• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Studi

KAMM dapat dikategorikan sebagai kawasan agropolitan by nature yang telah berkembang secara tradisional berdasarkan kemampuan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat setempat, dan didukung dengan fasilitasi pemerintah.

Pada saat KAMM mulai dikembangkan pada tahun 2005 dengan fasilitasi dari pemerintah pusat, dalam hal ini adalah Departemen Pertanian dan Departemen Pekerjaan Umum serta Departemen terkait lainnya. Konsep pembangunan agropolitan yang dilakukan adalah dengan mengintegrasikan pembangunan sektor-sektor ke dalam model pendekatan pengembangan wilayah yang holistik dan berkelanjutan dalam suatu kesisteman yang utuh dan menyeluruh mulai dari hulu sampai hilir. Aspek-aspek yang dikembangkan di kawasan agropolitan meliputi pengembangan sumberdaya manusia; pengembangan sumberdaya alam;

pengembangan tata ruang; pengembangan permukiman; pengembangan usahatani; pengembangan infrastruktur; pengembangan kelembagaan;

pengembangan permodalan; pengembangan teknologi dan informasi;

pengembangan sosial budaya dan kemasyarakatan. Konsep pengembangan tersebut mengakibatkan, agropolitan dapat dianggap sebagai salah satu strategi pengembangan wilayah perdesaan yang paling ideal di Indonesia.

Aspek-aspek yang telah dikembangkan secara terpadu dan terintegrasi oleh para stakeholders dari tahun 2005 sampai dengan 2007 di KAMM, terlebih dahulu akan didata kondisi umum wilayahnya dan dianalisis melalui pendekatan analisis situasional dengan tiga tahapan. Tahapan pertama, menjelaskan situasi sebelum kawasan agropolitan dikembangkan (T-0 yaitu tahun 2004), dan tahapan kedua, mengevaluasi kondisi setelah kawasan agropolitan dikembangkan selama tiga tahun berturut-turut (T-3 yaitu tahun 2007), serta tahapan ketiga, memberikan penilaian atas kondisi yang telah tercapai untuk selanjutnya menjadi masukan di dalam merumuskan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan dimasa yang akan datang. Proses analisis situasional disajikan pada Gambar 23. Analisis selanjutnya dilanjutkan dengan analisis kinerja pengembangan kawasan

(2)

agropolitan, untuk mengetahui peningkatan yang terjadi pasca fasilitasi pemerintah.

KAWASAN ARGOPOLITAN

STUDI KASUS KAWASAN ARGOPOLITAN MERAPI - MERBABU

GANBARAN UMUM WILAYAH

STUDI

JELASKAN SITUASI

AWAL

BERIKAN PENILAIAN EVALUASI

KONDISI YG ADA

SDM SDA INFRASTRUKTUR

TEKNOLOGI PERMUKIMAN

MENGETAHUI SITUASI T-0 TH 2004

REALISASI KINERJA T-3 TH 2007

MASUKAN KEBIJAKKAN

(PASCA FASILITASI)

TATA RUANG USAHA TANI PERMODALAN KELEMBAGAAN

EVALUASI KINERJA

Gambar 23 Proses analisis situasional untuk mengetahui kondisi umum wilayah studi dan evaluasi kinerja untuk mengetahui dampak yang terjadi pasca fasilitasi pemerintah.

4.1.1 Kondisi Sumberdaya Manusia

4.1.1.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk KAMM

Kondisi awal penduduk sebelum KAMM dikembangkan tahun 2004 berjumlah 367.019 jiwa. Setiap tahunnya mengalami peningkatan yang relatif kecil dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,39 %. KAMM yang terdiri dari 7 kecamatan, dengan luas kawasan 39.912 Ha atau 399,12 km2 mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kecamatan Tegalrejo memiliki kepadatan penduduk tahun 2007 yang paling tinggi sebesar 1.431 jiwa/km2. Kecamatan Sawangan memiliki kepadatan penduduk yang paling rendah sebesar 763 jiwa/km2, atau dengan kepadatan rata-rata di tujuh kecamatan adalah sebesar 961 jiwa/km2. Jumlah dan kepadatan penduduk menurut kecamatan di KAMM disajikan pada Tabel 8.

Jika dibandingkan kepadatan penduduk KAMM yaitu rata-rata 961 jiwa/km2 dengan teori Friedmann dan Douglass (1975) yaitu 200 jiwa/km2, maka kepadatan penduduk di KAMM ini untuk kategori perdesaan sudah termasuk penduduk padat, namun belum bisa dikategorikan sebagai wilayah perkotaan

(3)

81 karena standar kepadatan penduduk wilayah perkotaan menurut Biro Pusat Statistik yaitu diatas 5.000 jiwa/km2.

Tabel 8 Jumlah dan kepadatan penduduk KAMM tahun 2004 s.d. 2007

No. Kecamatan Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

2004 2005 2006 2007 2004 2005 2006 2007 1 Dukun 41.903 42.252 42.598 42.772 785 791 798 801 2 Sawangan 54.340 54.719 55.167 55.238 751 756 762 763 3 Candimulyo 45.137 45.962 46.625 46.945 961 979 993 1.000 4 Tegalrejo 50.602 50.680 51.157 51.357 1.410 1.412 1.425 1.431 5 Pakis 53.640 54.252 54.844 55.387 771 780 780 796 6 Grabag 81.763 82.842 83.949 84.506 1.060 1.074 1.074 1.095 7 Ngablak 39.634 40.015 40.349 40.571 905 914 921 926 Jumlah 367.019 370.722 374.689 376.776 949 958 965 973 Sumber data: Bappeda Kabupaten Magelang, 2007, diolah.

Hasil analisis jumlah penduduk di tujuh kecamatan kawasan agropolitan, dengan jumlah penduduk terendah di Kecamatan Ngablak sebesar 40.571 jiwa dan penduduk tertinggi berada di Kecamatan Grabag yaitu sebesar 84.506 jiwa, maka berdasarkan standard Friedmann dan Douglass (1975), masing-masing kecamatan yang ada di KAMM ini dapat dikategorikan sebagai distrik-distrik agropolitan. Dalam konsep Friedmann & Douglass dijelaskan bahwa di dalam masing-masing distrik ini akan dijumpai agropolis dengan jumlah penduduk antara 10.000-25.000 jiwa, dengan batas distrik dinyatakan dalam radius sejauh 5- 10 km. Berdasarkan kondisi area agropolitan tahun 2007, maka urutan jumlah penduduk tertinggi di masing-masing distrik agropolitan KAMM disajikan pada Tabel 9 dan tata letak agropolis yang ada di KAMM disajikan pada Gambar 24.

4.1.1.2 Struktur Penduduk menurut Mata Pencaharian

Struktur penduduk menurut mata pencaharian di KAMM tahun 2007, dari jumlah penduduk 376.776 jiwa sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani dengan dominasi buruh tani mencapai 120.380 jiwa (31,95 %), petani sendiri sejumlah 95.664 jiwa (25,39 %), jasa sejumlah 60.208 jiwa (15,98 %), pedagang sejumlah 45.816 jiwa (12,16 %), di bidang industri sejumlah 25.809 jiwa (6,85 %) di bidang transportasi sejumlah 7.234 jiwa (1,92 %), dan di bidang

(4)

lainnya sebesar 21.665 jiwa (5,75 %). Struktur penduduk menurut mata pencaharain di KAMM tahun 2007 disajikan pada Gambar 25.

Tabel 9 Urutan jumlah penduduk agropolis di masing-masing distrik di KAMM No Distrik/Kecamatan Agropolis Jumlah penduduk

agropolis

1. Distrik/Kecamatan Grabag Grabag 11.906 jiwa.

2. Distrik/Kecamatan Tegalrejo Tegalrejo 7.617 jiwa.

3. Distrik/Kecamatan Dukun Dukun 4.884 jiwa 4. Distrik/Kecamatan Pakis Pakis 4.719 jiwa.

5. Distrik/Kecamatan Sawangan Sawangan 4.550 jiwa.

6. Distrik/Kecamatan Ngablak Ngablak 4.242 jiwa.

7. Distrik/Kecamatan Candimulyo Candimulyo 1.944 jiwa.

Gambar 24 Tata letak agropolis yang terbentuk di KAMM.

STA SEWUKAN

STA NGABLAK

(5)

83 Gambar 25 Struktur mata pencaharian penduduk di KAMM tahun 2007.

Hasil analisis mata pencaharian penduduk di KAMM, mayoritas penduduk (57,34 %) bekerja menjadi buruh tani dan petani sendiri, sehingga berdasarkan standar Badan Pusat Statistik bahwa sebuah wilayah perdesaan harus memiliki penduduk yang bekerja sebagai petani di atas 25 %. Berdasarkan persyaratan tersebut KAMM telah memenuhi persyaratan untuk dikategorikan sebagai sebuah kawasan agropolitan karena mayoritas penduduknya bekerja di sektor pertanian.

4.1.1.3 Data Penduduk Miskin di KAMM

Jumlah penduduk miskin sebelum KAMM dikembangkan tahun 2004, dari jumlah penduduk 367.019 jiwa terdapat 41.439 kk yang masuk kategori miskin, dan setelah tiga tahun kawasan agropolitan dikembangkan (tahun 2007) dengan jumlah penduduk menjadi 374.689 jiwa terdapat 41.061 kk yang masuk kategori miskin. Jumlah penduduk miskin tahun 2004 sebelum KAMM dikembangkan, dan jumlah penduduk miskin tahun 2007 setelah tiga tahun KAMM dikembangkan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 menunjukkan jumlah penduduk miskin tahun 2004 yaitu sebesar 41.439 kk, mengalami penurunan menjadi 41.061 kk pada tahun 2007 (penurunan 378 kk dengan rata-rata penurunan 0,90 %/tahun). Dari hasil wawancara mendalam (indepth interview) di lapangan, penurunan jumlah kemiskinan ini terjadi akibat: (1) adanya perubahan komoditas dari semula tanaman pangan beralih ke komoditas sayuran, yang secara ekonomis lebih menguntungkan, (2) masyarakat petani mendapat akses langsung menjual hasil pertaniannya kepada pedagang besar dengan membawa langsung hasil pertaniannya ke sub terminal

120.380

95.664

60.208

45.816

25.809

7.234

21.665

0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000

buruh tani petani jasa pedagang industri transportasi lainnya Jumlah Penduduk (Jiwa)

(6)

agribisnis dengan informasi harga yang transparan sehingga petani mempunyai posisi nilai tawar yang tinggi; (3) petani yang sudah melakukan proses pengolahan hasil minimal pada proses intermediate produk yaitu kegiatan sortasi, grading, dan packaging bisa mendapatkan nilai tambah, (4) efektifitas kegiatan- kegiatan akibat adanya pelatihan-pelatihan teknologi dan keterampilan, baik yang terkait dengan budidaya, pengolahan, maupun pemasaran hasil, serta manajemen usaha dan pengembangan kelembagaan petani, dan (5) adanya peran pihak perbankan yang memberikan kredit lunak kepada kelompok tani untuk modal kerja maupun untuk UKM.

Tabel 10 Jumlah penduduk miskin tahun 2004 sebelum KAMM dikembangkan, dan setelah dikembangkan tahun 2007

No Kecamatan Penduduk miskin Tahun 2004 (kk)

Penduduk miskin

Tahun 2007 (kk) Penurunan

1 Candimulyo 4.977 4.959 18

2 Dukun 5.014 4.877 137

3 Grabag 10.207 10.207 -

4 Ngablak 4.348 4.292 56

5 Pakis 5.709 5.699 10

6 Sawangan 6.216 6.190 26

7 Tegalrejo 4.968 4.837 131

Jumlah 41.439 41.061 378

Sumber data: Bappeda Kabupaten Magelang, 2007, diolah.

Pada penelitian ini terlihat bahwa dari beberapa lembaga pemerintah yang terkait dengan pengentasan kemiskinan, masih ada perbedaan penyebutan kemiskinan. Departemen Dalam Negri menggunakan satuan penduduk miskin.

Penduduk dipersepsikan dengan satuan individu, yang merupakan anggota rumah tangga. Sedangkan Biro Pusat Statistik (BPS) menggunakan satuan rumah tangga miskin. Kriteria rumah tangga miskin menurut BPS adalah: (1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang; (2) Lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan; (3) Jenis dinding tempat tinggal terbuat

(7)

85 dari bambu /rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester; (4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain; (5) Penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik; (6) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air terjun/air hujan; (7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah; (8) Hanya mengonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu; (9) Hanya membeli satu stel pakaian dalam setahun; (10) Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari; (11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik; (12) Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0,50 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000,- per bulan; (13) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD; (14) Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp 500.000,- seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

4.1.1.4 Struktur Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Struktur penduduk menurut tingkat pendidikan di KAMM setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini dapat diartikan bahwa pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan sudah semakin tinggi. Prosentase tingkat pendidikan tahun 2007: tertinggi adalah tamat SD sebesar 149.731 jiwa (39,74 %), tidak atau belum SD sebesar 112.731 jiwa (29,92 %), tamat SLTP sebesar 64.240 jiwa (17,05 %), tamat SLTA sebesar 41.332 jiwa (10,97 %), tamat Perguruan Tinggi/D IV sebesar 4.333 jiwa (1,15 %), tamat D I/D II sebesar 3.278 jiwa (0,87 %), tamat D III sebesar 1.130 jiwa (0,30 %). Untuk mengetahui banyaknya penduduk KAMM menurut tingkat pendidikan tahun 2007 disajikan pada Gambar 26.

Berdasarkan analisis di atas, maka sumberdaya manusia di kawasan agropolitan jika diukur dengan indikator pendidikan, mayoritas terdiri dari masyarakat tidak tamat/belum SD dan tamat SD sebanyak 69,66% sehingga dengan kondisi yang demikian aktivitas usahatani hanya mereka kuasai di tingkat produksi. Aktivitas usahatani di luar produksi, antara lain aspek manajemen pengelolaan usahatani, penanganan pasca panen berupa pengolahan dan

(8)

pemasaran, petani mempunyai kemampuan yang sangat terbatas. Akibatnya aktivitas usahatani mengalami stagnasi terutama di wilayah hinterland.

Gambar 26 Jumlah penduduk KAMM menurut tingkat pendidikan tahun 2007.

4.1.2 Kondisi Sumberdaya Alam

4.1.2.1 Wilayah Administratif Pemerintahan

Secara administratif KAMM terdiri dari 7 kecamatan yaitu Kecamatan Sawangan, Dukun, Pakis, Ngablak, Grabag, Candimulyo, dan Tegalrejo dengan jumlah desa 96 desa dan luas wilayah 39.913 Ha atau 399,13 km2. Daftar nama kecamatan dan luas kawasan tahun 2007 disajikan pada Tabel 11. Sedangkan daftar nama desa di masing-masing kecamatan disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 11 Daftar nama kecamatan dan luas kawasan serta jumlah desa di KAMM No Nama Kecamatan Luas Kawasan (Ha) Jumlah Desa/Kel

1. Grabag 7.716 21

2. Pakis 6.956 20

3. Tegalrejo 3.589 5

4. Ngablak 4.380 15

5. Candimulyo 46,95 4

6. Dukun 5.340 15

7. Sawangan 7.237 16

Total 39.913 96 Sumber data: Kabupaten Magelang dalam Angka, 2007.

112.731

1.130 4.333 149.731

3.278 64.240

41.332

29,92% 39,74% 17,05% 10,97% 0,87% 0,30% 1,15%

0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000

Tidak/Belum SD

SD SLTP SLTA D I/II Akademi/D

III

Perguruan Tinggi/D IV Jumlah Penduduk (Jiwa)

(9)

87 4.1.2.2 Wilayah yang Berpenduduk Miskin

KAMM memiliki 96 desa berpenduduk miskin lebih dari 25% dari jumlah penduduk di masing-masing desa. Saat ini tidak ada lagi penyebutan istilah desa miskin karena hampir di setiap desa selalu ada penduduk miskin. Jumlah desa yang berpenduduk miskin di KAMM tahun 2007 disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Jumlah desa yang berpenduduk miskin di KAMM Tahun 2007

No Kecamatan Jumlah Desa

Jumlah Desa Berpenduduk Miskin

<25% 25 – 50% 50 – 75% >75%

1 Candimulyo 4 0 14 3 0

2 Dukun 15 0 11 2 0

3 Grabag 21 1 14 9 0

4 Ngablak 15 1 13 2 0

5 Pakis 20 0 12 3 0

6 Sawangan 16 0 10 1 0

Sumber data: Bappeda Kabupaten Magelang, 2007, diolah.

Hasil analisis memperlihatkan bahwa, terdapat 76,86 % (74 desa) yang berpenduduk miskin antara 25-50 % dari jumlah penduduk di masing-masing desa, dan terdapat 21,64 % (22 desa) yang berpenduduk miskin antara 50-75 % dari jumlah penduduk di masing-masing desa. Secara keseluruhan desa di KAMM mempunyai penduduk miskin, namun kawasan agropolitan ini mempunyai potensi unggulan yang dapat dikembangkan untuk pengentasan kemiskinan.

4.1.2.3 Letak Geografis

Secara geografis KAMM terletak di dalam wilayah Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah. Keseluruhan kawasan agropolitan yang terdiri dari tujuh kecamatan dan 96 desa/kelurahan dipengaruhi oleh keberadaan jajaran daerah pegunungan yaitu G. Merapi, G. Merbabu, G. Telomoyo dan G. Andong. Gunung Merapi dan Merbabu merupakan gunung berapi yang masih aktif dan merupakan kendala karena masih sering memperlihatkan keaktifannya dengan mengeluarkan awan panas dan abu vulkanik maupun lahar dingin yang mengalir dari puncaknya, namun sekaligus juga berpotensi baik untuk pengembangan pertanian, wisata alam, dan menghasilkan tambang golongan C berupa batu, kerikil, dan pasir yang dapat dipergunakan untuk bahan bangunan.

(10)

437 478 575 578 680 841 1.378

4.1.2.4 Topografi

KAMM merupakan wilayah miring yang terletak di sepanjang lereng Gunung Merapi, Merbabu, Telomoyo, dan Andong. Ketinggian G. Merbabu (3.119 m) dan G. Merapi (2.882 m), sedangkan ketinggian ibukota tujuh kecamatan yang ada di kawasan ini berkisar antara 437 m dpl hingga 1.378 m dpl atau rata-rata 709 m dpl. Ketinggian rata-rata dari permukaan laut seperti ini, menjadikan KAMM termasuk kategori dataran tinggi yang cocok untuk lahan pengembangan hortikultura. Ketinggian masing-masing ibukota kecamatan di KAMM disajikan pada Gambar 27, dan ketinggian seluruh lahan di kawasan agropolitan disajikan pada Tabel 13 serta kemiringan lahan disajikan pada Gambar 28.

Sumber data : RTRW Kabupaten Magelang, 2007-2027

Gambar 27 Ketinggian ibu kota kecamatan di KAMM.

Tabel 13 Ketinggian seluruh lahan di KAMM No Ketinggian (mdpl) Cakupan Wilayah

1 100 - 500 Meliputi sebagian di wilayah Kecamatan Candi Mulyo, Tegal Rejo, dan Dukun

2 500 - 1000 Meliputi sebagian di wilayah Kecamatan Dukun, Grabag, dan Sawangan.

3 > 1000 Meliputi sebagian Kecamatan Pakis, dan Ngablak Sumber data: RTRW Kabupaten Magelang, 2007-2027.

Pakis Grabag

Dukun Sawangan

Tegal Rejo Candi Mulyo Ngablak

(11)

89

1,00%

0,90%

0,80%

0,70%

0,60%

0,50%

0,40%

0,30%

0,20%

0,10%

0,00%

Kemiringan > 40 % 15 > 40 % 2 > 15 % 0 > 2 %

Klasifikasi Berbukit Sampai Bergelombang Sampai Bergelombang Sampai Datar

Bergunung-Gunung Berbukit Berombak

Cakupan Wilayah

Meliputi Kecamatan Ngablak, Pakis, Sawangan dan Dukun (sekitar 18 % dari luas tujuh kecamatan yang ada)

Meliputi Kecamatan Ngablak, Pakis, Sawangan, dan sedikit di Kecamatan Dukun (sekiktar 25,5 % dari luas tujuh kecamatan yang ada)

Meliputi sebagian besar di tujuh kecamatan yang ada (sekitar 55 % dari luas Kawasan Agropolitan Merapi- Merbabu

Meliputi Kecamatan Sawangan (kurang lebih 1,5 % dari luas Kawasan Agropolitan Merapi- Merbabu Sumber data : RTRW Kabupaten Magelang, 2007-2027, diolah.

sayu ran

Gambar 28 Kemiringan lahan di KAMM.

4.1.2.5 Geologi dan Jenis Tanah

Berdasarkan kajian geologi tata lingkungan, KAMM mengandung material batuan yang dihasilkan oleh gunung api Gunung Merapi dan Gunung Merbabu.

Batuan gunung api tersebut terdiri atas breksi piroklastik dan lava andesit. Apabila dilihat dari kemampuan lapisan tanah efektifnya, tanah yang terdapat di 7 kecamatan KAMM terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu: (a) Ketebalan tanah kurang dari 30 cm di bawah permukaan tanah, (b) Ketebalan tanah antara 30 – 60 cm di bawah permukaan tanah, dan (c) Ketebalan tanah lebih dari 60 cm di bawah permukaan tanah. Peta Geologi KAMM yang merupakan bagian dari Peta Geologi Tata Lingkungan Kabupaten Magelang disajikan pada Gambar 29.

(12)

Gambar 29 Peta geologi Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu.

Jenis tanah yang dijumpai di KAMM terbentuk oleh proses genesa yang berasal dari bahan induk berupa endapan alluviul, endapan lahar, endapan piroklastik berukuran lempung dan debu atau bahan gunung api. Jenis-jenis tanah dan sebarannya di seluruh KAMM adalah sebagai berikut:

a. Tanah Alluvial, tanah ini terjadi dari endapan vulkanik muda atau agak muda, sifat fisik dan kimia beragam dengan warna kelabu dan coklat tua. Jenis tanah ini biasanya digunakan masyarakat untuk tanah pertanian dan permukiman.

Sebarannya terdapat di Kecamatan Candimulyo.

b. Tanah Latosol, tanah ini terjadi dari abu vulkanik dengan pelapukan yang sudah lanjut, kandungan mineral primer dan unsur hara rendah, keasaman tinggi, kandungan bahan organik rendah. Warna tanah bervariasi dari merah, coklat kemerahan, coklat kekuningan atau kuning. Jenis tanah ini biasa digunakan masyarakat untuk pertanian, perkebunan dan permukiman.

Sebarannya terdapat di Kecamatan Grabag dan Ngablak.

c. Tanah Regosol, tanah ini berasal dari bahan induk abu vulkanik pada iklim dan ketinggian yang berbeda, warna kelabu sampai coklat dengan porositas tinggi

(13)

91 dan kandungan bahan organik yang rendah. Jenis tanah ini biasanya digunakan masyarakat untuk pertanian dan permukiman. Sebarannya terdapat di Kecamatan Dukun.

d. Tanah Andosol, tanah ini berasal dari bahan vulkanik di dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut dengan iklim dingin dan curah hujan tinggi. Tanah ini bersifat lemah, kandungan bahan organik tinggi, porositas tinggi dan tingkat keasaman sedang sampai tinggi. Tanah ini berwarna kelabu tua, coklat tua sampai hitam dan lapisan tanah di bawahnya berwarna coklat sampai coklat kekuningan. Jenis tanah ini biasanya digunakan masyarakat untuk usaha pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan dan permukiman. Sebarannya terdapat di Kecamatan Grabag, Ngablak, Pakis dan Sawangan.

e. Tanah Litosol, jenis tanah ini umumnya dangkal, berada di atas batuan induk yang keras dan sering ditemui di daerah lereng yang curam dan rentan terhadap erosi, tidak cocok digunakan untuk pertanian dan permukiman. Sebarannya terdapat di Kecamatan Grabag, Pakis, Tegal Rejo, Candimulyo dan Sawangan.

4.1.2.6 Hidrologi

KAMM berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo. DAS Progo bagian hulu terdapat dua sungai yang cukup besar, yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo. DAS Progo meliputi daerah di wilayah Kecamatan Tegal Rejo, Grabag, Sawangan, dan Dukun. Potensi hidrologi di KAMM yang dapat dikembangkan antara lain adalah dengan memanfaatkan potensi air permukaan sungai, potensi air permukaan di lereng-lereng bukit, dan potensi air tanah.

Potensi hidrologi ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan:

(a) Potensi air permukaan Sungai Progo, mempunyai fluktuasi debit yang relatif besar dan sangat dipengaruhi oleh curah hujan, dengan pengaruh utama dari aliran Sungai Progo yang memiliki debit 30 m3/detik pada musim kemarau dan 1.200 m3/detik pada musim penghujan. Anak sungai yang bermuara ke Sungai Progo seperti Sungai Elo, Blongkeng, Putih, Bening, Tangsi, Pabelan, Bebeng, Lamat, Batang dan Krasak memiliki debit maksimum 225 m3/detik pada Sungai Bebeng dan debit minimum 5,5 m3/detik pada Sungai Batang.

(14)

Potensi air permukaan sungai di KAMM dapat dipergunakan untuk pengairan lahan pertanian tanaman pangan, seperti terlihat pada Gambar 30 di bawah ini.

Gambar 30 Potensi air permukaan sungai di sekitar KAMM.

(b) Potensi air permukaan di lereng-lereng bukit, dapat dipergunakan untuk pembangkit tenaga listrik microhidro, untuk menerangi desa-desa terutama desa-desa yang belum terjangkau oleh penerangan PLN. Pembangkit tenaga listrik mikrohidro ini juga dapat dijadikan sebagai penopang industrialisasi pertanian di wilayah perdesaan agar terwujud desa mandiri energi.

(c) Potensi air tanah, yang sangat tergantung pada faktor hidrologi, geologi, topografi, ekologi dan tata guna lahan. Air tanah di KAMM berdasarkan hidrologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (1) Mandala air tanah gunung strato, yang terletak diantara puncak sampai lereng gunung api Merapi- Merbabu-Sumbing. Kaki bukit ini biasanya berfungsi sebagai daerah dengan potensi tanah yang produktif, sedangkan pada lereng sampai puncak bukit merupakan daerah rawan air tanah, dan (2) Mandala air tanah antar pegunungan, yang berada diantara Gunung Sumbing-Merapi-Merbabu, dimana muka air tanah ini relatif dangkal (< 10 m) dan debit sumur mencapai 4 liter/detik. Potensi air tanah ini dapat dimanfaatkan untuk sumber air minum maupun untuk pengairan hortikultura dan perkebunan.

4.1.2.7 Klimatologi

Peranan iklim sangat menentukan terhadap keberhasilan pengembangan

(15)

93 suatu komoditi pertanian, baik itu komoditi pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Masing-masing komoditi pertanian berdasarkan tipologi kawasan yang ada membutuhkan persyaratan- persyaratan agroklimat disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Persyaratan agroklimat yang cocok untuk komoditi pertanian Jenis Komoditi Tipologi Kawasan Persyaratan Agroklimat Tanaman

Pangan

Dataran rendah dan dataran tinggi, dengan tekstur lahan yang datar, memiliki sarana pengairan (irigasi) yang memadai.

Harus sesuai dengan jenis komoditi yang dikembangkan seperti ketinggian lahan, jenis tanah, testur lahan, iklim, dan tingkat keasaman tanah.

Hortikultura Dataran rendah dan dataran tinggi, dengan tekstur lahan datar dan berbukit, dan tersedia sumber air yang memadai.

Harus sesuai dengan jenis komoditi yang dikembangkan seperti ketinggian lahan, jenis tanah, tekstur lahan, iklim, dan tingkat keasaman tanah.

Perkebunan Dataran tinggi, dengan tekstur lahan berbukit, dekat dengan kawasan konservasi alam.

Harus sesuai dengan jenis komoditi yang dikembangkan seperti ketinggian lahan, jenis tanah, testur lahan, iklim, dan tingkat keasaman tanah.

Peternakan Dekat kawasan pertanian dan perkebunan, dengan sistem sanitasi yang memadai.

Lokasi tidak boleh berada

dipermukiman dan memperhatikan aspek adaptasi lingkungan.

Persyaratan agroklimat untuk komoditi pertanian hortikultura, yaitu persyaratan tentang ketinggian lahan, jenis tanah, tekstur lahan, tingkat keasaman tanah, dan ketersediaan sumber air, keseluruhan persyaratan ini dapat terpenuhi di KAMM. Berdasarkan hal tersebut maka kawasan ini sangat cocok dikembangkan sebagai kawasan agropolitan dataran tinggi berbasis komoditi pertanian hortikultura.

4.1.2.8 Curah Hujan

Curah hujan di KAMM ini relatif tinggi (curah hujan antara 915-1.984 mm) terjadi pada bulan November-Februari dimanfaatkan oleh masyarakat/petani untuk mengairi sawah dan ladang dan mengisi kolam-kolam ikan, sedangkan curah hujan sedang (antara 659-813 mm) terjadi pada bulan Maret-Mei, dimanfaatkan oleh masyarakat/petani untuk masa tanam vegetasi dan perawatan.

Curah hujan terendah/musim kemarau (0-24 mm) terjadi pada bulan Juni-Oktober,

(16)

dimanfaatkan untuk masa panen yang tidak membutuhkan banyak air. Volume curah hujan selama tahun 2007 di KAMM di sajikan pada Tabel 15 dan grafik curah hujan selama tahun 2007 disajikan pada Gambar 31.

Tabel 15 Curah hujan menurut Kecamatan di KAMM tahun 2007

Kecamatan Bulan*

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grabag - - -

Pakis - - -

Tegalrejo 314 333 259 253 271 - - - 539 539 Candimulyo - - - Sawangan - - - 43 234 Dukun 478 370 159 280 309 9 - - - 12 130 578 Ngablak 512 585 241 195 233 - - - - 12 203 633 Total 1.304 1.288 659 728 813 9 - - - 24 915 1.984

*) Curah hujan dicatat dalam mm

Gambar 31 Curah hujan di KAMM Kabupaten Magelang tahun 2007.

4.1.3. Kondisi Penyediaan Infrastruktur

Penyediaan infrastruktur mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan kawasan agropolitan. Kondisi penyedian infrastruktur di KAMM dalam menunjang pengembangan sistem dan usaha agribisnis, yang meliputi : (1) infrastruktur yang dapat menunjang usahatani, (2) infrastruktur yang dapat menunjang pengolahan hasil pertanian, (3) infrastruktur yang dapat menunjang pemasaran hasil pertanian.

1.304 1.288

659 728 813

9 0 0 0 24

915 1.984

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Curah Hujan (MM)

(17)

95 4.1.3.1. Penyediaan Infrastruktur Menunjang Usahatani

Kegiatan usahatani pada tahapan ini antara lain:

a. Tahap pembersihan lahan: dilakukan untuk mempermudah pembibitan serta menjauhkan tanaman-tanaman dari hama pengganggu sehingga bibit yang akan ditanam tidak mengalami kerusakan atau kepunahan. Setelah pembersihan lahan maka segera dilakukan penyiraman pada lahan untuk menjaga kesuburan tanah dan kelembaban dari sinar matahari sehingga kadar O2 dan zat asam arang dalam tanah tetap terjaga.

b. Tahap penanaman bibit: yaitu penanaman bibit pada lahan yang telah disiangi.

Penanaman bibit dilakukan setelah proses penyiangan dan penyiraman pada lahan dilakukan. Sebelum penanaman bibit terlebih dahulu dilakukan pengamatan terhadap kondisi cuaca yang ada. Ini bertujuan untuk mencegah terjadinya gagal dalam pembibitan, kekurangan atau kelebihan air sangat tidak baik untuk tanaman yang akan di tanam.

c. Tahap cocok tanam: yaitu aktifitas cocok tanam, dimana bibit yang sudah layak untuk dipindahkan kekebun nantinya yang akan menjadi hasil. Dalam penanaman ini perlu dilihat bibit yang bagus serta siap pakai sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan.

d. Tahap penyiangan: benalu serta rumput liar yang ada disekitar ladang merupakan tanaman pengganggu, maka penyiangan ini dilakukan 3 – 4 kali dalam 1 kali bercocok tanam. Penyiangan bertujuan untuk menjaga hasil serta mencegah terjadinya kekurang makanan yang didapat oleh tanaman tersebut.

e. Tahap pemupukan: tanaman yang sudah disiangi siap untuk diberi pupuk.

Dalam pemupukan tanaman perlu diperhatikan waktu dan bentuk tanaman yang akan diberi pupuk. Adanya penempatan dan takaran yang pas maka tanaman akan mempermudah menyerap dari pupuk tersebut.

f. Tahap panen: dilakukan setelah melihat buah atau tanaman yang ditanam sesuai dengan umur panen atau bisa dikatakan layak panen. Sewaktu memanen hasil sayur-sayuran dilakukan pengelompokan atau pemilahan hasil panen yang nantinya akan dibawa dan dikemas sesuai dengan tujuannya.

Jenis infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendukung aktifitas usahatani dalam meningkatkan produksi hasil pertanian, antara lain adalah : penyediaan air

(18)

baku, jalan usahatani (farm-road), kios dan gudang saprodi (sarana produksi pertanian), tempat pengumpulan hasil sementara (TPHS), dan gudang penampungan hasil.

Kondisi penyediaan infrastruktur yang dapat menunjang usahatani di KAMM:

a. Penyediaan air baku: fungsi dari penyediaan air baku adalah untuk mensuplai kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman. Penyediaan air baku di KAMM yang berasal dari air permukaan aliran Sungai Progo, setelah melewati lereng- lereng bukit mengalir secara alami melalui saluran irigasi sederhana. Air baku ini oleh para petani dialirkan ke lahan masing-masing dengan membuat saluran tanah mengikuti kontur lahan yang ada. Kondisi seperti ini membuat tidak semua petani bisa mendapatkan air baku secara optimal, karena air banyak yang hilang di perjalanan akibat kemiringan lahan yang cukup miring. Ada beberapa petani yang telah mencoba membuat saluran irigasi teknis secara permanen dengan pasangan batu kali, namun tidak merupakan sebuah sistem jaringan irigasi yang terkoneksi dengan baik, karena tidak terbentuk mana yang saluran primer, sekunder, maupun tersier. Beberapa investor dengan investasi usaha agribisnis yang cukup besar, membuat sistem usahatani di alam tertutup seperti pada green house dan screen house, membuat pengadaan air baku melalui sistem irigasi tetes atau sprinkler. Sistem pengadaan air baku seperti ini membutuhkan biaya besar namun bisa dipakai dalam jangka panjang, serta membuat persediaan air selalu terjamin setiap saat karena tidak terpengaruh dengan musim kemarau dan musim hujan.

b. Jalan usaha tani (farm road): fungsi dari jalan usaha tani (farm-road) adalah sebagai sarana transportasi membawa saprodi ke lahan budidaya (on-farm) dan mambawa hasil panen ke sentra pengolahan hasil (off-farm). Adanya kondisi lahan budidaya hortikultura di KAMM yang mayoritas berada pada lereng- lereng pegunungan yang belum bisa terjangkau oleh sarana transportasi, mengakibatkan pengangkutan sarana produksi pertanian seperti : bibit, pupuk, pestisida, mesin dan peralatan pertanian, serta pengangkutan hasil panen masih harus dipikul dengan tenaga manusia dari lahan budidaya melalui jalan-jalan usahatani sejauh sampai 1 km menuju jalan kolektor yang bisa dilalui kendaraan pick up roda empat. Kondisi jalan usahatani yang ada pada

(19)

97 umumnya masih terdiri dari tanah murni yang dibuat oleh para petani secara individu dan tidak terkesan sebagai sebuah sistem jaringan jalan di kawasan agropolitan yang mempunyai hierarki mulai dari jalan usahatani tersier, jalan kolektor primer, sampai jalan arteri primer. Berbeda halnya dengan jalan usahatani yang difasilitasi pemerintah, perkerasannya sudah terbuat dari lapisan batu pecah, bahkan sudah beberapa ruas yang dibuat dari beton coor.

c. Gudang saprodi (sarana produksi pertanian): fungsi dari gudang saprodi adalah sebagai tempat penyimpanan sarana produksi pertanian, seperti : pupuk, bibit, pestisida, peralatan mesin, dan lain-lain. Pengelolaan sistem pertanian tanaman pangan dan hortikultura di KAMM sudah mayoritas dengan sistem pertanian organik, terutama dalam penggunaan pupuk dan pestisida. Pupuk yang dipakai 80 % menggunakan pupuk organik hasil olahan masyarakat sendiri, sedangkan pestisida menggunakan pestisida organik yang diproduksi sendiri oleh masyarakat seperti hasil olahan kencing ternak kelinci, dan lain-lain. Bagi petani yang masih menggunakan pestisida sudah menggunakan pestisida dengan dosis rendah. Adanya sistem pertanian organik seperti ini maka para petani mutlak membutuhkan gudang sebagai tempat penyimpanan bahan baku pupuk organik berupa kotoran ternak sebelum mereka olah dengan limbah pertanian seperti sisa-sisa daun hasil panen menjadi pupuk organik. Kondisi yang ada di lapangan bahwa gudang tempat penyimpanan saprodi ini sudah di miliki oleh masing-masing petani karena merupakan kebutuhan mutlak, namun konstruksi bangunannya masih sangat sederhana dan kurang layak karena hanya terdiri dari material darurat seperti atap terdiri dari daun rumbia dan dinding terdiri dari papan kayu kelas 3 dengan lantai tanah yang kerap tergenang air hujan.

d. Tempat pengumpulan hasil sementara (TPHS): Fungsi TPHS ini adalah sebagai sarana transit sementara pengumpulan hasil pertanian sebelum dibawa ke packing house atau sub terminal agribisnis agar produk hortikultura yang mayoritas mudah rusak tidak terkena hujan dan sinar matahari secara langsung sehingga tetap segar. Bangunannya merupakan sawung-sawung yang terdiri dari bangunan beratap tanpa dinding dengan 4 tiang penyanggah dan cukup dengan lantai tanah. Biaya pembuatan TPHS ini cukup murah namun

(20)

dilapangan belum banyak ditemukan dan belum dibuat oleh para petani.

Karena TPHS ini belum memadai, kebanyakan petani hanya mengumpulkan/

menumpuk hasil panen di pinggir-pinggir jalan tanpa adanya perlindungan terhadap panas sinar matahari serta perlindungan kalau hujan turun secara tiba- tiba, yang mengakibatkan produk hasil pertanian hortikultura kurang terjamin kesegarannya. Kondisi seperti ini juga dapat mengganggu kelancaran lalau lintas. Penumpukan sayuran pasca panen di pinggir jalan raya karena tidak adanya TPHS disajikan pada Gambar 32.

Gambar 32 Kondisi pasca panen karena tidak tersedianya TPHS.

Dengan kondisi infrastruktur penunjang usahatani seperti ini, yaitu penyediaan air baku yang belum optimal menjangkau seluruh lahan budidaya pertanian, jalan usahatani (farm-road) yang belum dapat terjangkau oleh kendaraan roda empat, penyediaan gudang saprodi yang masih sangat sederhana, serta penyediaan Tempat Penyimpanan Hasil Sementara (TPHS) yang masih sangat minim, membuat peningkatan produksi hasil pertanian menjadi kurang optimal, dan malah cenderung mengakibatkan biaya produksi menjadi tambah tinggi.

4.1.3.2. Penyediaan Infrastruktur Menunjang Pengolahan Hasil Pertanian Kegiatan pengolahan hasil pertanian pada tahapan ini antara lain :

a. Tahap pembersihan/pencucian hasil panen: tanaman yang sudah dipanen dibersihakan dari kotoran dan lumpur. Pembersihan ini dapat dilakukan di bak pembersihan atau di air yang mengalir seperti sungai atau saluran yang airnya bersih.

b. Tahap sortasi, grading, packaging: hasil panen (tanaman) yang sudah dicuci

(21)

99 dan dibersihkan dari kotoran dan lumpur, selanjutnya disortasi yaitu memilah antara yang berkualitas baik, sedang, dan jelek. Proses berikutnya adalah grading yaitu mengeluarkan atau membuang beberapa bagian tanaman yang rusak, ketuaan, dan cacat. Tahap berikutnya adalah packaging, yaitu mengemas hasil sayuran supaya mempunyai nilai tambah.

c. Tahap pengolahan hasil: produk pertanian hortikultura pada umumnya di konsumsi dalam bentuk segar/primer, namun ada beberapa produk pertanian hortikultura yang dapat diolah menjadi produk olahan yang bisa menghasilkan nilai tambah yang cukup tinggi. Produk-produk olahan ini pada umumnya terlebih dahulu dikupas, dicuci, dirajang, dipermentasi, dikeringkan, digoreng dan berbagai cara lainnya.

Jenis infrastruktur yang dibutuhkan untuk menunjang pengolahan hasil pertanian hortikultura antara lain adalah: packing house, sarana air bersih untuk pembersihan/pencucian hasil panen, sarana pendinginan (cold storage), sarana industri pengolahan hasil/home industri, sarana pengolah limbah hasil pertanian, infrastruktur energi berupa listrik, dan jalan poros desa.

Kondisi infrastruktur yang dapat menunjang pengolahan hasil pertanian di KAMM :

a. Packing house: berfungsi sebagai tempat melakukan sortasi (memilah milah antara yang berkualitas baik, sedang, dan jelek), grading (mengeluarkan atau membuang beberapa bagian tanaman yang rusak, ketuaan, dan cacat), dan packaging (mengemas hasil sayuran supaya mempunyai nilai tambah). Produk hortikultura yang keluar dari packing house ini pada umumnya berupa intermediate product, yaitu sayur-sayuran dalam bentuk segar dan bersih serta dalam keadaan terkemas dengan rapi. Hasil produk dari packing house ini umumnya dibawa langsung ke sub terminal agribisnis, ke pasar tradisional, ke super market, atau ke pasar induk (terminal agribisnis). Bangunan packing house seharusnya dibuat permanen dengan konstruksi beton, baja, atau kayu, lantai harus kering, mempunyai ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup, seyogianya tersedia juga cold storage agar produk hortikultura tetap segar, mempunyai atap, tersedia jaringan utilitas listrik, telepon, air bersih dan air kotor, letaknya di pusat-pusat lingkungan permukiman, dan tidak boleh terlalu

(22)

dekat dengan jalan raya agar tidak menimbulkan kemacetan lalu lintas. Sarana out door agar dilengkapi dengan tempat parkir dan bongkar muat serta sarana pengolahan limbah sampai ke outlet, baik limbah cair maupun limbah padat sisa sayur-sayuran. Kondisi penyediaan packing house di KAMM baru dimiliki oleh beberapa petani yang merangkap sebagai pedagang pengumpul.

standard pelayanan minimum (SPM) nya belum terpenuhi karena ukuran terlalu kecil, terletak di pinggir jalan raya sehingga kerap menimbulkan kemacetan, dan tidak dilengkapi dengan sistem pengelolaan air limbah.

b. Sarana air bersih: fungsi air bersih adalah sebagai pencuci hasil panen agar bersih dari kotoran-kotoran dan hama. Sumber air bersih berasal dari sumber mata air yang mengalir dari celah-celah pegunungan, yang dialirkan melalui jaringan pipa distribusi dan diteruskan ke sentra-sentra pengolahan hasil. Air bersih ini masih higienis dan tidak tercemar dengan pestisida maupun kotoran- kotoran lainnya, karena didistribusikan secara langsung dari sumber air di pegunungan sampai ke kran-kran umum di tempat pencucian maupun ke rumah-rumah penduduk untuk dikonsumsi.

c. Sarana industri pengolahan hasil rumah tangga/home industry: berfungsi sebagai tempat pengolahan hasil pertanian dalam skala rumah tangga/home industri. Beberapa jenis komoditi pertanian hortikultura, baik sayur-sayuran maupun buah dan biji-bijian serta umbi-umbian, bisa diolah sampai pada tahap final product. Dari hasil pengamatan lapangan yang dilakukan di KAMM, ada sekitar sembilan jenis produk hortikultura dan tanaman pangan yang telah berkembang proses pengolahannya dalam skala industri rumah tangga/home industri, antara lain: ketela pohon, cabai, wortel, kobis bunga, kentang, brokoli, buncis, salak, kacang panjang, dan buah nangka. Industri pengolahan ini masih dilakukan dalam skala rumah tangga, dengan menempati salah satu ruangan rumah-rumah penduduk. Kondisi infrastruktur menunjang pengolahan hasil ini sangat minim karena sangat bersifat individu seperti tidak tersedianya Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL), tidak tersedianya sarana pengolahan sampah, sehingga tingkat higienitas produk olahan kurang terjamin.

Kondisi infrastruktur penunjang pengolahan hasil masih belum terlalu memadai, yaitu bangunan packing house yang masih sangat terbatas karena baru

(23)

101 dimiliki oleh beberapa petani yang merangkap pedagang pengumpul, membuat sistem pengolahan hasil pertanian dalam bentuk intermediate product belum dapat tercapai secara optimal. Masih minimnya penyediaan infrastruktur yang dapat menunjang pengolahan hasil dalam bentuk final product melalui industri rumah tangga/home industri, mengakibatkan nilai dari produk olahan hortikultura dari KAMM kalah bersaing dengan produk industri besar skala kota.

4.1.3.3. Penyediaan Infrastruktur Menunjang Pemasaran Hasil Pertanian Kegiatan pemasaran hasil pertanian antara lain adalah pendistribusian hasil panen komoditas hortikultura yang akan dipasarkan dalam bentuk segar, setelah terlebih dahulu dicuci dan dibersihakan maka hasil panen ini akan dibawa ke tempat penampungan hasil sementara (TPHS), untuk seterusnya ke packing house yang nantinya akan dibawa lagi ke sub terminal agribisnis (STA) untuk dipasarkan kepada pedagang besar/distributor. Selanjutnya oleh pedagang besar akan dibawa ke terminal agribisnis (TA) atau pasar induk. Khusus bagi produk olahan, dipasarkan melalui pedagang pengumpul untuk dibawa ke distributor atau dibawa langsung ke outlet-outlet penjualan akhir.

Jenis infrastruktur yang dibutuhkan untuk menunjang pemasaran hasil panen antara lain adalah : sub terminal agribisnis (STA), terminal agribisnis (TA)/pasar induk, pasar tradisional, show room/pasar lelang agro. Infrastruktur penunjang lainnya adalah: sarana transportasi, pelataran dan tempat bongkar muat, jaringan jalan antar desa-kota, sarana telekomunikasi, perbankan, dan koperasi.

Kondisi infrastruktur yang dapat menunjang pemasaran hasil di KAMM:

a. Sub terminal agribisnis (STA): berfungsi mendekatkan produksi ke pasar, sedangkan fungsi dari terminal agribisnis (TA) adalah mendekatkan produksi ke konsumen akhir. Skala pelayanan STA adalah setingkat wilayah Kabupaten sedangkan TA adalah setingkat wilayah provinsi. KAMM mempunyai 2 buah STA, terletak di wilayah Kecamatan Sewukan dan Kecamatan Ngablak.

Kedua STA ini dibangun melalui keterpaduan dana antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, pengusaha, dan masyarakat. Kondisi bangunan STA tersebut merupakan bangunan permanen tanpa dinding dengan konstruksi

(24)

baja, seperti disajikan pada Gambar 33.

Gambar 33 Kondisi sub terminal agribisnis di Sewukan dan Ngablak

b. Pasar tradisional/kios/los: berfungsi sebagai tempat pemasaran hasil pertanian kepada konsumen akhir. Skala pelayanannya adalah setingkat kecamatan.

Bangunannya secara umum terdiri dari kios-kios dan los terbuka. Kondisi pasar tradisional yang ada di KAMM tersebar di tiap-tiap ibu kota kecamatan dari tujuh kecamatan yang ada, dengan konstruksi semi permanen. Tata letak pasar tradisional/kios/los ini pada umumnya berada di pinggir jalan antar desa-kota sehingga seringkali menimbulkan kemacetan dan kesemrawutan, karena tidak memadainya parkir kendaraan para pembeli dan para pedagang banyak yang menggunakan sebagian badan jalan menjadi tempat menjajakan barang dagangannya. Kondisi pasar tradisional/kios/los di KAMM disajikan pada Gambar 34.

Gambar 34 Pemasaran produk hortikultura di pasar tradisional.

c. Pasar lelang agro: berfungsi sebagai sarana transaksi antara kelompok tani dengan pedagang besar. Komoditas yang di lelang cukup dengan membawa

(25)

103 contoh dan spesifikasinya saja, sehingga tidak menyulitkan para kelompok tani untuk membawa hasil panennya ke pasar lelang. Setelah transaksi selesai, komoditas yang di perjual belikan dikirim ke tempat pembeli dalam kurun waktu yang disepakati antara 3 sampai 7 hari. Penyediaan pasar lelang agro ini sangat membantu para pelaku agribisnis, baik dari segi waktu maupun pengangkutan produk pertanian karena tidak perlu dibawa dalam jumlah besar karena hanya cukup dengan sampling komoditas. Pasar lelang agro terdiri dari bangunan permanen yang dilengkapi dengan etalase-etalase shoow room sebagai tempat pajangan komoditas hasil pertanian, dengan sistem pengaturan udara secara alami.

Sarana penunjang lainnya yang dibutuhkan untuk kelancaran pemasaran adalah sarana telekomunikasi, seperti warung telpon, warung internet, dan sarana transportasi yang bisa mendapatkan informasi harga dan mendistribusikan produk hortikultura dalam waktu yang relatif cepat bisa sampai ke pemasaran akhir atau outlet. Hasil studi banding yang penulis lakukan ke Thailand, bahwa produk hortikultura dalam bentuk primer/segar setelah selesai di proses di packing house (rumah pengemasan untuk melakukan proses sortasi, grading, packaging) harus bisa sampai ke outlet (bandara untuk ekspor atau pusat penjualan supermarket/pasar tradisional untuk pemasaran lokal) dalam waktu 3 jam. Untuk mencapai kondisi seperti ini dibutuhkan sarana transportasi/pengangkutan mulai dari on-farm sampai ke sentra pengolahan serta ke kota pemasaran akhir atau oulet yang terkoneksi dengan baik dengan jumlah yang memadai, sehingga produk hortikultura dapat tiba di outlet tepat waktu dalam kondisi masih tetap segar. Kondisi transportasi/pengangkutan produk hortikultura dalam bentuk segar dari KAMM ke kota-kota pemasaran akhir atau outlet melalui jalan darat, berkisar antara 3 sampai 7 jam, sehingga mempunyai resiko tinggi menjadi rusak dan busuk. Daftar ketersediaan infrastruktur yang dapat menunjang pengembangan agribisnis pasca fasilitasi pemerintah di KAMM disajikan pada Tabel 16.

Sedangkan matriks kebutuhan infrastruktur penunjang usahatani, pengolahan dan pemasaran komoditas hortikultura di KAMM disajikan pada Lampiran 3.

(26)

Tabel 16 Kondisi penyediaan infrastruktur yang dapat menunjang pengembangan agribisnis pasca fasilitasi pemerintah di KAMM

No Menunjang

Sub Sistem Jenis Infrastruktur Kondisi setelah difasilitasi I. Usahatani Sistem Penyediaan Air Baku

Jalan usahatani/farm-road 70,00 km

Gudang Saprodi

Tempat Pengumpulan Hasil Sementara (TPHS)

Peningkatan saluran irigasi sederhana menjadi teknis Peningkatan dari semula jalan tanah menjadi perkerasan

Perbaikan menjadi tanggung jawab masyarakat

Perbaikan menjadi tanggung jawab masyarakat

2. Pengolahan Hasil

Packing House

Sarana Air Bersih

Sarana Pengolahan Industri Rumah Tangga/Home Industry

Jalan Poros Desa 30,10 km

Perbaikan menjadi tanggung jawab masyarakat

Penyediaan sistem perpipaan Perbaikan sistem sanitasi &

IPAL

Peningkatan menjadi aspal lapisan penetrasi makadam 3. Pemasaran Sub Terminal Agribisnis

(STA) 2 unit

Pasar Tradisional 7 unit Pasar Lelang Agro

Jalan Antar Desa-Kota 20,40 km

Pembangunan baru dengan dana sharing pusat, provinsi, dan kabupaten.

Peningkatan Pelataran Bongkar muat & Parkir Pembangunan baru dengan dana sharing pusat, provinsi, dan kabupaten.

Peningkatan dengan aspal lapen dan sebagian hotmix 4. Pelayanan

Umum

Bank Nasional 3 unit BRI Unit Desa 7 unit BPD 1 unit BPR 6 unit Koperasi tani 4 unit BPP 7 unit Kios telepon 242 unit

Perbaikan menjadi tanggung jawab pengelola

Sumber: Pokja Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Magelang, 2007, diolah.

4.1.4 Kondisi Teknologi Pertanian

Pengelolaan pertanian hortikultura di KAMM dengan kondisi lahan pertanian yang berada di lereng-lereng pegunungan dengan petak-petak lahan dalam skala sempit, akan dianalisis apakah lebih cocok dikembangkan dengan

(27)

105 model pertanian modern atau menggunakan metoda-metoda konvensional.

Berdasarkan variabel-variabel dan penilaian dengan ordinal (generik) pada setiap kriteria menggunakan skala penilaian 1-3-5 (1= tidak terpenuhi; 3 = kurang terpenuhi; 5 = terpenuhi). Penilaian terhadap variabel untuk menentukan pilihan pertanian modern atau konvensional disajikan pada tabel Tabel 17.

Tabel 17 Hasil penilaian untuk menentukan pilihan apakah lebih cocok pertanian modern atau pertanian konvensional

No Variabel Usahatani model konvensional Usahatani model modern Skala sempit Nilai Skala luas Nilai

1. Lahan Relatif sempit 5 Relatif luas -

2. Pengelolaan lahan

- Oleh petani sendiri - Sebagian tenaga upah - Sederhana

5 3 5

- Kebanyakan usaha - Tenaga upah - Rumit

- - - 3. Jenis

Tanaman Campuran atau

monokultur tn. pangan 5 Monokultur tanaman

perdagangan -

4. Teknologi Sederhana - Modern 5

5. Cara budidaya

Tradisional - Menggunakan teknologi

modern

3

6. Tenaga kerja Manusia, ternak dan mekanik

5 Mekanik, mesin -

7. Permodalan Padat karya - Padat modal 3

8. Proses

produksi Di alam terbuka,

tergantung alam - Di ruangan dan tidak

tergantung alam 5

9. Pengelolaan Sederhana - Modern 5

10. Standarisasi

produksi Relatif sulit - Relatif mudah 3

11. Perputaran modal

Lama - Cepat 5

12. Pasar Domestik 5 Orientasi ekspor -

Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai variabel model pertanian konvensional lebih tinggi dari nilai variabel model pertanian modern. Model pertanian konvensional, nilai variabel yang memenuhi kriteria (nilai 5) ada 6 variabel, dan nilai yang kurang memenuhi kriteria (nilai 3) ada 1, sedangkan

(28)

model pertanian modern nilai variabel yang memenuhi kriteria (nilai) hanya 4 dan nilai yang kurang memenuhi kriteria (nilai 3) ada 3 variabel. Berdasarkan kondisi ini dapat disimpulkan bahwa metode pengelolaan pertanian hortikultura di KAMM saat ini masih lebih cocok dikembangkan dengan cara konvensional, dengan catatan bahwa beberapa elemen telah menerapkan metode pertanian modern seperti pada tabel di atas. Adanya penerapan beberapa variabel pertanian modern, menyebabkan pertanian di KAMM harus mempunyai ciri-ciri yaitu terjadinya perubahan yang terus-menerus dari : (1) komoditi yang diusahakan, (2) kualitas input, (3) alokasi input, dan (4) teknologi yang diterapkan petani.

Semua perubahan ini dilakukan sebagai sikap pro aktif petani dalam usahanya memaksimalkan pendapatan, karena adanya perubahan harga input dan output serta adanya perkembangan terknologi pertanian. Selain itu pertanian modern juga harus melibatkan badan swasta dan pemerintah yang secara terus- menerus mengadopsi fungsi-fungsi baru yang perlu dilakukan untuk mendukung pertanian. Dengan demikian, pertanian modern itu dicirikan oleh perilaku rasional dari para petani dalam pengelolaan usahanya dan didukung oleh fungsi yang selalu berkembang dari badan swasta dan pemerintah.

Modernisasi yang perlu dilakukan antara lain menyangkut modernisasi dalam jenis dan ragam produk yang dihasilkan, teknologi yang digunakan berikut seluruh penunjangnya, modernisasi sistem, organisasi dan manajemen serta modernisasi dalam pola hubungan dan orientasi pasar. Potensi usaha agroindustri (pengolahan hasil pertanian) yang masih belum digarap secara optimal terutama produk hortikultura karena kebanyakan dikonsumsi masih dalam kondisi segar.

Potensi ini antara lain menyangkut ketersediaan sumberdaya, penyebaran wilayah produksi yang potensial (dalam kaitannya dengan ketersediaan bahan baku) dan juga potensi pasar domestik maupun internasional. Hasil analisis pemanfaatan teknologi dan informasi di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbau disajikan pada Tabel 18.

Analisis pemanfaatan teknologi dan informasi di KAMM, untuk melihat faktor-faktor pokok yang senantiasa perlu dipenuhi antara lain : (1) pemanfaatan sumberdaya dengan tanpa harus merusak lingkungannya (resource endowment);

(2) pemanfaatan teknologi yang senantiasa berubah (technological endowment);

(29)

107 (3) pemanfaatan institusi atau kelembagaan yang saling menguntungkan pembangunan pertanian (institutional endowment); dan (4) pemanfaatan budaya untuk keberhasilan pembangunan pertanian (cultural endowment).

Tabel 18 Analisis situasional pemanfaatan teknologi dan informasi di KAMM

No Faktor-Faktor Pokok Tidak

Terpenuhi Kurang

Terpenuhi Terpenuhi Ket 1. Pemanfaatan sumber daya v

2. Pemanfaatan teknologi v

3. Pemanfaatan institusi v

4. Pemanfaatan budaya v

4.1.5. Kondisi Permukiman 4.1.5.1 Pola Permukiman

Pola permukiman yang terbentuk di KAMM, membentuk kantong-kantong permukiman mengikuti kontur tanah yang mayoritas berbukit dan bergelombang.

Pusat-pusat permukiman berjarak antara 2 sampai 3 km ke lahan-lahan pertanian hortikultura. Jarak tersebut mengakibatkan para petani kesulitan membawa hasil panen ke rumah masing-masing karena sebagian masih harus ditempuh dengan berjalan kaki karena kontur tanah yang cukup miring menyulitkan permukaan tanah sulit untuk dibentuk menjadi badan jalan kendaraan. Akibat ketersediaan pembentukan badan jalan ini membuat pola pembentukan permukiman menjadi linier sepanjang jalan. Adanya pola permukiman yang mengikuti sistem jaringan jalan yang memanjang mengikuti kontur tanah, membuat kebutuhan infrastruktur menjadi mahal. Satuan-satuan permukiman yang hampir tidak terbentuk sebagai kluster-kluster permukiman membutuhkan jalan penghubung yang cukup panjang mengikuti jaringan jalan yang terbentuk di lereng-lereng bukit.

Akibat lahan datar sangat terbatas yang dapat dijadikan untuk lahan permukiman, akhirnya masyarakat cenderung membangun permukiman di daerah- daerah dengan kemiringan tanah di atas 30 % sehingga sangat rawan terhadap bahaya longsor dan erosi. Dalam studi ini seluruh lahan untuk permukiman

(30)

direkomendasikan didaerah datar dan dibawah kemiringan 30%. Kondisi permukiman masyarakat masih mayoritas semi permanen (lantai semen, dinding bata dan papan, atap genteng).

4.1.5.2 Analisis standar pelayanan minimum (SPM) permukiman di KAMM Untuk menentukan standar pelayanan minimum kawasan permukiman perdesaan di KAMM yang meliputi kebutuhan untuk perumahan dan sarana serta fasilitas umum, harus mempertimbangkan faktor-faktor kehidupan sosial manusianya, faktor alamnya dan perhitungan/peraturan bangunan, dan setara dengan perkotaan. Standar pelayanan minimum (SPM) permukiman di KAMM mengacu kepada Pedoman Perencanaan Lingkungan Pemukiman Kota, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya, (1983).

Standar pelayanan minimum kebutuhan ruang/orang dihitung dengan rumus:

U = L. Per orang T.p

U = Kebutuhan udara segar/org/jam dalam satuan m3 Tp = Tinggi plafond dalam satuan m

L. per orang = luas lantai per orang.

Bila kebutuhan udara segar per orang per jam 15 m3 dengan pergantian udara di dalam ruang sebanyak-banyaknya 2 kali perjam dan tinggi plafond rata- rata 2,5 m, maka:

Luas lantai per orang : U = 15 m3 = 6 m2 T.p 2,5 m

1. Analisis kebutuhan untuk lahan perumahan:

Jika jumlah jiwa terdiri dari 4 orang (bapak, ibu, 2 anak), maka kebutuhan luas lantai minimum:

Luas lantai utama = 4 x 6 m2 = 24 m2.

Luas lantai pelayanan diambil 50%:

(31)

109 50% x 24 m2 = 12 m2

36 m2

Bila building coverage 50% maka luas kaveling lahan perumahan minimum untuk keluarga petani penggarapo = 100 x 36 m2 = 72 m2.

2. Analisis kebutuhan untuk lahan sarana pendidikan di KAMM

Dalam merencanakan sarana pendidikan harus senantiasa bertitik tolak dari tujuan-tujuan pendidikan yang akan dicapai. Sarana pendidikan yang berupa ruang belajar haruslah memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap secara optimal.

(1) Kebutuhan lahan untuk Taman Kanak-kanak (TK).

Untuk menentukan kebutuhan lahan TK perlu dihitung:

a. Berapa jumlah anak usia sekolah TK yang ada dalam lingkungan permukiman di KAMM.

b. Berapa unit ruang belajar yang sudah tersedia dan berapa daya tampungnya.

c. Berapa proyeksi anak usia TK pada 5 tahun yang akan datang.

Dengan demikian dapat dihitung berapa jumlah anak usia TK yang memerlukan sekolah TK, dengan rumus:

A = (Up 5 – Us ) x a%

(2) Kebutuhan lahan untuk Sekolah Dasar (SD).

Rumus yang digunakan untuk menentukan kebutuhan lahan SD adalah:

Dt = (Dp 5 – Ds) x d%

(3) Kebutuhan lahan untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).

Rumus yang digunakan untuk menentukan kebutuhan lahan SLTP adalah:

Lsdt = (Lsd 5 – Lsds) x p%

(4) Kebutuhan lahan untuk Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).

(32)

Rumus yang digunakan untuk menentukan kebutuhan lahan SLTA adalah:

Lsls = (Lslp 5 – Lslps) x a%

3. Analisis kebutuhan untuk lahan sarana kesehatan di KAMM

Sarana kesehatan ini bukan saja penting untuk kesehatan masyarakat melainkan berfungsi juga untuk mengendalikan perkembangan/pertumbuhan pendidik. Kebutuhan lahan yang dihitung adalah untuk Balai Pengobatan (BP), Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak, Puskesmas, Rumah Sakit, Tempat Praktek Dokter, dan Apotik.

4. Analisis kebutuhan untuk lahan sarana perniagaan dan industri di KAMM Sarana perniagaan dan industri ini merupakan unsur karya dalam perencanaan, disamping sebagai fasilitas perbelanjaan dan industri juga merupakan fasilitas kerja bagi kelompok yang yang lain (sebagai mata pencaharian). Kebutuhan lahan yang dihitung adalah untuk warung, pertokoan, pusat perbelanjaan kawasan, pusat perbelanjaan dan niaga kawasan, dan Industri.

5. Analisis kebutuhan untuk lahan sarana pemerintahan dan pelayanan umum di KAMM

Yang dimaksud dengan sarana-sarana tersebut adalah kantor-kantor administrasi pemerintahan, seperti kantor camat, kantor kepala desa, kantor polisi, kantor pos, telepon, PLN, PAM, dan lain-lain yang berhubungan dengan pemerintahan. Kebutuhan lahan yang dihitung adalah untuk kantor-kantor pemerintahan dan pelayanan umum.

6. Analisis kebutuhan untuk lahan sarana kebudayaan dan rekreasi di KAMM Yang dimaksud dengan sarana-sarana ini, adalah bangunan yang dipergunakan untuk aktifitas-aktifitas kebudayaan dan atau rekreasi seperti:

gedung-gedung pertemuan, gedung serbaguna, bioskop, dan lain-lain. Kebutuhan lahan yang dihitung adalah untuk sarana kebudayaan dan rekreasi.

(33)

111 7. Analisis kebutuhan untuk lahan sarana peribadatan di KAMM

Yang dimaksud dengan sarana peribadatan ini, jenis, macam dan besaran sangat tergantung dari kondisi setempat. Kebutuhan lahan yang dihitung adalah untuk sarana peribadatan.

8. Analisis kebutuhan untuk lahan sarana olah raga dan ruang terbuka hijau (RTH) di KAMM

Sarana-sarana ini disamping fungsi utamanya sebagai taman, tempat main anak-anak dan lapangan olah raga juga akan memberikan kesegaran pada kawasan permukiman (cahaya dan udara segar), dapat juga menetralisir polusi udara sebagai paru-paru agropolis. Kebutuhan lahan yang dihitung adalah untuk sarana olah raga dan ruang terbuka hijau, yaitu taman, taman dan lapangan olah raga, jalur hijau, dan kuburan.

4.1.5.3 Analisis standar pelayanan minimum (SPM) infrastruktur on-farm di KAMM

Untuk menentukan standar pelayanan minimum infrastruktur on-farm di KAMM yang meliputi kebutuhan untuk jaringan irigasi, jalan usahatani, gudang saprodi, dan tempat pengumpulan hasil sementara (TPHS) di wilayah on-farm agribusiness, menggunakan asumsi perencanaan dengan mempertimbangkan faktor-faktor kehidupan sosial manusia, faktor alam, faktor pencapaian, dan faktor pelayanan.

Hasil analisis kebutuhan infrastruktur on-farm untuk lahan seluas 30 ha (luas efektif untuk lahan usahatani 80% = 24 ha) adalah sebagai berikut:

(1) Jalan usahatani lebar 3 meter = 600 m!

(2) Jalan setapak lebar 0.9 meter = 1.797 m!

(3) Saluran irigasi sekunder = 400 m!

(4) Saluran irigasi tersier = 1.200 m!

(5) Tempat pengumpulan hasil sementara (TPHS) = 3 unit

Hasil analisis standar pelayanan minimum (SPM) untuk kawasan permukiman disajikan pada Lampiran 4, sedangkan kondisi permukiman penduduk di KAMM disajikan pada Gambar 35.

(34)

Gambar 35 Kondisi permukiman di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu.

4.2 Analisis Kinerja Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu 4.2.1 Analisis Tata Ruang Kawasan Agropolitan

4.2.1.1 Struktur dan Hierarki Ruang Kawasan Agropolitan

Struktur ruang kawasan agropolitan terdiri dari: (1) Wilayah yang menjadi kawasan sentra produksi (KSP), merupakan hamparan sistem produksi primer (on-farm activities); (2) Wilayah yang menjadi kota tani (agropolis),merupakan wilayah industri, pelayanan umum dan jasa, serta (3) Wilayah yang menjadi kota pemasaran akhir (outlet).

(2) Kawasan sentra produksi (KSP), dengan fungsi dan kegiatan yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

− Pusat produksi komoditas pertanian primer dalam skala kecil dan terbatas.

− Pusat perdagangan lokal yang ditandai dengan adanya pasar harian.

− Pusat koleksi komoditas pertanian yang dihasilkan sebagai bahan mentah industri.

− Pusat penelitian, pembibitan dan percontohan komoditas.

− Pusat pemenuhan pelayanan kebutuhan permukiman petani.

− Koperasi dan informasi pasar barang perdagangan.

(35)

113 (3) Kota tani utama (agropolis) dan kota tani, dengan fungsi dan kegiatan yang

dikembangkan adalah sebagai berikut:

− Pusat perdagangan wilayah yang ditandai dengan adanya pasar-pasar grosir dan pergudangan komoditas sejenis.

− Pusat konsentrasi pengolahan dan kegiatan agroindustri berupa pengolahan barang pertanian jadi (final product) dan setengah jadi (intermediate product) serta kegiatan agribisnis, dalam skala menengah/besar.

− Pusat pelayanan agro industri khusus (special agro-industry services), pendidikan, pelatihan dan pengembangan tanaman unggulan.

− Pusat konsentrasi penduduk, perumahan dan permukiman, fasilitas umum/publik (fasilitas pendidikan, kesehatan, pusat perbelanjaan, administrasi pemerintahan, dan lain-lain).

(4) Kota pemasaran akhir (outlet), dengan fungsi dan kegiatan yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

− Kota Perdagangan yang berorientasi ekspor ke luar daerah (regional dan nasional)

− Pusat berbagai kegiatan final manufacturing industri pertanian (packing), stock pergudangan dan perdagangan bursa komoditas.

− Pusat berbagai kegiatan tertier agribisnis, jasa perdagangan, asuransi pertanian, perbankan dan keuangan.

− Pusat berbagai pelayanan (general agro industry services)

Hasil analisis struktur dan hierarki ruang KAMM, menggunakan metode analisis matriks potensial, maka:

(1) Wilayah yang menjadi kawasan sentra produksi (KSP), dengan kriteria penilaian terhadap komoditas hortikultura yang dimiliki KAMM, meliputi:

Kecamatan Tegal Rejo (semua desa = 5 desa), Kecamatan Dukun (semua desa

= 15 desa), Kecamatan Pakis (semua desa = 20 desa), Kecamatan Sawangan (semua desa = 16 desa), Kecamatan Candimulyo (semua desa = 4 desa ), dan Kecamatan Grabag (semua desa = 21 desa).

(2) Wilayah yang memenuhi syarat menjadi kota tani utama (agropolis) dan kota tani, dengan kriteria penilaian terhadap potensi agriculture, penduduk, luas

(36)

area, infrastruktur, fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dimiliki KAMM.

Dari hasil analisis, yang menjadi kota tani utama adalah Kota Grabag dengan skor indeks kumulatif fasilitas umum (IKFU) 641,08, dan yang memenuhi syarat menjadi kota tani adalah Kota Dukun dengan skor 342,71 dan Kota Ngablak dengan skor 294,85. Sedangkan distrik lainnya yaitu Pakis, Candimulyo, Sawangan, dan Tegalrejo belum memenuhi syarat untuk berfungsi sebagai kota tani, namun harus tetap didorong menjadi kota tani (new agropolis) agar masing-masing kecamatan/distrik mempunyai agropolis sebagai simpul distribusi/pusat pengembangan agropolitan, dan perkembangan KAMM dapat tercapai lebih cepat. Hasil analisis penentuan kota tani (agropolis) di KAMM disajikan pada Tabel 19, sedangkan analisis matriks indeks kumulatif fasilitas umum (IKFU) KAMM disajikan pada Lampiran 5.

Tabel 19 Hasil analisis penentuan kota tani (agropolis) di KAMM

No Distrik/Kecamatan Kota tani (agropolis) Nilai IKFU

1. Grabag Kota tani utama 641,08

2. Dukun Kota tani 342,70

3. Ngablak Kota tani 294,85

4. Pakis - 164,58

5. Candimulyo - 155,56

6. Sawangan - 155,10

7. Tegalrejo - 143,84

Sumber data: Hasil olahan studio

(3) Wilayah yang menjadi kota pemasaran akhir (outlet), dengan kriteria penilaian terhadap: Permintaan (demand), pelayanan, jarak dan waktu tempuh, sarana transportasi, kelengkapan infrastruktur penunjang pemasaran yang dimiliki kota-kota pemasaran akhir. Kriteria nilai indeks kumulatif potensial agricultura demand (IKPAD) dari kota pemasaran akhir (outlet) diklasifikasikan ke dalam empat kelompok: (a) nilai indeks 0-24: kota pemasaran tersebut mempunyai komoditas hortikultura yang sejenis dan mencukupi. (b) nilai indeks 25-49: kota pemasaran tersebut bisa mendapatkan

(37)

115 komoditas hortikultura dari kawasan sekitar/terdekat namun masih tetap kurang. (c) nilai indeks 50-74: kota pemasaran tersebut mempunyai komoditas hortikultura namun tidak mencukupi kebutuhan. (d) nilai indeks 75-100: kota pemasaran tersebut tidak mempunyai komoditas hortikultura sehingga sangat membutuhkan dari daerah lain. Hasil analisis dengan menggunakan analisis matriks indeks kumulatif potensial agriculture demand (IKPAD) memperlihatkan bahwa kota-kota yang menjadi kota pemasaran akhir produk hortikultura dari KAMM, dalam skala regional meliputi: Kota Semarang, Jogjakarta, Cilacap, Magetan, Malang, Surabaya, Bangkalan, Bandung, Jakarta. Adapun dalam skala nasional meliputi: Kota Banjarmasin, Pangkalan Bun, Pontianak, Balikpapan, Lampung, Palembang, Pangkal Pinang, Pekan Baru, Batam, dan Denpasar.

Struktur dan hierarki ruang KAMM berdasarkan distrik-distrik dan tata ruang disajikan pada Gambar 36 sedangkan struktur dan hierarki ruang berdasarkan perwilayahan komoditas disajikan pada Gambar 37.

Gambar 36 Struktur dan hierarki ruang KAMM berdasarkan distrik-distrik agropolitan.

I I

I

I

(38)

Wilayah Peternakan Sapi Wilayah Sayuran Dataran Tinggi

Wilayah Industri Pengolahan Grabag

Ngablak

Pakis

Dukun Sawangan

C Mulyo T Rejo

Gambar 37 Struktur ruang KAMM berdasarkan perwilayahan komoditas.

4.2.1.2 Penggunaan Lahan di Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu Penggunaan lahan di KAMM dengan total luas 39.912 Ha, atau 36,76 % dari luas Kabupaten Magelang yaitu 108.573 Ha. Penggunaan lahan di KAMM antara lain 25,73 % merupakan lahan sawah (lahan basah) dan 74,27 % terdiri dari lahan kering.

Persentase penggunaan lahan sawah dibagi menjadi : lahan berpengairan teknis luasnya 679 Ha (5,87 %), lahan berpengairan semi teknis 1.565 Ha (13,54

%), lahan berpengairan sederhana 5.377 Ha (46,51 %) dan sawah tadah hujan 3.938 Ha (34,07 %). Penggunaan lahan kering dibagi menjadi lahan untuk bangunan dan halaman seluas 1.480,27 Ha (3,70 %), lahan untuk tegalan/kebun/ladang/huma seluas 20.307 Ha (60,13 %), lahan berupa padang rumput 2 Ha (0,0019 %), lahan untuk tanaman kayu 1.000 Ha (2,96 %). Adapun lahan berupa hutan negara luasnya 4.122 Ha (12,20 %), lahan perkebunan negara 91 Ha (0,27 %), lahan yang digunakan untuk kegiatan lain-lain 2.253 Ha (6,67

%), serta lahan bukan sawah selain lahan kering yaitu untuk kolam seluas 29 Ha (0,06 %). Secara keseluruhan penggunaan lahan di KAMM disajikan pada Tabel 20 dan persentase perubahannya disajikan pada Gambar 38.

Gambar

Gambar 28  Kemiringan lahan di KAMM.
Tabel 14   Persyaratan agroklimat yang cocok untuk komoditi pertanian  Jenis Komoditi  Tipologi Kawasan  Persyaratan Agroklimat  Tanaman
Tabel  16   Kondisi penyediaan infrastruktur yang dapat menunjang  pengembangan agribisnis pasca fasilitasi pemerintah di KAMM
Tabel 17  Hasil penilaian untuk menentukan pilihan apakah lebih cocok pertanian  modern atau pertanian konvensional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model AINI-MS membantu para pelaku industri nenas dalam memilih lokasi dan produk yang sesuai untuk usaha agroindustri nenas, menentukan kelayakan usaha perkebunan nenas

Menurut Wignjosoebroto (2009: 72) hal-hal yang harus diperhatian untuk mencapai tata letak yang optimal antara lain adalah integrasi menyeluruh dari faktor-faktor

Menu Input Pengumuman ini terdiri dari field Tanggal yang secara otomatis menampilkan tanggal pada hari diinputkan pengumuman, field Pengumuman yang digunakan

Menurut Kotler dan Amstrong (2016:324) harga adalah sejumlah uang yang dikenakan untuk suatu produk atau jasa atau jumlah dari seluruh nilai yang diperoleh oleh konsumen

Semua karyawan dan pejabat bank juga melakukan promosi namun promosi yang dilakukan hanya dari mulut ke mulut , lain halnya dengan pegawai bagian oprasional dan AO

Hasil ini sesuai pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muinah (2011) bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe TGT efektif terhadap prestasi belajar dan

Gambar 3 menunjukkan bahwa keripik kentang yang diberi perJakuan perendaman garam kalsium klorida pada berbagai konsentrasi memiliki kadar abu yang lebih tinggi daripada

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul