BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Supply Chain
Menurut Pujawan (2005), supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Hubungan dari komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Supplier Finansial : invoice, term pembayaran
Material : bahan baku, komponen, produk jadi
Informasi : kapasitas, status pengiriman, quotation
Finansial : pembayaran
Material : retur, recycle, repair
Informasi : order, ramalan, RFQ/ RFP
Sumber: I Nyoman Pujawan, 2005
Gambar 3.1. Simplifikasi Model Supply Chain dan 3 Macam Aliran yang
Dikelola
(downstream). Misalnya bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir. Kedua, aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Misalnya informasi tentang persediaan produk yang masih ada di masing-masing supermarket sering dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Perusahaan harus membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan bisa memonitor untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat.
3.2. Supply Chain Management
Istilah supply chain management pertama kali dikemukakan oleh Oliver & Weber pada tahun 1982. Bila supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, maka SCM adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa SCM menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi.
masing-masing untuk mendistribusikan produknya dengan waktu sesingkat mungkin sehingga berpengaruh pada jaringan supply chain secara keseluruhan.
3.3. Rantai Pasok Kelapa Sawit
Menurut Pahan (2006), minyak kelapa sawit (MKS) merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis karena merupakan bahan baku utama pembuatan minyak makan. Sementara, minyak makan merupakan salah satu dari 9 kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Permintaan akan minyak makan di dalam dan luar negeri yang kuat merupakan indikasi pentingnya peranan komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa.
Kelapa sawit merupakan tanaman yang paling produktif dengan produksi minyak per ha yang paling tinggi dari seluruh tanaman penghasil minyak nabati lainnya.
Sistem agribisnis dikelompokkan menjadi empat subsistem kegiatan, yaitu pengadaan sarana produksi (agroindustri hulu), kegiatan produksi primer (budi daya), pengolahan (agroindustri hilir), dan pemasaran. Dengan demikian, agrobisnis merupakan gabungan dari agroindustri, budi daya pertanian, dan pemasaran.
sistem mutlak didukung oleh keberadaan subsistem penyusunnya sehingga tidak ada subsistem yang lebih penting dari subsistem lainnya.
Subsistem 1
Pengadaan dan Penyaluran Sarana Produksi Sumber: Soehardjo dalam Sa’id dan Intan, 2001
Gambar 3.2. Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya
Subsistem dalam sistem agribisnis kelapa sawit di Indonesia mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage). Pada Gambar 3.2. tanda panah ke belakang (ke kiri) pada subsistem
pengolahan menunjukkan bahwa Subsistem 3 akan berfungsi dengan baik jika ditunjang oleh ketersediaan bahan baku yang dihasilkan oleh Subsistem 2. Tanda panah ke depan (ke kanan) pada subsistem 3 menunjukkan bahwa subsistem pengolahan akan berhasil dengan baik jika menemukan pasar untuk produknya.
Para Pelaku
Konsumen
Membeli produk agroindustri kelapa sawit untuk tujuan konsumsi
Pengecer
Menjual produk agroindustri kelapa sawit untuk konsumen akhir:
- Pasar tradisional - Toko/ warung
Pedagang besar
Membeli produk agroindustri kelapa sawit (MKS dan turunannya) dalam jumlah besar:
- Trading house - Industri berbahan baku produk turunan MKS - Hypermarket
Prosesor
Hulu: mengolah TBS menjadi MKS, IKS
Hilir: edible dan nonedible
Usaha tani
Menanam kelapa sawit, memanen TBS dan menjualnya ke PKS: Perkebunan Rakyat, PBSN/PBSA, Perkebunan Negara
Pemasok
Memasok bahan baku untuk usaha tani, seperti agrokimia, benih, dan alat mesin pertanian
Para Pembina dan Pemandu Sistem
- Keamanan produk tentang pengetahuan keamanan produk bidang pemasaran dan SCM - Lingkungan (planet)
- Mendidik tenaga kerja siap latih dalam bidang agroindustri kelapa sawit
- Meneliti pengembangan portofolio produk industri hilir edible dan nonedible, seperti oleo-chemical dan biodiesel - Lingkungan (planet)
- Mendidik tenaga kerja siap latih dalam bidang perkebunan kelapa sawit
- Standarisasi Mutu - Mendidik tenaga kerja siap latih dalam bidang pemuliaan tanaman dan teknik mesin
- Perbaikan safety fact - Perbaikan genetik (pemuliaan) kelapa sawit
Gambar 3.3. Matriks Integrasi Vertikal Sistem Agribisnis Kelapa Sawit Indonesia
Pemerintah berperan sebagai Pembina, pengatur dan pengawas beroperasinya mekanisme sistem agribisnis kelapa sawit secara vertikal. Pembinaan dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk memperkuat ikatan keterpaduan antarpelaku. Pengaturan dilakukan untuk menjamin terselenggaranya pemenuhan hak dan kewajiban anterpelaku secara proporsional, sekaligus menyediakan sarana pelayanan yang mampu menjamin terselenggaranya integrasi sistem agribisnis kelapa sawit dengan kuat. Pengaturan ini tidak dimaksudkan sebagai campur tangan pemerintah pada sistem agribisnis kelapa sawit secara langsung (seperti tata niaga), atau sebagai pelaku. Pengawasan dilakukan sebagai upaya untuk menjamin terselenggaranya sistem agribisnis kelapa sawit berdasarkan prinsip efektivitas, efisiensi, dan proporsional. Dengan pengawasan ini, pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan pengedalian jika terjadi penyimpangan arah dan tujuan sistem.
Manajer merupakan perpanjangan tangan para pelaku untuk menjalankan fungsi manajemen di dalam sistem agribisnis kelapa sawit, yaitu membawa keteraturan dan konsistensi menggunakan perencanaan yang formal, merancang struktur organisasi, dan memonitor hasil dibandingkan dengan rencana.
Kelembagaan pendukung yang berasal dari pendidik berperan sebagai pendidik, penyuluh, dan pembimbing para pelaku sistem agribisnis kelapa sawit sehingga setiap pelaku dapat bekerja dan memiliki kualifikasi sesuai tugas dan tanggung jawabnya dalam sistem agribisnis kelapa sawit tersebut.
Integrasi vertikal hanya dapat terselenggara jika terdapat hubungan yang saling menguntungkan secara proporsional dan saling mendukung antarpelaku dalam sistem agribisnis kelapa sawit. Keterkaitan yang saling menguntungkan secara proporsional tersebut merupakan pondasi yang kuat untuk membangun integrasi vertikal karena adanya jaminan pemenuhan hak dan kebutuhan pelaku.
3.4. Kualitas Produk Kelapa Sawit
Menurut pahan (2006), kualitas didefinisikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa untuk menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan hubungan yang ditentukan atau tersirat.
Pada negara maju, konsumsi minyak dan lemak dipengaruhi oleh pertumbuhan GDP dan pertambahan penduduk. hal ini berarti bahwa pada negara maju harus diupayakan agar penggunaan minyak sawit dapat mensubstitusi penggunaan minyak nabati lain. Sasaran tersebut mengharuskan peningkatan kemampuan industry minyak sawit untuk menyediakan produk dengan kualitas yang baik dan harga yang lebih rendah dari minyak nabati pesainnya.
Pada negara-negara yang sedang berkembang, konsumsi minyak dan lemak relative masih rendah karena GDP yang rendah dan daya beli yang rendah. Dengan demikian, untuk dapat meningkatkan konsumsi pada negara-negara berkembang, harus diusahakan minyak sawit selalu lebih rendah dari minyak nabati substitusinya sehingga lebih disukai masyarakat.
Harga yang wajar berarti mempertahankan harga pokok dengan peningkatan efisiensi dan produktivitas serta pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap proses pengolahan dari bahan baku sampai produk akhir. Dengan demikian, secara menyeluruh diperlukan adanya peningkatan kualitas dalam arti luas yang mencakup kualitas kerja, kualitas pelayanan, kualitas informasi, dan lain-lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas CPO adalah Asam lemak bebas.
Asam lemak bebas adalah asam yang dibebaskan pada hidrolisa dari lemak. Kadar ALB minyak sawit dianggap sebagai Asam Palmitat. Penurunan kualitas produk CPO akan mengakibatkan menurunnya harga jual CPO sehingga memberikan penurunan pendapatan bagi perusahaan. ALB baru terbentuk setelah buah terlepas dari pohonnya (sejak buah dipanen).
Dalam mekanisme input-proses-output, mutu bahan baku sangat menentukan produk yang dihasilkan. Keragaman pengawasan kualitas produk kelapa sawit sangat ditentukan oleh hal berikut:
1. Panen
2. Transportasi
Keterlambatan pengangkutan atau buah yang bermalam di atas truk dapat menyebabkan penurunan kualitas CPO. Pengawasan pengangkutan oleh kebun yang kurang mendapat perhatian sering mengakibatkan buah tercampur dengan pasir yang berbahaya bagi operasional PKS.
3. Pengolahan
Perubahan kualitas minyak selama proses dipengaruhi oleh sistem pengolahan dan peralatan yang digunakan. Sistem pengolahan yang tidak dikelola dengan baik akan menghasilkan produk yang berkualitas rendah dan daya saing yang rendah. Semakin lama minyak diproses, mutu dari minyak juga akan menurun.
4. Penyimpanan dan penimbunan
Temperature penyimpanan yang tidak terkontrol dan melebihi 55o C menyebabkan terjadinya oksidasi dan hidrolisis. Akibatnya, kualitas minyak akan menurun.
3.5. Perencanaan dan Pengendalian Produksi
Menurut Pujawan (2005), perencanaan dan pengendalian dalam supply chain memainkan peranan yang sangat vital. Bagian inilah yang banyak bertugas
Kegiatan perencanaan harus dilakukan dengan berkoordinasi dengan pihak-pihak lain pada supply chain untuk menentukan banyak suatu produk akan diproduksi, informasi tentang data penjualan terakhir di tingkat ritel serta berapa banyaknya stok produk yang masih dimiliki sangat penting diketahui oleh pabrik.
3.6. Definisi Optimasi
Menurut Supranto (1982), Pada dasarnya persoalan optimasi adalah suatu persoalan untuk membuat nilai suatu fungsi x beberapa variabel menjadi maksimum atau minimum dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan tersebut meliputi tenaga kerja (man), uang (money), material yang merupakan input, serta waktu dan ruang.
Menurut Berlianty dan Arifin (2010), Optimasi adalah proses pencarian satu atau lebih penyelesaian layak yang berhubungan dengan nilai-nilai ekstrim dari satu atau lebih nilai objektif pada suatu masalah sampai tidak terdapat solusi ekstrim yang dapat ditemukan.
Menurut Rao (1984), Optimasi merupakan suatu upaya sistematis untuk memilih elemen terbaik dari suatu kumpulan elemen yang ada. Didalam konteks matematika, optimasi ini bisa dinyatakan sebagai suatu usaha sistematis untuk mencari nilai minimum atau maksimum dari suatu fungsi. Dengan kata lain, optimasi merupakan proses mencari nilai terbaik berdasarkan fungsi tujuan dengan daerah asal yang telah didefinisikan. Fungsi ini secara sederhana dapat dinyatakan dengan:
3.7. Algoritma Genetika
Menurut Goldberg (1989), Algoritma genetika ditemukan oleh John Holand dari Universitas Michigan. Saat ini algoritma genetika mulai banyak digunakan untuk menyelesaikan masalah optimasi. Algoritma genetika merupakan metode optimasi yang tidak berdasarkan matematika, melainkan berdasarkan fenomena alam yang dalam penelusurannya mencari titik optimal berdasarkan pada ide yang ada pada genetika, yaitu ilmu yang membahas tentang sifat keturunan yang diwariskan dan teori Darwin “survival of the fittest”.
Inti dari algoritma genetika adalah secara bertahap akan mencari solusi terbaik (survival of the fittest) dari begitu banyak solusi yang ada. Pertama algoritma genetika bekerja dengan membuat beberapa solusi secara acak. Solusi tersebut akan mengalami proses evolusi secara terus menerus dan akan menghasilkan suatu solusi yang lebih baik. Setiap solusi yang terbentuk mewakili satu kromosom dan satu individu terdiri dari satu kromosom. Kumpulan dari individu-individu ini akan membentuk suatu populasi, dari populasi ini akan lahir populasi-populasi baru sampai dengan sejumlah generasi yang ditentukan.
3.7.1. Langkah-langkah Algoritma Genetika
Menurut Gen dan Cheng (2000), Langkah-langkah pemecahan masalah dengan algoritma genetika adalah sebagai berikut:
1. Representasi (penyandian)
2. Penentuan Parameter
Yang disebut dengan parameter disini adalah parameter kontrol algoritma genetik, yaitu ukuran populasi (popsize), peluang crossover (pc), dan peluang mutasi (pm). Nilai parameter ini ditentukan juga berdasarkan permasalahan yang akan dipecahkan.
3. Inisialisasi Populasi Awal
Tentukan ukuran populasi yang digunakan (popsize) kemudian lakukan pengacakan dan hitung nilai fitness untuk setiap kromosom.
4. Seleksi
Seleksi ini bertujuan untuk memberikan kesempatan reproduksi yang lebih besar bagi anggota populasi yang paling fit. Seleksi akan menentukan individu-individu mana saja yang akan dipilih untuk dilakukan rekombinasi dan bagaimana offspring terbentuk dari individu-individu terpilih tersebut. 5. Persilangan (Crossover)
Persilangan dilakukan untuk memperoleh keturunan individu-individu yang terbaik dengan mengawinkan pasangan individu terpilih.
6. Mutasi
Tujuan dilakukan mutasi sama dengan persilangan yaitu untuk mendapat individu yang mempunyai nilai fitness terbaik dengan cara mengganti satu atau beberapa gen dari individu terpilih.
3.7.2. Kriteria Berhenti dalam Algoritma Genetik (Keadaaan Steady State)
terdiri dari sejumlah individu menghasilkan nilai yang tidak lebih baik dari generasi sebelumnya atau tetap (sama dengan generasi sebelumnya), maka keadaan tersebut dinamakan steady state. Menurut Budi Sukmawan dalam Sekilas tentang Algoritma Genetika dan Aplikasinya pada Optimasi Jaringan Pipa Air Bersih, beberapa kriteria berhenti (keadaan steady state) yang sering digunakan antara lain :
1. Berhenti pada generasi tertentu.
2. Berhenti setelah dalam beberapa generasi berturut-turut didapatkan nilai fitness tertinggi tidak berubah (steady state).
3. Berhenti bila dalam n generasi berikut tidak didapatkan nilai fitness yang lebih
3.8. Logika Fuzzy
3.8.1. Himpunan Fuzzy
Menurut Kusumadewi dan Purnomo (2010), pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu himpunan A, yang sering ditulis dengan µA(x), memiliki dua kemungkinan, yaitu:
1. Satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu himpunan, atau
2. Nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan.
Pada kondisi tertentu himpunan crisp tidaklah tepat untuk digunakan. Himpunan fuzzy digunakan untuk mengantisipasi hal tersebut. Menurut Kusumadewi (2002), Himpunan fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian sehingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [0,1]. Nilai keanggotaannya menunjukkan bahwa suatu item dalam semesta pembicaraannya tidak hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai yang terletak di antaranya. Dengan kata lain, nilai kebenaran suatu item tidak hanya menunjukkan benar atau salah. Nilai 0 menunjukkan salah, nilai 1 menunjukkan benar, dan masih ada nilai-nilai terletak antara benar dan salah. Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu:
1. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan atau kondisi tertentu, seperti: rendah, sedang, tinggi, A1, A2, dsb.
3.8.2. Fungsi Keanggotaan
Menurut Kusumadewi dan Purnomo (2010), fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam derajat keanggotaannya yang memiliki interval antara 0 sampai 1.
Menurut Wang (1997), fuzzifikasi merupakan proses pengubahan input berupa data real menjadi nilai fuzzy melalui pendekatan fungsi keanggotaan atau menggunakan fuzzifier. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi. Berikut ini adalah beberapa jenis pendekatan yang ada:
1. Representasi kurva segitiga:
Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis (linear) seperti terlihat pada Gambar 3.4.
a b c
0 1
Derajat keanggotaan
µ(x)
Sumber: Kusumadewi dan Purnomo, 2010
Gambar 3.4. Kurva Segitiga
2. Representasi kurva-S
Kurva pertumbuhan dan peyusutan merupakan kurva-S yang berhubungan dengan kenaikan dan penurunan permukaan secara tak linear.
Fungsi keanggotaan pada kurva pertumbuhan adalah:
Fungsi keanggotaan pada kurva penyusutan adalah:
3.8.3. Operasi dalam Himpunan Fuzzy
Menurut Kusumadewi dan Purnomo (2010), Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi 2 himpunan sering dikenal dengan nama fire strength atau α -predikat. Ada 3 operator dasar yang diciptakan Zadeh yaitu:
1. Operator AND
2. Operator OR
Operator ini berhubungan dengan operasi union pada himpunan. α-predikat sebagai hasil operasi dengan operator OR diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terbesar antarelemen pada himpunan-himpunan bersangkutan.
3. Operator NOT
Operator ini berhubungan dengan operasi komplemen pada himpunan. α -predikat sebagai hasil operasi dengan operator NOT diperoleh dengan mengurangkan nilai keanggotaan elemen pada himpunan yang bersangkutan dari 1.
3.8.4. Fungsi Implikasi
Menurut Wang (1997), dalam sistem dan kontrol fuzzy, pengetahuan manusia dinyatakan dalam istilah aturan fuzzy jika-maka. Bentuk Umum aturan fuzzy jika-maka adalah:
IF < fuzzy proposition >, THEN <fuzzy proposition>
Sebelum membahas tentang aturan fuzzy, akan dijelaskan proposisi fuzzy terlebih dahulu. Proposisi fuzzy memiliki 2 jenis, yaitu proposisi fuzzy atomic dan proposisi fuzzy compound. Proposisi fuzzy atomic merupakan sebuah kalimat tunggal, misalnya:
X adalah A
Jika proposisi fuzzy atomic dikomposisikan menggunakan kata penghubung “dan”, “atau” dan “bukan” maka disebut sebagai proposisi fuzzy compound, misalnya:
X adalah S atau X bukan M
X bukan S dan X bukan F
Menurut Kusumadewi dan Purnomo (2010), proposisi yang mengikuti IF disebut sebagai antiseden, sedangkan proposisi yang mengikuti THEN disebut sebagai konsekuen.
3.8.5. Fuzzy Rule Base
Menurut Wang (1997), Sebuah fuzzy rule base terdiri dari sebuah set aturan fuzzy Jika-Maka. Fuzzy rule base merupakan inti dari sistem fuzzy. Karena fuzzy rule base berisi himpunan aturan fuzzy jika-maka, maka akan timbul banyak
pertanyaan tentang hubungan aturan satu dengan aturan yang lain.
Suatu himpunan aturan fuzzy jika-maka dinyatakan lengkap jika untuk setiap terdapat setidaknya satu aturan yang ada dalam aturan fuzzy, katakan Ru(l), sedemikian sehingga dimana dimana,
1. Ru(l) menyatakan aturan ke-l 2. i = 1, 2, …, n
Fuzzy rule base dinyatakan konsisten jika tidak ada bagian antiseden yang
sama tapi memiliki konsekuen yang berbeda. Untuk mendapatkan fuzzy rule base maka dapat dilakukan berbagai cara, antara lain:
1. Menanyakan hubungan keterkaitan antara variabel-variabel yang akan dihubungankan kepada pakar (ahlinya).
2. Menggunakan algoritma pelatihan berdasarkan data masukan dan keluaran.
3.8.6. Fuzzy Inference Engine
Menurut Wang (1997), Inferensi fuzzy merupakan suatu pemetaaan himpunan fuzzy A’ di U ke suatu himpunan fuzzy B’ di V. Dengan kata lain, inferensi fuzzy merupakan proses pengolahan input berupa nilai fuzzy yang didapat dari fuzzifier dengan mengkombinasikan fuzzy rule base untuk memperoleh output berupa nilai fuzzy baru. Alat yang digunakan dalam proses fuzzy inference disebut fuzzy inference engine.
3.8.7. Defuzzifier
Defuzzifier ini solusi nilai tegas diperoleh dengan cara mengambil titik pusat y* daerah fuzzy. Secara umum dirumuskan:
Dimana,
adalah integral biasa
adalah derajat keanggotaan setelah inferensi
3.8.8. Fuzzy Inference System
Menurut Wang (1997), Sistem fuzzy merupakan sistem yang didasarkan pada aturan ataupun pengetahuan. Menurut Kusumadewi dan Purnomo (2010), ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu:
1. Variabel Fuzzy
Varibel fuzzy merupakan variable yang hendak dibahas dalam suatu sistem fuzzy.
2. Himpunan Fuzzy
Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang mewakili suatu kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variable fuzzy.
3. Semesta Pembicaraan
dari kiri ke kanan. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif maupun negatif.
4. Domain
Domain himpunan fuzzy yaitu keseluruhan nilai yang diizinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.
Menurut Wang (1997), Secara sederhana, sistem fuzzy merupakan keseluruhan proses pengolahan input tegas menjadi output tegas menggunakan
fuzzifier, fuzzy rule base, fuzzy inference engine, dan defuzzifier.
Fuzzy Rule Base
Fuzzy Inference Engine
Fuzzifier Defuzzifier
Fuzzy sets in U Fuzzy sets in V
x in U y in V
Sumber: Wang, 1997
Gambar 3.5. Konfigurasi Dasar dalam Sistem Fuzzy
Terdapat beberapa Metode fuzzy inference system yang sering digunakan, salah satunya adalah Metode Mamdani. Menurut Kusumadewi dan Purnomo (2010), metode Mamdani sering dikenal sebagai metode Max-Min. Metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Untuk mendapatkan output, diperlukan 4 tahapan:
1. Pembentukan Himpunan Fuzzy
Pada Metode Mamdani, baik variable input maupun output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy
2. Aplikasi Fungsi Implikasi
3. Komposisi Aturan
Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara mengambil nilai maksimum dari korelasi antar aturan aturan, kemudian menggunakannya untuk memodifikasi daerah fuzzy, dan mengaplikasikannya ke output dengan menggunakan operator “atau” (gabungan). Jika semua proposisi telah dievaluasi, maka output akan berisi suatu himpunan yang merefleksikan kontribusi dari tiap-tiap proposisi. Secara umum dapat dituliskan:
Dengan:
µsf (xi) = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i;
µkf (xi) = nilai keanggotaan konsekuensi fuzzy aturan ke-i
4. Penegasan (Defuzzy)
Input dari proses defuzzifikasi adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan suatu bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut.
3.9. Software Matlab
Menurut Santoso (2008), Matlab® adalah suatu bahasa pemrograman tingkat tinggi yang diperuntukkan untuk komputasi teknis. Matlab mengintegraskan aspek komputasi, visualisasi dan pemrograman dalam suatu lingkungan yang mudah dilakukan.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pabrik Kelapa Sawit Rambutan PTPN III yang
terletak di Desa Pagas Bagas, Kec. Tebing Tinggi, Kab. Serdang Bedagai, Sumatera
Utara. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah bulan Mei 2017 - Agustus 2017.
4.2. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi lingkungan dari unit-unit sosial dari objek penelitian dengan tujuan memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat dan karakter-karakter khas dari kasus (Sinulingga, 2016). Penelitian ini mempelajari optimasi rantai pasok CPO secara intensif pada interaksi yang membentuk rantai pasok yaitu pihak kebun, pengangkutan, dan pabrik di PTPN III PKS rambutan sehingga dapat diperoleh gambaran detail permasalahan yang ada.
4.3. Objek Penelitian
4.4. Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang terdapat di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Ketersediaan TBS, yaitu ketersediaan TBS dari setiap kebun yang ada.
b. Jumlah TBS, yaitu jumlah TBS dari setiap kebun yang digunakan sebagai bahan baku CPO.
c. Jumlah truk, yaitu jumlah truk yang digunakan dalam proses pengangkutan TBS dari kebun setiap kebun ke pabrik.
d. Jumlah persediaan pada tangki timbun, yaitu jumlah persediaan akhir pada tangki timbung CPO.
e. Jumlah produksi CPO yaitu jumlah output yang dihasilkan dari proses pengolahan TBS.
f. Ketersediaan kapasitas pabrik, yaitu kemampuan pabrik dalam mengolah TBS persatuan waktu.
g. Target Produksi CPO, yaitu jumlah produksi CPO minimum yang harus dicapai prabrik
h. Faktor rendemen CPO, yaitu persentase rendemen TBS setiap kebun pemasok. i. Persentase TBS yang tidak memenuhi spesifikasi.
j. Kapasitas tangki timbun CPO, kemampuan maksimum tangki timbun CPO. k. Tingkat persediaan pengaman CPO, jumlah CPO minimum yang harus
tersedia pada tangki timbun.
m. Biaya pengolahan CPO, biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram CPO.
n. Biaya transpotasi truk antara afdeling ke PKS o. Biaya di tangki timbun CPO.
p. Biaya Perolehan TBS, yaitu biaya yang dibutuhkan kebun dalam menghasilkan setiap kilogram TBS.
q. Jarak, yaitu jarak antara setiap kebun ke PKS
r. Curah hujan, yaitu curah hujan pada kebun pada masa sebelumnya.
s. Jumlah hari hujan, yaitu jumlah hari hujan pada kebun pada masa sebelumnya. t. Jumlah produksi TBS, yaitu data historis produksi TBS dari setiap kebun.
4.5. Kerangka Konseptual
Penelitian dapat dilaksanakan apabila tersedia sebuah perancangan kerangka konseptual yang baik sehingga langkah-langkah penelitian lebih sistematis. Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Biaya Minimum Optimasi Produksi
Jumlah TBS Biaya
Jumlah Produksi
Jumlah Truk Jumlah Persediaan
CPO
4.6. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan
langsung pada objek yang diteliti untuk memperoleh data yang relevan
2. Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab dan diskusi secara langsung dengan pimpinan maupun pekerja mengenai hal-hal yang berhubungan informasi yang dibutuhkan.
3. Dokumentasi perusahaan, yaitu mengulas dan mengumpulkan data dari buku, laporan-laporan, dan jurnal pihak perusahaan yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
Ditinjau dari jenis data, maka data yang diperlukan dalam penelitian ini beserta metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut.
1. Data Primer, yaitu data yang berasal dari hasil observasi dan interview langsung mengenai objek penelitian. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa proses produksi CPO mulai dari bahan baku hingga penimbunan.
2. Data Sekunder
4.7. Metode Pengolahan Data
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Sistem fuzzy pada parameter ketersediaan TBS
Pada poin akan dijelaskan mengenai sistem fuzzy yang akan digunakan pada prakiraan ketersediaan TBS untuk Triwulan III 2017. Data yang dibutuhkan dalam pengolahan data yaitu data historis curah hujan, hari hujan dan produksi TBS. Pengolahan data akan dilakukan menggunakan software matlab.
2. Pemodelan Kendala Sasaran
Fungsi kendala diperlukan agar output yang ingin diperoleh dapat diterapkan. Fungsi kendala ini diperoleh dari batasan-batasan yang ada pada perusahaan. Parameter-parameter yang digunakan pada fungsi kendala dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Parameter Fungsi Kendala CPO
Notasi Keterangan Satuan Tipe Data
it Prakiraan ketersediaan TBS dari kebun i pada
periode-t (ton)
Kg Real
KP Ketersediaan kapasitas pabrik Kg/jam Real
Mt Target produksi CPO periode-t Kg Real
rsit Faktor rendemen TBS dari kebun i pada
periode-t
% Real
et Persentase TBS yang tidak memenuhi
spesifikasi pada periode-t
% Real
KT Kapasitas tangki timbun Kg Real
SSt Tingkat persediaan pengaman pada periode-t Kg Real
KAit Truk yang tersedia dari kebun i pada periode-t Unit Integer
bt Biaya produksi CPO pada periode-t Rp/kg Real
Tabel 4.1. Parameter Fungsi Kendala CPO (Lanjutan)
Notasi Keterangan Satuan Tipe Data
pit Biaya perolehan TBS dari kebun i pada
periode-t
Rp/kg Real
G Kapasitas Truk Kg/unit Interger
ht Biaya transpotasi truk pada periode-t Rp/Km Real
Ji Jarak antara Afdeling i ke PKS Km Real
Pi Jumlah trip truk per hari - Integer
wdt Jumlah hari kerja periode-t hari Integer
Pada pemodelan fungsi kendala juga diperlukan variabel fungsi tujuan yang dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Varibel Keputusan Rantai Pasok CPO
Notasi Keterangan Satuan Tipe Data
Xit* Jumlah TBS yang harus di kirimkan dari kebun i
ke pabrik pada periode-t *(i=1,2,3…,8)
Kg Real
X9t Jumlah produksi CPO pada periode-t Kg Real
X10t Jumlah persediaan tangkin timbun pada periode-t Kg Real
Xit Jumlah truk yang dibutuhkan di kebun i pada
periode-t (i=11,12,13…,18)
Unit Integer
Berikut adalah fungsi kedala yang ada pada proses produksi CPO PTPN III Rambutan:
1) Ketersediaan TBS
2) Volume produksi
Kendala kedua adalah volume produksi CPO yang dihasilkan sesuai dengan pasokan TBS. Bahan baku berupa TBS yang akan diolah harus memenuhi standar perusahaan, oleh karena itu TBS akan diperiksa terlebih dahulu sebelum diolah. Faktor rendemen juga akan mempengaruhi CPO yang dihasilkan.
Jumlah CPO yang diproduksi tidak boleh kurang dari target produksi.
Jumlah TBS olah tidak boleh melebihi kapasitas pabrik.
3) Persediaan
Kendala ketiga adalah pengendalian CPO di tangka timbun. Jumlah CPO di tangka timbun diperngaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah CPO pada tangki di periode sebelumnya, jumlah CPO yang diproduksi saat ini dan Jumlah permintaan CPO saat ini.
Kebijakan stok pengaman yang harus dipenuhi juga harus diperhatikan.
4) Kebutuhan Truk
Kendala keempat adalah kebutuhan truk pengangkut TBS boleh melebihi truk yang tersedia.
Jumlah truk yang digunakan juga tidak boleh kurang dari ketuhan angkut periode tertentu. Formulasinya dapat dilihat sebagai berikut:
3. Pemodelan Fungsi Tujuan
Fungsi tujuan dari model matematis ini adalah minimisasi total biaya yang terdiri dari biaya perolehan TBS, biaya produksi,CPO, biaya penimbunan CPO serta biaya pengangkutan TBS dari kebun ke pabrik.
Min Z =
4. Pembuatan Model Optimasi
Yaitu penyatuan dari pemodelan fungsi tujuan dan pemodelan kendala sasaran yang telah dibuat.
5. Penyelesaian Model Optimasi Menggunakan Algoritma Genetika.
Penyelesian model akan menghasilkan output yang berguna dalam perencanaan produksi. Penyelesaian model optimasi ini dibantu dengan menggunakan software Matlab.
4.8. Metode Analisis
adalah analisis sistem rantai pasok CPO, analisis sistem rantai pasok CPO Aktual dan terakhir yaitu analisis sistem rantai pasok CPO Usulan.
Dari jabaran yang telah dilakukan maka dapat diketahui penelitian dilaksanakan dengan mengikuti blok diagram yang terdapat pada Gambar 4.2.
MULAI
2. Referensi Jurnal Penelitian 3. Langkah-langkah penyelesaian
Identifikasi Masalah Awal
belum optimalnya perencanaan produksi pada rantai pasok CPO yang ditandai dengan ketidak-seimbangan perencanaan produksi
Data Sekunder
1. Prakiraan ketersediaan TBS dari setiap kebun periode t (kg) 2. Jumlah produksi TBS periode t (kg)
3. Ketersediaan kapasitas pabrik (kg/jam) 4. Target Produksi CPO periode t (kg)
5. Faktor rendemen CPO dari setiap kebun (dalam %)
6. Persentase TBS yang tidak memenuhi spesifikasi periode t (dalam %) 7. Kapasitas tangki timbun CPO (kg)
8. Tingkat persediaan pengaman CPO periode t (kg) 9. Truk yang tersedia periode t (unit)
10. Biaya pengolahan CPO per ton
11. Biaya transpotasi truk antara afdeling ke PKS (Rp/Km) 12. Biaya di tangki timbun CPO periode t
13. Biaya Perolehan TBS per ton dari setiap kebun periode t 14. Jarak antara kebun ke PKS (Km)
15. Curah hujan periode t (mm) 16 Jumlah hari hujan periode t
Pengolahan Data
1. Sistem fuzzy pada parameter ketersediaan TBS 2. Pemodelan sasaran kendala
3. Pemodelan fungsi tujuan 4. Pembuatan model optimasi
5. Penyelesaian model optimasi menggunakan algoritma genetika
Analisis Pemecahan Masalah
1. Analisis sistem rantai pasok CPO
2. Analisis sistem rantai pasok CPO Aktual 3. Analisis sistem rantai pasok CPO Usulan
Kesimpulan dan Saran
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Terdapat beberapa tahapan pada sub-bab pengumpulan data dan pengolahan data. Tahapan yang pertama yaitu pengumpulan dan pengolahan data sistem fuzzy pada parameter ketersediaan TBS, prakiraan ketersediaan TBS, prakiraan ketersediaan TBS menggunakan software Matlab, pemodelan fungsi kendala, pemodelan fungsi tujuan, pembuatan model optimasi dan yang terakhir yaitu penyelesaian model optimasi menggunakan algoritma genetika.
5.1. Sistem Fuzzy pada Parameter Ketersediaan TBS
Ketersediaan TBS mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung kelancaran produksi CPO. Oleh karena itu, prakiraan ketersediaan TBS sebagai menjadi penting sebagai salah satu aspek pendukung keputusan didalam manajemen rantai pasok CPO. Lingkungan ketidak-pastian akan ketersediaan TBS siap panen dari setiap kebun merupakan hal yang perlu diperhatikan.
Produktivitas tanaman kelapa sawit menjadi lebih baik jika unsur hara dan air tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Selain itu, tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan proses fotosintesis, Lubis dan Widanarko (2006).
Tanaman Kelapa Sawit membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan buah siap panen, mulai dari bunga sampai menjadi buah brondolan. Logika fuzzy digunakan untuk memprakirakan ketersediaan TBS pada triwulan III 2017 yaitu bulan Juli, Agustus, dan September. Input data yang digunakan dalam prakiraan ketersediaan TBS ini yaitu rataan dari curah hujan dan hari hujan 11 dan 12 bulan sebelumnya. Dari hasil penelitian Sireger, dkk (2010), disebutkan bahwa besarnya produksi tandan buah segar dibandingkan dengan curah hujan 11 dan 12 bulan sebelumnya diperoleh hubungan positif. Dengan himpunan universal fuzzy berasal dari data Juli 2015 sampai dengan Juni 2017, sedangkan rataan untuk produksi TBS menggunakan data Juli 2016 sampai dengan Juni 2017.
Tabel. 5.1. Data Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Periode Juni 2015 - Juli 2017
Bulan
Rata-rata Keseluruhan 11 116
Dari Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa selama periode Juni 2015 sampai dengan Juli 2017, nilai curah hujan tertinggi adalah 268 mm dan hari hujan terbanyak adalah 23 hari yang kedua-duanya terjadi pada bulan Februari 2016.
Tabel. 5.2. Data Input Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Prakiraan Ketersediaan TBS Triwulan III 2017
Keterangan Input 1 Input 2 Input 3
Curah hujan 153 199 204
Hari hujan 10 10 13
Sumber: Pengolahan Data
Tabel 5.2 Menunjukkan data input jumlah curah hujan dan hari hujan untuk prakiraan ketersediaan TBS triwulan III 2017. Input 1, 2, dan 3 masing-masing menunjukkan input untuk periode bulan Juli, Agustus, dan September. Nilai curah hujan dan hari hujan diperoleh dengan mencari rata-rata 11 dan 12 bulan sebelumnya. Misal untuk Input bulan Juli 2017, maka nilai curah hujan dan hari hujan dapat diperoleh dengan mencari rata-rata dari bulan Juli dan Agustus 2017, begitu juga untuk memperoleh nilai input 2 dan 3.
Tabel 5.3. Data Sumber TBS Berdasarkan Kebun Tahun Periode Januari sampai dengan Juni 2017
Kebun Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni
Rambutan (KRBTN) 2.882.150 2.891.240 3.562.030 3.660.380 4.535.340 4.336.530
Sei Putih (KSPTH) 535.130 540.610 480.630 456.370 484.250 347.930
Tanah Raja (KTARA) 2.007.690 2.010.750 2.120.160 2.092.280 2.229.750 2.113.320
Sarang Giting (KSGGI) 737.200 774.080 679.920 681.760 731.170 718.110
Silau Dunia (KSDUN) 2.519.340 2.339.690 2.527.810 2.609.940 2.218.160 2.070.830
Gunung Monako (KGMNO) 3.733.410 3.497.490 3.712.260 4.273.690 3.353.400 3.560.320
Gunung Para (KGPAR) 882.140 758.670 654.670 294.140 17.700 149.970
Gunung Pamela (KGPMA) 2.790.000 2.699.970 3.238.640 2.623.710 3.149.770 2.940.630
Sumber: PTPN III PKS Rambutan
Tabel 5.4. Data Sumber TBS Berdasarkan Kebun Tahun Periode Juli sampai dengan Desember 2016
Kebun Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni
Rambutan (KRBTN) 3.137.670 3.712.510 3.756.260 3.721.670 3.603.030 3.726.360
Sei Putih (KSPTH) 615.400 666.730 511.164 717.390 681.710 750.600
Tanah Raja (KTARA) 2.925.000 3.084.510 2.562.050 2.879.640 2.696.690 2.625.740
Sarang Giting (KSGGI) 1.006.090 1.031.700 814.050 530.190 1.079.820 922.120
Silau Dunia (KSDUN) 2.667.260 3.100.580 3.767.050 4.020.750 3.707.440 3.472.480
Gunung Monako (KGMNO) 3.911.210 3.915.020 6.411.990 4.779.560 4.113.350 4.101.350
Gunung Para (KGPAR) 282.810 28.420 84.320 358.750 - 597.670
Gunung Pamela (KGPMA) 2.282.060 3.235.530 1.740.140 474.550 350.460 2.127.330
Sumber: PTPN III PKS Rambutan
Data sumber TBS berdasarkan kebun akan menjadi input dari variable produksi TBS yang akan dibuat dalam pengolahan logika fuzzy.
5.1.1. Prediksi Ketersediaan TBS
Berikut adalah langkah-langkah prediksi ketersediaan TBS untuk Kebun Rambutan mengunakan logika fuzzy:
Terdapat 3 variabel fuzzy yang akan dimodelkan yaitu: a. Curah Hujan
Terdiri atas 3 himpunan fuzzy. yaitu: Rendah. Sedang. dan Tinggi. Untuk merepresentasikan variable Curah Hujan digunakan kurva berbentuk S (untuk himpunan fuzzy Rendah dan Tinggi) dan kurva berbentuk π (untuk himpunan fuzzy Standar) seperti terlihat pada Gambar 5.1
Sumber: Pengolahan Matlab
Gambar 5.1. Representasi Variabel Curah Hujan
Nilai curah hujan pada input 1 yaitu 153 mm. maka nilai keanggotaan fuzzy pada tiap-tiap himpunan adalah:
1) Himpunan fuzzy Rendah:
2) Himpunan fuzzy Sedang:
3) Himpunan fuzzy Tinggi:
b. Hari Hujan
Sumber: Pengolahan Matlab
Gambar 5.2. Representasi Variabel Hari Hujan
Fungsi Keanggotaan:
Jumlah hari hujan pada input 1 yaitu 10 hari. maka nilai keanggotaan fuzzy pada tiap-tiap himpunan adalah:
2) Himpunan fuzzy Sedang:
3) Himpunan fuzzy Banyak:
c. Produksi TBS
Terdiri atas 3 himpunan fuzzy. yaitu: Berkurang. Normal. Bertambah. Untuk merepresentasikan varibel produksi TBS digunakan kurva berbentuk bahu (untuk himpunan fuzzy Berkurang dan Bertambah) dan kurva bentuk segitiga (untuk himpunan fuzzy Normal) seperti terlihat pada Gambar 5.3.
Sumber: Pengolahan Matlab
Gambar 5.3. Representasi Variabel Produksi TBS
2. Aplikasi Operator Fuzzy
Terdapat beberapa fuzzy rule base yaitu: a. Aturan ke-1:
IF Curah Hujan Rendah And Hari Hujan Sedikit
Then Produksi TBS Rendah
b. Aturan ke-2:
IF Curah Hujan Rendah And Hari Hujan Sedang
Then Produksi TBS Rendah
c. Aturan ke-3:
IF Curah Hujan Rendah And Hari Hujan Banyak
Then Produksi TBS Rendah
d. Aturan ke-4:
IF Curah Hujan Sedang And Hari Hujan Sedikit
Then Produksi TBS Bertambah
e. Aturan ke-5:
IF Curah Hujan Sedang And Hari Hujan Sedang
f. Aturan ke-6:
IF Curah Hujan Sedang And Hari Hujan Banyak
Then Produksi TBS Rendah
g. Aturan ke-7:
IF Curah Hujan Tinggi And Hari Hujan Sedikit
Then Produksi TBS Bertambah
h. Aturan ke-8:
IF Curah Hujan Tinggi And Hari Hujan Sedang
Then Produksi TBS Bertambah
i. Aturan ke-9:
IF Curah Hujan Tinggi And Hari Hujan Banyak
Then Produksi TBS Normal
Rekapitulasi seluruh aturan dapat dilihat pada Tabel 5.5. berikut:
Tabel 5.5. Fuzzy Rule Base
Aturan Ke-
Jika Maka
Curah Hujan Operator Hari Hujan Produksi TBS
1 Rendah And Sedikit Berkurang
pada himpunan-himpunan terkait. Hasil aplikasi operator fuzzy pada aturan ke-1 dapat diperoleh dengan cara berikut:
Aturan ke-1:
IF Curah Hujan Rendah And Hari Hujan Sedikit
Then Produksi TBS Rendah
Operator yang digunakan adalah And. sehingga:
Berikut adalah rekapitulasi hasil aplikasi operator fuzzy untuk semua aturan yang dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6. Hasil Aplikasi Operator Fuzzy
Aturan
tiga aturan himpunan fuzzy produksi TBS Bertambah. Karena terdapat tiga aturan yang termasuk dalam himpunan fuzzy produksi TBS Bertambah. maka dipilih aturan dengan nilai aplikasi tertinggi yaitu aturan ke-4 dengan nilai aplikasi operator fuzzy sebesar 0,125.
3. Aplikasi Fungsi Implikasi
Inferensi Mamdani menggunakan fungsi implikasi min. Pada fuzzy rule base yang mempunyai nilai hasil aplikasi operator fuzzy nol. tidak terdapat daerah hasil implikasi. Berikut adalah perhitungan fungsi implikasi untuk Aturan ke-4 dan aturan ke-5:
a. Aturan ke-4
Pada saat nilai z dapat ditentukan sebagai berikut:
Sehingga.
b. Aturan ke-5
Atau
Sehingga.
4. Komposisi Aturan Semua Output
Untuk melakukan komposisi semua output dilakukan dengan menggunakan metode Max. Titik potong antara aturan ke-4 dan aturan ke-5 terjadi saat
. yaitu:
5. Defuzzifikasi
Himpunan fuzzy yang diperoleh akan diolah kembali menggunakan defuzzifier untuk dijadikan bilangan tegas. Bilangan tegas yang akan
diperoleh merupakan hasil prediksi ketersediaan TBS Kebun Rambutan untuk periode Juli 2017. Defuzzifier yang digunakan pada sistem fuzzy Ketersediaan TBS adalah defuzzifier Centroid dengan rumusnya yaitu:
dengan
adalah fungsi keanggotaan himpunan fuzzy setelah inferensi
Dari hasil perhitungan diperoleh prediksi Ketersediaan TBS kebun Rambutan pada bulan Juli adalah 3.690.000 kg.
5.1.2. Prediksi Ketersediaan TBS dengan Menggunakan Software Matlab
Berikut adalah langkah-langkah prediksi ketersediaan TBS Kebun Rambutan mengunakan software Matlab:
1. Jalankan software Matlab 2. Tulis pada command line:
>> fuzzy
Maka akan tampil FIS Editor seperti pada Gambar 5.4.
Sumber: Pengolahan Matlab
Gambar 5.4. FIS Editor
3. Masukkan Variabel Input dan Output
Edit variable input dan output dengan cara sebagai berikut:
a. Klik kotak berwarna kuning di sisi kiri yang berlabel input1. kotak tersebut kemudian akan berubah menjadi berbingkai merah.
c. Tambah jumlah variable input dengan memilih edit-add input pada bagian menu-bar. Ubah nama input2 dengan HariHujan. kemudian tekan enter.
d. Pilih kotak berwarna kuning di sisi kanan yang berlabel output1. e. Ubah nama output1 dangan ProduksiTBS. kemudian tekan enter.
4. Mengubah Operator. operator-operator yang digunakan untuk And Method dan Or Method dapat dipilih pada combox. Pilih min pada And Method dan max pada Or Method.
5. Mengubah fungsi implikasi menjadi min.
6. Mengubah metode agregasi (komposisi) menjadi max
7. Mengubah fungsi defuzzy dengan memilih fungsi defuzzy centroid. 8. Simpan file dengan nama Ketersediaan TBS Juli.
Sampai dengan langkah ke-8 diperoleh hasil seperti pada Gambar 5.5.
Sumber: Pengolahan Matlab
9. Membuat himpunan fuzzy dan fungsi keanggotaannya.
Double klik pada box CurahHujan. Kemudian akan muncul Membership Function Editor seperti pada Gambar 5.6.
Sumber: Pengolahan Matlab
Gambar 5.6. Membership Function Editor
a. Fungsi Keanggotaan untuk variabel Curah Hujan: 1) Klik variabel CurahHujan
2) Isikan nilai range [0 268]
3) Klik garis mf1 pada grafik. Ganti nama mf1 dengan RENDAH 4) Pilih fungsi keanggotaan dengan zmf.
5) Ubah params dengan [0 116]
6) Klik garis mf2 pada grafik. Ganti nama mf2 dengan nama SEDANG 7) Pilih fungsi keanggotaan dengan pimf.
9) Klik garis mf3 pada grafik. Gantik nama mf3 dengan nama TINGGI. 10) Pilih fungsi keanggotaan dengan smf.
11) Ubah params dengan [116 268]
Sampai dengan langkah ini akan terlihat hasil seperti pada Gambar 5.7.
Sumber: Pengolahan Matlab
Gambar 5.7. Fungsi Keanggotaan Variabel Curah Hujan
b. Fungsi Keanggotaan untuk variabel Hari Hujan: 1) Klik variable HariHujan
2) Isi range dengan [0 30]
3) Klik garis mf1 pada grafik. Ganti nama mf1 dengan nama SEDIKIT 4) Pilih fungsi keanggotaan dengan trapmf.
5) Ubah params dengan [0 0 3 11]
7) Pilih fungsi keanggotaan dengan trimf. 8) Ubah params dengan [7 11 15]
9) Klik garis mf3 pada grafik. Gantik nama mf3 dengan nama BANYAK.
10) Pilih fungsi keanggotaan dengan trapmf. 11) Ubah params dengan [11 19 30 30]
Sampai dengan langkah ini akan terlihat hasil seperti pada Gambar 5.8.
Sumber: Pengolahan Matlab
Gambar 5.8. Fungsi Keanggotaan Variabel Hari Hujan
c. Fungsi Keanggotaan untuk variabel Produksi TBS: 1) Klik variable ProduksiTBS
2) Isi range dengan [2882150 4535340]
4) Pilih fungsi keanggotaan dengan trapmf. 5) Ubah params dengan [0 0 2882150 3627098]
6) Klik garis mf2 pada grafik. Ganti nama mf2 dengan nama NORMAL 7) Pilih fungsi keanggotaan dengan trimf.
8) Ubah params dengan [3083033 3627098 4171162]
9) Klik garis mf3 pada grafik. Gantik nama mf3 dengan nama BERTAMBAH.
10) Pilih fungsi keanggotaan dengan trapmf.
11) Ubah params dengan [3627098 4171162 4535340 4535340] Sampai dengan langkah ini akan terlihat hasil seperti pada Gambar 5.9.
Sumber: Pengolahan Matlab
Gambar 5.9. Fungsi Keanggotaan Variabel Produksi TBS
Pilih edit-rules… pada menu view. Akan muncul rule editor. Selanjutnya lakukan langkah berikut:
a) Untuk membuat aturan ke-1: pilih RENDAH pada listbox CurahHujan. SEDIKIT pada listbox HariHujan. dan BERKURANG pada listbox ProduksiTBS.
b) Lakukan untuk aturan ke-2 sampai aturan ke-9 dengan cara pembuatan yang sama dengan poin a. Hasil setelah semua aturan dibuat dapat dilihat pada Gambar 5.10.
Sumber: Pengolahan Matlab
Gambar 5.10. Rule Editor: Ketersediaan TBS KRBTN
Sumber: Pengolahan Matlab
Gambar 5.11. Rule View Ketersediaan TBS KRBTN
12. Ganti input sesuai dengan input1. input2. dan input3 sehingga akan diperoleh hasil berturut-turut sebesar 3.690.000; 4.050.000 dan 3.910.000.
5.1.3. Rekapitulasi Prediksi Ketersediaan TBS
Tabel 5.7. Prediksi Ketersediaan TBS Berdasarkan Kebun
Kebun
Bulan Jumlah
Triwulan III
Juli Agustus September
Rambutan (KRBTN) 3.690.000 4.050.000 3.910.000 11.650.000 Sei Putih (KSPTH) 585.000 659.000 611.000 1.855.000 Tanah Raja (KTARA) 2.490.000 2.750.000 2.670.000 7.910.000 Sarang Giting (KSGGI) 838.000 946.000 886.000 2.670.000 Silau Dunia (KSDUN) 3.050.000 3.490.000 3.310.000 9.850.000 Gunung Monako (KGMNO) 4.510.000 5.380.000 5.200.000 15.090.000 Gunung Para (KGPAR) 522.000 675.000 585.000 1.782.000 Gunung Pamela (KGPMA) 2.430.000 2.800.000 2.270.000 7.500.000
Total 18.115.000 20.750.000 19.442.000 58.307.000
Sumber: Pengolahan Data
5.2. Pemodelan Kendala Sasaran
5.2.1. Kendala Sasaran Ketersediaan TBS
Ketersediaan TBS merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi optimal atau tidaknya perecanaan produksi CPO. Sasaran ketersediaan TBS yang ingin dicapai yaitu untuk menghindari kondisi kekurangan TBS atau kelebihan penerimaan TBS di pabrik.
Kelebihan pasokan TBS juga akan menimbulkan masalah baru. hal ini disebabkan TBS yang sudah dipanen harus segera diolah. Menurut Budiyanto dkk. (2005) Penurunan kualitas minyak pada buah sawit terbesar terjadi antara 12 sampai dengan 20 jam setelah panen. Penurunan kualitas dapat diketahui dari meningkatnya kandungan kandungan asam lemak bebas (ALB) pada CPO. Meningkatnya kandungan asam lemak bebas (ALB) pada minyak sawit akan berpengaruh terhadap harga jual CPO.
Model persamaan kendala sasaran Ketersediaan TBS dari 8 kebun pemasok adalah sebagai berikut:
1. Kendala sasaran ketersediaan TBS Kebun Rambutan
2. Kendala sasaran ketersediaan TBS Kebun Sei Putih
3. Kendala sasaran ketersediaan TBS Kebun Tanah Raja
4. Kendala sasaran ketersediaan TBS Kebun Sarang Giting
5. Kendala sasaran ketersediaan TBS Kebun Silau Dunia
6. Kendala sasaran ketersediaan TBS Kebun Gunung Monako
8. Kendala sasaran ketersediaan TBS Kebun Gunung Pamela
5.2.2. Kendala Sasaran Target Produksi CPO dari Perusahaan
Target produksi ditetapkan perusahaan berdasarkan potensi bahan baku di 8 kebun pemasok TBS ke PKS Rambutan. Data target produksi CPO perusahaan dapat dilihat pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8. Target Produksi CPO
Triwulan Bulan Jumlah Total
III Juli Agustus 2.722.210 4.167.625 12.192.342 September 4.302.507
Sumber: PTPN III PKS Rambutan
TBS yang akan diolah sebelum akan diseleksi terlebih dahulu berdasarkan syarat mutu TBS yang ditetapkan pabrik. Data TBS yang tidak memenuhi spesifikasi pada PKS Rambutan dapat dilihat pada tabel 5.9.
Tabel 5.9. Data TBS yang Tidak Memenuhi Spesifikasi
Keterangan Persentase
Mentah 0,17
Tandan Kosong 0,09
Sampah 0,00
Buah Busuk 0,00
Buah Sakit 0,00
Total 0,26
Dari Tabel 5.9 dapat diketahui bahwa jumlah TBS yang tidak memenuhi TBS berkisar pada nilai 0,26% yang artinya terdapat sebanyak 99,74% TBS yang memenuhi spesifikasi perusahaan.
Selain itu faktor rendemen CPO dari setiap kebun juga mempengaruhi jumlah produksi CPO. Data faktor rendemen dapat dilihat pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Data Faktor Rendemen
Kebun Persentase
Rendemen (%)
Rambutan (KRBTN) 22,33
Sei Putih (KSPTH) 22,19
Tanah Raja (KTARA) 22,40
Sarang Giting (KSGGI) 22,38
Silau Dunia (KSDUN) 21,75
Gunung Monako
(KGMNO) 21,88
Gunung Para (KGPAR) 22,00
Gunung Pamela
(KGPMA) 22,50
Sumber: PTPN III PKS Rambutan
Kapasitas olah pada pabrik juga merupakan salah satu faktor pembatas mampu atau tidaknya perusahaan memenuhi target produksi yang diberikan. Kapasitas olah pada PKS Rambutan untuk periode triwulan III 2017 dapat dilihat pada Tabel 5.11 berikut:
Tabel 5.11. Data Jumlah Hari dan Kapasitas Produksi Triwulan III 2017
Bulan Jumlah
Secara keseluruhan sasaran yang ingin dicapai yaitu mendapatkan jumlah produksi optimal yang dapat memenuhi target produksi CPO dari perusahaan. Model persamaan kendala target produksi CPO dari perusahaan adalah sebagai berikut:
Jumlah CPO yang diproduksi tidak boleh lebih kecil dari target produksi
Jumlah CPO tidak boleh melebihi kapasitas pabrik.
5.2.3. Kendala Sasaran Persediaan
Sasaran yang ingin dicapai yaitu mendapatkan jumlah CPO optimal di tangki timbun agar dapat memenuhi permintaan CPO. Jumlah CPO di tangki timbun dipengaruhi oleh jumlah CPO di tangki pada periode sebelumnya. jumlah CPO yang diproduksi saat ini dan jumlah pengiriman CPO. Data jumlah persediaan CPO di tangki timbun dan kapasitas tangki timbun dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Persediaan CPO di Tangki Timbun
Keterangan Jumlah
Model persamaan kendala sasaran persediaan adalah sebagai berikut:
Kebijakan stok pengaman yang harus dipenuhi
Persediaan CPO tidak boleh melebihi kapasitas tangki timbun
5.2.4. Kendala Sasaran Kebutuhan Truk
Menurut Lubis (1992) Keberhasilan panen dan produksi sangat bergantung pada bahan tanaman yang dipergunakan. manusia dengan efektivitas kerjanya. peralatan yang dipergunakan untuk panen. kelancaran transportasi serta faktor pendukung lainnya.
Kebutuhan jumlah truk pengangkut TBS dari kebun menuju pabrik dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya. kapasitas truk. jarak antara kebun dengan pabrik. dan jumlah TBS harus diangkut.
memiliki integrasi terutama dalam sistem informasi agar proses pengangkutan menjadi lebih efisien.
Dengan memperhitungkan jumlah yang harus diangkut setiap hari maka
dapat ditentukan berapa jumlah armada yang diperlukan. Data ketersediaan truk di
setiap kebun dapat dilihat pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13. Data Ketersediaan Truk
Kebun Jumlah Truk
Rambutan (KRBTN) 17
Sei Putih (KSPTH) 6
Tanah Raja (KTARA) 16
Sarang Giting (KSGGI) 5
Silau Dunia (KSDUN) 16
Gunung Monako (KGMNO) 21
Gunung Para (KGPAR) 3
Gunung Pamela (KGPMA) 16
Sumber: PTPN III PKS Rambutan
Dari data historis dan hasil wawancara yang diperoleh dari pihak PKS
Rambutan diketahui bahwa kemampuan angkut setiap truk rata-rata adalah 8 ton.
Selain itu truk untuk kebun Rambutan. Tanah Raja. Silau Dunia dan Gunung Monako
dapat mengangkut TBS sebanyak 2 trip per hari. Sedangkan untuk kebun lainnya
hanya satu trip per hari.
Model persamaan kendala sasaran Kebutuhan Truk dari 8 kebun pemasok adalah sebagai berikut:
1. Kendala sasaran kebutuhan truk di Kebun Rambutan
3. Kendala sasaran kebutuhan truk di Kebun Tanah Raja
4. Kendala sasaran kebutuhan truk di Kebun Sarang Giting
5. Kendala sasaran kebutuhan truk di Kebun Silau Dunia
6. Kendala sasaran kebutuhan truk di Kebun Gunung Monako
7. Kendala sasaran kebutuhan truk di Kebun Gunung Para
5.3. Pemodelan Fungsi Tujuan
Fungsi tujuan yang ingin dicapai yaitu meminimasi total biaya yang terdiri dari biaya perolehan TBS. biaya produksi CPO. biaya pengangkutan TBS dan biaya penimbunan CPO pada tangki timbun. Biaya perolehan TBS dari setiap kebun dapat dilihat pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14. Biaya Perolehan TBS
Kebun Biaya (Rp/kg)
Rambutan (KRBTN) 1.796
Sei Putih (KSPTH) 1.783
Tanah Raja (KTARA) 1.801
Sarang Giting (KSGGI) 1.798
Silau Dunia (KSDUN) 1.748
Gunung Monako (KGMNO) 1.758
Gunung Para (KGPAR) 1.769
Gunung Pamela (KGPMA) 1.809
Sumber: PTPN III PKS Rambutan
Biaya produksi CPO yaitu sebesar Rp 404,72/kg dan biaya penimbunan CPO yaitu sebesar Rp 55,38/kg. sedangkan Data jarak dan estimasi biaya pengangkutan TBS untuk Triwulan III 2017 dengan acuan harga solar Rp 5.150 dapat
dilihat pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15. Data Jarak dan Estimasi Biaya Pengangkutan TBS
Kebun Jarak
Dari data yang ada maka diperoleh model persamaan fungsi tujuan sebagai berikut:
Min
5.4. Pembentukan Model Optimasi
Bentuk model optimasi dari permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Fungsi Tujuan: Min
5.5. Penyelesaian Model Optimasi Menggunakan Algoritma Genetika
Penyelesaian model algoritma genetika pada penelitian ini menggunakan bantuan software Matlab. Langkah-langkah penyelesaian model adalah sebagai berikut:
1. Membuat coding fitness function
Koding dapat dibuat dengan cara mengklik ikon New Script pada menu home Isi coding fitness function adalah sebagai berikut:
function y=fungsi_tujuan(x) y=
1796*x(1)+1783*x(2)+1801*(3)+1798*x(4)+1748*x(5)+ 1758*x(6)+1769*x(7)+1809*x(8)+404.72*x(9)+55.38*x (10)+2750100*x(11)+15583900*x(12)+21084100*x(13)+ 9167000*x(14)+20167400*x(15)+2384200*x(16)+825030 0*x(17)+8250300*x(18)
end
Sumber: Pengolahan Matlab
Gambar. 5.12. Coding Fungsi Tujuan
2. Membuat coding fitness constraint
Isi coding fitness function adalah sebagai berikut:
function [c. ceq] = fungsi_kendala (x) c(1) = (x(1)/1424000)-x(11);
c(2) = (x(2)/712000)-x(12); c(3) = (x(3)/1424000)-x(13); c(4) = (x(4)/712000)-x(14); c(5) = (x(5)/1424000)-x(15); c(6) = (x(6)/1424000)-x(16); c(7) = (x(7)/712000)-x(17); c(8) = (x(8)/712000)-x(18); c(9) =
x(9)-(0.2233*x(1)+0.2219*x(2)+0.224*x(3)+0.2238*x(4)+0 .2175*x(5)+0.2188*x(6)+0.22*x(7)+0.225*x(8))*0.99 74;
c(10) = x(10)-x(9)-11848479 ceq = [];
Kemudian save file ke dalam path Matlab dengan nama fungsi_kendala.
Sumber: Pengolahan Matlab
3. Pada menu Apps pilih ikon optimization. maka akan muncul toolbox Optimization.
4. Pada box problem and result. pilih Genetic Algorithm untuk solver yang akan digunakan.
5. Pada fitness function masukkan file fungsi_sasaran.m dengan mengetikkan @fungsi_sasaran pada kotak disampingnya. Kemudian isi number of variable dengan jumlah 18.
6. Lakukan input Konstrain. dengan nilai sebagai berikut: a. Linear Equalities
A= [1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0] b= [58740000]
b. Bounds
Lower bounds= [0 0 0 0 0 0 0 0 12192342 100000 0 0 0 0 0 0 0 0]
Upper bounds= [11650000 1855500 7910000 2670000 9850000
15090000 1782000 7500000 inf 40000000 17 6 16 5 16 21 3 16]
c. Nonlinear Constrain Function
Input data coding fungsi_kendala yang telah dibuat sebelumnya dengan
mengetikkan @fungsi_kendala pada kotak yang tersedia d. Integer Variable Indices
[1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18]
Sumber: Pengolahan Matlab
Gambar. 5.13. Kotak Dialog Problem and Results
7. Pada bagian option pilih defauld kemuduan klik start sehingga akan diperoleh hasil seperti Gambar 5.14.
Sumber: Pengolahan Matlab
Gambar. 5.14. Final Point
Tabel 5.16. Hasil Akhir Pengolahan Algoritma Genetika
Variabel Nilai
11.422.249 672.662 7.906.636 2.622.435 9.775.531 14.704.867 666.953 7.493.574 12.202.285 389.117 14
1 6 5 7 16 3 11
Min y 8.958466486466E10
BAB VI
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
6.1 Analisis Sistem Rantai Pasok CPO
Sistem rantai pasok CPO dapat dilihat pada Gambar 6.1. Sistem rantai pasok CPO dapat dikaji dari tiga aspek yaitu aliran material, aliran informasi dan data, serta aliran uang.
Supplier Tier 2
Supplier Tier 1 PKS Rambutan
Manajemen
Retailer Konsumen(end user)
Infomasi akhir akan disampaikan dari supplier tier 1 ke supplier tier 2 berupa seberapa banyak kebutuhan pupuk dan pestisida.
Aliran material dimulai dari supplier tier 2 yang memasok kebutuhan bahan untuk kebun (supplier tier 1) kemudian material akan diangkut melalui pihak ketiga menuju ke PKS Rambutan. Material berupa TBS akan disortasi, dimana TBS yang tidak lolos sortasi akan dikembalikan lagi ke supplier tier 1. TBS yang telah memenuhi spesifikasi akan dilanjutkan ke proses produksi, hasil dari proses produksi akan disimpan ke dalam tangki timbun, material lalu didistribusikan kepada agroindustri hilir, dan dilanjutkan oleh distributor yang akan mendistribusikan kepada retailer. Melalui retailer material akan sampai ke tangan konsumen akhir.
6.2. Analisis Sistem Rantai Pasok CPO Aktual
Sistem rantai pasok CPO aktual yang ada masih belum optimal hal ini dapat diketahui dari Tabel 6.1 yang menunjukkan data realisasi TBS olah dan produksi CPO Juni 2017 serta Tabel 6.2.
Tabel 6.1. Realisasi TBS Olah dan Produksi CPO Juni 2017
Kebun Unit Juni Jumlah CPO Rendemen
Rambutan (KRBTN) 4.336.530 968.392 22,33
Sei Putih (KSPTH) 347.930 77.221 22,19
Tanah Raja (KTARA) 2.113.320 473.472 22,40 Sarang Giting (KSGGI) 718.110 160.696 22,38 Silau Dunia (KSDUN) 2.070.830 450.391 21,75 Gunung Monako (KGMNO) 3.560.320 778.963 21,88
Gunung Para (KGPAR) 149.970 33.000 22,00
Gunung Pamela (KGPMA) 2.940.630 661.646 22,50
Total dan Rata-rata 16.237.640 3603781 22,19
Sumber: PTPN III PKS Rambutan
Tabel 6.2. menunjukkan data RKAP TBS olah dan produksi CPO Juni 2017.
Tabel 6.2. RKAP TBS Olah dan Produksi CPO Juni 2017
Kebun Unit Juni Jumlah CPO Rendemen
Rambutan (KRBTN) 2.762.500 657.175 23,79
Sei Putih (KSPTH) 437.000 106.459 24,36
Tanah Raja (KTARA) 2.483.000 598.103 24,09 Sarang Giting (KSGGI) 873.000 207.649 23,79 Silau Dunia (KSDUN) 2.454.000 588.660 23,99 Gunung Monako (KGMNO) 4.020.000 968.520 24,09
Gunung Para (KGPAR) 972.000 235.993 24,28
Gunung Pamela (KGPMA) 1.568.800 381.075 24,29
Total dan Rata-rata 15.570.300 3.743.634 24,04
Sumber: PTPN III PKS Rambutan
rendemen yang ada. Realisasi nilai rendemen rata-rata hanya mencapai 22,19% sedangkan nilai rendemen RKAP mencapai 24,04%. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap perbandingan TBS olah dengan jumlah produksi CPO.
Indikasi yang menyebabkan rendahnya nilai rendemen adalah ketidak mampuan pabrik dalam mengolah TBS. Kondisi ini dapat diketahui dari data penerimaan buah menginap periode Januari sampai dengan Juni 2017 pada Tabel 6.3.
Tabel 6.3. Data Penerimaan Buah Menginap Periode Januari sampai dengan Juni 2017
Keterangan Januari Februari Maret
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Sumber: PTPN III PKS Rambutan
Sumber: Pengolahan Data
Gambar 6.2. Persentase Rata-rata TBS Menginap Periode Januari sampai dengan Juni 2017
Tingginya persentase TBS menginap tidak hanya terjadi pada saat puncak panen tetapi juga terjadi pada saat musim dengan produksi sedang. Sistem rantai pasok informasi antara manajemen PTPN III dengan pihak PKS Rambutan dan pihak Kebun yang tidak baik menyebabkan aliran material yang ada menumpuk pada PKS rambutan. TBS yang telah dipanen harus segera diolah agar tidak terjadi penyusutan nilai rendemen yang akan berpengaruh terhadap harga pokok produksi CPO, selain itu nilai asam lemak bebas yang terdapat pada TBS juga akan meningkat seiring berjalannya waktu. Semaking tinggi nilai ALB yang terkandung dalam CPO maka harga jual akan semakin rendah.
periode berjalan. Untuk mengatasi hal ini pihak kebun harus melakukan kontrak tambahan namun dengan biaya yang lebih tinggi.
Infrastruktur pada kebun yang kurang memadai juga menyebabkan proses distribusi TBS terhambat. Akses menuju kebun dan pabrik yang kurang baik akan menyebabkan TBS tidak terangkut seluruhannya pada hari yang sama saat buah dipanen. Namun disatu pihak, apabila kebun memiliki infrastruktur yang baik, sangat rentan terjadi pencurian TBS pada kebun.
6.3. Analisis Sistem Rantai Pasok CPO Usulan
6.3.1. Analisis Prakiraan Ketersediaan TBS dengan Logika Fuzzy
Hasil prakiraan ketersediaan TBS dengan logika fuzzy untuk setiap kebun untuk triwulan III periode Juli, Agustus dan September menunjukkan adanya perbedaan antara prakiraan ketersediaan TBS menggunakan logika fuzzy dan RKAP 2017. Adapun perbandingan ketersediaan TBS ini dapat dilihat pada Tabel 6.4.
Tabel 6.4. Perbandingan Prakiraan Ketersediaan TBS Hasil Logika Fuzzy
dan RKAP 2017
Kebun Unit Logika Fuzzy RKAP 2017
Juli Agustus September Juli Agustus September
Sei Putih (KSPTH) 585.000 659.000 611.000 629.000 639.000 635.000
Rambutan (KRBTN) 3.690.000 4.050.000 3.910.000 3.966.100 4.319.700 4.188.800
Tanah Raja (KTARA) 2.490.000 2.750.000 2.670.000 2.900.000 2.969.700 2.755.000
Sarang Giting (KSGGI) 838.000 946.000 886.000 1.028.000 2.969.000 972.000
Silau Dunia (KSDUN) 3.050.000 3.490.000 3.310.000 3.268.000 1.013.000 3.247.000
Gunung Monako (KGMNO) 4.510.000 5.380.000 5.200.000 4.866.000 3.346.000 4.952.000
Gunung Para (KGPAR) 2.430.000 2.800.000 2.270.000 3.277.600 5.115.000 3.087.200
Gunung Pamela (KGPMA) 522.000 675.000 585.000 863.000 1.080.000 1.106.000
Total 18.115.000 20.750.000 19.442.000 20.797.700 21.451.400 20.943.000
Total Per Triwulan 58.307.000 63.192.100