• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TATANIAGA BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus : Kel. Haranggaol, Kec. Haranggaol Horison, Kab. Simalungun) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS TATANIAGA BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) (Studi Kasus : Kel. Haranggaol, Kec. Haranggaol Horison, Kab. Simalungun) SKRIPSI"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

Simalungun)

SKRIPSI

OLEH:

HASTRI YUNITA NASUTION 130304065

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

Simalungun)

SKRIPSI

OLEH:

HASTRI YUNITA NASUTION 130304065

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)
(4)
(5)

Hastri Yunita Nasution (130304065) dengan judul skripsi ”Analisis Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun“. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S dan Ibu Emalisa, S.P, M.Si. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui saluran tataniaga bawang merah, fungsi- fungsi yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga, biaya, margin serta keuntungan yang diterima oleh tiap lembaga tataniaga di masing-masing saluran dan untuk mengetahui apakah saluran tataniaga bawang merah didaerah penelitian sudah efisien. Metode penentuan daerah dilakukan secara purposive. Pengambilan sampel dilakukan metode Accidental Sampling dengan sampel petani sebanyak 30 sampel. Untuk lembaga tataniaga yang terlibat ditentukan dengan metode Snowball Sampling dimana terdapat 2 sampel pedagang pengumpul, 8 sampel pedagang besar, dan 9 sampel pedagang pengecer. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk menganalisis pola saluran tataniaga bawang merah di daerah penelitian dan fungsi-fungsi yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga bawang merah disana, analisis margin tataniaga, dan analisis efisiensi tataniaga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat empat saluran tataniaga di daerah penelitian, yaitu: petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen, petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – konsumen, petani – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen dan petani – pedagang pengecer – konsumen.

Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga adalah fungsi pembelian, penjualan, pengangkutan, pengolahan, penyimpanan, penanggungan resiko, pembiayaan, standardisasi dan grading serta informasi pasar. Saluran tataniaga di daerah penelitian sudah efisien (Ep < 50%).

Kata Kunci: tataniaga, bawang merah, biaya, margin, keuntungan, efisiensi

(6)

Hastri Yunita Nasution (130304065).The title of the thesis, “An Analysis on Marketing Onions (Allium ascalonicumL.) at Haranggaol Village, Haranggaol Horison Sub-district, Simalungun Regency.” The research was supervised by Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S. and Emalisa, S.P., M.Si. The objective of the research was to find out the marketing channel of onions, the function of each marketing institution, cost, margin, and profit received by each marketing institution in each marketing channel, and to find out whether marketing channel at the research area was efficient. The research area was determined purposively. The samples were 30 farmers, taken by using accidental sampling technique. In the marketing institution, there were two samples of agents, 8 samples of wholesalers, and 9 samples of retailers. The data were analyzed descriptively in analyzing the channel pattern of marketing onions in the research area and the functions of each onion marketing institution, analysis of marketing margin, and its efficiency.

The result of the research showed that there were four marketing channels in the research area: farmers-agents – wholesalers – retailers - consumers; farmers- agents – wholesalers – consumers; farmers – wholesalers – retailers - consumers and farmers - consumers. The functions of each marketing institution were buying, selling, transportation, processing, storing, risk taking, financing, standardizing and grading, and market information. Marketing channel in the research area was efficient (Ep < 50%).

Keywords: Marketing, Onion, Financing, Margin, Profit, Efficiency

(7)

Hastri Yunita Nasution, lahir pada tanggal 17 Juni 1996 di Perlanaan sebagai anak

kedua dari dua bersaudara dari pasangan S.Nasution (Alm) dan Elviaros. Pendidikan yang pernah ditempuh adalah sebagai berikut:

1. Sekolah Dasar Negeri 096753, Desa Perlanaan, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara tamat tahun 2007.

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bandar,Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara tamat tahun 2010.

3. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bandar,Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara tamat tahun 2013.

4. Masuk Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur SNMPTN tahun 2013 di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

4. Melakukan Praktek Kerja Lapangan ( PKL ) bulan Juni – Juli tahun 2016 di Desa Sei Bamban, Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai.

Kegiatan organisasi yang pernah diikuti adalah :

1. Anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) Tahun 2013 s/d 2017.

2. Anggota Forum Silahturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM - SEP) Tahun 2014

3. Sekretaris pada acara Hari Ulang Tahun IMASEP Tahun 2015.

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Tataniaga Bawang Merah(Allium Ascalonicum L.)”(Studi Kasus: Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun) dengan baik sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.Sselaku ketua komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan nasehat dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Emalisa, S.P, M.Siselaku anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan nasehat dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. M. Jufri selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

5. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda S. Nasution (Alm) dan Ibunda Elviaros yang telah memberikan banyak perhatian, kasih sayang, motivasi, nasehat, do’a serta dukungan baik dukungan moril mupun dukungan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebik-baiknya.

6. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis serta seluruh staf pengajar dan pegawai tata usaha di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membantu seluruh proses administrasi.

7. Seluruh instansi dan responden yang terkait dengan penulisan skripsi yaitu Bapak Rikson Saragih selaku PPL di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol

(9)

membantu penulis mengumpulkan data dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juni 2017

Penulis

(10)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanaman Bawang Merah ... 6

2.2. Prospek Tanaman Bawang Merah ... 7

2.3. Penelitian Terdahulu ... 8

2.4. Landasan Teori... 10

2.4.1. Pengertian, Ruang Lingkup dan Saluran Tataniaga ... 10

2.4.2. Fungsi dan Lembaga Tataniaga ... 13

2.4.3. Biaya, Marjin, dan Keuntungan Tataniaga ... 13

2.4.4. Efisiensi Tataniaga ... 14

2.5. Kerangka Pemikiran... 16

2.6. Hipotesis Penelitian ... 17

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Lokasi ... 18

3.2. Metode Penentuan Populasi dan Sampel ... 19

3.3. Metode Pengambilan Data ... 20

3.4. Metode Analisis Data ... 21

3.5. Definisi Operasional ... 24

3.5. Batasan operasional ... 25

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 26

(11)

4.2. Karakteristik Petani Sampel ... 30

4.3. Karakteristik Pedagang Pengumpul... 30

4.4. Karakteristik Pedagang Besar ... 31

4.5. Karakteristik Pedagang Pengecer ... 32

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pola Saluran Tataniaga Bawang Merah ... 33

5.2. Lembaga dan Fungsi Tataniaga Bawang Merah di Daerah Penelitian ... 36

5.3. Analisis Biaya, Margin dan Keuntungan Tataniaga Bawang Merah di Daerah Penelitian ... 38

5.4. Efisiensi Tataniaga Bawang Merah di Daerah Penelitian... 46

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 48

6.2. Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

No Judul Halaman 1. Luas panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah

di Kabupaten Simalungun Tahun 2012 – 2015

2 2. Harga Bawang Merah Di Tingkat Petani dan Pasar Pada

Bulan Juni – Desember 2016 Di Kabupaten Simalungun

3 3. Luas panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di

Kabupaten Simalungun Berdasarkan Kecamatan Tahun 2015 Matriks Penelitian

19 4.

21 5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di

Kelurahan Haranggaol Tahun 2016

27 6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di

Kelurahan Haranggaol Tahun 2016

27 7. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Terakhir di Kelurahan Haranggaol Tahun 2016

28 8. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Mata

Pencaharian Penduduk di Kelurahan Haranggaol Tahun 2016

28 9. Sarana dan Prasarana di Kelurahan Haranggaol Tahun 2016 29 10. Karakteristik Petani Sampel di Kelurahan Haranggaol 30 11. Karakteristik Pedagang Pengumpul di Kelurahan Haranggaol 30

12. Karakteristik Pedagang Besar 31

13. Karakteristik Pedagang Pengecer 32

14.

15.

Distribusi Petani Bawang Merah pada Setiap Saluran Volume PenjualanBawangMerah di KelurahanHaranggaol

35 36 16. Fungsi-FungsiTataniaga Yang DilakukanOlehMasing-

MasingLembagaTataniagaBawangMerah Di Daerah Penelitian

37

17. AnalisisBiaya, MargindanKeuntunganTataniagaPadaSaluran I

39 18. AnalisisBiaya, MargindanKeuntunganTataniagaPadaSaluran

II

41 19. AnalisisBiaya, MargindanKeuntunganTataniagaPadaSaluran

III

43 20.

21.

AnalisisBiaya, MargindanKeuntunganTataniagaPadaSaluran IV

Efisiensi Masing-Masing Saluran Tataniaga Bawang Merah

45 47

(13)

No Judul Halaman

1. Skema Saluran Tataniaga Hasil Pertanian 12

2. Kerangka Pemikiran 16

3. PolaSaluranTataniagaBawangMerah Di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten

Simalungun

33

(14)

No Uraian 1. Kuesioner

2. Karakteristik Petani Bawang Merah di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun Tahun 2017

3. Karakteristik Pedagang Pengumpul Desa di Kelurahan Haranggaol 4. Karakteristik Pedagang Besar Bawang Merah

5. Karakteristik Pedagang Pengecer Bawang Merah

6. Biaya Penggunaan Bibit Bawang Merah per Petani di Kelurahan Haranggaol Selama Satu Musim Tanam

7. Biaya Penggunaan Pupuk pada Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Samosir Selama Satu Musim Tanam

8. Biaya Penggunaan Pestisida per Petani di Kelurahan Haranggaol Selama Satu Musim Tanam

9. Curahan dan Biaya Tenaga Kerja Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam di Daerah Penelitian

10. Biaya Sarana Produksi Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam di Daerah Penelitian

11. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam di Daerah Penelitian

12. Biaya Produksi Petani Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam di Daerah Penelitian

Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Daerah Penelitian Selama Satu Musim Tanam

13. Pendapatan Usahatani Bawang Merah Per Petani Di Daerah Penelitian Selama Satu Musim Tanam

14. Analisis Usahatani Bawang Merah Selama Satu Musim Tanam Di Daerah Penelitian

15. Volume Pembelian Dan Biaya Tata Niaga Pedagang Pengumpul Bawang Merah Di Daerah Penelitian (Saluran I)

16. Volume Pembelian Dan Biaya Tata Niaga Pedagang Besar Bawang Merah (Saluran I)

17. Volume Pembelian Dan Biaya Tata Niaga Pedagang Pengecer Bawang Merah Di Daerah Penelitian (Saluran I)

18. Volume Pembelian Dan Biaya Tata Niaga Pedagang Pengumpul Bawang Merah Di Daerah Penelitian (Saluran II)

19. Volume Pembelian dan Biaya Tata Niaga Pedagang Besar Bawang Merah di Daerah Penelitian (Saluran II)

20. Volume Pembelian dan Biaya Tata Niaga Pedagang Besar Bawang Merah di Daerah Penelitian (Saluran III)

21. Volume Pembelian dan Biaya Tata Niaga Pedagang Pengecer Bawang Merah di Daerah Penelitian (Saluran III)

22. Volume Pembelian dan Biaya Tata Niaga Pedagang Pengecer Bawang Merah di Daerah Penelitian (Saluran IV)

23. Foto

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman hortikultura merupakan komoditas yang memiliki masa depan cerah dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia di waktu mendatang. Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomis tinggi ialah bawang merah.

Bawang merah memiliki arti penting bagi masyarakat Indonesia karena selain memiliki nilai ekonomis yang tinggi namun juga banyak memiliki manfaat.

Kehadirannya pun tidak dapat dihindari oleh konsumen rumah tangga sebagai pelengkap bumbu masakan sehari-hari.

Permintaan bawang merah di Indonesia, khususnya Sumatera Utara terus meningkat, mengingat semakin banyaknya usaha rumah makan milik masyarakat yang berdiri. Namun kondisi tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan produksi bawang merah itu sendiri. Padahal Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi penghasil bawang merah terbesar selain provinsi Jawa Tengah, Sumatera Barat, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.

Beberapa kabupaten yang ada di Sumatera Utara seperti Simalungun, Dairi, dan Tapanuli Utara merupakan daerah sentra penghasil bawang merah di Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun sebagai daerah sentra penghasil bawang merah terbesar di Sumatera Utara memiliki rata-rata produksi yang bersif

(16)

at fluktuatif namun cenderung menurun selama tahun 2012-2015. Kondisi ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Simalungun Tahun 2012 – 2015

Tahun Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha) 2012

2013 2014 2015

457 165 125 183

5750 1868 1602 2167

12,52 11,32 12,82 11,84

Sumber : Berita Resmi Statistik Provinsi Sumatera Tahun 2015, Badan Pusat Statistik Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun Tahun 2015 (Diolah)

Dari Tabel 1. dapat diketahui bahwa pada tahun 2012 rata-rata produktivitas bawang merah mencapai 12,52 ton/ha dan pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 1,2 ton menjadi 11,32 ton/ha, kemudian pada tahun 2014 mengalami kenaikan menjadi 12,82 ton/ha namun kembali mengalami penurunan di tahun 2015 menjadi 11,84 ton/ha.

Setiap produk yang memiliki nilai ekonomis pasti memerlukan proses pemasaran karena meskipun produk tersebut memiliki produksi yang sangat tinggi namun tidak dapat dipasarkan dengan baik dan efisien, maka hal tersebut akan sia-sia saja. Pemasaran yang efisien itu adalah apabila mampu menyampaikan produk tersebut hingga ke tangan konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan juga keuntungan yang diperoleh dapat didistribusikan secara adil pada masing- masing lembaga pemasaran.

Permasalahan yang sering muncul dalam tataniaga biasanya adalah terdapat perbedaan yang cukup besar antara harga di tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen. Hal ini juga terjadi pada bawang merah. Harga bawang merah

(17)

berfluktuaktif setiap bulannya. Fluktuasi harga bawang merah tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. berikut ini:

Tabel 2. Harga Bawang Merah Di Tingkat Petani dan Pasar Pada Bulan Januari – Desember 2016 Di Kabupaten Simalungun

Bulan Harga Petani (Rp/Kg) Harga Pasar (Rp/Kg)) Januari

Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

20.000 20.000 25.000 30.000 35.000 27.000 30.000 30.000 25.000 25.000 25.000 20.000

36.000 29.000 39.500 38.000 40.000 32.500 34.500 35.300 32.000 28.500 31.000 25.400 Sumber: www.hargasumut.org, 2016 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa harga bawang merah dari bulan ke bulan terus berfluktuasi atau mengalami perubahan. Harga tertinggi baik di tingkat petani maupun di tingkat pasar terjadi pada bulan Mei dengan angka masing-masing Rp. 35.000,-/Kgdan Rp. 40.000,-/Kg sedangkan harga terendah baik di tingkat petani maupun di tingkat pasar terjadi pada bulan Desember dengan angka masing-masing Rp. 20.000,-/Kgdan Rp. 25.400,-/Kg. Fluktuasi harga bawang merah tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Dari tabel di atas juga dapat diketahui bahwa harga di tingkat pasar dengan harga di tingkat petani memiliki selisih yang cukup besar. Pada bulan Januari, selisih harga antara petani dengan harga di pasar adalah sebesar Rp. 6.000,-. Pada bulan Februari, selisih harga antara petani dengan harga di pasar adalah sebesar Rp.

9.000,-. Pada bulan Maret, selisih harga antara petani dengan harga di pasar adalah sebesar Rp. 14.500,-. Pada bulan April, selisih harga antara petani dengan

(18)

harga di pasar adalah sebesar Rp. 8.000,-. Pada bulan Mei, selisih harga antara petani dengan harga di pasar adalah sebesar Rp. 5.000,-. Pada bulan Juli sebesar Rp. 4.500,-, bulan Agustus sebesar Rp. 5.300,-, bulan September sebesar Rp.

7.000,-, pada bulan Oktober sebesar Rp. 3.500,-, bulan November sebesar Rp.

6.000,-dan pada bulan Desember memliki selisih harga sebesar Rp. 5.400,-. Oleh karena itulah, peneliti ingin melakukan penelitian tentang “Analisis Tataniaga Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)” di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun untuk mengetahui bagaimana proses pemasaran bawang merah di sana.

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka masalah yang dapat dirumuskan dari penelitian ini ialahsebagai berikut:

1. Bagaimana pola saluran tataniaga bawang merah di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun?

2. Fungsi apa sajakah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dalam kegiatan pemasaran bawang merah di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun?

3. Bagaimana biaya, margin serta keuntungan yang diterima oleh tiap lembaga tataniaga di masing-masing saluran tataniaga?

4. Apakah saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun sudah efisien?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut :

(19)

1. Untuk mengetahui pola saluran tata niaga bawang merah di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun.

2. Untuk mengetahui fungsi apa saja yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat kegiatan pemasaran komoditas bawang merah di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun.

3. Untuk mengetahui biaya, margin serta keuntungan yang diterima oleh tiap lembaga tataniaga di masing-masing saluran tataniaga.

4. Untuk mengetahui apakah saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun sudah efisien?

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini ialah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi bagi para petani mengenai seluk beluk bawang merah dan memiliki usaha tani bawang merah cukup menguntungkan.

2. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi pemerintah untuk membuat kebijakan mengenai upaya peningkatan kesejahteraan petani dengan lebih mengefisienkan rantai tata niaga bawang merah dan agar petani mau meningkatkan produksi bawang merahnya sehingga kita tidak perlu mengimpor bawang merah lagi.

3. Sebagai bahan informasi dan bahan referensi mengenai tata niaga bawang merah, baik untuk kepentingan akademis maupun ekonomisnya.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

Tanaman bawang merah diperkirakan berasal dari kawasan Asia. Sebagian referensi menyebutkan secara spesifik bahwa bawang merah berasal dari Asia Tengah, khususnya india.Ada juga referensi lain yang mengatakan bahwa asal- usul tanaman ini adalahdari Asia Barat dan mediterania yang selanjutnya berkembang ke Mesir dan Turki (Jaelani, 2007).

Bangsa Mesir sudah mengenalnya sejak 3200-2700 SM, bangsa Yunani Kuno sejak 2100 SM, sedangkan di Israel telah ditemukan sejak 1500 SM. Hal ini dapat diketahui dari bukti-bukti peninggalan sejarah seperti patung, tugu dan batu-batu

pada jaman dinasti Mesir, Yunani Kuno, Israel dan lain-lain (Rahayu dan Nur 1999).

Bawang merah termasuk jenis tanaman semusim (berumur pendek) dan berbentuk rumpun. Tinggi tanaman berkisar antara 15-25 cm, berbatang semu, berakar serabut pendek yang berkembang di sekitar permukaan tanah, dan perakarannya dangkal, sehingga bawang merah tidak tahan terhadap kekeringan. Daunnya berwarna hijau berbentuk bulat, memanjang seperti pipa, dan bagian ujungnya meruncing. Daun yang baru bertunas belum tampak lubang didalamnya, dan baru kelihatan setelah tumbuh membesar. Pada cakram (discus) diantara lapis kelopak

(21)

daun terdapat tunas lateral atau anakan, sementara di tengah cakram adalah tunas utama (inti tunas). Di lingkungan yang cocok, tunas-tunas lateral akan membentuk cakram baru sehingga terbentuk umbi lapis. Sedangkan tunas utama (tunas apikal) yang tumbuhnyna lebih dulu, kelak menjadi bakal bunga (primordia bunga).

Keadaan ini menunjukkan bahwa tanaman bawang merah bersifat merumpun.

Setiapumbi yang tumbuh dapat menghasilkan sebanyak 2-20 tunas baru dan akan tumbuh berkembang menjadi anakan yang masing-masing juga menghasilkan umbi (Samadi dan Bambang, 2005).

Tangkai daun keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara 30-90 cm, dan diujungnya terdapat 50-200 kuntum bunga yang tersusun melingkar (bulat) seolah-olah berbentuk payung (umbrella). Tiap kuntum bunga terdiri atas 5-6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau kekuning-kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitiga.

Bawang merah memiliki bunga yang sempurna (hermaphrodite).

Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji agak pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji bawang merah dapat dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif (Rukmana, 1994).

2.2. Prospek Usaha Bawang Merah

Kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan daya belinya. Agar kebutuhannya dapat selalu terpenuhi maka harus diimbangi dengan jumlah produksinya. Saat ini produksi bawang merah lebih banyak diproyeksikan untuk kebutuhan dalam

(22)

negeri, sedang untuk ekspor jumlahnya masih relatif rendah.Walaupun kebutuhan dan jumlah produksi bawang merah terus meningkat, di sisi lain ada beberapa kendala dalam usaha bawang merah. Salah satu kendala utama adalah terjadinya fluktuasi harga yang tidak menentu. Turun naiknya harga tidak bisa dipastikan, tergantung dari kondisi pasar. Setiap daerah pada umumnya memiliki kondisi pasar yang berbeda-beda sehingga dapat mengakibatkan perbedaan harga antara daerah satu dengan daerah yang lainnya.

Pengusahaan bawang merah oleh para petani pada umumnya dilakukan 3 kali dalam setahun, yakni 2 kali pada musim kemarau (April – September) dan sekali pada musim hujan (Oktober – Desember). Lamanya waktu pengelolaan, mulai dari pengolahan tanah sampai dengan panen dan pengeringan, sekitar 3 bulan.

Dengan demikian, musim tanam akan terjadi pada bulan April, Juli dan Oktober.

Sedang musim panen pada bulan Juni, September dan Desember. Informasi harga bawang merah dapat dipantau setiap saat melalui media informasi. Menurut perkiraan Dinas Pertanian Kabupaten Brebes, harga bawang merah di tahun-tahun mendatang akan cenderung mengalami peningkatan seiring dengan jumlah kebutuhan yang semakin meningkat. Hal ini tentunya akan memberikan kabar yang baik dalam mengusahakan komoditi bawang merah (Rahayu dan Nur, 1999).

2.3. Penelitian Terdahulu

Menurut hasil penelitian Wacana (2011) mengenai Analisis Tataniaga Bawang Merah Di Kelurahan Brebes, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, diketahui terdapat empat saluran tataniaga, yaitu :

(23)

Saluran I : Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengirim Pedagang Besar non Lokal (Sumatera) Pedagang Pengecer non Lokal (Sumatera) Konsumen non Lokal

Saluran II : Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengirim Pedagang Besar non Lokal (Jawa) Pedagang Pengecer non Lokal (Jawa) Konsumen non Lokal

Saluran III : Petani Pedagang Besar Lokal Pedagang Pengirim Lokal Konsumen Lokal

Saluran IV : Petani Pedagang Pengecer Lokal Konsumen Lokal

Dari ketiga saluran tataniaga diatas, saluran tataniaga IV secara ekonomis paling efisien dibandingkan dengan saluran tataniaga I, II dan saluran tataniaga III. Hal ini disebabkan semakin rendah marjin pemasaran, semakin tinggi bagian yang diterima petani (farmer’s share) dan semakin pendek saluran pemasaran maka saluran pemasaran semakin efisien. Namun pada saluran tataniaga IV jumlah petani yang terlibat masih relatif sedikit.

Deasy Sitanggang (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Tataniaga Bawang Merah di Kabupaten Samosir mengatakan bahwa di Kabupaten Samosir terdapat tiga saluran pemasaran yang terdiri dari:

Saluran I : Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Provinsi Saluran II : Petani Pedagang Besar Pedagang Pengecer Konsumen Saluran III : Petani Konsumen

Saluran tataniaga di daerah penelitian tersebut dinilai sudah efisien dimana nilai e yang diperoleh sebesar 1,275 dan 1,019 (e > 1).

(24)

Menurut penelitian Fajar Siringo-ringo, (2014) dengan judul Analisis Tataniaga Bawang Merah di Kecamatan Silihsabungan, Kabupaten Dairi, terdapat dua saluran tataniaga, yaitu :

Saluran I : Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Pengecer Konsumen Akhir

Saluran II : Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Pedagang Pengecer Konsumen Akhir

Saluran tataniaga di daerah penelitian tersebut dinilai sudah efisien dimana nilai e yang diperoleh sebesar 1,07 dan 1,30 (e > 1).

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat diketahui lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran bawang merah serta pendeknya saluran pemasaran bawang merah merupakan salah satu faktor penentu efisiensi pemasaran yang dilakukan. Ketiga hasil penelitian tersebut dapat dijadikan acuan bagi peneliti untuk menganalisis tataniaga bawang merah di Desa Purba saribu, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun.

2.4. Landasan Teori

2.4.1. Pengertian,Ruang Lingkup dan Saluran Tataniaga

Perekonomian yang menyangkut persoalan cara kita berpencaharian dan cara kita hidup, dapat dibagi ke dalam tiga aspek pokok, yaitu produksi, distribusi (marketing) dan konsumsi. Dalam pengertian ekonomi, produksi dan distribusi (marketing) adalah kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan barang dan jasa, sedang konsumsi adalah kegiatan yang bertalian dengan penurunan kegunaan dari barang dan jasa.

(25)

Istilah pemasaran dan tataniaga yang sering didengar dalam ucapan sehari-hari di negeri kita adalah terjemahan dari kata “marketing”. Karena tataniaga adalah kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan dari barang dan jasa, maka tataniaga termasuk tindakan atau usaha yang produktif.

Kegunaan yang diciptakan oleh kegiatan tataniaga adalah kegunaan tempat, kegunaan waktu dan kegunaan pemilikan. Kegunaan waktu berarti bahwa barang- barang mempunyai faedah (yang lebih besar) setelah terjadi perubahan waktu.

Kegunaan tempat berarti bahwa barang-barang itu mempunyai faedah atau kegunaan yang lebih besar karena perubahan tempat. Kegunaan pemilikan berarti bahwa barang-barang mempunyai kegunaan (yang lebih besar) karena beralihnya hak milik atas barang. Berdasarkan uraian diatas, tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan bergeraknya barang- barang dan jasa dari produsen sampai konsumen. Dan tujuan akhir dari tataniaga

adalah menempatkan barang-barang ke tangan konsumen akhir (Hanafiah dan Saefuddin, 1983).

Paul dan Jones dalamSihombing (2011) mengatakan “Marketing is the creation of time, place and possision (ownership) utilities (tataniaga merupakan penciptaan nilai-nilai guna atas waktu, tempat dan milik)” serta “Marketing moves goods from place and effects changes in ownership of buying and selling them (tataniaga menggerakkan barang-barang dari suatu tempat ke tempat lain dan mengakibatkan perubahanperpindahan milik melalui jalan pembelian atau penjualan)”.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tataniaga atau marketing itu meliputi kegiatan-kegiatan yang sangat luas sekali, diantaranya : kegiatan pembelian (buying), kegiatan menjual (selling), kegiatan pembungkusan

(26)

(packing), kegiatan pemindahan (transport), kelancaran arus barang dan jasa dan lain sebagainya. Atau dengan lebih singkat tataniaga adalah segala kegatan yang bersangkutpaut dengan semua aspek proses yang terletak diantara fase kegiatan sektor produksi barang-barang dan jasa-jasa sampai kegiatan sektor konsumen.

Jadi, marketing ini merupakan suatu kegiatan moving process atau moving activities (Sihombing, 2011).

Bergeraknya barang-barang atau jasa-jasa dari sektor produksi ke sektor konsumen akan membentuk suatu “perjalanan”. Jalan yang ditempuh barang atau jasa tersebut akan mengalami perpindahan “tangan” atau “hak” (ownership utility), satu, dua atau sejumlah “tangan”. Jalan atau saluran yang dijalani atau ditempuh oleh barang-barang dan jasa-jasa ini disebut mata rantai saluran tataniaga (marketing channel). Sering juga disingkat dengan mata rantai tataniaga atau saluran tataniaga saja. Bentuk channel tataniaga hasil pertanian dapat bervariasi menurut komoditinya. Secara umum, bentuk saluran tataniaga hasil pertanian adalah sebagai berikut :

Petani/Produsen Pedagang Pengumpul I Pedagang Perantara I

Pedagang Perantara II Pedagang Besar Grosir Pedagang Sub Grosir Pengecer

Konsumen Gambar 1. Skema Saluran Tataniaga

(27)

2.4.2. Fungsi dan Lembaga Tataniaga

Tataniaga merupakan suatu proses dari pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan yang tertuju untuk memindahkan barang-barang atau jasa-jasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi. Kegiatan-kegiatan ini disebut fungsi tataniaga.

Pada umumnya, fungsi tataniaga dikelompokkan sebagai berikut : 1. Fungsi pertukaran (penjualan dan pembelian).

2. Fungsi pengadaan secara fisik (pengangkutan dan penyimpanan).

3. Fungsi pelancar (permodalan, penanggungan resiko, standardisasi dan grading serta informasi pasar).

Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga yang mana barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Kedalam istilah lembaga tataniaga ini termasuk golongan

produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa (Hanafiah dan Saefuddin, 1983).

2.4.3. Biaya, Marjin dan Keuntungan Tataniaga

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran.

Biaya pemasaran meliputi biaya angkut, biaya pengeringan, penyusutan, retribusi dan lainnya. Besarnya biaya ini berbeda satu sama lain disebabkan karena macam komoditi, lokasi pemasaran dan macam lembaga pemasaran dan efektivitas pemasaran yang dilakukan. Seringkali komoditi pertanian yang nilainya tinggi diikuti dengan biaya pemasaran yang tinggi pula. Peraturan pemasaran di suatu daerah juga kadang-kadang berbeda satu sama lain.Begitu pula macam lembaga pemasaran dan efektivitas pemasaran yang dilakukan. Makin efektif pemasaran

(28)

yang dilakukan, maka akan semakin kecil biaya pemasaran yang dikeluarkan (Soekartawi, 1993).

Margin adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan perbedaan harga yang dibayar kepada penjual pertama dan harga yang dibayara oleh pembeli terakhir. Sebagai contoh, apabila harga pembelian suatu produk oleh suatu perusahaan (lembaga tataniaga) Rp. 500,- per kilogram dan harga penjualannya Rp. 750,- maka marjin yang dicapai lembaga yang bersangkutan adalah Rp.250,- (Hanafiah dan Saefuddin, 1983).

Marketing margin (marjin tataniaga) terdiri dari berbagai macam ongkos dalam menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Jadi, marketing margin itu terdiri dari berbagai marjin seperti retail margin, yaitu selisih harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang dibayarkan oleh si pengecer, profit margin yaitu besarnya keuntunganbalas jasa yang diterima oleh setiap middlemen atau lembaga tataniaga dan lain-lain (Sihombing, 2011).

Analisis margin tataniaga dapat digunakan untuk mengetahui distribusi margin pemasaran yang terdiri dari biaya dan keuntungan dari setiap aktivitas lembaga tataniaga yang berperan aktif serta untuk mengetahui bagian harga (farmer share) yang diterima petani (Siringo-ringo, 2014).

2.4.4.Efisiensi Tataniaga

Menurut Mubyarto (1987) dalam Sihombing (2011), dikatakan sistem tataniaga efisien apabila memenuhi dua syarat, yaitu (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang

(29)

dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang tersebut.Menurut Downey dan Erickson, (1992) bahwa semakin panjang rantai pemasaran yang digunakan oleh suatu lembaga akan semakin tidak efisien.

Sistem pemasaran yang tidak efisien akan mengakibatkan kecilnya bagian dari bagian yang diterima oleh produsen. Jadi, besarnya harga yang dibayar oleh konsumen dan yang diterima oleh produsen dapat dijadikan ukuran efisiensi tataniaga. Suatu pemasaran yang efisien berarti terciptanya keadaan dimana diperolehnya kepuasan bagi semua pihak yaitu pihak-pihak produsen (petani), lembaga-lembaga tataniaga dan pihak konsumen (Sihombing, 2011).

2.5. Kerangka Pemikiran

Dalam memasarkan produk bawang merahnya, tidak semua petani langsung memasarkannya ke konsumen. Ada petani yang memasarkan bawang merahnya melalui perantara pedagang pengumpul disekitar desa, lalu pedagang pengumpul menjualnya ke pedagang pengecer , barulah pedagang pengecer menjualnya ke konsumen. Ada juga petani yang menjual bawang merahnya ke pedagang pengecer, kemudian pedagang pengecer menjualnya ke konsumen. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam tataniaga bawang merah tersebut, terdapat tiga saluran tataniaga. Adanya saluran tataniaga yang beragam menyebabkan adanya perbedaan harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen atau dengan kata lain terdapat perbedaan marjin tataniaga yang mengakibatkan pula adanya perbedaan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang diperoleh oleh masing-masing lembaga tataniaga. Hal ini juga disebabkan karena adanya fungsi- fungsi tataniaga yang dilakukan masing-masing lembaga tataniaga seperti

(30)

pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan, informasi pasar, penanggungan resiko, satandardisasi dan grading. Adanya perbedaan marjin tataniaga di tiap saluran akan mempengaruhi efisiensi tataniaga bawang merah disana. Karena, semakin besar marjin tataniaganya, maka semakin kecil bagian yang diterima oleh petani sehingga proses tataniaga bawang merah tersebut belum dapat dikatakan efisien dan sebaliknya. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini:

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Petani Bawang Merah

Saluran I

Fungsi Penjualan dan Penanggungan resiko

Efisiensi Tataniaga Saluran II

Saluran III

Pedagang Pengumpul

Pedagang Pengecer

Konsumen

Pedagang Pengecer

Fungsi pembelian, penjualan, pengangkutan,

Penyimpanan dan Penanggungan resiko

Fungsi pembelian, penjualan, pengangkutan,

Penyimpanan dan Penanggungan resiko

Petani Bawang Merah Fungsi Penjualan dan Penanggungan resiko

Konsumen

Fungsi pembelian, penjualan, pengangkutan,

Penyimpanan dan Penanggungan resiko

Petani Bawang Merah Fungsi Penjualan dan Penanggungan resiko Konsumen

Biaya Tataniaga

Biaya Tataniaga

Biaya Tataniaga

Marjin Tataniaga

(31)

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang digunakan, maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut :

1. Saluran tataniaga bawang merah di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun sudah efisien.

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Lokasi

Pengambilan lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling (sengaja), yaitu mengambil dengan sengaja berdasarkan pertimbangantertentu. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun.Peneliti sengaja memilih Kabupaten Simalungun karena Kabupaten Simalungun merupakan daerah penghasil bawang merah terbesar di Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah produksi bawang merah sebanyak 2.167 ton/ha pada tahun 2015.

Sampel kecamatan di Kabupaten Simalungun dipilih dengan metode purposive sampling yaitu Kecamatan Haranggaol Horison dengan pertimbangan pada tahun 2015 Kecamatan ini terdapat budidaya tanaman bawang merah dengan produktivitas yang cukup tinggi yaitu 12,84 ton/ha dengan luas panen sebesar 40 Ha dan produksi sebanyak 512 ton.Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3, mengenai luas panen, rata-rata produksi, dan produksi bawang merah menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun pada tahun 2015.

Peneliti juga memilih Kelurahan Haranggaol sebagai lokasi penelitian dengan metode purposive sampling atau sengaja dan dengan pertimbangan bahwa di desa ini terdapat usaha budidaya tanaman bawang merah dan merupakan kelurahan yang paling banyak mengusahakan bawang merah.

(33)

Tabel 3. Luas panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Kabupaten Simalungun Berdasarkan Kecamatan Tahun 2015

No. Kecamatan

Luas Panen

(Ha)

Produksi (ton/ha)

Produktivitas (ton/ha)

1. Silimakuta 0 0 0

2. Pamatang Silimahuta 85 967 11,38

3. Purba 2 26 13

4. Haranggaol Horison 40 512 12,8

5. Dolok Pardamean 19 239 12,58

6. Sidamanik 0 0 0

7. Pamatang Sidamanik 6 77 12,83

8. Girsang Sipangan Bolon 4 51 12,75

9. Tanah Jawa 0 0 0

10. Hatonduhan 0 0 0

11. Dolok Panribuan 0 0 0

12. Jorlang Hataran 0 0 0

13. Panei 0 0 0

14. Panombean Panei 0 0 0

15. Raya 2 26 13

16. Dolok Silau 25 269 10,76

17. Silau Kahean 0 0 0

18. Raya Kahean 0 0 0

19. Tapian Dolok 0 0 0

20. Dolok Batu Nanggar 0 0 0

21. Siantar 0 0 0

22. Gunung Malela 0 0 0

23. Gunung Maligas 0 0 0

24. Hutabayu Raja 0 0 0

25. Jawa Maraja Bah Jambi 0 0 0

26. Pamatang Bandar 0 0 0

27. Bandar Huluan 0 0 0

28. Bandar 0 0 0

29. Bandar Masilam 0 0 0

30. Bosar Maligas 0 0 0

31. Ujung Padang 0 0 0

Kabupaten Simalungun 183 2167 11,84

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, 2015 (diolah).

3.2. Metode Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah petani bawang merah dan lembaga pemasaran bawang merah. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), jumlah sampel yang akan dianalisis harus mengikuti distribusi normal, dimana sampel

(34)

yang tergolong mengikuti distribusi normal adalah sampel yang jumlahnya lebih besar atau sama dengan 30 responden. Pengambilan sampel petani dilakukan dengan menggunakan metode Accidental Sampling yaitu pengambilan sampel dengan menentukan sampel berdasarkan orang yang ditemui secara kebetulan atau siapapun yang dipandang oleh peneliti cocok sebagai sumber data. Dalam penelitian ini sampel yang diambil sebanyak 30 responden dari 720 petani yang dianggap sudah mewakili.

Penentuan sampel lembaga tataniaga dalam penelitian ini juga dilakukan dengan metode snowball sampling yaitu dengan cara mengikuti arus komoditi bawang merah dari petani sampai konsumen, dimana dalam penelitian ini lembaga tataniaga yang berperan ialah pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang pengecer. Untuk pedagang pengumpul sampel yang diambil sebanyak 2 orang, sampel pedagang besar sebanyak 8 orang dan sampel pedagang pengecer sebanyak 9 orang.

3.3. Metode Pengambilan Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer berupa pengamatan dan wawancara langsung kepada petani, pedagang perantara dan konsumen. Data sekunder seperti luas lahan, produksi bawang merah dan produktivitas bawang merah diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti Kantor Camat Haranggaol Horison, Kantor Kelurahan haranggaol, Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun, Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara,Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, perpustakaan USU dan media elektronik seperti internet.

(35)

Untuk lebih jelasnya jenis data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Matriks Penelitian

No. Tujuan Penelitian Sumber Data yang Akan Dikumpulkan 1. Mengetahui pola saluran

tataniaga bawang merah di daerah penelitian

Petani, pedagang pengumpul, dan pedagang

pengecer.

Bentuk saluran tataniaga bawang merah di daerah penelitian

2. Mengetahui fungsi- fungsi apa sajakah yang dilakukan oleh lembaga tataniaga bawang merah di daerah penelitian

Petani, pedagang pengumpul, dan pedagang

pengecer.

Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga bawang merah di daerah penelitian

3. Mengetahui perbedaan marjin tataniaga dan distribusinya di masing- masing lembaga

tataniaga

Petani, pedagang pengumpul, dan pedagang

pengecer.

Harga bawang merah di masing-masing lembaga tataniaga serta biaya-biaya yang dikeluarkan.

4. Mengetahui apakah saluran tataniaga di daerah penelitian sudah efisien

Petani, pedagang pengumpul, pedagang

pengecer, buku dan internet.

Perbedaan hargadimasing- masing lembaga tataniaga sehingga dapat dihitung nilai efisiensinya.

5. Mengetahui produksi bawang merah di daerah penelitian.

Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun, Dinas Pertanian Provinsi

Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik Prvinsi Sumatera Utara.

Luas lahan, produksi dan produktivitas tanaman bawang merah di daerah penelitian.

3.4. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari daerah penelitian terlebih dahulu akan ditabulasi untuk selanjutnya dianalisis. Adapun analisis datanya ialah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pola saluran tataniaga dan fungsi yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga bawang merah di daerah penelitian diuji dengan analisis deskriptif berdasarkan survei lapangan. Setelah data diperoleh

(36)

maka dapat diuraikan pola saluran tataniaga yang dilalui mulai dari petani hingga konsumen akhir.

2. (Sudiyono, 2004), untuk mengetahui biaya, keuntungan dan marjin tataniagadi masing-masing lembaga tataniaga dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

MP = Pr – Pf atau MP = ∑ + ∑ Keterangan :

MP = Marjin Pemasaran Pr = Harga ditingkat pengecer Pf = Harga ditingkat petani/produsen

= Jumlah biaya tiap lembaga perantara ke-i

= Jumlahkeuntungan tiap lembaga perantara ke-i

Untuk menghitung biaya tataniaga dapat digunakan rumus sebagai berikut : Bp = Bp1 + Bp2+ Bp3 + ... Bpn

Keterangan :

Bp = Biaya Pemasaran

Bp1, Bp2, Bp3, Bpn = Biaya pemasaran di lembaga tataniaga 1, 2, 3 dan seterusnya.

Untuk menghitung keuntungan dimasing-masing lembaga tataniaga dapat menggunakan rumus berikut.

Kp = Kp1 + Kp2 + Kp3 + ... Kpn

(37)

Keterangan :

Kp = Keuntungan pemasaran

Kp1, Kp2, Kp3, Kpn = Keuntungan Pemasaran di lembaga tataniaga 1, 2, 3 dan seterusnya.

3. Menurut Soekartawi (2002), untuk mengetahui apakah saluran tataniaga di daerah penelitian sudah efisien dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

x 100%

Keterangan :

Ep = EfisiensiTataniaga (%)

BP = Total Biaya Tataniaga (Rp/Kg) NP = Total Nilai Produk (Rp/Kg)

Kriteria pengambilan keputusan:

- Ep< 50%, maka saluran tataniaga sudah efisien.

- Ep > 50%, maka saluran tataniaga tidak efisien.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan melihat nilai efisiensi tataniaga (Ep).

Nilai efisiensi tataniaga ini dilihat dengan membandingkan nilaiefisiensi tataniaga pada tiap-tiap saluran tataniaga. Apabila nilai Ep suatu saluran tataniaga lebih kecil dari nilai Ep saluran tataniaga lainnya, maka saluran tataniaga tersebut dikatakan memiliki efisiensi tataniaga yang lebih tinggi daripada saluran tataniaga lainnya.

(38)

3.5. Definisi Operasional

1. Tataniaga merupakan kegiatan menyampaikan barang dari petani produsen hingga sampai ke tangan konsumen akhir.

2. Fungsi tataniaga adalah aktivitas, usaha ataupun jasa-jasa yang dilakukan dalam proes penyampaian barang barang hingga ke konsumen.

3. Lembaga tataniaga adalah orang atau badan usaha yang terlibat dalam proses tataniaga bawang merah.

4. Harga ditingkat petani adalah harga jual bawang merah yang diterima petani.

5. Harga ditingkat konsumen adalah harga beli bawang merah yang dibayar oleh konsumen.

6. Marjin tataniaga adalah perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen.

7. Efisiensi tataniaga adalah suatu keadaan dimana diperoleh pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar oleh konsumen akhir.

8. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli bawang merah dari petani dalam jumlah besar untuk kemudian dijual kembali ke pedagang pengecer.

9. Pedagang pengecer adalah pedagang yang menjual produk bawang merah dari ke konsumen akhir.

10. Konsumen adalah masyarakat atau individu yang membeli bawang merah.

11. Biaya pemasaran adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga tataniaga bawang merah.

12. Keuntungan pemasaran adalah seluruh keuntungan yang diperoleh masing- masing lembaga tataniaga bawang merah.

(39)

3.6. Batasan Operasional

1. Waktu Penelitian mulai Februari 2017 hingga Maret 2017.

2. Lembaga Pemasaran yang menjadi sampel dalam penelitian adalah pedagang perantara yang memasarkan bawang merah tidak jauh dari lokasi peneliti.

(40)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIKSAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Luas Wilayah dan Letak Geografis

Kelurahan Haranggaol merupakan salah satu areal Danau Toba yang dikelilingi oleh gunung dan bukit-bukit. Kelurahan Haranggaol memiliki luas wilayah 975 Ha dan merupakan ibukota dari Kecamatan Haranggaol Horisan. Jarak Kelurahan Haranggaol dengan ibukota Kabupaten Simalungun berjarak50 Km. Kelurahan Haranggaol memiliki suhu maksimum 39oC dan suhu minimum 28oC, dengan keadaan iklim dingin. Berada pada ketinggian 940 - 950 m dpl. Kelurahan Haranggaol terletak di antara 2o 49’46’’ – 2o 54’16’’ LU dan 98o 35’51’’ – 98o45’11’’ BT. Adapun batas – batas kelurahan Haranggaol adalah:

 Sebelah Timur berbatasan dengan Nagori Purba Horisan

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Purba

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Purba

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Danau Toba

4.1.2. Keadaan Penduduk

Penduduk yang ada di daerah penelitian tergolong heterogen, karena keragaman suku penduduk yang terdiri atas Batak Simalungun, Batak Toba, Karo, Suku Minang, dan Suku Jawa. Keadaan Penduduk di Kelurahan Haranggaol menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5 berikut

(41)

Tabel 5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kelurahan Haranggaol Tahun 2016

No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. Laki-laki 1559 51,19

2. Perempuan 1487 48,81

Jumlah 3046 100

Sumber: Data Monografi Kelurahan Haranggaol Tahun 2016

Tabel 5 menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan jenis kelamin perempuan sebanyak 1.559 jiwa dengan persentase 51,19 % sedangkan jenis kelamin perempuan sebanyak 1.487 dengan persentase 48,81 %.

Jumlah penduduk Kelurahan Haranggaol Tahun 2016 sebanyak 3.046 jiwa.

Tabel 6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kelurahan Haranggaol Tahun 2016

No Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. 10 – 19 548 18,00

2. 20 –59 2432 79,84

3. > 60 66 2,16

Jumlah 3046 100

Sumber: Data Monografi Kelurahan Haranggaol Tahun 2016

Tabel 6 menunjukkan bahwa kelompok usia produktif 20 – 59 tahun sebanyak 2.432 jiwa (79,84%), sementara usia non produktif 614 jiwa (20,16%). Hal ini memberikan indikasi bahwa ketersediaan tenaga kerja cukup besar.Tingkat pendidikan di Kelurahan Haranggaol bermacam – macam. Lebih jelasnya pada Tabel 7 dapat dilihat komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan.

Pada umumnya masyarakat Kelurahan Haranggaol saling mengenal satu sama lainnya. Kekeluargaan terlihat jelas dalam lingkungan kehidupan masyarakat.

Bahasa sehari-hari yang digunakan sebagai alat komunikasi adalah bahasa Batak Simalungun, namun pada umumnya masyarakat mengerti Bahasa Indonesia.

(42)

Tabel 7. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir di Kelurahan Haranggaol Tahun 2016

No Tingkat pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. Belum atau tidak sekolah 251 8,24

2. SD 699 22,94

3. SLTP 1078 35,39

4. SLTA 993 32,60

5. Akademi/ D1,D3 12 0,40

6. S1 13 0,43

Jumlah 3046 100

Sumber: Data Monografi Kelurahan Haranggaol Tahun 2016

Tabel 7 menunjukkan bahwa pendidikan secara formal bervariasi. Namun distribusi penduduk paling banyak yaitu penduduk pada tingkat pendidikan SLTP yaitu berjumlah 1.078 jiwa (35,39%). Sebagian besar penduduk lainnya berada pada tingkat pendidikan SLTA maupun SD. Penduduk yang melanjutkan ke perguruan tinggi sebanyak 25 jiwa (0,83%).

Tabel 8. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Mata PencaharianPenduduk di Kelurahan Haranggaol Tahun 2016 No. Mata Pencaharian Jumlah (KK) Persentase (%)

1. Petani 730 89,24

2. PNS/TNI/POLRI 29 3,55

3. Swasta 17 2,08

4. Lain-lain 42 5,13

Jumlah 818 100

Sumber: Data Monografi Kelurahan Haranggaol Tahun 2016

Tabel 8 menunjukkan bahwa mayoritas mata pencaharian penduduk di Kelurahan Haranggaol adalah petani yaitu 730 KK (89,24%). Kelurahan Haranggaol terletak di salah satu areal kawasan Danau Toba sehingga sebagian besar penduduknya juga bekerja sebagai petani ikan di dalam Keramba Jaring Apung.

(43)

4.1.3. Sarana dan Prasarana

Untuk menunjang perkembangan dan pembangunan masyarakat diperlukan sarana dan prasarana yang memadai. Kelurahan Haranggaol sudah memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai., seperti: transportasi, tempat ibadah, pendidikan, kesehatan, olahraga, wisata, ekonomi, penerangan dan air. Sarana dan prasarana di kelurahan Haranggaol dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Tabel 9. Sarana dan Prasarana di Kelurahan Haranggaol Tahun 2016

No. Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

1. Transportasi

- Jalan Aspal (Km) 30

- Jalan Berbatu (Km) 5

- Jalan Tanah (Km) -

2. Tempat ibadah

- Gereja 8

- Mesjid 1

3. Pendidikan

- TK Santo Fransiskus 1

- SD 3

- SLTP 2

4. Kesehatan

- Puskesmas 1

- Poskesdes 1

- Posyandu 5

- Balai Pengobatan 1

5. Kelembagaan

- Kantor Lurah 1

- Kantor Polisi 1

6. Olahraga

- Lap. Bola Kaki 1

- Lap. Bola Volly 3

7. Ekonomi

- Pasar Tradisional 1

- Toko / Kios 15

- Warung 30

8. Wisata

- Pantai Danau Toba (Km) 2

- Penginapan 7

9. Penerangan dan Air Bersih

- PLN 1

- PAM 1

Sumber: Data Monografi Kelurahan Haranggaol Tahun 2016

(44)

Tabel 9 menunjukkan bahwa sarana/prasarana di Kelurahan Haranggaol sudah cukup memadai untuk menunjang kegiatan penduduk setempat.Hal ini dapat dilihat dari sudah adanya fasilitas – fasilitas yang membantu kegiatan penduduk seperti kesehatan, rumah ibadat, balai desa, dan fasilitas pendidikan meskipun yang ada hanya fasiltas pendidikan TK, SD, dan SLTP.Namun, jalan aspal yang dilalui di daerah penelitian banyak yang rusak sehingga memakan waktu yang lama hingga sampai ke daerah penelitian.

4.2. Karakteristik Petani Sampel

Adapun karakteristik petani yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi, luas lahan, umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani dan jumlah tanggungan.

Karakteristik petani dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik Petani Sampel di Kelurahan Haranggaol

No. Karakteristik Satuan Range Rataan

1. Lahan Ha 0,02 - 1 0,12

2. Umur Tahun 24 - 74 48,00

3. Tingkat pendidikan Tahun 6 - 16 10,00

3. Lama berusaha tani Tahun 1 - 40 18,00

4. Jumlah tanggungan Jiwa 2 - 7 4,00

Sumber: Lampiran 2

4.3. Karakteristik Pedagang Pengumpul

Adapun karakteristik pedagang pengumpul yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi umur, lama pendidikan, dan lama berdagang. Karakteristik pedagang pengumpul dapat dilihat pada Tabel 11.

(45)

Tabel 11. Karakteristik Pedagang Pengumpul di Kelurahan Haranggaol No. Umur

(Tahun)

Tingkat Pendidikan

(Tahun)

Lama Berdagang (Tahun)

1. 47 SD 5

2. 37 SMA 10

Sumber: Lampiran 3

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa terdapat dua pedagang pengumpul di daerah penelitiandengan usia yang masih produktif yaitu 37 dan 47 tahun dengan tingkat pendidikan SD dan SMP serta memiliki pengalaman bedagang selama 5-10 tahun.

4.4. Karakteristik Pedagang Besar

Adapun karakteristik petani yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi umur, lama pendidikan, dan lama berdagang. Karakteristik pedagang pengumpul dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Karakteristik Pedagang Besar

No. Karakteristik Satuan Range Rataan

1. Umur Tahun 31 - 57 42

2. Lama Pendidikan Tahun 9 - 16 12

3. Lama Berdagang Tahun 10 - 25 19

Sumber: Lampiran 4

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa rata – rata umur pedagang besar adalah 42 tahun dengan interval 31 – 57 tahun yang tergolong dalam usia produktif. Tingkat pendidikan rata – rata pedagang besar adalah 12 tahun. Rata – rata pengalaman sebagai pedagang besar sudah mencapai 19 tahun. Umumnya pedagang besar ini berdomisili di Medan.

(46)

4.5. Karakteristik Pedagang Pengecer

Adapun karakteristik pedagang pengecer yang menjadi sampel dalam penelitian ini meliputi umur, lama pendidikan, dan lama berdagang. Karakteristik pedagang pengecer dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Karakteristik Pedagang Pengecer

No. Karakteristik Satuan Range Rataan

1. Umur Tahun 23 - 76 56

2. Lama Pendidikan Tahun 6 - 12 12

3. Lama Berdagang Tahun 4 - 40 22

Sumber: Lampiran 5

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa rata – rata umur pedagang pengecer adalah 56tahun dengan interval 23 – 76 tahun. Tingkat pendidikan rata–rata pedagang pengecer adalah 12 tahun. Rata – rata pengalaman sebagai pedagang besar sudah mencapai 22 tahun. Umumnya pedagang besar ini berdomisili di Medan

(47)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pola Saluran Tataniaga Bawang Merah

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun terdapat banyak saluran tataniaga bawang merah. Beberapa saluran tataniaga bawang merah yang dapat ditelusuri ialah 4 saluran tataniaga pada Gambar 3 dibawah ini:

Keterangan :

: Arah Penjualan Bawang Merah

Gambar 3. Pola Saluran Tataniaga Bawang Merah Di Kelurahan Haranggaol, Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun

Pola Saluran Tataniaga I

Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Pedagang Pengecer Konsumen Akhir

P. Pengumpul

P. Besar P. Pengecer Konsumen

P. Besar Konsumen

P. Besar P. Pengecer Konsumen

P. Pengecer Lokal Konsumen Lokal Petani

Petani

Petani

(48)

Pola saluran tataniaga bawang merah yang pertama memperlihatkan bahwa sebanyak 8 orang petani bawang merah di daerah penelitian menjual hasil bawang merahnya kepada pedagang pengumpul yang berada di daerah penelitian juga.Pedagang pengumpul yang mengambil hasil panen dari petani berbeda- beda.Setelah itu pedagang pengumpul menjualnya ke pedagang besar yang berada di Medan untuk kemudian dijual ke pedagang pengecer yang berjualan di pasar- pasar yang ada di Medan hingga sampai ke tangan konsumen.

Pola Saluran Tataniaga II

Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Besar Konsumen Akhir

Pola saluran tataniaga bawang merah yang kedua memperlihatkan bahwa sebanyak 7 orang petani menjual hasil panennya kepada pengumpul yang berada di kelurahan tersebut.Pedagang pengumpul kemudian membawa dan menjual bawang merah yang telah dikumpulkan kepada pedagang besar yang berada di Medan untuk kemudian dijual ke pedagang pengecer yang berada disanahingga sampai ke konsumen akhir.

Pola Saluran Tataniaga III

Petani Pedagang Besar Pedagang Pengecer Konsumen Akhir

Pola saluran tataniaga bawang merah yang ketiga memperlihatkan bahwa sebanyak 12 orang petani di kelurahan tersebut menjual langsung hasil panennya kepada pedagang besar, dimana parapedagang besar ini yang langsung datang ke ladang ataupun rumah para petani kemudian menjual bawang merah tersebut ke pedagang pengecer yang berada di pasar-pasar kota Medan hingga ke tangan konsumen akhir.

(49)

Pola Saluran Tataniaga IV

Petani Pedagang Pengecer Lokal Konsumen Lokal

Pola saluran tataniaga bawang merah yang keempat memperlihatkan bahwa sebanyak 3 orang petani di kelurahan tersebut menjual hasil panen bawang merahnya langsung ke pedagang pengecer yang berada di kelurahan itu juga kemudian dijual di pasar yang berada di daerah penelitian hingga sampai ke konsumen akhir.

Untuk lebih jelasnya, distribusi petani yang menjual bawang merahnya pada setiap saluran dapat dilihat pada Tabel 14 dibawah ini:

Tabel 14. Distribusi Petani Bawang Merah pada Setiap Saluran Saluran Jumlah Petani

(Orang) %

I 8 26,67

II 7 23,33

III 12 40,00

IV 3 10,00

Total 30 100,00

Sumber: Analisis Data Primer

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan terhadap 30 petani bawang merah di daerah penelitian, diketahui bahwa volume penjualan bawang merah disana ialah sebesar 15,62 ton dan saluran penjualan yang paling banyak ditempuh petani ialah saluran ketiga yaitu dengan volume penjualan sebanyak 7 ton. Alasan petani lebih banyak menempuh saluran ketiga ialah karena mereka tidak perlu lagi mengeluarkan biaya pengangkutan untuk hasil panennya dan harga yang ditawarkan oleh pedagang besar tersebut juga lebih besar daripada harga yang ditawarkan oleh pedagang pengumpul. Volume penjualan untuk saluran pertama yaitu sebanyak 4 ton dan 4 ton untuk volume penjualan pada saluran kedua serta

(50)

620 kg untuk saluran penjualan keempat. Tidak semua bawang merah milik petani di daerah penelitian dijual ke kota Medan. Adajuga yang dijual ke Tebing Tinggi, Binjai, Siantar dan Sidikalang. Namun, dalam penelitian ini, dibatasi hanya sampai ke kota Medan saja.

Adanya perbedaan pola dan panjang pendeknya saluran tataniaga bawang merah diatas akan mempengaruhi tingkat harga, bagian keuntungan dan biaya serta margin tataniaga yang diterima oleh masing-masing lembaga tataniaga bawang merah. Volume penjualan bawang merah yang dijual oleh petani di Kelurahan Haranggaol dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini:

Tabel 15. Volume Penjualan Bawang Merah di Kelurahan Haranggaol Saluran Volume penjualan

(ton) %

I 4 25,61

II 4 25,61

III 7 44,81

IV 0,62 3,97

Total 15,62 100

Sumber: Analisis Data Primer

5.2. Lembaga dan Fungsi Tataniaga Bawang Merah

Lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga yang mana barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Kedalam istilah lembaga tataniaga ini termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa.

Lembaga tataniaga yang berperan dalam kegiatan tataniaga bawaang merah di daerah penelitian yaitu petani bawang merah, pedagang pengumpul, pedagang grosir luar daerah dan pedagang pengecer.

Gambar

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Petani Bawang Merah
Gambar 3.   Pola  Saluran  Tataniaga  Bawang  Merah  Di  Kelurahan  Haranggaol,  Kecamatan  Haranggaol  Horison,  Kabupaten  Simalungun
Tabel  16.  Fungsi-Fungsi  Tataniaga  Yang  Dilakukan  Oleh  Masing-Masing  Lembaga Tataniaga Bawang Merah Di Daerah Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Penerimaan Aplikasi Sistem Informasi dengan Menggunakan Technology Acceptance Model (Studi Kasus pada Sistem.. Informasi Terpadu KRS Online Universitas

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat- Nya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Uji Efektivitas Antidiabetes Fraksi Etil Asetat

Faktor bakteri kontaminan dapat disingkirkan jika dilakukan pemeriksaan kultur darah pada waktu yang bersamaan dengan dua lokasi yang berbeda.. Pengaruh riwayat pemberian

Urutan rencana pelaksanaan tiap siklus adalah sebagai berikut: (1) Peneliti membuat rancangan pembela-jaran topik, membuat kompetensi dasar, indikator, tujuan

Pertama anda campurkan potongan paha ayamnya dengan bawang putih, kecap jamur, kecap ikan, garam, merica bubuk dan juga minyak wijen.. kemudian anda diamkan selama 15 menit, lalu

(S1) Fakultas Hukum USU Medan, adapun judul penelitan ini adalah “ Penyelesaian Pembagian Harta Warisan menurut Hukum Adat Tapanuli Selatan, di Kecamatan Angkola Barat ”

Dari hasil pengamatan diperoleh pertumbuhan relatif berat setiap dua minggu terus menerus mengalami peningkatan, hal ini menunjukkan bahwa pakan yang diberikan berupa

Panaskan 1 sdt margarin, tumis bawang putih, tambahkan susu UHT, garam, merica, dan tambahkan tepung maizena yang sudah dilarutkan dengan air, aduk hingga saos mengental..