripsi ini banyak melibatkan berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu drh. Sitarina Widyarini, MP, Ph.D., selaku pembimbing utama atas
bimbingan, waktu, kesabaran, motivasi, dukungan, dan pengarahan serta
masukan bagi penulis selama proses penelitian dan penyusunan skripsi
berlangsung.
2. Prof. Dr.C.J.Soegihardjo, Apt. selaku pembimbing pendamping atas segala
dukungan dan masukan yang telah diberikan kepada penulis dalam proses
penelitian.
3. Bapak Yohanes Dwiatmaka M.Si dan Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt,
selaku dosen penguji skripsi atas bantuan dan masukan kepada penulis demi
viii
4. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin dalam
penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.
5. Pak Heru, Pak Kayat, dan Pak Andri serta semua staf laboratorium Farmasi
yang telah bersedia membantu penulis dalam penelitian di laboratorium
selama penelitian berlangsung.
6. Kedua Orang tua, Fadillah Zaman Ali dan Ely Wati yang selalu memberikan
semangat, kasih sayang, doa, dan dukungan baik secara materi maupun
non-materi sehingga penulis tetap bersemangat dalam penusunan skripsi ini.
7. Adik tercinta, Marsha Orlanda Fadillah Zaman Ali yang selalu memberikan
motivasi serta dukungan selama proses penyusunan skripsi ini.
8. Ryan Vreedriik Siregar yang selalu mendukung, memotivasi, menyemangati,
dan mendoakan yang terbaik untuk penulis.
9. Teman-teman satu kelompok penelitian, Kathrin, Dui, Rury, dan Monika atas
bantuan, kebersamaan, kerja sama, dan suka duka selama penelitian
berlangsung.
10.Sahabat-sahabatku Dikna, Tiara, Rivo, Valentina, Ci Shiro yang telah
menemani dengan canda, tawa, senang, dan sedih bersama.
11.Teman-teman angkatan 2012 terutama FSM-B dan FKK-A atas
kebersamaannya selama ini.
12.Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang turut
ix
Penulis menyadari bahwa laporan akhir skripsi yang disusun oleh penulis
masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Untuk itu, penulis mohon
maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam laporan akhir
skripsi ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi
xi
5. Kandungan kimia Milk Thistle ... 8
B. Kulit ... 10
BAB III. METODE PENELITIAN ... 19
A. Jenis Rancangan Penelitian ... 19
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 19
1. Variabel Penelitian ... 19
2. Definisi Operasional ... 19
C. Bahan Penelitian ... 21
D. Alat Penelitian ... 22
xii
mencit... 22
2. Tata Cara Penelitian ... 22
1. Pembuatan konsentrasi karagenin ... 22
2. Orientasi pemberian karagenin ... 22
3. Pembuatan krim ekstrak Milk Thistle® 1,67; 2,5; dan 3,75% ... 23
4. Penyiapan Hewan Uji ... 23
5. Pengujian dengan Krim ekstrak Milk Thistle® ... 24
3. Tata Cara Hasil Analisis ... 26
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
A. Determinasi Tanaman ... 28
B. Uji Pendahuluan Karagenin ... 28
C. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Milk Thistle® ... 30
D. Rata-rata AUC Total dan Persen Penghambatan Inflamasi (%PI) Ekstrak Milk Thistle® Secara Topikal ... 32
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39
A. Kesimpulan ... 39
B. Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
LAMPIRAN ... 43
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Rata-rata AUC total tiap kelompok perlakuan ... 32
Tabel 2. Rata-rata persen penghambatan inflamasi (%PI) tiap kelompok
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman dan biji Milk Thistle ... 6
Gambar 2. Struktur kandungan Milk Thistle berturut-turut Silibin (1), Silicristin (2), Silidianin (3) ... 9
Gambar 3. Struktur komponen utama tanaman Milk Thistle ... 10
Gambar 4. Perubahan asam arakidonat dan perannya dalam inflamasi, serta target aksi obat-obat antiinflamasi ... 15
Gambar 5. Skema jalannya penelitian ... 25
Gambar 6. Kurva rata-rata tebal lipat kulit hasil uji pendahuluan karagenin 1,5; 2: dan 3% ... 29
Gambar 7. Kurva rata-rata selisih tebal lipat kulit punggung mencit pada jam ke-0 hingga jam ke-6 ... 32
Gambar 8. Diagram batang persen penghambatan inflamasi (%PI) masing-masing kelompok perlakuan ... 35
Gambar 9. Bagan aktivitas, mekanisme, dan efek anti-inflamasi flovonoid dalam proses inflamasi ... 38
Gambar 10. Serbuk buah Milk Thistle® ... 46
Gambar 11. Ekstrak yang dicampurkan dalam basis Biocream® ... 46
Gambar 12. Serbuk Karagenin ... 46
Gambar 13. Mencit betina galur swiss ... 47
Gambar 14. Kulit punggung mencit setelah pencukuran ... 47
xv
Gambar 16. Krim Hydrocortisone® yang mengandung 2,5% hidrokortison
asetat sebagai kontrol positif ... 48
Gambar 17. Alat spuit injeksi ... 48
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sertifikat analisis dari NATUREX (Ultimate Botanical
Benefits) ... 44
Lampiran 2. Surat Ethical Clirens ... 45
Lampiran 3. Serbuk ekstrak Milk Thistle® beserta ekstrak dalam basis
Biocream® ... 46 Lampiran 4. Hewan uji yang digunakan beserta cara pengukuran edema ... 47
Lampiran 5. Kontrol yang digunakan dalam penelitian ... 47
Lampiran 6. Alat spuit injeksi beserta jangka sorong digital yang digunakan.. 48
Lampiran 7. Tebal lipat kulit pada uji pendahuluan karagenin ... 49
Lampiran 8. Data AUC dan rata-rata AUC ... 49
Lampiran 9. Kurva rata-rata selisi tebal lipat kulit punggung mencit pada
jam ke-0 hingga jam ke-6 ... 51
Lampiran 10. Rata-rata AUC total tiap kelompok perlakuan ... 52
Lampiran 11. Data perhitungan persen penghambatan inflamasi (%PI) ... 52
Lampiran 12. Rata-rata persen penghambatan inflamasi (%PI) tiap kelompok
perlakuan dan hasil uji analisis Mann-Whitney ... 54
xvii
INTISARI
Inflamasi merupakan respon normal pertahanan tubuh terhadap trauma fisik, zat kimia berbahaya atau agen mikrobiologi dengan respon berupa rubor, calor, dolor, dan tumor. Milk Thistle diketahui memiliki banyak efek farmakologis, salah satunya adalah sebagai antiinflamasi baik pada inflamasi akut maupun inflamasi kronis. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji efek antiinflamasi sediaan topikal, mengukur persen penghambatan inflamasi ekstrak Milk Thistle® sebagai agen antiinflamasi pada kulit punggung mencit betina galur Swiss yang terinduksi karagenin.
Penelitian ini termasuk dalam ekperimental murni rancangan acak lengkap pola searah yang dilakukan pada mencit berumur 6-8 minggu dengan berat badan 20-25 gram. Hewan uji dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif karagenin 3%, kelompok kontrol positif Hydrocortisone® 2,5%, kontrol basis Biocream®, dan kelompok perlakuan krim ekstrak Milk Thistle® 1,67; 2,5; 3,75% B/B. Krim dioleskan setelah punggung hewan uji diinduksi karagenin, kemudian tiap jam dilakukan pengukuran tebal lipatan kulit punggung hewan uji selama 6 jam pengamatan. Data tebal lipatan kulit dianalisis menggunakan uji Shapiro-Wilk dilanjutkan dengan analisis Kruskall-Wallis dan Post hoc Mann-Whitney.
Persen penghambatan inflamasi (%PI) ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% secara berurutan adalah 74,70; 80,31; dan 81,98%. Konsentrasi 3,75% menunjukkan efek antiinflamasi topikal terbesar. Dengan demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa ektrak Milk Thistle® memiliki efek antiinflamasi topikal terhadap edema kulit punggung mencit terinduksi karagenin.
xviii
ABSTRACT
Inflammation was a normal response of the body's defense system against physical trauma, hazardous chemicals or microbiological agent, with a response in the form of rubor, calor, dolor and tumor. Milk thistle was known to have many pharmacological effects, one of which is as anti-inflammatory in both acute and chronic inflammation. The aim of this study is to examine the anti-inflammatory effects topical preparations, measuring the percent inhibition of inflammation (% PI) Milk thistle® extract as an anti-inflammatory agent in the back skin of female Swiss strain mice induced by carageenan. The method used is inflammation-associated oedema by measuring back skin fold thickness of mice.
This study is included in a purely experimental study one way randomized design that is performed on 6-8 weeks, 20-25 grams mice. Test animals were divided into 6 groups, the negative control group carageenan 3%, the positive control group Hydrocortisone®, the base control group Biocream® and treatment group the extract of Milk Thistle® cream 1.67; 2.5%; 3.75% b/b. Ethanol extract of Milk Thistle® applied after back of test animals was induced by 0,2 ml of 3% carageenan, then every hour middorsal skin folds thickness was measured over 6 hour observation. Skin folds thickness data were analyzed using the Shapiro-Wilk test continued with Kruskal-Wallis analysis and Post hoc Mann-Whitney.
Percent inhibition of inflammation (%PI) extract of Milk Thistle® from the concentration 1.67; 2.5; and 3.75% w/w respectively was 74.70; 80.31; dan 81.98%. The 3.75% concentration showed the greatest topical anti-inflammatory effect. Based on linear regression between log concentration of Milk Thistle® extract. The results above showed that extract of Milk Thistle® has topical anti-inflammatory effect of mice back skin oedema induced by carrageenan.
1
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat
mikrobiologi. Inflamasi dapat juga diartikan sebagai usaha tubuh untuk
mengaktivasi atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan,
dan mengatur perbaikan jaringan. Tanda-tanda inflamasi adalah kemerahan,
bengkak, panas, nyeri, dan hilangnya fungsi (Mycek, Harvey, dan Champe, 2001).
Inflamasi pada umumnya dibagi dalam tiga fase yaitu : peradangan akut,
respon imun dan peradangan kronis. Peradangan akut adalah respon awal dari
luka jaringan, yang diperantai oleh pelepasan autokoid dan biasanya mendahului
perkembangan respons imun. Pengobatan pasien dengan inflamasi mempunyai
dua tujuan utama, yaitu: meringankan rasa nyeri, yang sering kali gejala awal
yang terlihat dan keluhan utama yang terus menerus dari pasien. Selain itu juga
memperlambat atau membatasi proses kerusakan jaringan (Martini, Lim, dan
Yule, 2009).
Penderita inflamasi melakukan banyak cara pengobatan agar mengurangi
atau bahkan mengobati rasa yang dianggap kurang nyaman akibat inflamasi yang
terjadi, diantaranya adalah pemberian obat antiinflamasi non steroid (AINS)
secara per oral. Namun, untuk penggunaan obat antiinflamasi golongan non
mengiritasi lambung dikarenakan ketidakselektifan terhadap enzim silooksigenase
(COX). Hampir semua obat AINS bekerja pada kedua isoform dari enzim
siklooksigenase sehingga senyawa proteksi lambung yang seharusnya dihasilkan
oleh enzim siklooksigenase-1 (COX-1) dihambat pembentukannya (Schror and
Meyer, 2000). Oleh karena itu, satu hal yang perlu diperhatikan yaitu dengan
mengubah jalur pemberian obat secara per oral menjadi pemberian secara topikal
karena pemberian secara topikal dianggap lebih mudah, cepat, mengurangi first
pass effect dan lebih praktis sebagai pertolongan pertama dalam mengatasi peradangan dibandingkan dengan pemberian obat-obat golongan AINS yang
diberikan secara oral (Ganiswarna, 1995).
Banyak tanaman yang dapat digunakan untuk mencegah maupun
mengobati berbagai macam penyakit. Namun, banyak pula masyarakat yang
belum mengetahui bahkan mengenal manfaat dari suatu tanaman yang mampu
mengurangi bahkan mengobati suatu penyakit, misalnya inflamasi atau
peradangan yang sering terjadi dimasyarakat. Oleh karena itu, penelitian tanaman
yang memiliki kandungan sebagai antiinflamasi mulai dikembangkan untuk
menambah informasi terkait khasiat dari suatu tanaman.
Silybum marianum (milk thistle) merupakan tanaman tahunan atau dua tahunan di Eropa dan juga ditemukan di beberapa bagian Amerika Serikat.
Tumbuh ditanah berbatu dengan ketinggian tiga sampai sepuluh kaki. batang
berdiri tegak, daun berduri (Bisset, 1994).
Penelitian yang dilakukan oleh Balian, Ahmad, dan Zafar (2006)
tikus betina galur wistar dengan berat 150-200 g dan perlakuan dilakukan dengan
dosis 100mg/kg dan dengan rute oral, kemudian dibandingkan dengan efek
antiiflamasi yang terdapat pada ekstrak daun kalus dengan dosis dan rute
pemberian yang sama. Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah efek
antiinflamasi yang dihasilkan oleh ekstrak daun S. marianum lebih besar
dibandingkan dengan ekstrak daun kalus.
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian mengenai efek anti-inflamasi
topikal ekstrak Milk Thistle® terhadap edema punggung mencit terinduksi
karagenin 3% menarik untuk dilakukan dan penting untuk menambahkan
informasi baru yang dapat berguna untuk masyarakat.
1. Rumusan masalah
a. Apakah ekstrak Milk Thistle® memiliki efek antiinflamasi topikal pada
edema kulit punggung mencit betina yang diinduksi karagenin?
b. Berapakah persen penghambatan inflamasi ekstrak Milk Thistle® sebagai
agen antiinflamasi terhadap edema kulit punggung mencit betina?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang dilakukan Dixit, Baboota, Kohli, Ahmad, dan Ali (2009)
melaporkan bahwa Biji milk thistle dan ekstrak silymarin yang terkandung
dalam biji milk thistle yang memberikan efek inflamasi dan anti reumatik.
Dalam kandungan milk thistle terdapat komponen antioksidan yang cukup
pro-inflamasi. Silymarin dan silibinin menghambat proses inflamasi dengan
menghambat migrasi neutrofil dan sel Kuppfer. Silymarin dan silibin juga
menghambat pembentukan mediator inflamasi yaitu prostaglandin dan
leukotrien utama (dengan menghambat jalur 5-lipoxigenase) dan pelepasan
histamin dari basofil.
Dehmlow, Erhard, dan De Groot (1996) melaporkan bahwa efek silybin
yang terkandung pada buah milk thistle menghambat sintesis leukotrien B4
dengan konsentrasi (IC50 15umol /Ll) pada sel Kupffer tikus. Namun tidak
berpengaruh pada pembentukan prostaglandin E2 konsentrasi 100 umol /Ll.
Pada uji in vitro leukosit polimorfonuklear manusia silybin mempunyai
aktivitas anti - inflamasi dengan menghambat pembentukan hidrogen
peroksida.
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian dapat menambah informasi dan pengetahuan mengenai
efek antiinflamasi ekstrak Milk Thistle® yang diberikan secara topikal.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai fungsi ekstrak Milk Thistle® sebagai agen antiinflamasi
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antiinflamasi yang
terdapat pada ekstrak Milk Thistle® secara topikal.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui aktivitas efek antiinflamasi topikal ekstrak Milk Thistle® pada
edema punggung mencit betina yang terinduksi karagenin.
b. Mengetahui persen (%) penghambatan inflamasi dari ekstrak Milk Thistle®
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tanaman Milk Thistle
Gambar 1. Tanaman dan Biji Milk Thistle (Lee and Liu, 2003)
1. Klasifikasi tanaman
Domain : Eukaryota
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridaeplantae
Phylum : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Asteridae
Superorder : Asteranae
Order : Asterales
Genus : Silibum
Species : S. marianum
Botanical name : Silybum marianum ( L. ) Gaertn
(Kumar Tekeshwar, Yogesh, Shiv, Arvind, dan Tripathi, 2011).
2. Nama daerah
Belanda : Mariendistel, Vrouwendistel
Inggris : thistle Kudus, thistle Lady, thistle Susu
Perancis : Artichautsauvage, Chardon marie
Jerman : Feedistel, Mariendistel, Silberdistel
Yunani : Silybon
Italia : Cardodel latte, Cardomariano
Malta : thistle Blessed
Rumania : Armurariu
Rusia : Ostropestro
Spanyol : Cardolechal, Cardolechero
Swedia : Sempertin
(Anonim b, 2015)
3. Deskripsi tanaman
Tanaman Milk Thistle merupakan tanaman yang mempunyai akar tunggang
dan terkadang berserat. Memiliki tinggi batang 20-150 cm, sedikit berbulu halus
dan di bagian atasnya bercabang. Daunnya besar, berwarna putih berurat, berbulu
dan bulat, dan setiap pucuk batang atau cabang memiliki satu bunga, sedangkan
pada bagian buah memiliki kulit yang keras dan kering dengan panjang 6-8 mm
dan umumnya berwarna coklat (Kumar, dkk., 2011).
4. Kegunaan
Milk thistle merupakan tanaman obat yang umumnya dikenal sebagai Milk-thistle, atau thistle St. Mary. ekstrak yang dilaporkan memiliki hepatoprotektif,
antioksidan, antikanker, antiinflamasi dan antidiabetes ini berisi flavonolignan
Silymarin, yang merupakan prinsip bioaktif yang penting memiliki antikanker,
antiinflamasi, antioksidan, dan efek imunomodulator (Balian, Ahmad, dan Zafar,
2006).
5. Kandungan kimia
Kandungan kimia utama Milk Thistle termasuk flavolignans (silymarin),
tyramine, histamin, asam linoleat gamma, minyak esensial, lendir, dan prinsip
pahit. Buah kering Milk Thistle mengandung kompleks flavonoid yang dikenal
sebagai silymarin - konstituen bertanggung jawab atas manfaat kesehatan dari
tanaman. Ekstrak utama Milk Thistle, silymarin (4% sampai 6% di buah matang),
terdiri dari beberapa flavonolignans polifenol. Komponen utama (60%) adalah
silybin (juga dikenal sebagai silibinin atau silybinin), dan juga yang paling aktif secara biologis; komponen lainnya termasuk silichristin (juga dikenal sebagai
silychristin, silycristine atau silicristin), stimulan metabolik, dan silydianin (gambar 2.). Silymarin ditemukan dalam konsentrasi tertinggi dalam buah
1 2 3
Gambar 2. Struktur kandungan buah Milk thistle berturut-turut silibin (1), silicristin (2), silidianin (3) (Tittel dan Wagner, 1978). Penelitian yang dilakukan oleh Lee and Liu (2003) juga menyatakan bahwa
ditemukan Komponen utama dari silymarin adalah silybin A, B silybin,
isosilybin A, B isosilybin, silychristin A, B dan silychristin silydianin (Gambar
3.). Enam senyawa pertama terdapat campuran sebagai molar yang sama sebagai
diastereoisomer trans. Diastereomer ini memiliki spektrum 1H dan 13C NMR.
Ditemukan juga beberapa senyawa kimia lainnya dari buah Milk thistle
diantaranya adalah dehydrosilybin, desoxysilychristin, desoxysilydianin,
Gambar 3. Struktur komponen utama tanaman Milk thistle (Lee and Liu, 2003)
B. Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Secara embriologis kulit
berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang
merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang
berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan
Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain
menjalin kelangsungan hidup secara umum, yaitu sebagai fungsi proteksi dimana
kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis ataupun mekanik,
misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan
iritasi. Kulit juga penting sebagai mekanisme pertahanan non spesifik yang
bertindak sebagai penghalang terhadap invasi oleh mikroba, bahan kimia, agen
fisik seperti trauma ringan maupun sinar ultraviolet (Ross and Wilson, 2001).
Adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut jaringan
penunjang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Kulit juga
berfungsi sebagai proteksi rangsangan kimia karena sifat stratum korneum yang
impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air. Kulit juga berperan dalam
fungsi absorbsi, fungsi pengatur panas, fungsi eksresi, fungsi keratinasi, serta
fungsi pembentukan vitamin D (Syaifuddin, 2006).
Pada orang dewasa luas permukaan kulit sekitar 1,5 sampai 2 m2. Kulit
dilengkapi dengan kelenjar, rambut maupun kuku. Kulit memiliki dua lapisan
utama yaitu lapisan epidermis dan lapisan dermis serta diantara kulit dan struktur
yang mendasari kulit terdapat lapisan lemak subkutan (Ross and Wilson, 2001).
C.Inflamasi
Menurut Baratawidjaja dan Rengganis (2012), Inflamasi merupakan
respon fisiologis terhadap kerusakan jaringan akibat berbagai rangsangan yang
merugikan, baik rangsangan kimia maupun mekanis. ketika proses inflamasi
darah putih (leukosit), dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera
jaringan atau infeksi.
Pada proses inflamasi terjadi reaksi vaskular, sehingga cairan,
elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia terkumpul pada
tempat yang cedera untuk menetralkan dan menghilangkan agen-agen berbahaya
serta untuk memperbaiki jaringan yang rusak (Pearce, 2009). Tanda-tanda
inflamasi meliputi kerusakan mikrovaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler,
dan migrasi leukosit ke daerah inflamasi.
Mekanisme inflamasi sangat dipengaruhi oleh senyawa dan mediator
yang dihasilkan oleh asam arakidonat. Apabila membran sel mengalami
kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim
fosfolipase kemudian diaktifkan untuk mengubah fosfolipid yang terdapat di
membran sel tersebut menjadi asam arakidonat. Asam arakidonat dapat
dimetabolisme dalam dua jalur yaitu jalur siklooksigenase dan jalur
lipooksigenase (Wilmana, 1995). Kerusakan sel inilah yang pada umunya dapat
memicu proses terjadinya pembebasan asam arakidonat. Asam arakidonat ini
merupakan suatu asam lemak 20-karbon yang merupakan prekursor dari
prostaglandin.
Metabolit asam arakidonat yang disebut eikosanoid dapat
dimetabolisme melalui beberapa jalur diantaranya yaitu :
a. Melalui asam lemak siklooksigenase (COX). Siklooksigenasi (COX)
inilah yang nantinya akan mengubah asam arakidonat menjadi
prostaglandin dan tromboksan.
b. Melalui lipooksigenase, beberapa lipooksiganenase dapat bekerja pada
asam arakidonat untuk membentuk 5-HPETE, 12-HPETE yang merupakan
turunan peroksidasi tidak stabil yang dikonversi menjadi turunan
hidroksilasi yang sesuai atau menjadi leukotrien atau lipoksin, tergantung
pada jaringan (Mycek, Harvey, dan Champe, 2001).
Dalam jalur siklooksigenase akan dihasilkan prostaglandin D2 (PGD2), prostaglandin E2 (PGE2), prostaglandin F2α (PGF2α), prostasiklin (PGI2) dan
tromboksan A2 (TXA2). Produk-produk yang dihasilkan tersebut berasal dari prostaglandin H2 (PGH2) yang dipengaruhi oleh kerja enzim yang spesifik. PGH2 sangat tidak stabil, merupakan prekursor hasil akhir biologi aktif jalur
siklooksigenase. Beberapa enzim mempunyai distribusi jaringan tertentu.
Misalnya trombosit mengandung enzim tromboksan sintetase sehingga produk
utamanya adalah TXA2. TXA2 merupakan agen agregasi trombosit yang kuat dan vasokontriktor (Kumar, dkk., 2005).
Prostaglandin E2 (PGE2) merupakan hiperalgesik yang dapat menyebabkan kulit sensitif terhadap rangsangan yang menyakitkan. Prostagandin
D2 (PGD2) merupakan trombosit utama dari jalur siklooksigenase pada sel mast,
bersama dengan PGE2 dan PGF2α yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan meningkatakan permeabilitas venula postcapillary sehingga berpotensi terjadinya
pembentukan edema. Siklooksigenas-1 (COX-1) diproduksi sebagai respon
tetap dan tidak dipengaruhi oleh stimulus. Siklooksigenase-1 (COX-1) berperan
normal dalam tubuh untuk menghasilkan prostaglandin yang dibutuhkan oleh
tubu dan bertanggung jawab untuk memproduksi prostaglandin yang terlibat
dalam peradangan serta menjaga fungsi homeostatis seperti keseimbangan cairan
dan elektrolit di ginjal maupun sebagai sitoproteksi pada saluran cerna. Selain
prostaglandin, COX-1 juga mengkatalis pembentukan tromboksan A2 (TXA2) yang
dapat meningkatkan agregasi platelet dan menimbulkan vasokontriksi.
Sebaliknya, COX-2 bersifat indusibel, dimana keberadaannya dipengaruhi oleh
adanya stimulus. Siklooksigenase (COX-2) merangsang produkai prostaglandin
(PGI2) yang terlibat dalam proses peradangan. Selain menghasilkan
prostaglandin, COX-2 juga menghasilkan pembentukan prostasiklin yang dapat
menurunkan agregasi platelet (Kumar, dkk., 2005). Peran asam arakhidonat
Gambar 4. Perubahan asam arakhidonat dan perannya dalam inflamasi, serta target aksi obat-obat antiinflamasi (Kumar, dkk., 2005)
D. Antiinflamasi (Obat)
Obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (AINS) umumnya mengacu pada
obat yang menekan inflamasi seperti steroid, namun tanpa efek samping steroid.
Berbeda dengan steroid yang bekerja untuk mencegah pembentukan asam
arakhidonat pada membran sel, obat AINS secara umum tidak menghambat
biosintesis leukotrien, yang diketahui ikut berperan dalam inflamasi (Wilmana,
1995).
Mekanisme penghambatan inflamasi dari golongan obat kortikosteroid
yaitu dengan cara mengurangi aktivitas fosfolipase A2 dan meningkatkan lipooksigenase serta mengurangi terbentuknya leukotrin sehingga dapat
golongan obat NSAID yaitu dengan cara mengikat siklooksigenase (COX).
Siklooksigenase (COX) berfungsi mengkonversi asam arakidonat menjadi
prostaglandin, tromboksan, dan postasiklin yang akan merangsang timbulnya
tanda-tanda inflamasi. Dengan dihambatnya COX tersebut oleh golongan obat
NSAID maka dapat mengurangi bahkan menghilangkan tanda-tanda inflamasi
(Priyanto, 2010).
E. Karagenin
Karagenin adalah suatu turunan dari polisakarida yang di dalam tubuh
dekenali sebagai suatu benda asing yang dapat menginduksi terjadinya inflamasi
melalui berbagai macam mekanisme. Pada jaringan ikat, fosfolipid membran sel
mast akan dirangsang oleh karagenin untuk menghasilkan asam arakidonat yang
dibantu dengan enzim fofolipase A2 yang nantinya akan menghasilkan berbagai
macam mediator-mediator inflamasi dengan bantuan dari Reactive Oxygen
Species (ROS) (Walidah, 2014).
Mekanisme dari induksi karagenin yang dapat menyebabkan inflamasi
terhadap dua tahap yaitu pada tahap pertama terkait dengan pelepasan histamin,
serotonin dan bradikinin. Mediator-mediator tersebut yang pertama kali
terdeteksi pada fase awal. Tahap kedua disebabkan karena kelebihan produksi
prostaglandin pada jaringan dan berhubungan juga dengan pelepasan bradikinin,
F. Biocream®
sediaan obat topikal merupakan sediaan obat yang mengandung dua
komponen dasar, yaitu zat pembawa dan zat aktif. Zat aktif merupakan
komponen bahan topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa
merupakan bagian inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat
yang membawa bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa ini
mudah untuk dioleskan, mudah debersihkan serta tidak mengiritasi. Salah satu
bahan pembawa yang dapat digunakan misalnya biocream®. biocream® bersifat ambifilik berkhasiat sebagai W/O atau O/W (yahendri dan yenny, 2012).
Biocream merupakan system emulsi yang stabil dengan distribusi lemak
dan air yang merata. Biocream® menggabungkan sifat-sifat emulsi minyak dalam air atau emulsi air dalam minyak. Biocream dapat dicampur dengan air, zat-zat
yang larut dalam air, lemak, maupun zat-zat yang larut dalam lemak, tanpa
mengganggu stabilitasnya, sehingga sangat sesuai dengan kondisi fisiologis kulit
dan tidak mengandung zat-zat alergen (Ikatan Apoteker Indonesia, 2012).
G. Landasan teori
Inflamasi didefinisikan sebagai reaksi peradangan local pada jaringan
tehadap infeksi atau cidera yang melibatkan lebih banyak mediator disbanding
respon imun yang didapat. Tetapi apabila respon inflamasi ini tidak dikontrol
dapat menyebabkan penyakit akut dan kronis lanjutan, seperti asma dan
rheumatoid arthritis. Gejala dari inflamasi antara lain rubor, calor, tumor, dolor,
Terapi farmakologi yang sering diberikan untuk mengatasi inflamasi
adalah dengan pemberian obat NSAID. Obat golongan ini memiliki mekanisme
menghambat COX-1 dan COX-2 sehingga mediator inflamasi prostaglandin tidak
terbentuk. adanya efek samping obat tradisional atau obat herbal sering kali
menjadi pilihan utama dalam menangani inflamasi. salah satunya adalah Milk
Thistle.
Silymarin merupakan kandungan utama dari Milk Thistle di mana
silymarin tersebut dapat juga berperan dalam efek anti inflamasi. Pada Certificate of Analysis (COA) disebutkan bahwa kandungan silymarin yang terdapat pada
ekstrak yaitu sebesar >80 %.
Pengujian aktivitas antiinflamasi secara topikal dilakukan dengan
pengukuran tebal kulit punggung mencit yang telah terinduksi karagenin yang
dilakukan setiap jam selama enam jam. Adanya penurunan edema pada kelompok
perlakuan ekstrak Milk Thistle® dibandingkan dengan kelompok kontrol karagenin menunjukkan bahwa ekstrak Milk Thistle® memiliki efek antiinflamasi topikal.
H. Hipotesis
Ekstrak Milk Thistle® memiliki aktivitas antiinflamasi yang ditunjukkan
dengan berkurangnya tebal edema kulit punggung mencit yang terinduksi
19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang efek antiinflamasi topikal ekstrak Milk Thistle® pada mencit betina galur Swiss merupakan jenis penelitian eksperimental murni
dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Oprasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel utama
1) Variabel bebas : konsentrasi ekstrak Milk Thistle®
2) Variabel tergantung : tebal edema kulit punggung mencit
b. Variabel pengacau :
1) Variabel pengacau terkendali
a) Subyek uji : mencit betina galur Swiss
b) Umur : 2-3 bulan
c) Berat badan : 20-25 gram
d) Keadaan subyek : sehat
2) Variabel pengacau tak terkendali : kondisi patofisiologi mencit
yang digunakan dalam penelitian.
2. Definisi operasional
a. Konsentrasi ekstrak Milk Thistle® berupa sejumlah berat ekstrak
digunakan dengan satuan g/g (b/b). Konsentrasi yang digunakan
yaitu 1,67; 2,5; dan 3,75%.
b. Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap adanya benda asing.
Respon inflamasi berupa merah, nyeri, bengkak, perubahan fungsi,
dan panas. Dalam hal ini, yang diamati berupa edema pada kulit
punggung mencit.
c. Tebal edema merupakan tebal lipat kulit punggung mencit yang
meningkat dari tebal lipat kulit punggung normal setiap 1 jam
selama 6 jam setelah diinjeksikan karagenin 3% yang diukur
dengan menggunakan jangka sorong digital.
d. Efek antiinflamasi adalah kemampuan suatu zat uji (ekstrak Milk
Thistle®) dalam mengurangi edema pada kulit punggung mencit akibat injeksi karagenin 3% secara subkutan.
e. Uji antiinflamasi adalah uji yang menggunakan mencit betina galur
Swiss sebagai hewan uji yang diradangkan pada kulit punggung
mencit dan diukur ketebalan lipat kulit punggungnya (reaksi edema
yang terjadi) mengunakan jangka sorong digital dan dibandingkan
dengan perlakuan topikal ekstrak Milk Thistle®
f. Pemberian topikal adalah pemberian seri konsentrasi ekstrak Milk
Thistle® dengan cara mengoleskannya pada kulit punggung mencit setelah diinjeksikan dengan karagenin 3%.
g. Konsentrasi optimum adalah konsentrasi tertinggi dari ekstrak Milk
dari % penghambatan inflamasi yang berbeda bermakna dengan
kelompok kontrol negatif dan kontrol Biocream®.
h. Injeksi subkutan adalah injeksi yang dilakukan pada jaringan
dibawah kulit punggung mencit.
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Hewan uji : mencit betinaa galur Swiss, dengan umur 2-3 bulan, berat
badan 20-30 gram yang diperoleh dari Laboratorium Imunologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bahan uji : ekstrak Milk Thistle® diperoleh dari NATUREX
3. Zat Inflamatogen : Karagenin tipe 1 (Sigma Chemical Co) yang
diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas
Farmasi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
4. NaCl fisiologi 0,9% sebagai pelarut karagenin diperoleh dari
Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
5. Biocream® yang diproduksi oleh Merck diperoleh dari Apotek K-24 jalan Seturan Raya 101 A Catur Tunggal, Yogyakarta.
D. Alat atau Instrument penelitian Alat-alat yang digunakan dalam ini terdiri dari :
1. Alat induksi dan pengukuran edema kulit punggung mencit dan
lain-lain
a. Neraca analitik
b. Alat pencukur bulu mencit
c. Spuit injeksi 1 ml
d. Stopwatch
e. Jangka sorong Digital Caliper “Wipro”
f. Mortir dan stamper
E. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan konsentrasi karagenin
Karagenin 1,5 ;2 ; dan 3% dibuat dengan melarutkan
masing-masing 0,375 ; 0,5 ; 0,75g karagenin dalam sedikit NaCl fisiologis
0,9% dalam gelas beaker kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25
ml, selanjutnya ditambahkan NaCl fisiologis 0,9% hingga tanda.
2. Orientasi pemberian karagenin
Mencit yang digunakan sebanyak 3 ekor. Mencit dibagi menjadi 3
kelompok berdasarkan konsentrasi karagenin, yaitu kelompok
pemberian karagenin 1,5, 2, dan 3 % dengan masing-masing volume
pemberian 0,2 ml secara subkutan. Sebelum diinjeksikan karagenin,
diukur sebelum pemberian karagenin dan sesudah pemeberian
karagenin setiap 1 jam selama 6 jam. Edema pada kulit punggung
mencit dari pemberian karagenin yang mengalami peningkatan tebal
kulit sebesar 2-3 kali dari tebal awal dipilih sebagai konsentrasi
penginduksi karagenin.
3. Pembuatan krim ekstrak Milk Thistle® 1,67; 2,5; dan 3,75%
Ekstrak Milk Thistle® 1,67; 2,5; dan 3,75% dibuat dengan
menimbang ekstrak Milk Thistle® seberat 0,835; 0,125; dan 0,1875 g
dilarutkan dalam 5 g basis Biocream.
4. Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 33 ekor mencit betina galur
Swiss, umur 2-3 bulan, berat badan 20-25 g. Hewan uji dibagi secara
acak menjadi dua kelompok, kelompok untuk pra-studi sebanyak 3
ekor mencit dan kelompok perlakuan terdiri dari enam kelompok
perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif,
kelompok kontol Biocream, kelompok tiga seri konsentarasi ekstrak
Milk Thistle® (1,67; 2,5; dan 3,75%) dan masing-masing kelompok terdiri 5 ekor mencit. Penelitian dengan menggunakan hewan uji ini
telah mendapatkan Medical and Health Research Ethics Committe
(MHREC) Facultas Kedokteran Universitaas Gadjah Mada dengan Ref
5. Pengujian dengan krim ekstrak Milk Thistle®
Sebanyak 30 ekor mencit betina dibagi secara acak menjadi enam
kelompok perlakuan. Kelompok 1 (kontrol negatif), kelompok 2
(kontrol biocream®), kelompok 3 (kontrol positif), kelompok 4
(ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 1,67%), kelompok 5
(ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 2,5%), dan kelompok 6
(ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 3,75%) dengan
masing-mnasing 5 ekor mencit, dicukur bulu pada bagian punggungnya dan
dibiarkan selama satu hari kemudian diinjeksikan dengan karagenin
dengan konsentrasi 3% dan diukur edema yang muncul dengan jangka
sorong setiap 6 jam.
Mencit kelompok 1 hanya diinjeksikan dengan karagenin, mencit
kelompok 2 dioleskan dengan biocream® (basis ekstrak), mencit
kelompok 3 dioleskan dengan hidrokortison asetat 2,5% sedangkan
mencit kelompok 4, 5, dan 6 dioleskan dengan tiga peringkat seri
konsentrasi ekstrak Milk Thistle® serta dilihat penghambahtan imflamasinya dengan mengukur edema yang mengempis dengan
jangka sorong setiap jam selama 6 jam. Masing-masing dari ekstrak
Milk Thistle® dengan tiga seri konsetrasi (1,67; 2,5; 3,75%) dan krim hidrokortison asetat 2,5% ditimbang seberat 0,1 gram dan dioleskan
pada area suntikan karagenin. Skema jalannya penelitian dapat dilihat
Gambar 5. Skema jalannya penelitian
Keterangan :
Kel. 1 : injeksi karagenin 3%
Kel. 2 : injeksi karagenin + diolesi hidrokortison asetat 2,5%
Kel. 3 : injeksi karagenin + diolesi basis ekstrak (Biocream®)
Kel. 4 : injeksi karagenin + diolesi ekstrak Milk Thistle® 1,67%
Kel. 5 : injeksi karagenin + diolesi ekstrak Milk Thistle® 2,5%
Kel. 6 : injeksi karagenin + diolesi ekstrak Milk Thistle® 3,75%
Dihitung selisih edema kulit punggung mencit yang terinduksi karagenin dengan kulit normal mencit yang
tidak terinduksi karagenin enam kelompok
Mencit diinjeksikan dengan larutan karagenin 3% secara subkutan pada
Diukur kulit normal mencit sebelum diinjeksi dengan karagenin
selama 1,5% dengan jangka sorong digital
Masing-masing mencit terlebih dahulu dicukur bulu punggung
mencit
F. Tata Cara Analisis Hasil
1. Analisis hasil dilakukan dengan mengukur ketebalan edema kulit
punggung mencit yang diukur menggunakan jangka sorong digital.
2. Nilai selisih edema tiap jam diukur dan dihitung nilai AUC total
masing-masing perlakuan dengan rumus :
Keterangan :
AUC0-6 = area di bawah kurva dari jam ke-0 sampai jam ke-6 (cm 2
.jam) = luas area pigmentase pada jam ke-(n-1)(cm2)
= luas area pigmentase pada jam ke-n (cm2)
= jam ke-n (jam)
= jam ke-(n-1) (jam)
(Ikawati, Supardjan, dan Asmara, 2007).
3. Menghitung presentase penghambatan inflamasi
x 100%
Keterangan :
= rata-rata kontrol negatif (mm.jam)
= masing-masing mencit pada kelompok yang diberi senyawa uji dengan konsentrasi sebesar n (mm.jam)
(Ikawati, Supardjan, dan Asmara, 2007).
4. Analisis hasil
Hasil data yang diperoleh dianalisis dengan Shapiro-Wilk untuk
melihat distribusi data normal atau tidak, apabila data terdistribusi dengan
normal maka dilanjutkan dengan analisis Anova satu arah dengan taraf
kepercayaan 95% sedangkan apabila tidak terdistribusi dengan normal
normal dan uji Mann-Whitney untuk data yang terdistribusi tidak normal.
Analisis ini untuk mengetahui apakah perbedaan yang ditemukan berbeda
bermakna atau berbeda tidak bermakna, apabila diperoleh dengan nilai
p<0,005 maka diartikan perbedaan bermakna secara statistik dan jika
diperoleh nilai p>0,005 diartikan perbedaan tersebut tidak bermakna
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Pendahuluan Karagenin
Uji pendahuluan dilakukan sebelum dilakukan pengujian efek
antiinflamasi ekstrak Milk Thistle®. tujuan dari uji pendahuluan ini adalah untuk mengetahui konsentrasi karagenin yang paling optimal dalam menginduksi
inflamasi dan menyebabkan edema. Uji pendahuluan ini meliputi penetapan
konsentrasi karagenin yang digunakan dan penetapan rute pemberian injeksi
karagenin secara subkutan. Uji pendahuluan dimulai dengan melakukan orientasi
penetapan konsentrasi karagenin. Pada penelitian ini digunakan 3 konsentrasi
karagenin yaitu 1,5; 2; dan 3%. Pengujian dilakukan dengan menginjeksikan 0,2
mL karagenin dari masing-masing konsentrasi pada kulit punggung mencit secara
sub kutan. Mencit yang digunakan pada tiap konsentrasi adalah satu ekor. Setelah
karagenin diinjeksikan, dilakukan pengukuran tebal lipat kulit punggung mencit
tiap satu jam selama enam jam. Tebal lipat kulit rata-rata yang diperoleh dari
Gambar 6. Kurva rata-rata tebal lipat kulit hasil uji pendahuluan karagenin 1,5; 2; dan 3 %.
Peningkatan 2 sampai 3 kali tebal lipat kulit pada saat penelitian
menunjukkan bahwa pada konsentrasi karagenin tersebut adalah konsentrasi yang
baik (Harijadi, 2009). Pada konsentrasi 1,5% terjadi peningkatan tebal lipat kulit
sebesar 1,17 kali yakni pada jam pertama dari 0,35 mm menjadi 0,41; sedangkan
pada jam ke-2 peningkatan tebal lipat kulit yang terjadi sebesar 4,1 kali yakni
dari 0,35 menjadi 1,46 mm. Pada konsentrasi 2% terjadi terjadi peningkatan tebal
lipat kulit sebesar 2,3 kali, dari 1,27 mm menjadi 2,94 mm, tetapi edema yang
terbentuk tidak cukup bagus dan tidak terlihat jelas serta pada jam ke dua terjadi
penurunan yang drastis atau tidak konstan. pada konsentrasi 3% terjadi
peningkatan sebesar 4,5 kali dari 0,75 mm menjadi 3,39 mm. berdasarkan hasil
yang didapatkan maka peneliti menggunakan konsentrasi karagenin 3%,
paling maksimal dan pada konsentrasi karagenin 3% edema yang terbentuk
sampai jam ke enam relatif tetap.
B. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Milk Thistle®
Penelitian efek antiinflamasi ekstrak Milk Thistle® ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak Milk Thistle® memiliki efek antiinflamasi topikal,
mengetahui konsentrasi optimum ekstrak Milk Thistle® yang menunjukkan adanya
efek antiinflamasi topikal, serta mengetahui persen penghambatan inflamasi
ekstrak Milk Thistle® terhadap mencit betina galur Swiss. Adanya efek antiinflamasi topikal ditandai dengan adanya penurunan tebal lipat kulit pada
punggung mencit yang menunjukkan edema setelah diinjeksi karagenin dengan
konsentrasi 3% dengan secara subkutan akibat pemberian ekstrak Milk Thistle®
secara topikal.
Metode yang digunakan dalam pengukuran efek antiinflamasi topikal ini
adalah metode inflammation-associated oedema. Konsentrasi ekstrak Milk
Thistle® digunakan adalah 1,67; 2,5; dan 3,75%. Konsentrasi kontrol positif Hydrocortisone® yang digunakan mengandung hidrokortison asetat 2,5%, pada konsentrasi ini digunakan sebagai acuan konsentrasi krim ekstrak Milk Thistle®.
berdasarkan konsentrasi tersebut dilakukan penurunan dan peningkatan dosis
dengan cara dikali dan dibagi dengan nilai 1,50. Tujuan digunakannya 3
konsentrasi krim ekstrak Milk Thistle® ini adalah untuk melihat apakah pada
berapa dihasilkan efek antiinflamasi yang paling optimum atau sebanding dengan
kontrol positif Hydrocortisone®.
Masing-masing konsentrasi ekstrak Milk Thistle®,krim Hydrocortisone® 2,5% sebagai kontrol positif, dan biocream® sebagai kontrol negatif dioleskan secara merata pada kulit punggung mencit yang telah diinjeksi 0,2 mL karagenin
3%. Selanjutnya dilakukan pengamatan dan pengukuran tebal lipat kulit pada jam
ke-0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 menggunakan jangka sorong digital. Penurunan tebal
lipat kulit diukur dengan menghitung selisih antara tebal lipat kulit tengah
punggung (middorsal skinfold thickness) sebelum diinjeksi karagenin (jam ke-0)
dengan tebal lipat kulit setelah diinjeksi pada jam ke-1, 2, 3, 4, 5, dan 6 (Lampiran
8). jam pertama terjadi peningkatan tebal lipat kulit pada semua kelompok
perlakuan. Menurut Singh, dkk., (2014) pada jam pertama setelah injeksi
karagenin akan terjadi peningkatan edema karena karagenin akan menginduksi
cedera sel sehingga sel tersebut akan melepaskan mediator yang seperti histamin,
serotonin, dan bradikinin, serta produksi prostaglandin berlebih dalam jaringan.
Mediator-mediator itulah yang nantinya akan memicu terjadinya inflamasi dan
munculnya edema. Profil rata-rata selisih tebal lipat kulit punggung mencit dapat
Gambar 7. kurva rata-rata selisih tebal lipat kulit punggung mencit pada jam ke-0 hingga jam ke-6
Keterangan:
Kontrol positif : krim Hydrocortisone® Konsentrasi 1,67% : ekstrak Milk Thistle® 1,67% Konsentrasi 2,5% : ekstrak Milk Thistle® 2,5% Konsentrasi 3,75% : ekstrak Milk Thistle® 3,75%
C. Rata-rata Nilai AUC Total dan Persen Penghambatan Inflamasi (%PI) Ekstrak Milk Thistle® Secara Topikal
Data selisih lipat kulit yang didapatkan dilanjutnya dengan penghitungan
AUC dan AUC rata-rata dari tiap kelompok perlakuan. Hasil rata-rata AUC dari
tiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata AUC total tiap kelompok perlakuan
Kelompok Rata-rata AUC total ± SE (mm.jam) Kontrol Karagenin 11,59 ± 2,49
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata AUC kelompok kontrol
karagenin dengan nilai 11,59 ± 2,49 (mm.jam) jauh lebih besar apabila
dibandingkan dengan kontrol Hydrocortisone® 2,5% dan kelompok ekstrak Milk
Thistle® 1,67; 2,5; dan 3,75%, hal ini menunjukkan bahwa karagenin 3% benar dapat menginduksi edema, ditandai dengan peningkatan tebal lipat kulit. Fungsi
dari kontrol Biocream® adalah untuk melihat ada tidaknya efek antiinflamasi pada Biocream® yang digunakan sebagi base cream ekstrak S. marianum. Terdapat kedekatan nilai rata-rata AUC antara kelompok kontrol Biocream® dengan kontrol
karagenin, hal ini menunjukkan bahwa Biocream® tidak memiliki efek antiinflamasi yang bermakna. Pada kelompok kontrol positif Hydrocortisone®
2,5% terlihat penurunan tebal lipat kulit yang signifikan bila dibandingkan dengan
kontrol karagenin dan Biocream®. Hal tersebut menunjukkan bahwa Hydrocortisone® 2,5% benar memiliki kemampuan sebagai agen antiinflamasi.
Hydrocortisone® yang mengandung 2,5% hidrokortison asetat ini dipilih sebagai kontrol positif karena merupakan obat antiinflamasi golongan kortikosteroid yang
bekerja dengan menghambat aktivitas forfolipase A2, sehingga tidak terbentuk asam arakhidonat yang dapat memicu inflamasi. Selain itu pemilihan juga
didasarkan pada produk obat antiinflamasi topikal yang beredar di pasaran. Pada
kelompok ekstrak Milk Thistle® konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75%, penurunan rata-rata AUC terjadi bersamaan dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak Milk
Thistle®.
Data AUC yang diperoleh selanjutnya digunakan dalam perhitungan
selisih antara rata-rata AUC kontrol karagenin dengan total nilai AUC kelompok
uji dibagi dengan rata-rata AUC kontrol karagenin, perhitungan % PI dapat dilihat
pada lampiran 11. Rata-rata persen penghambatan inflamasi dari tiap kelompok
perlakuan dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata persen penghambatan inflamasi (% PI) tiap kelompok perlakuan dan hasil uji analisis Mann-Whitney
Kelompok Mean %PI ± SE I II III IV V VI
Kelompok I : kontrol karagenin Kelompok II : kontrol Biocream®
Kelompok III : kontrol positif Hydrocortisone® Kelompok IV : konsentrasi Milk Thistle® 1,67% Kelompok V : konsentrasi Milk Thistle® 2,5% Kelompok VI : konsentrasi Milk Thistle® 3,75% B : berbeda bermakna (p<0,05) TB : berbeda tidak bermakna (p>0,05)
Selanjutnya nilai % PI diuji dengan analisis analisis data (Lampiran 3).
Pertama-tama dilakukan uji distribusi data menggunakan uji Saphiro-Wilk. Hasil
menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal (p<0,05), oleh sebab itu
dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis untuk melihat adanya perbedaan antar
kelompok perlakuan. Hasil uji Kruskal-Wallis (p<0,05) menunjukkan bahwa
paling tidak terdapat perbedaan indeks Brinkman antara dua kelompok perlakuan.
Untuk melihat perbedaan yang ada maka dilanjutkan analisis post hoc
bermakna ditunjukkan dengan nilai p<0,05 sedangkan pada perbedaan tidak
bermakna p>0,05.
Gambar 8. Diagram batang persen penghambatan inflamasi (% PI) masing-masing kelompok perlakuan
Pada gambar 8 menunjukkan bahwa %PI kelompok karagenin dan kontrol
Biocream® berbeda tidak bermakna, hal ini dapat diartikan bahwa kontrol Biocream® tidak memiliki efek antiinflamasi. Standard error (SE) pada kelompok kontrol karagenin dan kontrol Biocream® cukup besar yaitu 21,50% dan 25,36%.
Nilai SE tersebut menunjukkan bahwa nilai %PI dari tiap-tiap hewan uji pada
kelompok kontrol karagenin dan kontrol Biocream® memiliki variansi yang cukup
besar. Namun walaupun begitu hasil penelitian tetap dapat digunakan karena
Kelompok kontrol karagenin dibandingkan dengan ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% berbeda bermakna, hal ini dapat
diartikan bahwa pada ketiga konsentrasi ekstrak Milk Thistle® mempunyai efek
penghambatan inflamasi. Pada kelompok kontrol karagenin dibandingkan dengan
kelompok kontrol positif Hydrocortisone® hasil yang didapatkan adalah berbeda
bermakna, hal ini dapat diartikan bahwa kelompok kontrol positif
Hydrocortisone® benar mempunyai kemampuan sebagai antiinflamasi. Selanjutnya, kelompok kontrol biocream® dibandingkan dengan kontrol positif
Hydrocortisone® dan kelompok ekstrak Milk Thistle® konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% yaitu berbeda bermakna (P>0,05), dimana hal ini dapat diartikan bahwa
kelompok biocream® tidak memiliki efek sebagai antiinflamasi dan didukung dengan nilai %PI sebesar -12,61%. Kelompok kontrol positif Hydrocortisone® dibandingkan dengan ketiga konsentrasi ekstrak Milk Thistle® menunjukkan
perbedaan yang tidak bermakna, dimana hal ini menunjukkan bahwa ketiga
konsentrasi ekstrak Milk Thistle® memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi
yang sebanding dengan kontrol positif Hydrocortisone®. Perbedaan tidak bermakna secara statistik juga ditunjukkan pada kelompok ekstrak Milk Thistle® dengan konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% dimana ini artinya adalah bahwa ketiga
konsentrasi ekstrak Milk Thistle® memiliki efek sebagai antiinflamasi yang sama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui konsentrasi
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi dibawah 1,67%
yang dapat dihasilkan sebagai antiinflamasi.
Pada penelitian ini ditujukan sebagai skrining awal untuk mengetahui ada
tidaknya efek antiinflamasi dari ekstrak Milk thistle®. Dari hasil yang didapatkan ekstrak Milk thistle® menunjukkan adanya efek antiinflamasi yang dibuktikan dengan nilai %PI berturut-turut sebesar 74,70; 80,31; dan 81,98% dari konsentrasi
ekstrak 1,67; 2,5; dan 3,75%.
Ekstrak Milk thistle® dapat menimbulkan efek antiinflamasi salah satunya
dikarenakan Milk thistle® mengandung senyawa flavonoid (Anita dan Miruthula, 2014). Dalam respon inflamasi, flavonoid menghambat terjadinya inflamasi
melalui dua jalur yaitu lipooksigenase dan siklooksigenase. Pada jalur
lipooksigenase flavonoid menghambat pelepasan mediator-mediator inflamasi,
sedangkan pada jalur siklooksigenasi flavonoid menghambat pelepasan asam
Gambar 9. Bagan aktivitas, mekanisme, dan efek anti-inflamasi flavonoid dalam proses inflamasi (Lafuente, dkk., 2009)
Menurut Lafuente, Guillamon, Villares, Rostagno, dan Martinez (2009)
selain menghambat pelepasan mediator inflamasi dan menghambat pelepasan
asam arakhidonat, flavonoid juga memiliki aktivitas antioksidan yang akan
menangkap radikal bebas, menghambat produksi ROS sehingga jumlah radikal
bebas dan peroksidasi lipid penyebab inflamasi akan menurun. Selain itu
flavanois juga dapat memodulasi aktivitas enzimatik dan proses sekretori
sehingga terjadi penurunan aktivasi sel inflamasi. Aktivitas, mekanisme dan efek
39
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak Milk Thistle® memiliki efek antiinflamasi topikal pada punggung
mencit yang terinduksi karagenin.
2. Persen penghambatan inflamasi (%PI) dari ekstrak Milk Thistle® konsentrasi
1,67; 2,5; dan 3,75% secara berturut-turut adalah 51,87; 61,58; dan 75,94%.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui konsentrasi ekstrak Milk Thistle® dibawah 1,67%
40
DAFTAR PUSTAKA Anonim., 2015, IPB Biodeversity- IPBiotics,
http://apps.cs.ipb.ac.id/ipbiotics/user/organism/detail/detailorganismeobat.p
hp, diakses tanggal 18 Maret 2015.
Balian, S., Ahmad, R. Zafar., 2006, Antiinflammatory Activity of Leaf and Leaf Callus of Silybum Marianum (L.) Gaertn. In Albino Rats, Indian Journal Pharmacology,38(3), 213-214.
Baratawidjaja, K.G., Rengganis, I., 2012, Imunologi Dasar, Edisi Ke-10, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, p. 259.
Bisset, N., 1994, Herbal Drugs and Pharmaceuticals, CRC Press, London, pp. 121-123.
Cheung, C. W., Gibbons, N., Johnson, D. W., Nicol, D. L., 2010, Silibinin-a promising new treatment for cancer. Anti-cancer Agents in Medicinal Chemistry, 10, 186-95.
Dehmlow, C., Erhard, J., De Groot, H., 1996, Inhibition of Kupffer cell functions as an explanation for the hepatoprotective properties of silibinin. Hepatology, 23(4), 749-754.
Dixit, N., Baboota, S., Kohli, K., Ahmad, S., Ali, J., 2009, Silymarin: A review of Pharmacological Aspects and Bioavailability Enhancement Approaches, Indian Journal Pharmacology, 39(4), 172-179.
Ganiswarna., 1995, Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 3,6.
Harijadi., 2009, Radang/Inflamasi, http:medicine.uii.ac.id/, diaksespadatanggal 20 Oktober 2015.
Ikatan Apoteker Indonesia., 2012, Informasi Sediaan Obat, Vol. 47, PT. ISFI, Jakarta, hal. 367.
Tekeshwar, K., Larokar, Y. K., Iyer, S. K., Kumar, A., 2011, Phytochemistry and Pharmacological Activities of Silybummarianum: A Review, International Journal Pharmacology PhytopharmacolResearch, 1(3), 124-133.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N., 2005, Pathologic Basis of Disease, 7th ed, Elsevier Saunders, Philadelphia, pp. 48, 70-73.
Lafuente, A. G., Guillamon, E., Villares, A., Rostagno, M. A., Martinez, J. A., 2009, Flavonoids as Anti-Inflammatory Agents: Implication in Cancer and Cardiovascular Disease, Inflammation Research, 58(9), 537-552.
Lee, D.Y.W., Liu, Y., 2003, Molecular structure and stereochemistry of silybin A, silybin B, isosilybin A, and isosilybin B, isolated from Silybum marianum (Milk thistle), Journal of Natural Products, 66(9), 1171-1174.
Martini, F.H., Lim, Y.Y., Yule, C.M., 2009, Evaluation of Antioxidant, Antibacterial and Anti-tyrosinase Activities of Four Silybum marianum Species, 114, 549-599.
Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C., 2001, Farmakologi : Ulasan Bergambar, Edisi II, Widya Medika, Jakarta, hal. 404.
Pearce, E.C., 2009, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 290-297.
Priyanto., 2010, Farmakologi Dasar, edisi II, Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi, Jakarta, hal. 118-120.
Ross, and Wilson., 2001, Anatomy and Physiology In Healthand Illness, 9th ed, Churchill Livingstone, London, pp. 362-363.
Schror, K., and Meyer, K.J., 2000, Cyclooxygenase-2 Inhibition and Side-effects of Non-steroidal Antiinflammatory Drugs in the Gastrointestinal Tract, Current Medicinal Chemistry, 7(11), 1121-1129.
Singh, S., Kaur, M., Singh, A., and Kumar, B., 2014, Pharmacological Evaluation of Non-steroidal Antiinflammatory Drugs in the Gastrointestinal Tract, Current Medicinal Chemistry, 7, 1121-1129.
Tittel, G., Wagner, H., 1978, High-performance Liquid Chromatographic Separation of Silymarin and Their Determination in Raw Extracts of Silybum marianum Geartn, Journal of Chromatography, 135 (2), 499-501.
Walidah, C., 2014, Uji Efek Amtiinflamasi Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados Secara In Vivo, Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Wilmana, P.F., 1995, Analgesik Anti-inflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai, dalam Ganiswara, S.G.(Editor), Farmakologi dan Terapi, edisi V, Bagian Farmakologi-Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 207.
Winarsi, H., 2007, Antioksidan Alami dan Radikal Bebas, Kanisius, Yogyakarta, hal.186.
Lampiran 3. Serbuk Milk Thistle® beserta ekstrak dalam basis Biocream®
Gambar 10. Serbuk Milk Thistle®
Gambar 11. Ekstrak yang dilarutkan dalam basis Biocream®
Lampiran 4. Hewan uji yang digunakan beserta cara pengukuran edema
Gambar 13. Mencit betina galur Swiss
Gambar 14. Kulit punggung mencit setelah pencukuran
Lampiran 5. Kontrol yang digunakan dalam penelitian
Gambar 16. Krim Hydrocortisone® yang mengandung 2,5% hidrokortison asetat
sebagai kontrol positif
Lampiran 6. Alat spuit injeksi beserta jangka sorong digital yang digunakan
Gambar 17. Alat spuit injeksi
Lampiran 7. Tebal lipat kulit pada uji pendahuluan karagenin
Jam ke- Karagenin 1,5% Karagenin 2% Karagenin 3%
0 0.35 1.27 0.75
Lampiran 8. Data AUC dan rata-rata AUC
KontrolPositif
Ekstrak Milk Thistle® 1,67%
Jam ke- 1 2 3 4 5
Ekstrak Milk Thistle® 2,50%
Ekstrak Milk Thistle® 3,75%
Jam ke- 1 2 3 4 5
0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 0,11 0,08 0,28 0,16 0,17 2 0,34 0,25 0,76 0,47 0,38 3 0,40 0,32 0,90 0,49 0,39 4 0,32 0,25 0,82 0,35 0,32 5 0,27 0,18 0,72 0,29 0,23 6 0,20 0,11 0,56 0,22 0,16 total AUC 1,63 1,18 4,025 1,97 1,64
Rata-rata AUC ± SE 2,09 ± 0,34
Lampiran 9. Kurva rata-rata selisih tebal lipat kulit punggung mencit pada jam
ke-0 hingga jam ke-6
Keterangan: