• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kinerja Organisasi Publik 1. Pengertian Kinerja

Terdapat beberapa pendapat tentang pendefinisian kinerja organisasi, misalnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:503) mengartikan kinerja sebagai sesuatu yang telah dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja. Definisi mengenai kinerja organisasi dikemukakan oleh Bastian dalam Tangkilisan (2005:175) sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut.

Bernardin dan Russel dalam Keban (2008:210) mengatakan kinerja sebagai “…the record of outcomes produced on specified job fungtion or activity during a specified time period…” yang artinya hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu.

Pengertian kinerja menurut Prawirasentono dalam Widodo (2008: 78) adalah:

Suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika. Kinerja oleh Lembaga Administrasi Negara merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi.

Ukuran kinerja merupakan tanda vital dari sebuah organisasi yang mengukur seberapa baik aktivitas-aktivitas dalam sebuah organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini diungkapkan Prawirisentono, (2012: 2) berikut ini:

commit to user commit to user commit to user commit to user

(2)

Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggung jawab dan wewenang masing-masing. Dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Menurut Mahsun (2006:25) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi kerja individu maupun kelompok individu. Kinerja dapat diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya.

Menurut Mahmudi (2013: 6) kinerja merupakan konstruk (construct) yang bersifat multidimensional, pengukurannya juga bervariasi tergantung pada kompleksitas faktor-faktor yang membentuk kinerja. Sedangkan beberapa pihak berpendapat bahwa kinerja mestinya didefinisikan sebagai hasil kerja itu sendiri (outcomes of work), karena hasil kerja memberikan keterkaitan yang kuat terhadap tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan, dan kontribusi ekonomi (Rogers dalam Mahmudi, 2008:6).

Definisi kinerja organisasi yang dikemukakan oleh Bastian dalam Nogi (2005: 175) sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi tersebut. Senada dengan pendapat Bastian dalam Hessel Nogi tersebut, Encyclopedia of Public Administration and Public Policy Tahun 2003 dalam Keban (2008 : 193), juga menyebutkan kinerja dapat memberikan gambaran tentang seberapa jauh organisasi mencapai hasil ketika dibandingkan dengan pencapaian tujuan dan target yang telah ditetapkan.

commit to user commit to user commit to user commit to user

(3)

Dari berbagai definisi mengenai kinerja di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja organisasi adalah tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas atau progam yang telah direncanakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi yang dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa kinerja organisasi publik adalah tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas atau progam yang telah ditentukan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi publik yang dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan publik.

2. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya, (Dwiyanto, 2008: 47). Menurut Widodo (2008: 95) pengukuran kinerja merupakan aktivitas menilai kinerja yang dicapai oleh organisasi, dalam melaksanakan kegiatan berdasarkan pengukuran kinerja yang telah ditetapkan. Dengan pengukuran kinerja maka dapat dilihat tingkat kegagalan dan keberhasilan dari suatu organisasi dalam melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya dalam rencana strategis.

Menurut Larry D. Stout dalam Tangkilisan (2005: 174) mengemukakan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja organisasi merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun suatu proses.

Berbeda dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Bastian dalam Tangkilisan (2005 : 173) bahwa pengukuran dan pemanfaatan penilaian kinerja akan mendorong pencapaian tujuan organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terus menerus. Secara rinci, Bastian mengemukakan peranan penilaian pengukuran kinerja organisasi sebagai berikut : commit to user commit to user commit to user commit to user

(4)

1) Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk pencapaian prestasi.

2) Memastikan tercapaianya skema prestasi yang disepakati.

3) Memonitor dan mengevaluasi kinerja dengan perbandingan antara skema kerja dan pelaksanaanya.

4) Memberikan penghargaan maupun hukuman yang objektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur, sesuai dengan sistem pengukuran yang telah disepakati.

5) Menjadikanya sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi.

6) Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.

7) Membantu proses kegiatan organisasi.

8) Memastikan bahwa pengambilan keputusan telah dilakukan secara objektif.

9) Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan.

10) Mengungkapkan permasalahan yang terjadi.

Begitu pentingnya penilaian kinerja bagi keberlangsungan organisasi dalam mencapai tujuan, maka perlu adanya aspek pengukuran kinerja yang dipakai secara tepat dalam organisasi tertentu. Menurut Dwiyanto (2008: 49) penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup dilakukan dengan menggunakan aspek yang melekat pada birokrasi itu, seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi juga harus dilihat dari aspek yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas dan responsivitas.

Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik juga muncul karena tujuan dan misi birokrasi publik seringkali bukan hanya memiliki stakeholder yang banyak dan memiliki kepentingan yang sering berbenturan satu sama lainya menyebabkan birokrasi publik mengalami kesulitan untuk merumuskan misi yang jelas.

Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakeholder juga berbeda-beda.

(5)

Menurut Mahmudi (2008:14) tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah:

1) Mengetahui tingkat ketercapain tujuan organisasi, 2) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai, 3) Memperbaiki kinerja periode berikutnya,

4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward and punishment,

5) Memotovasi pegawai,

6) Menciptakan akuntabilitas publik.

3. Pengukuran Kinerja Organisasi Publik

Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kerja dan target, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson dalam Mahmudi, 2008:6).

Sedangkan menurut Lohman dalam Mahsun (2006:25) pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Pengukuran kinerja sering dipandang dari perspektif menejemen, manajemen menetapkan target kemudian menggunakan pengukuran kinerja untuk mengetahui apakah target tersebut telah tercapai. Hal ini diungkapkan oleh Ukko (2008) berikut ini:

“Performance measurement is quite often viewed from the perspective of the management. The management sets the targets and applies performance measurement to monitor whether these targets are met.”

(Pengukuran kinerja sering dipandang dari perspektif menejemen.

Menejemen menetapkan target-target kemudian menerapkan pengukuran kinerja untuk mengetahui apakah target-target tersebut telah tercapai).

Menurut Widodo (2008:94-95) pengukuran kinerja merupakan aktivitas menilai kinerja yang dicapai oleh organisasi, dalam melaksanakan kegiatan berdasarkan pengukuran kinerja yang telah ditetapkan. Pengukuran commit to user commit to user commit to user commit to user

(6)

kinerja organisasi digunakan untuk penilaian Atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi instansi pemerintah. Inti aktivitas pengukuran kinerja yakni melakukan penilaian.

Hakikat penilaian yakni membandingkan antara realita dengan standar yang ada.

Tujuan pengukuran kinerja sektor publik menurut Mahmudi (2008:14) antara lain:

1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi 2) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai 3) Memperbaiki kinerja berikutnya

4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment

5) Memotivasi pegawai

6) Menciptakan akuntabilitas publik.

Untuk dapat melakukan pengukuran terhadap kinerja maka diperlukan pengukuran kinerja. Definisi pengukuran kinerja menurut Mahsun (2006: 71) merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu.

Pengukuran kinerja sering disamakan dengan ukuran kinerja, namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Pengukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi kinerja, sehingga bentunya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentunya lebih bersifat kuantitatif. Pengukuran kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi.

Menurut Bastian dalam Tangkilisan (2005:175) pengukuran kinerja organisasi publik adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang

(7)

menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-elemen berikut ini:

1) Pengukuran masukan (inputs), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu meghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan sebagainya.

2) Pengukuran keluaran (output), yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau pun nonfisik.

3) Pengukuran hasil (outcomes), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menegah (efek langsung).

4) Pengukuran manfaat (benefit), yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan

5) Pengukuran dampak (impacts), yaitu pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negatif, pada setiap tingkatan indicator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.

Pengukuran kinerja menurut Mahmudi (2008:147) merupakan sarana atau alat (means) untuk mengukur hasil suatu aktivitas, kegiatan, atau proses, dan bukan hasil atau tujuan itu sendiri (ends). Peran pengukuran kinerja bagi organisasi sektor publik adalah memberikan tanda atau rambu-rambu bagi manajer atau pihak luar untuk menilai kinerja organisasi.

Lebih lanjut Mahmudi (2008:148) mengemukakan peran pengukuran kinerja antara lain:

1) Membantu memperbaiki praktik manajemen

2) Meningkatkan akuntabilitas manajemen dengan memberikan tanggung jawab secara eksplisit dan memberi bukti atas suatu keberhasilan atau kegagalan

3) Memberikan dasar untuk melakukan perencanaan kebijakan dan pengendalian

4) Memberikan informasi yang esensial kepada manajemen sehingga memungkinkan bagi manajemen untuk melakukan pengendalian kinerja bagi semua level organisasi

5) Memberikan dasar untuk pemberian kompensasi kepada staf. commit to user commit to user commit to user commit to user

(8)

Terdapat beberapa pengukuran kinerja yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik. Menurut Dwiyanto (2008: 50-51) pengukuran dalam menilai kinerja birokrasi publik yaitu:

1) Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu pengukuran kinerja yang penting (Dwiyanto, 2008: 50).

2) Kualitas Layanan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi sangat penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan pengukuran kinerja organisasi publik.

Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai pengukuran kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat sering kali tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan sering kali dapat diperoleh dari media massa atau diskusi publik. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik (Dwiyanto 2008: 50).

3) Responsivitas

Responsivitas menurut Dwiyanto (2008:51-52) adalah kemampuan commit to user

commit to user commit to user commit to user

(9)

prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu pengukuran kinerja responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula (Dwiyanto, 2008: 51).

4) Responsibilitas

Lenvine dalam Dwiyanto (2008: 51) menyatakan bahwa responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas.

5) Akuntabilitas

Akuntabilitas publik dalam Dwiyanto (2008 :51) menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari commit to user commit to user commit to user commit to user

(10)

ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

Lebih lanjut Dwiyanto (2008: 49) mengemukakan pengukuran- pengukuran kinerja birokrasi publik seperti di bawah ini:

“Penilaian kinerja organisasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan pengukuran-pengukuran yang melekat pada birokrasi itu sendiri seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari pengukuran-pengukuran yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas dan responsivitas.

Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan yang diselenggarakan oleh pasar, yang pengguna jasa memiliki pilihan sumber pelayanan, pengguna layanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap pemberi layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan pelayanan oleh publik sering tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepuasannya terhadap pelayanan.”

Ratminto dan Winarsih (2005: 179) menjelaskan bahwa untuk mengukur kinerja harus dipergunakan dua jenis ukuran, yaitu ukuran yang berorientasi pada proses dan ukuran yang berorientasi pada hasil. Penjelasan kedua pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pengukuran kinerja yang berorientasi pada hasil, yamg meliputi:

a) Efektivitas

Efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi.

Akan tetapi pencapaian tujuan ini harus mengacu pada visi organisasi.

b) Produktivitas

Produktivitas adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah untuk menghasilkan keluaran yang dibutuhkan oleh masyarakat.

commit to user commit to user commit to user commit to user

(11)

c) Efisiensi

Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara keluaran dan masukan.

Idealnya Pemerintah Daerah harus dapat menyelenggarakan suatu jenis pelayanan tertentu dengan masukan (biaya dan waktu) yang sedikit mungkin. Dengan demikian, kinerja Pemerintah Daerah akan menjadi semakin tinggi apabila tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dengan biaya yang semurah-murahnya.

d) Kepuasan

Kepuasan artinya seberapa jauh Pemerintah Daerah dapat memenuhi kebutuhan karyawan dan masyarakat.

e) Keadilan

Keadilan yang merata, artinya cakupan atau jangkauan kegiatan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil.

2) Pengukuran kinerja yang berorientasi pada proses, yang meliputi:

a) Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan provider untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap provider terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers.

b) Responsibilitas

Adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pemerintahan dengan hokum atau peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan.

c) Akuntabilitas

Adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggara pemerintahan dengan ukuran-ukuran eksternal commit to user commit to user commit to user commit to user

(12)

yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

d) Keadaptasian

Adalah ukuran yang menunjukkan daya tanggap organisasi terhadap tuntutan perubahan yang terjadi di lingkungannya.

e) Kelangsungan hidup

Artinya seberapa jauh Pemerintah Daerah atau program pelayanan dapat menunjukkan kemampuan untuk terus berkembang dan bertahan hidup dalam berkompetisi dengan daerah atau program lain.

f) Keterbukaan/transparasi

Keterbukaaan atau transparasi adalah bahwa prosedur/tata cara, penyelenggaraan pemerintahan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan umum, wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidan diminta.

g) Empati

Adalah perlakuan atau perhatian Pemerintah Daerah atau penyelenggara jasa pelayanan atau peoviders terhadap isu-isu aktual yang sedang berkembang dalam masyarakat.

Selanjutnya Kumorotomo dalam Dwiyanto (2008: 52) menggukan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik, yaitu:

1) Efisiensi

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis.

Apabila diterapkansecara obyektif, kriteria seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.

commit to user commit to user commit to user commit to user

(13)

2) Efektivitas

Apakah tujuan dari didirikanya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaitanya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan, organisasi, serta fungsi agen pembangunan.

3) Keadilan

Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai- nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.

4) Daya Tanggap

Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat dipertanggung jawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.

Ratminto dan Winarsih (2005: 174-176) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja sangat bervariasi sesuai dengan fokus dan konteks penelitian yang dilakukan dalam proses penemuan dan penggunaan pengukuran tersebut. Pengukuran tersebut antara lain:

1) McDonald dan Lawton

McDonald dan Lawton mengemukakan dua pengukuran kinerja yaitu:

a) Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik.

b) Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi.

commit to user commit to user commit to user commit to user

(14)

2) Selim dan Woodward

Selim dan Woodward mengatakan bahwa kinerja dapat diukur dari beberapa pengukuran antara lain ekonomis (economy), efisiensi (efficiency), efektivitas (effectiveness), dan keadilan (equity). Aspek ekonomi dalam kinerja menyangkut cara untuk menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik. Efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan (input) dan keluaran (output) dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik. Efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. Keadilan atau persamaan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan dengan memperhatikan aspek- aspek kemerataan.

3) Lenvinne

Lenvinne mengemukakan tiga pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yaitu responsivitas (responsiveness), responsibilitas (responsibility), dan akuntabilitas (accountability).

Responsivitas ini mengukur daya tanggap providers terhadap harapan, keinginan, dan aspirasi serta tuntutan customers. Responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan- ketentuan yang telah ditetapkan. Akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholders, seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

4) Zeithaml, Parasuraman dan Berry dalam Ratminto (2005: 175-176) mengemukakan pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi antara lain:

(15)

a) Tangibles atau ketampakan fisik, artinya pertampakan fisik dari gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain yang dimiliki oleh providers.

b) Reability atau reabilitas adalah kemampuan untuk menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.

c) Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan secara iklas.

d) Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam memberikan kepercayaan kepada customers.

e) Empathy adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang diberikan oleh providers kepada customers.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat berbagai pengukuran yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja organisasi publik.

Secara garis besar pengukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi dikelompokan menjadi dua pendekatan. Pendekatan pertama melihat pengukuran kinerja dari perspektif pemberi layanan dan pendekatan kedua melihat pengukuran kinerja dari perspektif pengguna jasa.

Berdasarkan kajian teori mengenai kinerja organisasi pelayanan publik, dapat peneliti sampaikan ringkasannya dalam bentuk tabel sebagai berikut:

commit to user commit to user commit to user commit to user

(16)

TABEL I

PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK

No. Nama Pengarang Pengukuran Kinerja

1. Dwiyanto (2008: 50-51) 1) Produktivitas 2) Kualitas Layanan 3) Responsivitas 4) Responsibilitas 5) Akuntabilitas 2. Ratminto dan Winarsih

(2005:179)

1) Pengukuran kinerja yang berorientasi pada hasil, yamg meliputi:

a) Efektivitas b) Produktivitas c) Efisiensi d) Kepuasan e) Keadilan

2) Pengukuran kinerja yang berorientasi pada proses, yang meliputi:

a) Responsivitas b) Responsibilitas c) Akuntabilitas d) Keadaptasian

e) Kelangsungan hidup f) Keterbukaan/transparasi g) Empati

3. Kumorotomo dalam Dwiyanto (2008:52)

1) Efisiensi 2) Efektivitas 3) Keadilan 4) Daya Tanggap 4. McDonald dan Lawton dalam

Ratminto dan Winarsih (2005:174-176)

a) Efficiency atau efisiensi b) Effectiveness atau efektivitas 5. Selim dan Woodward dalam

Ratminto dan Winarsih (2005:174-176)

1) Ekonomis (economy) 2) Efisiensi (efficiency) 3) Efektivitas (effectiveness) 4) Keadilan (equity)

Lenvinne dalam Ratminto dan Winarsih (2005:174-176)

1) Responsivitas (Responsiveness) 2) Responsibilitas (Responsibility) 3) Akuntabilitas (Accountability) 6. Zeithaml, Parasuraman dan

Berry dalam Ratminto (2005:175-176)

a) Tangibles atau ketampakan fisik b) Reability atau reabilitas

c) Responsiveness atau responsivitas d) Assurance atau kepastian

commit to user commit to user commit to user commit to user

(17)

Dari berbagai teori tentang pengukuran kinerja di atas, dalam penelitian ini penulis memilih teori yang dikemukakan oleh Dwiyanto (2008).

Alasan penulis memilih teori tersebut adalah karena teori tentang pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Dwiyanto (2008) tersebut dipandang lebih tepat dan lebih mampu mengukur kinerja organisasi publik Rumah Sakit UNS.

Pengukuran kinerja organisasi publik Rumah Sakit UNS berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Dwiyanto (2008) dapat penulis jelaskan sebagai berikut:

1. Indikator produktivitas, yaitu rasio antara input dengan output dari suatu organisasi, dimana input dan output tersebut akan memberikan gambaran yang jelas mengenai sejauh mana sebuah organisasi telah mencapai produktivitas yang maksimal sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Berkaitan dengan hal tersebut, yang dimaksud dengan rasio antara input dan output dalam penelitian ini adalah seberapa besar input yang dimiliki oleh Rumah Sakit UNS dapat menghasilkan output yang maksimal.

Inputnya ialah sumber daya manusia yang dimiliki untuk melakukan setiap tugas dan fungsi dari organisasi, sedangkan output yang dimaksudkan ialah bagaimana pasien yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan dapat ditangani dengan tuntas dan dengan waktu yang efektif dan efisien.

2. Indikator kualitas layanan berkaitan dengan kemampuan tenaga medis, paramedis, dan administrasi yaitu tentang kemampuan dalam memberikan pelayanan yang memuaskan dan terpercaya kepada pasien. Kualitas pelayanan pegawai akan membawa kepercayaan penerima layanan terhadap pelayanan berkaitan dalam menangani masalah secara cepat dan tepat kepada pasien. Untuk mengetahui kualitas pelayanan pegawai Rumah Sakit UNS dalam memberikan pelayanan kepada pasien dapat dilihat dari hasil penelitian dibawah ini yang meliputi:

a. Prosedur yang mudah dan sederhana b. Kecepatan waktu pelayanan commit to user commit to user commit to user commit to user

(18)

3. Indikator responsivitas meliputi sikap tanggap dari pegawai untuk membantu pasien yang mengalami kesulitan serta kesiapan dari petugas untuk memberikan pelayanan dengan segera kepada pasien. Petugas harus siap dalam membantu pasien yang mengalami kesulitan, memberikan respons dan perhatian terhadap keluhan yang disampaikan oleh pasien serta memberikan informasi yang jelas mengenai suatu pelayanan di Rumah Sakit UNS. Daya tanggap petugas terhadap pasien memberi gambaran kualitas pelayanan yang diberikan, seberapa jauh respons yang diberikan oleh petugas dalam memberi bantuan kepada pasien dalam mendapatkan pelayanan.

4. Indikator responsibilitas, yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan birokrasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dengan kebijakan birokrasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Responsibilitas pada Rumah Sakit UNS dalam pelayanan kesehatan yaitu dalam melaksanakan kegiatan pelayanan yang ditugaskan oleh pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan prinsip-prinsip administrasi yang benar dengan kebijakan birokrasi.

5. Indikator akuntabilitas, yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan birokrasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu memperioritaskan kepentingan publik. Kinerja birokrasi publik seperti Rumah Sakit UNS tidak bisa dilihat dari internal yang dikembangkan oleh birokrasi publik atau pemerintah seperti pencapaian target. Namun sebaliknya kinerja harus dilihat dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Suatu kegiatan birokrasi publik dikatakan memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

commit to user commit to user commit to user commit to user

(19)

B. Pelayanan Publik

1. Pengertian Pelayanan Publik

Widodo (2008: 32) “Pelayanan publik diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.” Anwaruddin (2004), mengatakan bahwa “Pelayanan publik dapat diartikan sebagai segenap aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.”

Masih senada dengan pengertian di atas, Saefullah (2007:11) memberi definisi bahwa “Pelayanan publik adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan para pejabat dalam berbagai lembaga untuk memberikan kebutuhan masyarakat, baik yang sifatnya langsung maupun yang sifatnya tidak langsung”.

Mahmudi (2013: 228) menyatakan bahwa pelayanan publik (public service) oleh birokrasi publik adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara. Eksistensi lembaga negara termasuk di dalamnya pada hakekatnya pelayan masyarakat, ia tidak dimaksudkan untuk melayani dirinya sendiri, namun untuk memberikan atau melayani masyarakat. Oleh karena itu, birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan publik yang baik dan profesional.

Menurut Sinambela dalam bukunya yang berjudul Reformasi Pelayanan Publik, bahwa pelayanan publik dapat di definisikan sebagai berikut : “Pelayanan publik adalah keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara pemerintah serangkaian aktifitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, Negara di dirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat” (Sinambela, 2006 : 5).

Sedangkan menurut Dwiyanto (2008: 136) pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilaksanakan oleh birokrasi commit to user commit to user commit to user commit to user

(20)

publik untuk memenuhi warga pengguna. Pengguna yang di maksud disini adalah warga negara yang membutuhkan pelayanan publik yaitu pembuatan paspor.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 mendefinisikan pelayanan umum sebagai : Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintahan di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut: Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Pelayanan publik (public service) adalah suatu pelayanan atau pemberian terhadap masyarakat yang berupa penggunaan fasilitas –fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan oleh organisasi publik dalam hal ini suatu pemerintahan. Dalam pemerintahan pihak yang memberikan pelayanan adalah aparatur pemerintahan beserta segenap kelengkapan kelembagaannya (Rohman, 2010: 3).

Di dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat dibedakan menjadi tiga kelompok pelayanan publik (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004):

a. Kelompok pelayanan administratif.

Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan

commit to user commit to user commit to user commit to user

(21)

b. Kelompok pelayanan barang.

Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya.

c. Kelompok pelayanan jasa.

Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang digunakan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi dan sebagainya.

Dari beberapa pengertian pelayanan publik yang telah dijelaskan oleh beberapa pakar, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan publik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh para pejabat, penyelenggara negara atau pemerintah mulai dari pemerintah pusat sampai kelurahan/desa, dalam bentuk barang dan jasa, sifatnya langsung maupun tidak langsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian aparat pemerintah, baik pada pemerintahan pusat, pemerintahan daerah, maupun pemerintahan desa sering disebut apparatus pemerintah yang berada pada lingkungan eksekutif telah memperoleh predikat “sebagai pelayan masyarakat”. Dalam pelayanan publik pada umumnya pemerintah melakukan pengaturan terhadap pelayanan jasa dan barang.

2. Kualitas Pelayanan Publik

Secara teoritis tujuan kualitas pelayanan pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat, maka dari itu pelayanan nya harus yang berkualitas.

Kualitas merupakan sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan. (Sinambela, 2008: 6).

Penilaian kualitas pelayanan atau servqual harus di tinjau dari dua dimensi customer atau masyarakat konsumen, rakyat penerima layanan, dan juga dari dimensi provider, atau proviser atau pemberi pelayanan atau dalam hal pemberi pelayanan publik menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah.

Khusus dari dimensi provider di tekankan pada kemampuan kualitas pelayanan yang di sajikan oleh orang-orang yang melayani dari tingkat manajerial hingga ke tingkat front line service (Napitupulu, 2007: 169). commit to user commit to user commit to user commit to user

(22)

Menurut Tjiptono dalam bukunya Prinsip-Prinsip Total Quality Service kualitas pelayanan dapat pula di definisikan sebagai berikut:

“Kualitas pelayanan adalah sistem manajemen strategik dan integratif yang melibatkan semua manajer dan karyawan, serta menggunakan metode- metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki secara berkesinambungan proses-proses organisasi, agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan” (Tjiptono, 2004:56).

Berdasarkan pengertian kualitas pelayanan di atas bahwa kualitas pelayanan merupakan suatu manajemen yang strategik dan integratif. Tujuan dari kualitas pelayanan itu sendiri untuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan masyarakat.

Kualitas pelayanan juga di definisikann oleh Lukman dalam bukunya Manajemen Kualitas Pelayanan, kualitas pelayanan yaitu: “Kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam memberikan layanan. Standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik.” (Lukman, 2009: 14).

Di dalam memberikan pelayanan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi baik tidaknya suatu pelayanan. Pengaruh disini bisa bersifat positif jika adanya faktor tersebut dapat semakin meningkatkan kualitas layanan dan sebaliknya bisa pula menghambat atau menjadi tantangan jika faktor tersebut tidak mendukung. Selanjutnya Moenir (2010: 88-123) menyebutkan faktor-faktor tersebut adalah:

a. Kesadaran

Kesadaran pegawai pada segala tingkatan terhadap tugas/pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, membawa dampak sangat positif terhadap organisasi dan tugas/pekerjaan itu sendiri. Ia akan menjadi sumber kesungguhan dan disiplin dalam melaksanakan tugas/pekerjaan, sehingga hasilnya dapat diharapkan memenuhi standart yang telah ditetapkan.

commit to user commit to user commit to user commit to user

(23)

b. Aturan

Aturan dalam organisasi mutlak keberadaannya agar organisasi dan pekerjaan dapat berjalan teratur dan terarah. Manusia adalah sebagai subyek aturan, maka di dalam membuat aturan dapat berdasarkan pertimbangan kewenangan, pengetahuan dan pengalaman, kemampuan bahasa, pemahaman oleh pelaksanaan dan kedisiplinan.

c. Organisasi

Organisasi pelayanan adalah mengorganisir fungsi pelayanan baik dalam bentuk struktur maupun mekanismenya yang akan berperan dalam mutu dan kelancaran pelayanan. Di dalam organisasi terdapat sistem, prosedur dan metode yang berfungsi sebagai tata cara kerja agar pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dengan baik.

d. Pendapatan

Pendapatan ialah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan atas tenaga dan pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain atau organisasi baik dalam bentuk uang maupun fasilitas. Apabila pendapatan yang diterima ternyata jauh dari mencukupi maka dalam melaksanakan pekerjaan diliputi rasa resah tidak tenang. Akibatnya apa yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan atau menyimpang.

e. Kemampuan dan Ketrampilan

Kemampuan dan ketrampilan perlu dimiliki oleh orang-orang dalam organisasi. Robert R. Katz menyebutkan ada tiga jenis kemampuan dasar yang dimiliki orang-orang dalam organisasi agar bisa berdaya guna dan berhasil, yaitu: kemampuan tehnik (technicall skill), kemampuan bersifat manusiawi (human skill) dan kemampuan membuat konsepsi (conceptual skill). Adanya kemampuan tersebut perlu didukung ketrampilan yang memadai, sehingga pelaksanaan tugas atau pekerjaan dapat dilakukan dengan baik. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan adalah dengan sarana diklat, training atau pelatihan maupun belajar dari pengalaman yang sudah ada.

commit to user commit to user commit to user commit to user

(24)

f. Sarana Pelayanan

Sarana pelayanan adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama, alat pembantu atau penunjang pelaksanaan pekerjaan dan juga berfungsi sosial dalam rangka memenuhi kepentingan orang-orang yang berhubungan dengan organisasi tersebut..

Berdasarkan pengertian di atas bahwa kualitas pelayanan merupakan suatu layanan yang diberikan aparatur pemerintah itu harus menjamin efisiensi dan keadilan serta harus memiliki kualitas yang mantap.

Kualitas merupakan harapan semua orang atau pelanggan. Selanjutnya untuk mengimplementasikan kualitas pelayanan adalah merubah paradigma.

Perubahan paradigma tersebut tidak hanya dengan alur atau struktur berfikir (mindset) para pelaku penyedia pelayanan namun juga di wujudkan dalam tataran realitas seperti organisasi, sistem pertanggung jawaban, proses dan sumber daya organisasi.

Konsep kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian.

Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan.

Kualitas pelayanan publik yang baik menjamin keberhasilan pelayanan tersebut, sebaiknya kualitas yang rendah kurang menjamin keberhasilan pelayanan publik tersebut. Keadaan ini menyebabkan setiap negara berusaha meningkatkan kualitas pelayanan publiknya. Manajemen pelayanan publik sebagai salah satu isu penting dalam reformasi birokrasi menjadi sesuatu yang terus berkembang dan penuh kritik. Sekarang ini pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan keluasan fungsi yang dimilikinya serta kebijakan publik yang diambil mempunyai dampak terhadap pengguna layanan publik dan masyarakat memposisikan pembangunan yang berorientasi ke pengguna layanan dan melakukan pengembangan kualitas

commit to user commit to user commit to user commit to user

(25)

Dalam mengembangkan sistem pelayanan publik, isu tentang standar pelayanan kemudian menjadi sangat penting. Input pelayanan penting untuk di standarisasi mengingat kuantitas dan kualitas dari input pelayanan yang berbeda antar daerah menyebabkan sering terjadinya ketimpangan akses terhadap pelayanan yang berkualitas (Dwiyanto, 2008:36). Dwiyanto juga mengemukakan bahwa terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi aspek- aspek pelayanan yang bila dianalisis terkait dengan dimensi akuntabilitas, yakni adanya kendala internal yang meliputi peralatan pendukung (sarana- prasarana), kualitas SDM, dan kordinasi antar unit dalam instansi,maupun kendala eksternal yang meliputi kelengkapan dokumen, pengguna jasa yang tidak kooperatif, dan koordinasi antar instansi terkait.

Dalam memberikan pelayanan publik menurut Mahmudi (2013: 234), instansi penyedia pelayanan publik harus memperhatikan asas pelayanan publik, yaitu :

1) Transparansi

Pemberian pelayanan publik harus bersifat terbuka, mudah dan dapat di akses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.

2) Akuntabilitas

Pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3) Kondisional

Pemberian pelayanan publik harus sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4) Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

commit to user commit to user commit to user commit to user

(26)

5) Tidak dikriminatif (kesamaan hak)

Pemberian pelayanan publik tidak boleh bersifat diskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, status sosial dan ekonomi.

6) Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Berdasarkan teori di atas dapat peneliti kemukakan bahwa pelayanan publik dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau. Oleh karena itu pelayanan publik harus mengandung unsur-unsur dasar sebagai berikut : 1) Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan publik

harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak.

2) Pengaturan setiap bentuk pelayanan publik harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang pada efisiensi dan efektifitas.

3) Mutu proses dan hasil pelayanan publik harus diupayakan agar dapat memberi keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hokum yang dapat dipertanggung jawabkan.

4) Apabila pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah terpaksa harus mahal, maka Instansi Pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya sesuai perundang-undangan yang berlaku.

C. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai kinerja Aparatur Sipil Negara dalam meningkatkan pelayanan publik pernah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah:

Zainudin (2015) meneliti dengan judul: “Kinerja Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Tawaeli Kota Palu”. Pada penelitian ini dilakukan di antor Kecamatan Tawaeli Kota Palu dengan menekankan pada pelayanan publik yang dilihat dari kinerja pelayanan pada masyarakat yang diberikan berdasarkan teori

commit to user commit to user commit to user commit to user

(27)

daya tanggap. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa: empat indikator dalam mengukur kinerja Pelayanan publik di Kantor Kecamatan Tawaeli Kota Palu dalam memberikan keadilan dan daya tanggap, sudah dapat berjalan sebagaimana tugas dan wewenang yang dimiliki tetapi pada aspek lain yang masih perlu ditingkatkan terutama pada aspek efisiensi.

Nurhayati Hamid (2013) meneliti dengan judul: “Kinerja Organisasi Dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan Di Kecamatan Palu Timur Kota Palu”. Dalam menganalisis kinerja organisasi Pemerintah Kecamatan dalam pelayanan Administrasi Kependudukan, peneliti membatasi pada pelayanan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk. Untuk mengukur kinerja tersebut penulis menggunakan pendapat Dwiyanto, yang menggunakan beberapa indikator dalam mengukur kinerja organisasi publik.

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai Kinerja Organisasi Dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan berupa Pelayanan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga di Kecamatan Palu Timur Kota Palu maka penulis berkesimpulan bahwa: Dari aspek Produktivitas, Kinerja Organisasi Dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan berupa Pelayanan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga, belum memadai. Hal ini dikarenakan tidak ada data ril mengenai jumlah penduduk yang telah selesai melakukan pemrosesan Kartu Tanda Penduduk dan yang sudah mendapatkan Kartu Tanda Penduduknya. Dari aspek Kualitas Layanan, Kinerja Organisasi Dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan berupa Pelayanan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga, belum memuaskan. Karena waktu penyelesaian dalam pemrosesan Kartu Tanda Penduduk tidak ditetapkan standar waktu maksimal. Dari aspek Responsivitas, Kinerja Organisasi Dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan berupa Pelayanan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga, kurang tanggap. Karena tidak ada solusi dari Pemerintah Kecamatan terhadap lamanya setiap pengurusan Kartu Tanda Penduduk. Dari aspek Responsibilitas, Kinerja Organisasi Dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan berupa Pelayanan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga, masih kurang. Hal ini dikarenakan Pemerintah Kecamatan tidak mengambil kebijakan yang menyangkut kelancaran dalam proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk. Tetapi dari aspek Akuntabilitas, Kinerja Organisasi Dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan berupa Pelayanan commit to user commit to user commit to user commit to user

(28)

Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga, dapat dikatakan bertanggung jawab sebagaimana adanya himbauan dari Pemerintah Kecamatan agar masyarakat wajib Kartu Tanda Penduduk segera mengurusnya di Kantor Kecamatan.

Dedi Hadian (2016) meneliti dengan judul: ”Descriptive Study of Public Service on Local Government (Case Study in West Java Indonesia)”. Studi dilakukan untuk menentukan dan untuk menganalisis kinerja pelayanan publik di pada kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Dimensi kinerja pelayanan publik yang digunakan adalah Clarity and Assurance, Courtesy, Accuracy, Transparency, Efficiency, Responsive, Adaptive, dan Effective. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan publik di kantor kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat masuk kategori baik. Dimensi terbaik dalam pelayanan publik yaitu dimensi kejelasan dan kepastian, karena itu perlu untuk meningkatkan kejelasan dan kepastian dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat sehingga kinerja pemerintah dapat dijalankan secara efektif dan optimal.

Yusriadi (2017) meneliti dengan judul: “Bureaucratic Reform in Public Service: A Case Study on the One Stop-Integrated Service”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan reformasi birokrasi dan berusaha untuk menawarkan beberapa solusi untuk perbaikan Layanan administrasi perizinan. Studi ini diterapkan pendekatan kualitatif yang menggunakan desain studi kasus. Hasil penelitian diperoleh hasil bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi Administrasi Layanan perizinan pada aspek kelembagaan di Kabupaten Bone telah membentuk One Stop-Integrated Service. Pada aspek SDM yang menunjukkan bahwa kualifikasi karyawan tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi, serta kurangnya disiplin dan tanggung jawab karyawan, pada aspek sistem dan prosedur menunjukkan bahwa perizinan umumnya diselesaikan melebihi waktu yang ditentukan dari periode yang ditentukan, serta adanya diskriminasi dan inkonsistensi dalam pemberian pelayanan.

Rasidin Calundu (2017) meneliti dengan judul: ”Ethics Bureaucracy against the Health Service at the Health Center of the Town Pare Pare”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi riel pelaksanaan tugas dan fungsi aparat pelayan dalam melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan di Puskesmas. Juga fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan dalam memberikan pelayanan kesehatan serta berupaya untuk menemukan model pelayanan

(29)

kinerja aparatur birokrasi pelayanan kesehatan dapat meningkat. Dengan refungsionalisasi aparatur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dengan mengacu pada kompetensi dan professional akan menghadirkan pelayanan publik yang berkualitas untuk menghadapi dinamika masyarakat sebagai objek pelayanan publik. Lokasi penelitian adalah Puskesmas di Kota Parepare dengan sumber data adalah data primer dan data sekunder dengan tehnik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, dokumentasi. Informannya adalah Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Bidang, kepala Puskesmas, staf kesehatan, masyarakat luas sebagai pemakai, tokoh masyarakat, pemerhati kesehatan, LSM, dan anggota DPRD Kota Parepare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran kinerja aparatur dalam penerapan tupoksinya dalam penanganan pelayanan kesehatan belum berjalan maksimal, baik dalam penerapan fungsi pelayanan, fungsi pengaturan maupun fungsi pengawasan, mengingat harapan besar masyarakat akan pelayanan kesehatan belum tertangani dengan baik. Hal ini disebabkan kualitas aparatur masih rendah, sarana prasarana kesehatan belum memadai dan SOP yang ada belum melakukan pemberdayaan masyarakat.

Kenyataan menunjukkan bahwa pelayanan sudah berjalan namun belum maksimal sebagaimana harapan masyarakat sehingga diperlukan pembenahan dengan refungsionalisasi birokrasi pelayanan kesehatan meliputi desain ulang fungsi utama aparat pelayan, perubahan paradigma pelayanan, perubahan tupoksi aparat pelayan dan perubahan SOP. Tentunya berimplikasi pada semakin professional, kompetensi aparatur pelayanan kesehatan dengan tidak terlepas dari sumber daya manusia aparatur yang kapabel, kepemimpinan yang mampu memotivasi aparatur dan struktur organisasi yang rampin tetapi kaya fungsi menjadikan organisasi semakin bagus dalam menunjang kinerja aparatur dalam pelayanan publik, utamanya pelayanan kesehatan di era otonomi daerah.

H. Aras Solong (2017) meneliti dengan judul: “Actualization New Public Service (NPS) Administration in Public Service”. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan konsep terwujudnya New Public Service (NPS) pada administrasi pelayanan public, serta untuk melihat seberapa jauh karyawan melakukan layanan administrasi pemerintahan dalam melayani kepentingan publik dalam rangka memenuhi unsur-unsur efisiensi, efektif, ekonomis, adil dan responsif terhadap kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi pertama yaitu birokrasi, perilaku individu dan commit to user commit to user commit to user commit to user

(30)

institusional birokrasi tidak boleh dipengaruhi oleh kekuatan/kekuasaan. Dimensi kedua, kualitas dari pelayanan publik reorientasi dalam filsafat pemerintahan negara itu sendiri waktu harus memprioritaskan aspek efektivitas, ekonomis, adil dan responsif. Dengan demikian, melalui aktualisasi dari New Public Service (NPS) PADA administrasi pelayanan publik dapat mengubah kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik.

Muhammad Idris (2015) meneliti dengan judul: ”Bureaucracy Ethics Based in Public Service Local Wisdom in Gowa”. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa: 1) Standar kualitas pelayanan IMB di daerah masih menunjukkan stantar pelayanan kurang maksimal, karena masih terdapat kesenjangan antara janji Birokrasi dengan pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat sebagai pelanggan. Konsistensi terhadap penyelesaian IMB masih lamban dan sering mensyatkan yang mempersulit pemohon. 2) Ada beberapa faktor yang sering bersentuhan langsung dengan kualitas pelayanan IMB: masih adanya kewenang lebih dari satu departeman dan tidak jelas garis koordinasinya, sikap/budaya birokrasi pelayanan masih rendah, dan sikap masyarakat pemohon masih tidak menyadari memenuhi prosedur yang resmi sehingga mempersulit aparat melakukan kualitas yang terbaik dan adil. 3) Solusinya meningkatkan kualitas pelayanan adalah: Reformasi model kelembagaan ke pelayanan satu atap, publikasi- kan standar pelayanan minimal, tingkat- kan pengawasan, pola pembinaan SDM aparatur, dan tumbuhkan partisipasi masyarakat tentang pentingnya prosedur pelayanan.

Berdasarkan kajian penelitian terdahulu di atas, maka dapat peneliti sampaikan ringkasan dalam bentuk materik sebagai berikut:

Tabel 2.2

Matrik Penelitian Terdahulu

Judul/Peneliti Metode Penelitian Hasil Penelitian Relevansi

Persamaan Perbedaan

Kinerja Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Tawaeli Kota Palu (Zainudin, 2015)

Jenis penelitian kualitatif, di mana yang menjadi informan penelitian adalah pegawai dan wajib pajak di Kota Palu.

Penentuan informan penelitian ini ditentukan secara purposive.

Metode pengumpulan

Pengukuran kinerja mengacu pada teori Kumorotomo yang terdiri dari efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya tanggap.

Empat indikator

dalam mengukur

kinerja Pelayanan publik di Kantor

Sama-sama meneliti kinerja organisasi dalam pelayanan publik.

Perbedaannya terletak

pada indikator

pengukuran kinerja, dalam penelitian Zainudin (2015) indikator kinerja yang digunakan adalah efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya tanggap, sedangkan dalam penelitian ini indikator

commit to user commit to user commit to user commit to user

(31)

observasi, wawancara, dan dokumentasi, sedangkan teknik analisis data meliputi reduksi data, penyajian data dan mengambil kesimpulan (verifikasi).

Kota Palu dalam memberikan keadilan dan daya tanggap, sudah dapat berjalan sebagaimana tugas dan wewenang yang dimiliki tetapi pada aspek lain yang

masih perlu

ditingkatkan terutama pada aspek efisiensi.

adalah produktivitas,

kualitas layanan,

responsivitas,

responsibilitas dan akuntabilitas.

Kinerja Organisasi Dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan di Kecamatan Palu Timur Kota Palu (Hamid, 2013)

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif.

Penentuan informan penelitian ini ditentukan secara purposive.

Metode pengumpulan data yang terdiri dari observasi, wawancara, dan dokumentasi, sedangkan teknik analisis data meliputi reduksi data, penyajian data dan mengambil kesimpulan (verifikasi).

Guna mengukur

kinerja pelayanan publik menggunakan pendapat Dwiyanto.

Hasil penelitian yaitu aspek Produktivitas, belum memadai. Hal ini dikarenakan tidak ada data ril mengenai jumlah penduduk yang telah selesai melakukan

pemrosesan Kartu Tanda Penduduk dan

yang sudah

mendapatkan Kartu Tanda Penduduknya.

Dari aspek Kualitas Layanan, belum memuaskan. Dari aspek Responsivitas, kurang tanggap. Dari aspek

Responsibilitas, masih kurang. Dari aspek Akuntabilitas, dapat dikatakan bertanggung jawab sebagaimana adanya

himbauan dari

Pemerintah

Kecamatan agar

masyarakat wajib

Kartu Tanda

Penduduk segera

mengurusnya di

Kantor Kecamatan.

Sama-sama meneliti kinerja organisasi dalam pelayanan publik.

Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pelayanan

sama pada

aspek responsivitas, responsibilitas dan

akuntabilitas.

Perbedaannya terletak pada pengukuran kinerja,

dalam penelitian

Nurhayati Hamid (2013) indikator kinerja yang digunakan adalah kualitas layanan, responsibilitas dan akuntabilitas,

sedangkan dalam

penelitian ini indikator kinerja yang digunakan adalah produktivitas,

kualitas layanan,

responsivitas,

responsibilitas dan akuntabilitas.

Strategies to Improve the Competence of Public Service Officials in Nigeria (Bernard

Penelitian ini

menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggambarkan dari situasi mengenai kinerja birokrasi pelayanan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan publik di bidang kesehatan dan pendidikan,

lingkungan di Nigeria dilaksanakan oleh

Sama-sama meneliti kinerja organisasi dalam pelayanan publik.

Perbedaannya terletak pada pengukuran kinerja, dalam penelitian Bernard Oladosu Omisore (2013) indikator kinerja yang

digunakan adalah

efficiency and

commit to user commit to user commit to user commit to user

Gambar

Gambar  2.1. Skema Kerangka Pikir Identifikasi Masalah:

Referensi

Dokumen terkait

Volume ke 1, No.. dan Korban Republik Indonesia Tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama. Namun peraturan-peraturan tersebut masih

menunjukkan bahwa agresi pada anak dapat terbentuk karena setiap hari anak sering melihat dan menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga baik secara langsung atau

Kejadian ini menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas yang rusak, selanjutnya Kejadian ini menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas yang rusak, selanjutnya terjadi

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah yang belum terjangkau listrik. Pada penelitian ini pengujian

Pada saat transformator memberikan keluaran sisi positif dari gelombang AC maka dioda dalam keadaan forward bias sehingga sisi positif dari gelombang AC tersebut

Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap hari dengan cara mengambil sampel langsung dari bak pemeliharaan dengan menggunakan beaker glass, kemudian diarahkan ke

etika-etika profesional lain yang perlu dipahami dan diikuti, dengan kemampuan intelektualnya, seorang engineer akan dapat menemukan etika- etika tsb selama mengembangkan

Pada praktikum dilakukan pengujian tekstur pada agar dengan tingkat kekenyalan dan kekerasan yang berbedan, pengujian kerenyahan pada keripik, seta