• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN BATU APUNG (PUMICE) SEBAGAI BAHAN PEMUCAT CRUDE PALM OIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN BATU APUNG (PUMICE) SEBAGAI BAHAN PEMUCAT CRUDE PALM OIL"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN BATU APUNG (PUMICE)

SEBAGAI BAHAN PEMUCAT CRUDE PALM OIL

Siti Miskah

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Abstrak

Minyak kelapa sawit merupakan lemak yang diekstraksi dari buah kelapa sawit. Minyak dan lemak dapat diproses melalui proses pemurnian fisika dan kimia dengan pengendapan, netralisasi alkali dan pemucatan. Proses yang digunakan pada penelitian ini adalah pemucatan yaitu suatu proses untuk mengurangi atau menghilangkan zat-zat warna yang ada pada minyak dengan menggunakan batu apung atau pumice sebagai bahan pemucat yang mempunyai perbandingan kadar silikat nya 60,56 %. Dari hasil penelitian, kadar asam lemak bebas optimal yang dihasilkan sebesar 0,0307% pada temperatur 50 oC selama 20 menit dengan penambahan jumlah batu apung sebesar 1% serta ukuran batu apung -115+32 mesh, sedangkan tingkat kandungan karoten optimal yang mampu diadsorbasi oleh pumice adalah 699,266 ppm yang dihasilkan pada temperatur 60oC dengan penambahan batu apung sebesar 1 % dan ukuran batu apung -115+32 mesh selama 20 menit.

Kata kunci : Pemucatan, Minyak Kelapa Sawit, batu apung (pumice)

Abstrak

Crude Palm Oil is extracted fat of palm fruit. Oil and fat can be processed by physical and chemical purification, sedimentation, alkaly netralitation and bleaching. In this research process is used is bleaching as a colour pallid process to decrease or let disappear the colour material oil with use pumice as adsorbent which contain of 60,56% silikat. From the result, free fatty acid is obtained optimally about 0,0307% at 50oC for 20 minutes by adding 1% of pumice and size of pumice -115+32 mesh and for karoten contains can be adsorbed by pumice is obtained optimally about 699,266 ppm at 60oC by adding 1% of pumice.and size of fumice -115+32 mesh for 20 minutes.

Key word : Bleaching, Crude Palm Oil, Pumice

1. PENDAHULUAN

Minyak kelapa sawit (CPO) berasal dari inti kelapa sawit. Minyak ini memiliki warna gelap, lebih gemuk, rasa dan baunya sangat menyengat bila dibandingkan dengan minyak kelapa. Warna CPO adalah merah kekuningan, hal ini disebabkan adanya kandungan karoten dalam minyak tersebut.

Warna yang demikian ini kurang disenangi konsumen, sehingga dalam proses di pabrik, karoten ini biasanya diolah lebih lanjut dan biasanya dibuang. Penghilangan zat warna dilakukan dengan penambahan zat pemucat.

Penelitian mengenai pemucatan Crude Palm Oil telah banyak dilakukan dengan menggunakan berbagai adsorben seperti tanah pemucatan (bleaching earth) dan karbon aktif. Tetapi penggunaan karbon aktif pada proses ini mempunyai kelemahan karena memungkinkan tertinggalnya logam berat di dalam CPO. Logam berat seperti Zn umumnya digunakan sebagai aktivator pada pembuatan karbon aktif.

Batu Apung adalah hasil gunung api yang kaya akan silica (60,56 %) dan mempunyai permukaan yang luas dengan pori-porinya berukuran molekul maka sangat memungkinkan batu apung mempunyai sifat adsorbsi.

(2)

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan batu apung sebagai adsorben pada pemucatan Crude Palm Oil yang telah mengalami proses aktivasi. Karena dengan adanya aktivasi, luas permukaan batu apung akan bertambah besar sehingga daya serapnya lebih tinggi. Proses aktivasi ini dilakukan dengan asam mineral (H2SO4) karena asam mineral tersebut

dapat menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan

Al2O3 yang terdapat dalam batu apung sehingga

kemampuan menyerap molekul non polar bertambah besar.

Karena perihal diatas yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian terhadap batu apung sebagai adsorben pada proses pemucatan Crude Palm Oil. Selain itu juga,selama ini kurangnya pemanfaatan batu apung oleh masyarakat.

II. FUNDAMENTAL 2.1. Minyak Kelapa Sawit

Minyak inti kelapa sawit dan buah kelapa mengandung asam lemak jenuh antara lain : asam palmitat (C16H32O2) dan asam stearat (C18H38O2).

Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap yang saling berikatan dengan yang lain. Sedangkan asam lemak yang tidak jenuh adalah asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap antar atom C dengan atom C yang lain seperti asam oleat (C16H32O2) dan asam lenoleat

(C18H32O2). Minyak dan lemak termasuk kelompok

senyawa yang disebut lipida yang tidak larut dalam air.

Kotoran yang terdapat dalam minyak terdiri dari tiga golongan yaitu :

1) Kotoran yang tidak larut dalam minyak (fat insoluble) dan terdispersi dalam minyak. Kotoran ini terdiri dari bijih atau partikel, jaringan, lender dan getah, serat-serat yang berasal dari Fe, Cu, Mg, Ca dan air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan cara mekanis yaitu dengan cara pengendapan, penyaringan dan sentrifugal.

2) Kotoran yang berbentuk suspensi koloid. Dalam minyak kotoran ini terdiri dari phospatida, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa komplek lainnya.

3) Kotoran yang terlarut dalam minyak (fat soluble compound). Kotoran yang termasuk dalam golongan ini terdiri dari zat warna, asam lemak bebas, hidrokarbon, turunan dari mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida, juga aldehid dan keton yang dihasilkan dari oksidasi trigliserida.

2.2. Bleaching

Bleaching adalah proses pemucatan warna untuk mengurangi atau menghilangkan zat – zat warna yang terdapat dalam minyak, baik yang terlarut maupun yang terdispersi. Warna pada minyak mentah berasal dari warna yang ditimbulkan pada saat proses untuk mendapatkan minyak dari bahan bakunya.

Pigmen yang biasa terdapat dalam minyak mentah adalah karoten yang berwarna merah kekuningan serta klorofil dan phaephyptin yang berwarna hijau. Beberapa cara bleaching yang sering digunakan adalah sebagai berikut : bleaching dengan adsorbsi, bleaching dengan zat kimia, bleaching dengan pemanasan, dan bleaching dengan hidrogenasi.

Proses bleaching yang paling banyak digunakan adalah proses bleaching dengan cara adsorbsi. Proses ini menggunakan absorben sebagai zat penyerap yang memiliki aktifitas permukaan yang tinggi untuk menyerap zat warna yang terdapat dalam minyak mentah

Adsorben yang banyak digunakan dalam proses bleaching minyak dan lemak adalah tanah pemucatan (bleaching earth) dan karbon aktif. Tanah pemucat menyerap zat warna lutein dan fosfolid (Proctoret.al,1995). Arang aktif untuk fosfolid dan logam, sedangkan alumina dapat menyerap asam lemak bebas dan komponen polar dengan berat molekul kecil (Wan,1991). Magnesium silikat dapat menyerap komponen polar dan polimer (Rukmini,1998).

.2.3. Karoten

Karoten adalah pigmen fotosintesis berwarna oranye yang penting dalam fotosintesis. Zat ini membentuk warna oranye dalam wortel dan banyak buah dan sayuran lainnya. Disini karoten berperan dalam fotosintesis dengan menyalurkan energi cahaya yang diserap ke klorofil.

Karoten berfungsi sebagai pro-Vitamin A, pengantioksida, meningkatkan fungsi system imun dan aktivasi anti kanker serta membantu untuk mengurangi kadar kolesterol. Isomer pro-Vitamin A yang paling aktif ialah β-karoten yang diikuti oleh α-karoten.

2.4. Batu Apung (Pumice)

Batu apung (pumice) adalah jenis batuan yang berwarna terang, mengandung buih yang

(3)

terbuat dari gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas volkanik silikat

Sifat kimia dan fisika batu apung antara lain, yaitu: mengandung oksida SiO2 (60,56 %), Al2O3

(17,59 %,), Fe2O3 (4.08 %), Na2O, K2O, MgO (2,57

%), CaO (2,86 %,), TiO2, SO3, dan Cl, hilang pijar

(Loss of Ignition) 6%, pH 5, bobot isi ruah 480 – 960 kg/cm3, peresapan air (water absorption) 16,67%, berat jenis 0,8 gr/cm3, hantaran suara (sound transmission) rendah, rasio kuat tekan terhadap beban tinggi, konduktifitas panas (thermal conductivity) rendah, dan ketahanan terhadap api sampai dengan 6 jam. Dari sifat batu apung yang permukaannya luas, sangat berpori dan pori-porinya berukuran molekul maka sangat memungkinkan batu apung mempunyai sifat adsorbsi.

Batu Apung umumnya digunakan sebagai bahan penggosok, bahan bangunan konstruksi ringan dan tahan api, bahan ringan (non reaction), pengisi, isolator temperatur tinggi, rendah dan akustik, pembawa (carrier penyerap dan saringan / filter).

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

Penelitian dilakukan secara eksperimental di laboratorium penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Univeritas Sriwijaya berlangsung selama kurang lebih 3 bulan.

Alat yang dibutuhkan : 1) Heating mentel 2) Ayakan 3) Oven listrik 4) Neraca analitis 5) Erlemenyer 6) Beker gelas 7) pH meter 8) Pompa vakum 9) Labu 10) Pipet tetes 11) Gelas ukur

Bahan – bahan yang diperlukan adalah : 1) Crude Palm Oil (CPO)

2) Batu apung (Pumice) sebagai pemucat 3) Asam fosfat sebagai katalis.

4) H2SO4 pekat

5) Aquadest

3.2. Prosedur Penelitian

3.2.1. Persiapan Bahan Pemucat

1) Menumbuk batu apung sampai halus, kemudian diayak untuk mendapatkan ukuran-ukuran yang sesuai dengan variabel ukuran yang diinginkan.

2) Dilakukan proses aktivasi dengan proses sebagai berikut :

• Batu apung yang halus di tambah aquadest dan H2SO4 pekat hingga

pH = 3

• Campuran tersebut didihkan selama 15 menit dan diaduk.

• Dinginkan campuran, kemudian saring dan cuci dengan aquadest sampai pH netral = 7. Keringkan batu apung dalam oven 150oC selama 2 jam.

3.2.2. Prosedur Pemucatan CPO

1) Minyak mentah sebanyak 500 ml dimasukkan ke dalam labu bercorong 1000 ml dan panaskan dengan heating mentel sampai suhu 105 oC selama 1 jam.

2) Katalis asam fosfat sebanyak 2 % dari jumlah minyak di masukkan ke dalam minyak tersebut.

3) Batu apung dengan ukuran -115+60 mesh, -60+32 mesh dan 32 mesh dimasukkan ke dalam campuran minyak sebanyak 1%, 2%, dan 3% pada setiap temperatur 50oC, 60oC, 70oC dan lakukan pengadukan dengan kecepatan 300 rpm selama 20 menit.

4) Kemudian dinginkan dan pisahkan dengan saringan yang selanjutnya dianalisa.

3.2.3. Pengujian Sample Penelitian

Ada beberapa pengujian yang dilakukan antara lain :

1) Kadar Asam Lemak Bebas

Timbang sample seberat 5 gr ke dalam erlemeyer. Kemudian dipanaskan dan ditambahkan dengan alkohol yang telah dipanaskan sebanyak 50 ml. Baru tambahkan indikator pp sebanyak 3 tetes. Kemudian titrasi dengan KOH 0,1 N.

2) Pengujian kandungan karoten

Pengujian kandungan karoten sample CPO dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :

1. Membuat larutan stándar β-karoten dengan berbagai konsentrasi yaitu

(4)

2500,3000, 3500, 4000, 4500, 5000 dan 5500 ppm dengan menggunakan hexane sebagai pelarut.

2. Uji spektrofotometri

Ukur nilai adsorbansi dari masing-masing larutan standar dan sampel mulai dari sampel yang belum di serap dan sampel yang telah diadsorbsi dengan panjang gelombang 560 nm.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini meliputi proses aktivasi adsorben dan proses pengujian kandungan asam lemak bebas yang terkandung di dalam CPO dan kadar karoten yang mampu diadsorbsi oleh batu apung (pumice). Proses pengurangan asam lemak bebas dari CPO dilakukan dengan memvariasikan tiga variabel yaitu ukuran pumice (-115+60 mesh, -60+32 mesh dan 32 mesh), konsentrasi pumice (1%, 2% dan 3%), dan temperatur operasi (50oC, 60oC dan 700C) dengan pemanasan selama 20 menit dan kecepatan pengadukan 300 rpm.

Dari penelitian yang telah dilakukan maka didapatkan data hasil pengamatan sebagai berikut :

4.1 Kadar Asam Lemak Bebas

Hasil kadar asam lemak bebas (%) dengan penambahan jumlah batu apung pada temperatur 50oC, 60oC dan 70oC dan ukuran batu apung -115+60 mesh, -60+32 mesh dan 32 mesh dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.1. Hubungan temperatur pemanasan terhadap asam lemak bebas

pada Ukuran Batu Apung -115+60 Mesh

Kadar asam lemak bebas yang terdapat pada VCO pada penambahan batu apung dengan ukuran -115+60 mesh yaitu untuk temperatur 50oC berkisar antara 0,0307-0,0563 %, untuk temperatur 60oC berkisar antara 0,0768-0,0969 % dan untuk ukuran temperatur 70oC berkisar antara 0,2765-0,3482 %. Pada gambar 4.1dapat diketahui bahwa kadar asam lemak bebas CPO maksimal terdapat pada temperatur 70oC dengan konsentrasi/ jumlah batu apung 3% yaitu sebesar 0,3482 %. Sedangkan kadar asam lemak bebas CPO minimal terdapat pada temperatur 50oC dengan konsentrasi/jumlah batu apung 1% yaitu sebesar 0,0307 %.

Ini menunjukkan bahwa semakin tingginya temperatur pemanasan, kadar asam lemak bebas pada VCO semakin besar. Hal ini disebabkan daya serap batu apung akan semakin reaktif. Begitu juga dengan semakin besar jumlah pemucat yang digunakan, maka kadar asam lemak bebas pada VCO semakin besar pula.

.

Gambar 4.2. Hubungan temperatur pemanasan terhadap asam lemak bebas

pada ukuran batu apung -60+32 Mesh

Kadar asam lemak bebas yang terdapat pada VCO pada penambahan batu apung dengan ukuran -60+32 mesh yaitu untuk temperatur 50oC berkisar antara 0,0350-0,0768%, untuk temperatur 60oC berkisar antara 0,1920-0,2428 % dan untuk ukuran temperatur 70oC berkisar antara 0,3174-0,3789 %. Pada gambar 4.2 dapat diketahui bahwa kadar asam lemak bebas CPO maksimal terdapat pada temperatur 70oC dengan konsentrasi/ jumlah batu apung 3% yaitu sebesar

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0 50 60 70 80 Ka da r A sa m Le m ak B eb as , % Temperatur, oC -115+60 Mesh 1% 2% 3% 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0 50 60 70 80 Ka da r A sa m Le m ak B eb as , % Temperatur, oC -60+32 Mesh 1% 2% 3%

(5)

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,45 0,5 0 50 60 70 80 Ka da r A sa m Le m ak B eb as , % Temperatur, oC 32 Mesh 1% 2% 3% 0,3789%. Sedangkan kadar asam lemak bebas CPO minimal terdapat pada temperatur 50oC dengan konsentrasi/ jumlah batu apung 1% yaitu sebesar 0,0350%.

Gambar 4.3. Hubungan temperatur pemanasan terhadap asam lemak bebas

pada ukuran batu apung 32 Mesh

Kadar asam lemak bebas yang terdapat pada VCO pada penambahan batu apung dengan ukuran 32 mesh yaitu untuk temperatur 50oC berkisar antara 0,0457-0,0809 %, untuk temperatur 60oC berkisar antara 0,3131-0,3759 % dan untuk ukuran temperature 70oC berkisar antara 0,4205-0,4581%. Pada gambar 4.3 dapat diketahui bahwa kadar asam lemak bebas CPO maksimal terdapat pada temperatur 70oC dengan konsentrasi/ jumlah batu apung 3% yaitu sebesar 0,4581%. Sedangkan kadar asam lemak bebas CPO minimal terdapat pada temperatur 50oC dengan konsentrasi/ jumlah batu apung 1% yaitu sebesar 0,0457 %. Sedangkan kadar asam lemak bebas CPO minimum terdapat pada penambahan batu apung sebesar 1% dengan ukuran -115+60 mesh pada temperature 50oC yaitu 0,0307%.

Kadar asam lemak bebas menurut standar mutu Special Prime Bleach Crude Palm Oil sebesar 1-2%. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa CPO mempunyai kadar asam lemak maksimal yaitu 0,4581%. Jadi CPO ini telah memenuhi standar mutu SPB.

4.2. Kandungan Karoten

Hasil kandungan karoten (ppm) dengan penambahan jumlah batu apung pada temperatur 50oC,

60oC dan 70oC dan ukuran batu apung -115+60 mesh, -60+32 mesh, 32 mesh dapat dilihat pada gambar berikut ini. :

Gambar 4.4. Pengaruh temperatur pemanasan terhadap konsentrasi karoten

pada jumlah pumice 1%

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa pengaruh jumlah batu apung terhadap konsentrasi karoten sebesar 1%, penyerapan terendah terdapat pada temperature 70oC dengan ukuran 32 mesh yaitu sebesar 129,584 ppm, sedangkan penyerapan tertinggi terdapat pada temperature 60oC dengan ukuran -115+60 mesh yaitu sebesar 699,266 ppm.

Gambar 4.5. Pengaruh temperatur pemanasan terhadap konsentrasi karoten

pada jumlah pumice 2%

Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa pengaruh jumlah batu apung terhadap konsentrasi karoten sebesar 2%, penyerapan terendah terdapat pada temperature 70oC dengan ukuran -60+32 mesh yaitu sebesar 112,470 ppm, sedangkan penyerapan tertinggi terdapat pada

0 100 200 300 400 500 600 700 800 0 50 60 70 4 Ko ne nt ra si, p pm Temperatur,oC n = 1 % -115+60 -60+32 32 0 100 200 300 400 500 600 50 60 70 80 Ko ns en tr as i k ar ot en , p pm Temperatur, oC n = 2% -115+60 mesh -60+32 mesh 32 mesh

(6)

temperature 50oC dengan ukuran -115+60 mesh yaitu sebesar 547,678 ppm.

Gambar 4.6. Pengaruh temperatur pemanasan terhadap konsentrasi karoten

pada jumlah pumice 3%

Dari gambar 4.6 dapat dilihat bahwa pengaruh jumlah batu apung terhadap konsentrasi karoten sebesar 3%, penyerapan terendah terdapat pada temperature 70oC dengan ukuran -60+32 mesh yaitu sebesar 132,030 ppm, sedangkan penyerapan tertinggi terdapat pada temperature 50oC dengan ukuran -115+60 mesh yaitu sebesar 503,667 ppm.

Gambar 4.7 Pengaruh temperatur pemanasan terhadap konsentrasi karoten

pada ukuran pumice -115+60 mesh

Dari Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa pengaruh ukuran batu apung terhadap konsentrasi karoten pada ukuran -115+60 mesh, penyerapan terendah terdapat pada temperature 70oC dengan jumlah pumice 3% yaitu sebesar 141,809 ppm, sedangkan penyerapan tertinggi terdapat pada temperature 60oC dengan jumlah pumice 1% yaitu sebesar 699,266 ppm.

Gambar 4.8 Pengaruh temperatur pemanasan terhadap konsentrasi karoten

pada ukuran fumace -60+32 mesh

Dari Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa pengaruh ukuran batu apung terhadap konsentrasi karoten pada ukuran -60+32 mesh, penyerapan terendah terdapat pada temperature 70oC dengan jumlah pumice 2% yaitu sebesar 112,470 ppm, sedangkan penyerapan tertinggi terdapat pada temperature 60oC dengan ukuran jumlah pumice 1% yaitu sebesar 533,007 ppm.

Gambar 4.9 Pengaruh temperatur pemanasan terhadap konsentrasi karoten

pada ukuran pumice 32 mesh

Dari Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa pengaruh ukuran batu apung terhadap konsentrasi karoten pada ukuran 32 mesh, penyerapan terendah terdapat pada temperature 70oC dengan jumlah pumice 1% yaitu sebesar 129,584 ppm, sedangkan penyerapan tertinggi terdapat pada temperature 60oC dengan ukuran konsentrasi 1% yaitu sebesar 493,887 ppm.

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 0 50 60 70 80 Ko ns en tra si ka ro te n, p pm Temperatur,oC n = 3% -115+60 mesh -60+32 mesh 32 mesh 0 100 200 300 400 500 600 700 800 0 50 60 70 80 Ko ns en tr as i k ar ot en , p pm Temperatur,oC -115+60 mesh 1% 2% 3% 0 100 200 300 400 500 600 0 50 60 70 80 Ko ns en tr as i k ar ot en , p pm Temperatur oC -60+32 mesh 1% 2% 3% 0 100 200 300 400 500 600 0 50 60 70 80 Ko ns en tr as i k ar ot en , p pm Temperatur oC 32 mesh 1% 2% 3%

(7)

Pada keenam gambar diatas diketahui bahwa temperatur sangat berpengaruh terhadap penyerapan karoten pada CPO. Semakin tinggi temperatur pemanasan, maka semakin kecil jumlah karoten yang ikut teradsorbsi oleh batu apung. Penurunan daya serap ini terjadi karena suhu pemanasan yang tinggi pada proses pemucatan minyak dapat menyebabkan minyak teroksidasi.

Konsentrasi karoten yang dapat diserap akan semakin besar dengan semakin kecilnya ukuran batu apung yang digunakan. Hal ini disebabkan karena luas permukaan tempat berlangsungnya proses adsorbsi semakin besar sehingga proses adsorbsi berlangsung baik.

Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi karoten maksimal CPO terdapat pada penambahan batu apung sebesar 1% dengan ukuran -115+60 mesh pada temperatur 60oC yaitu 699,266 ppm. Sedangkan konsentrasi karoten minimal CPO terdapat pada penambahan batu apung 2% dengan ukuran 32 mesh pada temperatur 70 oC yaitu 112,470 ppm.

V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitan dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1) Batu apung dapat digunakan sebagai adsorbent untuk pemucatan Crude Palm Oil karena mempunyai permukaan yang luas dengan pori-porinya berukuran molekul sehingga dapat menurunkan kadar asam lemak bebas dan menyerap kandungan karoten CPO.

2) Penurunan asam lemak bebas maksimal pada CPO terdapat pada penambahan batu apung sebesar 1% dari volume CPO dengan ukuran -115+60 mesh pada temperatur 50oC yaitu sebesar 0,0307%.

3) Penyerapan kandungan karoten maksimal terdapat pada penambahan batu apung sebesar 1% dari volume CPO dengan ukuran -115+60 mesh pada temperatur 60oC yaitu sebesar 699,266 ppm dari konsentrasi 4.607,408 ppm menjadi 3.908,142 ppm.

5.2. Saran

1) Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan variasi variable waktu, temperatur dan jumlah batu apung yang berbeda untuk menghasilkan CPO yang kualitasnya lebih baik.

2) Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memanfaatkan karoten yang terserap pada proses pemucatan Crude Palm Oil.

3) Perlunya penerapan aplikasi batu apung untuk pengolahan minyak goreng bekas.

DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Syamsul. 2006. “Pemanfaatan Batu Apung sebagai Bahan Pemucat terhadap Kualitas Minyak Kelapa Sawit Mentah”. Jurnal Dinamika Penelitian BIP., 17(29): 42-47. Balai Riset dan Standarisasi Industri Palembang.

Hasanuddin, A. 2001. “ Kajian Teknologi Pengolahan Minyak Sawit Mentah “. Makalah Falsafah Sains (PPs 702). Program Pasca Sarjana/S3. Institut Pertanian Bogor.

Internet situs Deprin tentang Pumice. Diakses pada 25 Maret 2008 dari (http://www.deprin.go.id)

Ketaren. 1986. “ Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak pangan “. Universitas Indonesia Jakarta.

Maksi (a). 2007. “ Botani Tanaman Kelapa Sawit”. Diakses pada 24 Maret 2008 dari(http://seafast.ipb.ac.id/maksiindex.ph p?option=com.content&task=view&id=43 &itemid=2.

Maksi (b). 2007.” Produk Kelapa Sawit”. Diakses pada 24 Maret 2008 dari (http://seafast.ipb.ac.id/maksiindex.php?o ption=com.content&task=view&id=43&it emid=2.

Pramudono, Bambang.1997. Kemungkinan Batu Apung sebagai Adsorben Ion-ion Logam Berat. “Reaktor Edisi X”. Universitas Diponegoro.

Gambar

Gambar 4.2. Hubungan temperatur  pemanasan terhadap asam lemak bebas
Gambar 4.4. Pengaruh temperatur  pemanasan terhadap konsentrasi karoten
Gambar 4.7  Pengaruh temperatur pemanasan  terhadap konsentrasi karoten

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa potensi pengembangan wilayah berdasarkan unggulan sub sektor tanaman hortikul- tura diindikasikan bahwa komoditas yang

Limbah cair domestik atau air limbah rumah tangga merupakan buangan.. manusia (tinja dan air seni) dan sullage, yaitu air limbah yang dihasilkan

Target masyarakat yang menjadi sasaran dalam program pelatihan pembuatan silase dari jerami dan sekam padi sebagai pakan ternak ini sejumlah 50 orang yang terdiri

Tidak terdapat interaksi antara level bakteri Lactobacillus plantarum dengan lama inkubasi terhadap nilai warna, aroma, citarasa asam dan kesukaan pada daging iris fermentasi..

Dalam penelitian ini analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap praktik pencegahan penularan TB paru dalam keluarga di

terpenuhi dari syarat murabahah yaitu tidak memberitahu biaya modal suatu barang melainkan tergantung kepada kebutuhan nasabah bukan dari pengeluaran pembelian suatu

Asam lemak sebagai asam karboksilat hasil dari proses hidrolisis yang akan direaksikan dengan geraniol sebagai alkohol kemudian digunakan sebagai bahan dasar proses