• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KECUKUPAN GIZI KARYAWAN DAN PENYELENGGARAAN MAKANAN DI PANGANSARI UTAMA CATERING TAMBANG SENAKIN, KALIMANTAN SELATAN EMILLIA RAHMARIZA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT KECUKUPAN GIZI KARYAWAN DAN PENYELENGGARAAN MAKANAN DI PANGANSARI UTAMA CATERING TAMBANG SENAKIN, KALIMANTAN SELATAN EMILLIA RAHMARIZA"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

CATERING TAMBANG SENAKIN, KALIMANTAN SELATAN

EMILLIA RAHMARIZA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(2)

management in Pangansari Utama Catering at Senakin Mine, South Kalimantan. Under the guidance of DODIK BRIAWAN and TIURMA SINAGA.

The objective of this study was to determine the nutritional adequacy of workers and food service management of Pangansari Utama Catering at Senakin Mine, South Kalimantan. The study was conducted from April-May 2011 using cross sectional study design. The food service management consists of input, proses, and output. The Input food service management consists of food service workers, budget, physical fasilities and cooking utensils. The result of this study identified that workers in food service management were 36. The budget for food service management are $ US 11/day/person derived from PT Arutmin Indonesia which is part of the workers wage. Physical facilities in the catering that are not available are the food receiving room and changing room for labours. The food service management process consist of menu planning, implementing, recording and reporting. Pangansari Utama Catering at Senakin mine had ministry regulation number 715/Menkes/SK/V/2003. The average of energy and protein availabilty for 7 days are 2612 kcal and 85.3 g, respectively. Energy requirements of consumers were 2455±253 kcal and the average consumption was 1603±179 kcal. Samples which had deficit energy adequacy were 98.4% and 75.8% normal for protein adequacy.

(3)

Makanan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin, Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh Dodik Briawan dan Tiurma Sinaga.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat kecukupan gizi karyawan dan penyelenggaraan makanan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin, Kalimantan Selatan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi input penyelenggaraan makanan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin; (2) mengidentifikasi proses penyelenggaraan makanan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin; (3) menilai higiene dan sanitasi penyelenggaran makanan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin; (4) mengetahui ketersediaan energi dan protein makanan yang disediakan oleh Pangansari Utama Catering Tambang Senakin; (5) menganalisis tingkat kecukupan energi dan protein karyawan; (6) menganalisis daya terima makanan.

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study yang dilakukan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April-Mei 2011.

Contoh dalam penelitian ini adalah karyawan PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin. Contoh yang diambil berjumlah 62 orang. Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan purposive sampling.

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer meliputi data penyelenggaraan makanan, higiene dan sanitasi, praktik higiene dan sanitasi pekerja penyelenggaraan makanan, karakteristik contoh, banyaknya makanan per porsi yang disajikan, dan daya terima contoh terhadap makanan yang disajikan. Data yang terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan

Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi 16.0 for Windows.

Penyelenggaraan makanan di pangansari Utama Catering Tambang Senakin terdiri dari input, proses, dan output penyelenggaraan makanan. Input penyelenggaraan terdiri atas tenaga kerja penyelenggaraan makanan, anggaran dana, sarana fisik, dan peralatan. Pekerja penyelenggaraan makanan berjumlah 36 orang untuk menyediakan 199 porsi/hari dengan jumlah pekerja laki-laki 78% dan perempuan 22%. Persentase pekerja pada kelompok usia 19-29 tahun adalah 39%, 30-49 tahun adalah 39%, dan 50-64 tahun adalah 22%. Sebagian besar pekerja (94%) memiliki latar belakang pendidikan SMA. Biaya makan per orang per hari untuk tiga kali makan adalah US $11. Biaya ini adalah berasal dari PT Arutmin Indonesia. Sarana fisik yang belum tersedia adalah ruang penerimaan barang dan ruang ganti pakaian untuk tenaga kerja. peralatan penyelenggaraan makanan yang digunakan oleh pangansari utama catering tambang senakin telah memadai.

Proses penyelenggaraan makanan terdiri atas perencanaan menu, pelaksanaan, pencatatan, dan pelaporan. Siklus menu yang dipakai oleh Pangansari Utama Catering Tambang Senakin adalah 14 hari. Perencanaan menu dilakukan bersama-sama oleh koki, supervisor, dan staf administrasi PT. Thiees (kontraktor Arutmin).

Pembelian bahan pangan melalui leveransir dan pembelian langsung. Sistem penerimaan bahan pangan yang dilakukan menggunakan sistem konvesional. Alat/fasilitas penyimpanan yang dimiliki adalah penyimpanan kering (250C), chill room (80C), dan cold room (-50C). Persiapan bahan pangan yang

(4)

makan pagi, pukul 06.00-08.00 WITA untuk makan siang, dan pukul 15.00-17.00 WITA untuk makan malam. Waktu penyajian makanan adalah pukul 04.00 WITA untuk makan pagi, pukul 11.00 WITA untuk makan siang, dan pukul 17.00 WITA untuk makan malam. Pencatatan dan pelaporan pada Pangansari Utama. Catering Tambang Senakin terbagi atas pencatatan dan pelaporan harian, pencatatan dan pelaporan bulanan, pencatatan dan pelaporan tahunan.

Penilaian terhadap higiene dan sanitasi dalam penyelenggaraan makanan merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 715/Menkes/SK/V/2003. Skor penilaian yang didapat adalah 85. Total skor sebesar 85 berada dalam kisaran skor 83-92. Persentase rata-rata pekerja yang menerapkan prinsip higiene personal adalah 91.8%.

Output penyelenggaraan makanan adalah ketersediaan energi dan protein. Rata-rata ketersediaan energi dan protein selama tujuh hari adalah 2612 kkal dan 85.3 g. Rata-rata konsumsi energi dan protein adalah 1603±179 kkal/hari dan 58.3±8.4 g/hari.

Hampir separuh contoh (44%) berada pada usia dewasa madya. Lebih dari separuh contoh (63%) memiliki tingkat aktivitas fisik dengan kategori sedang. Konsumsi pangan contoh merupakan konsumsi pada hari kerja dengan rata-rata konsumsi sebesar 1603±179 kkal. Padahal, rata-rata kecukupan energi contoh berdasarkan Depkes 2009 yaitu 2455±253 kkal. Sementara itu, rata-rata tingkat kecukupan energi contoh sebesar 65.9±9.5% sehingga termasuk kategori defisit tingkat berat dan rata-rata tingkat kecukupan protein contoh sebesar 97.7±13.9% sehingga termasuk kategori normal.

Sebagian besar contoh menyatakan cukup untuk porsi nasi (100%), sayur (68%), dan buah (69%). Sebagian besar contoh menyatakan terlalu kecil untuk porsi lauk hewani (98%) dan lauk nabati (60%). Sebagian besar contoh menyatakan tidak suka untuk kategori tekstur (60%), bentuk (55%), dan penyajian makanan (73%) sedangkan untuk kategori warna sebagian besar contoh menyatakan suka (53%).

Keseluruhan contoh (100%) menyatakan suka untuk kategori kerenyahan. Sebagian besar contoh menyatakan suka untuk kategori aroma (98%), bumbu (97%), keempukan (97%), dan tingkat kematangan (94%) sedangkan untuk kategori suhu sebagian besar contoh menyatakan tidak sesuai (71%).

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa konsumsi energi dan protein contoh tidak mempunyai hubungan yang signifikan (p>0.05) terhadap kecukupan energi dan protein. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan negatif antara aktivitas fisik dengan tingkat kecukupan energi (p<0.05, r= -0.34).

(5)

CATERING TAMBANG SENAKIN, KALIMANTAN SELATAN

EMILLIA RAHMARIZA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia IPB

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(6)

di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin, Kalimantan Selatan

Nama : Emillia Rahmariza NIM : I14070083

Menyetujui, Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN NIP. 19660701 199002 1 001

Dosen Pembimbing II

Tiurma Sinaga, B. Sc, MFSA NIP. 19610521 198312 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tingkat Kecukupan Gizi Karyawan dan Penyelenggaraan Makanan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin, Kalimantan Selatan”. Tak lupa shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi teladan bagi kita semua. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN dan Tiurma Sinaga, B. Sc, MFSA yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing penulis dalam penelitian dan penyelesaian penulisan skripsi.

2. dr. Mira Dewi, S. Ked, MSi selaku dosen pemandu seminar atas segala masukan yang telah diberikan.

3. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen penguji skripsi atas saran dan perbaikan untuk skripsi ini.

4. Pihak PT. Arutmin Indonesia Tambang Senakin dan Pangansari Utama Catering Tambang Senakin yang telah memberikan izin penelitian, kerjasama, dan bantuannya.

5. Mama, Papa, dan Adikku tercinta, serta seluruh keluarga besar penulis yang senantiasa memberikan doa, dukungan, dan nasehat.

6. Spesial untuk Ade Febrian dan sahabat yang selalu ada dalam suka dan duka (Jenny Y, Rina A, Novi E, Purnawati HR, Inayah N, Nuraini E, Cantika Z, Aomi H) atas doa, semangat, dan kepeduliannya selama penyusunan skripsi ini.

7. Teman selama penelitian di Senakin (Rahmawati), teman pembahas seminar, teman seperjuangan (Luminaire), teman satu kelompok Internship Dietetik, teman KKP atas saran, bantuan dan dukungannya kepada penulis. 8. Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak

langsung, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah membalas segala kebaikan dengan pahala dan kebaikan yang lebih besar dan semoga skrispsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Januari 2012 Emillia Rahmariza

(8)

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Masru Rizal dan Ibu Marhamah Rasul. Pendidikan pertama penulis adalah TKN Pembina (1994-1995). Selanjutnya penulis meneruskan pendidikannya di SD Baiturrahmah I (1995-2001), SMPN 2 Padang (2001-2004), dan SMA Semen Padang (2004-2007).

Tahun 2007, penulis diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI IPB). Tahun 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Sebuli, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Pada tahun 2011, penulis melaksanakan Internship Dietetik di RS Islam Jakarta Pondok Kopi.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, diantaranya yaitu: Institut Karate-Do Indonesia (INKAI) (2008-2009), Ikatan Lembaga Mahasiswa Gizi Indonesia (ILMAGI (2008-2011), dan Omda Himpunan Mahasiswa Padang dan Pariaman (HIMAPD) (2007-sekarang). Penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan, seperti Aksi Bersih Kampus (2007), Corporate Social Responsibility (CSR) (2008), Indonesian Ecology Expo (Index) (2008), Masa Perkenalan Fakultas (MPF) dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) (2009), Nutrition Fair (2009), Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) (2010), dan Seminar Gizi Nasional (Senzational) (2010).

(9)

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... v PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Kegunaan ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 Penyelenggaraan Makanan ... 4

Input Penyelenggaraan Makanan ... 5

Tenaga Kerja ... 5

Sarana Fisik dan Peralatan ... 6

Proses Penyelenggaraan Makanan ... 8

Perencanaan Menu ... 8

Perencanaan Bahan Pangan... 9

Pengadaan dan Pembelanjaan Bahan Pangan ... 10

Penerimaan Bahan Pangan... 11

Penyimpanan Bahan Pangan ... 11

Persiapan Bahan Pangan ... 11

Pengolahan Bahan Pangan ... 11

Pendistribusian Makanan ... 12

Higiene dan Sanitasi ... 13

Output Penyelenggaraan Makanan ... 13

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ... 14

Energi ... 15

Protein ... 16

Daya Terima ... 17

KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

METODE PENELITIAN... 21

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 21

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh ... 21

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 21

Pengolahan dan Analisis Data ... 23

Definisi Operasional ... 26

HASIL PEMBAHASAN... 28

Input Penyelenggaraan Makanan ... 28

Pekerja Penyelenggaraan Makanan ... 28

Anggaran Dana ... 28

Sarana Fisik dan Peralatan ... 29

Proses Penyelenggaraan Makanan ... 30

(10)

Pelaksanaan ... 30

Pencatatan dan Pelaporan ... 32

Higiene dan Sanitasi Pangansari Utama Catering Tambang Senakin ... 32

Lokasi, Bangunan, dan Fasilitas ... 32

Fasilitas Sanitasi ... 34

Ruangan Pengolahan Makanan ... 35

Bahan Pangan ... 35

Penyimpanan Bahan Makanan ... 35

Personal Higiene Sanitasi ... 36

Output Penyelenggaraan Makanan ... 36

Ketersediaan Energi dan Protein ... 36

Karakteristik Contoh ... 38

Usia ... 38

Aktivitas Fisik ... 39

Konsumsi Energi dan Protein ... 40

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein ... 40

Daya Terima Makanan ... 42

Hubungan Antar Variabel ... 44

Hubungan Konsumsi terhadap Kecukupan Energi dan Protein ... 44

Hubungan Aktifitas Fisik terhadap Tingkat Kecukupan Energi ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

Kesimpulan ... 46

Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(11)

1 Perkiraan presentase luas area dalam food production ... 12

2 Jenis dan cara pengumpulan data ... 22

3 Kecukupan gizi per hari bagi pekerja menurut umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik ... 24

4 Sebaran karakteristik pekerja Pangansari Utama Catering Tambang Senakin ... 28

5 Suhu penyimpanan bahan makanan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin ... 35

6 Persentase pekerja Pangansari Utama Catering Tambang Senakin yang menerapkan higiene personal ... 36

7 Ketersediaan makanan yang disediakan oleh Pangansari Utama Catering Tambang Senakin ... 37

8 Pengamatan terhadap menu selama tujuh hari ... 38

9 Kecukupan, konsumsi, dan tingkat kecukupan energi dan protein contoh... 40

10 Rata-rata konsumsi energi dan protein contoh per hari ... 40

11 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan energi ... 41

12 Sebaran contoh menurut tingkat kecukupan protein ... 41

13 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan aktivitas fisik ... 45

(12)

1 Kerangka pemikiran penelitian ... 20

2 Sebaran contoh menurut usia ... 39

3 Sebaran contoh menurut aktivitas fisik... 39

4 Sebaran contoh berdasarkan porsi makanan... 42

5 Sebaran contoh berdasarkan tekstur, warna, bentuk, dan penyajian makanan ... 43

6 Sebaran contoh berdasarkan kerenyahan, aroma, bumbu, keempukan, dan tingkat kematangan makanan ... 43

(13)

1 Kuesioner Penelitian ... 50

2 Denah ruang makan ... 55

3 Denah dapur ... 56

4 Peralatan dan perlengkapan penyelenggaraan makanan ... 57

5 Siklus menu 14 hari ... 58

6 Hasil penerapan sanitasi jasa boga ... 59

(14)

Pangan merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Tujuan utama konsumsi pangan tidak hanya untuk mengatasi rasa lapar tetapi juga untuk pemenuhan kebutuhan zat gizi demi menjaga kesehatan tubuh. Pangan yang baik dapat memenuhi syarat kesehatan yang merupakan salah satu unsur untuk mencapai tingkat kesehatan masyarakat yang optimal seperti yang telah digariskan dalam pembangunan nasional.

Angkatan kerja Indonesia jumlahnya cukup besar dan memerlukan pembinaan baik dalam aspek kesehatan maupun aspek lain. Investasi sumber daya manusia (SDM) pada pekerja berkaitan dengan kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Blum (1974) diacu dalam Notoatmodjo (2007) menggambarkan status kesehatan baik individu maupun masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu faktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku, dan lingkungan (fisik, biologis, dan kemasyarakatan). Keempat faktor tersebut dalam mempengaruhi kesehatan tidak berdiri sendiri, tetapi saling mempengaruhi satu sama lain.

Selain status kesehatan, keadaan gizi yang baik juga memegang peranan penting untuk mempengaruhi ketahanan fisik dalam melakukan pekerjaan (Musbyarini 2009). Menurut Notoatmodjo (2007), untuk mencapai kesehatan yang optimal diperlukan makanan yang bukan sekedar makanan, tetapi makanan yang mengandung zat-zat gizi yang dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan.

Masalah gizi pada pekerja merupakan akibat langsung dari kurang atau berlebihnya asupan makanan yang tidak sesuai dengan beban kerja atau jenis pekerjaannya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang kurang gizi meskipun masih dalam taraf ringan dapat menyebabkan terganggu konsentrasi kerjanya sehingga mudah mendapat kecelakaan. Perbaikan dan peningkatan gizi mempunyai makna yang sangat penting dalam upaya mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka absensi, serta meningkatkan produktivitas kerja (Depkes 2009).

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah produktivitas tenaga kerja yang rendah adalah dengan meningkatkan gizi tenaga kerja. Menurut Santoso (2004) gizi kerja adalah gizi yang dibutuhkan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan pekerjaannya. Tujuannya adalah

(15)

agar tingkat kesehatan dan kapasitas kerja serta produktivitas kerja dapat optimal. Gizi kerja merupakan salah satu faktor penentu produktivitas kerja.

Penerapan gizi kerja di institusi/perusahaan dapat dilakukan sekaligus dipantau dari segi ada atau tidaknya kantin (ruang makan) di institusi/perusahaan, kualitas penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja, serta ada/tidaknya usaha peningkatan penyelenggaraan makan diinstitusi/perusahaan. Makanan yang dibutuhkan oleh tenaga kerja adalah makanan yang mengandung semua zat gizi dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan. Kualitas dan kuantitas makanan tenaga kerja sangat erat hubungannya dengan keadaan gizi, ketahanan fisik, dan produktivitas.

Penyelenggaraan makanan di perusahaan selama ini masih menghadapi masalah khususnya di perusahaan melayani karyawan dalam jumlah banyak antara lain menu yang tersedia untuk karyawan tidak sesuai dengan kecukupan, makanan kurang bervariasi, pekerja yang tidak memiliki pendidikan khusus dibidang penyelenggaraan makanan, dan sanitasi yang kurang baik. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kecukupan gizi karyawan dan penyelenggaraan makanan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin.

Tujuan Tujuan umum :

Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji tingkat kecukupan gizi karyawan dan penyelenggaraan makan di Pangansari Utama Tambang Senakin, Kalimantan Selatan.

Tujuan khusus :

1. Mengidentifikasi input penyelenggaraan makanan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin.

2. Mengidentifikasi proses penyelenggaraan makanan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin.

3. Menilai higiene dan sanitasi penyelenggaraan makanan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin.

4. Mengetahui ketersediaan energi dan protein makanan yang disediakan oleh Pangansari Utama Catering Tambang Senakin.

5. Menganalisis tingkat kecukupan energi dan protein karyawan. 6. Menganalisis daya terima makanan karyawan.

(16)

Kegunaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tingkat kecukupan gizi karyawan dan penyelenggaraan makan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pertimbangan lebih lanjut bagi PT. Arutmin Indonesia Tambang Senakin untuk meningkatkan dan memperbaiki penyelenggaraan makanan bagi karyawan.

(17)

Penyelenggaraan makanan adalah sebuah ilmu dan seni perencanaan, persiapan, pemasakan, dan pelayanan yang berkualitas sesuai kebutuhan. Jika dilihat sebuah sistem, penyelenggaraan makanan adalah penggabungan dari beberapa komponen/bagian yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan. Palacio dan Theis (2009) mengungkapkan bahwa tujuan utama penyelenggaraan makanan adalah untuk menyajikan makanan agar konsumen/klien merasa puas. Sedangkan menurut Moehyi (1992) penyelenggaraan makanan institusi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan makanan dilakukan oleh instutusi itu sendiri dan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.

2. Dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan makanan sudah ditetapkan jumlahnya sehingga penyelenggaraan harus menyesuaikan pelaksanaannya dengan dana yang tersedia.

3. Makanan diolah dan dimasak di dapur yang berada di lingkungan tempat institusi itu berada. Hidangan makanan yang disajikan diatur dengan menggunakan menu induk (master menu) dengan siklus mingguan atau sepuluh-harian.

4. Hidangan makanan yang disajikan tidak banyak berbeda dengan hidangan yang biasa disajikan di lingkungan keluarga.

Pada dasarnya penyelenggaraan makanan institusi terdiri atas dua macam yaitu penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pada keuntungan (bersifat komersial) dan penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi palayanan (bersifat non komersil). Pada penyelenggaraan makanan yang berorientasi pada keuntungan, dilaksanakan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Bentuk usaha ini seperti restaurant, snack, bar, cafetaria, catering. Usaha penyelenggaraan makanan ini tergantung pada bagaimana menarik konsumen sebanyak-banyaknya dan manajemennya harus bisa bersaing dengan institusi yang lain.

Sedangkan penyelenggaraan makanan non komersil dilakukan oleh suatu institusi baik dikelola pemerintah, badan swasta ataupun yayasan sosial yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Bentuk penyelenggaraan ini biasanya berada di dalam suatu tempat yaitu asrama, panti asuhan, rumah sakit, perusahaan, lembaga kemasyarakatan, sekolah dan lain-lain. Frekuensi makan

(18)

dalam penyelenggaraan makanan yang bersifat non komersil ini 2-3 kali dengan atau tanpa selingan (Moehyi 1992).

Input Penyelenggaraan Makanan Tenaga Kerja

Menurut Moehyi (1992) jenis tenaga kerja yang diperlukan dalam penyelenggaraan makanan baik komersial maupun non komersial pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok tenaga kerja yaitu:

1. Kelompok tenaga pengelola

Kelompok tenaga ini bertanggung jawab dalam penyusunan menu, standardisasi kualitas, dan cita rasa makanan yang dihasilkan, serta efisiensi penggunaan dana dan daya yang tersedia sehingga biaya penyelenggaraan makanan dapat ditekan serendah mungkin tanpa mengurangi mutu dan cita rasa makanan.

2. Kelompok tenaga pelaksana

Kelompok ini bertanggung jawab dalam pelaksanaan produksi makanan dan distribusi makanan kepada konsumen. Jenis tenaga dalam kelompok ini adalah mereka yang yang mempunyai keahlian dalam kegiatan masak-memasak (boga), selain telah mengikuti pendidikan formal dalam kebogaan juga cukup mempunyai pengalaman dalam masak-memasak untuk kelompok.

3. Kelompok tenaga pebantu pelaksana

Kelompok tenaga pembantu pelaksana penyelenggaraan makanan adalah mereka yang terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan makanan tetapi tidak mempunyai tanggung jawab khusus. Umumnya mereka hanya membantu tenaga pelaksana untuk menyelesaikan tugasnya seperti membersihkan bahan makanan, memotong, mengiris, atau membantu pekerjaan memasak lainnya termasuk membersihkan peralatan.

Penyelenggaraan makanan (gizi kuliner) masal perlu dikelola oleh suatu organisasi yang dipimpin atau dikepalai oleh seorang ahli atau orang yang berpengalaman dalam bidang penyelenggaraan makanan. Penyelenggaraan gizi kuliner dalam jumlah banyak seperti rumah sakit, hotel, asrama, dan sejenisnya perlu ada organisasi pengelola yang terdiri atas ketua, pengurus, dan anggota. Ketua atau pimpinan mempunyai pengetahuan manajemen penyelenggaraan makanan yang meliputi pengetahuan gizi dasar, pengetahuan tentang

(19)

pengadaan bahan pangan termasuk penyimpanan, pengolahan, penghidangan, evaluasi, dan pelaporan (Tarwotjo 1998).

Anggaran Dana

Biaya yang tersedia untuk penyelenggaraan makanan harus diperhitungkan dengan baik. Pada penyelenggaraan makanan institusi biasanya telah ditetapkan biayanya dalam anggaran biaya tahunan. Makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah anggaran yang tersedia (Moehyi 1992). Pemberian makanan di kantin perusahaan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan kupon-kupon makan yang didapat oleh karyawan sebagai bagian dari upah atau gaji karyawan. Pembayaran dengan uang tunai sedapat mungkin dihindari karena ada saat-saat dimana mereka tidak mempunyai uang atau tidak mampu membeli dalam arti yang tidak mencukupi kebutuhannya (Yuliati dan Santoso 1995). Menurut Depkes (1991a) dana untuk mengelola makanan tenaga kerja dapat bersumber dari:

1. Dana sepenuhnya diusahakan oleh pihak perusahaan.

2. Dana dikelola oleh kerjasama pihak perusahaan dan tenaga kerja.

3. Pekerja sepenuhnya dengan fasilitas sarana dan peralatan dari perusahaan.

4. Dana dikelola oleh pekerja dengan subsidi perusahaan. Sarana Fisik dan Peralatan

Tempat penyelenggaraan makanan gizi kuliner adalah suatu ruangan yang digunakan untuk menjalankan semua kegiatan yang berkaitan dengan gizi kuliner. Kegiatannya dimulai dari perencanaan sampai distribusi atau menghidangkan makanan yang telah dimasak (Tarwotjo 1998).

Penyediaan makanan bagi masyarakat pekerja mempunyai beberapa alternatif bagi perusahaan untuk menetapkan prosedur dalam pengadaan sarana fisik dan peralatan penyelenggaraan makanan:

1. Perusahaan menyediakan sarana fisik dan peralatan dalam pengolahan makanan seperti dapur, peralatan dan perlengkapannya, dan ruang makan.

2. Perusahaan menyediakan ruang distribusi makanan, ruang makan, dan fasilitasnya.

Sebelum menetapkan sarana fisik, peralatan, dan perlengkapan dalam pengolahan makanan terlebih dahulu perusahaan menetapkan sisitem pengolahan dan cara pelayanan makanan yang akan dilaksanakan. Faktor

(20)

tersebut berpengaruh dalam menentukan luas ruangan dan macam peralatan yang dibutuhkan (Depkes 1991a).

Fungsi dapur pada penyelenggaraan makanan untuk orang banyak sama dengan fungsi dapur di rumah tangga biasa yaitu tempat untuk mengadakan makanan berkualitas baik yang akan disajikan tetapi dapur di institusi harus memiliki persyaratan tertentu mengenai luas, letak, pengaturan peralatan dan perkakas dapur. Dapur di institusi memegang peranan penting dalam usaha penyelenggaraan makanan. Oleh sebab itu perlu perencanaan yang matang mengenai konstruksi sarana fisik, peralatan, dan perlengkapan dapur guna meningkatkan efisiensi kerja.

Bagian/ruang dapur harus disesuaikan dengan arus kerja dalam pengolahan dan penyajian makanan. Bagian dapur tersebut adalah ruang penerimaan bahan makanan, ruang penyimpanan bahan makanan, ruang persiapan bahan makanan, ruang pengolahan dan distribusi makanan, ruang pencucian dan penyimpanan alat, ruang fasilitas pegawai, dan ruang pengawas (Yuliati dan Santoso 1995).

Menurut Depkes (1991a) sarana fisik tempat penyelenggaraan makanan, khususnya ruang dapur haruslah memenuhi kriteria berikut ini:

1. Dapur mudah dicapai dari semua ruang makan sehingga pelayanan makanan dapat berjalan lancar.

2. Dapur tidak berhubungan langsung dengan tempat bekerja karena dapat menimbulkan efek samping yang kurang menguntungkan.

3. Dapur tidak berdekatan dengan tempat sampah.

4. Dapur harus mudah dicapai kendaraan dari luar sehingga memudahkan pengiriman bahan makanan dari luar.

5. Luas dapur memungkinkan untuk penyaluran dan distribusi bahan makanan, penyajian, tempat peralatan, dan transportasi ketempat pembagian makanan.

6. Ventilasi dan cahaya harus baik.

7. Dinding dapur hendaknya dari keramik berwarna yang dapat memantulkan cahaya.

8. Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak licin, dan tahan asam. 9. Langit-langit sebaiknya dilengkapi dengan perendam suara.

Penyelenggaraan makanan di institusi memerlukan berbagai peralatan untuk pengolahan dan penyajian makanan. Macam peralatan dapur yang biasa

(21)

digunakan adalah peralatan untuk persiapan bahan makanan, peralatan untuk pengolahan bahan makanan, peralatan untuk penyajian makanan, peralatan untuk mencuci dan menyimpan alat, peralatan untuk membuang kotoran, peralatan untuk perlindungan pegawai, peralatan untuk keselamatan kerja, peralatan untuk administrasi dapur. Peralatan dapur khususnya yang berhubungan langsung dengan bahan makanan biasanya terbuat dari bahan yang tidak dapat bereaksi dengan bahan makanan (Yuliati dan Santoso 1995).

Proses Penyelenggaraan Makanan Perencanaan Menu

Kata menu berasal dari bahasa Perancis yang artinya suatu daftar yang tertulis secara rinci. Tipe menu menurut Palacio dan Theis (2009) yakni Selective

menu; Semiselective menu; Static menu; Single-use menu; dan Cycle menu.

Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan menyusun berbagai hidangan dengan variasi dan komposisi yang serasi seimbang untuk memenuhi pelaksanaan manajemen pelayanan makanan institusi. Menu disusun untuk menampilkan daftar makanan dan minuman yang ditawarkan kepada klien/konsumen (Depkes 1991a). Menurut Moehyi (1992) penyusunan menu dalam penyelenggaraan makanan institusi dan jasa boga harus memperhatikan faktor-faktor berikut:

1. Kebutuhan gizi penerima makanan. 2. Kebiasaan makan penerima. 3. Masakan harus bervariasi. 4. Biaya yang tersedia. 5. Iklim dan musim.

6. Peralatan untuk mengolah makanan.

7. Ketentuan-ketentuan lain yang berlaku pada institusi.

Sedangkan menurut Moehyi (1992) menu berarti hidangan makanan yang disajikan salam suatu acara makan, baik makan siang maupun makan malam. Namun menu dapat juga disusun untuk lebih dari satu kali makan misalnya untuk satu hari yang terdiri dari menu makan pagi, makan siang, dan makan malam, serta makanan selingan jika ada. Dalam penyelenggaraan makanan institusi menu dapat disusun dalam jangka waktu yang cukup lama misalnya untuk tujuh hari atau sepuluh hari. Menu yang disusun seperti itu disebut menu induk (master

menu). Menu induk digunakan sebagai patokan dalam penyelenggaraan

(22)

makanan institusi adalah tersedianya menu yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Oleh sebab itu menu perlu direncanakan dengan baik (Yuliati dan Santoso 1995).

Salah satu alat yang digunakan dan dapat membantu proses dalam perencanaan menu adalah siklus menu (Pannell 1985). Siklus menu adalah perencanaan teliti dari hidangan terpilih yang disusun dalam jumlah hari tertentu dan dirotasi dalam beberapa minggu. Selama satu putaran/siklus ditetapkan atas dasar pertimbangan kondisi klien serta kemudahan institusi. Siklus menu yang panjang menguntungkan klien tetapi perlu persiapan tenaga, waktu, metode yang lebih akurat bagi institusi. Apabila siklus menu sudah ditetapkan maka tenaga dan waktu untuk penyediaan makanan sudah dapat diperhitungkan. Dengan siklus menu maka pembelian dapat dilaksanakan dengan tepat sehingga ketepatan dalam persiapan dan pemasukan dapat diawasi (Depkes 1991a). Perencanaan Bahan Pangan

Perencanaan kebutuhan bahan pangan dalam suatu institusi pelayanan makanan adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, macam/jenis, dan kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun waktu tertentu. Salah satu tahap dari kegiatan ini adalah taksiran kebutuhan bahan pangan yang sangat diperlukan untuk kegiatan pembelian bahan pangan (Uripi et al 1997).

Perhitungan jumlah kebutuhan bahan pangan berdasarkan jenis bahan pangan dapat dibuat dalam jangka waktu tertentu dengan memperhitungkan stok bahan pangan periode waktu sebelumnya. Jangka waktu yang digunakan sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan dan dana yang tersedia (Yuliati dan Santoso 1995).

Menurut Moehyi (1992) untuk dapat menghitung bahan pangan diperlukan keterangan pembantu seperti resep baku masing-masing jenis masakan dan porsi baku makanan untuk setiap orang. Resep masakan adalah suatu formula yang menerangkan secara rinci jenis bahan, jenis bumbu, bahan penyedap, tata cara mengolah dan memasak suatu masakan sehingga diperoleh cita rasa yang diinginkan. Patokan porsi makanan dalam makanan Indonesia belum ada sehingga menyukarkan bagi penyelenggaraan usaha jasa boga secara profesional terutama dalam penghitungan kebutuhan bahan makanan bagi penyelenggaraan suatu menu.

Pedoman untuk menetapkan porsi baku makanan Indonesia dapat digunakan angka kecukupan makanan yang dianjurkan yang disusun oleh

(23)

Departemen kesehatan untuk digunakan di rumah sakit atau institusi lain. Kecukupan makanan yang dianjurkan (recommended food allowances = RFA) disusun berdasarkan kecukupan zat gizi yang dianjurkan (recommended dietary allowances = RDA) untuk rata-rata orang Indonesia.

Pengadaan dan Pembelanjaan Bahan Pangan

Palacio dan Theis (2009) mendefinisikan pembelanjaan bahan pangan sebagai suatu proses pembelian atau pengadaan suatu produk pada waktu yang tepat dengan jumlah, kualitas, dan harga yang sesuai. Ada dua tipe jenis pembelanjaan bahan pangan, yaitu centralized purchasing (pembelanjaan terpusat) dan group and corporate purchasing (pembelanjaan kelompok).

Pembelian secara terpusat yang dilakukan oleh departemen pengadaan bahan pangan yang bertanggung jawab untuk mendapatkan kebutuhan bahan atau peralatan untuk seluruh unit dalam suatu organisasi, biasa digunakan pada organisasi besar termasuk universitas, sekolah, rumah makan dengan banyak cabang, perusahaan, dan rumah sakit. Tipe pembelanjaan kelompok dapat menguntungkan pembeli untuk meningkatkan volume pembelian sehingga dapat mengurangi harga.

Menurut Moehyi (1992) pengadaan bahan pangan yang diperlukan dalam penyelenggaraan makanan institusi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu:

1. Pengadaan bahan pangan yang dilakukan dengan membeli sendiri bahan makanan yang diperlukan di pasar atau toko-toko. Cara ini mudah dan praktis tetapi dilakukan apabila jumlah konsumen yang dilayani tidak banyak (kurang dari 50 orang).

2. Pengadaan bahan pangan melalui pemasok bahan pangan atau leveransir bahan pangan. Biasanya pengadaan bahan pangan untuk penyelenggaraan makanan institusi dan rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu melalui pemasok yang dipilih setelah diadakan pelelangan atau tender.

Dalam membeli bahan makanan untuk keperluan institusi, banyak faktor yang harus dipertimbangkan karena bahan pangan yang digunakan merupakan salah satu faktor yang menentukan harga jual makanan. Petugas yang bertanggung jawab membeli bahan makanan harus memiliki pengetahuan tentang cara membeli, pengetahuan tentang pasar, dan pengetahuan tentang bagaimana bahan pangan tersebut ditangani setelah dibeli (Yuliati dan Santoso 1995).

(24)

Penerimaan Bahan Pangan

Menurut Yuliati dan Santoso (1995) Penerimaan bahan pangan adalah menerima bahan pangan yang dipesan serta meneliti jumlah dan kualitas bahan pangan yang diterima sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam kontrak pembelian. Penerimaan bahan pangan mengandung 3 prinsip yaitu: 1. Jumlah bahan pangan yang diterima harus sama dengan jumlah bahan

pangan yang tertulis dalam faktur pembelian dan pada daftar permintaan institusi.

2. Mutu bahan pangan yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi bahan pangan yang diminta pada surat kontrak perjanjian jual beli.

3. Harga bahan pangan yang tergantung pada faktur pembelian harus sama dengan harga bahan pangan yang tercantum pada penawaran bahan pangan.

Penyimpanan Bahan Pangan

Menurut Depkes (2003c), penyimpanan bahan pangan adalah suatu cara menata, menyimpan, memelihara keamanan bahan pangan kering dan basah baik kualitas maupun kuantitas di gudang bahan pangan kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya. Tujuannya adalah tersedianya bahan pangan siap pakai dengan kualitas dan kuantitas yang tepat sesuai dengan perencanaan. Persiapan Bahan Pangan

Menurut Yuliati dan Santoso (1995) langkah pertama sebelum proses pemasakan dimulai adalah mempersiapkan bahan pangan dan bahan-bahan lain yang diperlukan sesuai dengan menu yang telah direncanakan. Tujuan persiapan bahan pangan yaitu tersedianya bahan pangan serta bumbu-bumbu yang sesuai dengan teknik persiapan bahan pangan dan standar resep.

Pengolahan Bahan Pangan

Menurut Depkes (2003c) pengolahan bahan pangan merupakan suatu kegiatan mengubah (memasak) bahan pangan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi. Tujuan pengolahan bahan pangan adalah mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi bahan pangan; meningkatkan nilai cerna; meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan penampilan makanan; bebas dari organisme dan zat berbahaya untuk tubuh.

Pada prinsipnya pengolahan bahan pangan meliputi persiapan dan pemasakan bahan pangan. Persiapan adalah suatu proses kegiatan dalam

(25)

rangka menangani bahan pangan dan bumbu sehingga siap atau layak untuk dilanjutkan dengan kegiatan pemasakan. Proses ini dimulai dari saat dibeli atau diambil di ruang penyimpanan, kemudian disiangi, dicuci, dipotong, diiris, digiling, ditumbuk, dibentuk, atau dicetak, dan diberi bumbu-bumbu sampai siap untuk dimasak. Pemasakan adalah suatu proses perubahan dari bahan pangan mentah atau makanan setengah jadi menjadi makanan siap dimakan (Wirakusumah 1991). Fungsi area dan luas yang disarankan dalam proses food

production disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1 Perkiraan presentase luas area dalam food production

Fungsi Area Luas yang disarankan (%)

Penerimaan bahan makanan 5

Penyimpanan bahan makanan 20

Persiapan bahan makanan 14

Pemasakan 18

Tempat pencucian 5

Lalu lintas jalan 16

Tempat sampah 5

Fasilitas pekerja 15

Lain-lain 2

Total 100%

Sumber: Kazarian (1989) diacu dalam Sinaga (1995) Pendistribusian Makanan

Tugas akhir penyelenggaraan bahan makanan adalah penghidangan atau pendistribusian makanan pada konsumen. Tahap ini perlu mendapat perhatian sebaik-baiknya. Bila tahap ini mengecewakan, berarti sia-sialah usaha penyelenggaraan makanan tersebut (Tarwotdjo 1983).

Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat (1991) ada dua cara yang dapat digunakan dalam mendistribusikan makanan yaitu:

1. Cara sentralisasi

Makanan langsung dibagikan pada rantang makanan masing-masing karyawan ataupun dalam kotak makanan. Cara ini membutuhkan peralatan yang sesuai tetapi pengawas makanan tidak diperlukan lagi ditempat penyajian makanan, karena makanan dapat langsung diberikan kepada klien.

2. Desentralisasi

Cara ini berarti penanganan makanan dua kali. Pertama makanan dibagikan dalam jumlah besar pada alat-alat yang khusus, kemudian dikirim ke ruang makan yang ada. Kedua, diruang ini makanan disajikan dalam bentuk porsi. Cara ini membutuhkan tenaga lebih banyak dari cara sentralisasi.

(26)

Higiene dan Sanitasi

Pengertian sanitasi makanan menurut Dit. Higiene dan Sanitasi Dit. Jen Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular adalah salah satu usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan itu diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, penjualan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsi masyarakat/konsumen (Depkes 2003c).

Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Persyaratan higiene dan sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk rumah makan, personal, dan perlengkapannya yang memenuhi persyaratan bakteorologis, kimia,dan fisik.

Output Penyelenggaraan Makanan

Pangan merupakan istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan, sedangkan makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur/ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukan ke dalam tubuh (Almatsier 2006). Jadi makanan yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air yang berguna untuk kelangsungan hidup. Konsumsi pangan erat kaitannya dengan masalah gizi dan kesehatan serta perencanaan produksi pangan. Dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi, jenis pangan dan jumlah pangan merupakan hal yang penting. Banyak cara untuk mengumpulkan data konsumsi pangan. Pemilihan cara yang akan digunakan sangat ditentukan oleh satuan pengamatan (unit contoh), waktu, tenaga, dan dana yang tersedia. Secara umum pengumpulan data konsumsi pangan dapat dilakukan dengan metode penimbangan langsung dan metode penimbangan tidak langsung (Hardinsyah & Briawan, 1994).

Gizi kerja merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Masalah perbaikan gizi mempunyai makna yang amat penting dalam usaha menyehatkan, mencerdaskan dan meningkatkan produktivitas kerja (Karyadi & Muhilal 1990).

(27)

Menurut Direktorat Gizi Masyarakat (2000) waktu makan yang memenuhi kesehatan untuk tenaga kerja adalah :

1. Kecukupan gizi seseorang sehari diperoleh dari makan pagi, siang dan malam serta makanan selingan yang diberikan diantara dua waktu makan yaitu pukul 10.00 dan 16.00

3. Makanan selingan diberikan setelah 2-3 jam bekerja, karena kapasitas kerja akan menurun.

4. Tenaga kerja berada di tempat kerja rata-rata 8 jam sehari, sehingga kebutuhan energi per orang per hari dipenuhi di rumah dan di tempat ketja.

5. Biasakan makan pagi karena dapat memelihara ketahanan fisik, dapat mempertahankan daya tahan tubuh saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja.

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Agar hidup sehat dan dapat mempertahankan kesehatannya manusia memerlukan sejumlah zat gizi. Untuk itu jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh. Sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari konsumsi makanan disebut kebutuhan gizi. Kekurangan atau kelebihan konsumsi gizi dari kebutuhan terutama apabila berlangsung dalam jangka waktu yang berkesimanbungan dapat membahayakan kesehatan. Disamping konsep kebutuhan gizi dikenal juga konsep kecukupan gizi. Kecukupan gizi adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang agar hidup sehat. Kebutuhan dan kecukupan gizi biasanya disusun untuk kelompok umur dan berat badan tertentu menurut jenis kelamin (Hardinsyah & Martianto 1989).

Selama ini ada dua cara yang digunakan untuk menaksir kebutuhan energi melalui penelitian. Pertama diperoleh dengan mengetahui energi yang digunakan oleh tubuh untuk berbagai aktivitas (internal dan ekternal) dan kegunaan lainnya bagi tubuh seperti untuk pertumbuhan, pencernaan, dan metabolisme. Kadang-kadang pengukuran seperti cara pertama tidak tersedia atau sulit dilakukan maka dapat dilakukan pendekatan dengan cara kedua yaitu dengan mengetahui jumlah energi dari seseorang yang sehat dan mampu mempertahankan kesehatannya (Hardinsyah & Martianto 1989).

Protein berguna bagi tubuh sebagai zat pembangun atau pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh seperti pengatur serta mempertahankan daya tahan

(28)

tubuh terhadap serangan penyakit. Disamping itu juga sebagai sumber energi dalam keadaan kurang energi dari karbohidrat dan lemak. Karena adanya fungsi protein yang terakhir ini maka penentuan kecukupan protein dilakukan pada saat kecukupan energi terpenuhi (Hardinsyah & Martianto 1989).

Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Secara umum, tingkat kecukupan dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):

Tingkat kecukupan zat gizi = Konsumsi zat gizi aktual X 100% AKG

Angka kecukupan gizi adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat. Namun, angka kecukupan ini digunakan untuk berbagai keperluan yang sifatnya menyangkut populasi seperti merencanakan dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk (Almatsier 2006).

Energi

Energi bukanlah zat gizi. Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengeturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat dan protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain lemak/gajih dan minyak, buah berlemak (alpokat), biji berminyak, santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar air rendah dan aneka pangan produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya karbohidrat antara lain beras, jagung, oat, serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma dan lain-lain) dan aneka produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu dan aneka produk turunannya (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Tingkat kecukupan energi (TKE) adalah rata-rata tingkat kecukupan energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup

(29)

sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan. Angka kecukupan energi untuk kelompok wanita dewasa usia 19-29 tahun, 30-49 tahun, dan 50-64 tahun berturut-turut dalam tabel angka kecukupan gizi 2004 adalah 1900 kkal, 1800 kkal, 1750 kkal per hari (WNPG 2004). Tingkat kecukupan energi dikategorikan berdasarkan Depkes (1996) menjadi defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90-119% AKG) dan lebih (≥120%).

Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein merupakan molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida.molekul protein lebih kompleks daripada karbohidrat dan lemak dalam hal berat molekul dan keanekaragaman unit-unit asam amino yang membentuknya. Terdapat dua puluh jenis asam amino yang diketahui, yang terdiri dari sembilan asam amino esensial (asam animo yang tidak dapat dibuat tubuh dan harus didatangkan dari makanan) dan sebelas asam amino nonesensial (Almatsier 2006).

Menurut WNPG (2004), Angka kecukupan protein (AKP) bagi orang dewasa didasarkan pada rata-rata kebutuhan protein orang dewasa (yang berbeda menurut umur dan jenis kelamin) dikalikan dengan berat badan, ditambah sejumlah safe level (24%) dan dikoreksi dengan mutu (faktor koreksi mutu 1,2). Tambahan 24% berasal dari nilai coefficient of variation 12% (2 x CV = 24%). Koreksi mutu protein didasarkan pada kenyataan bahwa pangan hewani hanya berkontribusi sekitar 4% terhadap total energi, artinya mutu protein makanan penduduk Indonesia masih rendah, sehingga diasumsikan mutunya 85%, sehingga melahirkan faktor koreksi 1,17 yang dibulatkan menjadi 1,2.

BPS (2006) menyatakan bahwa konsumsi makanan masyarakat dikatakan memadai jika memenuhi dua kriteria kecukupan, yaitu kecukupan energi dan protein. Angka kecukupan protein untuk kelompok pria dewasa dan wanita dewasa usia 19-29 tahun, 30-49 tahun, dan 50-64 tahun dalam tabel angka kecukupan gizi 2004 adalah 50 gram per hari dan 60 gram per hari (WNPG 2004). Tingkat kecukupan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (1996) menjadi defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79%

(30)

AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90-119% AKG) dan lebih (≥120%).

Kekurangan protein umumnya banyak terdapat pada masyarakat dengan golongan sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwasiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun (balita). Namun, defisiensi protein dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kondisi tubuh (Almatsier 2006).

Daya Terima

Faktor utama yang mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan adalah rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap berbagai indera dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera pencium, dan indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa tertinggi adalah makanan yang disajikan secara menarik, menyebarkan bau yang sedap, dan memberikan rasa yang lezat. Cita rasa makanan mencakup dua aspek utama, yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan waktu dimakan. Kedua aspek ini sama pentingnya untuk diperhatikan agar betul-betul dapat menghasilkan makanan yang memuaskan (Moehyi 1992).

Betapapun lezatnya makanan, apabila penampilannya tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera makan menjadi hilang. Faktor-faktor yang menentukan penampilan makanan antara lain warna, tekstur, bentuk, porsi, penyajian makanan, dan penghias hidangan. Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan. Tekstur makanan juga mempengaruhi penampilan makanan. Cara memasak dan lama waktu pemasakan makanan akan menentukan pula tekstur makanan. Bentuk makanan yang serasi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan. Pentingnya porsi makanan bukan saja berkenaan dengan penampilan makanan waktu disajikan, tetapi juga berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan. Penyajian makanan merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama indera penglihatan yang berhubungan dengan cita rasa. Penghias hidangan juga dapat menambah menarik penampilan makanan yang disajikan (Moehyi 1992).

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Komponen-komponen yang

(31)

berperan dalam menentukan rasa makanan antara lain aroma, bumbu dan penyedap, keempukan, kerenyahan, tingkat kematangan, serta temperatur makanan. Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Di samping bau yang sedap, berbagai bumbu dan penyedap yang digunakan dapat membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan yang khas. Selanjutnya makanan yang empuk (misalnya daging) dapat dikunyah dengan sempurna dan akan menghasilkan senyawa yang lebih banyak, yang berarti intensitas rangsangan menjadi lebih tinggi. Kerenyahan makanan memberikan pengaruh tersendiri terhadap cita rasa makanan. Tingkat kematangan dan temperatur makanan juga memegang peranan penting dalam penentuan cita rasa makanan. Makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin akan sangat mengurangi sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa makanan (Moehyi 1992).

(32)

perusahaan sudah mulai dirasakan kebutuhan dan manfaatnya. Tujuan penyelenggaraan makanan di perusahaan ada beberapa hal antara lain memenuhi kebutuhan gizi karyawan selama bekerja; menyediakan makanan yang berkualitas tinggi yang dipersiapkan dan dimasak secara baik serta dihidangkan secara menarik; pelayanan yang tepat, cepat, dan ramah; gizi seimbang dengan menu yang bervariasi; serta fasilitas yang cukup dan nyaman.

Penyelenggaraan makanan terdiri atas beberapa bagian yaitu input, proses dan output. Input berupa tenaga penyelenggaraan makanan, dana, serta sarana fisik dan peralatan. Proses penyelenggaraan makanan dimulai dari kegiatan perencanaan menu, pelaksanaan produksi yang terdiri dari pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, pengolahan, distribusi makanan, serta pengawasan sanitasi dan higiene makanan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Kemudian untuk mempermudah penilaian dan evaluasi diperlukan pencatatan dan pelaporan.

Hasil (output) dari penyelenggaraan makanan yaitu berupa jumlah dan mutu makanan yang tersedia (ketersediaan energi dan protein) dan selanjutnya akan menghasilkan konsumsi energi dan protein karyawan serta daya terima karyawan. Daya terima makan karyawan tergantung dari bagaimana persepsi mereka terhadap keseluruhan hasil proses penyelenggaraan makanan. Persepsi para karyawan mengenai rasa masakan misalnya, akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam menerima/menghabiskan makanan yang disajikan. Konsumsi energi dan protein akan menentukan tingkat kecukupan energi dan protein karyawan yang dibandingkan dengan angka kecukupan energi dan protein karyawan.

(33)

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Hubungan yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Penyelenggaraan Makanan

di Catering Pangansari Utama Tambang Senakin

Input (sumber daya)

 Pekerja penyelenggaraan makanan

 Anggaran dana

 Sarana fisik dan peralatan

Proses penyelenggaraan makanan  Perencanaan menu

 Pelaksanaan (pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan, persiapan bahan makanan, pengolahan, distribusi makanan, higiene dan sanitasi)

 Pencatatan dan pelaporan

Output

Ketersediaan Energi dan Protein

Daya Terima Makanan Konsumsi

Energi dan Protein Karakteristik contoh :  Nama  Umur  Jenis kelamin  BB  TB  Aktivitas fisik Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Angka Kecukupan Energi dan Protein

(34)

Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan karakteristik dari contoh. Penelitian ini dilakukan di Pangansari Utama Catering Tambang Senakin. Pengambilan tempat dilakukan secara

purposive dengan mempertimbangkan bahwa catering ini sudah menyelenggarakan makanan untuk karyawan. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2011-Mei 2011.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Teknik pengambilan contoh yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengambilan contoh yang dilakukan secara sengaja dengan kriteria antara lain : (1) contoh sehat jasmani, rohani, dan tidak sedang menjalankan diet, (2) contoh makan tiga kali sehari di catering Pangansari Utama Catering Tambang Senakin, dan (3) bersedia dijadikan sebagai contoh.

Hasil wawancara dengan pihak manajemen Pangansari Utama Catering Tambang senakin, karyawan yang makan di catering berjumlah 163 orang. Jumlah penelitian yang dijadikan contoh dalam penelitian sebanyak 62 orang. Jumlah ini berdasarkan perhitungan Slovin (Notoatmodjo 2005) sebagai berikut:

n = N

1 + N (d2)

Dimana: n = Jumlah contoh N = Jumlah populasi

d = Tingkat kesalahan yang yang dapat ditolerir (10%)

Pekerja adalah tenaga kerja yang terlibat dalam penyelenggaraan makanan. Data yang dikumpulkan untuk pekerja adalah karakteristik pekerja dan personal higiene sanitasi.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer meliputi : (1) penyelenggaraan makanan, (2) higiene dan sanitasi (3) karakteristik contoh, (4) berat makanan per porsi yang disajikan, dan (5) daya terima contoh terhadap makanan yang disajikan. Rincian data tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2.

(35)

Data mengenai penyelenggaraan makanan (input dan proses) akan diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung dan wawancara kepada pengelola dan penjamah makanan.

Data ketersediaan makanan diperoleh dengan cara menimbang makanan yang disajikan. Data konsumsi contoh diperoleh dengan cara menimbang makanan dan recall jika contoh mengkonsumsi makanan dari luar. Satu porsi makanan ditimbang menggunakan timbangan digital untuk mengetahui jumlah dan kontribusi makanan yang disediakan untuk contoh, yaitu sebelum dan sesudah contoh mengkonsumsi makanan. Penimbangan makanan dilakukan setiap kali makan (3 kali sehari) selama tujuh hari berturut-turut. Pengulangan hari dilakukan untuk meningkatkan validitas hasil penimbangan makanan. Menurut Widajanti (2009), Metode penimbangan pangan biasa digunakan sebagai baku referensi (Gold Standard) dalam survei konsumsi gizi karena presisi yang sangat tinggi dalam menentukan berat makanan dan minuman yang dikonsumsi sehingga ketika dikonversi ke zat gizi juga menghasilkan keakuratan zat gizi yang tinggi.

Data daya terima terhadap makanan yang disediakan akan diperoleh dengan memberikan kuesioner daya terima kepada contoh yang mengkonsumsi makanan yang disediakan, sedangkan data sekunder didapat dari berbagai literatur dan tinjauan pustaka yang mendukung.

Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Data yang dikumpulkan Cara pengumpulan 1 Input Penyelenggaraan Makanan - Pekerja penyelenggaraan makanan - Dana

- Sarana fisik dan peralatan

Wawancara dan pengamatan langsung 2 Proses Penyelenggaraan Makanan - Perencanaan menu - Pelaksanaan (pembelian, penerimaan, penyimpanan, persiapan dan pemasakan bahan makanan,

pendistribusian, penyajian) - Pencatatan dan pelaporan

Wawancara dan pengamatan langsung

3 Higiene dan Sanitasi

- Variabel higiene dan sanitasi - Personal higiene dan

sanitasi

- Wawancara dan pengamatan langsung - Pengumpulan data

dengan cara kuesioner 5 Output

Penyelenggaraan Makanan

- Ketersediaan energi dan protein

- Konsumsi energi dan protein - Daya terima makanan

- Penimbangan dan pengamatan

- Pengisian kuesioner 6 Karakteristik

Contoh

- Nama, umur, jenis kelamin - Berat badan, tinggi badan - Aktivitas Fisik

- Pengisian kuesioner - Wawancara

(36)

Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang telah didapatkan kemudian dianalisis secara statistik. Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan selanjutnya dilakukan analisis. Tahapan pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data. Setelah dilakukan pengkodean (coding) kemudian data dimasukan ke dalam tabel yang telah ada (entry). Setelah itu, dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Untuk tahapan analisis data diolah dengan menggunakan program computer Microsoft Excell 2007 dan Statistical Program

for Social Sciences (SPSS) versi 16.0.

Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan inferensia. Penyelenggaraan makanan dianalisis secara deskriptif, sedangkan penilaian higiene dan sanitasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengamatan dengan persyaratan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715/Menkes/SK/V/2003.

Ketersediaan energi dan protein dari menu makanan yang disediakan dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Menurut Hardinsyah & Briawan (1994), seringkali dalam penilaian konsumsi pangan dijumpai makanan dalam keadaan olahan atau masak. Jika terdapat jenis makanan yang tidak ditemukan dalam DKBM, maka dapat digunakan DMM (Daftar Konversi Mentah Masak) yaitu daftar yang memuat perbandingan berat bahan pangan dalam bentuk mentah dengan bentuk yang sudah diolah atau dimasak. Untuk menaksir berat mentah dari bahan makanan olahan (masak) adalah dengan menggunakan rumus berikut :

Keterangan :

Fj = Faktor konversi mentah masak makanan j BMj = Berat bahan makanan j dalam bentuk mentah

Boj = Berat bahan makanan j dalam bentuk masak (olahan)

Untuk menghitung ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan dihitung dengan menggunakan rumus (Hardinsyah & Briawan 1994) sebagai berikut :

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Fj = (BMj)/(BOj)

(37)

Keterangan :

Kgij = Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j Bj = Berat makanan j yang dikonsumsi

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan

Data karakteristik contoh terdiri atas nama, jenis kelamin, umur, berat badan, tinggi badan, dan tingkat aktivitas. Berat badan, jenis pekerjaan, dan aktivitas fisik akan digunakan untuk menghitung jumlah kecukupan energi per harinya. Data angka kecukupan energi contoh dihitung dengan cara mengalikan berat badan aktual dengan kecukupan energi berdasarkan aktivitas dibagi dengan berat badan ideal. Angka kecukupan energi dihitung dengan rumus :

Keterangan :

KE = Kecukupan Energi (Kalori) BB ideal = Berat Badan Ideal (kg) BB aktual = Berat badan aktual (kg) Kecukupan energi berdasarkan aktivitas :

Tabel 3 Kecukupan gizi per hari bagi pekerja menurut umur, jenis kelamin, dan aktivitas fisik

Jenis kelamin/umur/BB Aktivitas (energi)

Ringan (kkal) Sedang (kkal) Berat (kkal) Laki-laki/19-29 tahun/BB 56 kg 2400 2550 2800 Laki-laki/30-49 tahun/BB 62 kg 2200 2350 2600 Laki-laki/50-56 tahun/BB 62 kg 2150 2300 2550 Perempuan/19-29 tahun/BB 52 kg 1800 1900 2150 Perempuan/30-49 tahun/BB 55 kg 1700 1800 2050 Perempuan/50-64 tahun/BB 55 kg 1650 1750 2000 Sumber: AKG 2004

Aktivitas fisik dikelompokkan dengan kategori ringan, sedang, dan berat. Pengelompokan aktivitas atau beban kerja mengacu pada Depkes (2009). Contoh jenis aktivitas berdasarkan pengelompokkan beban kerja selama 8 jam dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Beban kerja ringan: aktivitas kantor tanpa olahraga, aktivitas fisik yang tidak menguras tenaga, duduk memotong kedua ujung batang rokok (pada perempuan), berdiri didepan mesin memasukkan seng ke dalam mesin pembuat tutup kaleng (pada laki-laki).

KE = BB aktual x kecukupan energi berdasarkan aktivitas BB ideal

(38)

2. Beban kerja sedang: bekerja dimana harus naik turun tangga, olahraga ringan, pekerjaan rumah tangga, berdiri mengisikan bantang korek api ke dalam kotak (pada perempuan), mengambil kotak berisi pentuk korek api dan berjalan memindahkannya ke tempat sekitar mesin (pada laki-laki). 3. Beban kerja berat: pekerjaan lapang, pekerjaan kuli bangunan, driller,

memecahkan batu (pada perempuan), berdiri mengangkat balok kayu dan memasukkannya ke dalam mesin (pada laki-laki) (Depkes 2009).

Kecukupan protein diperoleh berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (2004) yaitu 60 gram untuk laki-laki dan 50 gram untuk perempuan. Tingkat konsumsi energi dan protein dihitung dengan cara membandingkan konsumsi energi dan protein dengan angka kebutuhan energi dan protein contoh dalam sehari. Hasil data tingkat kecukupan dirata-ratakan selama tujuh hari dan dianalisis secara deskriptif.

Analisis inferensia terdiri dari uji korelasi Pearson dan uji Spearman. Uji korelasi Pearson digunakan untuk melihat hubungan antara konsumsi konsumen dengan kecukupan konsumen. Uji Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat kecukupan energi.

(39)

Definisi Operasional

Aktivitas fisik adalah seluruh aktivitas karyawan yang dilakukan di perusahaan di tambah dengan aktivitas karyawan di luar perusahaan pada hari kerja. Contoh adalah karyawan PT Arutmin Indonesia Tambang Senakin yang bersedia dijadikan sebagai contoh, makan tiga kali sehari di catering Pangansari Utama Catering Tambang Senakin, sehat jasmani, rohani, dan tidak sedang menjalankan diet.

Daya terima contoh adalah reaksi atau tanggapan karyawan terhadap rangsangan yang timbul dari makanan melalui indra penglihatan, penciuman, dan perasa (warna, tekstur, bentuk, porsi, penyajian makanan, aroma, keempukan, kerenyahan, tingkat kematangan, serta suhu makanan).

Ketersediaan zat gizi adalah jumlah dan jenis zat gizi (energi dan protein) yang disediakan oleh Pangansari Utama Tambang Senakin untuk setiap karyawan.

Konsumsi zat gizi adalah jumlah dan jenis zat gizi (energi dan protein) yang dikonsumsi oleh karyawan.

Menu adalah susunan hidangan makanan yang diberikan untuk karyawan. Pekerja adalah tenaga kerja yang terlibat dalam penyelenggaraan makanan. Pembelian bahan makanan adalah proses penyediaan bahan makanan melalui

prosedur dan peraturan yang berlaku.

Pendistribusian makanan adalah suatu kegiatan membagikan makanan masak kepada karyawan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Penerimaan bahan makanan adalah suatu proses kegiatan memeriksa, meneliti, mencatat, memutuskan, dan melaporkan bahan makanan yang sudah dipesan sebelumnya.

Pengolahan bahan makanan adalah proses mengerjakan mulai dari bahan makanan mentah sampai mematangkan dan menjadikan hidangan yang lezat.

Penyelenggaran makanan adalah serangkaian kegiatan yang saling berkaitan dalam rangka pelaksanaan penyediaan makanan bagi karyawan Tambang Senakin yang meliputi input, proses, dan output penyelenggaraan makanan.

Penyimpanan bahan makanan adalah suatu proses kegiatan yang menyangkut pemasukan, penyimpanan, dan penyaluran bahan makanan.

(40)

Perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah suatu proses untuk menetapkan jumlah, macam dan kualitas bahan makanan yang dibutuhkan dalam kurun waktu tertentu dalam rangka melaksanakan kegiatan penyediaan makanan.

Perencanaan menu adalah adalah serangkaian kegiatan menyusun berbagai hidangan dengan variasi dan komposisi yang serasi dan seimbang bagi karyawan Tambang Senakin.

Sarana dan prasarana adalah faktor pendukung penyelenggaran makanan yang meliputi sarana fisik dan peralatan serta sanitasi dan higiene.

Tingkat kecukupan energi dan protein adalah perbandingan antara jumlah energi dan protein yang dikonsumsi karyawan selama sehari dengan kecukupannya selama sehari.

(41)

Pekerja Penyelenggaraan Makanan

Input penyelenggaraan makanan terdiri atas pekerja penyelenggaraan makanan, anggaran dana, dan sarana fisik dan peralatan. Menurut Moehyi (1992) jenis tenaga kerja yang diperlukan dalam penyelenggaraan makanan adalah tenaga pengelola, pelaksana, dan pembantu pelaksana.

Pekerja yang terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan makanan berjumlah 36 orang yang terdiri dari tenaga pegelola 3 orang, pelaksana 11 orang, dan pembantu pelaksana 22 orang dengan jumlah pekerja laki-laki 78% dan perempuan 22%. Dalam merekrut pekerja, Pangansari Utama Catering Tambang Senakin lebih mengutamakan masyarakat lokal.

Persentase pekerja pada kelompok usia 19-29 tahun adalah 39%, 30-49 tahun adalah 39%, dan 50-64 tahun adalah 22%. Sebaran karakteristik pekerja dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran karakteristik pekerja Pangansari Utama Catering Tambang Senakin Karakteristik n % Jenis Kelamin Laki-laki 28 78 Perempuan 8 22 Kelompok Usia 19-29 tahun 14 39 30-49 tahun 14 39 50-64 tahun 8 22 Pendidikan Terakhir SD 0 0 SMP 0 0 SMA 34 94 Diploma/S1 2 6 Anggaran Dana

Biaya yang tersedia untuk penyelenggaraan makanan harus diperhitungan dengan baik. Penyelenggaraan makanan institusi telah ditetapkan biayanya dalam anggaran biaya tahunan. Makanan yang disajikan harus sesuai dengan jumlah anggaran yang tersedia (Moehyi 1992). Biaya untuk penyelenggaraan makanan ini berasal dari PT Arutmin Indonesia yang merupakan bagian dari upah konsumen. Biaya makan per orang per hari untuk tiga kali makan adalah US $11.

Gambar

Tabel 1 Perkiraan presentase luas area dalam food production
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitianPenyelenggaraan Makanan
Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 6  Persentase pekerja Pangansari Utama Catering Tambang Senakin yang  menerapkan higiene personal
+7

Referensi

Dokumen terkait

%!/ )im Penilai Instansi adalah tim penilai -ang dibentuk leh Pimpinan Unit Pela-anan Kesehatan Departemen#5embaga Pemerintah Nn Departemen 45PND7 selain

Partisipasi dalam bentuk keterampilan dan kemahiran, ditunjukkan dengan adanya kemauan masyarakat untuk usaha kecil-kecilan yang menjual makanan dan minuman dalam

Bapak Taufik, M.Si, P.hD selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah berkenan memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk

komitmen organisasi dengan 6 item pertanyaan yang diadopsi dari Andini, 2006 (dalam Yustiana, 2014), budaya organisasi dengan 5 item pertanyan yang diadopsi dari Kim Wai, 1998

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul: “ Desain Fabrikasi dan

(2002) yang menemukan bahwa persepsi kegunaan berpengaruh positif terhadap sikap terhadap penggunaan sistem. Berdasarkan pengujian model, baik TAM maupun TPB

2 buah saklar, sebut A dan B dapat dihubungkan dengan kawat secara kombinasi seri atau paralel yang hubungannyadapat dilihat pada gambar berikut.. Suatu rancangan

Penelitian ini dilaksanakan pada pokok bahasan materi tolak peluru (gaya ortodok) di kelas XI SMA Laboratorium Undiksha Singaraja, sehingga untuk memperoleh