ANALISIS INDIKATOR
PEMBANGUNAN MANUSIA
KABUPATEN GRESIK TAHUN 2017
STANDAR HIDUP LAYAK
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN DAERAH KABUPATEN GRESIK
ANALISIS INDIKATOR
PEMBANGUNAN MANUSIA
KABUPATEN GRESIK TAHUN 2017
STANDAR HIDUP LAYAK
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN
IPM
INDEKS PENDIDIKAN
INDEKS KESEHATAN
INDEKS DAYA BELI
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuh,
Publikasi Analisis Indikator Pembangunan Manusia Kabupaten Gresik 2017 memberikan gambaran umum mengenai kondisi pembangunan manusia di Kabupaten Gresik tahun 2016. Adapun data yang disajikan terdiri dari hasil penghitungan besaran IPM, komponen-komponennya, dan perkembangannya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian suatu daerah dalam tiga dimensi pembangunan manusia yaitu lamanya hidup, pengetahuan, dan standard kehidupan yang layak. Indeks ini diukur dengan angka harapan hidup, capaian pendidikan, dan tingkat pendapatan yang disesuaikan.
Informasi data yang disampaikan secara tepat dan akurat memegang peranan yang sangat penting utamanya sebagai bahan untuk memantapkan perencanaan pembangunan maupun sebagai upaya untuk mengetahui realisasi pembangunan itu sendiri. Data yang lengkap memudahkan dalam pengolahan, interpretasi dan evaluasi keakuratannya ditinjau dari berbagai aspek termasuk aspek ekonomi dan sosial.
Kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan buku ini, kami mengucapkan terima kasih. Namun demikian berbagai upaya korektif untuk sempurnanya materi buku ini senantiasa kami harapkan.
Wassalaamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuh.
Gresik, 2017 KEPALA
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
DAERAH KABUPATEN GRESIK
Ir. TUGAS HUSNI SYARWANTO, M.MT Pembina Utama Muda
NIP. 19580519 198502 1 002
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... ii
Daftar Tabel ... iv
Daftar Gambar ... v
Ringkasan Eksekutif... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penulisan ... 2
1.3. Manfaat Penulisan ... 3
1.4. Sistematika Penulisan ... 3
II. KONSEP DAN PENGUKURAN PEMBANGUNAN MANUSIA ... 4
2.1. Konsep Dasar Pembangunan Manusia ... 4
2.2. Pengukuran Pembangunan Manusia ... 6
2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia ... 7
2.4. Isu Hangat Pembangunan Manusia ... 8
III. METODOLOGI ... 11
3.1. Sumber Data ... 11
3.2. Metode Penyusunan Indeks ... 11
3.3. Besaran Skala IPM ... 19
IV. PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA ... 20
4.1. Pembangunan Manusia di Indonesia ... 21
4.2. Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Timur ... 22
4.3. Pembangunan Manusia di Kabupaten Gresik ... 22
4.3.1. Perkembangan IPM di Kabupaten Gresik ... 24
4.3.2. Pertumbuhan IPM di Kabupaten Gresik ... 33
V. PENINGKATAN KAPABILITAS DASAR MANUSIA DI KABUPATEN GRESIK……… ... 35
5.1. Capaian dan Tantangan Bidang Kependudukan ... 35
5.2. Capaian dan Tantangan Bidang Pendidikan ... 39
5.2.1. Angka Partisipasi Sekolah dan Angka Partisipasi Murni ... 41
5.2.2. Harapan Lama Sekolah dan Rata-Rata Lama Sekolah ... 44
5.2.3. Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan ... 45
5.3. Capaian dan Tantangan Bidang Kesehatan ... 46
5.3.1. Sarana Kesehatan ... 46
3.3.2. Derajat Kesehatan Masyarakat ... 50
5.4. Capaian dan Tantangan Bidang Ekonomi ... 55
5.4.1. Indikator Kemiskinan Kabupaten Gresik ... 55
5.4.4. Pertumbuhan Ekonomi ... 58 5.4.5. PDRB Perkapita ... 59 VI. PERBANDINGAN PEMBANGUNAN MANUSIA ANTAR WILAYAH ... 60 6.1. Kesenjangan IPM Beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur ... 61 6.2. Kesenjangan AHH Beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur ... 64 6.3. Perbandingan HLS dan RLS Kab. Gresik dan Beberapa Kab/Kota di Prov.
Jawa Timur ………... 65
6.4. Perbandingan Pengeluaran Per Kapita Kab. Gresik dengan Beberapa
Kabupaten/Kota di Prov.Jatim ……… ... 66 VII. KESIMPULAN ... 68 LAMPIRAN - LAMPIRAN
Tabel 3.1. Dimensi, Indikator dan Indeks Pembangunan Manusia Metode Lama dan Metode Baru………...……….……. 12 Tabel 3.2. Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Dalam Penghitungan
IPM………….………..………. 18
Tabel 3.3. Klasifikasi Capaian IPM……….…………...………... 19 Tabel 4.1. Besarnya Nilai IPM Kabupaten Gresik dan Komponennya Tahun
2010 – 2016..…………... 24 Tabel 4.2. Pertumbuhan IPM Kabupaten Gresik dan Wilayah Sekitarnya
Tahun 2011-2016………..……… 34
Tabel 5.1. Data Rumah Sakit Beserta Alamat Kabupaten Gresik Tahun 2016
…….………..………… 47
Tabel 5.2. Jumlah Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan 2016…………... 49 Tabel 5.3. Indikator Kemiskinan Kabupaten Gresik 2011-2016………..…….. 56 Tabel 5.4. PDRB per Kapita Kabupaten Gresik Tahun 2012-2016..…... 59 Tabel 6.1. IPM Kabupaten Gresik dan Wilayah Sekitarnya Tahun 2010-
2016……….………... 63 Tabel 6.2.
Tabel 6.3.
Tabel 6.4.
Tabel 6.5.
Angka IPM dan Komponen Indeksnya Kabupaten Gresik dan Wilayah Sekitarnya Tahun 2016………...
AHH Kabupaten Gresik dibandingkan Kab/Kota di Jawa Timur Tahun 2012-2016………...………...
HLS dan RLS Kabupaten Gresik dibandingkan Kab/Kota di Jawa Timur Tahun 2014-2016.………...………...
Pengeluaran Per Kapita Kabupaten Gresik dibandingkan Kab/Kota di Jawa Timur Tahun 2012-2016………...
64 64 66 66
Gambar 4.1. IPM Indonesia, Jawa Timur, dan Kabupaten Gresik 2010-2016.... 21 Gambar 4.2. Perkembangan IPM Kabupaten Gresik Tahun 2010-2016….…… 25 Gambar 4.3. Angka Harapan Hidup dan Indeks Kesehatan Kabupaten Gresik
Tahun 2010-2016………...………….……… 26
Gambar 4.4. Harapan Lama Sekolah, Rata-rata Lama Sekolah dan Indeks Pendidikan Kabupaten Gresik Tahun 2010-2016……….….. 28 Gambar 4.5. Harapan Lama Sekolah dan Peningkatannya Kabupaten Gresik
Tahun 2010-2016………..…..……… 29
Gambar 4.6. Rata-rata Lama Sekolah dan Peningkatannya Kabupaten Gresik
Tahun 2010-2016 ….……….…………. 30
Gambar 4.7. Pengeluaran Perkapita Riil Yang Disesuaikan (Rp 000) dan Indeks PPP Kabupaten Gresik Tahun 2010-2016…..………. 31 Gambar 4.8. Pengeluaran Perkapita Disesuaikan dan Peningkatannya
Kabupaten Gresik Tahun 2010-2016…..……… 32 Gambar 4.9. IPM Kabupaten Gresik dan Pertumbuhannya Tahun 2010-2016... 33 Gambar 5.1. Perkembangan dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten
Gresik Tahun 2011-2016……… 36
Gambar 5.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Kabupaten Gresik
Tahun 2011-2016……….………... 36
Gambar 5.3. Piramida Penduduk Kabupaten Gresik Tahun 2016…………... 37 Gambar 5.4. Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Kabupaten Gresik Tahun 2016………... 38 Gambar 5.5. Angka Partisipasi Sekolah (APS) di Kabupaten Gresik, 2010-
2016 (Persen) ………... 41 Gambar 5.6. Angka Partisipasi Murni (APM) di Kabupaten Gresik, 2016
(Persen) ………... 42 Gambar 5.7. APM Kabupaten Gresik Tahun 2014-2016 ………... 43 Gambar 5.8. Harapan Lama Sekolah dan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten
Gresik Tahun 2010-2016………..………..….... 44 Gambar 5.9. Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk 15
Tahun ke Atas Kabupaten Gresik Tahun 2016………..…... 45 Gambar 5.10. Jumlah Sarana Kesehatan Kabupaten Gresik Tahun 2016….….... 47 Gambar 5.11. Angka Harapan Hidup (AHH) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
Kabupaten Gresik Tahun 2010-2016……...…..….... 51 Gambar 5.12.
Gambar 5.13.
Gambar 5.14.
Gambar 5.15.
Gambar 5.16.
Gambar 5.17.
Gambar 6.1.
Persentase Tenaga Penolong Kelahiran Terakhir Kabupaten Gresik Tahun 2013-2016 ………...…..…....
Persentase Penggunaan Imunisasi Pada Balita Kabupaten Gresik Tahun 2016 ……….……...…..…....
Persentase Penggunaan Fasilitas Air Minum Kabupaten Gresik Tahun 2016 ……….……...…..…....
PDRB ADHB dan ADHK (Migas&Non Migas) Kabupaten Gresik Tahun 2015-2016 ……….……...
Distribusi PDRB ADHB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Gresik Tahun 2016 ……….……….……...
Pertumbuhan PDRB Kabupaten Gresik Tahun 2008-2016………
IPM Kabupaten Gresik dibandingkan Kab/Kota Tertinggi dan Terendah di Jawa Timur Tahun 2010-2016………
52 53 55 57 58 59 61
Pembangunan manusia sesungguhnya memiliki makna yang sangat luas. Namun sebenarnya, ide dasar dari pembangunan manusia cukup sederhana, yaitu menciptakan pertumbuhan positif dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lingkungan, serta perubahan dalam kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, manusia harus diposisikan sebagai kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Dengan berbekal konsep ini, tujuan utama dari pembangunan manusia harus mampu menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif (Human Development Report 1990).
Pendekatan pembangunan manusia lebih memfokuskan kepada perluasan pilihan masyarakat untuk hidup dengan bebas dan bermartabat. Pembangunan manusia melihat secara bersamaan semua isu dalam masyarakat – pertumbuhan ekonomi, perdagangan, ketenagakerjaan, kebebasan politik ataupun nilai-nilai kultural – dari sudut pandang manusia. Pembangunan manusia juga mencakup isu penting lainnya, yaitu gender. Dengan demikian, pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan sektor sosial, tetapi merupakan pendekatan yang komprehensif dari semua aspek kehidupan manusia.
Aktualisasi konsep pembangunan manusia melahirkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diperkenalkan pertama kali oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990. Indonesia mulai menghitung IPM pada tahun 1996. Sejak saat itu, IPM dihitung secara berkala setiap tiga tahun. Namun, sejak 2004 IPM dihitung setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan Kementerian Keuangan dalam menghitung Dana Alokasi Umum (DAU). Indikator yang digunakan dalam penghitungan IPM di Indonesia sampai saat ini meliputi angka harapan hidup saat lahir yang mewakili dimensi umur panjang dan hidup sehat, harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah yang mewakili dimensi pengetahuan, serta pengeluaran per kapita yang mewakili dimensi standar hidup layak.
Konsep pembangunan manusia tidak berdiri sendiri sebagai sesuatu yang eksklusif.
Konsep pembangunan yang ada masih berkaitan dengan konsep pembangunan manusia.
Pembangunan manusia bukan hanya produk dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga sekaligus merupakan input penting untuk pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia harus berjalan beriringan secara simultan.
konsep dalam konteks kerangka/agenda pembangunan pasca 2015, yang disebut Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs adalah sebuah kesepakatan pembangunan global baru pengganti MDGs yang terdiri dari lima elemen, yaitu manusia, planet, kesejahteraan, perdamaian, dan kemitraan, untuk mencapai tiga tujuan mulia di tahun 2030 berupa mengakhiri kemiskinan, mencapai kesetaraan dan mengatasi perubahan iklim.
SDGs berisikan 17 goals dan 169 sasaran pembangunan. Dalam 17 goals tersebut, terdapat beberapa target yang berhubungan dengan pembangunan manusia, yaitu tujuan ketiga, tujuan keempat, dan tujuan kedelapan. Tujuan ketiga adalah menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan penduduk di segala usia. Tujuan keempat adalah menjamin kualitas pendidikan yang adil dan inklusif serta meningkatkan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua. Sedangkan tujuan kedelapan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua.
Sejak tahun 1990, UNDP tidak pernah absen dalam mencatat perkembangan pembangunan manusia berbagai negara. Pada tahun 2016 UNDP mencatat IPM di Indonesia mencapai 70,18 meningkat sebesar 0,91 dari tahun sebelumnya dan menyandang predikat “Tinggi” dalam status pembangunan manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menempati peringkat ke 113 dari 188 negara. Sementara itu, di ASEAN Indonesia berada pada posisi ke-5 setelah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand. Laporan Indeks Pembangunan Manusia 2016 yang dikeluarkan Badan PBB Urusan Program Pembangunan (UNDP) baru-baru ini menyatakan Indonesia sebagai negara berkembang terus mengalami kemajuan.
Badan Pusat Statistik juga melakukan penghitungan IPM sejak tahun 1996, IPM Provinsi Jawa Timur tahun 2016 sebesar 69,74. Capaian pembangunan manusia Kabupaten Gresik tahun 2016 sebesar 74,46 dengan angka harapan hidup saat lahir di Kabupaten Gresik sudah mencapai 72,33 tahun atau harapan hidup bayi yang baru lahir dapat bertahan hidup hingga usia 72,33 tahun. Secara rata-rata, penduduk Kabupaten Gresik usia 25 tahun keatas sudah menempuh 8,94 tahun masa sekolah atau sudah menyelesaikan pendidikan kelas VIII. Selain itu, rata-rata penduduk usia 7 tahun yang mulai bersekolah, diharapkan dapat mengenyam pendidikan hingga 13,69 tahun atau setara dengan D1. Tidak kalah penting, standar hidup layak Kabupaten Gresik yang diwakili oleh
Seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur yang berjumlah 38 mencatat perkembangan pembangunan manusia yang cukup beragam. Capaian tertinggi di level kabupaten/kota di Jawa Timur berada di Kota Malang dengan IPM sebesar 80,46 pada tahun 2016.
Sementara capaian terendah berada di Kabupaten Sampang (Pulau Madura) dengan IPM sebesar 59,09. Kabupaten Gresik selama kurun waktu 2011-2016 telah berhasil mencapai IPM dengan kategori “Tinggi” dimulai dari angka 71,11 sampai 74,46, hal ini merupakan prestasi yang luar biasa dan harus kita syukuri bersama. Semua itu terjadi karena komponen-komponen penyusunnya mengalami peningkatan yang berpengaruh pada nilai indeksnya. Indikator penyusun indeks pembangunan manusia yang mengalami peningkatan paling cepat adalah indeks pendidikan, dilanjutkan indeks daya beli dan terakhir indeks kesehatan.
Selama kurun waktu 2010 hingga 2016, pembangunan manusia di Kabupaten Gresik menunjukkan perkembangan yang terus meningkat. Dalam kurun waktu 7 tahun terakhir, IPM Kabupaten Gresik tumbuh rata-rata 1,06 persen per tahun. Pada tahun 2016, IPM Kabupaten Gresik bahkan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu sebesar 1,21 persen. Di tingkat Provinsi Jawa Timur, dari 38 kabupaten/kota terdapat tiga kabupaten/kota yang perkembangan pembangunan manusianya cukup mengagumkan pada tahun 2016. Kabupaten Sumenep menempati posisi pertama dengan pertumbuhan IPM sebesar 1,64 persen. Disusul dengan Kabupaten Sampang (1,54 persen), Kabupaten Jember (1,51 persen).
Kesenjangan pembangunan manusia masih menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintah di tahun-tahun ke depan. Hingga tahun 2016, kesenjangan pembangunan manusia masih terjadi, baik nasional maupun regional. Di tingkat kabupaten/kota, kesenjangan IPM antar kabupaten/kota cenderung turun selama kurun waktu 2010 hingga 2016 baik pada dimensi kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak. Perbandingan pembangunan manusia antara Kabupaten Gresik dengan beberapa kabupaten/kota disekitarnya pada semua dimensi berada diurutan ke-3 setelah Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo. Sementara posisi ke-4 adalah Kabupaten Mojokerto baru disusul Kabupaten Lamongan. Secara keseluruhan di tahun 2016 IPM Kabupaten Gresik menunjukkan capaian yang meningkat bahkan mampu merubah posisi dari peringkat 9 menjadi 8 di tingkat Jawa Timur.
1.
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Manfaat Penulisan
Sistematika Penulisan
2. KONSEP DAN PENGUKURAN PEMBANGUNAN MANUSIA
Konsep Dasar Pembangunan Manusia Pengukuran Pembangunan Indonesia
Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia
Isu Hangat Pembangunan Manusia
3.
Sumber Data
Metode Penyusunan Indeks
Besaran Skala IPM
4. PENCAPAIAN PEMBANGUNAN MANUSIA
Pembangunan Manusia di Indonesia Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Timur
Pembangunan Manusia di Kabupaten Gresik
5.
DASAR MANUSIA DI KABUPATEN GRESIK
Capaian dan Tantangan Bidang Kesehatan Capaian dan Tantangan Bidang
Kependudukan
Capaian dan Tantangan Bidang Ekonomi
Capaian dan Tantangan Bidang Pendidikan
6. PERBANDINGAN PEMBANGUNAN
MANUSIA ANTAR WILAYAH DI JAWA TIMUR
Kesenjangan IPM Beberapa Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur
Perbandingan HLS dan RLS Kabupaten Gresik dan Beberapa Kab/Kota
di Provinsi Jawa Timur
Kesenjangan AHH Beberapa Kab/Kota di Provinsi Jawa Timur
Perbandingan Pengeluaran Per Kapita
Kabupaten Gresik dengan Beberapa
Kab/Kota di Jawa Timur
7. KESIMPULAN
1.1. Latar Belakang
Kinerja perekonomian suatu daerah seringkali diukur dengan besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan parameter keberhasilan kinerja ekonomi yang identik dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Menurut konferensi internasional bertema asia 2015 di London paradigma tersebut tidak selamanya efektif dalam mengentaskan kemiskinan dan menekan angka pengangguran bila tidak diikuti oleh pemerataan distribusi pendapatan. Perbaikan kesenjangan hanya bisa dicapai dengan melakukan investasi pada pembangunan manusia, baik dalam meningkatkan akses, kualitas dan layanan dibidang kesehatan. Berdasarkan pengalaman di beberapa negara, untuk mempercepat pembangunan manusia dapat dilakukan dengan distribusi pendapatan yang merata dan alokasi belanja publik yang memadai untuk bidang pendidikan dan kesehatan.
Pembangunan manusia adalah suatu proses memperluas pilihan-pilihan bagi manusia. Diantara pilihan-pilihan hidup yang penting adalah pilihan hidup sehat, untuk menikmati umur panjang, untuk hidup cerdas, dan kehidupan yang mapan. Paradigma pembangunan manusia terdiri dari empat komponen utama, yaitu : Produktivitas, Ekuitas, Kesinambungan, dan Pemberdayaan. Tingkat capaian pembangunan manusia telah mendapatkan perhatian dari penyelenggara negara agar hasil-hasil pembangunan tersebut dapat diukur dan dibandingkan. Terdapat berbagai ukuran pembangunan manusia yang telah dibuat, namun tidak seluruhnya dapat dijadikan sebagai sebuah ukuran standar yang dapat digunakan untuk perbandingan antar waktu dan antar wilayah. Oleh karena itu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan sebuah ukuran standar pembangunan manusia yang dapat digunakan secara internasional yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Indeks komposit ini terbentuk atas empat komponen indikator, yaitu angka harapan hidup merefleksikan dimensi hidup sehat dan umur panjang, harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah mempresentasikan output dari dimensi pendidikan, dan pengeluaran perkapita disesuaikan untuk menjelaskan dimensi hidup layak.
Perkembangan IPM di Kabupaten Gresik secara umum mulai dari periode tahun 2010-2016 terus mengalami peningkatan capaian seiring dengan membaiknya perekonomian negara. Hal ini terjadi karena adanya perubahan satu atau lebih komponen IPM dalam periode tersebut. Pengukuran IPM terkait dengan indikator-indikator lain sebagai pendukungnya juga sangat berpengaruh, dimana setiap perubahan pada indikator
BAB 1. PENDAHULUAN
tersebut memberikan pengaruh terhadap pembangunan manusia. Seperti dalam mengukur angka harapan hidup maka terlebih dahulu harus ditentukan tingkat kematian penduduk.
Tingkat kematian ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ketersediaan pangan, kemiskinan, keadaan gizi, penyakit menular, keadaan fasilitas kesehatan, kecelakaan, bencana dan kelaparan. Dengan demikian setiap faktor pendukung yang mengalami perubahan akan berpengaruh terhadap indeks yang dibentuknya.
Perhatian pemerintah terhadap pembangunan manusia yang semakin baik ditandai dengan dijadikannya IPM sebagai salah satu alokator Dana Alokasi Umum (DAU) untuk mengatasi kesenjangan keuangan antar wilayah (fiscal gap) dan memacu percepatan pembangunan di daerah. Alokator lain yang digunakan untuk mendistribusikan DAU adalah luas wilayah, jumlah penduduk, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK). Dengan adanya DAU diharapkan daerah yang mempunyai IPM rendah mampu mengejar ketertinggalannya dari daerah lain yang mempunyai IPM lebih baik karena memperoleh alokasi yang berlebih. Namun hal ini tergantung pada kebijakan dan strategi pembangunan dari masing-masing daerah dalam memanfaatkan kucuran dana yang ada untuk mencapai hasil pembangunan khususnya pembangunan manusia secara lebih baik.
1.2. Tujuan Penulisan
Publikasi “Analisis Indikator Pembangunan Manusia Kabupaten Gresik 2017” ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum dalam rangka menyiapkan perangkat yang digunakan dalam perencanaan pembangunan sehingga dapat dilakukan dengan lebih baik dan terarah serta mencapai sasaran sebagaimana ditentukan.
Adapun tujuan dari publikasi adalah :
1. Memberikan gambaran kondisi pembangunan manusia di Kabupaten Gresik dari tahun ke tahun.
2. Menyajikan analisis indikator pembangunan manusia dan perkembangannya serta komponen-komponen indeks pembangunan manusia di Kabupaten Gresik dari tahun ke tahun.
3. Menyajikan analisis kesenjangan pembangunan manusia Kabupaten Gresik tahun 2016 dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Jawa Timur.
1.3. Manfaat Penulisan
Manfaat yang ingin dicapai dari penyusunan publikasi ini adalah :
1. Tersedianya data dan informasi yang dibutuhkan dalam memantau proses pembangunan manusia di Kabupaten Gresik secara berkesinambungan.
2. Data dan informasi publikasi ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam perencanaan pembangunan manusia pada tahap pembangunan selanjutnya.
3. Publikasi ini dapat dijadikan rujukan atau referensi keilmuan bagi masyarakat dan dunia pendidikan.
1.4. Sistematika Penulisan
Penulisan Publikasi “Analisis Indikator Pembangunan Manusia Kabupaten Gresik Tahun 2017” disusun menjadi beberapa bab dan diorganisasikan sebagai berikut :
□ Bab I Pendahuluan didalamnya mencakup latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
□ Bab II Konsep dan pengukuran pembangunan manusia berisi konsep dasar, pengukuran, pertumbuhan ekonomi, dan isu hangat pembangunan manusia.
□ Bab III Metodologi mencakup sumber data, metode penyusunan indeks, dan besaran skala IPM.
□ Bab IV Pencapaian pembangunan manusia berisi pembangunan manusia di Indonesia, di Provinsi Jawa Timur, dan di Kabupaten Gresik.
□ Bab V Peningkatan Kapabilitas Dasar Manusia membahas capaian dan tantangan bidang kependudukan, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi di Kabupaten Gresik.
□ Bab VI Kesenjangan Pembangunan Manusia Antar Wilayah mencakup kesenjangan antara Kabupaten Gresik dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Jawa Timur.
□ Bab VII Kesimpulan yang berisi ringkasan dan jawaban atas tujuan penyusunan publikasi ini.
Selanjutnya, penulisan ini dilengkapi dengan lampiran beberapa tabel-tabel yang dianggap relevan.
2.1. Konsep Dasar Pembangunan Manusia
Pembangunan manusia sejatinya memiliki makna yang luas. Namun, ide dasar pembangunan manusia itu sendiri yaitu pertumbuhan positif dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lingkungan, serta perubahan dalam kesejahteraan manusianya. Ide dasar ini memiliki fokus kepada manusia dan kesejahteraannya. United Nations Development Programme (UNDP) menempatkan manusia sebagai kekayaan bangsa yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif. Hal ini tampaknya merupakan suatu kenyataan yang sederhana.
Tetapi hal ini seringkali terlupakan oleh berbagai kesibukan jangka pendek untuk mengumpulkan harta dan uang (Human Development Report 1990).
Konsep pembangunan dan pembangunan manusia cukup berbeda. Dalam sudut pandang konvensional, pembangunan memiliki fokus utama pada pertumbuhan ekonomi, pembentukan modal manusia, pembangunan sumber daya manusia, kesejahteraan rakyat, dan pemenuhan kebutuhan dasar. Model ‘pertumbuhan ekonomi’ lebih menekankan pada peningkatan pendapatan daripada memperbaiki kualitas hidup manusia. ‘Pembangunan sumber daya manusia’ cenderung untuk memperlakukan manusia sebagai input dari proses produksi sebagai alat, bukan sebagai tujuan akhir. Pendekatan ‘kesejahteraan’ melihat manusia sebagai penerima dan bukan sebagai agen dari perubahan dalam proses pembangunan. Adapun pendekatan ‘kebutuhan dasar’ terfokus pada penyediaan barang- barang dan jasa-jasa untuk kelompok masyarakat tertinggal, bukannya memperluas pilihan yang dimiliki manusia di segala bidang.
Pendekatan pembangunan manusia lebih memfokuskan kepada perluasan pilihan masyarakat untuk hidup dengan bebas dan bermartabat. Pembangunan manusia melihat secara bersamaan semua isu dalam masyarakat – pertumbuhan ekonomi, perdagangan, ketenagakerjaan, kebebasan politik ataupun nilai-nilai kultural – dari sudut pandang manusia. Pembangunan manusia juga mencakup isu penting lainnya, yaitu gender. Dengan demikian, pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan sektor sosial, tetapi merupakan pendekatan yang komprehensif dari semua sektor.
BAB II. KONSEP DAN PENGUKURAN
PEMBANGUNAN MANUSIA
Beberapa ahli juga mengemukakan konsep pembangunan manusia yang menyiratkan bahwa pembangunan manusia memiliki aspek yang lebih luas dibandingkan dengan pembangunan konvensional. Amartya Sen (1989) misalnya, mendefinisikan pembangunan manusia sebagai perluasan kebebasan nyata yang dinikmati oleh manusia.
Kebebasan bergantung pada faktor sosial ekonomi seperti akses pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan politik. Pembangunan manusia adalah cara dan tujuan akhir. Mahbub ul Haq (1995) juga mengemukakan hal serupa. Ia berpendapat bahwa pembangunan manusia merupakan proses perluasan pilihan yaitu kebebasan berpolitik, partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, pilihan untuk berpendidikan, bertahan hidup dan sehat, serta menikmati standar hidup layak.
Banyak sekali konsep yang dikemukakan mengenai pembangunan manusia, sama halnya dengan makna pembangunan manusia itu sendiri. Pembangunan manusia memiliki makna yang luas mencakup kehidupan sosial manusia seperti kehidupan berpolitik.
Kebebasan dan hak asasi manusia juga tercakup di dalamnya. Lebih spesifik lagi, kebebasan berpolitik adalah kemampuan untuk berkomunikasi tanpa rasa malu atau secara bebas.
Pembangunan manusia juga merupakan pembangunan dari manusia dan oleh manusia (Neamtu Daniela & Ciobanu Oana, 2015).
Berdasarkan beberapa konsep pembangunan manusia yang ada, UNDP mendefinisikan pembangunan manusia dalam Human Development Report 1996 sebagai proses dimana masyarakat dapat memperluas berbagai pilihan-pilihannya. Pendapatan merupakan salah satu faktor penentu pilihan, tetapi faktor yang lebih penting lainnya adalah kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik yang baik serta kebebasan dalam bertindak. UNDP juga menyampaikan dalam laporannya mengenai dimensi dalam pembangunan manusia, yaitu:
Pemberdayaan yang dipengaruhi oleh kapabilitas, setiap orang bebas untuk melakukan sesuatu tetapi jika tidak memiliki kapabilitas maka tidak akan menikmati kebebasan tersebut.
Dengan bekerja sama maka akan tercipta perluasan pilihan seseorang. Dengan demikian pembangunan manusia tidak hanya fokus pada individual tetapi pada bagaimana kehidupan sosialnya.
Kesetaraan yang bermakna kesamaan peluang atau kesempatan.
Keberlanjutan yang bermakna kesamaan peluang atau kesempatan antar generasi.
Keamanan dari berbagai aspek tidak hanya aman dari bencana tetapi dari ancaman lainnya.
2.2. Pengukuran Pembangunan Manusia
Pembangunan manusia menggunakan pengukuran yang sudah dikenalkan oleh UNDP pada tahun 1990, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pada Human Development Report 1990 diperkenalkan tiga indikator pembentuk indeks pembangunan manusia yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Dari ketiga dimensi tersebut, diturunkan empat indikator yang digunakan dalam penghitungan IPM, yaitu angka harapan hidup saat lahir (AHH), angka melek huruf (AMH), gabungan angka partisipasi kasar (APK), dan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita.
Secara berkala UNDP melakukan penyempurnaan dalam penghitungan IPM. Tahun 2010, UNDP melakukan penyempurnaan kembali dengan tetap menggunakan tiga dimensi yang sama yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, serta standar hidup layak namun menggunakan indikator yang berbeda, yaitu angka harapan hidup saat lahir, rata-rata lama sekolah, harapan lama sekolah, dan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita. Metode agregasi IPM pun mengalami penyempurnaan, dari rata-rata aritmatik diubah menjadi rata- rata geometrik. Sedangkan metode agregasi untuk indeks pendidikan berubah dari rata-rata geometrik menjadi rata-rata aritmatik.
Di Indonesia, pemantauan pembangunan manusia mulai dilakukan pada Tahun 1996.
Laporan pembangunan manusia pada tahun 1996 memuat informasi pembangunan manusia untuk kondisi tahun 1990 dan 1993. Cakupan laporan pembangunan manusia terbatas pada level provinsi. Mulai tahun 1999, informasi pembangunan manusia telah disajikan sampai level kabupaten/kota.
Penghitungan IPM di seluruh Indonesia pada tahun 2014 sampai sekarang menggunakan metode baru. Alasan pertama perubahan metodologi penghitungan IPM adalah ada beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM, indikator itu adalah angka melek huruf dianggap tidak relevan diganti dengan harapan lama sekolah. Kedua, penggunaan rumus rata-rata aritmatik yang mengakibatkan ada informasi yang tertutup dikarenakan capaian yang rendah disuatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain diganti rata-rata ukur atau geometrik.
2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia
Lebih dari 25 tahun IPM digunakan UNDP sebagai pengukuran pembangunan manusia. Di Indonesia, IPM digunakan sebagai dasar penentuan dana transfer pemerintah pusat, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) untuk kabupaten/kota. IPM yang digunakan untuk mengukur pembangunan manusia selama ini sebetulnya tidak sempurna seutuhnya. Banyak pihak yang menganggap pengukuran pembangunan manusia dengan menggunakan IPM ini kurang tepat. Basis ideologi dalam IPM yang bersifat egalitarian (kecenderungan cara berpikir bahwa seluruh penduduk diperlakukan oleh pemerintah ataupun mendapatkan perlakuan yang sama dari pemerintah) dan miskin terhadap pemikiran terkait teknologi merupakan salah satu kritik untuk IPM.
Jika dikaitkan kembali antara konsep pembangunan yang masih konvensional dengan pembangunan manusia, kedua konsep tersebut ternyata saling berkaitan satu sama lain. Konsep klasik pembangunan adalah peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia merupakan hubungan dua arah (dual causation) (Ranis, Stewart, & Ramirez, 2000), dimana pertumbuhan ekonomi meningkatkan pembangunan manusia namun disisi lain peningkatan pembangunan manusia memungkinkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Constantini V. dan M. Salcatore (2008) mengemukakan bahwa pertumbuhan pembangunan manusia yang tinggi secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Meskipun konsep-konsep menyatakan pertumbuhan ekonomi memiliki dual causation dengan pembangunan manusia, pada prakteknya banyak faktor yang mempengaruhi agar dual causation tersebut terjadi. Boozer dkk (2003) menyatakan seberapa besar hubungan kedua bergantung kepada berbagai faktor yaitu kondisi suatu negara, lingkungan, dan kebijakan. Sedangkan Tulika dkk (2014) menyatakan hubungan pembangunan manusia dengan pertumbuhan ekonomi bersifat kondisional bergantung kepada kondisi masyarakat secara makro maupun mikro yaitu distribusi pendapatan masyarakat secara makro dan mikro.
Selain faktor yang mempengaruhi agar dual causation terjadi, terdapat faktor penguat hubungan antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi. Ranis dkk (2000) menyampaikan bahwa faktor penguat hubungan antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi adalah struktur ekonomi, distribusi aset, kebijakan, sosial capital, investasi yang tinggi, distribusi pendapatan yang merata, dan kebijakan ekonomi yang tepat.
Selain itu, faktor penguat lainnya adalah budaya, kelompok sosial dan jaringan di dalam
kelompok tersebut, sifat dari institusi dan pemerintahan, kebijakan, pendidikan dalam keluarga , dll (UNDP, 1996).
Pemikiran yang masih konvensional menyebutkan bahwa peningkatan pembangunan manusia akan terjadi jika pertumbuhan ekonomi sudah meningkat (Neamtu Daniela dan Clobanu Oana, 2015). Boozer dkk (2003) mengemukakan pendapat yang hampir serupa. Pembangunan manusia bukan hanya produk dari pertumbuhan ekonomi namun merupakan input penting untuk pertumbuhan ekonomi. Pembangunan manusia berperan penting dalam alur pertumbuhan ekonomi. Pembangunan manusia perlu dijadikan sebagai prioritas untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan manusia untuk proses selanjutnya. Dengan demikian, pembangunan manusia harus ditingkatkan terlebih dahulu daripada pertumbuhan ekonomi. Namun hal tersebut dibantah oleh Ranis dan Steward. Ranis dan Steward (2005) menyatakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia harus berjalan beriringan secara simultan.
2.4. Isu Hangat Pembangunan Manusia
Isu pembangunan kembali menghangat di tahun 2016. Pada tahun 2016, Millenium Development Goals (MDGs) sudah berakhir. MDGs merupakan referensi penting pembangunan di Indonesia. Agenda MDGs tidak akan berhenti namun akan ada kelanjutannya dengan mengembangkan konsep dalam konteks kerangka/agenda pembangunan yang disebut Sustainable Development Goals (SDGs). Konsep SDGs ini diperlukan sebagai kerangka pembangunan baru yang mengakomodasi semua perubahan yang terjadi pasca MDGs. Hal ini terutama berkaitan dengan perubahan situasi dunia sejak tahun 2000 mengenai isu berkurangnya (depletion) sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perubahan iklim semakin krusial, perlindungan sosial, ketahanan pangan dan energi, dan pembangunan yang lebih berpihak pada kaum miskin (Bappenas).
Terdapat tiga pilar utama yang menjadi indikator dalam pembentukan konsep pengembangan SDGs, yaitu:
1. Indikator yang melekat pada pembangunan manusia (Human Development) yaitu pendidikan dan kesehatan.
2. Indikator yang melekat pada lingkungan kecilnya (Sosial Economic Development) yaitu ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan serta pertumbuhan ekonomi.
3. Indikator yang melekat pada lingkungan yang lebih besar (Environmental Development) berupa ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan yang baik.
Berdasarkan ketiga pilar tersebut, dirincikan kembali ke 17 tujuan yang harus dicapai.
Pada bulan Agustus 2015, 193 negara menyepakati 17 tujuan tersebut yaitu 1. Tanpa kemiskinan 2. Tanpa kelaparan 3. Kehidupan sehat dan sejahtera (menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan penduduk di segala usia) 4. Pendidikan berkualitas (menjamin kualitas pendidikan yang adil dan inklusif serta meningkatkan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua) 5. Kesetaraan gender 6. Air bersih dan sanitasi layak 7.
Energi bersih dan terjangkau 8. Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua) 9. Industri, inovasi dan infrastruktur 10.
Berkurangnya kesenjangan 11. Kota dan komunitas berkelanjutan 12. Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab 13. Penanganan perubahan iklim 14. Ekosistem laut 15.
Ekosistem daratan 16. Perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh 17. Kemitraan untuk mencapai tujuan.
Dalam 17 tujuan tersebut, terdapat beberapa target yang berhubungan dengan pembangunan manusia, yaitu tujuan ketiga, tujuan keempat, dan tujuan kedelapan. Target untuk tujuan ketiga mengakhiri kematian anak, kematian ibu, dan kematian akibat penyakit pada penduduk usia kurang dari 70 tahun. Jika dikaitkan dengan salah satu indikator pembentuk IPM, angka harapan hidup saat lahir secara tidak langsung akan menjadi salah satu indikator dari SDGs. Secara tidak langsung pula, angka harapan hidup saat lahir akan meningkat jika salah satu indikator SDGs yaitu angka kematian neonatal ditekan guna mencapai target tersebut. Pada target tujuan keempat adalah memastikan bahwa semua anak perempuan dan anak laki-laki memiliki akses ke pengembangan anak usia dini yang setara, perawatan, dan pendidikan anak usia dini sehingga mereka siap untuk pendidikan dasar.
Pada target ini, diharapkan angka kelulusan baik SD, SMP, maupun SMA ditingkatkan.
Secara langsung, ketika target ini dicapai maka angka rata-rata lama sekolah yang merupakan salah satu indikator penghitungan IPM akan ikut meningkat. Dalam target tujuan kedelapan yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan kondisi nasional dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) minimal 7 persen per tahun di negara-negara berkembang. Salah satu indikator dari target ini bagi Kabupaten Gresik adalah meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita. Dengan
meningkatnya PDRB per Kapita, secara tidak langsung akan menaikkan pengeluaran per kapita.
Melalui SDGs, tujuan dan target pembangunan manusia terus diupayakan peningkatannya. Pada akhirnya, dapat disimpulkan pembangunan manusia dapat tercapai melalui pencapaian target SDGs.
IPM Kabupaten Gresik mulai dihitung sejak tahun 1999 namun masih dengan metode lama, tahun 2014 merupakan masa peralihan dimana metode baru mulai disosialisasikan sehingga ditahun itu penghitungan sudah dengan metode baru. Provinsi Jawa Timur beserta 38 kabupaten/kota di dalamnya termasuk Kabupaten Gresik sudah melakukan penghitungan IPM dengan metode baru. IPM tahun 2016 yang diterbitkan melalui Publikasi “Analisis Indikator Pembangunan Manusia Kabupaten Gresik Tahun 2017” sudah menggunakan metode baru.
3.1 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam publikasi ini adalah :
1. Angka harapan hidup saat lahir (Sensus Penduduk 2010 – SP2010, Proyeksi Penduduk).
2. Angka harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah (Survei Sosial Ekonomi Nasional – SUSENAS).
3. PNRB per kapita tidak tersedia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, sehingga diproksi dengan pengeluaran per kapita disesuaikan menggunakan data SUSENAS.
4. Penentuan nilai maksimum dan minimum menggunakan standar UNDP untuk keterbandingan global, kecuali standar hidup layak karena menggunakan ukuran rupiah.
5. Hasil pengolahan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2010 sampai 2016.
6. Data sekunder yang berasal dari Publikasi Daerah Dalam Angka BPS Kabupaten Gresik 2010 sampai 2016.
7. Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2016.
8. Laporan Eksekutif Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2016.
9. Publikasi IPM tahun 2010-2016 terbitan BPS RI.
3.2 Metode Penyusunan Indeks
IPM mengukur capaian suatu daerah dalam tiga dimensi pembangunan manusia yaitu dimensi umur panjang dan sehat, dimensi pengetahuan dan dimensi kehidupan yang layak. Indeks ini diukur dengan angka harapan hidup, capaian pendidikan dan tingkat pendapatan yang disesuaikan.
BAB III. METODOLOGI
Tabel 3.1 Dimensi, Indikator dan Indeks Pembangunan Manusia Metode Lama dan Metode Baru
DIMENSI METODE
LAMA
METODE BARU
UNDP BPS UNDP BPS
Kesehatan
Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)
Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)
Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)
Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)
Pengetahuan
1. Angka Melek Huruf (AMH)
1. Angka Melek Huruf (AMH)
1. Harapan Lama Sekolah (HLS)
1. Harapan Lama Sekolah (HLS)
2. Kombinasi Angka Partisipasi Kasar (APK)
2. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
2. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
2 Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
Standart
Hidup Layak PDRB Per Kapita Pengeluaran Per
Kapita PNRB Per Kapita Pengeluaran Per Kapita
Agregasi Rata-rata Hitung
IPM=𝟏
𝟑∑𝟑𝒊=𝟏𝑰(i)
Rata-Rata Ukur IPM = (I𝑘𝑒𝑠 ∗ I𝑝𝑒𝑛𝑑 ∗ I𝑝𝑒𝑛𝑔)(1 3⁄ )
Kemudian untuk penghitungan masing-masing komponen adalah sebagai berikut :
(a) Angka Harapan Hidup Pada Saat Lahir (Life Expectancy – E𝒐)
Angka Harapan Hidup pada saat lahir (AHH) adalah perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut kelompok umur atau rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. Angka harapan hidup dihitung menggunakan pendekatan tak langsung (indirect estimation).
Adapun Langkah-langkah penghitungan angka harapan hidup adalah :
a. Mengelompokkan umur wanita dalam interval 15 – 19, 20 – 24, 25 – 29, 30 – 34, 35 – 39, 40 – 44, dan 45 – 49 tahun.
b. Menghitung rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup dari wanita pernah kawin menurut kelompok umur pada huruf a di atas.
c. Input rata-rata anak lahir hidup dan anak masih hidup pada huruf b pada paket program MORTPACK sub program CEBCS.
d. Gunakan metode Trussel untuk mendapatkan angka harapan hidup saat lahir, referensi waktu yang digunakan 3 atau 4 tahun sebelum survei.
e. Untuk mendapatkan proyeksi angka harapan hidup dilakukan berdasarkan tren SDKI.
Ada dua jenis data yang digunakan dalam Perhitungan Angka Harapan Hidup yaitu Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH). Paket program Mortpack digunakan untuk menghitung angka Harapan Hidup berdasarkan input data ALH dan AMH.
Selanjutnya dipilih metode Trussel dengan model West, yang sesuai dengan histori kependudukan dan kondisi Indonesia dan Negara-negara Asia Tenggara umumnya (Preston,2004).
Program Mortpack akan menghasilkan estimasi angka harapan hidup 4 tahun sebelum tahun survey. Maka untuk mendapatkan angka harapan hidup pada tahun survei dilakukan fitting model dari beberapa data history. Untuk mendapatkan angka harapan hidup waktu lahir tahun 2016, digunakan beberapa sumber data yaitu SP 2010, SUPAS 2005, Susenas 2010, sampai Susenas 2016. Selanjutnya dilakukan Fitting model untuk mendapatkan angka harapan hidup tahun 2016. Sementara itu untuk menghitung indeks harapan hidup digunakan nilai maksimum dari nilai minimum harapan hidup sesuai standart UNDP, dimana angka tertinggi sebagai batas atas untuk penghitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah adalah 25 tahun.
(b) Rata-rata Lama Sekolah – RLS (Mean Years of Schooling – MYS)
Rata-rata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berumur 25 tahun atau lebih untuk menempuh suatu jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani.
Langkah-langkah penghitungan rata-rata lama sekolah sebagai berikut :
a. Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak akan turun.
b. Cakupan penduduk yang dihitung RLS adalah penduduk usia 25 tahun ke atas.
c. RLS dihitung untuk usia 25 tahun ke atas dengan asumsi pada umur 25 tahun proses pendidikan sudah berakhir.
d. Penghitungan RLS pada usia 25 tahun ke atas juga mengikuti standart internasional yang digunakan oleh UNDP.
e. Menghitung rata-rata lama sekolah dengan melakukan agregat data menggunakan fungsi mean, untuk menghitungnya dapat menggunakan paket program SPSS.
Pengukuran terhadap dimensi pengetahuan penduduk digunakan dua indikator, yaitu rata-rata lama sekolah ( mean years of schooling ) dan harapan lama sekolah. Target atau sasaran populasi yang digunakan dalam penghitungan MYS dibatasi pada penduduk berumur 25 tahun keatas, dengan alasan penduduk yang berusia kurang dari 25 tahun masih dalam proses sekolah sehingga angka lebih mencerminkan pada kondisi yang sebenarnya.
Namun populasi yang digunakan oleh BPS adalah penduduk berumur 15 tahun keatas dengan asumsi bahwa program wajar 9 tahun dianggap sudah tuntas. Langkah penghitungannya adalah dengan memberi bobot variabel pendidikan yang ditamatkan/jenjang pendidikan, selanjutnya menghitung rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai dengan bobotnya yang dirumuskan sebagai berikut :
Dimana :
MYS : rata-rata lama sekolah
fi : frekuensi penduduk yang berumur 15 tahun ke atas untuk jenjang pendidikan ke-i
si : skor masing-masing jenjang pendidikan I
I : jenjang pendidikan ( I = 1,2,………..), lihat tabel dibawah Jenjang pendidikan dan skor untuk menghitung Rata-rata Lama Sekolah (MYS).
Jenjang Pendidikan Skor
1. Tidak/belum pernah sekolah 0 2. Sedang sekolah SD kelas 1 s/d 6 1 s/d 6
3. Tamat SD 6
4. Sedang sekolah SMP kelas 1 s/d 3 7 s/d 9
5. Tamat SMP 9
6. Sedang sekolah SMA kelas 1 s/d 3 10 s/d 12
M Y S =
∑ 𝑓𝑖 ×𝑠 𝑖∑ 𝑓 𝑖
7. Tamat SMA 12 8. Sedang sekolah Diploma TK 1 s/d 3 13 s/d 15
9. Tamat D III 15
10. Tamat D IV 16
11. Tamat S 1 17
12. Magister (S2) 18
13. Doktor (S3) 21
(c) Harapan Lama Sekolah – HLS (Expected Years of Schooling – EYS) Langkah-langkah menghitung harapan lama sekolah :
a. Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu pada masa mendatang.
b. HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan diberbagai jenjang.
c. HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar.
d. Untuk mengakomodir penduduk yang tidak tercakup dalam Susenas, HLS dikoreksi dengan siswa yang bersekolah di pesantren.
e. Sumber data pesantren yaitu Direktorat Pendidikan Islam.
Dalam penghitungan indeks pendidikan, dua batasan dipakai sesuai kesepakatan beberapa Negara. Batas maksimum untuk rata-rata lama sekolah adalah 15 tahun dan batas minimum sebesar 0 tahun. Batas maksimum 15 tahun mengindikasikan tingkat pendidikan maksimum yang ditargetkan adalah setara lulus diploma tiga. HLS dihitung dengan formula sebagai berikut :
Keterangan :
𝑯𝑳𝑺𝒂𝒕 : Harapan Lama Sekolah pada umur a di tahun t
𝑬𝒊𝒕 : Jumlah Penduduk Usia I yang bersekolah pada tahun t 𝑷𝒊𝒕 : Jumlah penduduk usia I pada tahun t
FK : Faktor koreksi pesantren
𝑯𝑳𝑺
𝒂𝒕= FK x ∑ 𝑬
𝒊𝒕
𝑷
𝒊𝒕 𝑛𝑖=𝑎(d) Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan – PPP (Purchasing Power Parity)
Variabel Purchasing Power Parity dimasukkan sebagai ukuran paritas daya beli membuat hasil penghitungan IPM menjadi lebih lengkap dalam merefleksikan taraf pembangunan manusia, dan dianggap lebih baik dibanding IMH (Indeks Mutu Hidup).
Ukuran yang digunakan dalam hal ini adalah konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan.
Sumber data yang digunakan adalah angka Susenas 2016. Adapun batasan nilai Purchasing Power Parity / konsumsi perkapita yang disesuaikan antara nilai minimal sampai yang maksimal pada kondisi tahun berjalan, angka ini didapat dari mengalikan PPP minimal dan maksimal tahun tersebut dengan angka laju pertumbuhan ekonomi nasional tahun dasar dan tahun berjalan.
Penghitungan konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dilakukan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut :
1. Menghitung standar hidup layak didekati dengan pengeluaran per kapita disesuaikan yang ditentukan dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli.
2. Rata-rata pengeluaran per kapita setahun diperoleh dari Susenas Modul, dihitung dari level provinsi hingga level kabupaten/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar 2012=100. Formulanya adalah sebagai berikut :
𝒀𝒕∗ = 𝒀𝒕
′
𝑰𝑯𝑲𝒕,𝟐𝟎𝟏𝟔 x 100
Dimana 𝒀𝒕∗ : Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun atas dasar harga konstan 2012
𝒀𝒕′ : Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun pada tahun t
𝑰𝑯𝑲𝒕,𝟐𝟎𝟏𝟔 : IHK tahun t dengan tahun dasar 2012
3. Penghitungan Paritas Daya Beli (PPP) pada metode baru menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas merupakan makanan dan sisanya merupakan komoditas non makanan.
Metode penghitungannya menggunakan Metode Rao dengan formula sebagai berikut :
PPPj = ∏ √𝑃𝑖𝑗
𝑃𝑖𝑘 𝑚 𝑚 𝑖=1
Dimana PPPj : Paritas daya beli
Pik : Harga komoditas i di Jakarta Selatan Pij : Harga komoditas i di kab/kota j m : Jumlah komoditas
4. Menghitung pengeluaran per kapita disesuaikan dengan rumus berikut : 𝑌𝑡∗∗ = 𝑌𝑡∗
𝑃𝑃𝑃
Dimana Y** : Rata-rata pengeluaran per kapita disesuaikan Y* : Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun atas
dasar harga konstan 2012 (e) Menghitung IPM
1. Setelah masing-masing komponen IPM dihitung, maka masing-masing indeks dihitung dengan persamaan :
Indeks X(i,j) = { 𝑋(𝑖,𝑗) − 𝑋(𝑖−𝑚𝑖𝑛) }
{ 𝑋(𝑖−𝑚𝑎𝑘𝑠) − 𝑋(𝑖−𝑚𝑖𝑛) }
Dimana:
𝑋(𝑖,𝑗) : Indeks Komponen ke-i dari kabupaten ke-j 𝑋(𝑖−𝑚𝑖𝑛) : Nilai minimum dari 𝑋(𝑖)
𝑋(𝑖−𝑚𝑎𝑘𝑠) : Nilai maksimum dari 𝑋(𝑖)
Nilai maksimum dan minimum dari masing-masing indeks tercantum pada Tabel 2.2 berikut.
Tabel 3.2 Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Dalam Penghitungan IPM
Indikator
Satuan
Minimum UNDP
Minimum BPS
Maksimum UNDP
Maksimum BPS Angka Harapan Hidup saat
lahir (AHH)
Tahun
20 20 85 85
Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun
0
0 18 18
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 0 0 15 15
Pengeluaran per Kapita Disesuaikan
100 (PPP US)
1.007.436*
(Rp)
107.721 (PPP US)
26.572.352**
(Rp)
Catatan -) Batas maksimum minimum mengacu pada UNDP kecuali indicator daya beli
*) Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten tahun 2010 (data empiris) yaitu di Tolikara - Papua
**) Daya beli maksimum merupakan nilai tertinggi kabupaten yang diproyeksikan hingga 2025 (akhir RPJPN) yaitu perkiraan pengeluaran per kapita Jakarta Selatan Tahun 2025
2. Menghitung indeks per dimensi
Indeks Kesehatan
I(kesehatan) = { 𝐴𝐻𝐻 − 𝐴𝐻𝐻(𝑚𝑖𝑛) } { 𝐴𝐻𝐻(𝑚𝑎𝑘𝑠) − 𝐴𝐻𝐻(𝑚𝑖𝑛)}
Indeks Pengetahuan
I(pengetahuan) ={ 𝐼(𝐻𝐿𝑆)+ 𝐼(𝑅𝐿𝑆) }
2
Dimana :
𝐼(𝐻𝐿𝑆) = (HLS – HLSmin) / (HLS – HLSmin) ; dan 𝐼(𝑅𝐿𝑆) = (RLS – RLSmin) / (RLS – RLSmin)
Indeks Hidup Layak
I(hidup layak) = 𝐼𝑛(𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛)− 𝐼𝑛(𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛 ) 𝐼𝑛(𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛𝑚𝑎𝑘𝑠)− 𝐼𝑛(𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑖𝑛 )
3. Nilai IPM dapat dihitung sebagai berikut :
IPM = (𝐼(𝑘𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛) x𝐼(𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛)x 𝐼(ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑙𝑎𝑦𝑎𝑘) ) (1 3⁄ )
4. Menghitung Pertumbuhan IPM : digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu tertentu.
Pertumbuhan IPM = { 𝐼𝑃𝑀(𝑡)− 𝐼𝑃𝑀(𝑡−1) }
𝐼𝑃𝑀(𝑡−1) x 100
Keterangan 𝐼𝑃𝑀(𝑡) : IPM suatu wilayah pada tahun t 𝐼𝑃𝑀(𝑡) : IPM suatu wilayah pada tahun (t-1)
3.3 Besaran Skala IPM
Hasil penghitungan IPM akan memberikan gambaran seberapa jauh suatu wilayah telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali dan tingkat pengeluaran konsumsi yang telah mencapai standart hidup layak. Semakin dekat IPM suatu wilayah terhadap angka 100 maka semakin dekat dengan sasaran yang dicapai.
Untuk memahami makna nilai IPM, maka PBB melalui UNDP (United Nation Development Programme) 2010 memberikan kriteria IPM suatu wilayah ke dalam empat kategori, keempat kelompok itu adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3 Klasifikasi Capaian IPM No Klasifikasi Capaian IPM
1 Rendah IPM < 60
2 Sedang 60 ≤ IPM < 70
3 Tinggi 70 ≤ IPM < 80
4 Sangat Tinggi IPM ≥ 80
Tujuan nasional pembangunan sesuai dengan yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pembangunan Nasional Indonesia menempatkan manusia sebagai titik sentral, sehingga mempunyai ciri dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pembangunan yang berorientasi pada manusia sebagai tujuan akhir sangat membutuhkan angka IPM untuk melihat gambaran keberhasilannya. Dalam kerangka ini maka pembangunan ditujukan untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam semua proses dan kegiatan pembangunan, untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah melakukan upaya meningkatkan kualitas penduduk sebagai sumberdaya, baik dari aspek fisik (kesehatan), aspek intelektual (pendidikan), aspek kesejahteraan ekonomi (berdaya beli), serta aspek moralitas (iman dan ketaqwaan).
UNDP melakukan pengukuran kinerja pembangunan manusia melalui suatu ukuran komposit yang diberi nama Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks tersebut memuat tiga aspek, yaitu kesehatan, pendidikan dan keterampilan, serta mempunyai pendapatan yang memungkinkan untuk hidup layak. Model pembangunan manusia menurut UNDP (1990) ditujukan untuk memperluas pilihan yang dapat dicapai melalui upaya pemberdayaan penduduk sementara metode penghitungannya direvisi pada tahun 2010.
Pemberdayaan penduduk ini dapat dicapai melalui upaya yang menitikberatkan pada peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya derajat kesehatan, pengetahuan, dan keterampilan agar dapat digunakan untuk mempertinggi partisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif, sosial budaya, dan politik.
Pada tahun 2014 IPM dihitung mengunakan metode baru. Hal ini disebabkan oleh beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM. Angka melek huruf sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat mengambarkan kualitas pendidikan. Selain itu, karena angka melek huruf di sebagian besar daerah sudah tinggi sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antar daerah dengan baik. PDRB per kapita tidak dapat mengambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah. Alasan kedua pengunaan rumus rata-rata aritmatik sudah tidak sesuai dalam penghitungan IPM karena capaian yang rendah disuatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain.
BAB IV. PENCAPAIAN PEMBANGUNAN
MANUSIA
Keuntungan penghitungan IPM dengan metode baru adalah terdapat indikator yang lebih tepat dan dapat membedakan dengan baik yaitu dengan memasukkan rata-rata lama sekolah dan angka harapan lama sekolah, bisa didapatkan gambaran yang lebih relevan dalam pendidikan dan perubahan yang terjadi. Dengan mengunakan rata-rata geometrik dalam penyusunan IPM dapat diartikan bahwa satu dimensi tidak dapat ditutupi oleh capaian di dimensi lain. Artinya untuk mewujudkan pembangunan manusia yang baik ketiga dimensi harus memperoleh bobot yang sama besar karena sama pentingnya.
4.1 Pembangunan Manusia di Indonesia
Sejak tahun 1990, UNDP tidak pernah absen dalam mencatat perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di berbagai negara. Penghitungan ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan capaian pembangunan manusia antar negara di dunia. Metode penghitungan IPM di Indonesia mengacu pada metodologi yang digunakan UNDP dengan penyesuaian pada beberapa indikator sesuai ketersediaan data sampai tingkat kabupaten/kota. Dalam rangka membandingkan capaian pembangunan manusia antar wilayah di Indonesia BPS menghitung IPM Provinsi dan kabupaten/kota. Pada tahun 2016 UNDP mencatat Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia mencapai 70,18. IPM 2016 mengalami peningkatan capaian sebesar 0,63 poin dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 69,55. IPM Indonesia pada tahun 2016 menyandang predikat “Tinggi” dalam pembangunan manusia yang sebelumnya masih berstatus “Sedang”.
“IPM Indonesia Tumbuh dan Berubah Status”
Gambar 4.1 IPM Indonesia, Jawa Timur, dan Kabupaten Gresik 2010-2016
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
4.2 Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Timur
BPS melakukan penghitungan Indeks Pembangunan Manusia menurut Provinsi sejak tahun 1996. Pada tahun 2016, indeks pembangunan manusia tertinggi pada level provinsi di Indonesia dicapai oleh Provinsi DKI Jakarta dengan capaian IPM sebesar 79,60.
Sedangkan capaian terendah ditempati adalah Provinsi Papua dengan IPM sebesar 58,05.
Provinsi Jawa Timur memperoleh capaian IPM sebesar 69,74 dengan kategori “Sedang”
dalam pembangunan manusia. Provinsi Jawa Timur berada pada peringkat 15 dari 34 provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Timur mewadahi 38 kabupaten/kota dengan status pembangunan manusianya di tahun 2016 dengan 3 kota berkategori “Sangat Tinggi” yaitu Kota Malang, Kota Surabaya, dan Kota Madiun. Selain itu, terdapat 14 kabupaten/kota yang sudah berada pada kategori “Tinggi”, 20 kabupaten/kota yang masuk ke dalam kategori
“Sedang”, dan hanya 1 kabupaten saja yang berkategori “Rendah” yaitu Kabupaten Sampang.
Dalam menganalisis IPM, hal yang menarik untuk diangkat adalah kecepatan pertumbuhannya. Pada beberapa kasus, wilayah yang memiliki IPM rendah justru terkadang menunjukkan prestasi yang baik. Seperti halnya yang terjadi pada beberapa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur yang memiliki pertumbuhan tertinggi di tahun 2016 adalah Kabupaten Sumenep (1,66), Kabupaten Sampang (1,56), dan Kabupaten Jember (1,54). Dari 3 besar kabupaten/kota dengan pertumbuhan IPM tertinggi 2 berada di Pulau Madura dan 1 di Pulau Jawa. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak menutup kemungkinan konvergensi wilayah dapat terwujud dengan adanya perbaikan pembangunan manusia sehingga dapat mengejar ketertinggalannya.
“IPM Provinsi Jawa Timur Tumbuh Namun Belum Berubah Status”
Sebagai informasi pendukung angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meliputi 38 kabupaten/kota se Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada lampiran publikasi ini, dimana IPM Kabupaten Gresik berada pada peringkat ke-8, peringkat pertama ditempati Kota Malang dengan nilai sebesar 80,46 sementara IPM terendah dengan peringkat ke-38 adalah Kabupaten Sampang dengan nilai sebesar 59,09.
4.3 Pembangunan Manusia di Kabupaten Gresik
IPM hanya suatu ringkasan dan bukan suatu ukuran komprehensif dari pembangunan manusia. IPM tidak memasukkan aspek pembangunan moral dan penanaman budi luhur
masyarakat kita. Hal ini disebabkan adanya alasan teknis yaitu sulit mengukur aspek tersebut dan formula penghitungan menjadi tidak sederhana. Namun demikian dalam memberikan pengukuran tunggal dan sederhana dari upaya pembangunan, penggunaan indeks ini cukup memadai, karena dapat merefleksikan sampai sejauh mana upaya dan kebijakan yang dilakukan dalam kerangka pembangunan manusia.
Angka IPM adalah sebuah ukuran yang digunakan untuk pemantauan status pembangunan manusia di suatu wilayah. Angka IPM akan lebih bermakna apabila menyertakan angka IPM tahun sebelumnya atau wilayah lainnya. Hal ini disebabkan karena dalam analisis IPM akan diketahui posisi pembangunan manusia baik antar waktu ataupun wilayah. Data IPM menjadi sangat penting dan bernilai strategis serta dibutuhkan banyak kalangan terutama pemerintah sebagai bahan rujukan dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintah. Salah satu kebijakan pemerintah adalah penentuan dana perimbangan wilayah melalui Dana Alokasi Umum (DAU) yang menggunakan data IPM. Selain itu, IPM juga digunakan untuk menilai keberhasilan kinerja pembangunan manusia suatu wilayah.
Kemajuan atau kemunduran pencapaian pembangunan manusia diukur dengan pertumbuhan IPM per tahun. Pertumbuhan IPM dikatakan sebagai usaha kepekaan terhadap perlakuan yang diberikan berkaitan dengan pembangunan manusia. Semakin tinggi pertumbuhan IPM suatu daerah maka semakin cepat kenaikan IPM yang dicapai dalam suatu periode.
Secara umum pembangunan manusia di Kabupaten Gresik selama periode tahun 2010-2016 mengalami peningkatan baik kuantitas maupun kualitasnya. Perkembangan IPM menunjukkan peningkatan capaian IPM seiring dengan membaiknya perekonomian daerah.
Pada tahun 2010 capaian IPM Kabupaten Gresik sebesar 69,90, pada tahun 2016 capaian IPM secara perlahan bergerak naik hingga 74,46. Perkembangan angka IPM selama periode tahun 2010-2016 dapat terjadi karena adanya perubahan satu atau lebih komponen IPM dalam periode tersebut perubahan yang dimaksud dikarenakan peningkatan besaran persen / rate dari komponen IPM angka harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran riil per kapita. Adapun perubahan dari masing-masing komponen ini sangat di tentukan oleh berbagai faktor.