• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU SOSIAL PEMAIN SEPAKBOLA BERDASARKAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN :Studi Deskriptif pada Sekolah Sepakbola di Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERILAKU SOSIAL PEMAIN SEPAKBOLA BERDASARKAN LATAR BELAKANG PENDIDIKAN :Studi Deskriptif pada Sekolah Sepakbola di Kota Bandung."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

Oleh:

HERDY SOPYAN IQBAL

1000022

JURUSANPENDIDIKAN OLAHRAGA

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015

(2)

PERILAKU SOSIAL PEMAIN SEPAKBOLA BERDASARKAN

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN

(Studi Deskriptif Pada Sekolah Sepakbola di Kota Bandung)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:

Pembimbing I

Dr. Nuryadi, M.Pd. NIP. 197101171998021001

Pembimbing II

Yusuf Hidayat, S.Pd, M.Si NIP. 196808301999031001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “ Perilaku Sosial

Pemain Sepakbola Berdasarkan Lata Belakang Pendidikan (Studi Deskritif pada

Sekolah Sepakbola di Kota Bandung)” ini beserta seluruh isinya adalah benar -benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juli 2015

(4)

ABSTRAK

Herdy Sopyan Iqbal (1000022). Skripsi ini berjudul “Perilaku Sosial Pemain Sepakbola Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan (Studi Deskriptif pada Sekolah Sepakbola di Kota Bandung)”. Dosen Pembimbing 1. Dr. Nuryadi M.Pd Dosen pembimbing 2. Yusuf Hidayat, S.Pd, M.Si.

Tujuan penelitian ini untuk: 1) Mengetahui bagaimana perilaku sosial pemain sepakbola yang berdasarkan hanya pada latar belakang pendidikan formal (Sekolah dasar) saja? 2) Mengetahui bagaimana perilaku sosial pemain sepakbola yang berdasarkan pada latar belakang pendidikan formal (Sekolah dasar) dan non formal? 3) Mengetahui manakah perilaku sosial yang lebih baik antara pemain sepakbola yang berlatar belakang pendidikan formal saja dengan pemain sepakbola berdasarkan latar belakang pendidikan formal dan nonformal?. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Populasi penelitian ini adalah pemain sepakbola yang mengikuti pendidikan formal saja dan pendidikan formal dan nonformal di Kota Bandung. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian one-shot case study. Teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampel. Instrumen yang digunakan adalah angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah mencari rata-rata dari setiap variabel data kemudian menghitung rata-rata persentase. Hasil penelitian: 1) Pemain sepakbola yang hanya berlatar belakang pendidikan formal saja perilaku sosialnya baik dengan rata-rata persentase 78%, 2) Pemain sepakbola yang berlatar belakang pendidikan formal dan non-formal perilaku sosialnya sangat baik dengan rata-rata persentase 86%, 3) Pemain sepakbola yang berlatar belakang pendidikan formal dan non-formal memiliki perilaku sosial yang lebih baik dari pada pemain sepakbola yang hanya berlatar pendidikan formal saja.

(5)

ABSTRACT

Herdy Sopyan Iqbal (1000022). This paper is entitled “The Social Behavior of

Football Player based on their Educational Background (A Descriptive Study

at a Football Academy in Bandung).” Supervisor 1. Dr. Nuryadi, M.Pd.

Supervisor 2. Yusuf Hidayat, S.Pd, M.Si.

The purpose of this study is to 1) Identify how the social behavior of football players based on their formal educational background (primary school) only; 2) Find out how the social Behavior of football players based on their formal (primary school) and non-formal educational background; and 3) Identify which one is as the better social attitude between the football players who enroll in formal educational background and the football players who enroll in formal and non-formal educational background. The method that used in this study was descriptive method. Population of this study was the football players who enroll in formal education only and football players who enroll in formal and non-formal education in Bandung. Research design used in the study was one-shot case study design. The technique of collecting sample was purposive sampling. The instrument that used was close-ended questionnaire. The data analysis technique that used was by finding out the mean of each variable and counting the mean percentage. The result shows that 1) The football players who enroll in formal education only, their social behavior are good with the mean percentage is 78,2%; 2) Football players who enroll in formal and non-formal education, their social behavior are very good with the mean percentage is 86%,3); and 3) Football players who enroll in formal and non-formal education have better social behavior than football players who enroll in formal education only.

Keywords: Social Behavior, Educational Background

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Di Indonesia kisaran usia anak sekolah dasar berada di antara 6 sampai 12 tahun. Usia kelompok pada kelas atas sekitar 9 sampai 12 tahun. Pada usia ini anak cenderung ingin semakin mengenal siapa jati dirinya dengan cara membandingkan dengan teman sebaya. Menurut Witherington (dalam Didin Budiman, 2010, hlm. 13) bahwa usia 10-12 tahun memiliki ciri perkembangan sikap sosial yang pesat. Jika proses ini tanpa bimbingan, anak cenderung sukar beradaptasi dengan lingkungannya. Untuk itulah pendidikan sangat berperan penting untuk merubah perilaku sosial anak menjadi lebih baik.

Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena pendidikan adalah suatu proses memuliakan manusia. Maksudnya menjadikan manusia lebih berperilaku baik, bermoral, berakal sehat, dll. Bagi kehidupan manusia, pendidikan merupakan aspek penting yang harus dipenuhi sepanjang hayatnya. Tanpa pendidikan mustahil seorang atau sekelompok manusia bisa mencapai apa yang ingin di cita-citakan untuk berkembang, bahagia dan sejahtera dalam hidupnya. Dalam Garis besar Haluan Negara (GBHN) pada tahun 1973 (dalam Mahfud, 2011, hlm.33) di kemukakan tentang pendidikan yaitu pada hakikatnya pendidikan merupakan suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam maupun di luar sekolah.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan itu adalah tuntutan dalam hidup anak-anak, yang dimaksudkan anak itu bisa berpotensi aktif dan berakhlak mulia, agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setingi-tingginya.

(7)

menjadi baik, perilaku sosial dapat dilihat berdasarkan latar belakang pendidikannya. Akan lebih baik perilaku nya apabila pemain sepakbola mengikuti pendidikan formal dan nonformal dari pada yang hanya mengikuti pendidikan formal saja. Pendidikan formal saja tidaklah cukup, untuk menunjangnya dengan mengikuti pendidikan nonformal.

Manusia memperoleh pengetahuan, keterampilan dan pemahaman lainya tidak hanya cukup dengan pendidikan formal saja, tetapi masyarakat perlu memperoleh pendidikan lainnya sebagai (complementary) baik melalui pendidikan nonformal. Maka pendidikan formal dan non-formal akan secara terintergrasi dibutuhkan oleh masyarakat agar pengetahuan dan kemampuan yang diperolehnya menjadi lebih utuh (complete). Coombs & Ahmed (dalam Kamil, 2009, hlm.10) mengemukakan tentang pendidikan formal pendidikan nonformal.

“Pendidikan formal adalah adalah sistem pendidikan yang berstruktur hirarkis dan memiliki kelas yang berurutan dari Sekolah Dasar sampai Universitas yang termasuk jugsa didalamnya kegiatan tambahan bagi studi akademik umum dengan bermacam-macam program juga lembaga khusus untuk pelatihan teknis dan professional. Sedangkan Pendidikan non-formal adalah pendidikan yang dalam proses penyelenggaraannya memiliki suatu system yang terlembagakan, yang didalamnya terkandung makna bahwa setiap pengembang pendidikan nonformal perlu perencanaan program yang matang, melalui kurikulum, isi program, sarana dan prasarana, sasaran didik, sember belajar, serta factor-faktor yang satu dengan yang lain tak dapat dipisahkan dalam pendidikan nonformal”.

Tujuan pendidikan nonformal dikemukakan juga oleh Komar (2006, hlm. 218) “Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau untuk melanjutkan ke tingkat dan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi”.

Dengan demikian pendidikan luar sekolah tidak hanya membekali warga belajarnya dengan sejumlah kemampuan (pengetahuan, sikap, dan lain-lain) melainkan juga mempersiapkan warga belajarnya untuk menjadi sumber daya manusia yang mampu mengaktualisasikan potensi.

(8)

seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan sebagai syarat untuk meningkatkan mutu dan taraf kehidupan.

Pendidikan nonformal menjadi sebuah pendidikan alternatif bagi masyarakat, akan tetapi berbicara pendidikan nonformal adalah berbicara tentang konsep, teori dan kaidah-kaidah pendidikan yang utuh yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan kehidupan masyarakat. Karena pendidikan non-formal sebuah layanan pendidikan yang tidak dibatasi dengan waktu, usia, jenis kelamin, ras (suku, keturunan), kondisi sosial budaya, ekonomi, agama dll. Meskipun pendidikan formal merupakan komponen penting dalam pendidikan sepanjang hayat.

Pada banyak hal pendidikan nonformal dirasakan sebagai formula yang sangat ideal serta lebih respect dibandingkan dengan pendidikan formal. Namun demikian kita tetap harus merasa bahwa pendidikan nonformal tetap bagian dari sistem pendidikan yang keberadaannya tidak dapat terpisahkan dengan pendidikan formal apalagi dalam konteks pendidikan sepanjang hayat.

Jadi berdasarkan pendapat diatas, Pendidikan nonformal tidak kalah penting dari pendidikan formal, keduanya memegang peranan penting dan saling ketergantungan. Saat ini dan masa depan pendidikan nonformal memegang peranan penting dalam menunjang pendidikan formal untuk perubahan perilaku sosial anak menjadi lebih baik lagi.

Manusia setiap waktu, setiap hari, setiap minggu bahkan hingga bertahun-tahun selalu berinteraksi dengan orang lain. Bertemu, bertegur sapa dan saling membantu satu sama lain merupakan sesuatu hal yang selalu terjadi dalam kehidupannya. Dari kegiatan interaksi sosial ini akan membentuk suatu perilaku sosial. Jika berada didalam lingkungan sekolah sepakbola, maka setiap saat anak tentu akan selalu berinteraksi, baik itu dengan teman-temannya maupun pelatih serta staf dan manajemen di sekitar. Faktor dari semua elemen yang ada disekolah tersebut juga akan mempengaruhi perilaku sosial anak.

(9)

berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini individu akan mengembangkan pola respon tertentu yang sifatnya cenderung konsisten dan stabil sehingga dapat ditampilkan alam situasi sosial yang berbeda-beda.

Ungkapan reaksi atau respon yang dilakukan individu ini merupakan sesuatu yang alamiah karena sesungguhnya setiap individu memerlukan kebutuhan hidup secara sosial. Setiap Individu dalam upaya memenuhi kebutuhan sosial ini tidak dapat melakukan sendiri, tetapi memerlukan bantuan dari individu-individu lain. Ada saling ketergantungan satu sama lain dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain, dalam menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu ini memiliki sifat kecenderungan akan saling mendukung kebersamaan satu sama lainnya.

Suasana ketergantungan ini merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan individu itu sendiri. Ibrahim (dalam Didin Budiman, 2010, hlm.17) mengemukakan bahwa suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia. Artinya bahwa kelangsungan hidup manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak menggangu hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat.

Perilaku sosial seseorang merupakan sifat relatif untuk menanggapi orang lain dengan cara-cara yang berbeda-beda. Misalnya dalam melakukan kerja sama, ada orang yang melakukannya dengan tekun, sabar dan selalu mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadinya. Sementara di pihak lain, ada orang yang bermalas-malasan, tidak sabaran dan hanya ingin mencari untung sendiri. Ballacey (dalam Didin Budiman 2010, hlm.18) mengemukakan bahwa perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola respon antar orang. Perilaku itu dinyatakan dalam hubungan timbal balik antar pribadi.

(10)

memiliki sifat pemurah dalam bekerjasama, atau sifat penyabar dan tenang dalam menanggapi reaksi penolakan yang keras dari orang lain. Sementara itu ada pula orang yang menunjukkan perilaku bermusuhan, baik dalam ucapan yang menyakitkan perasaan orang lain atau bahkan tindakan kasar yang meresahkan orang lain. Semua itu merupakan contoh-contoh perilaku sosial yang melibatkan interaksi antar individu.

Dalam olahraga sepakbola, seseorang tidak saja belajar aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor), melainkan ia juga belajar aspek sikap (afektif), yaitu hal-hal yang berkenaan dengan interaksi seseorang pada saat di dalam lapangan yang sering dilakukannya.

Sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang tergolong dalam cabang olahraga permainan. Sepakbola itu sendiri merupakan cabang olahraga permainan yang dimainkan oleh sebuah tim dengan karakteristik bekerjasama dalam memainkan bola dan bertujuan untuk memasukkan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawan, sebaliknya berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga gawang sendiri agar tidak kemasukan bola oleh lawan. Sucipto dkk. (2000:7) menjelaskan sebagai berikut:

Sepakbola merupakan permainan beregu, masing-masing regu terdiri dari sebelas pemain dan salah satunya penjaga gawang. Permainan ini hampir seluruhnya dimainkan dengan menggunakan tungkai, kecuali penjaga gawang yang dibolehkan menggunakan lengannya di daerah tendangan hukumannya. Lebih lanjut Sucipto dkk. (2000:7) menjelaskan:

Tujuan permainan sepakbola adalah pemain memasukkan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawannya dan berusaha menjaga gawangnya sendiri, agar tidak kemasukan. Suatu regu dinyatakan menang apabila regu tersebut dapat memasukkan bola terbanyak ke gawang lawannya, dan apabila sama, maka permainan dinyatakan seri/draw.

(11)

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku sosial pemain sepakbola berdasarkan latar belakang pendidikan (Studi desktiptif pada SSB di Kota Bandung).

B. Indentifikasi dan Perumusan Masalah

Pemain sepakbola yang berpendidikan formal (sekolah dasar ) dan non formal berperilaku lebih baik dari pada pemain sepakbola yang hanya berpendidikan formal saja. Permasalahan yang terjadi secara kasat mata pada pemain sepakbola yang bersekolah sepakbola di Kota Bandung yaitu:

1. Tidak mendengarkan instruksi pelatih 2. Tempramental atau emosi tidak terkendali

3. Sombong dengan prestasi yang dimiliki lebih dari pemain lain 4. Tidak menghormati dan menghargai pelatih

5. Tidak disiplin

6. Tidak serius pada saat latihan

7. Suka menggunakan bahasa yang kasar dengan teman lainnya 8. Bertengkar dengan teman lain

9. Merendahkan orang lain

10. Egosi dan tidak mementingkan kepentingan bersama

Berdasarkan paparan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana perilaku sosial pemain sepakbola yang berdasarkan hanya pada latar belakang pendidikan formal (sekolah dasar) saja?

2. Bagaimana perilaku sosial pemain sepakbola yang berdasarkan pada latar belakang pendidikan formal (sekolah dasar) dan non formal ?

(12)

C. Tujuan Penelitian

Dalam segala bentuk kegiatan, tujuan merupakan dasar pemikiran yang paling utama, tanpa adanya tujuan suatu kegiatan tidak akan berjalan lancar. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimanakah gambaran perilaku sosial pemain sepakbola yang hanya berdasarkan latar belakang pendidikan formal saja.

b. Untuk mengetahui bagaimanakah gambaran perilaku sosial pemain sepakbola yang berdasarkan latar belakang pendidikan formal dan non-formal.

c. Untuk mengetahui gambaran manakah perilaku sosial yang lebih baik antara pemain sepakbola yang hanya berlatar belakang pendidikan formal saja dengan pemain sepakbola yang berlatar belakang pendidikan formal dan non-formal.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, peneliti berharap penelitian yang dilakukan dapat memberikan manfaat khususnya:

1. Bagi Peneliti

a. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga dapat dijadikan pengalaman yang lebih berguna baik untuk sekarang maupun di masa yang akan datang.

b. Dapat memberikan informasi yang bermanfaat tentang perilaku pemain sepakbola berdasarkan latar belakang pendidikan.

2. Bagi Lembaga Pendidikan

a. Dapat menambah khasanah kepustakaan khususnya di Departemen Pendidikan Olahraga FPOK UPI.

b. Sebagai bahan penelitian bagi lembaga FPOK UPI Bandung khususnya Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi mengenai perilaku pemain sepakbola berdasarkan latar belakang pendidikan

(13)

d. Sebagai masukan atau informasi dan dapat menambah khasanah kepustakaan di sekolah sepakbola.

3. Bagi Masyarakat Umum

a. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perilaku pemain sepakbola berdasarkan latar belakang pendidikan.

b. Memperkaya khasanah pendidikan perilaku sosial dan apresiasi masyarakat terhadap olahraga, khususnya sepakbola.

E. Struktur Organisasi

Struktur organisasi skripsi berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam skripsi, mulai dari bab I hingga bab V.

Bab I berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari

skripsi yang terdiri dari :

1. Latar Belakang Penelitian

2. Identifikasi dan Perumusan Masalah 3. Tujuan Penelitian

4. Manfaat Penelitian 5. Struktur Organisasi

Bab II berisi uraian tentang kajian pustaka dan hipotesis penelitian. Kajian

pustakan mempunyai peran yang sangat penting, kajian pustaka berfungsi sebagai landasan teoritik dalam menyusun pertanyaan penelitian, tujuan, serta hipotesis, Bab II terdiri dari :

1. Pembahasan Teori – teori dan konsep dan turunannya dalam bidang yang dikaji.

Bab III berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian yang terdiri

dari :

1. Desain, metode dan rancangan penelitian 2. Definisi operasional

(14)

6. Pengolahan data 7. Dan analisis data

Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan, dalam bab ini mengemukakan

mengenai :

1. Deskripsi dari hasil penelitian yang meliputi gambaran umum objek penelitian

2. Gambaran variabel yang diamati 3. Analisis data

4. Pengujian hipotesis serta pembahasanya

Bab V berisi Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi. Bab ini berisi tentang :

1. Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian diperlukan suatu metode. Penggunaan metode dalam penelitian disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitiannya. Hal ini berarti metode penelitian mempunyai kedudukan yang penting dalam pelaksanaan pengumpulan dan analisis data. Adapun Sugiyono (2013, hlm. 3) mengemukakan bahwa metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan. Jadi untuk memperoleh data yang diharapkan sesuai dengan tujuan dan kegunaan sangat tergantung kepada metode penelitian yang digunakan. Dalam penelitian ini penulis tidak perlu memperhatikan proses awal, tetapi hanya menyoroti dan melakukan penelitian tehadap perilaku sosial anak yang telah mengikuti pendidikan formal saja dengan anak yang mengikuti pendidikan formal dan nonformal. Hal ini sependapat dengan penjelasan Arikunto (2002,

hlm. 166) dimana menyebutkan bahwa “Pada penelitian ini, tidak memulai proses

dari awal, tetapi mengambil hasil”. Artinya pada penelitian ini proses awal tidak disoroti oleh penulis, melainkan penulis hanya berfokus terhadap hasil yang sudah tercapai melalui anak yang mengikuti pendidikan formal saja dengan anak yang mengikuti pendidikan pendidikan formal dan nonformal.

Berdasarkan penjelasan diatas metode yang sesuai dengan masalah yang ingin dikaji maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang akan diperoleh melalui instrument tes, yaitu berupa penyebaran angket dengan lembar pernyataan terhadap sampel. Tentang metode deskriptif dijelaskan oleh Sukardi (2004, hlm 213) sebagai berikut:

“Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Peelitian ini juga sering disebut noeksperimen karena penelitian ini tidak melakukan kontrol dan memanipulasi variabel penelitian. Mereka

melaporkan keadaan objek yang diteliti sesuai dengan apa adanya”.

Menurut Witney (dalam Ihat Hatimah dkk, 2007. Hlm.95) “penelitian

(16)

tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh

dari suatu fenomena”.

Sedangkan angket dikemukakan oleh Sugiyono (2013, hlm. 199) dapat

diartikan sebagai “teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk dijawabnya”.

Penggunaan metode deskriptif dalam penelitian ini bertujuan terhadap survey perilaku sosial pemain sepakbola berdasarkan latar belakang pendidikan. Merujuk pada pendapat diatas penulis menggunakan metode deskriptif dikarenakan penelitian ini bertujuan meneliti kelompok tertentu. Penulis ingin mengetahui dan menjabarkan gambaran perilaku sosial pemain sepakbola berdasarkan latar belakang pendidikan di sekolah sepakbola yang berada di Kota Bandung.

B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Kota Bandung, dan sekolah sepakbola yang menjadi objek penelitian yaitu sekolah sepakbola yang pemain sepakbolanya mengikuti pendidikan formal saja dengan pemain sepakbola yang mengikuti pendidikan formal dan pendidikan nonformal.

2. Populasi

(17)

Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah sekolah sepakbola yang pemainnya mengikuti pendidikan formal saja dengan pemain yang mengikuti pendidikan formal dan pendidikan non formal di Kota Bandung.

3. Sampel

Dalam penelitian ini penulis ingin mengambil seluruh populasi sebagai sampel. Adapun maksud oleh penulis adalah menentukan seluruh populasi masuk sebagai sampel yang akan diteliti yaitu seluruh sekolah sepakbola yang berada di Kota Bandung yang pemainnya mengikuti pendidikan formal saja dengan pendidikan formal dan pendidikan nonformal.

Sugiyono (2013, hlm. 118) menjelaskan dalam bukunya bahwa:

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling menurut Sugiyono (2013, hlm.124). Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mereka adalah penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang akan diteliti. Berdasarkan penjelasan tersebut penulis mempertimbangkan pengambilan sampel ditentukan oleh syarat sebagai berikut:

1. Lima sekolah sepakbola dengan prestasi terbaik menurut ASKOT PSSI Kota Bandung

2. Sekolah sepakbola yang pemainnya mengikuti pendidikan formal saja dengan pemain sepakbola yang mengikuti pendidikan formal dan non-formal.

3. Pemain sepakbola yang mengikuti sekolah nonformal (sekolah agama) lebih dari 1 tahun.

(18)

C. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan tentang cara menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis dan sesuai dengan tujuan penelitian, karena itu desain penelitian berfungsi untuk memberikan jalan dan arah proses penelitian yang dilakukan. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian one-shot case study yaitu terdapat suatu kelompok diberi treatment dan selanjutnya diobservasi hasilnya (Sugiyono, 2013, hlm. 110). One-shot case study ini termasuk kedalam pre-experimental design (non-design)

yaitu desin yang belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh. Mengapa? Karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap variabel dependen. Jadi hasil eksperimen yang merupakan variabel dependen itu bukan semata-mata dipengaruhi oleh variabel independen. Hal ini dapat terjadi, karena tidak adanya variabel kontrol dan sampel tidak dipilih seacara random.

X = treatment yang diberikan (variabel independen) 0 = observasi (variabel dependen)

Gambar 3.1 (Sugiyono, 2013, hlm. 110).

X sebagai treatment disini variabel bebas yaitu latar belakang pendidikan (pendidikan formal dan nonformal). Peneliti tidak memberikan treatment kepada responden tetapi sekolah masing-masing dari responden yang memberikan treatment. Jadi peneliti hanya memberikan angket untuk diobservasi sebagai variabel terikat (perilaku sosial) hasil responden mendapatkan pendidikan disekolah masing-masing.

Pada penelitian ini, langkah-langkah yang disusun adalah : 1. Menetapkan populasi dan sampel

2. Pengambilan dan pengumpulan data melalui penyebaran angket 3. Analisis data

(19)

D. Definisi Operasional

Jika dilihat dari sudut pandang penafsiran seseorang terhadap suatu istilah itu

berbeda-beda. Untuk menghindari kesalahan pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan dan menjabarkan satu-persatu istilah tersebut, diantaranya sebagai berikut:

1. Perilaku

Menurut Kurt Lewin (dalam Saifuddin Azwar 2013, hlm 10) merumuskan suatu model hubungan perilaku mengatakan perilaku (B) adalah fungsi karakteristik individu (P) dan lingkungan (E) yaitu B=f(P,E). Karakteristik individu meliputi berbagai variabel sepeti nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar dari pada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks.

2. Peilaku Sosial

Perilaku sosial menurut B.F Skinner (2013, hm 459) perilaku dari dua orang atau lebih yang saling terkait atau bersama dalam kaitannya dengan sebuah lingkungan bersama.

3. Sepakbola

Menurut Sucipto (2000, hlm. 7) menyatakan bahwa, “sepakbola merupakan

permainan beregu, masing-masing regu terdiri dari sebelas pemain, dan salah satunya penjaga gawang. Permainan ini hampir seluruhnya dimainkan dengan menggunakan tungkai, kecuali penjaga gawang yang dibolehkan menggunakan

lengannya di daerah tendangan”.

4. Latar Belakang

Latar belakang menurut Wikipedia Bahasa Indonesia adalah dasar atau titik tolak untuk memberikan pemahaman kepada pembaca atau pendengar mengenai apa yang kita sampaikan.

5. Pendidikan

Pendidikan menurut Choirul Mahfud yaitu :

(20)

b. Suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak-anak dalam pertumbuhannya

c. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang dikehendaki oleh masyarakat

d. Suatu pembentukan karakter, kepribadian dan kemampuan anak-anak dalam menuju kebenaran.

6. Latar Belakang Pendidikan

Latar belakang pendidikan menurut penulis adalah tolok ukur untuk memberikan penjelasan kepada pendengar atau pembaca dilihat dari status pendidikannya.

7. Pendidikan formal

Menurut Sanapiah Faisal (hlm.48) dapat dikatakan bahwa pendidikan formal memiliki persyaratan-persyaratan organisasi dan pengelolaan yang relatif ketat, lebih formalitas, dan lebih terikat pada legalitas formal-administratif. Satuan pendidikan penyelenggara yaitu taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan peguruan tinggi.

8. Pendidikan non-formal

Menurut Sanapiah Faisal (hlm 48) dapat dikatakan bahwa pendidikan non-formal relatif lebih lentur dan berjangka pendek penyelenggaraannya dibandingkan dengan pendidikan formal. Satuan pendidikan penyelenggara yaitu : taman kanak-kanak, taman pendidikan al-quran, lembaga kursus, sanggar dan lain-lain.

E. Instrumen Penelitian

Untuk mendukung kebenaran suatu hipotesis, diperlukan data atau fakta empirik. Data empirik bisa didapat dengan jalan pengetesan dan pengukuran terhadap yang akan diteliti. Pengetesan dan pengukuran menurut Nurhasan (2000, hlm. 1), menjelaskan bahwa: “Tes dan pengukuran merupakan suatu alat yang digunakan dalam memperoleh data dari suatu obyek yang akan diukur, sedangkan

pengukuran merupakan suatu proses untuk memperoleh data”.

(21)

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan angket sebagai alat untuk mengumpulkan data, karena dlaam menggunakan angket mempunyai beberapa keuntungan. Mengenai hal ini, Sukardi (2004, hlm.76) mengemukakan beberapa keuntungan tersebut, diantarnya:

a. Dapat mengungkapkan pendapat atau tanggapan seseorang baik secara individu maupun kelompok terhadap permasalahan.

b. Dapat disebarkan untuk responden yang berjumlah besar dengan waktu yang relaif singkat.

c. Tetap terjaganya objektivitas responden dari pengaruh luar terhadap satu permasalahan yag diteliti.

d. Tetap terjaganya kerahasiaan responden untuk menjawab sesuai dengan pendapat pribadi.

e. Karena format dalam bentuk surat, maka biaya lebih murah.

f. Penggunaan waktu yang lebih fleksibel sesuai dengan waktu yang telah diberikan peneliti.

g. Dapat menjaring informasi dalam skala luas dengan waktu cepat.

Peneliti akan menggunakan angket tertutup menurut Sugiyono (2013, hlm. 201) yaitu pertanyaan yang mengharapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salahsatu alternative jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia. Pertanyaan tertutup akan membantu responden untuk menjawab dengan cepat, dan juga memudahkan peneliti dalam melakukan analisis data terhadap seluruh angket yang telah terkumpul.

(22)

Tabel 3.1

Dalam alternatif jawaban dari pertanyaan yang diberikan peneliti, peneliti memberikan bobot skor sebagai skor pernyataan yang telah diisi oleh responden dalam hal ini pemain sepakbola yang mengikuti pendidikan formal saja dan pemain sepakbola yangmmengikuti pendidikan formal dan non-formal. Bobot skor yang dipakai dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala Likert. Skala Likert menurut Sugiyono (2013, hlm.134) yaitu

Untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut variabel penelitian. Dengan skala Likert, maka variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tesebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.

(23)

Tabel 3.2

Setelah peneliti membuat butir-butir soal yang telah disetujui maka peneliti harus mengujicobakan angket tersebut kepada responden lain diluar sampel,

sering disebut dengan “uji angket”. Tujuan dari angket ini dijelaskan oleh

Arikunto (2002, hlm.78) adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tingkat kepahaman instrumen, apakah responden tidak menemukan kesulitan dalam menangkap maksud dari peneliti.

b. Untuk mengetahui teknik yang paling efektif

c. Untuk memperkirakan waktu yang dibutuhkan oleh responden dalam mengisi angket.

d. Untuk mengetahui apakah butir-butir yang tertera dalam angket sudah memadai dan cocok dengan keadaan dilapangan.

Skala akan diuji cobakan kepada pemain sepakbola yang bukan termasuk sampel, uji coba skala dilaksanakan terhadap pemain sepakbola di SSB PS BUM yang berlokasi di lapangan FPOK Padasuka Cicaheum sebanyak 32 responden. Pengolahan data hasil ujicoba akan diolah secara statistik, adapun pengolahan data hasil ujicoba dilakukan dengan menggunakan program SPSS.

2. Uji Validitas Instrumen

(24)

tersebut adalah angket. “Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur” (Sugiyono, 2013, hlm.173).

Langkah-langkah dalam mengolah data untuk menentukan validitas instrument yang ditempuh oleh penulis adalah sebagai berikut:

a) Memberi skor pada masing-masing pernyataan sesuai dengan jawaban. b) Menjumlahkan seluruh skor yang merupakan skor total setiap responden. c) Setiap skor butir pernyataan dikorelasikan dengan rumus korelasi dari

program SPSS.

(25)

9 0,256 0,361 TIdak Valid

10 0,175 0,361 TIdak Valid

11 0,446 0,361 Valid

12 -0,036 0,361 Tidak Valid

13 0,112 0,361 Tidak Valid

14 -0,047 0,361 Tidak Valid

15 0,305 0,361 Tidak Valid

16 0,593 0,361 Valid

17 0,061 0,361 Tidak Valid

18 -0,043 0,361 Tidak Valid

19 0,020 0,361 Tidak Valid

20 0,436 0,361 Valid

21 0,263 0,361 Tidak Valid

22 0,291 0,361 Tidak Valid

23 0,453 0,361 Valid

24 0,688 0,361 Valid

25 0,072 0,361 Tidak Valid

26 0,338 0,361 Tidak Valid

27 0,800 0,361 Valid

28 0,697 0,361 Valid

29 0,695 0,361 Valid

30 0,027 0,361 Tidak Valid

31 0.362 0,361 Valid

32 -0.007 0,361 Tidak Valid

(26)

3. Uji Reliabilitas Instrumen

Realiabilitas menurut Arikunto (2002, hlm. 154) menunjukkan pada satu pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Dari keseluruhan pernyataan yang telah dihitung nilai skala kategori respon nya masing

–masing, didapatlah pernyataan terbaik untuk diikutsertakan dalam skala sikap. Setelah diperoleh koefisien korelasi berdasarkan butir tes gasal dan genap, untuk menghitung tingkat reliabilitas seluruh tes digunakan rumus Spearman Brown (Azwar: 2013, hlm. 182) dan dihitung menggunakan SPSS sebagai berikut:

Keterangan:

: Koefisien reliabilitas

: Koefisien korelasi antara skor belahan Y1 dan belahan Y2

Berikut adalah hasil perhitungan reliabilitas terhadap angket:

Tabel 3.4

Tabel Hasil Uji Reliabilitas

Setelah di peroleh hasil penghitungan diinterpretasikan pada interpretasi nilai r pada tabel, menurut Bambang Abduljabar (2012, hlm.90) sebagai berikut:

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

(27)

Tabel 3.5

Tabel Kriteria Keterandalan (Reliabilitas)

Interval Koefisien Tafsiran

0.80-1.00 Sangat Tinggi

0.60-0.799 Tinggi

0.40-0.599 Cukup

0.20-0.399 Rendah

0.00-0.199 Sangat Rendah

Instrumen perilaku sosial setelah dihitung, reliabelnya menunjukkan hasil penyebaran angket yang sebesar 0.842, yang artinya adalah instrumen perilaku sosial ini memiliki tingkat reliabilitas yang sangat tinggi.

F. Analisis dan Pengolahan Data

Setelah memperoleh hasil ujicoba angket dan mengumpulkan data dan hasil penyebaran angket yang sebenarnya selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan cara-cara sebagai berikut:

Adapun rumus statistik yang dapat digunakan untuk mengolah data hasil tes skala sebagai berikut:

1. Mencari rata-rata dari setiap variable data, yaitu dengan rumus: ̇∑ Keterangan :

X = rata-rata yang dicari

∑ = jumlah seluruh skor n = jumlah sampel

2. Menghitung persentase P= ∑

Keterangan :

P = jumlah persentase yang dicari

(28)

∑ = jumlah skor ideal

3. Skala pengukuran

Dalam skala pengukuran ini penulis menentukan jumlah keeluruhan skor dari setiap sampel. Kemudian membuat kategori untuk menentukan tingkatan hasil dari kedua sampel, yaitu pemain sepakbola yang mengikuti pendidikan formal dan non-formal. Dalam pembuatan kategori ini penulis menggunakan persen. Menurut Nurhasan (2007, hlm.429) berikut contoh tabel kriteria penilaiannya:

Tabel 3.6

Tabel Kriteria Penilaian

Persentase Tafsiran

81% sampai dengan 100 % Sangat Baik

61% sampai dengan 80% Baik

41% sampai dengan 60% Cukup

21% sampai dengan 40% Kurang

(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah penulis uraikan pada BAB IV, maka penulis dapat mengambil kesimpulan yaitu:

1. Perilaku sosial pemain sepakbola u-12 yang mengikuti pendidikan formal

saja di Kota Bandung termasuk kedalam kriteria “baik” dengan rata-rata persentase 78%.

2. Pemain sepakbola u-12 yang mengikuti pendidikan formal dan nonformal di Kota Bandung termasuk kedalam kriteria yang “sangat baik” dengan rata-rata persentase 86%.

3. Pemain sepakbola yang mengikuti pendidikan formal dan nonformal lebih baik dari pada pemain sepakbola yang hanya mengikuti pendidikan formal saja.

B. Saran

Dari penelitian yang telah dilaksanakan dan diuraikan diatas, ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan, antara lain:

1. Kepada setiap orang tua agar anaknya mengikuti sekolah nonformal juga selain sekolah formal, contoh dari sekolah nonformal yaitu sekolah agama, pengajian, sanggar seni, les privat dan lain-lain. Pilih sesuai dengan keinginan anak tetapi lebih disarankan untuk mengikuti sekolah agama atau pengajian untuk sekolah nonformalnya.

2. Kepada pemain sepakbola u-12 agar mengikuti di luar sekolah nonformal untuk menunjang pendidikan lebih baik lagi. Karena sekolah formal saja tidak cukup.

(30)
(31)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :

Abduljabar, B & Darajat, J. (2012). Aplikasi Statistik dalam Penjas. Bandung: Red Point

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Ilmiah Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta

Azwar, Saifuddin. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, Saifuddin. (2013). Sikap dan Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

B.F Skinner. (2013). Ilmu Pengetahuan dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Budiman, D & Hidayat, Y. (2011). Psikologi Anak Dalam Pendidikan Jasmani.Bandung: FPOK UPI

Faisal, Sanipah. Pendidikan luar sekolah. Surabaya: C.V Usaha Nasional Hatimah, Ihat dkk. (2007). Penelitian Pendidikan. Bandung: UPI PRESS Kamil, Mustopa. (2009). Pendidikan Nonformal. Bandung: Alfabeta

(32)

Simanungkalit, Jhon E.P. (2014). Perilaku Sosial Siswa yang Mengikuti Unit Kegiatab Ekstrakulikuler Olahraga Beregu dengan Olahraga Individual di SMA

Negeri se-Kota Cimahi. Bandung:UPI

Sucipto. (2000). Teori dan Praktek Sepakbola. Bandung: FPOK UPI. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Sukardi (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Universitas Pendidikan Indonesia (2014). Pedoman Karya Tulis Ilmiah. Bandung: UPI.

Sumber Internet :

Balaghoni H.F . (2014). Pendidikan Luar Sekolah. http://www.kompasiana.com/hfbalaghoni/mulai-saja-pendidikan-luar

Gambar

Tabel 3.1
Tabel Skala Tabel 3.2 Likert
Tabel 3.3
Tabel Hasil Uji Reliabilitas
+3

Referensi

Dokumen terkait

Konsumsi Pangan Rata-rata Rumah Tangga per Kapita per Hari di Desa Kepala Sungai

[r]

PENGARUH KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN PRODUKTIF DI KELAS X AP 1.. SMK BINA

[r]

masalah yang dihadapi masyarakat pemilik tradisi dewasa ini adalah makin memudarnya kekuatan religi termasuk di dalamnya ritual dan upacara tradisional yang

BENTUK-BENTUK PERJUANGAN TOKOH UTAMA MENGEJAR IMPIAN DALAM NOVEL BIRU KARYA AGNES JESSICA: KAJIAN PSIKOLOGI.. SASTRA Oleh Bima

Mahasiswa mampu menjelaskan berbagai hubungan fungsi perencanaan dengaqn fungsi manajemen lainnya baik secara lisan atau tulis.. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai tipe-tipe

agonis dopamin berkaitan secara positif dengan respon terhadap amantadine  Karena diskinesia lebih sering teramati dan lebih berat pada pasien PD onset muda dibandingkan