• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1.1 Pembelajaran Matematika

2.1.1.1 Pengertian Matematika

Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2013:1), matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Sedangkan menurut Johnson dan Myklebust dalam Wahyudi dan Budiono (2012:6), matematika adalah simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan yaitu menunjukan kemampuan strategi dalam merumuskan, menafsirkan dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah, sedangkan fungsi teoritisnya untuk memudahkan berfikir.

Selain itu, menurut Dimyati dalam B.Uno (2008:126), matematika merupakan salah satu jenis dari enam materi ilmu. Keenam jenis materi ilmu antara lain matematika, fisika, biologi, psikologi, ilmu-ilmu sosial, dan linguistik. Istilah lain dari keenam materi ilmu tersebut dikonotasikan sebagai ide abstrak, benda fisik, jasad hidup, gejala rohani, peristiwa sosial, dan proses tanda. Kedudukan matematika sebagai salah satu jenis materi ilmu yang dipelajarai di lembaga pendidikan. B.Uno (2008:129-130) mendefinisikan matematika sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkanberbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis. Sedangkan menurut Hudoyo dalam Wahyudi dan Kriswandani (2013:9), matematika berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Matematika merupakan

(2)

pengetahuan yang disusun secara deduktif dan digunakan untuk mendidik dan melatih untuk berpikir secara logik.

Berdasarkan paparan pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu deduktif dengan konsep yang abstrak yang dapat digunakan sebagai alat pikir logis untuk memudahkan berfikir.

2.1.1.2 Pembelajaran Matematika

Menurut Susanto (2013:186), pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang mengandung dua jenis kegiatan yang tidak terpisahkan. Kegiatan tersebut adalah belajar dan mengajar. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara siswa dengan guru, antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan lingkungan di saat pembelajaran matematika sedang berlangsung. Sedangkan menurut Soviawati (2011), pembelajaran matematika adalah usaha sadar guru untuk membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik serta membantu siswa dalam belajar matematika agar tercipta komunikasi matematika yang baik sehingga matematika itu lebih mudah dipelajari dan lebih menarik. Selama proses pembelajaran matematika berlangsung guru dituntut untuk dapat mengaktifkan siswanya.

Berdasarkan paparan pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah aktivitas belajar mengajar aktif yang dilakukan oleh gurudalam membantu siswa untuk mengembangkan kreativitas berpikir serta meningkatkan komunikasi matematika terhadap materi matematika.

(3)

2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika

Menurut Susanto (2013:189-190), tujuan dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pembelajaran matematika sebagai berikut: 1. Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian,

pembagian beserta operasi campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan.

2. Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan volume. 3. Menentukan sifat simetri, kesebangunan, dan sistem koordinat.

4. Menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan antarsatuan, dan penaksiran pengukuran.

5. Menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti: ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan, dan menyajikannya.

6. Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengkomunikasikan gagasan secara matematika.

Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritme.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

(4)

2.1.2 Hasil Belajar

2.1.2.1 Pengertian Hasil Belajar

Menurut Majid (2014:28), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi, yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Selain itu menurut Susanto (2013:5), hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Sedangkan menurut Rusman (2012:123), hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar tidak hanya penguasaan konsep teori mata pelajaran saja, tapi juga penguasaan kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat-bakat, penyesuaian soal, macam-macam keterampilan, cita-cita, keinginan dan harapan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tujuan akhir dari suatu proses pembelajaran. Hasil belajar dapat berupa kemampuan aktual yang diukur secara langsung, dan bertujuan mengetahui ketercapaian pembelajaran yang telah dilakukan.

2.1.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Wasliman dalam Susanto (2013:12), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Secara rinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal sebagai berikut :

1. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi kecerdasan, minat, dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.

(5)

2. Faktor Eksternal

Faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaansehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik. Sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa. Kualitas pengajaran di sekolah sangat ditentukan oleh guru. Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Berdasarkan pendapat ini dapat ditegaskan bahwa salah satu faktor eksternal yang sangat berperan mempengaruhi hasil belajar siswa adalah guru. Guru dalam proses pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Peran guru, apalagi untuk siswa pada usia sekolah dasar, tak mungkin dapat digantikan oleh perangkat lain, seperti : televisi, radio, dan komputer. Sebab, siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa (Susanto, 2013:13)

Sedangkan menurut Munadi dalam Rusman (2012:124), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi faktor internal dan eksternal, yaitu : 1. Faktor Internal

a. Faktor Fisiologis

Secara umum kondisi fisiologis, seperti kondisi kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran.

b. Faktor Psikologis

Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil

(6)

belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa.

2. Faktor Eksternal a. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban, dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruang yang memiliki ventilasi udara yang kurang tentunya akan berbeda suasana belajarnya dengan yang belajar di pagi hari yang udaranya masih segar dan di ruang yang cukup mendukung untuk bernafas lega.

b. Faktor Instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana, dan guru.

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang muncul dari dalam diri peserta didik, misalnya:tubuh yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, kecerdasan, minat, dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang muncul dari luar diri peserta didik, misalnya: keluarga, sekolah (guru, sarana prasarana) dan masyarakat.

2.1.2.3 Ranah dalam Hasil Belajar

Menurut Sudjana (2012:22), dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.

(7)

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 3. Ranah psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar keteramilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni : gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif.

Sedangkan menurut Bloom dalam Rusman (2012:125), hasil belajar dapat diklasifikasikan ke dalam tiga ranah (domain), yaitu :

1. Domain kognitif, berkenaan dengan kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual berpikir

2. Domain afektif, berkenaan dengan sikap, kemampuan dan penguasaan segi-segi emosional, yaitu perasaan, sikap, dan nilai

3. Domain psikomotor, berkenaan dengan suatu keterampilan-keterampilan atau gerakan-gerakan fisik

Lebih lanjut Bloom dalam Rusman (2012:126) menjelaskan bahwa “Domain kognitif terdiri atas enam kategori” yaitu :

1. Pengetahuan (knowledge), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, prinsip, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya

2. Pemahaman (comprehension), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkan tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan lagi menjadi tiga yaitu menerjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi

(8)

3. Penerapan (aplication), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret

4. Analisis (analysis), yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur atau komponen pembentukannya. Kemampuan analisis dikelompokkan menjadi tiga yaitu analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi

5. Sintesis (synthesis) yaitu, jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme

6. Evaluasi (evaluation) yaitu, jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria tertentu.

Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar terbagi menjadi tiga ranah yaitu kognitif atau kemampuan intelektual, afektif atau sikap siswa dan psikomotor atau keterampilan siswa. Penelitian ini terfokus pada hasil belajar dalam ranah kognitif.

2.1.3 Model Problem Based Learning (PBL) 2.1.3.1 Pengertian Model PBL

Menurut Maricopa Community Colleges, centre for Learning and Instruction dalam Huda (2013:272), PBL merupakan kurikulum sekaligus proses. Kurikulum meliputi masalah-masalah yang dipilih dan dirancang dengan cermat yang menuntut upaya kritis siswa untuk memperoleh pengetahuan, menyelesaikan masalah, belajar secara mandiri, dan memiliki skill partisipasi yang baik. Selain itu, menurut Duch dalam Shoimin (2014:130), Problem Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk

(9)

para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan.

2.1.3.2 Kelebihan dan Kelemahan Model PBL

Adapun beberapa kelebihan dari model PBL menurut Shoimin (2014:132) yaitu :

1. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata

2. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar

3. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi

4. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok

5. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi

6. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri.

7. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka

8. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelopok dalam bentuk peer teaching

Selain kelebihan, terdapat juga kelemahan model pembelajaran ini, yaitu : 1. Pembelajaran berbasis masalah (PBM) tidak dapat diterapkan untuk setiap

materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah

2. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

(10)

2.1.3.3 Langkah-Langkah Model PBL

Langkah-langkah Model PBL menurut Shoimin (2014:131) antara lain:

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Motivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih

2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menerapkan topik, tugas, jadwal)

3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, dan pemecahan masalah.

4. Guru membantu siswa dalam merencanakan serta menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagai tugas dengan temannya.

5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

Langkah-langkah Model Pembelajaran PBL menurut Hosnan (2014:301) antara lain :

1. Orientasi siswa pada masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih

2. Mengorganisasi siswa untuk belajar. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

3. Membimbing penyelidikan individual dan kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa

merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model serta membantu berbagai tugas dengan temannya

(11)

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan

Berdasarkan dua pendapat diatas peneliti menggunakan tahap pembelajaran PBL yang akan dilakukan dalam penelitian ini menurut Hosnan. Secara ringkas, kegiatan pembelajaran melalui PBL dalam tahapan-tahapan atau sintaks akan disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2.1

Sintaks atau Langkah-Langkah Model PBL

Tahap Aktivitas Guru dan Peserta Didik Tahap 1

Mengorientasikan peserta didik terhadap masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau ditentukan

Tahap 2

Mengorganisasi peserta didik untuk belajar

Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual dan kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yag sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah

Tahap 4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model

Tahap 5

Menganilisis dan mengevaluasi

Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan

(12)

proses pemecahan

Huda (2013:271) menyatakan bahwa model yang termasuk dalam pendekatan berbasis masalah adalah antara lain: 1) Problem Based Learning, 2) Problem Solving Learning. 3) Problem Posing Learning, 4) Open Ended Learning, 5) Problem Prompting Learning, 6) SAVI, 7) VAK, 8) AIR, 9) Group Investigation, 10) Mean-Ends Analysis, 11) Creative Problem Solving, 12) Dooble-Loop Problem Solving, 13) Scramble, 14) Mind Map, 15) Generative, 16) Circuit Learning, 17) Complete Sentense, 18) Concept Sentense dan 19) Treffinger.

2.1.4 Model Problem Based Learning Tipe Problem Posing

2.1.4.1 Pengertian Model Problem Based Learning Tipe Problem Posing Model Problem Based Learning tipe Problem Posing merupakan istilah yang pertama kali dikembangkan oleh ahli pendidikan asal Brasil, Paulo Freire dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed (1970). Model Problem Based Learning tipe Problem Posing merujuk pada strategi pembelajaran yang menekankan pemikiran kritis demi tujuan pembebasan. Sebagai strategi pembelajaran, Model Problem Based Learning tipe Problem Posing melibatkan tiga keterampilan dasar, yaitu menyimak (listening), berdialog (dialogue), dan tindakan (action).

Menurut Shoimin (2014:133), Model Problem Based Learning tipe Problem Posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana. Dalam Model Problem Based Learning tipe Problem Posing, siswa tidak hanya diminta untuk membuat soal atau mengajukan suatu pertanyaan, tetapi mencari penyelesaiannya. Penyelesaian dari soal yang mereka buat bisa dikerjakan sendiri, meminta tolong teman, atau dikerjakan secara kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Harisantoso dalam Shoimin (2014:134) yang menyatakan bahwa pengajuan soal juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif secara mental, fisik, dan sosial, di samping

(13)

memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menyelidiki dan membuat jawaban yang divergen (mempunyai lebih dari satu jawaban).

Menurut Slameto (2015:407), Model Problem Based Learning tipe Problem Posing yaitu pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga mudah dipahami. Lebih lanjut, Guntara (2014) menyatakan bahwa Model Problem Based Learning tipe Problem Posing merupakan model pembelajaran yang mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-pertanyaan yang sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa Model Problem Based Learning tipe Problem Posing adalah model pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk menyusun soal serta penyelesaiannya setelah melalui proses pembelajaran.

2.1.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning Tipe Problem Posing

Adapun beberapa kelebihan dari model pembelajaran ini menurut Shoimin (2014:135) yaitu :

1. Mendidik murid berpikir kritis 2. Siswa aktif dalam pembelajaran

3. Perbedaan pendapat antara siswa dapat diketahui sehingga mudah diarahkan pada diskusi yang sehat

4. Belajar menganalisis suatu masalah 5. Mendidik anak percaya pada diri sendiri.

Selain kelebihan juga terdapat kelemahan dari model pembelajaran ini, yaitu : 1. Memerlukan waktu yang cukup banyak

2. Tidak bisa digunakan di kelas rendah 3. Tidak semua anak didik terampil bertanya.

(14)

2.1.4.3 Langkah-Langkah Model Problem Based Learning Tipe Problem Posing

Langkah-langkah Model Problem Based Learning tipe Problem Posing menurut Shoimin (2014:134) antara lain :

1. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.

2. Guru memberikan latihan soal secukupnya

3. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.

4. Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa

5. Guru memberikan tugas rumah secara individual.

Langkah-langkah Model Problem Based Learning tipe Problem Posing menurut Guntara (2014) antara lain :

1. Membuka kegiatan pembelajaran 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran

3. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa 4. Guru memberikan latihan soal secukupnya

5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas

6. Guru membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen, tiap kelopok terdiri atas 4-5 siswa

7. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal berdasarkan informasi yang diberikan guru, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Kemudian soal-soal tersebut dipecahkan oleh kelompok-kelompok lain

8. Guru memberikan tugas rumah secara individu sebagai penguatan 9. Guru menutup kegiatan pembelajaran

(15)

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan acuan yang dapat berupa teori atau temuan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Penelitian yang sebelumnya dapat dijadikan sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Berikut merupakan beberapa penilitian yang relevan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini.

Lilik Puspitasari (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Posing Terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Himpunan Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Kampak Trenggalek Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014” menyatakan bahwa ada pengaruh model pembelajaran problem posing terhadap hasil belajar matematika materi himpunan pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kampak Treggalek semester genap tahun pelajaran 3013/2014, yang terbukti dari data Mean = 78,75; Median = 80; Modus = 90 dengan pengaruh sebesar 18,42%.

Wayan Guntara (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Posing Terhadap Hasil Belajar Matematika Di SD Negeri Kalibukbuk” menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis data terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran problem posing dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran langsung dengan nilai thitung sebesar 60,5 dan ttabel = 2,021 pada taraf signifikansi 5%, yang berarti thitung> ttabel

sehingga dapat dikatakan bahwa kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model problem posing lebih baik dibandingkan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pengajaran langsung.

Kadir (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Implementasi Pendekatan Pembelajaran Problem Posing dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Matematika” di MTs Negeri 22 Kampus B Munjul Jakarta Timur, menyatakan bahwa hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan aritmetika sosial yang diajar menggunakan pendekatan problem posing lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan pendekatan

(16)

konvensional. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diberi pendekatan problem posing sebesar 71,20 lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diberi pendekatan konvensional sebesar 61,60. Dengan demikian pendekatan problem posing berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar matematika

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran matematika hendaknya guru menggunakan model pembelajaran yang mampu membentuk siswa untuk dapat aktif dan melatih siswa untuk berpikir mendalam dengan cara pelatihan menyusunan pertanyaan sehingga akan berpengaruh terhadap hasil belajar matematika. Dengan demikian peneliti merumuskan penelitian Pengaruh Model Problem Based Learning Tipe Problem Posing Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus Imam Bonjol Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016.

2.3 Kerangka Berpikir

Kondisi awal pembelajaran matematika yang ada di sekolah dasar adalah anggapan para siswa tentang pembelajaran matematika yang suliti. Siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan dan menyelesaikan soal-soal matematika, guru hanya mengajar, menjelaskan, memberi contoh, memberi PR. Bahkan jarang sekali guru mengajak diskusi siswa tentang materi yang disampaikan. Biasanya, hanya terdapat beberapa siswa yang memahami penjelasan guru sedangkan lainnya tidak memahaminya dan siswa yang tidak memahami penjelasan guru umumnya dikarenakan ketidakberanian siswa dalam bertanya yang berakibat pada hasil belajar matematika yang tidak rendah.

Pembelajaran matematika memerlukan perbaikan yang mampu memfasilitasi siswa untuk dapat memahami materi matematika dengan lebih mendalam agar hasil belajar matematika meningkat, maka penelitian ini mencoba mengeksperimenkan model pembelajaran yang menekankan pada kemampuan penyusunan pertanyaan oleh siswa dan penyelesaiannya, yaitu dengan menggunakan model Problem Based Learning tipe Problem Posing. Model Problem Posing adalah pembelajaran yang menekankan kepada siswa untuk

(17)

membentuk/mengajukan soal berdasarkan informasi atau situasi yang diberikan. Informasi yang ada diolah dalam pikiran dan setelah dipahami maka peserta didik akan bisa mengajukan pertanyaan. Kemampuan siswa dalam mengajukan pertanyaan akan menjadi indikator bahwa siswa telah memahami materi yang diberikan guru sehingga akibatnya adalah hasil belajar akan meningkat.

Penelitian ini menggunakan dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Kedua kelas tersebut akan diberi perlakuan yang berbeda, pada kelas kontrol akan diberi perlakuan dengan model pembelajaran konvensional sedangkan untuk kelas eksperimen akan diberi perlakuan menggunakan model Problem Based Learnig tipe Problem Posing. Hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen akan dibandingkan. Penggunaan pendekatan ini, diharapkan memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian diatas, adapun bagan kerangka berpikir dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka dapat dirumuskan suatu hipotesis dalam penelitian ini yaitu “ada pengaruh Model Problem Based Learning tipe Problem Posing Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Gugus Imam Bonjol Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016.

Hasil Belajar Problem Based

Learning tipe Problem Posing

Gambar

Gambar 2.1  Paradigma Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang bahwa, keberatan pembanding dalam memori bandingnya tidak dapat dipertimbangkan karena meskipun Termohon tidak mengajukan rekonpensi mengenai

Jika mengutip dari artikel yang tidak ada nama penulisnya, 1 atau 2 kata pertama dari judul artikel dituliskan sebagai sumber dengan diberi tanpa kutip di awal dan di akhir judul.. In

Selain Instagram, Sha’an d’Anthes juga menggunakan media Tumblr sebagai sarana untuk berinteraksi dengan pengikut dan para netizen.. Tumblr yang dapat diakses melalui

Percepatan pembangunan infrastruktur di daerah pesisir, terpencil dan pulau-pulau kecil untuk meningkatkan aksesibilitas serta mendukung pengembangan pariwisata daerah

Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang.. Hewan dan manusia

Untuk mengetahui apakah produk, pelayanan dan lokasi berpengaruh secara simultan terhadap kepuasan nasabah di Bank Syariah Mandiri Purwokerto2. Untuk mengetahui

(2) Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Gubernur yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisa Kesesuaian Vegetasi Ruang Terbuka Hijau Kota Jombang bukan karya orang lain, baik