commit to user
PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERJANJIAN FIDUSIA DI BMT ALFA DINAR
TUGAS AKHIR
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Akuntansi
Oleh :
NURVIANTO ADHI NUGROHO F3308161
PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
”Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami
meminta pertolongan”.
(Surat Al-Fatihah ayat 5)
“Masa depanmu adalah kematianmu”
(Kakashi Hatake)
Penulis persembahkan kepada:
- Allah SWT pemilik alam semesta lagi Maha Bijaksana
- Bunda dan Ayah tercinta
- Sahabat-sahabat dan saudara-saudaraku
- Pembaca yang budiman
- Almamaterku
commit to user KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas taufik dan rahmat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul
”PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERJANJIAN FIDUSIA DI
BMT ALFA DINAR”.
Penyusunan Tugas Akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian
persyaratan untuk mencapai derajat Sarjana Ahli Madya Program Studi Diploma
III Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
Penyusunan Tugas Akhir ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya
kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Drs. Wisnu Untoro, M.S, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Agus Budiatmanto, M.Si, Ak., selaku Ketua Program Diploma III
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Lulus Kurniasih, S.E, M.Si, Ak., selaku Pembimbing Magang dan Tugas
commit to user
4. Bapak maupun Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu praktik dan teori
selama masa perkuliahan di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
5. Seluruh tenaga administrasi (kepala bagian tata usaha, bagian pendidikan,
bagian kemahasiswaan, bagian keuangan dan kepegawaian serta bagian
umum dan perlengkapan) Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.
6. Bapak Supri Hartono selaku Manager Administrasi yang memberikan izin
dan bimbingan untuk melakukan magang kerja di BPR Alfa Dinar
Karanganyar.
7. Seluruh direksi, staf, serta karyawan di BPR Alfa Dinar Karanganyar.
8. Ibuku tersayang yang telah memberikan kasih sayangnya selama ini. Aku
ingin dan akan selalu menjadi anakmu ibu.
9. Bapak yang yang telah rela meneteskan keringat kepada anakmu ini.
10.Untuk sahabat-sahabat dan saudara-saudaraku baik yang di darat, di laut
maupun di udara, terima kasih semuanya. b(^^)d
11.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan Tugas Akhir ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari meskipun telah berusaha semaksimal mungkin dalam
menyelesaikan dan menyusun tugas akhir ini, akan tetapi karya ini masih jauh dari
commit to user
membangun demi sempurnanya tugas akhir ini. Akhirnya penulis berharap
semoga insya Allah tugas akhir ini bermanfaat bagi akademi, perusahaan serta
para pembaca yang budiman.
Surakarta, Februari 2012
commit to user
D. TUJUAN PENELITIAN...20
E. MANFAAT PENELITIAN...21
BAB II... 22
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 22
A. TINJAUAN PUSTAKA... 22
1. Tinjauan Umum Jaminan... 22
2. Tinjauan Umum Perjanjian... 27
3. Tinjauan Umum Kredit... 43
4. Tinjauan Umum Fidusia... 51
B. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN...54
1. Tahap-Tahap Pemberian Kredit... 54
2. Bagian-Bagian Yang Terkait... 57
3. Bagan Alir... 59
BAB III...64
TEMUAN... 64
A. KELEBIHAN... 64
B. KELEMAHAN... 64
BAB IV... 66
PENUTUP...66
commit to user
B. REKOMENDASI...67
DAFTAR PUSTAKA...69
commit to user DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
Halaman
I.1 Struktur organisasi BMT Alfa Dinar...12
II.1 Tahap Permohonan...61
II.2 Tahap Penilaian dan Ferifikasi...62
II.3 Tahap Analisis Pembiayaan...63
II.4 Tahap Persetujuan Permohonan dan Realisasi Pembiayaan...64
II.5 Tahap Persetujuan Permohonan dan Realisasi Pembiayaan (lanjutan)...65
II.6 Tahap Akad atau Perjanjian dan Penyerahan Barang Jaminan...66
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
1. Formulir Bukti Penerimaan Kas
2. Formulir Bukti Pembiayaan
3. Formulir Bukti Setoran
4. Formulir Bukti Penarikan
5. Formulir Bukti Angsuran
6. Formulir Bukti Pengeluaran Kas
7. Formulir Memorandum Pembiayaan
8. Formulir Pendaftaran Anggota
commit to user ABSTRACT
PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERJANJIAN FIDUSIA DI BMT ALFA DINAR SURAKARTA
Nurvianto Adhi Nugroho F3308161
The purpose of this research is to know performing of credit process with fiduciaries indentured surety at BMT Alfa Dinar, whether it has been in accordance with the Standart Operational Procedure company.
The step of this research done by comparing between the Standart Operational Procedure of the company with the applied accounting system of credit process with fiduciaries indentured surety at BMT Alfa Dinar.
The result of the research are found excess and weakness from credit process with fiduciaries indentured surety by the company. The weaknesses of system implementation includes are Creditor negligence for shortly list fiduciary surety goes to Fiduciary Surety Registry, sometimes utilize other people goods ownership prove and Moving easy object hand without as gnostic as creditor. The conclusion of this researches is the credit process with fiduciaries indentured surety applied by the company has been consistent with the Standard Operational Procedure of company. Based on the result of research, the researches recommends shortly list fiduciary agreement goes to Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia and checking object which will make surety.
commit to user ABSTRAK
PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN PERJANJIAN FIDUSIA DI BMT ALFA DINAR SURAKARTA
Nurvianto Adhi Nugroho F3308161
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan dari proses kredit dengan jaminan perjanjian fidusia di BMT Alfa Dinar, apakah telah sesuai dengan Standar Prosedur Operasional perusahaan.
Langkah dari penelitian ini, antara Standar Prosedur Operasional dari perusahaan dengan sistem akuntansi yang teraplikasi dari proses kredit dengan jaminan perjanjian fidusia di BMT Alfa Dinar apakah sudah sesuai.
Hasil dari penelitian ditemukan kelebihan dan kelemahan dari pengkreditkan dengan jaminan perjanjian fidusia oleh perusahaan. Kelemahan dari implementasi sistem adalah keabaian Kreditur untuk segera mendaftarkan jaminan fidusia pergi ke kantor pendaftaran Jaminan Fidusia, kadang kala debitur menggunakan kepemilikan barang orang lain dan mudahnya pemindahan objek jaminan tanpa sepengetahuan kreditur.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah proses pemberian kredit dengan jaminan perjanjian fidusia diterapkan oleh perusahaan telah konsisten dengan Standar Prosedur Operasional dari perusahaan. Berdasarkan dari hasil penelitian, peneliti merekomendasikan agar perusahaan segera mendaftarkan perjanjian fidusia ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia dan objek yang dijadikan jaminan harus diteliti dengan benar.
commit to user
dewasa ini, merupakan topik yang hangat dibicarakan, karena
keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat sekitarnya, terutama
pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah, yang
relatif tidak terjangkau oleh lembaga keuangan formal. Selain itu,
Lembaga Keuangan Mikro tidak hanya memberikan pelayanan jasa
keuangan, namun juga berfungsi sebagai alat pembangunan bagi
pengembangan masyarakat pedesaan. Hal ini seperti dinyatakan oleh
Ledgerwood dalam “Microfinance Handbook” bahwa “The term
[microfinance] refers to the provision of financial services to low-income
client, including the self-employed. Financial services generally include
savings and credit; Microfinance is not simply banking, it is a development
tool.” (Ledgerwood, 1999: page 1).
Dengan semangat dan inspirasi, Toriq Bin Ziat Jularso berhasil menjadi
nahkoda kapal bernama BMT Alfa Dinar. Dalam perjalan hidupnya
banyak pilihan-pilihan sulit yang harus ia pilih untuk menjadi sukses
seperti saat ini. Dimulai dengan modal sebesar 2,8 juta rupiah akhirnya ia
commit to user
bukanlah tanpa sebab, dengan kegigihanya dalam menjalankan profesi
yang akhirnya membawanya mencapai kesuksesan. Untuk itu mari kita
telusuri perjalan hidup seorang Jularso. Ia dilahirkan disebuah sudut
kabupaten Karanganyar 14 Februari 1967 yang sering disebut sebagai desa
Ngadiluwih, Matesih. Desa ini terletak dibawah lereng gunung Lawu.
Udara sejuk di pagi hari dan keindahan gunung Lawu di sore hari
merupakan makanan sehari-hari. Ia termasuk anak beruntung, bapaknya
yang seorang petani sangat taat beribadah dan selalu mendorongnya untuk
belajar. Sementara ibunya adalah seorang pedagang. Kelak di kemudian
hari petuah ibunya mampu merasuk dalam relung hatinya. Semenjak lulus
dari sekolah dasar didesanya ia dikirim oleh kedua orang tuanya untuk
belajar di pondok Pabelan yang berada di Magelang, Jawa tengah. Ia
belajar selama 6 tahun. Selepas belajar di pondok pesantren ia meneruskan
kuliah di UMS mengambi jurusan Tarbiah. Pada saat kuliah inilah yang
mempertemukan dengan dunia pemberdayaan ekonomi kecil. Saat itu ia
telah aktif untuk bergabung dalam pelatihan-pelatihan PINBUK. Akhirnya
bersama beberapa orang temannya ia pun mendirikan sebuah BMT. ”Saat
itu dalam benak kami pendirian BMT merupakan suatu ibadah. Jiwa kami
semua masih semangat dan idealis ingin mengangkat beban masyarakat
dari kemiskinan,” ungkapnya. Dengan berbekal patungan akhirnya ia
mampu mengumpulkan dana sebesar 2,8 juta rupiah. Dengan berbekal
tikar serta sebuah ruang kosong di MI di desanya ia dan kawan-kawan
commit to user
dana untuk usaha mulai kami berikan. Saat pertama ada yang datang hati
rasanya sangat senang sekali, karena ternyata lembaga yang kami rintis ini
mulai ada yang berminat.” Pada perkembangannya selama 2 tahun
kepercayaan masyarakat pun terbangun. Hanya saja ada problem baru
yang kemudian dihadapi, yaitu cara mengatur keuangannya. Suatu godaan
bagi pengelola karena belum ada sistem kontrol yang mengatur, yang
biasanya tidak pernah memegang uang kecuali hanya seribu-duaribu
rupiah, sekarang menghadapi uang yang berlimpah, sementara mereka
adalah sarjana yang masih pengangguran. Tidak tahan godaan, BMT-pun
berada di ambang kehancuran. Tahun ujian di lain pihak, kegiatannya di
BMT masih ia sambi pekerjaan sebagai guru dan depag. “Waktu itu saya
masih menjalankan bisnis pribadi. Karena pada waktu itu BMT adalah
aktifitas sosial bukan sebagai ladang profesional. Namun disisi lain ada
tututan untuk melakukan penyelamatan pada BMT ini. Kalau tidak
diselamatkan karya besar umat Islam ini tidak dianggap masyarakat,”
kenang Juliarso. Juliarso menambahkan, dititik inilah ia dihadapkan pada
pilihan yang sulit, apakah ia tetap pada pekerjaannnya atau
meninggalkannya demi menjalankan BMT secara profesional karena di
saat itu masyarakat sudah mulai banyak yang percaya pada lembaga ini.
“Pada waktu itu tepatnya memasuki tahun 2000, saya dalam keadaan sulit,
saya tertipu pada saat berbisnis sehingga menjerumuskan saya dalam
hutang yang sangat besar mencapai ratusan juta,” ungkapnya. Ujian tidak
commit to user
karena berturut-turut kehilangan anak pertama dan kedua. ”Tapi di saat
sulit seperti inilah saya harus berdialog dengan hati nurani tentang masa
depan. Haruskan ber-BMT atau menyelesaikan masalah bisnis keluarga.
Waktu itu pilihan saya adalah BMT karena dengan ber-BMT saya jauh
lebih dekat dengan Allah SWT dan membuat hati saya menjadi lebih
tenang,” pikirnya. Selain itu bisnis ini akan lebih bermanfaat bagi
masyarakat dan mempunyai nilai ke-akheratan lebih besar. Waktu itu ia
teringat pada satu ajaran hadis,”barang siapa yang mendahulukan akherat
maka Allah akan menjadikan orang itu kaya di dunia. sebaliknya jika
mendahulukan urusan dunia maka akan dibuatnya mereka menjadi
bangkrut. Inilah spirit saya untuk maju.” Padahal pada waktu itu ia tahu
bahwa BMT masih belum mampu menggajinya, maka ia memutuskan
mengelola BMT secara profesional. Ia bersepakat dengan seluruh
pengelola jika tidak ada peningkatan secara signifikan ia tidak minta gaji.
”Saya digaji karena kerjakeras saya dan keringat saya. Waktu itu saya
mendeklarasikan untuk melakukan peningkatan keuntungan atau aset
BMT. Jika tidak ada peningkatan saya siap untuk tidak digaji”, tegasnya
dihadapan seluruh pengelola. Ia pun mematok angka psikologis, waktu itu
nilainya 1 miliar. Alhamdulilah akhirnya target itu bisa terpenuhi. Strategi
Pengembangan Untuk mencapai angka tersebut ia mengaku harus bekerja
sangat keras. ”Kalau dihitung secara wajar jam kerja mulai dari jam 8
hingga jam 2 sore, namun waktu itu saya all out benar karena jam keja
commit to user
Saat itu, ia jam 10-12 malam pun kadang masih di lapangan. Ia mendekati
masyarakat dengan menjadi da’i dikampung-kampung. Materi yang ia
sampaikan waktu itu selalu tentang ke ekonomian syariah. Bahkan tidak
segan-segan, ia juga membawa brosur untuk disebarkan pada Jama’ah.
Harapannya saat itu ada transaksi dalam aktifitas pengajian yang ia
lakukan sepanjang tahun, karena pada saat itu masih belum banyak orang
yang tahu tentang BMT dan yang jelas pada saat itu orang-orang masih
alergi mendengar tentang menabung, apalagi di BMT. ”Lha wong untuk
hidup aja sulit”. Walaupun mengeluh, ternyata mereka sebenarnya telah
menabung. Buktinya mereka dengan senang hati menyimpan uangnya
dengan jalan arisan. Misalnya arisan keluarga, kampung, RT. “Kemudian
ini saya buat menjadi sebuah produk di BMT saya,” ungkapnya. Lebih
lanjut ia mengungkapkan Ilustrasi yang ia jalankan. Sebenarnya di setiap
arisan warga yang berjumlah 10 orang, mereka mengumpulkan uang
sebesar 10 ribu rupiah, dan di setiap pertemuan diundi siapa yang
mendapat giliran mengambil tabungannya. ”Sadangkan yang saya
kembangkan waktu itu adalah arisan dengan jumlah peserta yang lebih
banyak. Pada saat mereka menabung sebesar 10 ribu dengan jumlah
anggota lebih dari sepuluh orang yang pasti akan ada dana yang dapat
dikelola di dalam BMT. Karena kelebihan orang tersebut hanya akan
dibayarkan pada periode akhir pengundian.” Jadi disini tidak ada yang
dirugikan karena pada akhir periode peserta arisan akan mendapatkan
commit to user
arisan ini. Dari arisan ini kemudian berkembang menjadi arisan sepeda
motor, elektronik, dan bahkan sekarang ada arisan haji. Inilah awal BMT
sehingga dapat berkembang pesat. Omset sampai saat ini mencapai 50
miliar rupiah. (Sumber: Amri, www.pkesinteraktif.com)
2. Tujuan dan Tugas Perusahaan
1. Pasal 44 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian menyatakan, bahwa koperasi dapat menghimpun dana
dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan
untuk anggota dan calon anggota koperasi yang bersangkutan,
koperasi lain dan atau anggotanya. Kegiatan usaha simpan pinjam ini
sangat dibutuhkan oleh para anggota koperasi dan banyak manfaat
yang diperolehnya dalam rangka meningkatkan modal usaha para
anggotanya.
2. Sebagai penghimpun dana masyarakat, walaupun dalam lingkup
terbatas, kegiatan usaha Simpan Pinjam memiliki karakteristik yang
khas, yaitu merupakan usaha yang didasarkan pada kepercayaan dan
banyak menanggung resiko. Oleh karena itu pengelolaannya harus
dilakukan secara profesional dan ditangani oleh pengelola yang
memiliki keahlian dan kemampuan khusus, serta dibantu oleh sistem
pengawasan internal yang ketat.
3. Di samping itu, untuk mengantisipasi prospek perkembangannya di
commit to user
sangat menentukan kelangsungan hidup koperasi dan usaha anggota
yang bersangkutan. Berdasarkan hal-hal di atas, maka pelaksanaan
kegiatan Simpan Pinjam oleh koperasi tersebut telah diatur secara
khusus sesuai dengan ketentuan Undang-undang Perbankan dan
Undang-undang Perkoperasian. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar
di satu pihak tidak bertentangan dengan Undang-undang Perbankan
dan di lain pihak untuk mempertegas kedudukan Koperasi Simpan
Pinjam (KSP) atau Unit Usaha Koperasi yang memiliki ciri, bentuk
dan sistematis tersendiri.
4. Mengingat karakteristik KSP yang merupakan jenis usaha yang
didasarkan pada kepercayaan dan terkait dengan resiko, maka
pengaturan dan pengawasan terhadap KSP sejauh ini telah mengacu
pada prinsip-prinsip yang sehat, baik mengenai pengelola (pengurus
KSP) maupun dalam pengelolaan keuangannya.
5. Sebagaimana halnya pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan,
pengaturan dan pengawasan terhadap KSP meliputi pula aspek-aspek
permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, likuiditas dan
rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha, dan menjaga kepentingan
semua pihak yang terkait. Seperti halnya bank, terhadap KSP juga
commit to user 3. Produk BMT Alfa Dinar
a. Kegiatan Simpanan
1) Simpanan Dinar
Simpanan Dinar adalah jenis simpanan yang flexibel sehingga
dapat diambil sesuai kebutuhan dan nasabah yang akan memperoleh
bagi hasil dari saldo rata-rata harian simpanan tersebut tiap bulan.
2) Simpanan Isy Karima
Simpanan Isy Karima adalah suatu simpanan dimana jumlah
nominal yang disetor setiap bulan ditentukan besarnya dan hanya
dapat diambil apabila sudah jatuh tempo pengambilan sesuai dengan
isi perjanjian yang telah disepakati.
3) Simpanan Berjangka
Simpanan Berjangka adalah simpanan akan produktif dengan cara
dibiayakan secara profesional. Laba dari pembiayaan ini dibagi
antara nasabah dengan Koperasi dalam bentuk bagi hasil yang
kompetitif.
b. Kegiatan Pembiayaan
1) Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara
koperasi dengan anggota dimana pihak pertama (shohibul mal)
menyediakan seluruh modal sedangkan anggota menjadi pengelola
commit to user
akad pembiayaan ditandatangani yang dituangkan dalam bentuk
nisbah misalnya 50 : 50.
2) Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan Murabahah adalah akad jual beli barang antara
Koperasi dengan anggota pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati.
3) Pembiayaan Ijaroh
Pembiayaan Ijaroh adalah akad pemindahan hak guna antara
Koperasi dengan anggota atas barang ataupun jasa melalui
pembayaran upah sewa atau jasa.
4) Pembiayaan Qard
Pembiayaan Qard adalah akad peminjaman uang atas dasar
kebajikan antara Koperasi dengan kaum dhu’afa potensial untuk
membantu permodalan usaha ataupun kebutuhan yang sangat
penting dan mendesak.
c. Permodalan
1) Simpanan Pokok
Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya
yang dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk
menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali
commit to user
2) Simpanan Pokok Khusus
Simpanan Pokok Khusus adalah sejumlah uang yang dimiliki
oleh para pendiri koperasi dan selanjutnya dijadikan modal usaha
dari koperasi tersebut.
3) Simpanan Wajib
Simpanan Wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak
harus sama yang harus dibayarkan oleh anggota kepada koperasi
dalam waktu dan kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat
diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
4) Cadangan Umum
Cadangan Umum adalah sejumlah uang yang diperoleh dari
penyisihan sisa hasil usaha yang dimaksudkan untuk memupuk
modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi jika diperlukan.
5) Cadangan Resiko
Cadangan Resiko adalah dana yang sifatnya sekunder ataupun
dana tambahan yang digunakan pada waktu koperasi benar-benar
membutuhkan dana selain simpanan pokok dan simpanan wajib.
6) Laba/ SHU Ditahan
Laba/SHU Ditahan adalah keuntungan usaha dari koperasi yang
masih belum cair ataupun masih dipegang oleh debitur maupun
commit to user
7) Laba/SHU Tahun Berjalan
Laba/SHU Tahun Berjalan adalah keuntungan usaha dari koperasi
selama satu tahun melakukan kegiatan usahanya.
4. Sruktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan suatu urutan manusia atau orang yang
disusun menurut tugas dan kewajibannya dengan rasa tanggung jawab
dalam bidangnya masing-masing disuatu organisasi peraturan tertentu
guna mencapai tujuan tertentu pula. Berhasil tidaknya suatu perusahaan
sangat ditentukan oleh organisasi, pembagian tugas, kedudukan,
wewenang dan tanggung jawab, serta penetapan sistem koordinasi dan
komunikasi. Dengan demikian organisasi dapat dipandang sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Adapun struktur organisasi BMT Alfa Dinar dapat
commit to user 5. Deskripsi Jabatan
1. Anggota
a) Fungsi
Sebagai Nasabah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam
Kepemilikan Tabungan.
b) Tugas
1) Melunasi semua Tagihan atau penarikan yang telah dipinjam
dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh Perusahaan.
2) Melengkapi persyaratan penarikan yang telah ditentukan oleh
perusahaan yang bersangkutan.
2. Dewan Pengawas Manajemen
a) Fungsi
Sebagai penilaian dalam Indeks prestasi dalam sebuah perusahaan
yang bersangkutan.
b) Tugas
1) Mengawasi jalannya prosedur perusahaan yang bersangkutan
dalam tingkat perolehan atau pengeluaran.
2) Mempunyai wewenang dalam perusahaan dalam tingkat
perekonomian secara umum atau masyarakat.
3. Dewan Pengawas Syariah
a) Fungsi
Sebagai pengawasan tingkat perekonomian perusahaan yang
berhubungan langsung dengan syariat Islam.
b) Tugas
1) Mempunyai wewenang dalam perusahaan dalam tingkat
perekonomian syariat Islam dengan ketentuan yang ada.
2) Mengawasi tingkat perolehan perusahaan dengan didasari
commit to user
4. Pengurus
a) Fungsi
Sebagai Pemilik perusahaan atau wewenang kekuasaan tertinggi
dalam perusahaan dengan cabang yang lain.
b) Tugas
1) Menyetujui proposal-proposal yang ditentukan oleh bagian
direktur dari perusahaan cabang yang tertera.
2) Memberi peringatan bila terjadi kesalahan dalam perusahaan
yang bersangkutan.
5. Penghimpun Dana
a) Fungsi
Sebagai penarikan dana kepada Nasabah dalam perusahaan.
b) Tugas
1) Melakukan penarikan atau colektor pada Nasabah yang
bersangkutan atau yang tertera dalam perusahaan itu sendiri.
2) Memberikan atau mengasumsikan suatu proyek atau tawaran
kepada Nasabah untuk bergabung dengan perusahaan.
6. Pembiayaan
a) Fungsi
Sebagai pengumpulan dana saldo dalam perusahaan.
b) Tugas
1) Pembagian hasil kepada karyawan perusahaan yang
bersangkutan.
2) Menjumlah perolehan perusahaan dalam akhir pekan.
7. Accounting
a) Fungsi
Untuk menjurnal sebuah transaksi pengeluaran atau masukan
dalam sebuah perusahaan yang bersangkutan.
b) Tugas
1) Mengajukan penilaian perusahaan kepada bagian pengawas
commit to user
2) Menyelidiki transaksi bila terjadi kesalahan di dalam sebuah
perusahaan yang bersangkutan.
8. Kasir
a) Fungsi
Sebagai Bagian pengumpulan dana atau penghitungan dana
perusahaan.
b) Tugas
1) Pengumpulan dana perusahaan.
2) Penghitungan masukan atau pengeluaran dana perusahaan.
9. Customer Service
a) Fungsi
Sebagai pihak pelayanan perusahaan kepada Nasabah.
b) Tugas
1) Sebagai penarik oleh Nasabah kepada perusahaan.
2) Sebagai Pengecek transaksi yang telah atau sudah berlangsung.
6. Visi dan Misi BMT Alfa Dinar
1. Visi BMT Alfa Dinar
Menjadi lembaga keuangan syariah yang sehat melalui layanan terbaik
commit to user
B. LATAR BELAKANG MASALAH
Maraknya pertumbuhan perbankan syari’ah di Indonesia, berbagai macam
lembaga perekonomian yang berlabelkan Islam mulai berkembang. Dari skala
makro misalnya: asuransi syari’ah, pegadaian syari’ah, reksadana syari’ah,
pasar modal syari’ah, dan lain-lain. Bahkan dilevel mikro muncul lembaga
keuangan syari’ah misalnya BPR Syari’ah, Koperasi Syari’ah, dan Baitul Mal
Wat Tamwil (BMT). Di samping bank syari’ah, untuk melayani masyarakat
menengah dan bawah, Undang-Undang juga mengizinkan beroperasinya
lembaga keuangan mikro yang dikenal dengan koperasi dan juga Baitul Mal
wat Tamwil (BMT). Di kalangan masyarakat menengah dan kecil, koperasi
dan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) merupakan lembaga keuangan mikro
yang paling terjangkau dan sarana paling mudah untuk memenuhi kebutuhan
terhadap dana pinjaman (loan). Karena persoalan pinjam meminjam atau
utang piutang adalah persoalan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan
perekonomian. Dalam skala mikro, BMT cukup ampuh menghambat
tangan-tangan bank besar konvensional yang menarik dana masyarakat pedesaan
untuk diangkut ke Jakarta untuk kemudian dipinjamkan kepada konglomerat
dan pengusaha besar. Di sisi lain, kehadiran BMT juga membantu mengikis
praktek-praktek rentenir yang telah berlangsung lama dalam kehidupan
masyarakat pedesaan.
Menurut sejarahnya, BMT terbentuk dalam upaya mengatasi ketimpangan
ekonomi dan kesenjangan sosial, terutama dampak krisis ekonomi yang
commit to user
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) sebagai Badan Pekerja dari YINBUK (Yayasan
Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) telah melakukan langkah-langkah strategis dan
taktis dalam mengoptimalkan potensi ekonomi yang dimiliki masyarakat.
Langkah-langkah ini dilakukan dengan menggiatkan pembinaan pengusaha
kecil dan kecil bawah melalui pengembangan Baitul Maal Wat-Tamwil atau
Balai Usaha Mandiri Terpadu (BMT). Sampai saat ini, PINBUK telah berhasil
mendorong terbentuknya lebih dari 2.990 BMT yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia (Bagian Data Pinbuk Pusat, 10/1999). PINBUK membina
usaha kecil yang bersifat Islami, yakni Baitul Mal wat Tamwil (BMT), yang
menggunakan badan hukum koperasi dan menerapkan prinsip-prinsip syari’ah
dalam menjalankan usahanya. Dengan kehadiran BMT dibanyak desa dan
kota, paling tidak sendi-sendi ekonomi lokal seperti pertanian, peternakan,
perdagangan, kerajinan rakyat, dan sektor-sektor informal lainnya berkembang
lebih baik. Bahkan berbagai usaha kecil yang sudah mati diharapkan dapat
diaktifkan hidup lagi dengan bantuan pinjaman yang mudah.
Sekarang ini BMT merupakan bentuk lembaga keuangan mikro yang dapat
dikatakan sangat sukses. Di Jawa Tengah terdapat BMT terbaik misalnya
BMT Ben Taqwa di Grobogan-Purwodadi, BMT Binama Semarang BMT
Bintoro Madani Demak, BMT Bina Umat Sejahtera (BUS) Lasem, BMT
Pekajangan Klaten, BMT Alfa Dinar Karanganyar, dan lain-lain.
BMT di Indonesia ini tumbuh dari bawah (bottom up) yang didukung oleh
deposan-deposan kecil. Walaupun tidak diakui sebagai lembaga keuangan
commit to user
fungsinya sebagai lembaga intermediasi yang mengelola dari, untuk dan oleh
masyarakat. Dengan perkataan lain, bahwa BMT pada hakekatnya merupakan
perwujudan demokrasi ekonomi. Apalagi sebagian besar BMT berbadan
hukum koperasi yang merupakan badan usaha yang berdasarkan azas
kekeluargaan yang sesuai dengan Islam. Namun Demikian lembaga keuangan
mikro ini masih tetap dalam kritikan. Perkembangan BMT menurut penelitian
yang mengukur tingkat kesejahteraan kinerja keuangan 228 BMT di Jawa
Tengah menunjukkan bahwa 66,23 % BMT cukup sehat, dan 23,25 % berada
dalam keadaan kurang sehat dan 3,07 dalam keadaan tidak sehat (Rahman,
Pengaruh Religisiutas dan Etika Kerja Islam terhadap Kinerja Lembaga
Keuangan Mikro Syari’ah, Penelitian Individual, Semarang: Puslit IAIN
Walisongo, 2005). Kompleksitas masalah yang dihadapi oleh BMT tidak
hanya pada legitimasi dan dasar legal formal atas eksistensi BMT saja, tetapi
lebih dari itu. Dalam prakteknya juga menghadapi kendala operasional,
misalnya konsistensi penerapan prinsip-prinsip syar’i yang menjadi sumber
rujukan segala aktifitasnya.
Sebagai contoh keharusan adanya jaminan dalam setiap akad pemberian
kredit (pembiayaan) baik menggunakan skema akad mudharabah atau
musyarakah, bai al-muarabahah atau juga menggunakan gadai (rahn). Hampir
dalam setiap bentuk akad yang diterapkan selalu mempersyaratkan adanya
barang jaminan. Padahal jika kita melihat aturannya tidak semua akad
pembiayaan (kredit) harus disertai dengan adanya barang jaminan. Misalnya
commit to user
sebetulnya menjadi wajar karena hal tersebut juga tersirat menurut dalam
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Di sana disebutkan bahwa jaminan
(agunan) merupakan “keharusan” dalam beberapa produk lembaga keuangan
syari’ah. Penggunaan jaminan dalam semua akad tersebut seakan menjadi
keharusan. Padahal jika dirunut akar syar’i, hanya dalam akad gadai saja yang
secara eksplisit terdapat keharusan menyerahkan jaminan. Ini berarti ada
penyimpangan dalam operasionalisasi BMT karena praktek semacam itu pada
hakekatnya tidak jauh berbeda dengan Praktek Bank konvensional yang
berprinsip tidak ada kredit tanpa jaminan. Masalah lain yang juga menjadi
keprihatinan BMT adalah masalah implementasi penerapan hukum jaminan.
Dalam lembaga keuangan konvensional, kegiatan pinjam-meminjam (kredit)
dilakukan dengan menggunakan pembebanan hak tanggungan atau hak
jaminan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 51
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari lembaga Hipotek atas tanah.
Akan tetapi dibanyak BMT, masih sedikit BMT yang telah menerapkan
hukum jaminan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Singkatnya, menurut
Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan
Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bahwa salah satu syarat
jaminan adalah harus didaftarkan ke kantor pendaftaran jaminan dan cara
eksekusinya adalah dengan prosedur tertentu sebagaimana diatur dalam
commit to user
Mengenai jaminan fidusia, masih banyak kalangan masyarakat belum
mengerti betul apa itu jaminan fidusia. Padahal tidak sedikit dari masyarakat
yang sudah menerapkan jaminan tersebut, tetapi belum sadar bahwa yang
dilakukannya sebenarnya menggunakan jaminan fidusia.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka untuk itu penulis
mengambil judul: “PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN
PERJANJIAN FIDUSIA DI BMT ALFA DINAR”
C. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada diatas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Proses pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan perjanjian fidusia
di BMT Alfa Dinar .
2. Kelebihan dan kelemahan apa saja yang ada di dalam perjanjian fidusia
sebagai jaminan pemberian kredit tersebut.
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan atas penelitian yang dilakukan adalah menemukan pemecahan atas
permasalahan yang telah diuraikan di atas, yaitu:
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan
commit to user
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan apa saja yang ada di dalam
perjanjian fidusia sebagai jaminan pemberian kredit di BMT Alfa Dinar .
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Peneliti
Dapat memberikan pengalaman dalam mempraktikan ilmu dan teori
Akuntansi Keuangan yang diperoleh selama mengikuti pendidikan
Program Diploma III Akuntansi Keuangan ke dalam kenyataan dunia
kerja.
2. Bagi Perusahaan
Untuk memberikan pertimbangan dan masukan bagi perusahaan untuk
lebih meningkatkan sistem serta dapat menanggulangi
kelemahan-kelemahan yang ada.
3. Bagi Pembaca
Dapat memberikan manfaat, seperti tambahan pengetahuan, wawasan,
commit to user
"zekerheid" atau "cautie", yang secara umum merupakan cara-cara
kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungan
jawab umum debitur terhadap barang-barangnya.
Dalam peraturan perundang-undangan, kata-kata jaminan terdapat
dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata, dan dalam Penjelasan
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 (UU yang Diubah)
Selain istilah jaminan, dikenal juga istilah atau kata-kata agunan.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, tidak membedakan pengertian
jaminan maupun agunan, yang sama-sama memilki arti yaitu
"tanggungan". Namun dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 dan
UU No. 10 Tahun 1998, membedakan pengertian dua istilah tersebut.
Dimana dalam UU No. 14 Tahun 1967 lebih cenderung menggunakan
istilah "jaminan" dari pada agunan. Pada dasarnya, pemakaian istilah
jaminan dan agunan adalah sama. Namun, dalam praktek perbankan
istilah dibedakan. Istilah jaminan mengandung arti sebagai
commit to user
kepercayaan/keyakinan dari bank atas kemampuan atau kesanggupan
debitur untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan agunan diartikan
sebagai barang/benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang
nasabah debitur.
Pengertian jaminan terdapat dalam SK Direksi Bank Indonesia No.
23/69/KEP/DIR tanggal 28 februari 1991, yaitu: "suatu keyakinan
kreditur bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai
dengan yang diperjanjikan".
Sedangkan pengertian agunan diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 10
Tahun 1998, yaitu: "jaminan pokok yang diserahkan debitur dalam
rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syari'ah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia". Dalam Penjelasan Pasal 8 UU yang Diubah, terdapat 2
(dua) jenis agunan, yaitu: agunan pokok dan agunan tambahan. Agunan
pokok adalah barang, surat berharga atau garansi yang berkaitan
langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan,
seperti barang-barang atau proyek-proyek yang dibeli dengan kredit
yang dijaminkan. Sedangkan agunan tambahan adalah barang, surat
berharga atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang
dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang ditambah dengan
commit to user
Jadi dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari jaminan (menurut
Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998), yaitu:
1. Merupakan jaminan tambahan.
2. Diserahkan oleh nasabah debitur kepada bank/kreditur.
3. Untuk mendapatkan fasilitas kredit/pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syari'ah.
b. Kegunaan dari jaminan
1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank/kreditur untuk
mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera
janji.
2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk
membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan
usahanya/proyeknya, dengan merugikan diri sendiri, dapat dicegah.
3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya,
misalnya dalam pembayaran angsuran pokok kredit tiap bulannya.
c. Syarat-syarat benda jaminan
1. Secara mudah dapat membantu diperolehnya kredit itu, oleh pihak
yang memerlukannya.
2. Tidak melemahkan potensi/kekuatan si pencari kredit untuk
melakukan dan meneruskan usahanya.
3. Memberikan informasi kepada debitur, bahwa barang jaminan setiap
waktu dapat di eksekusi, bahkan diuangkan untuk melunasi utang si
commit to user d. Manfaat benda jaminan
Bagi kreditur:
1. Terwujudnya keamanan yang terdapat dalam transaksi dagang yang
ditutup.
2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur.
Sedangkan manfaat benda jaminan bagi debitur adalah untuk
memperoleh fasilitas kredit dan tidak khawatir dalam mengembangkan
usahanya.
e. PenggolonganJaminan
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya :
1. Jaminan yang bersifat Umum.
Merupakan jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua
kreditur dan menyangkut semua harta benda milik debitur,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata, yaitu
"segala harta/hak kebendaan si berhutang, baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru
akan ada di masa mendatang, menjadi tanggungan untuk semua
perikatan perorangan".
2. Jaminan yang bersifat Khusus.
Merupakan jaminan yang diberikan dengan penunjukan atau
penyerahan atas suatu benda/barang tertentu secara khusus, sebagai
commit to user
kebendaan maupun perorangan, yang hanya berlaku bagi kreditur
tertentu saja.
3. Jaminan yang bersifat Kebendaan dan Perorangan.
Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak
mutlak atas suatu benda tersebut. Penggolongan jaminan
berdasarkan/bersifat kebendaan dilembagakan dalam bentuk: hipotik
(Pasal 1162 KUHPerdata), Hak Tanggungan, gadai, dan fidusia.
Sedangkan jaminan yang bersifat perorangan, dapat berupa borgtogh
(personal guarantee) yang pemberi jaminannya adalah pihak ketiga
secara perorangan, dan jaminan perusahaan, yang pemberi
jaminannya adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum.
Penggolongan jaminan berdasarkan Objek/Bendanya:
1. Jaminan dalam bentuk Benda Bergerak.
Dikatakan benda bergerak, karena sifatnya yang bergerak dan
dapat di pindahkan atau dalam UU dinyatakan sebagai benda
bergerak, misalnya pengikatan hak terhadap benda bergerak.
Jaminan dalam bentuk benda bergerak dibedakan atas benda
bergerak yang berwujud, pengikatanya dengan gadai, fidusia, dan
benda bergerak yang tidak berwujud, yang pengikatannya dengan
gadai, dan account revecieble.
2. Jaminan dalam bentuk Benda Tidak Bergerak.
Merupakan jaminan yang berdasarkan sifatnya tidak bergerak dan
commit to user
KUHPerdata. Pengikatan terhadap jaminan dalam bentuk benda
bergerak berupa hak tanggungan (hipotik).
Penggolongan jaminan berdasarkan Terjadinya:
1. Jaminan yang lahir karena Undang-undang.
Merupakan jaminan yang ditunjuk keberadaannya oleh
undang-undang, tanpa adanya perjanjian dari para pihak, sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata, seperti jaminan umum, hak
privelege dan hak retensi.
2. Jaminan yang lahir karena Perjanjian.
Merupakan jaminan yang terjadi karena adanya perjanjian antara
para pihak sebelumnya, seperti gadai, fidusia, hipotik, dan hak
tanggungan.
2. Tinjauan Umum Perjanjian
a. Pengertian Perjanjian
Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata mengenai
hukum perikatan (Verbintenis). Verbintenis berasal dari kata kerja
verbinden yang artinya mengikat, adanya ikatan atau hubungan. Jadi
suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau
dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
hal dari pihak yang lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu. Perhubungan antara dua orang atau dua pihak tadi adalah
pasal-commit to user
pasalnya dijelaskan tentang dua istilah yang sering digunakan yaitu
Verbintenis dan Overeenkomst. Berbagai kepustakaan hukum di
Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk menterjemahkan
Verbintenis dan Overeenkomst sebagai berikut:
1. KUHPerdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan istilah
perikatan untuk “Verbintenis” dan persetujuan untuk
“Overeenkomst”.
2. Utrecht dalam bukunya “Pengantar Dalam Hukum Indonesia”
memakai istilah perutangan untuk “Verbintenis” dan perjanjian
untuk “Overeenkomst”.
3. Achamd Ichsan dalam bukunya hukum Perdata IB menterjemahkan
“Verbintenis” dengan perjanjian dan “Overenkomst” dengan
persetujuan (R. Setiawan 1999: 1).
Dari uraian diatas ternyata bahwa untuk “Verbintenis” dikenal 3
istilah di Indonesia yaitu: perikatan, perutangan, dan perjanjian.
Sedangkan untuk “Overeenkomst” dipakai 2 istilah perjanjian dan
persetujuan. Perbedaan penggunaan istilah diantara para ahli hukum
mengenai perjanjian seperti isi, bentuk, sifat, maksud dan lain
sebagainya adalah untuk mengemukakan suatu pandangan atau
pendapat. Pembatasan suatu istilah adalah sangat penting karena untuk
mencegah kesalahpahaman di dalam memberi makna, sehingga hal ini
commit to user
Perjanjian menurut Subekti adalah suatu peristiwa di mana
seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal (Subekti, 2002: 36).
Dari peristiwa ini timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut
yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan
antara dua pihak yang membuatnya. Dengan demikian hubungan antara
perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan
perikatan.
Perjanjian adalah sumber perikatan di samping sumber-sumber
lainnya. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan
perikatan. Ada perikatan yang lahir dari suatu perjanjian dan ada
perikatan yang lahir dari suatu Undang–undang. Perjanjian juga dapat
dikatakan sebagai persetujuan, karena kedua belah pihak itu setuju
untuk melakukan sesuatu.
Dari kesimpulan di atas bahwa perjanjian itu merupakan sumber
perikatan yang terpenting. Dapat kita lihat bahwa perikatan adalah suatu
pengertian yang abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang
konkret atau suatu peristiwa. Kita tidak dapat melihat dengan mata
kepala kita suatu perikatan. Kita hanya dapat membayangkannya dalam
pikiran kita saja, tetapi kita dapat membaca suatu perjanjian ataupun
mendengarkan perikatan-perikatannya.
Perjanjian (Verbintenis) mengandung pengertian sebagai suatu
commit to user
lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh
prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan
prestasi (M. Yahya Harahap, 1986: 6).
Perjanjian dapat terjadi karena adanya persetujuan. Persetujuan
adalah suatau perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih (Moch. Chidir Ali, 1993 : 15).
Dari beberapa pengertian diatas kita jumpai didalamnya beberapa
unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain: hubungan
hukum (rechtshandeling) yang menyangkut hukum kekayaan antar dua
orang atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada
pihak lain tentang suatu prestasi. Hubungan hukum antara pihak yang
satu dengan yang lain tidak bisa timbul dengan sendirinya. Hubungan
itu tercipta oleh karena adanya tindakan hukum (rechtshandeling).
Tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak lain
yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu
pihak diberi satu hak oleh pihak lain untuk memperoleh prestasi.
Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan
kewajiban untuk menunaikan prestasi. Jadi satu pihak memperoleh hak
(recht) dan pihak lain memikul kewajiban (plicht) menyerahkan atau
commit to user b. Subyek Perjanjian
Karena adanya hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau
lebih. Masing-masing orang menduduki tempat yang berbeda satu sama
lain. Satu orang menjadi pihak kreditur dan yang seorang menjadi pihak
debitur. Kreditur dan debitur inilah yang menjadi subyek perjanjian.
Kreditur mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib memenuhi
pelaksanaan prestasi
Sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditur terdiri dari:
1) Individu sebagai person yang bersangkutan.
Jika badan hukum yang menjadi subjek perjanjian yang diikat
bernama “perjanjian atas nama“ (Verbintenis op naam) dan kreditur
yang bertindak sebagai penuntut disebut “tuntutan atas nama”.
2) Seseorang menurut azas keadaan tertentu yang mempergunakan
kedudukkan atau hak orang lain tertentu.
Perlu diingat bahwa kualitas perjanjian dan kualitas hak harus
bersesuaian. Atas prinsip ini ada dinyatakan bahwa pergantian suatu
hubungan hukum yang serupa tidak mesti selamanya mengakibatkan
peralihan atas semua hak semula.
3) Person yang dapat diganti
Mengenai person kreditur yang “dapat diganti”(vervangbaar),
berarti kreditur menjadi subyek semula, telah ditetapkan dalam
perjanjian: sewaktu-waktu dapat diganti kedudukannya dengan
commit to user
bentuk perjanjian “aan order” (perjanjian atas order/atas perintah).
Demikian juga dalam perjanjian “aan toonder” (perjanjian atas nama
atau kepada pemegang/pembawa) pada surat-surat tagihan hutang
(M. Yahya Harahap, 1986: 16).
Tentang siapa yang dapat menjadi debitur, sama keadaannya dengan
orang-orang yang dapat menjadi kreditur; yaitu:
1) Individu sebagai person yang bersangkutan
2) Seorang atas kedudukan/keadaan tertentu bertindak atas orang
tertentu.
3) Seorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan debitur
semula, baik atas dasar bentuk perjanjian maupun izin dan
persetujuan kreditur.
c. Obyek perjanjian
Dikatakan bahwa Onderwerp dari Verbintenis ialah prestasi. Prestasi
disini adalah obyek (voorwerp) dari Verbintenis. Tanpa prestasi,
hubungan hukum yang dilakukan berdasarkan tindakan hukum sama
sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Pihak yang
berhak atas suatu prestasi mempunyai kedudukan sebagai kreditur dan
pihak yang wajib menunaikan prestasi mempunyai kedudukan sebagai
debitur. Kreditur disini berhak atas suatu prestasi yang dijanjikan dan
debitur wajib melakukan prestasi yang dimaksud. Dengan demikian
intisari atau hakekat dari perjanjian tiada lain daripada prestasi (M.
commit to user
Jika dalam Undang-undang telah menetapkan subyek perjanjian
yaitu: pihak kreditur yang berhak atas prestasi dan pihak debitur yang
wajib melaksanakan prestasi, maka objek dari perjanjian adalah
perjanjian itu sendiri. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata,
prestasi yang diperjanjikan itu ialah menyerahkan sesuatu, melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Menyerahkan sesuatu berarti sesuai dengan ketentuan Pasal 1235
KUHPerdata berkewajiban untuk menyerahkan atau melever (levering)
benda. Sedangkan melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
bisa bersifat positif dan bisa pula bersifat negatif. Bersifat positif disini
jika isi perjanjian ditentukan untuk melakukan atau berbuat sesuatu. Ini
timbul misalnya dalam perjanjian kerja seperti yang diatur dalam Pasal
1603 KUHPerdata. Sedangkan perjanjian yang berupa prestasi negatif
adalah Verbintenis yang memperjanjikan untuk tidak berbuat atau
melakukan sesuatu (niet to doen).
Tentang objek/prestasi perjanjian harus dapat ditentukan adalah
suatu yang logis dan praktis. Takkan ada arti perjanjian jika
Undang-undang tidak menentukan hal demikian. Itulah sebabnya Pasal 1320
ayat (3) KUHPerdata menentukan bahwa objek atau perjanjian harus
memenuhi syarat yaitu: objeknya harus tertentu (een bepaalde
onderwerp). Atau sekurang-kurangnya obyek itu mempunyai jenis
tertentu seperti yang dirumuskan dalam Pasal 1333 KUHPerdata. Jika
commit to user
perjanjian demikian tidak sah, jika seluruh obyeknya (voorwerp) tidak
tertentu.
Dengan demikian agar perjanjian itu memenuhi kekuatan hukum
yang sah, bernilai dan mempunyai kekuatan yang mengikat, prestasi
yang jadi obyek perjanjian harus tertentu. Sekurang-kurangnya jenis
tertentu itu harus ada. Pada Pasal 1320 ayat (4) KUHPerdata disebutkan
bahwa isi persetujuan harus memuat causa yang diperbolehkan. Apa
yang menjadi objek atau apa yang menjadi isi dan tujuan prestasi yang
melahirkan perjanjian harus causa yang sah. Karena itu persetujuan
(overeenkomst) yang mengisi perjanjian itu tidak boleh bertentangan
dengan Undang-undang, kepentingan umum dan nilai-nilai kesusilaan.
Berdasarkan adanya pengaturan yang berupa penggantian sesuatu
kerugian yang tidak berwujud berarti prestasi yang jadi objek perjanjian
bisa saja merupakan sesuatu yang tidak bernilai uang, tetapi jika
prestasi mempunyai nilai ekonomi dengan sendirinya prestasi itu harus
mempunyai nilai uang. Tentang ketentuan yang mengatur ganti rugi
yang berupa sesuatu kerugian tak berwujud, yaitu kerugian di bidang
moral yang tak dapat dinilai dengan uang, adalah merupakan ketentuan
pasal-pasal yang tidak masuk dalam prinsip umum perjanjian.
Ketentuan-ketentuan semacam itu harus dianggap sebagai
commit to user d. Syarat Sahnya Perjanjian
Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang
telah ditentukan oleh Undang-undang, sehingga perjanjian tersebut
diakui oleh hukum (legally concluded contract). Pasal 1320
KUHPerdata menyatakan untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat)
syarat, yaitu:
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian.
3) Mengenai suatu hal tertentu.
4) Suatu sebab yang halal (Subekti, 2005:17).
Dua syarat pertama disebut syarat subyektif karena mengenai
orangnya atau subyek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua
syarat yang terakhir dinamakan syarat obyektif karena mengenai
perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan
itu (Subekti, 2005: 17).
Dari keempat syarat tersebut yang tercantum dalam Pasal 1320
KUHPerdata akan penulis jabarkan sebagai berikut:
1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri
Dalam hal ini apabila orang dikatakan telah memberikan
persetujuan atau sepakatnya kalau orang memang menghendaki apa
yang disepakati. Sepakat di sini sebenarnya merupakan pertemuan
antar dua kehendak, di mana kehendak yang satu saling mengisi
commit to user
Penting untuk diperhatikan bahwa yang dimaksud sepakat di sini
(Pasal 1320) adalah sepakat pada saat lahirnya perjanjian dan bukan
pada saat pelaksanaannya (J. Satrio, 1999: 166).
Kehendak seseorang baru nyata bagi pihak lain kalau kehendak
tersebut dinyatakan. Pernyataan kehendak tersebut merupakan
pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan hukum.
Kesepakatan itu dianggap tidak ada bila kesepakatan itu terjadi
karena adanya suatu kehilafan (dwaling), suatu paksaan (dwang),
atau suatu penipuan (bedrog). Dengan adanya hal tersebut, pihak
yang merasa dirugikan dapat menuntut dibatalkannya perjanjian
disertai tuntutan ganti rugi.
2) Cakap untuk membuat perjanjian
Di dalam Pasal 1329 KUHPerdata dinyatakan bahwa setiap orang
adalah cakap untuk membuat perjanjian sepanjang oleh
Undang-undang ia tidak dinyatakan tidak cakap.
Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut
hukum. Pada azasnya, setiap orang yang sudah dewasa dan sehat
pikirannya adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330
KUHPerdata yang disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap
untuk membuat suatu perjanjian adalah:
a) Orang-orang yang belum dewasa.
commit to user
c) Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
Undang-undang dan semua orang kepada siapa Undang-Undang-undang telah
melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Dengan berlakunya Undang-undang Perkawianan No. 1 Tahun
1974, pada Pasal 47 dinyatakan bahwa seseorang dikatakan belum
dewasa jika berusia dibawah 18 tahun, sedangkan menurut Pasal 330
KUHPerdata dikatakan belum dewasa seseorang yang belum genap
berusia 21 tahun, dan tidak lebih dahulu kawin. Bagi yang belum
berusia 21 tahun tapi telah kawin dan kemudian bercerai, maka ia
tetap berkedudukan sebagai orang dewasa.
Megenai orang yang di bawah pengampuan diatur dalam Pasal
443 KUHPerdata, mereka digolongkan sebagai orang yang tidak
mampu menyadari taggung jawabnya dan dianggap tidak cakap
mengadakan perjanjian, misalnya lemah pikiran, pemboros atau
dungu. Apabila terdapat perjanjian yang dibuat oleh orang-orang
yang tidak cakap ini maka perjanjian tersebut dapat dimintakan
pembatalannya, sebab orang yang belum dewasa dan dibawa
pengampuannya dapat menuntut pembatalan perjanjian tersebut
disertai tuntutan ganti rugi jika terjadi kerugian.
Menganai kewenangan seorang istri, sejak diterbitkannya Surat
Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 1963 telah
menetapkan bahwa Pasal 108 dan 110 KUHPerdata dinyatakan tidak
commit to user
perbuatan hukum sendiri tanpa harus memperoleh bantuan dari
suaminya. Ketentuan ini diperkuat lagi dengan Undang-undang No.1
Tahun 1974 terutama dalam Pasal 31 ayat 1 dan 2 yang menyatakan
bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dan
masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum.
3) Mengenai suatu hal tertentu
Syarat ini juga mempunyai arti penting karena memberikan
kemudahan untuk melaksanakan hak dan menuntut pelaksanaan
kewajiban dari pihak lain. Menurut Pasal 1332 KUHPerdata bahwa
yang menjadi obyek dari perjanjian hanyalah barang-barang yang
dapat diperdagangkan, sedangkan menurut Pasal 1333 KUHPerdata
bahwa barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit
harus dapat ditentukan jenisnya dan tidak menjadi halangan untuk
memperjanjikan barang yang akan ada, asalkan dikemudian hari
dapat ditentukan dan dihitung.
4) Suatu sebab yang halal
Yang dimaksud dengan sebab atau causa dalam syarat keempat
ini tidaklah lain adalah isi perjanjian itu sendiri. Jadi jangan diartikan
sebagai sebab yang mendorong orang untuk melakukan suatu
perjanjian, karena Undang-undang atau hukum tidak mempedulikan
sesuatu yang menyebabkan seseorang melakukan perjanjian. Yang
commit to user
tujuan yang akan dicapai apakah dilarang oleh Undang-undang atau
tidak.
Menurut Pasal 1337 KUHPerdata sebab atau causa itu halal
apabila tidak dilarang oleh Undang-undang, tidak bertentangan
dengan ketertiban umum dan kesusilaan, sehingga suatu perjanjian
dengan sebab yang tidak halal adalah dilarang oleh Undang-undang.
Akibat dari suatu perjanjian yang berisi sutu sebab yang tidak
halal adalah perjanjian itu menjadi batal demi hukum (voidnistig).
Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan
perjanjian dimuka hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah
ada perjanjian. Demikian pula apabila perjanjian yang dibuat itu
tanpa sebab atau causa, ia dianggap tidak pernah ada.
5) Azas-azas Dalam Hukum Perjanjian
Dalam hukum perjanjian dapat dijumpai beberapa azas penting yang
perlu diketahui. Azas-azaz tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Azas Kebebasan Berkontrak
Azas ini terlihat dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Maksud dari azas kebebasan berkontrak adalah setiap orang bebas
untuk mengadakan suatu perjanjian apa saja baik yang sudah ada
dalam Undang-undang maupun yang belum, asalkan tidak
commit to user
Pasal–pasal ini dari hukum perjanjian dikatakan sebagai
hukum pelengkap, yang berarti bahwa pasal-pasal tersebut dapat
disingkirkan jika memang dikehendaki oleh para pihak yang
membuat suatu perjanjian. Para pihak dapat mengatur sendiri
kepentingannya dalam perjanjian yang dibuat. Bila mereka tidak
mengaturnya barulah mereka akan tunduk pada Undang-undang.
2) Azas Konsesualisme (Konsesualitas atau Kesepakatan Para
Pihak)
Azas ini diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Dalam pasal
itu disebutkan bahwa untuk sahnya perjanjian apabila sudah
terjadi kesepakatan antara para pihak. Arti dari azas
konsesualisme adalah pada dasarnya suatu perjanjan timbul pada
detik tercapainya kesepakatan antara kedua pihak yang
melakukan perjanjian mengenai hal-hal pokok dan tidak
memerlukan lagi formalitas. Jadi dapat dikatakan bahwa azas
konsesualisme merupakan suatu sendi yang mutlak dari suatu
perjanjian.
Terhadap azas konsesualisme ini terdapat pengecualian yaitu
apabila dalam Undang-undang telah ditetapkan
formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian, atas
ancaman batalnya perjanjian tersebut jika tidak menuruti bentuk
cara yang dimaksud, misalnya tentang perjanjian penghibahan
commit to user
3) Azas Kekuatan Mengikat
Disebut juga Azas Pacta Sunt Servanda. Azas ini tercantum
dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata yang isinya bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah adalah berlaku sebagai
Undang-Undang bagi yang membuatnya. Terikatnya para pihak pada suatu
perjanjian tidak semata-mata terbatas pada apa yang
diperjanjikan, tapi juga unsur lain sepanjang dikehendaki oleh
kebiasaan dan kepatutan secara moral. Para pihak harus
melaksanakan apa yang telah mereka sepakati sehingga perjanjian
itu berlaku sebagai Undang-undang.
4) Azas Personalitas
Azas personalitas ini dapat kita terjemahkan sebagai azas
kepribadian, yang berarti bahwa pada umumnya tidak seorang
pun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1315 dan 1340 KUHPerdata.
Terhadap azas personalitas ini ada pengecualiannya, yaitu tentang
“derben-beding” atau perjanjian untuk pihak ketiga. Dalam hal ini
seorang membuat perjanjian, di mana dalam perjanjian tersebut ia
memperjanjikan hak-hak bagi orang lain. Apa yang telah
diperjanjikan tidak dapat ditarik kembali jika pihak ketiga
commit to user
5) Azas Itikad Baik
Semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Mengenai itikad baik dibedakan menjadi itikad baik yang
subyektif dan itikad baik yang oyektif.
Itikad baik yang subyektif diartikan sebagai kejujuran
seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa
yang terletak pada sikap batin seseorang dalam melakukan
perbuatan hukum tersebut, sedangkan itikad baik yang obyektif
diartikan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian didasarkan atas
norma kepatutan atau sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat.
6) Azas Kepercayaan
Seseorang mengadakan perjanjian dengan pihak lain,
menimbulkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu
sama lain akan memegang janjinya atau akan memenuhi
prestasinya dikemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka
perjanjian tidak mungkin diadakan oleh para pihak. Dengan
kepercayaan, kedua pihak mengikatkan dirinya dan suatu
perjanjian mempunyai kekuatan mengikat seperti suatu
commit to user 3. Tinjauan Umum Kredit
a. Pengertian Kredit
Secara etimologi, istilah kredit berasal dari Bahasa latin, yaitu
"credere", yang berarti kepercayaan. Dalam kamus Besar Bahasa
Indonesia, kredit adalah pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang
diizinkan oleh bank atau badan lain.
Menurut beberapa pendapat para ahli ilmu hukum, seperti:
1. J.A.Lavy, merumuskan arti kredit adalah menyerahkan secara
sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh
penerima kredit.
2. Drs. Muchdarsyah Sinungan, kredit adalah suatu prestasi yang
diberikan oleh satu pihak kepada pihak lainnya, dimana prestasi akan
dikembalikan lagi pada masa tertentu yang akan diserahi dengan
suatu kontraprestasi berupa bunga.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan,
pengertian kredit diatur dalam Pasal 1 angka 12, "kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat di persamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan,
atau pembagian hasil keuntungan". Sedangkan dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 (Undang-Undang yang Diubah), pengertian
commit to user
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain, yang mewajibkan pihak lain untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga". Pasal 1 butir
12 Undang-Undang yang Diubah, merumuskan pengertian "pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syari'ah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan
kesepakatan antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak
yang dibiayai untuk melunasi uang atau tagihan tersebut, setelah jangka
waktu yang tertentu dengan imbalan atau bagi hasil".
Prinsip Syari'ah, menurut Pasal 1 butir 13 Undang-Undang yang
Diubah, adalah aturan perjanjian berdasarkan Hukum Islam antara bank
dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan
usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syaria'ah,
antara lain: mudharabah, musharaqah, murabahah, ijarah, dan ijarah wa
iqtina.
Dari defenisi diatas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa unsur-unsur
kredit adalah:
1. Kepercayaan
Adanya keyakinan dari pihak bank terhadap prestasi yang
diberikan kepada nasabah debitur yang akan dilunasinya sesuai
commit to user
2. Jangka Waktu
Adanya jangka waktu antara pemberian kredit dan pelunasannya,
dimana jangka waktu tersebut sebelumnya telah ditentukan terlebih
dahulu, berdasarkan kesepakatan bersama.
3. Prestasi
Adanya objek berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat
tercapainya kesepakatan dalam perjanjian pemberian kredit antara
bank dengan nasabah debitur, berupa bunga atau imbalan.
4. Risiko
Adanya jangka waktu antara pemberian kredit dan pelunasannya,
memungkinkan adanya risiko dalm perjanjian kredit tersebut. Untuk
itu, untuk mencegah terjadinya risiko tersebut maka diadakan
pengikatan jaminan/agunan yang dibebankan kepada pihak nasabah
debitur.
b. Tujuan kredit
1. Untuk mencari keuntungan bagi bank/kreditur, berupa pemberian
bunga, imbalan, biaya administrasi, provisi, dan biaya-biaya lainnya
yang dibebankan kepada nasabah debitur.
2. Untuk meningkatkan usaha nasabah debitur. Bahwa dengan adanya
pemberian kredit berupa pemberian kredit investasi atau kredit