9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KERANGKA TEORI
1. Tinjauan Umum Tentang Kontrak a. Pengertian Kontrak
Kontrak atau perikatan adalah suatu hubungan antara dua pihak atau lebih, dimana terhadapnya hukum meletakkan hak pada satu pihak, dan meletakkan kewajiban pada pihak lainnya. Apabila satu pihak tidak mengindahan atau melanggar hubungan hukum tersebut maka hukum memaksakan supaya hubungan tersebut dipenuhi atau dipulihkan kembali. Sementara apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, maka hukum memaksakan agar kewajiban tersebut dipenuhi1.
Pasal 1313 KUHPerdata memuat pengertian yuridis kontrak, yaitu “suatu
perbuatan dengan mana satu atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Pengertian kontrak menurut pasal 1313 KUHPerdata tersebut tidak
lengkap, karena hanya mencakup kontrak sepihak, yaitu satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih, sedangkan satu orang lainnya atau lebih itu tidak diharuskan mengikatkan diri kepada pihak pertama. Jadi, pengertian kontrak tersebut tidak mengatur kontrak yang dalam kontrak itu kedua pihak saling mempunyai prestasi secara timbal balik. Selain itu, pengertian kontrak menurut pasal 1313 KUHPerdata juga terlalu luas, karen dapat mencakup perbuatan hukum dalam lapangan hukum keluarga.
1 Tami Rusli, Hukum Perjanjian Yang Berkembang Di Indonesia, Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja (Aura) Printing & Publishing, 2012, Hlm.1.
10
Kontrak adalah satu dari beberapa sumber hukum perikatan dalam konteks ini adalah sumber hukum perikatan dalam arti formil yang diatur dalam Buku III Titel Kedua. Selain kontrak, sumber hukum perikatan lainnya adalah undang-undang, putusan hakim (yurisprudensi), hukum tidak tertulis, dan doktrin hukum. Buku III KUHPerdata tidak memberikan pengertian perikatan secara tegas dan konkrit, namun berdasarkan penafsiran sistematis dan teleologis terhadap pasal-pasal yang relevan dalam Buku III KUHPerdata dapat dipahami dalam perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara 2 (dua) subjek hukum atau lebih, yang terletak dalam lapangan harta kekayaan, yang di dalamnya satu pihak mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi, dalam wujud memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
Pada ketentuan umum mengenai perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata, suatu perjanjian tidak diharuskan untuk dibuat secara tertulis, kecuali untuk perjanjian-perjanjian tertentu yang secara khusus di syaratkan adanya formalitas ataupun perbuaan fisik tertentu.
2. Asas Hukum Kontrak a. Asas Konsensualisme
Dalam membuat kontrak atau perjanjian harus didasarkan pada konsensualisme atau kesepakatan dari pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dengan adanya asas konsensualisme, perjanjian dikatakan telah lahir jika ada kata sepakat atau persesuaian kehendak diantara para pihak yang membuat perjanjian. Menyimak rumusan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa “semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dalam asas ini terkandung kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan di antara para pihak terhadap
11
pemenuhan perjanjian. Asas konsensualisme yang terkandung dalam pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata yang mengharuskan adanya kata sepakat di antara para pihak yang membuat kontrak. Berdasarkan asas konsensualisme bahwa sumber kewajiban kontraktual adalah bertemunya kehendak para pihak yang membuat kontrak.
Dalam pasal 1320 KUHPerdata ditentukan adanya persesuaian kehendak sebagai inti dari hukum kontrak.2 Hal ini tersimpul dari kesepakatan para pihak, namun demikian pada situasi tertentu terdapat perjanjian yang tidak mencerminkan wujud kesepakatan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan adanya cacat kehendak yang memengaruhi timbulnya perjanjian. Cacat kehendak meliputi tiga hal, yaitu:
1) Kesesatan atau dwaling. 2) Penipuan atau bedrog. 3) Paksaan atau dwang.
Dengan demikian, asas konsensualisme sebagaimana tersimpul dari ketentuan pasal 1320 KUHPerdata angka 1 menyatakan bahwa perjanjian itu telah lahir cukup dengan adanya kata sepakat. Apabila kata sepakat yang diberikan para pihak tidak berada dalam kerangka yang sebenarnya atau cacat kehendak, maka hal ini akan mengancam eksistensi kontrak itu sendiri. Sehingga memunculkan pemahaman terhadap asas konsensualisme tidak terpaku sekedar mendasarkan pada kata sepakat saja, tetapi syarat-syarat lain dalam pasal 1320 KUHPerdata telah terpenuhi sehingga kontrak tersebut menjadi sah.
Asas konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat dalam pasal 1338 (1) KUHPerdata. Subekti menyatakan asas konsensualisme yang terdapat dalam pasal
2
Djasadin Saragih, sekilas perbandingan hukum kontrak civil law dan common law, lokakarya ELIPS Projects-Materi Perbandingan Hukum Perjanjian, kerjasama FH Unair dengan FH UI, Hotel Sahid Surabaya, 1993, hlm.5.
12
1320 jo 1338 KUHPerdata. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan mengakibatkan perjanjian itu tidak sah dan juga tidak mengikat sebagai undang-undang.
b. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas Kebebasan Berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian. b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun.
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanan, dan persyaratannya dan d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
e. Menerima atau menyimpangi ketentuan-ketentuan undang-undang yang bersifat opsional.
Asas kebebasan berkontrak mempunyai pengaruh dalam hubungan kontraktual para pihak. Selain dibatasi oleh ketentuan normatif dalam pasal 1338 KUHPerdata, kebebasan berkontrak juga dibatasi oleh ketentuan limitatif dalam Pasal 1337 KUHPerdata, karena pasal ini melarang kontrak yang substansinya bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Jadi, setiap kontrak yang disepakati tetap sah apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan. Asas kebebasan berkontrak membebaskan para pihak menentukan apa saja yang ingin mereka perjanjikan sekaligus menentukan apa saja yang tidak dikehendaki untuk mencantumkan dalam kontrak. Namun asas kebebasan berkontrak tidak berarti
13
bebas tanpa batas, karena negara harus intervensi untuk melindungi pihak yang lemah secara sosial dan ekonomi atau untuk melindungi ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan.3
Penerapan asas kebebasan berkontrak sebagaimana tersimpul dalam pasal 1338 (1) KUHPerdata harus dikaitkan dengan pemahaman pasal-pasal yang lain yaitu:
1) Pasal 1320 KUHPerdata, mengenai syarat sahnya perjanjian.
2) Pasal 1335 KUHPerdata, mengenai pelarangan dibuatnya kontrak tanpa causa yang terlarang, dengan konsekuensi tidaklah mempunyai kekuatan. 3) Pasal 1337 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah
terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.
4) Pasal 1338 KUHPerdata, yang menetapkan bahwa kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik.
5) Pasal 1339 KUHPerdata, menunjuk terkaitnya perjanjian kepada sifat, kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.
6) Pasal 1347 KUHPerdata mengatur mengenai hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya disetujui untuk secara diam-diam dimasukkan dalam kontrak.
Mengacu pada rumusan pasal 1338 (1) KUHPerdata maka penerapan asas kebebasan berkontrak perlu dibingkai oleh rambu-rambu hukum lainnya. Hal ini berarti para pihak yang membuat kontrak harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
3
Muhamad Syaifuddin, Hukum Kontrak (Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatif dan Praktik Hukum (Seri Pengayaan Hukum Perikatan )), Bandung: Mandar Maju, 2012. hlm. 89.
14
1) Memenuhi syarat sahnya kontrak,
2) Untuk mencapai tujuan para pihak, kontrak harus mempunyai kausa, 3) Tidak mengandung kausa palsu atau dilarang undang-undang,
4) Tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, kesusilaan dan ketertiban umum,
5) Harus dilaksanakan dengan itikad baik.
c. Asas Kekuatan Mengikat Kontrak (Asas Pacta Sunt Servanda)
Asas pacta sunt servanda dapat dicermati dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata “suatu kontrak yang dibuat sesuai dengan undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dalam pasal ini menjelaskan bahwa setiap subjek hukum
(orang atau badan hukum) dan subjek hukum yang lain dapat melakukan perbuatan hukum seolah-olah pembentuk undang-undang dengan menggunakan kontrak. Sehingga semua subjek hukum dapat membuat kontrak sebagaimana halnya pembentukan undang-undang.
Para pihak yang membuat kontrak secara otonom mengatur pola dan substansi hubungan hukum kontraktual di antara mereka. Ketentuan mengikat kontrak yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata mempunyai daya berlaku sepertihalnya undang-undang yang dibentuk, sehingga harus ditaati oleh para pihak yang membuat kontrak. Bahkan, jika perlu dapat menggunakan upaya paksa dengan bantuan sarana penegak hukum (hakim, juru sita) melalui proses gugatan ke pengadilan agar para pihak taat melaksanakan kontrak yang telah mereka buat.
Ketentuan tersebut memberikan kebebasan kepada para pihak dalam membuat perjanjian, bebas menentukan: (i) isi; (ii) berlakunya dan syarat-syarat perjanjian; (iii) dengan bentuk tertentu atau tidak; dan (iv) bebas memilih undang-undang mana yang akan dipakainya untuk perjanjian itu. Kebebasan para pihak ini
15
tidak lain merupakan perwujudan otonomi para pihak yang dijunjung tinggi. Menurut Grotius mencari dasar konsensus dalam ajaran hukum kodrat bahwa “janji itu mengikat” (Pacta Sunt Servanda), karena “kita harus memenuhi janji kita”.
Terkait isi perjanjian atau prestasi tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Bahkan dalam pelaksanaannya diberikan penegasan untuk dipenuhinya syarat itikad baik, sebagaimana diatur dalam pasal 1338 (3) KUHPerdata.
Perjanjian-perjanjian yang lahir dari Buku III KUHPerdata merupakan perjanjian obligatoir, artinya perjanjian itu pada dasarnya melahirkan kewajiban-kewajiban kepada para pihak yang membuatnya. Perjanjian obligatoir juga melahirkan hak perorangan bagi para pihak yang membuat perjanjian (personlijk recht). Ciri dari hak perseorangan adalah sifatnya yang relatif, artinya hak perseorangan itu hanya mengikat para pihak yang membuat perjanjian itu sendiri. Hal ini ditentukan dalam pasal 1315 jo. 1340 KUHPerdata. Dalam pasal 1315 KUHPerdata dinyatakan “pada umumnya tidak seorangpun dapat mengikat diri
atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji daripada untuk dirinya sendiri”. Lebih lanjut pasal 1340 KUHPerdata menyatakan “perjanjian-perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”. Dalam kedua pasal tersebut hanya menjangkau para pihak yang membuat kontrak saja.
Namun pada situasi tertentu dapat diperluas menjangkau pihak-pihak lain. Hal ini ditentukan dalam pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan:
“lagi pula diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan perjanjian, yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain, memuat janji seperti itu”
.
16
Itikad baik merupakan kewajiban hukum yang harus dipenuhi para pihak dalam melaksanakan kontrak. Ketentuan ini diatur dalam pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Undang-undang secara tegas mengharuskan para pihak melaksanakan satu kewajiban hukum yang muncul karena adanya kontrak yaitu bahwa kontrak harus dilakukan dengan itikad baik. Oleh karena itu perlu adanya kepercayaan dari para pihak dalam membuat kontrak.
Itikad baik juga dibedakan dalam dua sifat yaitu nisbi (relatif-subjektif) dan mutlak (absolut-objektif). Pada itikad baik yang nisbi memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik yang mutlak atau hal yang sesuai dengan akal sehat dan keadilan, objektif untuk menilai keadaan sekitar perbuatan hukumnya (penilaian tidak memihak menurut norma-norma yang objektif).
Wirjono Prodjodikoro membagi itikad baik menjadi dua macam yaitu: 1) Itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum. Itikad
baik di sini berupa anggapan bahwa syarat-syarat yang diperlukan bagi dimulai hubungan hukum telah terpenuhi. Dalam konteks ini hukum memberikan perlindungan kepada pihak yang beritikad baik, sedangkan bagi pihak yang tidak beritikad baik harus bertanggung jawab dan menanggung risiko. Ketentuan ini diatur dalam pasal 1977 (1) KUHPerdata dan pasal 1963 KUHPerdata, dimana terkait dengan salah satu syarat untuk memperoleh hak milik atas barang melalui daluwarsa. Itikad baik ini bersifat subjektif dan statis.
2) Itikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang termaktub dalam hubungan hukum. Pengertian itikad baik sebagaimana diatur dalam pasal 1338 (3) KUHPerdata adalah bersifat objektif dan
17
dinamis mengikuti situasi sekitar perbuatan hukumnya. Titik berat itikad baik terletak pada tindakan yang akan dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu tindakan sebagai pelaksana sesuatu hal.4
e. Asas Kepribadian
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seorang yang akan melakukan kontrak hanya untuk kepentingan perorangan. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1315 dan 1340 KUH Perdata. Dalam pasal 1315 menegaskan “pada
umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan sendiri.” Pasal 1340 menegaskan “perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuat.” Jika dibandingkan kedua pasal tersebut, maka dalam pasal 1317 KUH
Perdata mengatur perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam pasal 1318 untuk kepentingan sendiri, ahli warisnya, atau orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Artinya orang yang tidak ikut dalam perjanjian tersebut tidak dapat dituntut hak dan kewajibannya.
3. Teori Hukum Kontrak
Kontrak lahir ketika telah mencapai kata sepakat oleh para pihak, tetapi yang menjadi masalah jika para pihak berada pada wilayah hukum yang berbeda. Oleh karena itu kata sepakat dapat diperoleh melalui suatu proses penawaran (offerte) dan penerimaan (acceptatie). Yang merupakan teori dasar dari adanya kesepakatan kehendak ialah teori penawaran dan penerimaan. Bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan kehendak baru terjadi ketika adanya penawaran dari salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan oleh pihak lain yang terlibat dalam kontrak. Pengembangan teori ini banyak dilakukan di negara-negara yang menganut sistem hukum common law.
18
Kata sepakat dapat diberikan dengan cara lisan, tertulis (akta otentik maupun akta dibawah tangan), maupun surat tanda tertentu. Mengenai kapan saat terjadinya kesepakatan, terdapat 4 (empat) teori yang menyoroti hal tersebut, yaitu :
a. Teori ucapan atau pernyataan
Menurut teori tersebut kesepakatan terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran telah menyetujui atau telah menandatangani surat penerimaan penawaran tersebut. Kelemahan dalam teori ini yaitu tidak adanya kepastian hukum karena pihak yang memberikan tawaran tidak tahu persis kapan pihak yang menerima tawaran tersebut menyiapkan surat jawaban.
b. Teori pengiriman
Teori pengiriman mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan telah dikirim oleh pihak yang menerima tawaran. Kelemahan teori ini yaitu kadang terjadi perjanjian yang telah lahir di luar pengetahuan orang yang melakukan penawaran.
c. Teori penerimaan
Teori ini menyatakan bahwa kesepakatan terjadi manakala jawaban atas penawaran tersebut telah diterima oleh pihak yang menerima tawaran.
d. Teori pengetahuan
Menurut teori pengetahuan terjadinya kesepakatan pada saat pihak yang mengajukan penawaran mengetahui adanya penerimaan penawaran tersebut. Kelemahan teori ini antara lain memungkinkan terlambat lahirnya perjanjian karena menunda-nunda untuk membuka surat penawaran dan sukar untuk mengetahui secara pasti kapan penerima tawaran mengetahui isi penawaran. Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri, menurut ketentuan dalam pasal 1313 KUHPerdata perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
19
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Sebab kata sepakat merupakan unsur suatu perjanjian yang bertujuan untuk menciptakan suatu kehendak.
4. Syarat Sahnya Kontrak Ditinjau dari KUH Perdata
Mengikat atau tidak mengikatnya suatu perjanjian tergantung pada sah atau tidak sahnya kontrak yang dibuat oleh para pihak tersebut. Syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana diatur dalam pasal 1320 dan diluar pasal 1335, pasal 1339, dan pasal 1347 KUHPerdata. Dalam pasal 1320 KUHPerdata ditegaskan sebagai instrumen hukum yang pokok untuk menguji sahnya suatu kontrak yang dibuat oleh para pihak, karena dalam pasal tersebut menentukan adanya empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu kontrak itu, yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. b. Cakap untuk melakukan perbuatan hukum. c. Suatu hal tertentu.
d. Sebab atau kausa yang halal.
Syarat sahnya suatu kontrak yang kesetu dan ke dua merupakan syarat subjektif, karena menyangkut subjek hukum yaitu, orang atau pihak yang membuat kontrak. Sedangkan syarat yang ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, karena menyangkut objek hukum yang diperjanjikan oleh orang atau subjek hukum yang membuat kontrak.5
Dari keempat syarat yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata maka dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Kesepakatan
5
20
Kesepakatan merupakan unsur mutlak untuk tercapainya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. Terjadinya penawaran dan penerimaan dapat dilakukan dengan cara tertulis, dengan cara lisan, dengan simbol-simbol tertentu, atau bahkan berdiam diri. Kesepakatan secara tertulis biasanya dapat dilakukan dengan akta di bawah tangan atau dengan akta autentik.
b. Kecakapan
Dalam mengadakan suatu kontrak, para pihak harus cakap menurut hukum. Seseorang yang dianggap tidak cakap apabila belum berumur 21 tahun, kecuali jika ia telah kawin sebelum cukup 21 tahun. Sementara dalam pasal 1330 KUHPerdata ditentukan seseorang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:
1) Orang-orang yang belum dewasa.
2) Meraka yang ditaruh di bawah pengampuan.
3) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang-undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Khusus pada poin ke 3 di atas mengenai perempuan dalam hal yang ditentukan dalam undang-undang sekarang ini tidak diberlakukan lagi karena hak perempuan dan laki-laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian.
c. Hal Tertentu
Dalam hal membuat suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian dapat berupa barang maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak berbuat sesuatu. Hal tertentu ini dalam kontrak dapat disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu. Dalam KUHPerdata yang dimaksud dengan prestasi dapat berupa:
21
1) Menyerahkan atau memberikan sesuatu. 2) Berbuat sesuatu, dan
3) Tidak berbuat sesuatu.
Hal tertentu yang berupa tidak berbuat sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak seperti “berjanji untuk tidak saling membuat pagar pembatas antara dua rumah yang bertetangga.”
d. Sebab yang Halal
Istilah halal bukan berarti lawan kata dari haram dalam hukum islam, melainkan halal yang dimaksud adalah bahwa isi kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.6
5. Tinjauan Umum Tentang Internet a. Pengertian Internet
Secara umum internet meruakan hubungan antara berbagai jenis komputer dan jaringan di dunia yang berbeda sistem operasi maupun aplikasinya di mana hubungan tersebut memanfaatkan kemajuan media komunikasi (telepon dan satekit) yang menggunakan protokol standar dalam berkomunikasi yaitu protokol TCP/IP7.
Menurut sibero (2011) internet atau yang yang merupakan kependekan dari inter-connected Network merupakan sebuah jaringan komputer yang menghubungkan antara komputer secara global. Internet juga dapat disebut sebagai jaringan alam, yaitu suatu jaringan yang sangat luas. Internet juga dapat bekerja sama seperti jaringan komputer pada umumnya, seperti halnya jaringan komputer
6 Ahmadi Miru, Op. Cit. hlm 29-31.
22
lokal maupun jaringn komputer area luas, internet juga menggunakan sebuah protokol komunikasi yang sama yaitu TCP/IP.
6. Tinjauan Umum Tentang Kontrak Perdagangan Elektronik
a. Pengertian Kontrak Elektronik
Perkembangan teknologi informasi disadari telah memberikan dampak positif terhadap perkembangan hukum bisnis, terutama sejak dikembangkannya internet (interconnection networking). Pada mulanya jaringan internet hanya dapat digunakan oleh lingkungan pendidikan (perguruan tinggi) dan lembaga penelitian. Setelah internet terbuka bagi masyarakat luas. Internet mulai digunakan juga untuk kepentingan perdagangan. Ada dua hal yang mendorong kegiatan perdagangan dalam kaitannya dengan kemajuan teknologi yaitu mengikatnya permintaan atas produk-produk teknologi itu sendiri dan kemudahan untuk melakukan transaksi perdagangan.8 Dengan adanya internet kegiatan perdagangan dapat dilakukan secara elektronik, atau yang lebih dikenal dengan electronic-commerce (e-commerce).
Pasal 1 angka 17 undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaks Elektronik memuat pengertian kontrak elektronik yaitu “perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik”. Secara prinsipil kontrak
elektronik sama dengan kontrak pada umumnya, yang membedakan ialah kontrak elektronik dibuat melalui sistem elektronik. Sedangkan kontrak pada umumnya dibuat tidak melalui sistem elektronik. Menurut pasal 1 angka 5 UU No. 11 Tahun 2008 yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah “serangkaian perangkat dan
prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengurus
8
23
dan/atau menyebarkan informasi elektronik”. pada penjelasan umum UU No. 11 Tahun 2008 menjelaskan bahwa sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan komunikasi dan/atau sistem elektronik. perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Kontrak elektronik merupakan kontrak yang pembuatannya diwujudkan melalui perbuatan hukum rill berupa “transaksi elektronik” yang dilakukan oleh para pihak. Menurut pasal 1 angka 2 UU No. 11 Tahun 2008, adalah “ perbuatan
hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer dan /atau media elektronik lainnya”. Penyelenggaraan transaksi elektronik, menurut
UU No. 11 Tahun 2008 dapat dilakukan dalam lingkup hukum publik maupun hukum privat.
Pasal 1 angka 24 UU No.7 Tahun 2014 tentang perdagangan, perdagangan sistem elektronik adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. Kontrak elektronik merupakan lingkup perdagangan yang dilakukan secara elektronik, dimana di dalamnya termasuk:
a. perdagangan via Internet (Internet Commerce)
b. perdagangan dengan fasilitas Web Internet (Web-Commerce)
c. perdagangan dengan sistem pertukaran data terstruktur secara elektronik (Electronic Data Interchange/EDI)
24
b. Syarat Sahnya Kontrak Menurut UU ITE
Pasal 1 angka (17) UU ITE menjelaskan kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang di buat melalui sistem elektronik, selanjutnya pasal 1 angka (5) menjelaskan sistem elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengelola, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik. keabsahan kontrak elektronik telah di tegaskan juga dalam pada pasal 5 ayat (3) kontrak elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik.
Setiap kontrak yang dibuat melalui sistem elektronik tetap sah apabila memenuhi 4 syarat kontrak meskipun tidak menggunakan sistem elektronik yang sudah diwajibkan. Adanya itikad baik merupakan faktor utama yang dilihat dan dipertimbangkan dalam pembuatan kontrak. Karena sulitnya mengukur itikad baik di dalam transaksi elektronik maka keberadaan pasal 5 ayat (3) UU ITE tepat apabila dikaitkan dengan keabsahan alat bukti nantinya. Pasal 18 ayat (1) UU ITE menegaskan, kontrak elektronik ini berisikan transaksi elektronik yang sudah memperoleh kesepakatan dari masing-masing pihak. Mengenai kapan adanya waktu penawaran dan permintaan UU ITE memberikan ketentuan yang bersifat mengatur. Selama tidak diperjanjikan lain oleh kedua belah pihak maka pengiriman terjadi saat informasi itu telah dikirim ke alamat tujuan.9 Dalam pasal 8 ayat (2) UU ITE memberikan tanggung jawab bagi si penerima informasi untuk melakukan inisiatif pengawasan atas sistem elektroniknya apakah informasi tersebut sudah diterima atau belum.
9
25
Baik KUHPerdata maupun ITE telah memberikan dasar yang jelas bagi keabsahan kontrak elektronik ini. KUHPerdata memberikan 4 syarat sah kontrak sebagai dasar pembuatan kontrak elektronik yang harus dilandasi dengan itikad baik. Sedangkan UU ITE memberikan ketentuan-ketentuan yang bersifat preventif.
b. Kontrak Perdagangan Elektronik 1) Pengertian
Kontrak Perdagangan Elektronik atau di kenal dengan E-Commerce merupakan bidang yang multidisipliner yang mencakup bidang-bidang teknik, seperti jaringan dan telekomunikasi, pengamanan, penyimpanan dan pengambilan data dari multimedia, pemasaran, pembelian dan penjualan, penagihan dan pembayaran dan perpajakan, pembuatan perjanjian dan penyelesaian hukum lainnya.10
Dalam E-Commerce terdapat 6 komponen yaitu: a) Ada kontrak dagang;
b) Kontrak itu dilaksanakan dengan media elektronik (digital); c) Kehadiran fisik dari para pihak tidak diperlukan;
d) Kontrak tersebut terjadi dalam jaringan publik;
e) Sistemnya terbuka, yaitu dengan internet atau WWW; f) Kontrak itu terlepas dari batas, yurisdiksi nasional.
Menurut ketentuan Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 1 Ketentuan Umum, angka 2 dinyatakan bahwa “Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya”.
10 Mariam Darus Badrulzaman, dkk. Kompilasi Hukum Perikatan (Dalam Rangka Menyambut Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.283.
26
Munir Fuady menyatakan yang dimaksud dengan e-commerce adalah suatu proses berbisnis dengan memakai teknologi elektronik yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik, dan pertukaran perjanjian/penjualan barang, servis, dan informasi secara elektronik. Dengan demikian, pada prinsipnya bisnis dengan e-commerce merupakan kegiatan bisnis tanpa warkat (paperless trading).
Ditinjau dari sudut pandang para pihak dalam bisnis e-commerce, maka jenis-jenis transaksi dari suatu kegiatan e-commerce terbagi menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut:
a) Bisnis ke bisnis (Business to Business)
Transaksi bisnis ke bisnis merupakan sistem komunikasi bisnis antar pelaku bisnis atau dengan kata lain transaksi secara elektronik antar perusahaan yang dilakukan dalam kapasitas produk yang besar. Pebisnis yang mengadakan perjanjian tentu saja para pihak yang bergerak dalam bidang bisnis yang dalam hal ini mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian untuk melakukan usaha dengan pihak pebisnis lainnya. Bisnis ke bisnis ini terdiri dari:
i. Transaksi Inter-Organization System (IOS), misalnya transaksi extranets, elektronic funds transfer, elektronic forms, integrated messaging, share data based, supply chain management, dan lain-lain.
ii. Transakasi pasar elektronik (elektronic market transaction).
27
Bisnis ke konsumen dalam e-commerce merupakan suatu transaksi bisnis secara elektronik yang dilakukan pelaku usaha dan pihak konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu. Dalam transaksi ini produk yang dijualbelikan berupa produk barang dan jasa baik dalam bentuk berwujud maupun dalam bentuk elektronik atau digital telah siap untuk dikonsumsi.
Para pihak dalam e-commerce ini adalah E-merchant yang menawarkan suatu produk atau jasa kepada e-commerce yang menggunakan barang/jasa yang ditawarkan. E-Merchant hanya merupakan media untuk para pihak berkomunikasi yang diikuti dengan pengiriman barang secara nyata.
Prinsip-prinsip utama dari perlindungan konsumen dalam transaksi bisnis ke konsumen adalah:
i. Konsumen yang ikut serta dalam transaksi e-commerce haruslah mendapatkan perlindungan yang transparan dan efektif yang sifatnya tidak boleh rendah dari perlindungan terhadap perdagangan di luar e-commerce.
ii. Pebisnis yang masuk dalam perdagangan elektromik harus memperhatikan keepentingan konsumen dan bertindak berdasarkan usaha bisnis, pemasaran, iklan yang adil.
Dalam hal informasi bisnis, maka bisnis yang berlangsung dalam e-commerce seharusnya menyediakan informasi yang akurat, jelas dan dapat dengan mudah untuk diakses, misalnya: identifikasi dari bisnis tersebut, komunikasi yang efektif, tepat waktu, mudah dan efektif antara konsumen dan pembisnis, penyelesaian masalah yang tepat dan
28
efektif, proses pelayanan hukum yang baik, domisili hukum pebisnis yang jelas.
c) Konsumen ke konsumen (consumer to consumer)
Konsumen ke konsumen merupakan transaksi bisnis yang dilakukan antar para konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu pula, segmentasi ini sifatnya lebih khusus karena transaksi dilakukan oleh konsumen yang memerlukan transaksi. Internet telah dijadikan sebagai sarana tukar menukar informasi tentang produk baik mengenai harga, kualitas dan pelayanannya. Selain itu para konsumen juga dapat membentuk komunitas pengguna produk tersebut. Krtidakpuasan konsumen mengenai produk yang dikonsumsi dapat tersebar melalui komunitas-komunitas. Internet telah menjadikan konsumen memiliki posisi tawar yang yang lebih tinggi terhadap perusahaan dengan demikian konsumen dapat menuntut pelayanan perusahaan yang lebih baik. Menurut Munir Fuady masih ada tiga jenis transaksi e-commerce yaitu: a) Consumer to business
Merupakan individu yang menjual produk atau jasa kepada organisasi dan individu yang mencari penjual melalui transaksi. b) Non-Business Electronic Commerce
Dalam hal ini meliputi kegiatan nonbisnis seperti kegiatan lembaga pendidikan, organisasi nirlaba, keagamaan dal lain-lain.
29
Kegiatan ini meliputi semua aktivitas internal organisasi melalui internet untuk melakukan pertukaran barang, jasa dan informasi, menjual produk perusahaan kepada karyawan dan lain-lain.11
Transaksi jual beli yang dilakukan melalui media elektronik (e-commerce) pada dasarnya memiliki prinsip dasar yang sama dengan kontrak pada umumnya. Dalam transaksi jual beli melalui media elektronik ini juga terdiri dari tahap penawaran dan penerimaan.
a) Penawaran
Penawaran menurut Mariam Darus Badrulzaman merupakan suatu ajakan untuk masuk kedalam suatu perjanjian yang mengikat (invitation to enter into a binding agreement).
Dalam transaksi e-commerce penawaran biasanya dilakukan oleh penjual dan dapat ditujukan kepada alamat e-mail (surat elektronik) calon pembeli atau dilakukan melalui website sehingga siapa saja dapat melihat penawaran.
b) penerimaan
penerimaan dapat dinyatakan melalui website atau e-mail. Dalam transaksi memalui website tahap-tahap yang harus dilakukan oleh calon pembeli antara lain:
a) mencari barang dan melihat deskripsi barang.
b) Memilih barang dan menyimpannya di kereta belanja.
11
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis dalam Teori & Praktek Buku Kesatu, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.
30
c) Melakukan pembayaran setelah yakin akan barang yang akan dibelinya.
Dengan menyelesaikan tiga tahapan, transaksi ini maka calon pembeli dianggap telah melakukan penerimaan dan dengan demikian telah terjadilah kontrak.
2) Kontrak Perdagangan Elektronik dan KUH Perdata
kontrak dagang elektronik yang berkembang di luar KUH Perdata, berdasarkan doktrin termasik dalam kategori yang dinamakan kontrak tidak bernama. dalam hal ini diterapkan ajaran umum yang terdapat dalam Bab I sampai dengan Bab IV KUH Perdata.
Definisi perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata “suatu persetujuan
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. syarat sah perjanjian dalam
kontrak dagang elektronik diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. kesepakatan para pihak yang mana hal ini merupakan cermin dari adanya asas consensus dari suatu kontrak.
a) Sepakat mereka yang mengikatkan diri b) Cakap untuk melakukan perbuatan hukum c) Suatu hal tertentu
d) Sebab atau kausa yang halal
Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama dan kedua maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga dan keempat maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum.
31
Saat terjadinya kesepakatan dalam kontrak perdagangan elektronik maka kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapatkan tekanan yang mengakibatkan cacat kehendak. Sehubungan dengan syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan diri dalam KUH Perdata merupakan faktor yang dapat menimbulkan cacat pada kesepakatan tersebut.
3) Proses Jual Beli Dalam Kontrak Dagang Elektronik (E-Commerce)
Transaksi bisnis konvensional sama dengan transaksi dengan sistem e-commerce dalam tahapan-tahapan yang biasa dikenal dengan proses bisnis. Proses bisnis dalam sistem e-commerce ini dinamakan informasi sharing. Dalam proses ini prinsip penjual adalah mencari calon pembeli sebanyak-banyaknya, sementara prinsip pembeli adalah berusaha sedapat mungkin mencari produk atau jasa yang diinginkan dan mencoba untuk mencari tahu penilaian orang lain terhadap produk atau jasa yang di inginkan. Dan mencoba untuk mencari tahu penilaian orang terhadap produk atau jasa yang di inginkan.
Dua hal yang bisa dilakukan oleh customer di dunia maya, pertama adalah melihat produk-produk atau jasa yang diiklankan oleh perusahaan terkait melalui website-nya. Kedua adalah mencari data atau informasi tertentu yang dibutuhkan sehubungan dengan proses transaksi jual beli yang akan dilakukan. Jika tertarik dengan produk yang ditawarkan, konsumen dapat melakukan transaksi perdagangan dengan melakukan pemesanan secara elektronik, yaitu dengan menggunakan perangkat komputer dan jaringan.
32
Setelah tukar-menukar informasi proses bisnis selanjutnya adalah melakukan pemesanan produk atau jasa secara elektronik. Di dalam proses bisnis ini, ada empat aliran entitas yang harus dikelola dengan baik yaitu12:
a) Flow of good (aliran produk)
b) Flow of information (aliran informasi) c) Flow of money (aliran uang)
d) Flow of documens (aliran dokumen)
Setelah transaksi dilakukan proses terakhir yang dilakukan yaitu aktifitas purna jual dijalankan. pada tahapan ini penjual dan pembeli melakukan berbagai aktifitas atau komunikasi, seperti: i.. keluhan terhadap kualitas produk; ii. pertanyaan atau permintaan informasi mengenahi produk-produk lain; iii. pemberitahuan akan produk-produk-produk-produk baru yang ditawarkan; iv. diskusi mengenahi cara menggunakan produk dengan baik Target dari interaksi ini adalah agar dikemudian hari terjadi kembali transaksi bisnis antara kedua pihak yang didasari pada kepuasan pelanggan.
Selanjutnya pasca pembelian, yaitu pelayanan purna jual. Proses ini dapat dilakukan melalui jalur konvensional, seperti telepon, atau jalur internet, seperti email teleconference, chatting dan lain-lain. Dari interaksi tersebut diharapkan customers dapat datang kembali dan melakukan pembelian produk atau jasa di kemudian hari.
c. Syarat Sah Kontrak Menurut UU No. 7 Tahun 2014
Berdasarkan UU No. 7 tahun 2014 tentang Perdagangan, perihal kontrak elektronik, kontrak perdagangan elektronik sah ketika terdapat kesepakatan para
12
Haris Faulidi Asnawi, Transaksi Bisnis E-Commerce Perspektif Islam, Yogyakarta: Magistra Insania Perss, 2004, hlm. 26.
33
pihak. Kontrak perdagangan elektronik paling sedikit memuat identitas para pihak, spesifikasi barang dan atau jasa yang disepakati, legalitas barang dan atau jasa, nilai transaksi perdagangan, persyaratan dan jangka waktu pembayaran, prosedur operasional pengiriman barabg dan atau jasa, dan prosedur pengembalian barang dan atau jasajika terjadi ketidaksesuaian.
Kontrak perdagangan elektronik dapat menggunakan tanda tangan elektronik dan harus dibuat dalam bahasa indonesia. Kontrak perdagangan elektronik harus disimpan dalam jangka waktu tertentu. Setiap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan atau jasa dengan menggunakan sistem elektronik harus menyediakan data dan atau informasi secara lengkap dan benar.
d. Syarat Sah Kontrak Menurut PP No. 82 Tahun 2012
Berdasarkan pasal 46 ayat (1) PP No. 82 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik, transaksi elektronik yang dilakukan para pihak memberikan akibat hukum kepada para pihak. Ketentuan ini memberikan perlindungan dan kepastian hukum bahwa perjanjian yang dilakukan secara elektronik mengikat para pihak dan memiliki akibat hukum sama seperti perjanjian konvensional. Penyelenggaraan transaksi elektronik yang dilakukan para pihak wajib memperhatikan:13
1) Itikad baik 2) Prinsip kehati-hatian 3) Transparansi 4) Akuntabilitas dan 5) Kewajaran 13
34
Transaksi elektronik dapat dilakukan berdasarkan kontrak elektronik atau bentuk kontraktual lainnya sebagai bentuk kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak. Kontrak elektronik dianggap sah apabila:14
1) Terdapat kesepakatan para pihak.
2) Dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Terdapat hal tertentu, dan
4) Objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Kontrak elektronik dan kontrak kontraktual lainnya yang ditujukan kepada penduduk indonesia harus dibuat dalam bahasa indonesia. Kontrak elektronik yang dibuat dengan klausul baku harus sesuai dengan ketentuan mengenai klausul baku sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kontrak elektronik paling sedikit memuat:15
1) Data identitas para pihak. 2) Objek dan spesifikasi.
3) Persyaratan Transaksi Elektronik 4) Harga dan biaya.
5) Prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak.
6) Ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan / atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi, dan pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.
14
Pasal 47 PP No. 82 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. 15
35
Suatu perjanjian jual-beli berlaku dan mengikat para pihak apabila perjanjian tersebut sah menurut undang-undang, yakni seperti yang telah ditegaskan dalam pasal 1320 KUHPerdata. Begitu juga dalam e-commerce, suatu perjanjian jual-beli melalui internet dianggap sah apabila memenuhi syarat sah suatu kontrak elektronik. keharusan perjanjian e-commerce memenuhi syarat sah perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal 1320 KUHPerdata, ditegaskan kembali dalam pasal 47 ayat (2) PP No. 82 tahun 2012