i
EFEK ANTIINFLAMASI TOPIKAL EKSTRAK METANOL-AIR DAUN SENU (Macaranga tanarius L. Mull. Arg) PADA MENCIT BETINA
TERINDUKSI KARAGENIN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh : Gilda Todingbua NIM : 108114150
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
Persetujuan Pembimbing
EFEK ANTIINFLAMASI TOPIKAL EKSTRAK METANOL-AIR DAUN SENU (Macaranga tanarius L. Mull. Arg) PADA MENCIT BETINA
TERINDUKSI KARAGENIN
Skripsi yang diajukan oleh :
Gilda Todingbua
Nim : 108114150
telah disetujui oleh:
Pembimbing Utama
(drh. Sitarina Widyarini, MP. PhD) tanggal ...
Pembimbing Pendamping
iii
HALAMAN PENGESAHAN
EFEK ANTIINFLAMASI TOPIKAL EKSTRAK METANOL-AIR DAUN SENU (Macaranga tanarius L. Mull. Arg) PADA MENCIT BETINA
TERINDUKSI KARAGENIN
Oleh :
Gilda Todingbua
108114150
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Pada tanggal : 18 Juli 2014
Mengetahui, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan
(Ipang Djunarko, M.Sc., Apt)
Panitia Penguji Skripsi Tanda Tangan
1. drh. Sitarina Widyarini, MP. PhD ...
2. Phebe Hendra, M.Si., P.hD, Apt. ...
3. Ipang Djunarko M.Sc., Apt. ...
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Kita tidak akan mencapai garis finish bila tidak meninggalkan garis start”
(Anonim)
Blessed is the man who believes in, trusts in, and relies on
the Lord, and whose hope and confidence the Lord is.
(Jeremiah 17 :7)
Kupersembahkan skripsi ini untuk :
Kemuliaan Tuhan Yesus Kristus
Kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku
v
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma :
Nama : Gilda Todingbua
NIM : 108114150
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Metanol-Air Daun Senu (Macaranga tanarius
L. Mull. Arg) pada Mencit Betina Terinduksi Karagenin” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Saya memberikan kepada perpustakaan Universitas
Sanata Dharma hak untuk menyimpan data, mengalihkan dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalty kepada saya selama mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal, 21 Juli 2014
Yang menyatakan,
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 18 Juli 2014 Penulis
vii
PRAKATA
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
oleh karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Metanol-Air Daun Senu (Macaranga
tanariusL. Mull. Arg) pada Mencit Betina Terinduksi Karagenin” dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penyelesaiaan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Drh. Sitarina Widyarini, MP. Ph.D, selaku Pembimbing Utama skripsi
ini yang selalu mendukung, memotivasi, membimbing, dan memberikan
masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Pembimbing Pendamping
skripsi ini atas kesabaran untuk selalu mendukung, membimbing, dan
memberi masukan kepada penulis dalam menyususn skripsi ini.
4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji yang
memberikan saran dan kritik yang membangun hingga skripsi ini tersusun.
5. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang
viii
6. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi
Fakultas Farmasi sekaligus Dosen Pembimbing Akademik penulis atas
bimbingan, pengarahan, dan dukungan selama ini.
7. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt, selaku Kepala Laboratorium Fakultas
Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan semua fasilitas
laboratorium yang mendukung dalam penelitian ini.
8. Staf laboratorium, Bapak Heru Purwanto, Bapak Parjiman, Mas Kayatno,
Bapak Wagiran, yang telah bersedia membantu penulis dalam penelitian di
laboratoriun.
9. Kedua orang tua, Ir. J. Todingbua dan Y. Rasinan, B.Sc yang selalu
memberikan semangat, kasih sayang, doa, dan dukungan baik secara
materi maupun non-materi sehingga penulis tetap bersemangat dalam
penyusunan skripsi ini.
10.Saudara-saudaraku : Rikhard Todingbua, S.T., Agrivita Todingbua, S.E.,
Irma Todingbua, S.E., Reinhart Todingbua, S.T., dan Arthur Todingbua,
S.T., yang selalu meberikan doa, semangat, motivasi dan sumber inspirasi
dalam penyusunan skripsi ini.
11.Teman-teman seperjuangan dalam penelitian : Trifonia Rosa Kurniasih,
Lusiana Rani Oktaviani, Yohanes Ivan Kristianto, atas bantuan, kerja
sama, perjuangan serta suka duka yang dialami selama penelitian.
12.Teman-temanku Muhadela Tiara Murtiwi, Yeni Natalia Susanti, Puspita
ix
13.Teman-teman FSM D dan FKK B angkatan 2010 atas kebersamaan,
pertemanan, suka duka selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi.
14.Teman-teman “Apostolos Family” yang juga selalu memberikan
memotivasi, doa, dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
15.Teman-teman Kost Wisma Lestari : Weni Astuti, Priska Delania, Yohana
Natalia, Vinsensia Novita Sari, Brigita Yulise, Cecilia Sendi, Novianti Eka
Sari dan Vina Puspita Sari, atas dukungan dan semangat dalam
penyusunan skripsi ini.
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam meyelesaikan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna termasuk
penulis. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan
yang ada dalam penyusunan skripsi ini. Maka penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun yang dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Akhir
kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 18 Juli 2014
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
xii
A.Jenis dan Rancangan Penelitian ...
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...
1. Variabel Penelitian ...
2. Definisi Operasional ...
C.Bahan Penelitian ...
D.Alat Penelitian atau Instrumen Penelitian ...
E. Tata Cara Penelitian ...
F. Tata Cara Analisis Hasil ... 30
B. Ekstrak Metanol-Air Daun M.tanarius...
C.Pengujian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak M.tanarius ...
D.Uji Pendahuluan...
E. Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Daun M.tanarius...
F. Hasil Pengujian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Metanol-Air
Daun M.tanarius ...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 63
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I. Hasil rerata AUC total masing-masing kelompok perlakuan ... 51
Tabel II. Rerata % penghambatan inflamasi pada setiap kelompok
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Tanaman dan daun Macaranga tanarius ... 7
Gambar 2. Struktur kandungan M.tanarius berturut-turut tanarifuranonol,
tanariflavanon, tanariflavanon... 10
Gambar 3. Struktur senyawa-senyawa kimia yang diisolasi dari daun
M.tanarius... 11
Gambar 4. Struktur lapisan kulit : lapisan epidermis dan dermis... 14
Gambar 5. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dibandingkan
dengan normal... 16
Gambar 6. Metabolit asam arakidonat dan perannya dalam proses
inflamasi serta target dari beberapa obat antiinflamasi... 20
Gambar 7. Skema jalannya penelitian... 39
Gambar 8. Pengukuran tebal lipat kulit setiap 1 jam hingga 6 jam secara
subkutan ... 46
Gambar 9. Rata-rata pengukuran tebal lipat kulit punggung mencit dari
waktu pengukuran 1 jam hingga 6 jam ... 49
Gambar 10. Diagram batang % penghambatan inflamasi masing-masing
kelompok perlakuan beserta kontrol ... 53
Gambar 11. Histopatologi kulit normal tanpa perlakuan ... 58
Gambar 12. Histopatologi perubahan kulit setelah pemberian perlakuan
dengan pengecatan HE perbesaran 200x ... 58
xv
Gambar 14. Serbuk daun M.tanarius ... 69
Gambar 15. Ekstrak metanol-air daun M.tanarius ... 69
Gambar 16. Ekstrak yang dilarutkan dalam basis Biocream® ... 69
Gambar 17. Mencit betina galur Swiss ... 70
Gambar 18. Kulit punggung mencit setalah pengukuran ... 70
Gambar 19. Cara pengukuran edema (tebal lipat kulit) ... 70
Gambar 20. Pengawetan kulit dengan formalin 10% ... 70
Gambar 21. Cara pemotongan kulit punggung mencit ... 71
Gambar 22. Hasil pemotongan kulit punggung mencit ... 71
Gambar 23. Biocream® (Basis ekstrak) sebagai kontrol Biocream® ... 72
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Serbuk daun M.tanarius beserta ekstrak metanol-air
M.tanarius ... 69
Lampiran 2. Hewan uji yang digunakan beserta cara pengukuran pengukuran edema ... 70
Lampiran 3. Cara pemotongan kulit untuk pengamatan histopatologi ... 71
Lampiran 4. Kontrol yang digunakan dalam penelitian beserta alat spuit injeksi... 72
Lampiran 5. Surat determinasi tanaman Senu (M.tanarius L. Mull.Arg) .... 73
Lampiran 6. Surat Ethical Clirens ... 74
Lampiran 7. Hasil perhitungan Area Under Curve (AUC) ... 75
Lampiran 8. Perhitungan persen (%) penghambatan inflamasi ... 78
Lampiran 9. Hasil uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk ... 79
Lampiran 10. Hasil perhitungan rata-rata persen (%) penghambatan inflamasi masing-masing kelompok perlakuan ... 80
Lampiran 11. Hasil pengujian ANOVA ... 83
xvii
INTISARI
Tanaman senu (Macaranga tanarius) merupakan salah satu tanaman yang banyak diteliti akan kandungan senyawanya tetapi penelitian terkait efek antiinflamasi masih sedikit dilaporkan. Adanya inflamasi disertai gejala seperti
rubor, calor, dolor, tumor, function laesa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antiinflamasi topikal, konsentrasi optimum, dan mengetahui persen (%) penghambatan inflamasi dari ekstrak metanol-air daun M.tanarius pada mencit betina galur Swiss menggunakan metode Inflammation-assosiated edema dengan mengukur tebal lipat kulit punggung mencit.
Penelitian ini termasuk eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak pola searah. Tiga puluh ekor mencit dibagi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol Biocream®, kelompok kontrol positif, kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M.tanarius konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% dengan cara pemberian secara topikal. Tebal lipat kulit punggung mencit yang menunjukkan tebal edema diukur menggunakan jangka sorong digital setiap jam selama 6 jam, kemudian dihitung selisih tebal lipat kulit punggung yang terinduksi dengan tebal lipat kulit punggung sebelum terinduksi karagenin 1,5% dan didukung hasil pengamatan histopatologi dari kulit punggung mencit. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Shapiro-Wilk dan dilanjutkan analisis Anova satu arah dengan uji Post-Hoc menggunakan uji scheffe.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M.tanarius
memiliki efek antiinflamasi topikal. Konsentrasi optimum yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal sebesar 3,75%. Persen (%) penghambatan inflamasi dari ekstrak metanol-air daun M.tanarius pada konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% berturut-turut adalah 53,91; 48;58 dan 75,42%.
Kata kunci: antiinflamasi, topikal, Macaranga tanarius, Inflammation-assosiated
xviii
ABSTRACT
Senu (Macaranga tanarius) is a plant that has pharmacological effect. Many researchers have examined the coumpounds contained of this plant but there are a few reports about its topical antiinflammatory effect. Inflammation is indicated by symptoms such as rubor, calor, dolor, tumor, and function laesa. The research purpose are to investigate topical anti-inflammatory effect, optimum concentration, and find out the percent (%) inhibition of inflammation of the methanol - water extract of M.tanarius leaves using Inflammation-associated edema methods by measuring middorsal skinfold thickness.
This research is purely experimental with completely randomized design direction. Thirty mice were divided into six groups of five animal each. Negatif control group, positif control group, Biocream® control group and group of methanol-water extract of M.tanarius with a consentration of 1,67; 2,5; and 3,75% ware given topically. The middorsal skinfold thickness which showed edema was measured by using calliper digital every an hour for six hours. Middorsal skinfold thickness of the induced and the non-induced of 1,5% carrageenan were measured and added histopathological observations of the middorsal skinfold thickness. The obtained data was analyzed using the Shapiro-Wilk test, continued by one-way Anova and Post Hoc test by Scheefe test.
The result showed that methanol-water extract of M.tanarius leaves has topical antiinflammatory effect. Optimum concentration showed topical antiinflammatory effect at 3,75%. Percent (%) inhibition of the methanol-water extract of M.tanarius leaves at consentration 1,67; 2,5; and 3,75% were 53,91; 48;58 and 75,42%.respectively.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Inflamasi atau yang biasa disebut dengan peradangan merupakan suatu
respon fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedara jaringan.
Inflamasi yang terjadi bisa lokal, sistemik, akut dan kronis yang dapat
menimbulkan kelainan patologis (Baratawidjaja dan Iris, 2010). Inflamasi dapat
terjadi pada siapa saja baik orang tua, anak muda, atau bahkan anak kecil
sekalipun dapat mengalami inflamasi. Inflamasi atau peradangan termasuk hal
yang sudah banyak dikenal dimasyarakat dan seiiring dengan berjalannya waktu
sering terjadi dikehidupan sehari-hari serta cenderung dianggap sesuatu yang
tidak diinginkan karena dapat menimbulkan rasa yang kurang nyaman bagi
penderita dimana dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Inflamasi sering tidak
diinginkan karena inflamasi disertai dengan adanya gejala-gejala yang merupakan
respon inflamasi seperti kemerahan (rubor), panas meningkat (calor), nyeri
(dolor), pembengkakan (tumor), serta gangguan fungsi (function laesa) (Martini
and Nath, 2009). Keadaan seperti inilah yang mendorong penderita untuk segera
mengatasi dan mengobati inflamasi yang terjadi.
Banyak cara yang dapat dilakukan penderita untuk dapat mengobati atau
mengurangi rasa yang kurang nyaman akibat inflamasi yang terjadi, salah satunya
yang sering dilakukan yaitu dengan pemberian obat antiinflamasi non steroid
(AINS) secara per oral. Akan tetapi, penggunaan obat golongan antiinflamasi non
mengiritasi lambung karena ketidakselektifan terhadap enzim siklooksigenase
(COX). Hampir semua obat AINS bekerja pada kedua isoform dari enzim
siklooksigenase sehingga senyawa proteksi lambung yang seharusnya dihasilkan
oleh enzim siklooksigenase-1 (COOX-1) dihambat pembentukannya (Schror and
Meyer, 2000). Oleh karena itu, satu hal yang perlu diperhatikan yaitu dengan
mengubah jalur pemberian obat secara per oral menjadi secara topikal/lokal
karena pemberian secara topikal dianggap lebih mudah, cepat, mengurangi first
pass effect dan lebih praktis sebagai pertolongan pertama dalam mengatasi
peradangan dibandingkan dengan pemberiaan obat-obat golongan AINS yang
diberikan secara oral (Ganiswarna, 1995).
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak
keanekaragaman tanaman. Banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai salah
satu alternatif pencegahan maupun pengobatan suatu penyakit. Kecenderungan
penggunaan bahan obat dari alam atau obat herbalpun semakin meningkat.
Namun, dewasa ini masih banyak masyarakat yang belum mengenal dan
mengetahui manfaat dari suatu tanaman yang mampu mengurangi maupun
mengobati suatu penyakit seperti halnya dengan inflamasi atau peradangan yang
sering terjadi dimasyarakat. Oleh karena itu, penelitian tanaman yang memiliki
efek antiinflamasi mulai dikembangkan untuk mencari dan mendapatkan
informasi terkait khasiat dan efek dari suatu tanaman. Tanaman yang mungkin
kurang dikenal oleh sebagian besar masyarakat dapat dijadikan salah satu pilihan
Semua manfaat ini dapat diperoleh karena adanya kandungan khasiat tertentu
didalam suatu tanaman (Latief, 2012).
Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, and Sutthivaiyakit
(2005) melaporkan bahwa konstituen dari ekstrak n-heksan dan klorofom dari
daun M.tanarius berupa flavonoid yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C,
tanariflavanon D memperlihatkan adanya aktivitas antioksidan terhadap DPPH
dan nymphaenol B memperlihatkan adanya agen antiinflamasi pada COX-2.
Adanya kandungan flavonoid yang terdapat dalam daun M.tanarius yang diduga
memiliki aktivitas antiinflamasi. Menurut Kurniawati (cit., Fitriyani, Winarti,
Muslichah, Nuri, 2011) flavonoid akan menghambat permeabilitas kapiler dan
menghambat sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel endothelial.
Beberapa senyawa flavonoid dapat menghambat pelepasan asam arakhidonat dan
sekresi enzim lisosom dari membran dengan jalan memblok jalur siklooksigenase
dan jalur lipoksigenase sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan leukotrien
yang merupakan mediator-mediator inflamasi.
Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo, Otsuka and Takeda
(2006) melaporkan bahwa kandungan hasil isolasi dari ekstrak metanol daun
M.tanarius seperti macarangiosida A-C dan mallofenol B memperlihatkan adanya
aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH secara in vitro. Adanya aktivitas
penangkapan radikal bebas inilah yang diduga akan menghambat pembentukkan
prostaglandin. Dengan dihambatnya pembentukkan prostaglandin maka mediator
Hal ini yang mendasari dugaan sementara bahwa ekstrak metanol-air daun
M.tanarius memiliki efek antiinflamasi.
Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Kurniawati, Adrianto, dan
Hendra (2011) melaporkan bahwa pemberian peroral dosis ekstrak metanol-air
daun M. tanarius (711; 2133; 6400 mg/kg BB) menunjukkan adanya aktivitas
antiinflamasi pada mencit yang terinduksi karagenin dengan % penghambatan
inflamasinya sebesar 23,34; 37,39; dan 46,97% dan memperlihatkan aktivitas
hepatoprotektif pada tikus yang terinduksi parasetamol. Adanya aktivitas
antiinflamasi dari pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius secara oral
memberikan peluang bagi penggunaan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
secara topikal. Oleh karena itu, pada penelitian dilakukan untuk membuktikan
apakah pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius secara topikal dapat
melindungi kulit mencit dari inflamasi yang terjadi akibat induksi karagenin 1,5%
secara subkutan yang didukung dengan hasil pengamatan kualitatif histopatologi
kulit mencit yang dilihat dari pengurangan sel-sel neutrofil pada daerah subkutan.
1. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, rumusan permasalahan
yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
a.Apakah ekstrak metanol-air daun M.tanarius memiliki efek
b.Berapakah konsentrasi optimum ekstrak metanol-air daun M. tanarius
yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal pada mencit betina galur
Swiss?
c.Berapa persen (%) penghambatan inflamasi ekstrak metanol-air daun
M.tanarius pada mencit betina galur Swiss?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Phommart, dkk., (2005) melaporkan
bahwa konstituen dari ekstrak n-heksan dan klorofom dari daun M.tanarius
berupa flavonoid, yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, tanariflavanon D
memperlihatkan adanya aktivitas antioksidan terhadap DPPH dan nymphaenol B
memperlihatkan adanya agen antiinflamasi pada COX-2.
Penelitian yang dilakukan oleh Matsunami, dkk., (2006) melaporkan
bahwa kandungan hasil isolasi dari ekstrak metanol daun M.tanarius seperti
macarangiosida A-C dan mallofenol B memperlihatkan adanya aktivitas
penangkapan radikal terhadap DPPH.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati, dkk., (2011) melaporkan
bahwa pemberian peroral ekstrak metanol-air daun M. tanarius menunjukkan
aktivitas antiinflamasi pada mencit yang terinduksi karagenin 1% secara
subplantar dan memperlihatkan aktivitas hepatoprotektif pada tikus yang
terinduksi parasetamol.
Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek antiinflamasi topikal
secara subkutan yang didukung dengan hasil pengamatan kualitatif histopatologi
kulit mencit belum pernah dilaporkan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi tentang penggunaan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai
antiinflamasi topikal.
b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat tentang penggunaan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius sebagai antiinflamasi topikal.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum. Untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun
M. tanarius.
2. Tujuan khusus.
1. Untuk mengetahui efek antiinflamasi topikal ekstrak metanol-air daun
M.tanarius pada mencit betina galur Swiss.
2. Untuk mengetahui konsentrasi optimum ekstrak metanol-air daun
M.tanarius yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal pada mencit
betina galur Swiss.
3. Untuk mengetahui persen (%) penghambatan inflamasi ekstrak
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tanaman Macaranga tanarius L. Mull. Arg
Gambar 1. Tanaman dan daun M.tanarius
1. Taksonomi tanaman
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Macaranga
Spesies : Macaranga tanarius (L.) M. A (Anonim c, 2013).
2. Sinonim
Ricinus tanarius L., Macaranga molliuscula Kurz, Macaranga tomentosa
3. Nama daerah
Batak : Mapu
Lampung : Madau
Sunda : Mara
Jawa : Karahan, Tutup, Tutup ancur, Senu
Madura : Totop lakek
Minahasa : Dahan
Ambon : Hanuwa, Hinan, Lama
Ternate : Same
Halmahera Utara : Same, Hamehe (Anonim a, 2013).
4. Penyebaran
Tanaman M. tanarius tersebar luas dari Kepulauan Andaman dan Nicobar,
Indo-Cina, Cina Selatan, Taiwan dan Kepulauan Ryukyu, seluruh Malaysia,
sampai ke Australia Utara dan Timur dan Melanesia. Jenis ini umum dijumpai di
daratan Asia Tenggara seperti Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, dan pada
banyak pulau di Malaysia, yaitu Sumatra, Borneo, Kepulauan Sunda Kecil,
Sulawesi, Nugini, dan seluruh Kepulauan Filipina. Tanaman ini umum di hutan
sekunder terutama di area logging. Dapat dijumpai juga di belukar, semak, hutan
kecil pedesaan, dan vegetasi pantai serta dapat tumbuh pada tanah liat, lempung
dan pasir, biasanya di dataran rendah tetapi di Jawa dijumpai sampai ketinggian
5. Morfologi
Tanaman M.tanarius berbentuk pohon kecil sampai sedang, dengan dahan
yang agak besar. Daun berseling, agak membundar, dengan stipula besar yang
luruh. Perbungaan bermulai di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah
kapsul berkokus dua, ada kelenjar kekuningan di luarnya. Biji membulat dan
menggelembur. Jenis ini juga mengandung tanin yang cukup untuk menyamak
jala dan kulit (Anonim b, 2013).
6. Kegunaan
Di Malaysia dan Thai tanaman M.tanarius digunakan sebagai pengobatan
tradisional dimana akar M.tanarius digunakan sebagai antiperetik dan antitusif.
Akar kering digunakan sebagai agen emetik, sedangkan daun segarnya digunakan
untuk menutupi luka dan untuk mencegah peradangan. Di Cina, spesies ini
umumnya ditanam dan dipanen untuk memproduksi suatu produk seperti
minuman kesehatan, dan ekstraknya dimasukkan ke dalam pasta gigi serta akar
dan kulit tanaman ini digunakan untuk hemoptisis dan disentri. Daun kering
M.tanarius digunakan sebagai teh herbal. Studi sebelumnya menyebutkan ekstrak
dari daun M.tanarius menunjukkan adanya aktivitas antimikroba yang digunakan
sebagai bahan aktif yang digunakan dalam produk oral untuk mencegah dan
mengobati karies gigi, gingivitis dan peradangan pada gusi (Lim, Lim, and Yule,
2009).
Di Malaysia, kayu dari tanaman M.tanarius ini digunakan untuk
disentri dan rebusan akarnya untuk mengobati demam. Daun yang dihaluskan
dipakai untuk tapal penyembuh luka. M.tanarius belum pernah digunakan secara
luas, tetapi berguna sebagai bahan pewarna coklat, perekat, bahan tambahan untuk
minuman, kayu dan obat (Anonim b, 2013).
7. Kandungan kimia
Penelitian yang dilakukan Phommart, dkk. (2005) ditemukan adanya tiga
kandungan senyawa baru, yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, tanariflavanon
D (Gambar 2.) bersama-sama dengan tujuh kandungan yang telah diketahui, yaitu
nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone B, blumenol A
(vomifoliol), blumenol B (7,8-dihydrovomifoliol), dan annuionone E.
Gambar 2. Struktur kandungan M.tanarius berturut-turut tanarifuranonol (1), tanariflavanon (2), tanariflavanon D (3)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Matsunami, dkk. (2006) ditemukan
empat kandungan baru dari daun M.tanarius, yaitu terdapat glikosida
megastigman (megastigmane glucoside) dinamakan macarangiosida A-D bersama
dengan campuran mallophenol B, lauriside E, methyl brevifolin carboxylate, dan
hyparin dan isoquercitrinb (Gambar 3.). Hasil isolasi dan elusidasi struktur dari
lainnya memperlihatkan adanya aktivitas penangkapan radikal bebas. Dilanjutkan
pada penelitian yang dilakukan Matsunami, Otsuka, Kondo, Shinzato, Kawahata,
Yamaguchi and Takeda (2009), melaporkan bahwa dalam daun M.tanarius juga
mengandung lignan glukosida, (+)-pinoresinol 4-O-[6n-O-galloyl]-β -D-glucopyranoside, dan 2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan F,
bersama dengan 15 komponen lain.
B. Metode Peyarian
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai diluar pengaruh cahaya matahari langsung kemudian semua
atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
Proses penarikan zat aktif dalam simplisia nabati atau hewani dapat
dilakukan dengan metode maserasi, infundasi, dekoksi, perklorasi, maupun
pemerasan simplisia segar. Pemilihan metode dan jenis penyari yang digunakan
tergantung dari zat aktif yang akan disari (Badan POM RI, 2013).
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel maka larutan yang terpekat didesak
keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1986).
Metode maserasi digunakan untuk simplisia kering dan penyarian
simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, serta
penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-metanol atau pelarut lain
(Badan POM RI, 2013).
Keuntungan dari maserasi adalah dalam pengerjaannya lebih mudah,
sederhana dan peralatannya lebih murah. Sedangkan kekurangannya adalah waktu
yang dibutuhkan untuk mengekstraksi bahan cukup lama, penyarian kurang
sempurna, serta pelarut yang digunakan jumlahnya banyak jika harus dilakukan
remaserasi (Badan POM RI, 2013).
C. Kulit
Kulit merupakan salah satu organ terbesar dari tubuh, terhitung sekitar
15% dari total badan orang dewasa (Kanitakis, 2012). Kulit menutupi dan
melindungi permukaan tubuh serta bersambung dengan selaput lendir yang
melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit yang di dalamnya
terdapat ujung saraf peraba mempunyai banyak fungsi antara lain membantu
mengatur suhu, mengendalikan hilangnya air dari tubuh, serta mempunyai sedikit
kemampuan eksretori, sekretori, dan absorpsi (Pearce, 2006).
Kulit juga merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan
umum dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya, menjadi
pucat, kening-kuningan, kemerah-merahan atau suhu meningkat, memperlihatkan
adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit karena penyakit
tertentu (Syaifuddin, 2006).
Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain
kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap ganggungan fisis ataupun mekanik,
misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan
iritasi. Kulit juga penting sebagai mekanisme pertahanan non spesifik yang
bertindak sebagai penghalang terhadap invasi oleh mikroba, bahan kimia, agen
fisik seperti trauma ringan maupun sinar ultraviolet (Ross and Wilson, 2001).
Adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut jaringan
penunjang berperan sebagi pelindung terhadap gangguan fisis. Kulit juga
berfungsi sebagai proteksi rangsangan kimia karena sifat stratum korneum yang
impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air. Kulit juga berperan dalam
fungsi absorbsi, fungsi pengatur panas, fungsi eksresi, fungsi persepsi, fungsi
pembetukan pigmen, fungsi keratinasi, serta fungsi pembentukan vitamin D
(Syaifuddin, 2006).
Pada orang dewasa luas permukaan kulit sekitar 1,5 sampai 2 m2. Kulit
dilengkapi dengan kelenjar, rambut maupun kuku. Kulit memiliki dua lapisan
utama yaitu lapisan epidermis dan lapisan dermis serta diantara kulit dan struktur
yang mendasari kulit terdapat lapisan lemak subkutan (Ross and Wilson, 2001).
Struktur lapisan kulit dapat dilihat pada gambar 4.
D. Inflamasi 1. Definisi
Inflamasi atau peradangan didefinisikan sebagai respon fisiologis
terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan (Baratawidjaja
dan Iris 2010). Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular
dimana cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator
kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi.
Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana
tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada
tempat cedera dan mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan. Adanya
peradangan juga menunjukkan respon protektif untuk menyingkirkan organisme
penyebab awal cedera. Akan tetapi, peradangan dan perbaikan juga dapat bersifat
merugikan yang mendasari beberapa penyakit kronik seperti reumatoid artritis dan
reaksi hipersensitivitas terhadap gigitan serangga, obat, maupun toksin.
Ada hubungan antara inflamasi dan infeksi, tetapi istilah tersebut tidak
bisa dianggap sama. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme dan dapat
menyebabkan inflamasi, tetapi tidak semua inflamasi disebabkan oleh infeksi
(Kee, 1996). Ditinjau dari waktu terjadinya, radang dibagi menjadi dua yaitu,
radang akut dan radang kronis.
Peradangan akut merupakan suatu respon cepat terhadap agen yang
merugikan serta berfungsi untuk meyalurkan mediator-mediator pertahanan
penjamu leukosit dan protein plasma ke tempat cedera. Peradangan akut memiliki
aliran darah sehingga menyebabkan eritema dan hangat, (2) ekstravasasi dan
pengendapan cairan dan protein plasma yang menyebabkan terjadinya edema serta
(3) emigrasi dan akumulasi leukosit terutama neutrofil di tempat cedera. Pada
sebagian besar bentuk peradangan akut, neutrofil mendominasi infiltrat
peradangan selama 6 sampai 24 jam pertama kemudian digantikan oleh monosit
dalam 24 sampai 48 jam (Kumar, Abbas, and Fausto, 2005). Manifestasi lokal
terjadinya inflamasi akut dapat dilihat pada gambar 5.
Gambar 5. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dibandingkan dengan normal (Kumar, dkk.,2005)
Pada peradangan akut akan berlangsung dengan cepat dan relatif singkat,
biasanya dalam beberapa menit, jam, maupun hari. Karakteristik utama dalam
peradangan akut ini adalah eksudasi cairan dan protein plasma (edema) serta
emigrasi leukosit terutama neutrofil. Manifestasi lokal yang sering terjadi seperti
terjadi dilatasi pada vaskular dan akan meningkatkan aliran darah yang dapat
menyebabkan eritema dan terasa hangat; terjadi ekstravasai dan deposisi cairan
plasma dan protein; serta menyebebkan leukosit bermigrasi dan terakumulasi di
Pada peradangan kronis akan berlangsung relatif lebih lama. Gambaran
histologis ditandai dengan adanya limfosit dan makrofag, proliferasi pembuluh
darah, fibrosis, dan nekrosis jaringan (Kumar, dkk., 2005).
2. Gejala
Radang akut ialah radang yang disebabkan oleh rangsangan yang
berlangsung sesaat atau mendadak (akut). Radang ini ditandai dengan perubahan
makroskopik lokal, yaitu dengan adanya :
a. Rubor (Kemerahan)
Rubor atau yang dikenal dengan kemerahan merupakan hal pertama yang
terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Ketika reaksi peradangan mulai
timbul, maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar sehingga banyak
darah mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya
kosong atau merenggang, dengan cepat akan penuh terisi darah. Keadaan ini yang
disebut hiperemia atau kongesti, yang bertanggung jawab atas warna merah lokal
karena peradangan akut (Price dan Wilson, 1992).
b. Calor (Panas)
Calor atau panas berjalan sejajar dengan kemerahan reaksi peradangan
akut. Sebenarnya panas hanyalah merupakan suatu sifat reaksi peradangan pada permukaan badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37˚C, yaitu suhu
di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari
tubuh ke permukaan daerah yang terkena daripada yang disalurkan ke daerah yang
normal (Price dan Wilson, 1992).
c. Dolor (Rasa sakit)
Rasa sakit dari reaksi peradangan mungkin ditimbulkan melalui berbagai
cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin
atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan
jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang dapat
menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson, 1992).
d. Tumor (Pembengkakan)
Segi yang mungkin paling mencolok dari peradangan akut adalah
pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan
dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran cairan
dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini
reaksi peradangan eksudat adalah cair. Contoh klasik dari cairan eksudat adalah
cairan yang timbul dengan cepat dalam luka melepuh dari kulit setelah luka bakar
kecil kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalakan aliran darah, dan
tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Price dan Wilson, 1992).
e. Functiolesia (Perubahan fungsi)
Perubahan fungsi dari organ yang mengalami peradangan, akibat
terbentuknya metabolit-metabolit yang merugikan oleh sel-sel yang mengalami
trauma dan peningkatan temperatur di daerah peradangan untuk reaksi biokimia
3. Mekanisme inflamasi
Mekanisme inflamasi sangat dipengaruhi oleh pelepasan mediator kimiawi
dari jaringan yang rusak serta migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi
dengan tipe proses peradangan, beberapa diantaranya yaitu histamin,
prostaglandin, bradikinin, dan interleukin-1 (Mycek, Harvey, dan Champe, 2001).
Apabila membran sel mengalami kerusakan karena rangsangan kimiawi, fisik
maupun mekanis, maka enzim fosfolipase akan diaktifkan untuk mengubah
fosfolipid yang terdapat di membran sel menjadi asam arakidonat (Kumar, dkk.,
2005). Kerusakan sel inilah yang umumnya memicu proses terjadinya
pembebasan asam arakidonat. Asam arakidonat ini merupakan suatu asam lemak
20-karbon yang merupakan prekursor dari prostaglandin.
Metabolit asam arakidonat yang disebut eikosanoid dapat dimetabolisme
melalui beberapa jalur diantaranya yaitu :
a. Melalui asam lemak siklooksigenase (COX). Terdapat dua bentuk isoform dari
siklooksigenase (COX) yaitu COX-1 dan COX-2. Enzim-enzim ini yang
nantinya akan mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin dan
tromboksan.
b. Melalui lipooksigenase. Beberapa subtipe mensintesis leukotrien, lipoxins, atau
komponen lainnya (Rang, Dale, Ritter, and Flower, 2007). Beberapa
lipooksigenase dapat bekerja pada asam arakidonat untuk membentuk
5-HPETE, 12-5-HPETE, dan 15-HPETE yang merupakan turunan peroksidasi
tidak stabil yang dikonversi menjadi turunan hidroksilasi yang sesuai (HETES)
2005). Pembentukan dari metabolit-metabolit asam arakidonat dan peran
zat-zat yang dalam proses peradangan dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Metabolit asam arakidonat dan perannya dalam proses inflamasi serta target dari beberapa obat antiinflamasi (Kumar, dkk., 2005)
Pada jalur siklooksigenase akan menghasilkan prostaglandin D2 (PGD2),
prostaglandin E2 (PGE2), Prostaglandin F2α (PGF2α), Prostasiklin (PGI2) dan
tromboksan A2 (TXA2). Setiap produk tersebut berasal dari Prostaglandin H2
(PGH2) oleh pengaruh kerja enzim yang spesifik. PGH2 sangat tidak stabil,
merupakan prekursor hasil akhir biologi aktif jalur siklooksigenase. Beberapa
enzim mempunyai distribusi jaringan tertentu. Misalnya, trombosit mengandung
enzim tromboksan sintetase sehingga produk utamanya adalah TXA2. TXA2
merupakan agen agregasi trombosit yang kuat dan vasokonstriktor. Di sisi lain,
prostasiklin sintetase yang membentuk PGI2. PGI2 merupakan vasodilator dan
penghambat kuat agregasi trombosit (Kumar, dkk, 2005).
Prostaglandin E2 (PGE2) merupakan hiperalgesik yang dapat
menyebabbkan kulit sensitif terhadap rangsangan yang menyakitkan.
Prostaglandin D2 (PGD2) merupakan metabolit utama dari jalur siklooksigenase
pada sel mast, bersama dengan PGE2 dan PGF2α yang dapat menyebabkan
vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas venula postcapillary sehingga
berpotensi terjadinya pembentukan edema. Siklooksigenase-1 (COX-1)
diproduksi sebagai respon terhadap rangsangan inflamasi dan bersifat konstitutif
yang keberadaannya selalu tetap dan tidak dipengaruhi oleh stimulus.
Siklooksigenase-1 (COX-1) berperan normal dalam tubuh untuk menghasilkan
prostaglandin yang dibutuhkan oleh tubuh dan bertanggung jawab untuk
memproduksi prostaglandin yang terlibat dalam peradangan serta menjaga fungsi
homeostatis seperti keseimbangan cairan dan elektrolit di ginjal maupun sebagai
sitoproteksi pada saluran pencernaan. Selain prostaglandin, COX-1 juga
mengkatalisis pembentukan tromboksan A2 (TXA2) yang dapat meningkatkan
agregasi platelet dan menimbulakan vasokontriksi. Sebaliknya, COX-2 bersifat
indusibel, dimana keberadaannya dipengaruhi oleh adanya stimulus.
Siklooksigenase (COX-2) merangsang produksi prostaglandin (PGI2) yang terlibat
dalam proses peradangan. Selain menghasilkan prostaglandin, COX-2 juga
menghasilkan pembentukan prostasiklin yang dapat menurunkan agregasi platelet
Jalur lipoksigenase merupakan jalur yang penting untuk membentuk
bahan-bahan proinflamasi yang kuat. 5-lipoksigenase adalah enzim metabolit
asam arakidonat utama pada neutrofil. Asam 5-hidroperoksieikosatetranoik
(5-HPTE) merupakan derivat 5-hidroperoksi asam arakidonat yang tidak stabil dan
direduksi menjadi asam 5-hidroksieikosatetraenoik (5-HETE) sebagai kemotaksis
untuk neutrofil atau diubah menjadi golongan senyawa yang disebut leukotrien.
Produk dari 5-HPTE adalah leukotrien A4 (LTA4), LTB4, LTC4, LTD4, LTE4 dan
LTE5. Leukotrien B4 (LTB4) merupakan agen kemotaksis yang kuat dan dapat
menyebabkan agregasi dari neutrofil. LTC4, LTD4, dan LTE4 dapat menyebabkan
vasokontriksi, bronkospasme, dan dapat meningkatkan permeabilitas vaskular
(Kumar, dkk., 2005).
Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis
menggunakan jalur transeluler. Trombosit sendiri tidak dapat membentuk lipoksin
A4 (LXA4) dan lipoksin B4 (LXB4), akan tetapi dapat membentuk metabolit dari
intermediet LTA4 yang berasal dari neutrofil. Lipoksin memiliki aksi baik dan
antiinflamasi misalnya LXA4 menyebabkan vasodilatasi dan antagonis
vasokontriksi yang distimulasi LTC4. Aktivitas lainnya menghambat kemotaksis
neutrofil dan perlekatan ketika menstimulasi perlekatan monosit (Kumar, dkk.,
2005).
E. Metode Pengujian Antiinflamasi
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk dapat melakukan pengujian
a. Induksi karagenin pada kaki tikus.
Induksi karagenin dilakukan pada kaki hewan uji (tikus), dimana hewan
uji disuntikkan suspensi karagenin secara subplantar sedangkan bahan uji
diberikan secara per oral. Volume edema kaki diukur dengan menggunakan alat
plestimometer. Aktivitas yang menunjukkan adanya antiinflamasi bahan uji
dilihat dari kemampuan bahan uji untuk mengurangi edema yang terjadi pada
telapak hewan uji setelah diinduksi karagenin.
b. Induksi histamin pada kaki tikus
Metode yang digunakan hampir sama dengan metode induksi karagenin,
perbedaannya penginduksi yang digunakan adalah larutan histamin 1%.
c. Induksi asam asetat
Metode ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas inhibisi terhadap
peningktan permeabilitas vaskular yang diinduksi oleh asam asetat secara
intraperitonial dengan melepaskan mediator-mediator inflamasi. Sejumlah
pewarna (Evan Blue 10% ) disuntikkan secara intravena. Aktivitas inhibisi obat
uji terhadap peningkatan permeabilitas vaskular ditunjukkan oleh kemampuan
obat uji dalam mengurangi konsentrasi pewarna yang menempel dalam ruang
abdomen yang disuntikkan sesaat setelah induksi asam asetat.
d. Induksi xylene pada edema daun telinga
Hewan uji diinduksi dengan xylene mengunakan mikropipet pada kedua
permukaan daun telinga hewan uji (mencit). Telinga kiri dijadikan sebagai
kontrol. Terdapat dua parameter pada yang diukur dalam metode ini, yaitu
uji yang telah diinduksi xylene diukur menggunakan jangka sorong digital,
kemudian dibandingkan dengan telinga kiri. Apabila menggunakan parameter
bobot daun telinga, maka daun telinga hewan uji dipotong kemudian ditimbang
serta dibandingkan dengan telinga kiri yang dijadikan sebagai kontrol.
e. Induksi asam arakhidonat pada edema daun telinga
Metode yang digunakan hampir sama dengan metode induksi xylene,
hanya saja penginduksi yang digunakan adalah asam arakhidonat yang diberikan
secara topikal pada kedua telinga kanan hewan uji (Suralkar, Sarda, Ghaisas,
Thakare, and Deshpande, 2008).
f. Modifikasi metode udem buatan dengan granuloma pouch
Hewan uji (mencit) dicukur bulu pada punggungnya dengan diameter ± 3
cm. Pada bagian punggung yang dicukur disuntikkan dengan udara 5 ml secara
subkutan hingga terbentuk kantong udara dan disuntikkan 0,1 ml karagenin dalam
NaCl fisiologis. Setelah 24 jam kantong udara yang terbentuk dihisap udaranya
hingga kempes. Ditambahkan larutan karagenin 2% sebanyak 0,2 ml pada tempat
yang terdapat kantong udara. Sediaan uji diberikan dengan cara mengoleskan pada
daerah yang dicukur dengan segera setelah pemberian karagenin 2% (Verawati,
Aria, dan Novicaresa, 2011).
g. Paparan UV pada kulit punggung hewan uji mencit
Metode yang digunakan yaitu inflammation-associated edema. Edema
yang terjadi diukur dari tebal lipat kulit punggung mencit menggunakan
tebal lipat kulit juga menunjukkan adanya pengukuran reaksi edema yang terjadi
(Widyarini, Spinks, Husband, and Reeve, 2001).
F. Karagenin
Karagenin merupakan polisakarida hasil ekstraksi dari rumput laut family
Eucheuma, Chondrus, dan Gigartina. Pemeriannya berupa serbuk berwarna putih
hingga kecoklatan, ada yang berbentuk butiran kasar hingga serbuk halus, tidak
berbau dan tidak berasa. (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).
Karagenin dapat digunakan dalam berbagai aplikasi sebagai pembentuk
gel, stabilising agents, thickening, pengobatan eksperimental, formulasi,
kosmetik, dan aplikasi industri. Karagenin sering digunakan sebagai bahan
induksi inflamasi. Karagenin ini termasuk salah satu iritan yang dapat digunakan
untuk pengujian aktivitas antiinflamasi sehingga karagenin dikenal sebagai respon
inflamasi pada hewan uji dan banyak digunakan untuk penelitian aktivitas
antiinflamasi (Necas, and Bartosikova, 2013).
Mekanisme dari induksi karagenin yang dapat menyebabkan inflamasi
terdapat dua tahap yaitu pada tahap pertama terkait dengan pelepasan histamin,
serotonin dan bradikinin. Mediator-mediator tersebut yang pertama kali terdeteksi
pada fase awal. Tahap kedua disebabkan karena kelebihan produksi prostaglandin
pada jaringan dan berhubungan juga dengan pelepasan bradikinin, protease dan
G. Antiinflamasi
Antiinflamasi bekerja dengan mengikat enzim siklooksigenase (COX) dan
lipoksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dan leukotrin. Adanya
penghambatan tersebut dapat menyebabkan peningkatan stabilitas sel,
menurunkan permeabilitas membran yang dapat mengurangi edema, serta rasa
nyeri menjadi lebih berkurang. Berdasarkan cara kerjanya, terdapat dua jenis
antiinflamasi yang digunakan dalam klinik yaitu golongan kortikosteroid dan
golongan non steroid (NSID) (Priyanto, 2010).
Mekanisme penghambatan inflamasi dari golongan obat kortikosteroid
yaitu dengan cara mengurangi aktivitas fosfolipase A2 dan mengikat lipogenase
serta mengurangi terbentuknya leukotrin sehingga dapat mengurangi peradangan
yang terjadi. Mekanisme penghambatan inflamasi dari golongan obat NSID yaitu
dengan cara mengikat siklooksigenase (COX). Siklooksigenase (COX) berfungsi
mengkonversi asam arakidonat menjadi prostaglandin, tromboksan, dan
prostasiklin yang akan merangsang timbulnya tanda-tanda inflamasi. Dengan
dihambatnya COX tersebut oleh golongan obat NSID maka dapat mengurangi
bahkan menghilangkan tanda-tanda inflamasi (Priyanto, 2010).
H. Hidrokortison Asetat
Hidrokortison asetat merupakan suatu senyawa antiradang dari golongan
kortikosteroid yang biasanya efektif untuk obat kulit. Klasifikasi kortikosteroid
topikal menurut USA dibagi manjadi tujuh golongan, yaitu golongan 1 termasuk
golongan 6/7 potensi lemah. Hidrokortison adalah kortikosteroid topikal potensi
rendah. Efek terapi yang dihasilkan yaitu vasokonstriksi, penurunan permeabilitas
membran, dan penekanan aktivitas mitosis dan respon imun (Carlos,2013).
Hidrokortison aseatat mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak
lebih dari 102,0% C23H32O6 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian dari hidrokortison asetat ini yaitu berupa serbuk hablur, putih hingga
praktis putih, tidak berbau dan melebur pada suhu lebih kurang 2000 disertai
dengan peruraian sedangkan kelarutannya tidak larut dalam air, sukar larut dalam
etanol dan dalam kloroform (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
I. Biocream®
Sediaan obat topikal merupakan sediaan obat yang mengandung dua
komponen dasar, yaitu zat pembawa dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen
bahan topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa merupakan
bagian inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat yang membawa
bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa ini mudah untuk
dioleskan, mudah dibersihkan serta tidak mengiritasi. Salah satu bahan pembawa
yang dapat digunakan misalnya biocream®. Biocream® bersifat ambifilik
berkhasiat sebagai W/O atau O/W (Yanhendri dan Yenny, 2012).
Biocream® merupakan sistem emulsi yang stabil dengan distribusi lemak
dan air yang merata (ambifilik). Biocream® menggabungkan sifat-sifat emulsi
minyak dalam air atau emulasi air dalam minyak. Biocream® dapat dicampur
lemak, tanpa mengganggu stabilitasnya. Biocream® sangat sesuai dengan kondisi
fisiologis kulit dan tidak mengandung zat-zat alergen seperti lanolin atau paraben.
Biocream® dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan pengencer untuk
berbagai zat-zat aktif untuk pengobatan kulit (IAI, 2012).
J. Landasan Teori
Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon fisiologis terhadap
berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan. Tidak semua peradangan
bersifat merugikan. Adanya proses inflamasi ini menandakan adanya suatu
mekanisme perlindungan di dalam tubuh untuk membasmi agen-agen berbahaya
dalam upaya untuk memperbaiki jaringan. Peradangan dalam tubuh juga
menunjukkan adanya respon protektif dalam menyingkirkan agen-agen atau
organisme penyebab awal cedera. Sebaliknya, tidak semua peradangan bersifat
menguntungkan. Peradangan dapat pula bersifat merugikan yang mendasari
beberapa penyakit kronik seperti reumatoid artritis dan reaksi hipersensitivitas
terhadap gigitan serangga, obat, maupun toksin.
Empat kandungan baru yang ditemukan dalam penelitian Matsunami,
dkk., (2006) dari daun M.tanarius, yaitu glukosida megastigman (megastigmane
glucoside) dinamakan macarangiosida A-D bersama dengan campuran
mallophenol B, lauriside E, methyl brevifolin carboxylate, dan hyparin dan
isoquercitrinb memperlihatkan adanya aktivitas penangkapan radikal bebas.
Kandungan kimia yang terdapat dalam daun M.tanarius menurut penelitian
menunjukkan juga adanya penangkapan radikal bebas terhadap DPPH. Adanya
penangkapan radikal bebas dari oksigen inilah yang menyebabkan peradangan
dapat dihambat sehingga kandungan-kandungan tersebut yang diduga memiliki
efek antiinflamasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati, dkk., (2011) juga
memperlihatkan bahwa ekstrak metanol-air daun M.tanarius memiliki aktivitas
antiinflamasi oral. Adanya aktivitas antiinflamasi dari pemberian ekstrak
metanol-air daun M.tanarius secara oral inilah yang juga diduga akan memperlihatkan
adanya efek antiinflamasi topikal.
Pengujian efek antiinflamasi topikal menggunakan metode inflammation
-assosiated edema dengan mengukur edema dari tebal lipat kulit punggung mencit
yang terjadi setiap jam selama 6 jam. Adanya penurunan edema dari setiap
jamnya selama 6 jam setelah pemberian perlakuan yang menunjukkan bahwa
ekstrak metanol-air daun M.tanarius memiliki efek antiinflamasi topikal serta
didukung dengan pengamatan kualitatif histopatologi kulit mencit yang dilihat
dari pengurangan sel-sel neutrofil yang terdapat pada daerah subkutan setelah
pemberian perlakuan dibandingkan dengan kulit yang hanya diinjeksi karagenin.
K. Hipotesis
Ekstrak metanol-air daun M.tanarius memberikan efek antiinflamasi
topikal dengan berkurangnya edema tebal lipat kulit punggung mencit yang
30
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A.Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang efek antiinflamasi topikal ekstrak metanol-air daun
M.tanarius pada mencit betina galur Swiss merupakan jenis penelitian
eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel utama
1) Variabel bebas: konsentrasi ekstrak metanol-air daun M.tanarius
2) Variabel tergantung: tebal edema kulit punggung mencit dan
pengurangan sel-sel neutrofil pada daerah subkutan.
b. Variabel pengacau :
1) Variabel pengacau terkendali
a) Subyek uji : mencit betina galur Swiss
b) Umur : 2-3 bulan
c) Berat badan : 20 – 25 gram
d) Keadaan subyek : sehat
2) Variabel pengacau tak terkendali : kondisi patofisiologis mencit
2. Definisi operasional
a. Daun M.tanarius yang digunakan yaitu daun yang berwarna hijau segar,
tidak berlubang, serta tidak terdapat kotoran dari binatang kecil yang
didapatkan dari kebun obat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Ekstrak metanol-air daun M.tanarius adalah ekstrak yang didapatkan
dengan cara mengekstraksi simplisia daun M.tanarius seberat 30 gram
dilarutkan dalam 150 ml pelarut metanol 50% secara maserasi selama lima
hari dan diremaserasi dalam jumlah pelarut yang sama selama dua hari,
disaring dengan kertas saring, serta diuapkan dalam oven hingga
didapatkan bobot tetap.
c. Konsentrasi ekstrak metanol-air daun M.tanarius berupa sejumlah berat
ekstrak kental daun M.tanarius (g) tiap bobot basis (g) yang digunakan,
dengan satuan g/g (b/b). Konsentrasi yang digunakan yaitu 1,67; 2,5; dan
3,75%.
d. Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap adanya benda asing. Respon
inflamasi berupa merah, nyeri, bengkak, perubahan fungsi, dan panas.
Dalam hal ini, yang diamati berupa edema pada kulit punggung mencit.
e. Tebal edema merupakan tebal lipat kulit punggung mencit yang meningkat
dari tebal lipat kulit punggung normal setiap 1 jam selama 6 jam setelah
diinjeksikan karagenin 1,5% yang diukur dengan menggunakan jangka
sorong digital dan dibuktikan dengan adanya infiltrasi neutrofil pada
daerah subkutan secara mikroskopik 24 jam setelah pengukuran edema
f. Efek antiinflamasi adalah kemampuan suatu zat uji (ekstrak metanol-air
daun M.tanarius) dalam mengurangi edema pada kulit punggung mencit
akibat injeksi karagenin 1,5% secara subkutan serta dibuktikan dengan
adanya pengurangan sel-sel neutrofil secara kualitatif di daerah subkutan
secara mikroskopik 24 jam setelah pengukuran edema jam ke enam.
g. Uji antiinflamasi adalah uji yang menggunakan mencit betina galur Swiss
sebagai hewan uji yang diradangkan pada kulit punggung mencit dan
diukur ketebalan lipat kulit penggungnya (reaksi edema yang terjadi)
menggunakan jangka sorong digital dan dibandingkan dengan perlakuan
topikal ekstrak metanol-air daun M.tanarius.
h. Pemberian topikal adalah pemberian seri konsentrasi ekstrak metanol-air
daun M.tanarius dengan cara mengoleskannya pada kulit punggung mencit
setelah diinjeksikan dengan karagenin 1,5%.
i. Konsentrasi optimum adalah konsentrasi tertinggi dari ekstrak metanol-air
daun M.tanarius yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal yang dilihat
dari % penghambatan inflamasi yang berbeda bermakna dengan kelompok
kontrol negatif dan kontrol Biocrem®.
j. Injeksi subkutan adalah injeksi yang dilakukan pada jaringan di bawah
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Hewan uji : mencit betina galur Swiss, dengan umur 2-3 bulan, berat
badan 20-30 gram yang diperoleh dari Laboratorium Imunologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bahan uji : daun M. tanarius diperoleh dari Kebun Tanaman Obat
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Zat Inflamatogen : Karagenin tipe I (Sigma Chemical Co) yang diperoleh
dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Metanol diperoleh dari PT. Brataco Chemika Jalan Letjen Suprapto 70
Ngampilan, Yogyakarta.
5. Aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi Yogyakarta.
6. NaCl fisiologis 0,9% sebagai pelarut karagenin diperoleh dari
Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
7. Callacort® cream yang mengandung hidrokortison asetat 2,5% yang
diperoleh dari Apotek K-24 Jalan Seturan Raya 101 A Catur Tunggal,
Yogyakarta.
8. Biocream® yang diperoleh dari Apotek K-24 Jalan Seturan Raya 101 A
Catur Tunggal,Yogyakarta.
D. Alat atau instrument penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Alat Ekstraksi :
a. Oven
b. Mesin penyerbuk
c. Ayakan no. 40
d. Alat-alat gelas (labu ukur, gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur,
cawan poeselin, pipet tetes, batang pengaduk dan gelas arloji).
2. Alat induksi dan pengukuran edema kulit punggung mencit dan lain-lain
a. Neraca analitik
b. Gunting
c. Alat pencukur bulu mencit
d. Spuit injeksi 1 ml
e. Stopwatch
f. Jangka sorong Digital Caliper “Wipro”
g. Mortir dan stamper
3. Alat dan bahan yang digunakan pemotongan organ kulit
a. Formalin 10%
b. Karton
c. Gunting bedah
d. Container
e. Pinset
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman menggunakan ciri-ciri yang terdapat pada tanaman
M.tanarius yang dilakukan secara benar berdasarkan buku acuan Flora of
Java di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Daun M.tanarius yang telah dipanen dan dikumpulkan, didapatkan dari
Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta dengan daun yang digunakan adalah daun yang berwarna hijau
segar, tidak berlubang serta tidak terdapat kotoran binatang kecil.
3. Pembuatan simplisia
Pembuatan simplisia daun M.tanarius dilakukan dengan cara yaitu daun
yang telah dipanen dan telah dikumpulkan dicuci dengan menggunakan air
mengalir kemudian ditiriskan untuk meniadakan air pada daun serta kembali
dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 30-45˚C hingga daun
benar-benar kering dan dapat diserbuk dengan mesin penyerbuk. Serbuk
simplisia yang didapatkan diayak kembali menggunakan ayakan no. 40
4. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Ekstrak metanol-air daun M.tanarius diperoleh dengan mengambil 30
gram serbuk kering daun M.tanarius dilarutkan dalam 150 ml metanol-air
50% pada erlenmeyer bersumbat, kemudian diekstraksi secara maserasi
kemudian ampas dari serbuk daun M.tanarius sebelumnya dilakukan
remaserasi dengan dilarutkan kembali dalam jumlah dan volume pelarut yang
sama selama dua hari dan terlindung dari cahaya kemudian disaring untuk
mendapatkan filtrat. Hasil dari filtrat maserasi dan filtrat remaseri disatukan
dan dibiarkan selama satu hari kemudian pelarut ekstrak diuapkan dengan
menggunakan oven hingga didapatkan ektrak kental dengan bobot yang tetap.
5. Pembuatan larutan NaCl fisiologis 0,9%
Larutan NaCl fisiologis 0,9% dibuat dengan melarutkan 0,9 g NaCl dalam
sedikit aquadest dalam gelas beker kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur
100 mL selanjutnya ditambahkan dengan aquadest hingga tanda.
6. Pembuatan konsentrasi karagenin dan orientasi pemberian karagenin
Karagenin 1% dibuat dengan melarutkan 1 g karagenin dalam sedikit
NaCl fisiologis 0,9% dalam gelas beaker kemudian dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 mL selanjutnya ditambahkan dengan NaCl fisiologis 0,9% hingga
tanda.
Karagenin 0,5 % dibuat dengan melarutkan 0,5 g karagenin dalam
sedikit larutan NaCl fisiologis 0,9% dalam gelas beaker kemudian dimasukkan
ke dalam labu ukur 100 mL selanjutnya ditambahkan dengan larutan NaCl
Fisiologis 0,9% hingga tanda.
Karagenin 1,5 % dibuat dengan melarutkan 1,5 g karagenin dalam sedikit
larutan NaCl fisiologis 0,9% dalam gelas beaker kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 mL selanjutnya ditambahkan dengan larutan NaCl
Mencit yang digunakan sebanyak 3 ekor. Satu ekor mencit untuk
pemberian karagenin 0,5 %, 1 ekor mencit untuk pemberian karagenin 1%
dan 1 ekor mencit untuk pemberian karagenin 1,5% dengan masing-masing
volume pemberian 0,1 mL secara subkutan. Kulit punggung mencit diukur
terlebih dahulu sebelum diinjeksikan dengan karagenin dan diukur kembali
setelah diinjeksikan karagenin setiap 1 jam selama 6 jam. Edema pada kulit
punggung mencit dari pemberian karagenin yang menunjukkan penebalan
sebesar 2-3 kali dari tebal awal dipilih sebagai konsentrasi penginduksi
inflamasi.
7. Pembuatan ekstrak metanol air daun M.tanarius 1,67; 2,5; dan 3,75%
Ekstrak metanol-air daun M.tanarius 1,67; 2,5; dan 3,75% dibuat dengan
menimbang ekstrak metanol-air daun M.tanarius seberat 0,167; 0,25; dan
0,375 g dan dilarutkan dalam 10 g basis Biocream®.
8. Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 33 ekor mencit betina galur Swiss,
umur 2-3 bulan, berat badan 20-25 g. Hewan uji dibagi secara acak menjadi
dua kelompok. Kelompok untuk pra-studi sebanyak 3 ekor mencit dan
kelompok perlakuan sebanyak 30 ekor mencit. Kelompok perlakuan terdiri dari
enam kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol
positif, kelompok kontrol Biocream®, kelompok tiga seri konsentarasi ekstrak
M.tanarius (1,67; 2,5; dan 3,75%) dan masing-masing kelompok terdiri dari 5