• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek antiinflamasi topikal ekstrak metanol-air daun senu (macaranga tanarius l. mull. arg) pada mencit betina terinduksi karagenin - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek antiinflamasi topikal ekstrak metanol-air daun senu (macaranga tanarius l. mull. arg) pada mencit betina terinduksi karagenin - USD Repository"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEK ANTIINFLAMASI TOPIKAL EKSTRAK METANOL-AIR DAUN SENU (Macaranga tanarius L. Mull. Arg) PADA MENCIT BETINA

TERINDUKSI KARAGENIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh : Gilda Todingbua NIM : 108114150

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

Persetujuan Pembimbing

EFEK ANTIINFLAMASI TOPIKAL EKSTRAK METANOL-AIR DAUN SENU (Macaranga tanarius L. Mull. Arg) PADA MENCIT BETINA

TERINDUKSI KARAGENIN

Skripsi yang diajukan oleh :

Gilda Todingbua

Nim : 108114150

telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama

(drh. Sitarina Widyarini, MP. PhD) tanggal ...

Pembimbing Pendamping

(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

EFEK ANTIINFLAMASI TOPIKAL EKSTRAK METANOL-AIR DAUN SENU (Macaranga tanarius L. Mull. Arg) PADA MENCIT BETINA

TERINDUKSI KARAGENIN

Oleh :

Gilda Todingbua

108114150

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Pada tanggal : 18 Juli 2014

Mengetahui, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan

(Ipang Djunarko, M.Sc., Apt)

Panitia Penguji Skripsi Tanda Tangan

1. drh. Sitarina Widyarini, MP. PhD ...

2. Phebe Hendra, M.Si., P.hD, Apt. ...

3. Ipang Djunarko M.Sc., Apt. ...

(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Kita tidak akan mencapai garis finish bila tidak meninggalkan garis start”

(Anonim)

Blessed is the man who believes in, trusts in, and relies on

the Lord, and whose hope and confidence the Lord is.

(Jeremiah 17 :7)

Kupersembahkan skripsi ini untuk :

Kemuliaan Tuhan Yesus Kristus

Kedua orang tuaku dan saudara-saudaraku

(5)

v

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma :

Nama : Gilda Todingbua

NIM : 108114150

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Metanol-Air Daun Senu (Macaranga tanarius

L. Mull. Arg) pada Mencit Betina Terinduksi Karagenin” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Saya memberikan kepada perpustakaan Universitas

Sanata Dharma hak untuk menyimpan data, mengalihkan dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

maupun memberikan royalty kepada saya selama mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal, 21 Juli 2014

Yang menyatakan,

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah

ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 18 Juli 2014 Penulis

(7)

vii

PRAKATA

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

oleh karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Metanol-Air Daun Senu (Macaranga

tanariusL. Mull. Arg) pada Mencit Betina Terinduksi Karagenin” dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh

gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penyelesaiaan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Drh. Sitarina Widyarini, MP. Ph.D, selaku Pembimbing Utama skripsi

ini yang selalu mendukung, memotivasi, membimbing, dan memberikan

masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Pembimbing Pendamping

skripsi ini atas kesabaran untuk selalu mendukung, membimbing, dan

memberi masukan kepada penulis dalam menyususn skripsi ini.

4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penguji yang

memberikan saran dan kritik yang membangun hingga skripsi ini tersusun.

5. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang

(8)

viii

6. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi

Fakultas Farmasi sekaligus Dosen Pembimbing Akademik penulis atas

bimbingan, pengarahan, dan dukungan selama ini.

7. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt, selaku Kepala Laboratorium Fakultas

Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan semua fasilitas

laboratorium yang mendukung dalam penelitian ini.

8. Staf laboratorium, Bapak Heru Purwanto, Bapak Parjiman, Mas Kayatno,

Bapak Wagiran, yang telah bersedia membantu penulis dalam penelitian di

laboratoriun.

9. Kedua orang tua, Ir. J. Todingbua dan Y. Rasinan, B.Sc yang selalu

memberikan semangat, kasih sayang, doa, dan dukungan baik secara

materi maupun non-materi sehingga penulis tetap bersemangat dalam

penyusunan skripsi ini.

10.Saudara-saudaraku : Rikhard Todingbua, S.T., Agrivita Todingbua, S.E.,

Irma Todingbua, S.E., Reinhart Todingbua, S.T., dan Arthur Todingbua,

S.T., yang selalu meberikan doa, semangat, motivasi dan sumber inspirasi

dalam penyusunan skripsi ini.

11.Teman-teman seperjuangan dalam penelitian : Trifonia Rosa Kurniasih,

Lusiana Rani Oktaviani, Yohanes Ivan Kristianto, atas bantuan, kerja

sama, perjuangan serta suka duka yang dialami selama penelitian.

12.Teman-temanku Muhadela Tiara Murtiwi, Yeni Natalia Susanti, Puspita

(9)

ix

13.Teman-teman FSM D dan FKK B angkatan 2010 atas kebersamaan,

pertemanan, suka duka selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi.

14.Teman-teman “Apostolos Family” yang juga selalu memberikan

memotivasi, doa, dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

15.Teman-teman Kost Wisma Lestari : Weni Astuti, Priska Delania, Yohana

Natalia, Vinsensia Novita Sari, Brigita Yulise, Cecilia Sendi, Novianti Eka

Sari dan Vina Puspita Sari, atas dukungan dan semangat dalam

penyusunan skripsi ini.

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu penulis dalam meyelesaikan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna termasuk

penulis. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan

yang ada dalam penyusunan skripsi ini. Maka penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun yang dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Akhir

kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 18 Juli 2014

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

(11)
(12)

xii

A.Jenis dan Rancangan Penelitian ...

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...

1. Variabel Penelitian ...

2. Definisi Operasional ...

C.Bahan Penelitian ...

D.Alat Penelitian atau Instrumen Penelitian ...

E. Tata Cara Penelitian ...

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 30

B. Ekstrak Metanol-Air Daun M.tanarius...

C.Pengujian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak M.tanarius ...

D.Uji Pendahuluan...

E. Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Daun M.tanarius...

F. Hasil Pengujian Efek Antiinflamasi Topikal Ekstrak Metanol-Air

Daun M.tanarius ...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 63

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Hasil rerata AUC total masing-masing kelompok perlakuan ... 51

Tabel II. Rerata % penghambatan inflamasi pada setiap kelompok

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Tanaman dan daun Macaranga tanarius ... 7

Gambar 2. Struktur kandungan M.tanarius berturut-turut tanarifuranonol,

tanariflavanon, tanariflavanon... 10

Gambar 3. Struktur senyawa-senyawa kimia yang diisolasi dari daun

M.tanarius... 11

Gambar 4. Struktur lapisan kulit : lapisan epidermis dan dermis... 14

Gambar 5. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dibandingkan

dengan normal... 16

Gambar 6. Metabolit asam arakidonat dan perannya dalam proses

inflamasi serta target dari beberapa obat antiinflamasi... 20

Gambar 7. Skema jalannya penelitian... 39

Gambar 8. Pengukuran tebal lipat kulit setiap 1 jam hingga 6 jam secara

subkutan ... 46

Gambar 9. Rata-rata pengukuran tebal lipat kulit punggung mencit dari

waktu pengukuran 1 jam hingga 6 jam ... 49

Gambar 10. Diagram batang % penghambatan inflamasi masing-masing

kelompok perlakuan beserta kontrol ... 53

Gambar 11. Histopatologi kulit normal tanpa perlakuan ... 58

Gambar 12. Histopatologi perubahan kulit setelah pemberian perlakuan

dengan pengecatan HE perbesaran 200x ... 58

(15)

xv

Gambar 14. Serbuk daun M.tanarius ... 69

Gambar 15. Ekstrak metanol-air daun M.tanarius ... 69

Gambar 16. Ekstrak yang dilarutkan dalam basis Biocream® ... 69

Gambar 17. Mencit betina galur Swiss ... 70

Gambar 18. Kulit punggung mencit setalah pengukuran ... 70

Gambar 19. Cara pengukuran edema (tebal lipat kulit) ... 70

Gambar 20. Pengawetan kulit dengan formalin 10% ... 70

Gambar 21. Cara pemotongan kulit punggung mencit ... 71

Gambar 22. Hasil pemotongan kulit punggung mencit ... 71

Gambar 23. Biocream® (Basis ekstrak) sebagai kontrol Biocream® ... 72

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Serbuk daun M.tanarius beserta ekstrak metanol-air

M.tanarius ... 69

Lampiran 2. Hewan uji yang digunakan beserta cara pengukuran pengukuran edema ... 70

Lampiran 3. Cara pemotongan kulit untuk pengamatan histopatologi ... 71

Lampiran 4. Kontrol yang digunakan dalam penelitian beserta alat spuit injeksi... 72

Lampiran 5. Surat determinasi tanaman Senu (M.tanarius L. Mull.Arg) .... 73

Lampiran 6. Surat Ethical Clirens ... 74

Lampiran 7. Hasil perhitungan Area Under Curve (AUC) ... 75

Lampiran 8. Perhitungan persen (%) penghambatan inflamasi ... 78

Lampiran 9. Hasil uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk ... 79

Lampiran 10. Hasil perhitungan rata-rata persen (%) penghambatan inflamasi masing-masing kelompok perlakuan ... 80

Lampiran 11. Hasil pengujian ANOVA ... 83

(17)

xvii

INTISARI

Tanaman senu (Macaranga tanarius) merupakan salah satu tanaman yang banyak diteliti akan kandungan senyawanya tetapi penelitian terkait efek antiinflamasi masih sedikit dilaporkan. Adanya inflamasi disertai gejala seperti

rubor, calor, dolor, tumor, function laesa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antiinflamasi topikal, konsentrasi optimum, dan mengetahui persen (%) penghambatan inflamasi dari ekstrak metanol-air daun M.tanarius pada mencit betina galur Swiss menggunakan metode Inflammation-assosiated edema dengan mengukur tebal lipat kulit punggung mencit.

Penelitian ini termasuk eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak pola searah. Tiga puluh ekor mencit dibagi 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol Biocream®, kelompok kontrol positif, kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M.tanarius konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% dengan cara pemberian secara topikal. Tebal lipat kulit punggung mencit yang menunjukkan tebal edema diukur menggunakan jangka sorong digital setiap jam selama 6 jam, kemudian dihitung selisih tebal lipat kulit punggung yang terinduksi dengan tebal lipat kulit punggung sebelum terinduksi karagenin 1,5% dan didukung hasil pengamatan histopatologi dari kulit punggung mencit. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Shapiro-Wilk dan dilanjutkan analisis Anova satu arah dengan uji Post-Hoc menggunakan uji scheffe.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M.tanarius

memiliki efek antiinflamasi topikal. Konsentrasi optimum yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal sebesar 3,75%. Persen (%) penghambatan inflamasi dari ekstrak metanol-air daun M.tanarius pada konsentrasi 1,67; 2,5; dan 3,75% berturut-turut adalah 53,91; 48;58 dan 75,42%.

Kata kunci: antiinflamasi, topikal, Macaranga tanarius, Inflammation-assosiated

(18)

xviii

ABSTRACT

Senu (Macaranga tanarius) is a plant that has pharmacological effect. Many researchers have examined the coumpounds contained of this plant but there are a few reports about its topical antiinflammatory effect. Inflammation is indicated by symptoms such as rubor, calor, dolor, tumor, and function laesa. The research purpose are to investigate topical anti-inflammatory effect, optimum concentration, and find out the percent (%) inhibition of inflammation of the methanol - water extract of M.tanarius leaves using Inflammation-associated edema methods by measuring middorsal skinfold thickness.

This research is purely experimental with completely randomized design direction. Thirty mice were divided into six groups of five animal each. Negatif control group, positif control group, Biocream® control group and group of methanol-water extract of M.tanarius with a consentration of 1,67; 2,5; and 3,75% ware given topically. The middorsal skinfold thickness which showed edema was measured by using calliper digital every an hour for six hours. Middorsal skinfold thickness of the induced and the non-induced of 1,5% carrageenan were measured and added histopathological observations of the middorsal skinfold thickness. The obtained data was analyzed using the Shapiro-Wilk test, continued by one-way Anova and Post Hoc test by Scheefe test.

The result showed that methanol-water extract of M.tanarius leaves has topical antiinflammatory effect. Optimum concentration showed topical antiinflammatory effect at 3,75%. Percent (%) inhibition of the methanol-water extract of M.tanarius leaves at consentration 1,67; 2,5; and 3,75% were 53,91; 48;58 and 75,42%.respectively.

(19)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Inflamasi atau yang biasa disebut dengan peradangan merupakan suatu

respon fisiologis terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedara jaringan.

Inflamasi yang terjadi bisa lokal, sistemik, akut dan kronis yang dapat

menimbulkan kelainan patologis (Baratawidjaja dan Iris, 2010). Inflamasi dapat

terjadi pada siapa saja baik orang tua, anak muda, atau bahkan anak kecil

sekalipun dapat mengalami inflamasi. Inflamasi atau peradangan termasuk hal

yang sudah banyak dikenal dimasyarakat dan seiiring dengan berjalannya waktu

sering terjadi dikehidupan sehari-hari serta cenderung dianggap sesuatu yang

tidak diinginkan karena dapat menimbulkan rasa yang kurang nyaman bagi

penderita dimana dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Inflamasi sering tidak

diinginkan karena inflamasi disertai dengan adanya gejala-gejala yang merupakan

respon inflamasi seperti kemerahan (rubor), panas meningkat (calor), nyeri

(dolor), pembengkakan (tumor), serta gangguan fungsi (function laesa) (Martini

and Nath, 2009). Keadaan seperti inilah yang mendorong penderita untuk segera

mengatasi dan mengobati inflamasi yang terjadi.

Banyak cara yang dapat dilakukan penderita untuk dapat mengobati atau

mengurangi rasa yang kurang nyaman akibat inflamasi yang terjadi, salah satunya

yang sering dilakukan yaitu dengan pemberian obat antiinflamasi non steroid

(AINS) secara per oral. Akan tetapi, penggunaan obat golongan antiinflamasi non

(20)

mengiritasi lambung karena ketidakselektifan terhadap enzim siklooksigenase

(COX). Hampir semua obat AINS bekerja pada kedua isoform dari enzim

siklooksigenase sehingga senyawa proteksi lambung yang seharusnya dihasilkan

oleh enzim siklooksigenase-1 (COOX-1) dihambat pembentukannya (Schror and

Meyer, 2000). Oleh karena itu, satu hal yang perlu diperhatikan yaitu dengan

mengubah jalur pemberian obat secara per oral menjadi secara topikal/lokal

karena pemberian secara topikal dianggap lebih mudah, cepat, mengurangi first

pass effect dan lebih praktis sebagai pertolongan pertama dalam mengatasi

peradangan dibandingkan dengan pemberiaan obat-obat golongan AINS yang

diberikan secara oral (Ganiswarna, 1995).

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak

keanekaragaman tanaman. Banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai salah

satu alternatif pencegahan maupun pengobatan suatu penyakit. Kecenderungan

penggunaan bahan obat dari alam atau obat herbalpun semakin meningkat.

Namun, dewasa ini masih banyak masyarakat yang belum mengenal dan

mengetahui manfaat dari suatu tanaman yang mampu mengurangi maupun

mengobati suatu penyakit seperti halnya dengan inflamasi atau peradangan yang

sering terjadi dimasyarakat. Oleh karena itu, penelitian tanaman yang memiliki

efek antiinflamasi mulai dikembangkan untuk mencari dan mendapatkan

informasi terkait khasiat dan efek dari suatu tanaman. Tanaman yang mungkin

kurang dikenal oleh sebagian besar masyarakat dapat dijadikan salah satu pilihan

(21)

Semua manfaat ini dapat diperoleh karena adanya kandungan khasiat tertentu

didalam suatu tanaman (Latief, 2012).

Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, and Sutthivaiyakit

(2005) melaporkan bahwa konstituen dari ekstrak n-heksan dan klorofom dari

daun M.tanarius berupa flavonoid yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C,

tanariflavanon D memperlihatkan adanya aktivitas antioksidan terhadap DPPH

dan nymphaenol B memperlihatkan adanya agen antiinflamasi pada COX-2.

Adanya kandungan flavonoid yang terdapat dalam daun M.tanarius yang diduga

memiliki aktivitas antiinflamasi. Menurut Kurniawati (cit., Fitriyani, Winarti,

Muslichah, Nuri, 2011) flavonoid akan menghambat permeabilitas kapiler dan

menghambat sekresi enzim lisosom dari sel neutrofil dan sel endothelial.

Beberapa senyawa flavonoid dapat menghambat pelepasan asam arakhidonat dan

sekresi enzim lisosom dari membran dengan jalan memblok jalur siklooksigenase

dan jalur lipoksigenase sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan leukotrien

yang merupakan mediator-mediator inflamasi.

Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo, Otsuka and Takeda

(2006) melaporkan bahwa kandungan hasil isolasi dari ekstrak metanol daun

M.tanarius seperti macarangiosida A-C dan mallofenol B memperlihatkan adanya

aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH secara in vitro. Adanya aktivitas

penangkapan radikal bebas inilah yang diduga akan menghambat pembentukkan

prostaglandin. Dengan dihambatnya pembentukkan prostaglandin maka mediator

(22)

Hal ini yang mendasari dugaan sementara bahwa ekstrak metanol-air daun

M.tanarius memiliki efek antiinflamasi.

Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Kurniawati, Adrianto, dan

Hendra (2011) melaporkan bahwa pemberian peroral dosis ekstrak metanol-air

daun M. tanarius (711; 2133; 6400 mg/kg BB) menunjukkan adanya aktivitas

antiinflamasi pada mencit yang terinduksi karagenin dengan % penghambatan

inflamasinya sebesar 23,34; 37,39; dan 46,97% dan memperlihatkan aktivitas

hepatoprotektif pada tikus yang terinduksi parasetamol. Adanya aktivitas

antiinflamasi dari pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius secara oral

memberikan peluang bagi penggunaan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

secara topikal. Oleh karena itu, pada penelitian dilakukan untuk membuktikan

apakah pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius secara topikal dapat

melindungi kulit mencit dari inflamasi yang terjadi akibat induksi karagenin 1,5%

secara subkutan yang didukung dengan hasil pengamatan kualitatif histopatologi

kulit mencit yang dilihat dari pengurangan sel-sel neutrofil pada daerah subkutan.

1. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, rumusan permasalahan

yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

a.Apakah ekstrak metanol-air daun M.tanarius memiliki efek

(23)

b.Berapakah konsentrasi optimum ekstrak metanol-air daun M. tanarius

yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal pada mencit betina galur

Swiss?

c.Berapa persen (%) penghambatan inflamasi ekstrak metanol-air daun

M.tanarius pada mencit betina galur Swiss?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Phommart, dkk., (2005) melaporkan

bahwa konstituen dari ekstrak n-heksan dan klorofom dari daun M.tanarius

berupa flavonoid, yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, tanariflavanon D

memperlihatkan adanya aktivitas antioksidan terhadap DPPH dan nymphaenol B

memperlihatkan adanya agen antiinflamasi pada COX-2.

Penelitian yang dilakukan oleh Matsunami, dkk., (2006) melaporkan

bahwa kandungan hasil isolasi dari ekstrak metanol daun M.tanarius seperti

macarangiosida A-C dan mallofenol B memperlihatkan adanya aktivitas

penangkapan radikal terhadap DPPH.

Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati, dkk., (2011) melaporkan

bahwa pemberian peroral ekstrak metanol-air daun M. tanarius menunjukkan

aktivitas antiinflamasi pada mencit yang terinduksi karagenin 1% secara

subplantar dan memperlihatkan aktivitas hepatoprotektif pada tikus yang

terinduksi parasetamol.

Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek antiinflamasi topikal

(24)

secara subkutan yang didukung dengan hasil pengamatan kualitatif histopatologi

kulit mencit belum pernah dilaporkan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi tentang penggunaan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai

antiinflamasi topikal.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi kepada masyarakat tentang penggunaan ekstrak metanol-air daun M.

tanarius sebagai antiinflamasi topikal.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum. Untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun

M. tanarius.

2. Tujuan khusus.

1. Untuk mengetahui efek antiinflamasi topikal ekstrak metanol-air daun

M.tanarius pada mencit betina galur Swiss.

2. Untuk mengetahui konsentrasi optimum ekstrak metanol-air daun

M.tanarius yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal pada mencit

betina galur Swiss.

3. Untuk mengetahui persen (%) penghambatan inflamasi ekstrak

(25)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tanaman Macaranga tanarius L. Mull. Arg

Gambar 1. Tanaman dan daun M.tanarius

1. Taksonomi tanaman

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga tanarius (L.) M. A (Anonim c, 2013).

2. Sinonim

Ricinus tanarius L., Macaranga molliuscula Kurz, Macaranga tomentosa

(26)

3. Nama daerah

Batak : Mapu

Lampung : Madau

Sunda : Mara

Jawa : Karahan, Tutup, Tutup ancur, Senu

Madura : Totop lakek

Minahasa : Dahan

Ambon : Hanuwa, Hinan, Lama

Ternate : Same

Halmahera Utara : Same, Hamehe (Anonim a, 2013).

4. Penyebaran

Tanaman M. tanarius tersebar luas dari Kepulauan Andaman dan Nicobar,

Indo-Cina, Cina Selatan, Taiwan dan Kepulauan Ryukyu, seluruh Malaysia,

sampai ke Australia Utara dan Timur dan Melanesia. Jenis ini umum dijumpai di

daratan Asia Tenggara seperti Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, dan pada

banyak pulau di Malaysia, yaitu Sumatra, Borneo, Kepulauan Sunda Kecil,

Sulawesi, Nugini, dan seluruh Kepulauan Filipina. Tanaman ini umum di hutan

sekunder terutama di area logging. Dapat dijumpai juga di belukar, semak, hutan

kecil pedesaan, dan vegetasi pantai serta dapat tumbuh pada tanah liat, lempung

dan pasir, biasanya di dataran rendah tetapi di Jawa dijumpai sampai ketinggian

(27)

5. Morfologi

Tanaman M.tanarius berbentuk pohon kecil sampai sedang, dengan dahan

yang agak besar. Daun berseling, agak membundar, dengan stipula besar yang

luruh. Perbungaan bermulai di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah

kapsul berkokus dua, ada kelenjar kekuningan di luarnya. Biji membulat dan

menggelembur. Jenis ini juga mengandung tanin yang cukup untuk menyamak

jala dan kulit (Anonim b, 2013).

6. Kegunaan

Di Malaysia dan Thai tanaman M.tanarius digunakan sebagai pengobatan

tradisional dimana akar M.tanarius digunakan sebagai antiperetik dan antitusif.

Akar kering digunakan sebagai agen emetik, sedangkan daun segarnya digunakan

untuk menutupi luka dan untuk mencegah peradangan. Di Cina, spesies ini

umumnya ditanam dan dipanen untuk memproduksi suatu produk seperti

minuman kesehatan, dan ekstraknya dimasukkan ke dalam pasta gigi serta akar

dan kulit tanaman ini digunakan untuk hemoptisis dan disentri. Daun kering

M.tanarius digunakan sebagai teh herbal. Studi sebelumnya menyebutkan ekstrak

dari daun M.tanarius menunjukkan adanya aktivitas antimikroba yang digunakan

sebagai bahan aktif yang digunakan dalam produk oral untuk mencegah dan

mengobati karies gigi, gingivitis dan peradangan pada gusi (Lim, Lim, and Yule,

2009).

Di Malaysia, kayu dari tanaman M.tanarius ini digunakan untuk

(28)

disentri dan rebusan akarnya untuk mengobati demam. Daun yang dihaluskan

dipakai untuk tapal penyembuh luka. M.tanarius belum pernah digunakan secara

luas, tetapi berguna sebagai bahan pewarna coklat, perekat, bahan tambahan untuk

minuman, kayu dan obat (Anonim b, 2013).

7. Kandungan kimia

Penelitian yang dilakukan Phommart, dkk. (2005) ditemukan adanya tiga

kandungan senyawa baru, yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, tanariflavanon

D (Gambar 2.) bersama-sama dengan tujuh kandungan yang telah diketahui, yaitu

nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone B, blumenol A

(vomifoliol), blumenol B (7,8-dihydrovomifoliol), dan annuionone E.

Gambar 2. Struktur kandungan M.tanarius berturut-turut tanarifuranonol (1), tanariflavanon (2), tanariflavanon D (3)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Matsunami, dkk. (2006) ditemukan

empat kandungan baru dari daun M.tanarius, yaitu terdapat glikosida

megastigman (megastigmane glucoside) dinamakan macarangiosida A-D bersama

dengan campuran mallophenol B, lauriside E, methyl brevifolin carboxylate, dan

hyparin dan isoquercitrinb (Gambar 3.). Hasil isolasi dan elusidasi struktur dari

(29)

lainnya memperlihatkan adanya aktivitas penangkapan radikal bebas. Dilanjutkan

pada penelitian yang dilakukan Matsunami, Otsuka, Kondo, Shinzato, Kawahata,

Yamaguchi and Takeda (2009), melaporkan bahwa dalam daun M.tanarius juga

mengandung lignan glukosida, (+)-pinoresinol 4-O-[6n-O-galloyl]-β -D-glucopyranoside, dan 2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan F,

bersama dengan 15 komponen lain.

(30)

B. Metode Peyarian

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan

mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan

pelarut yang sesuai diluar pengaruh cahaya matahari langsung kemudian semua

atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian hingga memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

Proses penarikan zat aktif dalam simplisia nabati atau hewani dapat

dilakukan dengan metode maserasi, infundasi, dekoksi, perklorasi, maupun

pemerasan simplisia segar. Pemilihan metode dan jenis penyari yang digunakan

tergantung dari zat aktif yang akan disari (Badan POM RI, 2013).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari

akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan

zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel maka larutan yang terpekat didesak

keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1986).

Metode maserasi digunakan untuk simplisia kering dan penyarian

simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, serta

(31)

penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-metanol atau pelarut lain

(Badan POM RI, 2013).

Keuntungan dari maserasi adalah dalam pengerjaannya lebih mudah,

sederhana dan peralatannya lebih murah. Sedangkan kekurangannya adalah waktu

yang dibutuhkan untuk mengekstraksi bahan cukup lama, penyarian kurang

sempurna, serta pelarut yang digunakan jumlahnya banyak jika harus dilakukan

remaserasi (Badan POM RI, 2013).

C. Kulit

Kulit merupakan salah satu organ terbesar dari tubuh, terhitung sekitar

15% dari total badan orang dewasa (Kanitakis, 2012). Kulit menutupi dan

melindungi permukaan tubuh serta bersambung dengan selaput lendir yang

melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit yang di dalamnya

terdapat ujung saraf peraba mempunyai banyak fungsi antara lain membantu

mengatur suhu, mengendalikan hilangnya air dari tubuh, serta mempunyai sedikit

kemampuan eksretori, sekretori, dan absorpsi (Pearce, 2006).

Kulit juga merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan

umum dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya, menjadi

pucat, kening-kuningan, kemerah-merahan atau suhu meningkat, memperlihatkan

adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit karena penyakit

tertentu (Syaifuddin, 2006).

Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain

(32)

kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap ganggungan fisis ataupun mekanik,

misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan

iritasi. Kulit juga penting sebagai mekanisme pertahanan non spesifik yang

bertindak sebagai penghalang terhadap invasi oleh mikroba, bahan kimia, agen

fisik seperti trauma ringan maupun sinar ultraviolet (Ross and Wilson, 2001).

Adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut jaringan

penunjang berperan sebagi pelindung terhadap gangguan fisis. Kulit juga

berfungsi sebagai proteksi rangsangan kimia karena sifat stratum korneum yang

impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air. Kulit juga berperan dalam

fungsi absorbsi, fungsi pengatur panas, fungsi eksresi, fungsi persepsi, fungsi

pembetukan pigmen, fungsi keratinasi, serta fungsi pembentukan vitamin D

(Syaifuddin, 2006).

Pada orang dewasa luas permukaan kulit sekitar 1,5 sampai 2 m2. Kulit

dilengkapi dengan kelenjar, rambut maupun kuku. Kulit memiliki dua lapisan

utama yaitu lapisan epidermis dan lapisan dermis serta diantara kulit dan struktur

yang mendasari kulit terdapat lapisan lemak subkutan (Ross and Wilson, 2001).

Struktur lapisan kulit dapat dilihat pada gambar 4.

(33)

D. Inflamasi 1. Definisi

Inflamasi atau peradangan didefinisikan sebagai respon fisiologis

terhadap berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan (Baratawidjaja

dan Iris 2010). Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular

dimana cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator

kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi.

Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana

tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada

tempat cedera dan mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan. Adanya

peradangan juga menunjukkan respon protektif untuk menyingkirkan organisme

penyebab awal cedera. Akan tetapi, peradangan dan perbaikan juga dapat bersifat

merugikan yang mendasari beberapa penyakit kronik seperti reumatoid artritis dan

reaksi hipersensitivitas terhadap gigitan serangga, obat, maupun toksin.

Ada hubungan antara inflamasi dan infeksi, tetapi istilah tersebut tidak

bisa dianggap sama. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme dan dapat

menyebabkan inflamasi, tetapi tidak semua inflamasi disebabkan oleh infeksi

(Kee, 1996). Ditinjau dari waktu terjadinya, radang dibagi menjadi dua yaitu,

radang akut dan radang kronis.

Peradangan akut merupakan suatu respon cepat terhadap agen yang

merugikan serta berfungsi untuk meyalurkan mediator-mediator pertahanan

penjamu leukosit dan protein plasma ke tempat cedera. Peradangan akut memiliki

(34)

aliran darah sehingga menyebabkan eritema dan hangat, (2) ekstravasasi dan

pengendapan cairan dan protein plasma yang menyebabkan terjadinya edema serta

(3) emigrasi dan akumulasi leukosit terutama neutrofil di tempat cedera. Pada

sebagian besar bentuk peradangan akut, neutrofil mendominasi infiltrat

peradangan selama 6 sampai 24 jam pertama kemudian digantikan oleh monosit

dalam 24 sampai 48 jam (Kumar, Abbas, and Fausto, 2005). Manifestasi lokal

terjadinya inflamasi akut dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Manifestasi lokal terjadinya inflamasi akut dibandingkan dengan normal (Kumar, dkk.,2005)

Pada peradangan akut akan berlangsung dengan cepat dan relatif singkat,

biasanya dalam beberapa menit, jam, maupun hari. Karakteristik utama dalam

peradangan akut ini adalah eksudasi cairan dan protein plasma (edema) serta

emigrasi leukosit terutama neutrofil. Manifestasi lokal yang sering terjadi seperti

terjadi dilatasi pada vaskular dan akan meningkatkan aliran darah yang dapat

menyebabkan eritema dan terasa hangat; terjadi ekstravasai dan deposisi cairan

plasma dan protein; serta menyebebkan leukosit bermigrasi dan terakumulasi di

(35)

Pada peradangan kronis akan berlangsung relatif lebih lama. Gambaran

histologis ditandai dengan adanya limfosit dan makrofag, proliferasi pembuluh

darah, fibrosis, dan nekrosis jaringan (Kumar, dkk., 2005).

2. Gejala

Radang akut ialah radang yang disebabkan oleh rangsangan yang

berlangsung sesaat atau mendadak (akut). Radang ini ditandai dengan perubahan

makroskopik lokal, yaitu dengan adanya :

a. Rubor (Kemerahan)

Rubor atau yang dikenal dengan kemerahan merupakan hal pertama yang

terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Ketika reaksi peradangan mulai

timbul, maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar sehingga banyak

darah mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya

kosong atau merenggang, dengan cepat akan penuh terisi darah. Keadaan ini yang

disebut hiperemia atau kongesti, yang bertanggung jawab atas warna merah lokal

karena peradangan akut (Price dan Wilson, 1992).

b. Calor (Panas)

Calor atau panas berjalan sejajar dengan kemerahan reaksi peradangan

akut. Sebenarnya panas hanyalah merupakan suatu sifat reaksi peradangan pada permukaan badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37˚C, yaitu suhu

di dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari

(36)

tubuh ke permukaan daerah yang terkena daripada yang disalurkan ke daerah yang

normal (Price dan Wilson, 1992).

c. Dolor (Rasa sakit)

Rasa sakit dari reaksi peradangan mungkin ditimbulkan melalui berbagai

cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang

ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin

atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan

jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang dapat

menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson, 1992).

d. Tumor (Pembengkakan)

Segi yang mungkin paling mencolok dari peradangan akut adalah

pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan

dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran cairan

dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini

reaksi peradangan eksudat adalah cair. Contoh klasik dari cairan eksudat adalah

cairan yang timbul dengan cepat dalam luka melepuh dari kulit setelah luka bakar

kecil kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalakan aliran darah, dan

tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Price dan Wilson, 1992).

e. Functiolesia (Perubahan fungsi)

Perubahan fungsi dari organ yang mengalami peradangan, akibat

terbentuknya metabolit-metabolit yang merugikan oleh sel-sel yang mengalami

trauma dan peningkatan temperatur di daerah peradangan untuk reaksi biokimia

(37)

3. Mekanisme inflamasi

Mekanisme inflamasi sangat dipengaruhi oleh pelepasan mediator kimiawi

dari jaringan yang rusak serta migrasi sel. Mediator kimiawi spesifik bervariasi

dengan tipe proses peradangan, beberapa diantaranya yaitu histamin,

prostaglandin, bradikinin, dan interleukin-1 (Mycek, Harvey, dan Champe, 2001).

Apabila membran sel mengalami kerusakan karena rangsangan kimiawi, fisik

maupun mekanis, maka enzim fosfolipase akan diaktifkan untuk mengubah

fosfolipid yang terdapat di membran sel menjadi asam arakidonat (Kumar, dkk.,

2005). Kerusakan sel inilah yang umumnya memicu proses terjadinya

pembebasan asam arakidonat. Asam arakidonat ini merupakan suatu asam lemak

20-karbon yang merupakan prekursor dari prostaglandin.

Metabolit asam arakidonat yang disebut eikosanoid dapat dimetabolisme

melalui beberapa jalur diantaranya yaitu :

a. Melalui asam lemak siklooksigenase (COX). Terdapat dua bentuk isoform dari

siklooksigenase (COX) yaitu COX-1 dan COX-2. Enzim-enzim ini yang

nantinya akan mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin dan

tromboksan.

b. Melalui lipooksigenase. Beberapa subtipe mensintesis leukotrien, lipoxins, atau

komponen lainnya (Rang, Dale, Ritter, and Flower, 2007). Beberapa

lipooksigenase dapat bekerja pada asam arakidonat untuk membentuk

5-HPETE, 12-5-HPETE, dan 15-HPETE yang merupakan turunan peroksidasi

tidak stabil yang dikonversi menjadi turunan hidroksilasi yang sesuai (HETES)

(38)

2005). Pembentukan dari metabolit-metabolit asam arakidonat dan peran

zat-zat yang dalam proses peradangan dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6. Metabolit asam arakidonat dan perannya dalam proses inflamasi serta target dari beberapa obat antiinflamasi (Kumar, dkk., 2005)

Pada jalur siklooksigenase akan menghasilkan prostaglandin D2 (PGD2),

prostaglandin E2 (PGE2), Prostaglandin F2α (PGF2α), Prostasiklin (PGI2) dan

tromboksan A2 (TXA2). Setiap produk tersebut berasal dari Prostaglandin H2

(PGH2) oleh pengaruh kerja enzim yang spesifik. PGH2 sangat tidak stabil,

merupakan prekursor hasil akhir biologi aktif jalur siklooksigenase. Beberapa

enzim mempunyai distribusi jaringan tertentu. Misalnya, trombosit mengandung

enzim tromboksan sintetase sehingga produk utamanya adalah TXA2. TXA2

merupakan agen agregasi trombosit yang kuat dan vasokonstriktor. Di sisi lain,

(39)

prostasiklin sintetase yang membentuk PGI2. PGI2 merupakan vasodilator dan

penghambat kuat agregasi trombosit (Kumar, dkk, 2005).

Prostaglandin E2 (PGE2) merupakan hiperalgesik yang dapat

menyebabbkan kulit sensitif terhadap rangsangan yang menyakitkan.

Prostaglandin D2 (PGD2) merupakan metabolit utama dari jalur siklooksigenase

pada sel mast, bersama dengan PGE2 dan PGF2α yang dapat menyebabkan

vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas venula postcapillary sehingga

berpotensi terjadinya pembentukan edema. Siklooksigenase-1 (COX-1)

diproduksi sebagai respon terhadap rangsangan inflamasi dan bersifat konstitutif

yang keberadaannya selalu tetap dan tidak dipengaruhi oleh stimulus.

Siklooksigenase-1 (COX-1) berperan normal dalam tubuh untuk menghasilkan

prostaglandin yang dibutuhkan oleh tubuh dan bertanggung jawab untuk

memproduksi prostaglandin yang terlibat dalam peradangan serta menjaga fungsi

homeostatis seperti keseimbangan cairan dan elektrolit di ginjal maupun sebagai

sitoproteksi pada saluran pencernaan. Selain prostaglandin, COX-1 juga

mengkatalisis pembentukan tromboksan A2 (TXA2) yang dapat meningkatkan

agregasi platelet dan menimbulakan vasokontriksi. Sebaliknya, COX-2 bersifat

indusibel, dimana keberadaannya dipengaruhi oleh adanya stimulus.

Siklooksigenase (COX-2) merangsang produksi prostaglandin (PGI2) yang terlibat

dalam proses peradangan. Selain menghasilkan prostaglandin, COX-2 juga

menghasilkan pembentukan prostasiklin yang dapat menurunkan agregasi platelet

(40)

Jalur lipoksigenase merupakan jalur yang penting untuk membentuk

bahan-bahan proinflamasi yang kuat. 5-lipoksigenase adalah enzim metabolit

asam arakidonat utama pada neutrofil. Asam 5-hidroperoksieikosatetranoik

(5-HPTE) merupakan derivat 5-hidroperoksi asam arakidonat yang tidak stabil dan

direduksi menjadi asam 5-hidroksieikosatetraenoik (5-HETE) sebagai kemotaksis

untuk neutrofil atau diubah menjadi golongan senyawa yang disebut leukotrien.

Produk dari 5-HPTE adalah leukotrien A4 (LTA4), LTB4, LTC4, LTD4, LTE4 dan

LTE5. Leukotrien B4 (LTB4) merupakan agen kemotaksis yang kuat dan dapat

menyebabkan agregasi dari neutrofil. LTC4, LTD4, dan LTE4 dapat menyebabkan

vasokontriksi, bronkospasme, dan dapat meningkatkan permeabilitas vaskular

(Kumar, dkk., 2005).

Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis

menggunakan jalur transeluler. Trombosit sendiri tidak dapat membentuk lipoksin

A4 (LXA4) dan lipoksin B4 (LXB4), akan tetapi dapat membentuk metabolit dari

intermediet LTA4 yang berasal dari neutrofil. Lipoksin memiliki aksi baik dan

antiinflamasi misalnya LXA4 menyebabkan vasodilatasi dan antagonis

vasokontriksi yang distimulasi LTC4. Aktivitas lainnya menghambat kemotaksis

neutrofil dan perlekatan ketika menstimulasi perlekatan monosit (Kumar, dkk.,

2005).

E. Metode Pengujian Antiinflamasi

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk dapat melakukan pengujian

(41)

a. Induksi karagenin pada kaki tikus.

Induksi karagenin dilakukan pada kaki hewan uji (tikus), dimana hewan

uji disuntikkan suspensi karagenin secara subplantar sedangkan bahan uji

diberikan secara per oral. Volume edema kaki diukur dengan menggunakan alat

plestimometer. Aktivitas yang menunjukkan adanya antiinflamasi bahan uji

dilihat dari kemampuan bahan uji untuk mengurangi edema yang terjadi pada

telapak hewan uji setelah diinduksi karagenin.

b. Induksi histamin pada kaki tikus

Metode yang digunakan hampir sama dengan metode induksi karagenin,

perbedaannya penginduksi yang digunakan adalah larutan histamin 1%.

c. Induksi asam asetat

Metode ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas inhibisi terhadap

peningktan permeabilitas vaskular yang diinduksi oleh asam asetat secara

intraperitonial dengan melepaskan mediator-mediator inflamasi. Sejumlah

pewarna (Evan Blue 10% ) disuntikkan secara intravena. Aktivitas inhibisi obat

uji terhadap peningkatan permeabilitas vaskular ditunjukkan oleh kemampuan

obat uji dalam mengurangi konsentrasi pewarna yang menempel dalam ruang

abdomen yang disuntikkan sesaat setelah induksi asam asetat.

d. Induksi xylene pada edema daun telinga

Hewan uji diinduksi dengan xylene mengunakan mikropipet pada kedua

permukaan daun telinga hewan uji (mencit). Telinga kiri dijadikan sebagai

kontrol. Terdapat dua parameter pada yang diukur dalam metode ini, yaitu

(42)

uji yang telah diinduksi xylene diukur menggunakan jangka sorong digital,

kemudian dibandingkan dengan telinga kiri. Apabila menggunakan parameter

bobot daun telinga, maka daun telinga hewan uji dipotong kemudian ditimbang

serta dibandingkan dengan telinga kiri yang dijadikan sebagai kontrol.

e. Induksi asam arakhidonat pada edema daun telinga

Metode yang digunakan hampir sama dengan metode induksi xylene,

hanya saja penginduksi yang digunakan adalah asam arakhidonat yang diberikan

secara topikal pada kedua telinga kanan hewan uji (Suralkar, Sarda, Ghaisas,

Thakare, and Deshpande, 2008).

f. Modifikasi metode udem buatan dengan granuloma pouch

Hewan uji (mencit) dicukur bulu pada punggungnya dengan diameter ± 3

cm. Pada bagian punggung yang dicukur disuntikkan dengan udara 5 ml secara

subkutan hingga terbentuk kantong udara dan disuntikkan 0,1 ml karagenin dalam

NaCl fisiologis. Setelah 24 jam kantong udara yang terbentuk dihisap udaranya

hingga kempes. Ditambahkan larutan karagenin 2% sebanyak 0,2 ml pada tempat

yang terdapat kantong udara. Sediaan uji diberikan dengan cara mengoleskan pada

daerah yang dicukur dengan segera setelah pemberian karagenin 2% (Verawati,

Aria, dan Novicaresa, 2011).

g. Paparan UV pada kulit punggung hewan uji mencit

Metode yang digunakan yaitu inflammation-associated edema. Edema

yang terjadi diukur dari tebal lipat kulit punggung mencit menggunakan

(43)

tebal lipat kulit juga menunjukkan adanya pengukuran reaksi edema yang terjadi

(Widyarini, Spinks, Husband, and Reeve, 2001).

F. Karagenin

Karagenin merupakan polisakarida hasil ekstraksi dari rumput laut family

Eucheuma, Chondrus, dan Gigartina. Pemeriannya berupa serbuk berwarna putih

hingga kecoklatan, ada yang berbentuk butiran kasar hingga serbuk halus, tidak

berbau dan tidak berasa. (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).

Karagenin dapat digunakan dalam berbagai aplikasi sebagai pembentuk

gel, stabilising agents, thickening, pengobatan eksperimental, formulasi,

kosmetik, dan aplikasi industri. Karagenin sering digunakan sebagai bahan

induksi inflamasi. Karagenin ini termasuk salah satu iritan yang dapat digunakan

untuk pengujian aktivitas antiinflamasi sehingga karagenin dikenal sebagai respon

inflamasi pada hewan uji dan banyak digunakan untuk penelitian aktivitas

antiinflamasi (Necas, and Bartosikova, 2013).

Mekanisme dari induksi karagenin yang dapat menyebabkan inflamasi

terdapat dua tahap yaitu pada tahap pertama terkait dengan pelepasan histamin,

serotonin dan bradikinin. Mediator-mediator tersebut yang pertama kali terdeteksi

pada fase awal. Tahap kedua disebabkan karena kelebihan produksi prostaglandin

pada jaringan dan berhubungan juga dengan pelepasan bradikinin, protease dan

(44)

G. Antiinflamasi

Antiinflamasi bekerja dengan mengikat enzim siklooksigenase (COX) dan

lipoksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dan leukotrin. Adanya

penghambatan tersebut dapat menyebabkan peningkatan stabilitas sel,

menurunkan permeabilitas membran yang dapat mengurangi edema, serta rasa

nyeri menjadi lebih berkurang. Berdasarkan cara kerjanya, terdapat dua jenis

antiinflamasi yang digunakan dalam klinik yaitu golongan kortikosteroid dan

golongan non steroid (NSID) (Priyanto, 2010).

Mekanisme penghambatan inflamasi dari golongan obat kortikosteroid

yaitu dengan cara mengurangi aktivitas fosfolipase A2 dan mengikat lipogenase

serta mengurangi terbentuknya leukotrin sehingga dapat mengurangi peradangan

yang terjadi. Mekanisme penghambatan inflamasi dari golongan obat NSID yaitu

dengan cara mengikat siklooksigenase (COX). Siklooksigenase (COX) berfungsi

mengkonversi asam arakidonat menjadi prostaglandin, tromboksan, dan

prostasiklin yang akan merangsang timbulnya tanda-tanda inflamasi. Dengan

dihambatnya COX tersebut oleh golongan obat NSID maka dapat mengurangi

bahkan menghilangkan tanda-tanda inflamasi (Priyanto, 2010).

H. Hidrokortison Asetat

Hidrokortison asetat merupakan suatu senyawa antiradang dari golongan

kortikosteroid yang biasanya efektif untuk obat kulit. Klasifikasi kortikosteroid

topikal menurut USA dibagi manjadi tujuh golongan, yaitu golongan 1 termasuk

(45)

golongan 6/7 potensi lemah. Hidrokortison adalah kortikosteroid topikal potensi

rendah. Efek terapi yang dihasilkan yaitu vasokonstriksi, penurunan permeabilitas

membran, dan penekanan aktivitas mitosis dan respon imun (Carlos,2013).

Hidrokortison aseatat mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak

lebih dari 102,0% C23H32O6 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian dari hidrokortison asetat ini yaitu berupa serbuk hablur, putih hingga

praktis putih, tidak berbau dan melebur pada suhu lebih kurang 2000 disertai

dengan peruraian sedangkan kelarutannya tidak larut dalam air, sukar larut dalam

etanol dan dalam kloroform (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

I. Biocream®

Sediaan obat topikal merupakan sediaan obat yang mengandung dua

komponen dasar, yaitu zat pembawa dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen

bahan topikal yang memiliki efek terapeutik, sedangkan zat pembawa merupakan

bagian inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk cair atau padat yang membawa

bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa ini mudah untuk

dioleskan, mudah dibersihkan serta tidak mengiritasi. Salah satu bahan pembawa

yang dapat digunakan misalnya biocream®. Biocream® bersifat ambifilik

berkhasiat sebagai W/O atau O/W (Yanhendri dan Yenny, 2012).

Biocream® merupakan sistem emulsi yang stabil dengan distribusi lemak

dan air yang merata (ambifilik). Biocream® menggabungkan sifat-sifat emulsi

minyak dalam air atau emulasi air dalam minyak. Biocream® dapat dicampur

(46)

lemak, tanpa mengganggu stabilitasnya. Biocream® sangat sesuai dengan kondisi

fisiologis kulit dan tidak mengandung zat-zat alergen seperti lanolin atau paraben.

Biocream® dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan pengencer untuk

berbagai zat-zat aktif untuk pengobatan kulit (IAI, 2012).

J. Landasan Teori

Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon fisiologis terhadap

berbagai rangsangan seperti infeksi dan cedera jaringan. Tidak semua peradangan

bersifat merugikan. Adanya proses inflamasi ini menandakan adanya suatu

mekanisme perlindungan di dalam tubuh untuk membasmi agen-agen berbahaya

dalam upaya untuk memperbaiki jaringan. Peradangan dalam tubuh juga

menunjukkan adanya respon protektif dalam menyingkirkan agen-agen atau

organisme penyebab awal cedera. Sebaliknya, tidak semua peradangan bersifat

menguntungkan. Peradangan dapat pula bersifat merugikan yang mendasari

beberapa penyakit kronik seperti reumatoid artritis dan reaksi hipersensitivitas

terhadap gigitan serangga, obat, maupun toksin.

Empat kandungan baru yang ditemukan dalam penelitian Matsunami,

dkk., (2006) dari daun M.tanarius, yaitu glukosida megastigman (megastigmane

glucoside) dinamakan macarangiosida A-D bersama dengan campuran

mallophenol B, lauriside E, methyl brevifolin carboxylate, dan hyparin dan

isoquercitrinb memperlihatkan adanya aktivitas penangkapan radikal bebas.

Kandungan kimia yang terdapat dalam daun M.tanarius menurut penelitian

(47)

menunjukkan juga adanya penangkapan radikal bebas terhadap DPPH. Adanya

penangkapan radikal bebas dari oksigen inilah yang menyebabkan peradangan

dapat dihambat sehingga kandungan-kandungan tersebut yang diduga memiliki

efek antiinflamasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati, dkk., (2011) juga

memperlihatkan bahwa ekstrak metanol-air daun M.tanarius memiliki aktivitas

antiinflamasi oral. Adanya aktivitas antiinflamasi dari pemberian ekstrak

metanol-air daun M.tanarius secara oral inilah yang juga diduga akan memperlihatkan

adanya efek antiinflamasi topikal.

Pengujian efek antiinflamasi topikal menggunakan metode inflammation

-assosiated edema dengan mengukur edema dari tebal lipat kulit punggung mencit

yang terjadi setiap jam selama 6 jam. Adanya penurunan edema dari setiap

jamnya selama 6 jam setelah pemberian perlakuan yang menunjukkan bahwa

ekstrak metanol-air daun M.tanarius memiliki efek antiinflamasi topikal serta

didukung dengan pengamatan kualitatif histopatologi kulit mencit yang dilihat

dari pengurangan sel-sel neutrofil yang terdapat pada daerah subkutan setelah

pemberian perlakuan dibandingkan dengan kulit yang hanya diinjeksi karagenin.

K. Hipotesis

Ekstrak metanol-air daun M.tanarius memberikan efek antiinflamasi

topikal dengan berkurangnya edema tebal lipat kulit punggung mencit yang

(48)

30

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang efek antiinflamasi topikal ekstrak metanol-air daun

M.tanarius pada mencit betina galur Swiss merupakan jenis penelitian

eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel utama

1) Variabel bebas: konsentrasi ekstrak metanol-air daun M.tanarius

2) Variabel tergantung: tebal edema kulit punggung mencit dan

pengurangan sel-sel neutrofil pada daerah subkutan.

b. Variabel pengacau :

1) Variabel pengacau terkendali

a) Subyek uji : mencit betina galur Swiss

b) Umur : 2-3 bulan

c) Berat badan : 20 – 25 gram

d) Keadaan subyek : sehat

2) Variabel pengacau tak terkendali : kondisi patofisiologis mencit

(49)

2. Definisi operasional

a. Daun M.tanarius yang digunakan yaitu daun yang berwarna hijau segar,

tidak berlubang, serta tidak terdapat kotoran dari binatang kecil yang

didapatkan dari kebun obat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Ekstrak metanol-air daun M.tanarius adalah ekstrak yang didapatkan

dengan cara mengekstraksi simplisia daun M.tanarius seberat 30 gram

dilarutkan dalam 150 ml pelarut metanol 50% secara maserasi selama lima

hari dan diremaserasi dalam jumlah pelarut yang sama selama dua hari,

disaring dengan kertas saring, serta diuapkan dalam oven hingga

didapatkan bobot tetap.

c. Konsentrasi ekstrak metanol-air daun M.tanarius berupa sejumlah berat

ekstrak kental daun M.tanarius (g) tiap bobot basis (g) yang digunakan,

dengan satuan g/g (b/b). Konsentrasi yang digunakan yaitu 1,67; 2,5; dan

3,75%.

d. Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap adanya benda asing. Respon

inflamasi berupa merah, nyeri, bengkak, perubahan fungsi, dan panas.

Dalam hal ini, yang diamati berupa edema pada kulit punggung mencit.

e. Tebal edema merupakan tebal lipat kulit punggung mencit yang meningkat

dari tebal lipat kulit punggung normal setiap 1 jam selama 6 jam setelah

diinjeksikan karagenin 1,5% yang diukur dengan menggunakan jangka

sorong digital dan dibuktikan dengan adanya infiltrasi neutrofil pada

daerah subkutan secara mikroskopik 24 jam setelah pengukuran edema

(50)

f. Efek antiinflamasi adalah kemampuan suatu zat uji (ekstrak metanol-air

daun M.tanarius) dalam mengurangi edema pada kulit punggung mencit

akibat injeksi karagenin 1,5% secara subkutan serta dibuktikan dengan

adanya pengurangan sel-sel neutrofil secara kualitatif di daerah subkutan

secara mikroskopik 24 jam setelah pengukuran edema jam ke enam.

g. Uji antiinflamasi adalah uji yang menggunakan mencit betina galur Swiss

sebagai hewan uji yang diradangkan pada kulit punggung mencit dan

diukur ketebalan lipat kulit penggungnya (reaksi edema yang terjadi)

menggunakan jangka sorong digital dan dibandingkan dengan perlakuan

topikal ekstrak metanol-air daun M.tanarius.

h. Pemberian topikal adalah pemberian seri konsentrasi ekstrak metanol-air

daun M.tanarius dengan cara mengoleskannya pada kulit punggung mencit

setelah diinjeksikan dengan karagenin 1,5%.

i. Konsentrasi optimum adalah konsentrasi tertinggi dari ekstrak metanol-air

daun M.tanarius yang menunjukkan efek antiinflamasi topikal yang dilihat

dari % penghambatan inflamasi yang berbeda bermakna dengan kelompok

kontrol negatif dan kontrol Biocrem®.

j. Injeksi subkutan adalah injeksi yang dilakukan pada jaringan di bawah

(51)

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Hewan uji : mencit betina galur Swiss, dengan umur 2-3 bulan, berat

badan 20-30 gram yang diperoleh dari Laboratorium Imunologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan uji : daun M. tanarius diperoleh dari Kebun Tanaman Obat

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Zat Inflamatogen : Karagenin tipe I (Sigma Chemical Co) yang diperoleh

dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Metanol diperoleh dari PT. Brataco Chemika Jalan Letjen Suprapto 70

Ngampilan, Yogyakarta.

5. Aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi

Fakultas Farmasi Yogyakarta.

6. NaCl fisiologis 0,9% sebagai pelarut karagenin diperoleh dari

Laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

7. Callacort® cream yang mengandung hidrokortison asetat 2,5% yang

diperoleh dari Apotek K-24 Jalan Seturan Raya 101 A Catur Tunggal,

Yogyakarta.

8. Biocream® yang diperoleh dari Apotek K-24 Jalan Seturan Raya 101 A

Catur Tunggal,Yogyakarta.

(52)

D. Alat atau instrument penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Alat Ekstraksi :

a. Oven

b. Mesin penyerbuk

c. Ayakan no. 40

d. Alat-alat gelas (labu ukur, gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur,

cawan poeselin, pipet tetes, batang pengaduk dan gelas arloji).

2. Alat induksi dan pengukuran edema kulit punggung mencit dan lain-lain

a. Neraca analitik

b. Gunting

c. Alat pencukur bulu mencit

d. Spuit injeksi 1 ml

e. Stopwatch

f. Jangka sorong Digital Caliper “Wipro”

g. Mortir dan stamper

3. Alat dan bahan yang digunakan pemotongan organ kulit

a. Formalin 10%

b. Karton

c. Gunting bedah

d. Container

e. Pinset

(53)

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman menggunakan ciri-ciri yang terdapat pada tanaman

M.tanarius yang dilakukan secara benar berdasarkan buku acuan Flora of

Java di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Daun M.tanarius yang telah dipanen dan dikumpulkan, didapatkan dari

Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta dengan daun yang digunakan adalah daun yang berwarna hijau

segar, tidak berlubang serta tidak terdapat kotoran binatang kecil.

3. Pembuatan simplisia

Pembuatan simplisia daun M.tanarius dilakukan dengan cara yaitu daun

yang telah dipanen dan telah dikumpulkan dicuci dengan menggunakan air

mengalir kemudian ditiriskan untuk meniadakan air pada daun serta kembali

dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 30-45˚C hingga daun

benar-benar kering dan dapat diserbuk dengan mesin penyerbuk. Serbuk

simplisia yang didapatkan diayak kembali menggunakan ayakan no. 40

4. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

Ekstrak metanol-air daun M.tanarius diperoleh dengan mengambil 30

gram serbuk kering daun M.tanarius dilarutkan dalam 150 ml metanol-air

50% pada erlenmeyer bersumbat, kemudian diekstraksi secara maserasi

(54)

kemudian ampas dari serbuk daun M.tanarius sebelumnya dilakukan

remaserasi dengan dilarutkan kembali dalam jumlah dan volume pelarut yang

sama selama dua hari dan terlindung dari cahaya kemudian disaring untuk

mendapatkan filtrat. Hasil dari filtrat maserasi dan filtrat remaseri disatukan

dan dibiarkan selama satu hari kemudian pelarut ekstrak diuapkan dengan

menggunakan oven hingga didapatkan ektrak kental dengan bobot yang tetap.

5. Pembuatan larutan NaCl fisiologis 0,9%

Larutan NaCl fisiologis 0,9% dibuat dengan melarutkan 0,9 g NaCl dalam

sedikit aquadest dalam gelas beker kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur

100 mL selanjutnya ditambahkan dengan aquadest hingga tanda.

6. Pembuatan konsentrasi karagenin dan orientasi pemberian karagenin

Karagenin 1% dibuat dengan melarutkan 1 g karagenin dalam sedikit

NaCl fisiologis 0,9% dalam gelas beaker kemudian dimasukkan ke dalam labu

ukur 100 mL selanjutnya ditambahkan dengan NaCl fisiologis 0,9% hingga

tanda.

Karagenin 0,5 % dibuat dengan melarutkan 0,5 g karagenin dalam

sedikit larutan NaCl fisiologis 0,9% dalam gelas beaker kemudian dimasukkan

ke dalam labu ukur 100 mL selanjutnya ditambahkan dengan larutan NaCl

Fisiologis 0,9% hingga tanda.

Karagenin 1,5 % dibuat dengan melarutkan 1,5 g karagenin dalam sedikit

larutan NaCl fisiologis 0,9% dalam gelas beaker kemudian dimasukkan ke

dalam labu ukur 100 mL selanjutnya ditambahkan dengan larutan NaCl

(55)

Mencit yang digunakan sebanyak 3 ekor. Satu ekor mencit untuk

pemberian karagenin 0,5 %, 1 ekor mencit untuk pemberian karagenin 1%

dan 1 ekor mencit untuk pemberian karagenin 1,5% dengan masing-masing

volume pemberian 0,1 mL secara subkutan. Kulit punggung mencit diukur

terlebih dahulu sebelum diinjeksikan dengan karagenin dan diukur kembali

setelah diinjeksikan karagenin setiap 1 jam selama 6 jam. Edema pada kulit

punggung mencit dari pemberian karagenin yang menunjukkan penebalan

sebesar 2-3 kali dari tebal awal dipilih sebagai konsentrasi penginduksi

inflamasi.

7. Pembuatan ekstrak metanol air daun M.tanarius 1,67; 2,5; dan 3,75%

Ekstrak metanol-air daun M.tanarius 1,67; 2,5; dan 3,75% dibuat dengan

menimbang ekstrak metanol-air daun M.tanarius seberat 0,167; 0,25; dan

0,375 g dan dilarutkan dalam 10 g basis Biocream®.

8. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 33 ekor mencit betina galur Swiss,

umur 2-3 bulan, berat badan 20-25 g. Hewan uji dibagi secara acak menjadi

dua kelompok. Kelompok untuk pra-studi sebanyak 3 ekor mencit dan

kelompok perlakuan sebanyak 30 ekor mencit. Kelompok perlakuan terdiri dari

enam kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol

positif, kelompok kontrol Biocream®, kelompok tiga seri konsentarasi ekstrak

M.tanarius (1,67; 2,5; dan 3,75%) dan masing-masing kelompok terdiri dari 5

Gambar

Tabel II. Rerata % penghambatan inflamasi pada setiap kelompok
Gambar 1. Tanaman dan daun M.tanarius
Gambar 2. Struktur kandungan M.tanarius berturut-turut  tanarifuranonol
Gambar 3. Struktur senyawa-senyawa kimia yang diisolasi dari daun tanaman  M.tanarius (Matsunami, dkk., 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ UJI ANTIINFLAMASI EKSTRAK METANOL AKAR Eurycoma Longifolia Jack PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS

Infusa daun songgolangit memiliki efek antiinflamasi dalam menurunkan volume udema dari kaki mencit yang terinduksi karagenin 3%.. Dosis infusa daun songgolangit yang dapat

Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan bahwa hipotesis dekokta daun Songgolangit memliki efek antiinflamasi pada mencit terbukti benar dan dosis dekokta daun

Apakah ekstrak etanol daun trengguli ( Cassia fistula L.) memiliki efek antiinflamasi topikal pada edema kulit punggung mencit betina galur Swiss yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius(L.)

*Hasil uji statistika dengan Mann Whitney menunjukkan nilai p yang sama yaitu (0,009) untuk pengujian kontrol positif diklofenak dengan seluruh peringkat dosis pemberian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak metanol daun subang-subang sebagai antiinflamasi dan mengetahui dosis yang paling efektiff sebagai

Antioksidan dapat berperan sebagai antiinflamasi dengan beberapa cara, yaitu: (1) menghambat produksi oksidan (O • 2) oleh neutrofil, monosit, dan makrofag.. Dengan dihambatnya