• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN STAGE DENGAN TUMOR PRESENTING SCORE (TPS) PROGRAMMED DEATH LIGAND-1 PADA PASIEN ADENOKARSINOMA PARU DI KOTA MEDAN 2018 TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN STAGE DENGAN TUMOR PRESENTING SCORE (TPS) PROGRAMMED DEATH LIGAND-1 PADA PASIEN ADENOKARSINOMA PARU DI KOTA MEDAN 2018 TESIS"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PARU DI KOTA MEDAN 2018

TESIS

RAHMAT HIDAYAT NIM : 177107002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

PARU DI KOTA MEDAN 2018

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Kedokteran Paru Dalam Program Pendidikan Spesialis Kedokteran Klinik Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

RAHMAT HIDAYAT NIM : 177107002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(3)
(4)
(5)

iii

Rahmat Hidayat, Noni N Soeroso, Setia putra Tarigan, Tamsil Syafiuddin, Amira P. Tarigan, Pandiaman Pandia

Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Latar Belakang : Kanker paru merupakan masalah dan salah satu penyebab kematian dari keganasan. Banyak terapi yang telah dikembangkan untuk mengatasi penyakit ini dengan cara medikamentosa dan tindakan invasif. Dan terapi medikamentosa sangat berperan dalam penanganan keganasan yang dikarenakan kebanyakan kanker paru terdiagnosis setelah stage lanjut sehingga banyak obat-obatan yang dikembangkan salah satunya dengan imunoterapi dengan cara pemblokadean reseptor checkpoint programmed death ligand 1 (PD- L1).

Metode : Penelitian ini merupakan studi deskripsi analitik terhadap 52 spesimen blok parafin yang telah didiagnosa adenokarsinoma paru di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan. Semua blok parafin dinilai ulang di laboratorium patologi anatomi Rumah Sakit Dharmais Jakarta dan didapatkan 35 spesimen yang sesuai dengan kriteria inklusi. Spesimen tersebut diwarnai dengan Dako PD-L1 IHC 22C3 pharmDx. dan dibacakan oleh dua orang patolog dengan metode blind.

Hasil : Pada penelitian ini, rentang umur pasien adalah berumur 40-60 tahun, dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 31 pasien (88,6%). Status merokok dengan IB ringan sebanyak 16 pasien (45,7%), dan stage klinis yang lanjut (IV) sebanyak 33 pasien (82,5%).

Kesimpulan : Ekspresi PD-L1 akan terekspresi pada perokok berat dan stage yang tinggi.

Kata Kunci : Adenokarsinoma paru, Programmed Death Ligand 1 (PD-L1), Dako IHC 22C3.

(6)

iv

Rahmat Hidayat, Noni N Soeroso, Setia putra Tarigan, Tamsil Syafiuddin, Amira P. Tarigan, Pandiaman Pandia

Department of Pulmonologi and Respiratory Medicine Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara Abstract

Background : Lung cancer is a problem and one of the causes of death from malignancy. Many therapies have been developed to overcome this disease by Surgery and medicamentosa therapies. And medicamentosa therapies are important role in the treatment of malignancies because most lung cancers are diagnosed after an advanced stage, so many drugs are developed, one of which is immunotherapy. That is the blocking of the programmed death ligand 1 (PD-L1) checkpoint receptor.

Methods : This study was a category description study on 35 paraffin block specimens that had been diagnosed with pulmonary adenocarcinoma. All paraffin blocks were reassessed in the anatomic pathology laboratory and 35 specimens were found that fit the inclusion criteria. All suitable paraffin blocks are colored with Dako PD-L1 IHC 22C3 pharmDx. and was read by two pathologists by the blind method.

Results : in this study, the range of ages‟ patients was 40-60 years, with the most sex being male as many as 31 patients (88.6%). Smoking status with mild IB was 16 patients (45.7%), and advanced clinical stage (IV) was 33 patients (82.5%).

Conclusion: That the expression of PD-L1 will be expressed in heavy smokers and high stage of lung cancer.

Keywords : Lung Adenocarcinoma, Programmed Death Ligand 1 (PD-L1), Dako IHC 22C3.

(7)

v

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini .

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu. SH. M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K). selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Pandiaman Pandia, M.Ked (Paru), Sp.P(K), , selaku Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Sumatera Utara 4. Ibu Dr. dr. Amira P. Tarigan, M.Ked(Paru), Sp.P (K), sebagai Ketua Program

Studi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. dr. Bintang Y.M. Sinaga, M.Ked (Paru), Sp.P(K), sebagai koordinator penelitian ilmiah sekaligus Sekretaris Program Studi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU yang tiada henti-hentinya memberikan arahan dan bimbingan ilmu pengetahuan.

6. Ibu Dr. dr. Noni Novisari Soeroso, M.Ked (Paru), Sp.P(K), Bapak dr. Setia Putra Tarigan, Sp.P(K), Ibu Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, Ibu dan ibu dr.

Evlina Suzanna, Sp. PA sebagai pembimbing akademik dan pembimbing tesis yang tiada lelah membantu memberikan arahan, masukan serta koreksi yang

(8)

vi

(Paru), Sp.P(K), dan Ibu Dr. dr. Amira P. Tarigan, M.Ked(Paru), Sp.(K) , selaku komisi pembanding saran dan kritik yang diberikan

8. Bapak dr. Amiruddin, Sp.P(K) sebagai Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) cabang Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan, bimbingan, pengarahan dan masukan dalam rangka pengusunan dan penyempurnaan tulisan ini.

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua. Amin.

Medan, 26 Desember 2019 Penulis,

dr. Rahmat Hidayat

(9)

vii

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1.Tujuan Umum ... 4

1.3.2.Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1. Manfaat Teoritis... 5

1.4.2. Manfaat Praktik ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Anti PD-L1 dan Anti PD-1 ... 7

2.1.1 Jalur PD-L1 dan Anti PD-1 ... 7

2.1.2 Mekanisme PD-L1 ... 8

2.1.3 Pengobatan dengan Imunoterapi ... 11

2.2. TPS (Tumor Proportion Score) ... .. 16

2.3. Imunoonkologi ... 18

2.3.1 Respons imun anti tumor ... 18

2.3.2 Antigen Tumor ... 23

2.3.3 Siklus Imunitas Pada Kanker ... 26

2.3.4 Mekanisme Imun Melawan Sel Tumor ... 30

2.4. Immunohistokimia pada Program Death Ligand-1 ... 34

2.5. Kanker Paru ... 37

2.5.1. Stadium Kanker Paru ... 39

2.5.2. Adenokarsinoma Paru ... 44

2.5.3. Tipe-tipe Adenokarsinoma Paru ... 45

2.5.3.1 Lepidic Adenocarcinoma ... 45

2.5.3.2 Acinar Adenocarcinoma ... 45

2.5.3.3 Papillary adenocarcinoma ... 46

2.5.3.4 Micropapillary Adenocarcinoma ... 46

2.5.3.5 Solid Adenocarcinoma ... 47

2.5.3.6 Variant of Adenocarcinoma ... 47

(10)

viii

BAB III METODE PENELITIAN ... 50

3.1. Jenis Penelitian ... 50

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 50

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 50

3.3.1 Populasi ... 50

3.3.2 Sampel ... 50

3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel dan Besar Sampel ... 50

3.4. Variabel Penelitian... 51

3.5. Definisi Operasional ... 52

3.6. Kerangka Kerja Penelitian ... 53

3.7. Prosedur Penelitian ... 53

3.7.1 Proses Seleksi Subjek Penelitian ... 54

3.7.2 Proses Pengambilan Spesimen dan Pemeriksaan Programmed Death Ligand-1 (PDL-1) ... 54

3.7.3 Mengevaluasi Pewarnaan dan Menentukan Tumor Proportion Score (TPS) Definisi dari Tumor Proportion Score (TPS) ... 58

3.8. Analisis Data ... 62

3.9. Etika Penelitian ... 62

3.10. Jadwal Penelitian ... 62

3.11. Perkiraan Biaya Penelitian ... 63

BAB IV HASIL ... 66

BAB V PEMBAHASAN ... 67

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(11)

ix

Tabel Judul Halaman

Tabel 3. 1 Definisi Operasional ... 52

Tabel 3.2 Reagen yang digunakan untuk perwarnaan Hematoxylin dan eosin.... 56

Tabel 3.3 Prosedur Tehnik Imunohistokimia ... 56

Tabel 3.4 Panduan skoring pada PD-L1) ... 59

Tabel 3.5 Jadwal Penelitian ... 63

Tabel 3.6 Anggaran Biaya Penelitian ... 63

Tabel 4.1 Hubungan Ekspresi Protein PD-L1 terhadap Jenis Kelamin ... 64

Tabel 4.2 Hubungan Ekspresi Protein PD-L1 terhadap Usia Usia ... 65

Tabel 4.3 Hubungan Ekspresi Protein PD-L1 terhadap status Merokok ... 65

Tabel 4.4 Hubungan Ekspresi protein PD-L1 Terhadap Stage ... 66

(12)

x

Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Programmed death receptor-1 dengan ligand (PDL-1)

immunostaining ... 13

Gambar 2.2 Foto representatif ekspresi PD-L1 dan TPS. ... 17

Gambar 2.3 Bagan skematis dari peran subset sel imun bawaan dalam imunitas tumor ... 19

Gambar 2.4 Bagan skematik ... 20

Gambar 2.5 Kekebalan anti kanker adaptif ... 21

Gambar 2.6 Jenis antigen tumor yang dikenali oleh sel T ... 24

Gambar 2.7 Siklus Imunitas Kanker ... 28

Gambar 2.8 Faktor Stimulasi danPenghambatan dalam Siklus Imunitas-Kanker ... 29

Gambar 2.9 Induksi sel T CD8+ terhadap tumor ... 32

Gambar 2.10 Penghambatan sel T yang dimediasi CTLA-4 ... 33

Gambar 2.11 Imunohistokimia pada PDL-1 ... 35

Gambar 2.12 Gambaran mikroskopis lepidic predominantadenocarcinoma ... 45

Gambar 2.13 Gambaran mikroskopis dari lung acinar adenokarsinoma yang mengivasi Stroma ... 46

Gambar 2.14 Gambaran mikroskopis papillary adenocarcinoma paru ... 46

Gambar 2.15 Gambaran mikroskopis micropapillary adenocarcinoma paru ... 47

Gambar 2.16 Gambaran mikroskopis dari solid adenocarcinoma paru ... 47

Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian ... 53

Gambar 3.2 Contoh Tumor Yang diwarnai sedikit. (Panduan Manual PD-L1, 2018) ... 60

Gambar 3.3 Hasil contoh gambaran dengan pembesaran yang kuat (panduan manual PD-L1, 2018) ... 61

(13)

xi Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 . Ethical Clearance Lampiran 3. Master Data Penelitian Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Penelitian Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

(14)

xii µm : Mikrometer

ABL : Abelson

ALK : Anaplastic Lymphoma Kinase APC : Antigen Presenting Cell

B-Cdk1 : Cyclin Dependent Kinase 1 Cyclin 1 CD39 : Cluster of Differentiation 39

CD4 : Cluster of Differentiation 4 CD73 : Cluster of Differentiation 73 CD8 : Cluster of Differentiation 8

Cdc25 : Cell Division Control Protein Kinase 2 CDC6 : Cell Division Cycle 6

Cdk : Cyclin-Dependent Kinases Cdk 1 : Cyclin-Dependent Kinases 1 Cdk 2 : Cyclin-Dependent Kinases 2 Cdk 4 : Cyclin-Dependent Kinases 4 Cdk 6 : Cyclin-Dependent Kinases 6 CKI : Cyclin-Dependent Kinase Inhibitor CMV : Cytomegalovirus

CPS : Gabungan Skor Positif

CTLA-4 : Cytotoxic T Lymphocyte-associated antigen 4 cycA : Cyclin A

cycD : Cyclin D cycE : Cyclin E

DES : Diethylstilbestrol

DHFR : Dihydrofolate Reductase DNA : Deoxyribonucleat acid Dr. : Dokter

E2F : Transcri

EBV : Epstein Bar Virus

EFGR : Epidermal Growth Factor Receptor ETS : Environmental Tobacco Smoke

G1 : Gap 1

G2 : Gap 2

HDAC : Histon Deasetilasi HE : Hematoxylin Eosin

HIV : Human Immunodeficiency Virus HSV : Herpes Simpleks Virus

IARC : International Agency for Research on Cancer IFNg : Interferon Gamma

IHC CSF

: :

Immunohistochemical Colony-Stimulating Factor

KPKBSK : Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil

(15)

xiii KRAS : Kirsten Ras Oncogene

M : Mitosis

MAPK : Mitogen Activating Pathway MEK1 : Mitogen Protein Kinase 1 MEK2 : Mitogen Protein Kinase 2 mRNA : Micro Ribo Nucleat Acid NK : Natural Killer

nmE1 : Non metastatic 1 nmE2 : Non Metastatic 2

NTRK1 : Neurotrophic Tyrosine Kinase Receptor 1 PCNA : Proliferating Cell Nuclear Antigen

PD-1 : Programmed Death-1

PDL-1 : Programmed Death Ligand-1

PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia PI3K : Phosphatidylinositol 3-Kinase pRb : Protein Retinoblastoma

PTEN : Phosphatase and Tensin Homology Deleted on Chromosome 10 R : Restriction Point

RNA : Ribonucleat acid ROS1 : C-ros Oncogene RS : Rumah Sakit

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat STK11 : Serin Treonin Kinase 11 TLR

TPP-1 : :

Toll Like Receptor Targeting PDL-1 Peptide Treg : T Regulator

WHO : World Health Organization

(16)

xiv

“HUBUNGAN STAGE DENGAN TUMOR PRESENTING SCORE (TPS) PROGRAMMED DEATH LIGAND-1 PADA PASIEN

ADENOKARSINOMA PARU DI KOTA MEDAN 2018”

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar spesialis pada program studi pulmonologi dan kedokteran respirasi fakultas kedokteran universitas sumatera utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu , penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 26 Desember 2019 Penulis,

dr. Rahmat Hidayat

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker paru-paru karsioma bukan sel kecil (KPKBSK) adalah penyebab utama kematian terkait kanker di Amerika Serikat. Kelangsungan hidup keseluruhan (Overall Survival) untuk KPKBSK metastatik dengan kelangsungan hidup 5 tahun <5% dan untuk pasien dengan stadium awal KPKBSK, kelangsungan hidup 5 tahun adalah <50%. Selama dekade terakhir, identifikasi beberapa mutasi driver onkogenik mampu membantu meningkatkan hasil pengobatan pada subtipe tertentu pasien dengan KPKBSK. Namun, sebagian besar pasien dengan kanker paru-paru tidak memiliki penyimpangan molekuler yang dapat ditindak lanjuti. Pendekatan pengobatan lain, seperti terapi kekebalan, sedang diselidiki dalam uji klinis. Jalur PD-1 adalah checkpoint imun utama dimana tumor menekan fungsi limfosit dalam lingkungan mikro tumor, dan blokade antibodi PD-1 dengan ligannya (B7-H1/PD-L1 dan B7-DC/PD-L2) menunjukkan aktivitas yang menjanjikan pada beberapa keganasan. Secara khusus, antibodi yang menghalangi PD-1 dan PD-L1 telah menunjukkan aktivitas klinis pada KPKBSK1.

Kanker paru adalah penyebab utama kematian kanker di Asia Tenggara pada tahun 2008, dengan kematian rata-rata gabungan antar pria dan wanita, yang tertinggi di Vietnam (21,5%) dan Singapura (21,2%) dan terendah di Filipina (14,2%) dan Kamboja (14,7%). Pada perempuan, Brunei memiliki angka kematian tertinggi (20,2%) diikuti Vietnam dan Laos (keduanya 13,9%) yang

(18)

semuanya lebih tinggi daripada di Filipina (6,4%) dan Kamboja (8,2%). Hingga saat ini kanker paru diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) dan kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK), termasuk adenokarsinoma, skuamous dan karsinoma sel besar.2

Jumlah penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan terus meningkat, berdasarkan penelitian Melindawati (2008), menunjukkan angka penderita kanker paru di RSUP Haji Adam Malik Medan sebanyak 378 orang pada tahun 2004-2008 dengan perincian pada tahun 2004 sebanyak 63 orang, tahun 2005 sebanyak 88 orang, tahun 2006 sebanyak 68 orang, tahun 2007 sebanyak 70 orang, dan tahun 2008 sebanyak 89 orang. Berdasarkan jenis sel, penelitian yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan terhadap pasien kanker paru, ditemukan kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) (99%), yang terdiri dari adenokarsinoma (56,3%), karsinoma sel skuamous (40,7%) dan karsinoma sel besar (2%) dan sisanya 1% kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK). Jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki yaitu sekitar 86,1% dan yang berusia >60 tahun sekitar 40,8%.3

Pendekatan klinis untuk menggunakan sistem kekebalan terhadap kanker berfokus pada vaksin yang dimaksudkan untuk secara khusus memulai atau memperkuat respons host terhadap tumor yang berkembang. Meskipun pendekatan vaksin telah berhasil secara klinis, sebagian besar vaksin kanker gagal menginduksi penyusutan tumor objektif pada pasien. Pendekatan yang lebih baru- baru ini berpusat pada serangkaian molekul yang dikenal sebagai checkpoint imun, yang fungsi alaminya adalah untuk menahan atau meredam respons yang berpotensi terlalu berlebihan. Menghalangi molekul checkpoint imun dengan

(19)

antibodi monoklonal yang sekarang telah muncul sebagai strategi klinis yang memungkinkan mediasi penyusutan tumor.4

Terapi untuk kanker paru-paru (KPKBSK) telah berubah dengan cepat setelah diperkenalkannya inhibitor checkpoint imun, termasuk programmed death-1 (PD-1) dan inhibisi programmed death-ligand 1 (PD-L1).5. Penilaian ekspresi PD-L1 (programmed death-ligand 1) oleh analisis imunohistokimia telah digunakan sebagai tes diagnostik prediktif untuk mengidentifikasi responden dan memandu pengobatan dalam uji coba PD-1 (programmed death-1) penghambat aksis nivolumab, atezolizumab, durvalumab, dan pembrolizumab pada kanker paru karsioma bukan sel kecil (KPKBSK).6

Kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) terdapat ekspresi protein PD-L1 yang dapat ditentukan dengan menggunakan Tumor Proportion Score (TPS), yang merupakan persentase sel tumor hidup yang menunjukkan pewarnaan membran parsial atau lengkap pada intensitas apa pun. Spesimen dianggap memiliki ekspresi PD-L1 jika TPS ≥1% dan ekspresi PD-L1 yang tinggi jika TPS ≥50%. 7

Di Indonesia belum ada data penelitian mengenai hubungan stage dengan Tumor Proportion Score (TPS) ekspresi protein PDL-1 pada kanker paru jenis adenokarsinoma. Oleh karena itu, peneliti ingin menilai hubungan stage dengan Tumor Proportion Score (TPS) ekspresi protein PDL-1 pada kanker paru jenis adenokarsinoma khususnya di Kota Medan.

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Prevalensi kanker paru dan mortalitas yang berkaitannya terus meningkat.

Berbagai studi yang berbasiskan populasi dan rumah sakit telah dilakukan untuk mengindetifikasi terapi yang baik untuk kanker paru. Terapi yang sudah diterapkan seperti kemoterapi sitotoksik, pembedahan, radioterapi, bahkan terapi target seperti tirosin kinase inhibitor belum begitu memuaskan. Dan sekarang target terapi yang dikembangkan adalah imunoterapi, contohnya Programmed Death Ligand-1 Inhibitor. Di Indonesia belum ada data mengenai hubungan stage denganTumor Proportion Score (TPS) ekspresi protein PDL-1 untuk menerapkan terapi imunoterapi sebagai terapi terkini dibidang imuno-onkologi. Dengan demikian masalah penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan stage dengan Tumor Proportion Score (TPS) ekspresi protein PDL-1 pada kanker paru jenis adenokarsinoma di beberapa rumah sakit di Kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan stage dengan Tumor Proportion Score (TPS) ekspresi protein Programmed Death Ligand-1 (PDL-1) pada jaringan kanker paru tipe adenokarsinoma di beberapa Rumah Sakit di Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk melihat karakteristik faktor demografi subjek pasien pada Tumor Proportion Score (TPS) ekspresi Programmed Death Ligand-1 (PDL-1) pada pasien kanker paru tipe adenokarsinoma di beberapa Rumah Sakit di Medan.

2. Untuk melihat sebaran Tumor Proportion Score (TPS) ekspresi protein

(21)

Programmed Death Ligand-1 (PDL-1) pada pasien kanker paru tipe adenokarsinoma di beberapa Rumah Sakit di Medan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

Mendapatkan data mengenai jumlah Tumor Proportion Score (TPS) ekspresi protein Programmed Death Ligand-1 (PDL-1) pada pasien dengan adenokarsinoma paru di beberapa Rumah Sakit di Medan.

1.4.2. Manfaat Praktik a. Bagi Peneliti

1. Dapat memberikan data dan perkembangan imuno-onkologi tentang Tumor Proportion Score (TPS) Programmed Death Ligand-1 (PDL-1) pada jaringan kanker paru jenis adenokarsinoma di beberapa Rumah Sakit di Medan.

2. Dapat mengetahui ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kedokteran khususnya di bidang imunoonkologi yang dapat diterapkan dalam pengobatan anti kanker terkini.

b. Bagi Masyarakat dan Pasien

Untuk penatalaksaan diagnosis yang mudah serta dapat mempengaruhi modalitas pengobatan pasien.

c. Bagi Instansi Pendidikan

1. Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya tentang pengobatan imunoterapi yang mengunakan Tumor Proportion Score (TPS) Programmed Death Inhibitor untuk penatalaksanaan kanker paru tipe adenokarsinoma.

(22)

2. Dapat memberikan informasi dan data ilmiah tentang jumlah Tumor Proportion Score (TPS) ekspresi Programmed Death Ligand-1 (PDL-1) pada pasien dengan adenokarsinoma paru di beberapa Rumah Sakit di Medan.

(23)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anti PD-L1 dan Anti PD-1

Programmed cell death 1, juga diketahui sebagai PD-1 dan CD279 adalah protein yang ditemukan pada permukaan sel yang memiliki prosedur regulasi pada respon imun sistem ke sel-sel dari tubuh manusia oleh proses down-regulating sistem imun dan promosi self tolerance oleh penekanan aktivitas sel T inflamasi.

Biasa tertampil pada penyakit-penyakit autoimun, tetapi juga dapat mencegah sistem imun dari penghancuran sel-sel kanker.)8.

2.1.1 Jalur PD-L1 dan Anti PD-1

Beberapa tumor dapat menghindari deteksi oleh sistem kekebalan dengan mengeksploitasi jalur checkpointdengan cara menghambat dan menekan respon sel T antitumor. Di antara mereka yang paling penting dari checkpoint ini adalah Programmed death-1 (PD-1) dan programmed death-ligand 1 (PD-L1), di mana jalur PD-L1 diekspresikan oleh tumor atau sel-sel kekebalan yang menginfiltrasi tumor mengikat ke PD 1, menghambat pensinyalan reseptor sel-T dan menghalangi respon imun antitumor. Menghambat antibodi yang menargetkan PD-1 atau PD-L1 yang telah berkembang untuk mengganggu interaksi ini, dan sejumlah terapi efektif muncul dalam berbagai jenis tumor, termasuk kanker paru- paru bukan sel kecil (KPKBSK). Sebagai contoh, antibodi anti-PD-1 pembrolizumab dan nivolumab secara klinis aktif pada pasien dengan KPKBSK dan mencapai respon yang meningkat pada pasien dengan ekspresi tumor PD-L1 yang tinggi dibandingkan dengan ekspresi tumor PD-L1 rendah atau tidak ada ekspresi tumor PD-L1 sama sekali.9

(24)

PD-1 memiliki dua ligan, yaitu PD-L1 dan PD-L2, yang mana merupakan anggota dari B7 Family. Ekspresi dari PD-L1 pada sel-sel tumor menghambat aktifitas melalui ikatan dari PD-1 pada sel-sel T efektor. Targeting monoclonalantibodi PD-1 yang mana dapat meningkatkan sistem imun yang dikembangkan untuk pengobatan pada kanker. Banyak sel-sel tumor mengekspresikan PD-L1, menghambat interaksi antara PD-1 dan PD-L1 dapat meningkatkan respon sel T in vitro dan memediasi preclinical antitumor activity.

Hal ini yang diketahui sebagai immune checkpoint blockade8. 2.1.2 Mekanisme PD-L1

Sampai saat ini, terdapat dua mekanisme yang berbeda dari ekspresi PD- L1 pada tumor, yaitu: resistensi imun bawaan dan resistensi imun adaptif. Yang pertama merupakan upregulasi ekspresi PD-L1 sekunder untuk pensinyalan onkogenik konstitutif dalam sel tumor. Sebagai contoh, hilangnya phosphatase and tensin homolog (PTEN), dan berakibat aktivasi jalur phosphatidylinositol-3- OH kinase (PI3K) secara signifikan meningkatkan ekspresi PD-L1 pada glioma.

Demikian pula, NPM-ALK menginduksi ekspresi PD-L1 dalam limfoma sel besar anaplastik sebagai akibat dari aktivasi hilir transduser sinyal dan aktivator transkripsi 3 (STAT3). Induksi ekspresi PD-L1 juga telah dilaporkan dalam KPKBSK yang menyimpan mutasi EGFR dan pengaturan ulang EML4-ALK. 10

Aktivasi EGFR oleh stimulasi EGF, penghapusan exon-19, dan mutasi L858R dapat menginduksi ekspresi PD-L1 melalui p-ERK1/2/pc-Jun tetapi tidak melalui jalurp-AKT/p-S6, dan ekspresi PD-L1 yang diinduksi dapat menyebabkan apoptosis sel T melalui PD-1/PD-L1 dalam sistem kultur sel tumor dan sel darah perifer mononuklear yang diperoleh dari sukarelawan yang sehat. Selanjutnya,

(25)

ekspresi PD-L1 berkurang pada model-model ini setelah perawatan dengan TKI yang sesuai. Dalam studi klinis, beberapa laporan menyarankan bahwa mutasi EGFR dan pengaturan ulang ALK dikaitkan dengan ekspresi PD-L1 sampai dengan 72% pasien EGFR yang bermutasi dan 78% pasien dengan pengaturan ALK ulang menunjukkan ekspresi positif. 11

Sebaliknya, dalam resistensi imun adaptif ekspresi PD-L1 diinduksi pada sel-sel tumor sekunder terhadap sinyal-sinyal inflamasi lokal. Ketika sel-sel T spesifik antigen tumor mengenali antigen serum yang diekspresikan oleh sel-sel kanker, melakukan pensinyalan melalui reseptor sel-T yang mengarah pada ekspresi reseptor yang mengaktivasipengaturan induksi, termasuk PD-1 serta produksi interferon yang ditujukan untuk memperkuat respon imun dan menarik sel-sel imun lainnya seperti makrofag. Namun, interferon ɣ yang mengarah pada ekspresi PD-L1 pada sel tumor atau sel inflamasi termasuk sel T, sel NK, monosit/makrofag, sel dendritik, sel B atau yang lain, kemungkinan melalui pensinyalankanonik reseptor interferon tipe 2. Ketika terlibat oleh PD-L1 atau ligan lain PD-L2, PD-1 menghambat kinase yang terlibat dalam aktivasi sel T melalui fosfatase SHP250 yang mengarah pada apoptosis sel T, meskipun jalur pensinyalan tambahan kemungkinan juga diinduksi. Pengamatan bahwa ekspresi PD-L1 sering terbatas pada area tumor yang kaya dengan sel T, khususnya pada bagian yang invasif, mendukung adanya resistensi imun adaptif pada sebagian besar histologi kanker. Dalam keadaan ini, blokade interaksi PD-1/PD-L1 akan mengembalikan respons anti tumor aktif.)12.

(26)

Mekanisme yang mendasari ekspresi tumor PD-L1 (yaitu resistensi imun bawaan vs adaptif) belum dapat ditentukan berdampak responsif terhadap inhibitor PD-1/PD-L1 di klinis. Namun, data uji klinis menunjukkan bahwa pasien dengan mutasi EGFR hanya memiliki tingkat respons sederhana terhadap blokade PD-1. Sebagai contoh, dalam fase 3 acak CheckMate 057 percobaan dengan pasien KPKBSK non-skuamosa yang sudah diobati sebelumnya, inhibitor PD-1 nivolumab menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam OS dibandingkan dengan docetaxel.Namun, tidak ada perbedaan antara kedua kelompok penelitian antara subset dari pasien degan mutasi EGFR130 Mekanisme lain untuk pengaturan ekspresi PD-L1 termasuk amplifikasi simultan PD-L1 dan JAK2, keduanya terletak di wilayah kromosom 9p2129, regulasi naik atau turun dari micro RNAs30-32, dan hipoksia (melalui produksi dari faktor yang diinduksi hipoksia 1α, HIF1α). 14 Misalnya, up-regulasi miR-20b, -21, dan - 130b telah terbukti menghasilkan ekspresi PD-L1 melalui down-regulasi ekspresi PTEN pada kanker kolorektal, sementara miR-200 menekan ekspresi PD-L1 pada sel tumor yang direstitusi oleh aktivator transformasi epitel mesenkim, ZEB1.

Selajutya, miR-197 down-regulatepada kemoresisten KPBSK menekan cyclin- dependent kinase CKS1B yang memfasilitasi fosforilasi STAT3 yang mengarah ke ekspresi PD-L1 serta transkripsi Bcl-2, c-Myc dan cyclin D131. Dengan demikian, down-regulate miR-200 dan miR-197 dikaitkan dengan ekspresi PD- L1. Adapun ekspresi PD-L1 yang berhubungan dengan hipoksia, HIF1α dilaporkan berikatan dengan elemen hypoxiaresponse dalam promotor proksimal PD-L115.

(27)

2.1.3 Pengobatan dengan Imunoterapi

Terapi untuk kanker paru-paru (KPKBSK) telah berubah dengan cepat setelah diperkenalkannya inhibitor checkpoint imun, termasuk programmed death- 1 (PD-1) dan inhibisi programmed death-ligand 1 (PD-L1). Nivolumab (Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS, Badan Obat Eropa , dan Kementerian Kesehatan, Perburuhan dan Kesejahteraan Jepang dan atezolizumab (FDA) telah menyetujui kasus pasien yang tidak dapat dioperasi, dan/atau metastasis KPKBSK (skuamosa dan non-skuamosa) dengan kemoterapi sebelumnya. Pengujian PD-L1 tidak diperlukan untuk pemilihan pasien dengan nivolumab atau atezolizumab, meskipun diagnostik komplementer PD-L1 disetujui untuk KPKBSK. Pembrolizumab sudah disetujui oleh FDA, EMA, dan MHLW untuk pengobatan lini pertama pasien dengan KPKBSK metastatik (skuamosa dan nonskuamos) yang tumornya menunjukkan pewarnaan PD-L1 dalam ≥ 50% sel tumor (yang disebut skor proporsi tumor [TPS]), atau pasien dengan stadium lanjut lokal dan / atau KPKBSK metastatik dengan kemoterapi sebelumnya dan TPS ≥ 1%. 5

Dalam mencari terapi yang efektif pada pasien dengan kanker paru-paru, pendekatan inhibisi imun telah menunjukkan harapan yang cukup besar. Sejumlah interaksi ligan-reseptor, termasuk PD-1 / PD-L1 dan B7 / CTLA-4, tampaknya mematikan respons kekebalan pada kanker paru-paru, bahwa secara umum memiliki tingkat mutasi somatik yang tinggi, yang dapat membuat tumor menjadilebih imunogenik. Sebagian besar fokus terapi ini pada kanker paru-paru, terutama pada kanker paru-paru non-sel kecil (KPKBSK), telah mengganggu interaksi. dari PD-1 dan PD-L1 antara sel-sel tumor dan sel-sel efektor imun,

(28)

menggunakan antibodi monoklonal terhadap PD-L1 atau PD-1. Di era kedokteran yang dipersonalisasi ini menggunakan agen biologis yang ditargetkan, biomarker yang memprediksi respons terhadap terapi merupakan pusat pengambilan keputusan pengobatan. 16

Ada sejumlah terapi anti-PD-L1 atau anti-PD-1 dan agen pembrolizumab pada berbagai tahap pengembangan, dan biomarker yang disukai PD-L1 dinilai dengan menggunakan imunohistokimia. Data yang terbatas saat ini tersedia, untuk agen terapeutik ini, pada kanker paru-paru, khususnya pada pasien dengan KPKBSK tahap lanjut. Berbagai pendekatan telah diambil untuk menilaiimunohistokimia/IHC PD-L1, menggunakan antibodi diagnostik yang berbeda untuk menilai ekspresi PD-L1, platform pewarnaan teknis yang berbeda, dan definisi yang berbeda dari nilai IHC prediktif "positif". Dalam beberapa kasus, ekspresi PD-L1 pada sel efektor imun sebagai lawan atau dalam kombinasi dengan ekspresi dalam sel tumor, telah dipilih sebagai biomarker.17

Imunoterapi yang menargetkan PD-1 danPD-L1 menunjukkan aktivitas antitumor dan toleransi pada Kanker paru-paru karsioma bukan sel kecil (KPKBSK), terutama pada pasien dengan ekpresi PD-L1 yang tinggi. Seperti yang terdeteksi oleh pendamping atau uji diagnostik komplementer yang dikembangkan untuk agen individu. Laboratorium nampaknya tidak mungkin menggunakan beberapa platform pengujian. Selain itu, tes diagnostik yang tersedia secara komersial tidak terstandarisasi, dan metode pengujian yang berbeda dapat menyebabkan pemilihan pengobatan yang tidak tepat. 18

(29)

Gambar 2.1. Programmed death receptor-1 dengan ligand (PDL-1) immunostaining dilakukan menggunakan klon E1LN3N anti-PD-L1 dari Cell Signaling Technology (Boston) dengan teknik deteksi standar. A, Karsinoma sel skuamosa menunjukkan reaksi positif yang kuat dan seragam dalam sel tumor. B, Meskipun negatif dalam sel-sel tumor di tengah gambar, terdapat reaksi positif dalam makrofag dan sel-sel kekebalan lainnya dalam stroma tumor. C, Kebanyakan makrofag alveolar positif untuk PD-L1. D, Adenokarsinoma ini negatif untuk PD-L1. 18

Nilai biomarker yang dipilih bervariasi dalam hal memprediksi respons terhadap terapi, dan dalam beberapa kasus bergantung pada lini terapi yang diberikan sebagai agen penghambat. Tes biomarker mungkin tidak mewakili status PD-L1 sebenarnya dari tumor, baik karena heterogenitas ekspresi dan kesalahan pengambilan sampel, atau karena sampel uji mendahului jalur terapi sebelumnya. Secara umum terdapat tingkat respons yang lebih tinggi pada populasi positif PD-L1 dibandingkan dengan kelompok pasien negatif PD-L1, walaupun dalam beberapa penelitian perbedaan ini tidak signifikan. 19

KPKBSK didasarkan pada penelitian yang menunjukkan kelangsungan hidup secara keseluruhan lebih lama dan tolerabilitas yang lebih baik dengan inhibitor checkpoint dibandingkan dengan kemoterapi berbasis docetaxel atau berbasis platinum. Dua tambahan inhibitor PD-L1, durvalumab dan avelumab, sedang dievaluasi sebagai monoterapi atau terapi kombinasi untuk pengobatan KPKBSK lini pertama atau kedua20.

(30)

Pembrolizumab telah disetujui untuk digunakan pada pasien dengan metastasis KPKBSK yang tumornya mengekspresikan PD-L1 dalam membran 50% sel tumor, sebagaimana ditentukan oleh tes yang telah disetujui oleh FDA, dan yang memiliki perkembangan penyakit pada atau setelah terapi sebelumnya.

Pendamping diagnostik yang telah disetujui untuk digunakan dengan pembrolizumab di KPKBSK adalah Dako PD-L1 imunohistokimia 22C3 pharmDx. Nivolumab disetujui untuk digunakan pada pasien dengan KPKBSK metastatik yang telah berkembang pada atau setelah mendapat terapi sebelumnya.

Pengujian PD-L1 tidak diperlukan untuk penggunaan nivolumab di KPKBSK;

Namun, nivolumab memang memiliki diagnostik komplementer yang disetujui FDA (Dako PD-L1 imunohistokima 28-8 pharmDx).9

Untuk setiap inhibitor PD-1/PD-L1, uji imunohistokimia PD-L1 spesifik dikembangkan untuk menilai level ekspresi PD-L1 pada tumor KPKBSK ganas dan/atau sel-sel kekebalan. Pemeriksaan yang dilakukan FDA-Eropa, European Conformity – In Vitro (CE-IVD), dan MHLW yang disetujui PD-L1 imunohistokimia 22C3 pharmDx assay (22C3) dan CE-IVD yang ditandai uji PD- L1 imunohistokimia SP263 (SP263) disetujui sebagai diagnostik pendamping untuk pembrolizumab, dengan pengujian PD-L1 diperlukan untuk menentukan kelayakan pasien. Assay pharmDx (28-8) dan CE-IVD ditandai dengan SP263 yang disetujui FDA, MHLWapproved PD-L1, dan MHLWapproved digunakan dengan nivolumab, dan uji FDA-dibersihkan PD-L1 imunohistokimia SP142 (SP142) digunakan dengan atezolizumab disetujui sebagai diagnostik pelengkap;

mereka tidak diperlukan untuk perawatan tetapi dapat mendukung keputusan klinis. 5

(31)

Studi DREAM (Intra dan Interobserver Reproducibility Study dari Biomarker PD-L1 pada Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil) menilai reproduktifitas intra-dan interobserver dari penilaian ekspresi PD-L1 di KPKBSK menggunakan 22C3, dan dampak reproduktifitas. Level ekspresi dari 60 spesimen PD-L1, sebagaimana ditentukan oleh 10 patolog, dibandingkan dengan penilaian standar emas (oleh dua patolog terlatih dan bersertifikat Dako). Nilai OPA adalah 90% dan 91% untuk reproduktifitas intraobserver dan 82% dan 84% untuk reproduktifitas interobserver untuk level ekspresi PD-L1 masing-masing ≥ 1% dan

≥ 50%. Namun, pelatihan memiliki sedikit efek pada reproduksibilitas, tanpa perubahan OPA setelah pelatihan untuk level ekspresi PD-L1 ≥ 1% (82%) dan hanya sedikit perbaikan untuk level ekspresi PD-L1 ≥50% (78% v 82% ). 21

Inhibitor PD-1/PD-L1 bekerja secara berbeda dari kebanyakan strategi imunoterapi kanker yang diuji klinik, yang biasanya ditujukan untuk merangsang respon sel-T terhadap antigen spesifik tumor. Salah satu alasan pendekatan ini sebelumnya adalah vaksin kanker terapeutik, yang umumnya tidak berhasil karena sel-T memiliki "checkpoints" seperti pada PD-1 dan CTLA-4, yang berfungsi untuk menjaga autoimunitas dan untuk melindungi jaringan dari kerusakan oleh respons imun terhadap infeksi yang berlebih-lebihan. Tumor juga dapat menahan pendekatan imunostimulatory dengan mengambil keuntungan dari mekanisme pelindung alami ini, yaitu mekanisme inhibitor (penghambatan). Kombinasi dari PD-1 dan antibodi CTLA4 telah ditunjukkan menjadi lebih efektif daripada penggunaan antibodi sendiri pada pengobatan dari berbagai jenis kanker.

Kombinasi ini meningkatkan hingga sepuluh kali lipat dari sel T CD8+.22

(32)

Manajemen kanker paru bukan sel kecil (KPKBSK) meningkat sangat cepat dalam beberapa tahun terakhir, sebagai hasil dari kemajuan yang pesat tentang pemahaman genetiknya. Tampilan mutasi Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR), Anaplastic Lymphoma Kinase Gene (ALK) Rearrangement, atau ROS1 rearrangement bersifat prediktif dari efikasi terapi Tirosin Kinase Inhibitor (TKI), yang mana dihubungkan dengan hasil yang lebih tahan lama, kurang toksisitas, dan kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan konvensional kemoterapi. 19 Imunoterapi adalah paradigma baru untuk perawatan KPKBSK, ICPI yang menargetkan PD-1 atau ligannya PD- L1, juga bermanfaat pada kelangsungan hidup pasien pada penyakit-penyakit lanjut jika dibandingkan dengan kemoterapi konvensional. Ekspresi PD-L1 pada sel- sel tumor telah dikaitkan dengan peningkatan keluaran hasil klinis dari jalur PD-1 blokade pada pasien KPKBSK. 2.

2.2 TPS (Tumor Proportion Score)

Kanker paru bukan sel kecil (KPKBSK) terdapat ekspresi protein PD-L1 dalam KPKBSK yang dapat ditentukan dengan menggunakan Tumor Proportion Score (TPS), yang merupakan persentase sel tumor hidup yang menunjukkan pewarnaan membran parsial atau lengkap pada intensitas apa pun. Spesimen dianggap memiliki ekspresi PD-L1 jika TPS ≥1% dan ekspresi PD-L1 yang tinggi jika TPS≥50%.7

Pembrolizumab, antibodi anti-PD1 telah menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam tingkat kesembuhan dan kelangsungan hidup dalam pengobatan lini pertama dibandingkan dengan kemoterapi konvensional pada pasien

(33)

KPKBSK lanjut ketika PD-L1 positif dalam sel tumor ≥50%.23. Pengobatan lini kedua mungkin juga efektif ketika sel-sel tumor PD-L1-positif ada ≥1% . Oleh karena itu, status ekspresi PD-L1 sangat penting untuk secara efektif diobati oleh pembrolizumab pada pasien tertentu. Namun, sampai saat ini, pengetahuan yang terbatas tentang hubungan antara ekspresi PD-L1 dan berbagai faktor klinis.24.

Sel tumor positif didefinisikan sebagai keliling lengkap atau pewarnaan membran sel parsial. Yang pada akhirnya, skor dicatat sebagai persentase sel tumor positif PD-L1 di atas total sel tumor; Tumor Proportion Score (TPS). Status pewarnaan diklasifikasikan oleh TPS menjadi tiga kelompok; <1% (pewarnaan negatif), ≥1% dan <49% (lemah positif), dan ≥50% (sangat positif). Semua tumor yang menunjukkan TPS ≥1% dianggap sebagai ekspresi positif.

Gambar 2.2. Foto representatif ekspresi PD-L1 dan TPS. (A) TPS <1% (pewarnaan negatif) × 10, (B) TPS 1-49% (positif lemah) × 10, dan (C) TPS ≥50% (sangat positif) × 10.24

Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan hubungan antara persentase tumor positif PD-L1 dan tipe histologis meskipun kriteria positif PD-L1 berbeda dalam setiap penelitian. Janzic dkk. menilai tumor yang direseksi dan melaporkan bahwa kasus PD-L1-positif (TPS ≥5%) lebih sering ditemukan pada Sq (52%) daripada pada Ad (17%).25 Scheel dkk. memeriksa spesimen dari pasien dengan KPKBSK dan menemukan bahwa kasus positif (TPS ≥ 1%) adalah 34% di Sq dan 34% di Ad, menunjukkan tidak ada perbedaan antara kedua jenis histologis. 26 Lin

(34)

dkk. membandingkan PD-L1 positif dengan menggunakan kriteria yang sama seperti Scheel dkk. dan menunjukkan bahwa kepositifan lebih tinggi di Sq (46%) daripada di Ad (27%).27 Cooper dkk. telah melaporkan frekuensi ekspresi PD-L1 yang tinggi (TPS ≥50%); 8% di Sq, 12% di La, dan 5% di Ad.14) Penelitian kami saat ini mengkonfirmasi bahwa kanker paru-paru PD- L1-positif (TPS ≥1%) lebih sering di Sq (44%) atau La (67%) ) daripada Iklan (21%) dengan signifikansi marjinal 21.

2.3 Imunoonkologi

Tujuan imunologi tumor adalah untuk memahami komponen sistem kekebalan tubuh yang penting untuk imunosurvei tumor dalam kasus penyakit klinis. Imunoterapi bertujuan untuk meningkatkan sistem kekebalan pasien kanker dengan meningkatkan kemampuannya untuk mengenali tumor atau meningkatkan fungsi efektor kekebalan yang hilang. Studi tentang interaksi sistem imun dengan kanker telah mengungkapkan bahwa setiap mekanisme efektor imun innate dan adaptif berperan dalam pengenalan dan kontrol tumor.28

2.3.1 Respons imun anti tumor

Sistem kekebalan diketahui memiliki potensi untuk menghancurkan sel-sel kanker dan menghambat pertumbuhan tumor melalui respons yang ditimbulkan oleh sistem imun bawaan dan adaptifnya29.

Respons imun bawaan adalah antigen yang tidak spesifik, berkembang dengan cepat, dan dimediasi oleh berbagai sel efektor (pembunuh alami [NK] sel, leukosit polimorfonuklear, dan sel mast, serta sel penyaji antigen [APCs] seperti makrofag dan sel dendritik [DC]), yang memicu sekresi gamma interferon (IFN-γ)

(35)

dan perforin, juga sebagai sitokin inflamasi, yang menginduksi apoptosis sel tumor. Sebaliknya, respons imun adaptif spesifik antigen, berkembang lebih lambat, menyediakan sel imun memori, dan terdiri dari imunitas humoral dan seluler yang dimediasi oleh sel B dan T 29.

Gambar 2.3. Bagan Skematis dari peran subset sel imun bawaan dalam imunitas tumor.29

Panah biru menunjukkan respons imun anti-tumor, panah merah menunjukkan inhibisi respons imun anti- tumor. TAM: Tumor Associated Macrophages, M1: Classically Activated Macrophages, M2: Alternatively Activated Macrophages, NK: Natural Killer cells, CTL: Cytotoxic Lymphocytes, VEGF: Vascular Endothelial Growth Factor, GM-CSF: Granulocyte-Macrophage ColonyStimulating Factor, M-CSF: Macrophage Colony-Stimulating Factor, TGF-β: Transforming Growth Factor-Beta, Ab: Antibodi. Catatan : sel T dan B berhubungan dengan respon imun adaptif.

(36)

Imunitas adaptif memiliki potensi untuk respons imun antikanker yang kuat dan tahan lama. Yang perlu dicatat, beberapa sel yang terlibat dalam imunitas bawaan, seperti DC, makrofag, dan sel NK, juga berperan dalam imunitas adaptif.

Respons imun adaptif dimulai oleh DC yang belum matang, yang ditemukan pada sebagian besar tumor manusia dan mampu menangkap antigen yang dilepaskan dari sel kanker30. Setelah maturasi (aktivasi), DC menghadirkan antigen tumor dalam histokompatibilitas utama molekul kompleks (MHC) untuk sel T naive dalam kelenjar getah bening yang mengeringkan tumor, memicu respons sel T pelindung yang terdiri dari sel T (Th) CD4 + pembantu spesifik dan sel T sitotoksik CD 8+30.

Aktivasi sel-T memerlukan interaksi tidak hanya antara kompleks antigen- MHC pada DC dan reseptor sel-T, tetapi juga di antara susunan molekul kostimulator, termasuk CD80 / 86 pada DC dan reseptor CD28 pada sel T. Setelah menginfiltrasi tumor, sel T sitotoksik teraktivasi mampu mengenali dan membunuh sel tumor secara langsung dengan cara yang dibatasi MHC. Selain itu, sel Th yang diaktifkan mensekresi sitokin yang menginduksi peradangan dan merekrut populasi sel imun ke microenvironment tumor untuk menghilangkan sel kanker.28

Gambar 2.4. Bagan skematik dari sel imun adaptif pada imunitas panah biru menunjukan aksi anti tumor, panah merah menunjukkan inhibis imunitas.28

(37)

TNF-α: Tumor necrosis factor alpha, IFN-ɣ: Interferon gamma, CTLs:

CD8+ cytotoxic lymphocytes, TGF-β: Transforming growth factor beta, MDSC:

Myeloid-derived suppressor cellsDC dapat menginduksi respon anti bodi yang diperantarai sel B dan aktivitas sel NK28

Beberapa sel telah bertransformasi pertama terdeteksi oleh sel NK melalui ligan spesifik pada sel tumor. Hal ini menyebabkan dektruksi beberapa sel tersebut lalu terjadi fagositosis fragmen sel tersebut oleh makrofag dan sel dendritik. Makrofag dan sel dendritik ini diaktifkan untuk mensekresikan banyak sitokin inflamasi dan molekul sel imun innate dari tumor ke sel T dan B. Aktivasi sel T dan B menyebabkan produksi sitokin yang selanjutnya meningkatkan aktivasi kekebalan innate dan mendukung ekspansi produksi sel T spesifik dan antibodi tumor. Sistem kekebalan adaptif menyebabkan menghancurkan tumor yang tersisa dan paling penting adalah terbentuknya sel memori yang spesifik terhadap komponen tumor spesifik yang akan berfungsi untuk mencegah kekambuhan tumor.28

Gambar 2.5. Kekebalan anti kanker adaptif.28

(38)

Respons imun anti kanker adaptif dimulai oleh DC yang belum matang, yang menangkap dan memproses antigen tumor.

DC selanjutnya mengalami pematangan dan bermigrasi ke kelenjar getah bening yang mengeringkan tumor, di mana mereka menghadirkan antigen tumor dalam molekul MHC ke sel T naif, memicu respons sel T pelindung. Aktivasi sel T membutuhkan interaksi tidak hanya antara kompleks antigen-MHC pada DC dan TCR tetapi juga di antara berbagai molekul co-stimulator, termasuk CD80 / 86 pada DC dan reseptor CD28 pada sel T. Respons imun antikanker yang adaptif memuncak dengan infiltrasi sel T sitotoksik teraktivasi ke dalam tumor, membunuh sel kanker. DC, sel dendritik; MHC, histokompatibilitas utama; TCR, reseptor sel-T.

Efektor sistem imun adaptif, seperti sel T CD4 +, sel T sitotoksik CD8 +, dan antibodi, secara khusus menargetkan kepada antigen tumor; yaitu molekul khusus yang diekspresikan oleh sel tumor. Antigen tumor adalah protein seluler normal yang diekspresikan secara abnormal sebagai hasil mutasi genetik, perbedaan kuntitatif dalam ekspresi, atau perbedaan pada modifikasi post translasional. Pada jenis tumor yang disebabkan oleh virus seperti kanker serviks, yang disebabkan oleh human papillomavirus, atau karsinoma hepatoselular yang disebabkan oleh virus hepatitis B, protein virus juga dapat berfungsi sebagai antigen tumor dan target untuk respon kekebalan antitumor.31

Sampai saat ini, sebagian besar penelitian tentang interaksi sistem kekebalan dan tumor telah dilakukan setelah kanker telah didiagnosis, yaitu pada tahap pelepasan imunosurvei. Fase khusus ini ditandai oleh peningkatan sel imunosupresif yang sebelumnya tidak diketahui, seperti sel T regulator (Treg) dan

(39)

sel supresor myeloid yang diturunkan (MDSC), sitokin imunosupresif yang berasal dari Treg, MDSC, dan sel tumor dan sel T efektor yang kurang berfungsi secara efektif. molekul yang mampu mencegah aktivasi sel T.32 Arah pertama adalah terus menggunakan kelas imunoterapi lama yang menargetkan kanker secara langsung, namun menggunakannya secara kombinasi dengan terapi yang menargetkan sistem kekebalan tubuh di microenviroment tumor, seperti sitokin, penekan aktivitas Treg atau MDSC, atau antibodi yang memodulasi aktivitas sel- T. Antibodi yang baru, ipilimumab, yang berfungsi untuk mempertahankan aktivitas sel T sitotoksik dengan menambahkan aktivasi dan proliferasi sel T.

Arah lainnya adalah dengan menggunakan imunoterapi, baik yang sudah tua maupun yang baru, untuk mencegah kanker pada individu berisiko tinggi.33

Beberapa kelainan gen yang paling sering terjadi pada adenokarsinoma adalah mutasi pada protein tumor p53 (TP53), KRAS, dan serin/treonin kinase 11 (STK11), telah terbukti sulit untuk diterapi.34

2.3.2 Antigen Tumor

Tumor ganas mengekspresikan berbagai jenis molekul yang dapat dikenali oleh sistem imun sebagai antigen asing (Gbr. 10-2). Jika sistem kekebalan tubuh mampu bereaksi terhadap tumor pada individu, tumor tersebut harus mengekspresikan antigen yang dilihat sebagai nonself oleh sistem kekebalan individu. 35

Pada tumor eksperimental yang disebabkan oleh karsinogen kimia atau radiasi, antigen tumor mungkin merupakan mutan dari protein seluler normal.

Hampir semua gen dapat bermutasi secara acak dalam tumor yang berbeda, dan sebagian besar gen yang bermutasi tidak berperan dalam tumorigenesis.

(40)

Gambar 2.6. Jenis antigen tumor yang dikenali oleh sel T.35

Antigen-antigen tumor yang dikenali oleh sel-sel T CD8 + yang spesifik- tumor mungkin merupakan bentuk-bentuk protein yang acak yang tidak berkontribusi pada perilaku ganas dari produk-produk tumor dari onkogen atau gen penekan tumor, protein diri yang diekspresikan secara berlebihan atau tidak jelas, atau produk dari virus onkogenik . Antigen tumor juga dapat dikenali oleh sel T CD4 +, tetapi sedikit yang diketahui tentang peran sel T CD4 + dalam kekebalan tumor. CTL, limfosit T Sitotoksik; EBNA, antigen nuklir virus Epstein- Barr; EBV, virus Epstein-Barr; gp100, glikoprotein 100 kD. Pengurutan genom tumor baru-baru ini telah mengungkapkan bahwa tumor manusia yang umum

(41)

mengandung sejumlah besar mutasi pada gen yang beragam, dan produk dari banyak gen yang diubah ini dapat berfungsi sebagai antigen tumor. Beberapa antigen tumor adalah produk dari onkogen bermutasi atau translokasi atau gen penekan tumor yang mungkin terlibat dalam proses transformasi ganas, yang disebut mutasi driver. Mutasi lain dapat terjadi akibat kerusakan pada perbaikan DNA yang umum terjadi pada kanker, dan dapat mewakili mutasi penumpang yang tidak secara langsung terlibat dalam transformasi ganas. Namun, kedua jenis mutasi dapat menyandikan protein yang dianggap asing, dan karena itu keduanya mungkin relevan dari sudut pandang imunologis. Anehnya, pada beberapa tumor manusia, antigen yang memperoleh respons imun muncul menjadi protein normal (tidak dipetakan) diekspresikan berlebihan, atau yang ekspresinya normal terbatas pada jaringan atau tahapan tertentu perkembangan tetapi disregulasi dalam tumor. 35

Antigen diri yang secara struktural normal ini tidak diharapkan untuk memperoleh respons imun, tetapi ekspresi menyimpang mereka mungkin cukup untuk membuatnya imunogenik. Sebagai contoh, protein diri yang diekspresikan hanya dalam jaringan embrionik mungkin tidak menyebabkan toleransi pada orang dewasa; dengan demikian protein yang sama yang diekspresikan dalam tumor dapat dikenali sebagai asing oleh sistem kekebalan tubuh. Pada tumor yang disebabkan oleh virus onkogenik, antigen tumor mungkin merupakan produk dari virus.35

(42)

2.3.3 Siklus Imunitas Pada Kanker

Untuk respon imun antikanker untuk eliminasi yang efektif pada sel kanker, serangkaian peristiwa bertahap terjadi pada siklus ini. Pada langkah pertama siklus imunitas kanker, neoantigen yang dibuat oleh onkogenesis dilepaskan dan ditangkap oleh sel dendritik (DC) untuk diproses (langkah 1).

Untuk ini langkah untuk menghasilkan respons sel T anti kanker. Sinyal imunogenik seperti itu mungkin termasuk sitokin proinflamasi dan faktor- faktor yang dilepaskan oleh sel tumor yang mati atau oleh mikrobiota usus.

Selanjutnya, DCmempresentasikan antigen yang ditangkap pada molekul MHC-I dan MHC-II. Sel T, menghasilkan priming dan aktivasi respons sel T efektor terhadap antigen spesifik kanker yang dikenali sebagai antigen asing. Sifat respon imun adalah ditentukan pada tahap ini, dengan mewakili keseimbangan rasio sel efektor T versus sel regulator T menjadi kunciuntuk hasil akhir. Akhirnya, sel T efek tor yang diaktifkan (langkah 4) dan menyusup ke dasar tumor (langkah 5), secara khusus mengenali dan mengikat sel-sel kanker melalui interaksi antara reseptor sel T (TCR) danantigen serumpunnya terikat pada MHC-I (langkah 6), dan bunuh sel kanker target mereka (langkah 7). Pembunuhan sel kanker melepaskan antigen terkait tumor tambahan (langkah 1). Pada pasien kanker, Siklus imunitas kanker tidak bekerja optimal. Antigen tumor mungkintidak terdeteksi, DC dan sel T dapat mengenali antigen sebagai diri sendirisehingga menciptakan respon sel regulasi T bukandari respons efektor, sel T mungkin, dapat dihambat dari infiltrasi tumor, atau faktor-faktor dalam microenvironment tumor mungkin menekan sel-sel efektor yang diproduksi (ditinjau oleh Motz dan.36

(43)

Tujuan imunoterapi kanker adalah untuk menginisiasi kembali siklus imunitas kanker yang berkelanjutan, memungkinkannya untuk berkembang dan menyebar. Karena itu harus dengan hati-hati dikonfigurasi untuk mengatasi mekanisme umpan balik negatif. Keterbatasan ini mencerminkan ketidakpastian yang berlanjut mengenai identitas antigen yang akan digunakan, cara pengirimannya, jenis adjuvan yang diperlukan, dan karakteristik proksimal dari respons sel T yang diinginkan.37 Kedua, adanya immunostate dalam microenvironment tumor dapat meredam atau nonaktifkan respons imun antitumor

sebelum dekstruksi tumor dapat terjadi. Jadi, selama ini sinyal negatif telah dijumpai, prospek untuk pengobatan dengan menggunakan vaksin kemungkinan akan terbatas. Meskipun vaksinasi dapat mempercepat kekebalan anti kanker dalam konteks terapi yang menekan regulator negatif.37

Sejumlah tantangan perlu diatasi. Pertama adalah identifikasi antigen tumor yang sesuai untuk dimasukkan dalam vaksin jenis tertentu. Pada saat ini sedang diuji coba antigen monovalen (menggunakan antigen C-T MAGE-A3)

38;39, namun tidak jelas bahwa vaksin tersebut akan perlu menghasilkan respons sel T yang cukup kuat pada semua pasien. Selain itu, target antigenik tunggal, terutama yang tidak berasal dari sebuah protein yang merupakan pendorong onkogenik, tampaknya akan memungkinkan resistensi oleh penyimpangan antigenik (pengeditan imun) daripada vaksin multivalen. 37

(44)

Gambar 2.7. Siklus Imunitas Kanker37

Siklus kekebalan terhadap kanker adalah proses siklik yang dapat berkembang biak sendiri, yang mengarah ke akumulasi faktor stimulasi kekebalan yang pada prinsipnya harus memperkuat dan memperluas respons sel T. Siklus ini juga ditandai oleh faktor penghambat yang mengarah pada mekanisme umpan balik pengaturan kekebalan tubuh, yang dapat menghentikan perkembangan atau membatasi kekebalan. Siklus ini dapat dibagi menjadi tujuh langkah utama, dimulai dengan pelepasan antigen dari sel kanker dan diakhiri dengan pembunuhan sel kanker. Setiap langkah dijelaskan di atas, dengan jenis sel utama yang terlibat dan lokasi anatomi dari aktivitas yang terdaftar. Singkatan adalah sebagai berikut: APC, sel penyaji antigen; CTLs, limfosit T sitotoksik.

(45)

Gambar 2.8. Faktor Stimulasi danPenghambatan dalam Siklus Imunitas-Kanker37

Setiap langkah dari Siklus Imunitas Kanker membutuhkan koordinasi dari banyak faktor, baik stimulasi dan penghambatan secara alami. Faktor stimulasi ditunjukkan pada hijau meningkatkan imunitas, sedangkan inhibitor yang ditunjukkan dengan warna merah membantu menjaga proses tetap terkendali dan mengurangi aktivitas kekebalan dan/atau mencegah autoimunitas. Immune Checkpoint, seperti CTLA4, dapat menghambat perkembangan respon imun aktif

dengan bertindak terutama pada tingkat pengembangan sel T dan proliferasi (langkah 3). Kami membedakan ini dari faktor rheostat imun („„imunostat'‟), seperti PD-L1, dapat memiliki fungsi penghambatan yang terutama bertindak untuk memodulasi respons imun aktif di dasar tumor (langkah 7). Singkatan adalah sebagai berikut: IL, interleukin; TNF, faktor nekrosis tumor; IFN, interferon; CDN, dinucleotide siklik; ATP, adenosin trifosfat; HMGB1, kelompok mobilitas tinggi protein B1; TLR, reseptor seperti Tol; HVEM, mediator pemasukan virus herpes; GITR, gen yang berhubungan dengan TNFR yang diinduksi oleh glukokortikoid; CTLA4, T-limfosit sitotoksik antigen-4; PD-L1,

(46)

ligan kematian terprogram 1; CXCL / CCL, ligan motif kemokin; LFA1, antigen- 1 terkait fungsi limfosit; ICAM1, intraselulermolekul adhesi 1; VEGF, faktor pertumbuhan endotel vaskular; IDO, indoleamin 2,3-dioksigenase; TGF, mengubah faktor pertumbuhan; BTLA, B- dan T-limfosit attenuator; VISTA, penekan Ig domain V dari aktivasi sel T; LAG-3, protein aktivasi gen limfosit 3;

MIC, MHC kelas I urutan terkait polipeptida protein; TIM-3, domain imunoglobulin sel T dan domain musin-3. Meskipun tidak diilustrasikan, penting untuk dicatat bahwa sel pengatur T intratumoral, makrofag, dan sel penekan yang berasal dari mieloid adalah sumber utama dari banyak faktor penghambat ini.

Mungkin tidak cukup mengandalkan urutan genom tumor yang diekspresikan mencari mutasi titik, fusi translokasi, atau antigen C-T. Tidak hanya ini bervariasi dari pasien ke pasien atau bahkan dari sel ke sel dalam satu pasien, ekspresi pada RNA messenger atau tingkat protein tidak memastikan bahwa peptida antigenik yang diprediksi akan dihasilkan dandinyatakan sebagai kompleks peptida-MHC-I, terutama di kompleksitas alelik di MHC.

2.3.4 Mekanisme Imun Melawan Sel Tumor

Mekanisme imun utama dari eliminasi tumor adalah membunuh sel-sel tumor oleh CTL spesifik untuk antigen tumor. Mayoritas antigen tumor yang memperoleh respon imun pada individu yang mengandung tumor adalah protein sitosolatau inti sel yang disintesis secara endogen yang ditampilkan sebagai peptida yang berhubungan dengan histokompatibilitas kompleks kelas utama (MHC) yang terkait. Oleh Karena itu, antigen-antigen ini dikenali oleh MHC kelas I–CD8+CTLs, yang fungsinya untuk membunuh sel-sel yang memproduksi antigen.40

(47)

Peran CTLs dalam penolakan tumor telah ditetapkan dalam model hewan:

Transplantasi tumor dapat dihancurkan dengan mentransfer sel T CD8 + tumor- reaktif ke hewan pembawa tumor. Studi dari beberapa tumor manusia menunjukkan bahwa infiltrasi CTL yang melimpah memprediksi perjalanan klinis yang lebih baik dibandingkan dengan tumor dengan CTL yang jarang. Tanggapan CTL terhadap tumor sering diinduksi oleh pengenalan antigen tumor pada host- antigen presenting cells (APCs), yang menelan sel tumor atau antigennya dan

menyajikan antigen ke sel T.40

Tumor dapat terjadi pada hamper semua jenis sel berinti, yang mampu mempresentasikan MHC kelas I terkait peptide imun (karena semua sel berinti mengekspresikan molekul MHC kelas I), tetapi sering sel tumor tidak mengekspresikan costimulator atau molekul MHC kelas II. Aktivasi sel T CD8 + naïf untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi CTL aktif tidak hanya membutuhkan pengenalan antigen (peptida terkait MHC kelas I) tetapi juga kostimulasi dan/atau bantuan sel MH4 CDC + dibatasi sel T kelas II MHC. Lalu, Tumor atau proteinnya difagositosis oleh sel dendritik, dan antigen sel tumor diproses dan ditampilkan oleh molekul MHC kelas I pada sel dendritik inang.

Proses ini disebut cross-presentation atau cross-priming, karena satu jenis sel (sel dendritik) menyajikan antigen dari sel lain (sel tumor) dan mengaktifkan CD8+

limfosit T spesifik untuk jenis sel kedua. Dengan demikian, antigen tumor dapat dikenali oleh sel T CD8+ dan oleh sel T CD4+ dengan cara yang sama seperti antigen protein lain yang ditampilkan oleh sel dendritik. Pada saat yang sama, APC ini mengungkapkan costimulator yang menyediakan sinyal untuk aktivasi sel T. Tidak diketahui bagaimana tumor menginduksi ekspresi costimulator pada

(48)

APC, rangsangan fisiologis untuk induksi costimulator biasanya berupa mikroba, dan tumor pada umumnya steril. Salah satu kemungkinannya adalah sel-sel tumor mati jika pertumbuhannya melebihi darah dan suplai nutrisi, dan sel-sel yang mati melepaskan produk-produk yang merangsang respons bawaan. Aktivasi APC untuk mengekspresikan costimulator adalah bagian dari respons ini. Setelah sel T CD8+ naif telah berdiferensiasi menjadi CTL efektor, dan dapat membunuh sel- sel tumor yang mengekspresikan antigen yang relevan tanpa kostimulan atau bantuan sel T.40

Gambar 2.9. Induksi sel T CD8+ terhadap tumor.40

Respons sel T CD8+ terhadap tumor dapat diinduksi dengan cross-priming (juga disebut presentasi silang), di mana sel tumor atau antigen tumor (atau keduanya) difagositosis oleh sel dendritik, diproses, dan disajikan ke sel T.

Dalam beberapa kasus, costimulator B7 yang diekspresikan oleh sel antigen- presenting (APCs) ini memberikan sinyal kedua untuk diferensiasi sel T CD8+.

APC juga dapat merangsang sel T helper CD4+.

(49)

Gambar 2.10. Penghambatan sel T yang dimediasi CTLA-4.40

Sel T diaktifkan ketika TCR mengikat antigen yang ditampilkan di MHC pada sel yang menyajikan antigen bersamaan dengan kostimulan yang dimediasi oleh CD28: B7. A, Dalam kasus stimulus TCR yang lemah, pengikatan CD28: B7 mendominasi, menghasilkan sinyal pengaktif dan produksi IL-2, proliferasi, dan peningkatan kelangsungan hidup. B, Dalam hal TCR yang kuatstimulus, ekspresi CTLA-4 diregulasi oleh peningkatan transportasi ke permukaan sel dari penyimpanan intraseluler dan penurunan internalisasi. CTLA-4 bersaing dengan CD28 untuk mengikat molekul B7. Peningkatan CTLA-4: Pengikatan B7 dapat menghasilkan sinyal negatif,yangmembatasi produksi dan proliferasi IL-2, dan membatasi kelangsungan hidup sel T. CTLA-4 menunjukkan terkait limfosit T- sitotoksikantigen 4; IL-2, interleukin- 2; MHC, kompleks histokompatibilitas utama; TCR, reseptor sel-T.

Dengan demikian, diferensiasi CTL dapat diinduksi oleh presentasi silang antigen tumor oleh APC, tetapi CTL efektif melawan tumor itu sendiri.

Mekanisme kekebalan selain CTL mungkin berperan dalam penolakan tumor.

(50)

Antitumor tanggapan sel T CD4 + dan antibodi telah terdeteksi pada pasien, tetapi apakah respon tersebut dapat melindungi individu terhadap pertumbuhan tumor belum diketahui. Studi eksperimental telah menunjukkan bahwa sel makrofag teraktivasi dan pembunuh alami (NK) mampu membunuh sel tumor secara in vitro, tetapi peran protektif dari mekanisme efektor ini pada individu pembawa tumor juga sebagian besar tidak diketahui.40

2.4 Immunohistokimia pada Program Death Ligand-1

Untuk KPKBSK, pengujian inhibitor PD-1/PD-L1 pada fase awal percobaan telah disertai oleh perkembangan paralel tes diagnostik pendamping untuk mengevaluasi imunohistokimia pewarnaan PD-L1 pada sel-sel kekebalan dan/atau tumor sel-sel yang terdeteksi pada sampel jaringan tumor yang difiksasi dalam formalin.

Adapun sebagian besar protein jaringan protein PD-L1 dapat terdeteksi oleh imunohistokimia pada formalin-fix, paraffin-embedded (FFPE) bagian jaringan. Antibodi monoklonal terhadap PD-L1 diarahkan domain ekstraselulernya dan imunohistokimia menodai sel tumor dan kekebalan tubuh dengan campuran sitoplasma dan pewarnaan membran. Imunohistokimia memiliki keuntungan sebagai berikut: (i) visualisasi dan lokalisasi sinyal dan identifikasi berlabel berbeda populasi (pada tumor dan/atau sel kekebalan, pada kekebalan sel yang bersentuhan dengan sel tumor atau terletak pada jarak dari sel tumor); (ii) kecepatan pengujian yang memungkinkan transfer hasil ke dokter dalam waktu singkat; (iii) biaya rendah, secara umum, khususnya dibandingkan dengan pendekatan biologi molekuler dan (iv) banyak digunakan di laboratorium

(51)

patologi sejak dipertimbangkan menjadi teknik sederhana yang tidak membutuhkan peralatan mahal. Namun, imunohistokimia PD-L1 memiliki batasnya, yang terkait dengan itu kompleksitas biologis, serta tantangan teknologi.41

Gambar 2.11. Imunohistokimia pada PDL-141

Selain itu, kemanjuran pengobatan anti-PD-L1 bergantung pelepasan aksi imunologis antitumor penghambat limfosit sitotoksik yang disebabkan oleh interaksi antara PD-1 diekspresikan pada sel-sel kekebalan tubuh (khususnya

Gambar

Gambar  2.1.  Programmed  death  receptor-1  dengan  ligand  (PDL-1)  immunostaining  dilakukan  menggunakan  klon  E1LN3N  anti-PD-L1  dari  Cell  Signaling  Technology  (Boston)  dengan  teknik  deteksi  standar
Gambar 2.2. Foto representatif ekspresi PD-L1 dan TPS. (A) TPS &lt;1% (pewarnaan negatif) ×  10, (B) TPS 1-49% (positif lemah) × 10, dan (C) TPS ≥50% (sangat positif) × 10
Gambar 2.3.  Bagan Skematis dari peran subset sel imun bawaan dalam imunitas  tumor. 29
Gambar 2.4. Bagan skematik dari sel imun adaptif pada imunitas panah biru  menunjukan aksi anti tumor, panah merah menunjukkan inhibis imunitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mesin pengendali gulma ini adalah redesain dari hasil kegiatan pengabdian kepada masyarakat (IbM) tahun 2015, perancangan ulang yang dilakukan meliputi membenahan terhadap

Analisis rancangan optimasi produksi pada rantai pasok crude palm oil yang di hasilkan dapat ditinjau dari output model optimasi yang dihasilkan yaitu jumlah TBS yang diperoleh

Pada tabel 7 dapat dilihat karakter user yang dimainkan oleh kecerdasan buatan prosedural dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan mengeleminasi pilihan karakter sistem pada

Jiwo Rogo, dkk., (2013), melakukan penelitian tentang pengaruh variasi temperatur tuang terhadap kekerasan dan struktur mikro pada hasil remelting aluminium tromol

Karir yang bersangkutan berlanjut sebagai Vice President, Head of Planning and Development Department dari September 2008 sampai dengan Agustus 2010.. Berikutnya yang

Pendidik yang memiliki dan menguasai berbagai keterampilan pendidik dalam mengajar dan dapat menerapkan dalam proses pembelajaran akan dinilai oleh peserta didik

Perilaku pemanfaatan sumber informasi agrbisnis adalah perilaku petani dalam menggunakan sumber informasi agribisnis tanaman padi yang ditunjukkan oleh jumlah petani

Variabel yang menjadi prioritas perbaikan pada penelitian kali ini dengan evaluasi dari hasil metode IPA ( Importance Performance Analysis ) terhadap kinerja jasa